Anda di halaman 1dari 33

PENTINGNYA PEMBERDAYAAN STAKEHOLDER DALAM

PENGELOLAAN PANTAI KUTA DI KABUPATEN BADUNG

OLEH:
I GUSTI AYU PUTU WAHYUNDARI
NIP. 19880512 201012 2 005
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami sampaikan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmat dan

anugerah-Nya saya dapat menyelesaikan tulisan yang berjudul “Pentingnya Pemberdayaan

Stakeholder dalam Pengelolaan Pantai Kuta di Kabupaten Badung”.

Laporan ini disusun dalam rangka memenuhi nilai DUPAK Tahun 2018. Harapan kami

laporan ini dapat digunakan sebagai dukungan dalam melakukan pengelolaan terhadap pantai

di Balai Wilayah Sungai Bali-Penida.

Kami menyadari masih banyak kekurangan dalam penyusunan laporan ini. Untuk itu,

kami mengharapkan kritik dan saran yang konstruktif. Akhir kata, kami ucapkan terima kasih

kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan laporan ini.

Denpasar, September 2018

I Gusti Ayu Putu Wahyundari, ST, MT


NIP. 19880512 201012 2 005

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ...............................................................................................................ii


DAFTAR ISI............................................................................................................................ iii
BAB I PENDAHULUAN .......................................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ....................................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ................................................................................................... 4
1.3 Tujuan dan Manfaat ................................................................................................ 4
BAB II KAJIAN PUSTAKA ..................................................................................................... 6
2.1 Definisi Pantai .......................................................Error! Bookmark not defined.
2.2 Potensi dan Permasalahan Kawasan Pantai ........................................................... 6
2.3 Aspek Pengelolaan Pantai ....................................................................................... 9
2.4 Pengamanan dan Pemeliharaan Pantai .................................................................. 11
2.5 Pemangku Kepentingan (Stakeholders) ................................................................ 13
BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................................ 17
3.1 Inventarisasi Permasalahan Pengelolaan Pantai di Kecamatan Kuta .................... 17
3.1.1 Permasalahan dan Lingkup Peran Serta Pemerintah .......................................... 18
3.1.2 Permasalahan dan Lingkup Peran Serta Swasta ................................................. 20
3.1.3 Permasalahan dan Lingkup Peran Serta Masyarakat ......................................... 21
3.2 Analisis Peran Serta Stakeholders terhadap Pengamanan dan Pemeliharaan Pantai di
Kecamatan Kuta .......................................................................................................... 23
3.2.1 Peran Serta Pemerintah ...................................................................................... 23
3.2.2 Peran Serta Swasta ............................................................................................. 24
3.2.3 Peran Serta Masyarakat ...................................................................................... 26
3.3 Upaya Peningkatan Peran Serta Stakeholders ....................................................... 27
BAB IV SIMPULAN DAN SARAN ...................................................................................... 29
4.1 Simpulan............................................................................................................... 29
4.2 Saran ...................................................................................................................... 13
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................. 30

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pulau Bali merupakan salah satu tujuan wisata internasional di Indonesia.

Industri pariwisata di Bali merupakan tulang punggung perekonomian nasional yang

cukup besar. Sebagian dari pusat-pusat pariwisata di Pulau Bali berkembang pesat di

daerah pantai. Banyak orang yang tertarik pada daerah pantai karena terbukanya peluang

ekonomi baik dalam sektor industri pariwisata, perhubungan dan perikanan. Namun

demikian, kondisi lingkungan pantai sangat rentan terhadap kerusakan yang disebabkan

oleh erosi, hantaman gelombang dan air pasang tinggi sehingga nilai ekonomi daerah

pantai mengalami penurunan.

Penanganan erosi atau kerusakan pantai menjadi salah satu bagian dari tugas

pokok dan fungsi Kementerian Pekerjaan Umum yang dalam implementasiya harus

berinteraksi dengan berbagai pemangku kepentingan atau stakeholder daerah pantai.

Untuk menangani masalah abrasi di beberapa lokasi pantai di Pulau Bali telah dilakukan

penanganan seperti pembangunan bangunan pengaman pantai serta pemeliharaan

bangunan tersebut secara reguler.

Menurut Departemen Pekerjaan Umum (2009), belum ada sistem atau peraturan

yang secara spesifik mengatur upaya recovery langsung biaya investasi yang dikeluarkan

untuk pekerjaan pengamanan pantai. Pengenaan pemungutan langsung kepada para

pemanfaat atau stakeholder pantai tidak memungkinkan untuk dilakukan. Oleh karena itu

perlu dipikirkan suatu upaya untuk mendorong para stakeholder untuk berperan secara

aktif dalam pelaksanaan program pemeliharaan pantai yang telah tertangani.

1
Pemangku kepentingan daerah pantai atau stakeholder terdiri atas elemen

pemerintah, swasta dan masyarakat umum. Bertemunya berbagai elemen yang masing-

masing mempunyai aspirasi, kepentingan dan peranan dalam pembangunan dan

pemanfaatan daerah pantai sering kali membuat pola pengelolaan daerah pantai yang

rentan tererosi menjadi kompleks. Kebutuhan dan permintaan dari berbagai elemen

pemangku kepentingan, khususnya kebutuhan dan permintaan masyarakat umum, telah

diakomodasi dan menjadi masukan dalam perencanaan dan desain pekerjaan pengamanan

pantai.

Dengan mempertimbangkan bahwa kebutuhan dan permintaan elemen

pemangku kepentingan tersebut telah terpenuhi oleh pihak pemerintah sebagai inisiator,

pelaksana, dan penanggung jawab pekerjaan, maka pihak swasta dan masyarakat umum

diharapkan mengambil peran serta ketika pemerintah hendak melaksanakan program

pemeliharaan pekerjaan pengamanan pantai yang telah diselesaikan.

Dalam Undang-undang No 11 Tahun 1974 tentang Pengairan tersirat bahwa

dalam meningkatkan kinerja pengelolaan sumber daya air, peran serta masyarakat

merupakan bagian yang tidak terpisahkan. Kebijakan sektoral, sentralistik, dan top-down

tanpa melibatkan masyarakat sudah tidak sesuai dengan perkembangan global yang

menuntut desentralisasi, demokrasi, dan partisipasi stakeholder, terutama masyarakat

yang terkena bencana.

Partisipasi masyarakat merupakan proses teknis untuk memberi kesempatan dan

wewenang lebih luas kepada masyarakat, agar masyarakat mampu memecahkan berbagai

persoalan bersama-sama. Pembagian kewenangan ini dilakukan berdasarkan tingkat

keikutsertaan (level of involvement) masyarakat dalam kegiatan tersebut. Partisipasi

masyarakat bertujuan untuk mencari solusi permasalahan lebih baik dalam suatu

2
komunitas, dengan membuka lebih banyak kesempatan bagi masyarakat untuk memberi

kontribusi sehingga implementasi kegiatan berjalan lebih efektif, efisien, dan

berkelanjutan.

Beberapa studi terdahulu telah menyebutkan pentingnya partisipasi masyarakat

dalam pengelolaan suatu daerah. Mutaqin (2006) menyebutkan bahwa pada masing-

masing sub sistem drainase, kriteria partisipasi masyarakat memberikan kontribusi bobot

paling besar, yaitu diatas 10%. Partisipasi masyarakat yang merupakan basis dalam

pengelolaan kinerja sistem jaringan drainase yang berkelanjutan dapat ditunjukkan pada

tingginya kontribusi kriteria partisipasi masyarakat dalam rehabilitasi jaringan drainase.

Selain itu Sutrisno (2005) menyebutkan bahwa pemberdayaan masyarakat dalam

pengelolaan jaringan irigasi Mendut belum berjalan karena masih terdapat banyak elemen

pemberdayaan masyarakat yang belum berjalan, seperti iuran irigasi yang belum berjalan,

tingkat pengetahuan dan kemampuan masyarakat masih kurang.

Pemeliharaan Pantai Kuta berbasis partisipasi dari pihak hotel sudah ada pada

era sebelum pelaksanaan proyek Pengamanan Pantai Kuta, misalnya kerjasama antara

pemerintah Kabupaten Badung khususnya Dinas Kebersihan dan Pertamanan (DKP),

Desa Adat Kuta khususnya Satgas Pantai Kuta dan Hotel Bali Hai (sekarang Hotel Holiday

Inn). Dalam hal ini DKP bertindak sebagai penyedia alat-alat berat dan operator untuk

mengembalikan pasir yang tererosi ke posisi semula (di depan hotel), pihak Satgas Pantai

Kuta bertindak sebagai pengawas lapangan dan pihak hotel sebagai penyedia dana.

Kerjasama tersebut menunjukkan bahwa pihak hotel bersedia mengeluarkan biaya ekstra

untuk mempertahankan keberadaan pasir di depan hotel sebagai salah satu unsur layanan

yang ditawarkan kepada wisatawan.

3
Peran serta setiap komponen stakeholder masih rancu, kurang jelas dan tidak

spesifik. Hal ini menyebabkan pola hubungan antar komponen stakeholder menjadi

tumpang tindih, terjadi peran serta yang tidak efektif dan kurang efisien. Masalah ini akan

bertambah tajam apabila disertai dengan tidak transparannya pengelolaan dana sehingga

mengganggu perputaran roda kerjasama secara keseluruhan. Selain itu partisipasi

stakeholder belum bisa dikatakan maksimal karena belum dilaksanakan oleh semua pihak,

sehingga perlu dikaji seberapa besar peran serta stakeholder dalam pemeliharaan pantai di

Bali serta upaya yang bisa dilakukan agar peran serta tersebut tidak berlangsung sesaat.

Lokasi yang diambil untuk penelitian adalah kawasan Kuta dan Nusa Dua karena

keterbatasan waktu yang tidak memungkinkan untuk mengadakan penelitian di semua

pantai yang ada di Bali. Selain itu daerah tersebut merupakan kawasan pariwisata dengan

asumsi cukup mewakili kawasan pantai yang lain dimana hamper seluruh pantai di Bali

dimanfaatkan sebagai kawasan pariwisata.

1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimana lingkup peran serta stakeholders dalam pengamanan dan pemeliharaan

pantai di Kecamatan Kuta?

2. Apa upaya yang bisa dilaksanakan dalam meningkatkan peran stakeholders dalam

pengamanan dan pemeliharaan pantai di Kecamatan Kuta?

1.3 Tujuan dan Manfaat

Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Mengetahui lingkup peran serta stakeholders dalam pengamanan dan pemeliharaan

pantai di Kecamatan Kuta.

4
2. Mencari upaya yang bisa dilaksanakan dalam meningkatkan peran stakeholders

dalam pengamanan dan pemeliharaan pantai di Kecamatan Kuta.

Manfaat dari penelitian yang dilakukan diharapkan dapat memberikan tambahan

informasi dan wawasan yang lebih luas mengenai peran serta stakeholders dalam

pengamanan dan pemeliharaan pantai di Bali khususnya Kecamatan Kuta Kabupaten

Badung serta upaya peningkatan peran tersebut sehingga bermanfaat bagi pihak-pihak

yang berkepentingan.

5
BAB II
KAJIAN PUSTAKA

2.1 Definisi Pantai

Wilayah Pantai adalah jalur yang merupakan pertemuan antara darat dan laut.

Kawasan ini mempunyai geosfer yang khusus ke arah laut dibatasi oleh pengaruh fisik laut

dan sosial ekonomi bahari, sedangkan ke arah darat dibatasi oleh pengaruh proses alami

dan kegiatan manusia terhadap lingkungan darat. (Direktorat Bina Teknik, 2003).

Yuwono (1999) menyebutkan bahwa daerah pantai terdiri dari perairan pantai dan

daratan pantai yang saling mempengaruhi, seperti pada Gambar 2.1.

Daerah Pantai

HWL

Sempadan LWL
pantai
Pantai
Perairan Pantai
Daratan pantai

Gambar 2.1 Potongan melintang pantai

Fungsi pantai secara alami adalah sebagai pembatas antara darat dan laut, tempat

hidup biota pantai, tempat sungai bermuara, tempat hunian nelayan, tempat wisata, tempat

usaha, tempat budidaya pantai, sumber bahan bangunan dan sebagainya. Pantai dikatakan

rusak apabila terjadi kemunduran garis pantai akibat erosi atau abrasi yang menyebabkan

kerusakan atau mengancam keamanan prasarana dan sarana yang ada di pantai.

6
2.2 Potensi dan Permasalahan Kawasan Pantai

Potensi pembangunan yang terdapat di kawasan pantai dapat dikelompokkan

sebagai sumberdaya dapat pulih (renewable resources), sumberdaya tidak dapat pulih (non

renewable resources), dan jasa-jasa lingkungan (environmental services). Jasa-jasa

lingkungan meliputi fungsi kawasan pantai dan lautan sebagai tempat rekreasi dan

pariwisata, media transportasi, sumber energi, fungsi ekologis dan lain lainnya. Fungsi

pantai sebagai tempat rekreasi dan pariwisata utamanya mengandalkan keindahan dan

keaslian alam. Perubahan dan kerusakan lingkungan pantai akan dapat mempengaruhi

kelangsungan aktivitas pariwisata serta masyarakat yang menggantungkan hidupnya pada

sektor ini.

Daerah pantai disamping mempunyai potensi yang cukup besar juga mempunyai

permasalahan yang cukup banyak. Permasalahan tersebut diantaranya adalah

permasalahan fisik, permasalahan hukum, permasalahan sumberdaya manusia dan

permasalahan institusi (Yuwono, 1999). Masing-masing permasalahan tersebut diuraikan

secara singkat sebagai berikut.

a. Permasalahan Fisik

Permasalahan fisik pantai diantaranya adalah erosi pantai, hilangnya pelindung

alami pantai (penebangan pohon pelindung pantai, penambangan pasir dan terumbu

karang), ancaman gelombang badai/tsunami, sedimentasi pantai, pencemaran pantai,

intrusi air laut, ancaman tergenangnya dataran rendah pantai akibat kenaikan muka air

laut (sea level rise) yang disebabkan oleh efek rumah kaca, perkembangan permukiman

pantai yang tidak terencana (permukiman kumuh), pemanfaatan daerah pantai yang

tidak sesuai dengan potensi pantai dan air baku yang terbatas (terutama untuk daerah

7
kepulauan). Permasalahan ini adalah permasalahan paling menonjol bagi Kementerian

Pekerjaan Umum, karena kementerian inilah yang bertanggung jawab penuh dalam

perlindungan dan pengamanan daerah pantai.

b. Permasalahan Hukum

Permasalahan hukum timbul karena belum adanya perangkat hukum yang

memadai dalam rangka pengelolaan daerah pantai. Misalnya perangkat hukum yang

berkaitan dengan batas sempadan pantai, pemanfaatan sempadan pantai, reklamasi

pantai, penambangan pasir dan karang dan pemotongan tanaman pelindung pantai.

Disamping itu pemahaman hukum oleh masyarakat yang masih kurang, misalnya

membuang limbah ke pantai tanpa diproses dan membangun tempat usaha tanpa

memiliki ijin yang benar.

c. Permasalahan Sumber Daya Manusia

Masyarakat daerah pantai banyak yang belum memahami mengenai pengelolaan

daerah pantai dan tidak menyadari bahwa tindakan yang dilakukan mungkin dapat

merusak kelestarian ekosistem pantai. Sebagai contoh pembangunan rumah yang

berada di sempadan pantai, penambangan pasir dan terumbu karang dan pembuatan

tambak dengan membabat habis pohon pelindung pantai (mangrove).

d. Permasalahan Institusi

Sampai saat ini belum tersedia institusi yang mampu mengkoordinir kegiatan

yang berada di daerah pantai dengan baik. Berbagai instansi seperti Pekerjaan Umum,

Pariwisata, Perikanan, Permukiman, Pertanian, Kehutanan, Pertambangan dan

Perhubungan semua melakukan kegiatan di daerah pantai namun masih bergerak secara

sektoral. Dengan demikian pengelolaan daerah pantai belum dapat dilakukan secara

optimal.

8
e. Permasalahan Lingkungan

Permasalahan lingkungan yang terjadi di pantai pada umumnya meliputi

terjadinya perubahan fungsi lahan, intrusi air laut, kerusakan dan berkurangnya luasan

mangrove dan terumbu karang. Penambangan pasir juga dapat mengakibatkan

permasalahan lingkungan sekitarnya seperti rusaknya jalan menuju pantai. Berkaitan

dengan hal tersebut diperlukan upaya pengendalian penambangan sehingga kegiatan di

pantai yang dilaksanakan tetap memperhatikan kaidah-kaidah lingkungan hidup

berkelanjutan.

2.3 Aspek pengelolaan pantai

Agar dapat hidup berdampingan secara harmonis dengan lingkungannya, maka

pengelolaan pantai yang arif perlu terus dikembangkan. Pada prinsipnya pengelolaan

kawasan pantai (coastal management) bertujuan untuk:

1. Menghindari pengembangan di daerah ekosistem yang rawan dan rentan,

2. Mengusahakan agar sistem perlindungan alami tetap berfungsi dengan baik,

3. Melindungi keselamatan manusia, harta benda dan kegiatan ekonominya dari bahaya

yang datang dari laut, dengan tetap memperhatikan aspek ekologi, kultur, sejarah,

estetika dan kebutuhan manusia akan rasa aman serta kesejahteraan.

Menurut Pramudiya (2008), dikaitkan dengan UU No. 7 Tahun 2004 Tentang

Sumber Daya Air ada lima aspek penting dalam pengelolaan pantai, yaitu:

1. Konservasi Daerah Pantai

a) Perlindungan dan pelestarian daerah pantai

b) Pengawetan daerah pantai

c) Pengelolaan kualitas daerah pantai

d) Pengendalian pencemaran daerah pantai

9
2. Pendayagunaan Daerah Pantai

a) Penatagunaan daerah pantai

b) Penyediaan daerah pantai

c) Penggunaan daerah pantai

d) Pengembangan daerah pantai

e) Pengusahaan daerah pantai

3. Pengendalian Kerusakan Daerah Pantai

a) Upaya pencegahan

b) Upaya penanggulangan

c) Upaya pemulihan

4. Sistem Informasi Daerah Pantai

1) Pengelolaan sistem informasi hidrologi

2) Pengelolaan sistem informasi hidrometeorologi

3) Pengelolaan sistem informasi hidrogeologi

5. Pemberdayaan stakeholders

a) Pengelolaan oleh pemerintah

b) Keikutsertaan pihak swasta

c) Pemberdayaan masyarakat

Saat ini manusia mulai menyadari keterbatasan daerah pantai sebagai tempat untuk

hidup, bekerja, bermain dan sebagai salah satu sumber dari sumber daya yang berharga.

Hal ini telah timbul sehubungan dengan adanya desakan yang berlebihan, pembangunan

yang berlebihan di beberapa daerah dan kerusakan dari sumber daya yang berharga oleh

pemakaian yang salah .

Inisiatif pengelolaan pantai biasanya merupakan respon dari kebutuhan untuk

memecahkan permasalahan-permasalahan seperti konflik pemakaian kawasan pantai,

10
urbanisasi, akses, polusi, degradasi lingkungan dan bencana-bencana alam. Permasalahan

dapat juga berkaitan dengan hubungan yang buruk atau koordinasi yang tidak efisien

antara pihak-pihak yang bertanggung jawab dalam membuat keputusan tentang

pemanfaatan kawasan pantai atau persepsi yang sama antara pembuat keputusan bahwa

tidak ada masalah.

2.4 Pengamanan dan Pemeliharaan Pantai

Pengamanan dan pemeliharaan pantai bertujuan untuk melindungi dan

mengamankan pantai termasuk unsur-unsur yang ada di dalamnya (masyarakat, fasilitas

umum, daratan pantai) dari ancaman gelombang, abrasi maupun erosi, dan juga bertujuan

untuk melindungi perlindungan alami pantai hutan mangrove, terumbu karang, sand

dunes) serta kerusakan akibat dari pencemaran lingkungan perairan pantai.

Pada pantai yang stabil, secara alami terdapat sistem perlindungan terhadap erosi

pantai. Sistem perlindungan ini meliputi sumber suplai sedimen dan ekosistem yang

berperan mempertahankan garis pasir. Untuk pantai berpasir, sumber suplai sedimen dapat

berupa timbunan pasir di sisi belakang pantai (sand dunes), gosong pasir sejajar pantai

(longshore bar) dan sumber sedimen lain baik dari sungai yang bermuara di pantai ataupun

aktifitas organisme.

Beberapa alternatif yang telah dikembangkan oleh Kementerian Pekerjaan Umum,

antara lain:

a. Pemasangan bangunan pengaman pantai

Bangunan-bangunan pengaman pantai yang telah banyak digunakan diantaranya

adalah pemecah gelombang, tembok laut (revetment), groin atau jetty, dapat digunakan

sesuai dengan fungsi pengamanannya dan kondisi lokasinya.

b. Tanjung buatan (Artificial Headland)

11
Tanjung buatan adalah salah satu metoda sistem perlindungan pantai di mana garis

pantai diarahkan sedemikian rupa supaya sejajar dengan puncak gelombang datang,

sehingga akan memperkecil atau mengeliminasi transpor sedimen sejajar pantai.

Gelombang datang akan mengalami proses difraksi sesuai dengan bentuk tanjung sehingga

garis pantai akan menanggapi perubahan tersebut dengan mensejajarkan dirinya dengan

puncak gelombang. Peristiwa ini terjadi secara alami ketika alam “membentuk” garis

pantai menjadi bentuk lengkungan (teluk) di antara tanjung alam (natural headlands).

c. Pengisian Pasir (beachfill / beach nourishment)

Pengisian pasir bertujuan untuk mengganti pasir yang hilang akibat erosi dan abrasi

dan memberikan perlindungan pantai dalam bentuk sistem tanggul pasir (dune-beach

system). Pasir yang diisikan (borrow sand) diambil dari suatu lokasi (borrow area) dengan

sifat-sifat fisik yang tidak berbeda jauh dengan sifat-sifat pasir asal (native sand). Hal yang

harus diperhatikan adalah lokasi pasir harus memiliki kedalaman yang cukup sehingga

pertambahan kedalaman akibat penggalian pasir tidak mempengaruhi pola gelombang dan

arus yang pada gilirannya akan mengakibatkan erosi dan abrasi ke pantai-pantai di

sekitarnya. Pengisian pasir disukai karena ramah lingkungan dan biasanya dikombinasi

dengan bangunan pantai lain untuk mengurangi kehilangan.

d. Drainase Pantai (beach drain)

Drainase pantai merupakan salah satu inovasi baru dalam pengamanan pantai yang

tererosi. Metoda ini dilaksanakan dengan membuat pipa-pipa berlubang yang ditanam

sejajar pantai dengan susunan dan jarak tertentu dan dihubungkan dengan pompa.

Mekanisme kerja metoda ini adalah ketika gelombang pecah di pantai dan terjadi

run-up akibat gesekan dasar (bottom friction), air laut yang kembali ke pantai membawa

12
material pasir. Hal ini diatasi dengan “menarik air” sebelum kembali ke laut melalui pipa-

pipa berlubang yang dihubungkan dengan pompa.

e. Hutan Bakau (mangrove forest)

Hutan bakau merupakan komunitas vegetasi pantai tropis dan sebagian sub tropis,

yang didominasi oleh beberapa jenis pohon yang mampu tumbuh dan berkembang pada

daerah pasang surut pantai berlumpur (land marshes) biasanya di sekitar muara

sungai/estuari.

f. Tanpa Pengamanan

Alternatif ini dilakukan dengan menerapkan suatu zona penyangga (buffer zone),

di mana dalam zona tersebut tidak diperkenankan keberadaan bangunan atau pemanfaatan

lahan pantai, karena pada zona tersebut diperuntukkan sebagai kawasan kritis yang

memiliki risiko tinggi terhadap kerusakan akibat gelombang (high hazard zone).

2.5 Pemangku kepentingan (stakeholders)

Stakeholders dapat didefinisikan sebagai orang atau kelompok yang menerima

dampak, baik langsung maupun tidak langsung dari suatu kegiatan, termasuk mereka yang

mempunyai kepentingan serta kemampuan untuk mempengaruhi keluaran dari kegiatan

tersebut, baik positif maupun negatif. Dengan demikian, yang dimaksud dengan

stakeholders adalah semua pihak yang mempengaruhi, dan atau dipengaruhi oleh

kebijakan, keputusan, dan tindakan sistem. Penggunaan istilah "semua", itu berarti bahwa

stakeholders tersebut dapat bersifat individual, masyarakat, kelompok sosial atau institusi

dalam berbagai ukuran, kesatuan atau tingkat dalam masyarakat. Oleh karena itu,

stakeholders meliputi pembuat kebijakan, perancang dan administrator dalam pemerintah

dan organisasi-organisasi lain, serta kelompok pengguna yang bersifat komersial maupun

untuk keperluan nafkah (Grimble dan Chan, 2005).

13
Stakeholders dikategorikan menjadi stakeholder utama dan stakeholder

pendukung. Dalam melakukan identifikasi stakeholders diperlukan kemampuan melihat

permasalahan dari berbagai sisi, karena masalah yang dihadapi stakeholders biasanya

selalu multidimensi. Masalah multidimensi dalam pemecahannya memerlukan gabungan

pola pikir dari para ahli dari berbagai bidang ilmu (interdisipliner).

Berdasarkan Laporan Review Manual Operasi dan Pemeliharaan (OM) Monitoring

dan Evaluasi Proyek Bali Beach Conservation Project (BBCP), (2009), stakeholder utama

dalam pengamanan dan pemeliharaan pantai di kawasan Kuta adalah pemerintah yang

terkait dengan pembangunan dan pengelolaan daerah pantai mencakup Direktorat Sumber

Daya Air-Kementerian Pekerjaan Umum, Pemerintah Provinsi Bali, Pemerintah

Kabupaten/Kota, Pemerintah Kecamatan hingga Pemerintah Desa Kelurahan. Secara

ringkas, kewenangan dan peran dasar yang dilaksanakan oleh instansi induk dan unit-unit

pelaksana dari institusi pemerintah yang terkait dengan pembangunan daerah pantai yang

rentan terhadap erosi.

Stakeholders pendukung dalam pengamanan dan pemeliharaan pantai di

Kecamatan Kuta adalah pihak swasta yang terkait dalam pembangunan dan pemanfaatan

daerah pantai serta masyarakat umum. Elemen pemangku kepentingan swasta adalah para

pemegang hak atas tanah (pantai), para pengembang dan pelaksana, dan asosiasi pelaku

bisnis di daerah pantai. Pemegang salah satu hak atas tanah tersebut mempunyai

kewenangan namun tidak bersifat eksklusif untuk menentukan penggunaan tanahnya.

Dalam mengimplementasikan hak tersebut, ada diantara pemegang hak atas tanah yang

mengaku bahwa haknya juga mencakup bagian tanah yang telah musnah karena erosi.

Kenyataannya, bagian tanah yang tererosi ini telah menjadi wilayah pantai, yaitu daratan

yang berada di bawah pengaruh pasang-surut air laut. Pengakuan semacam ini diajukan

atas dasar dokumen kepemilikan hak yang diterbitkan oleh instansi pemerintah.

14
Bertentangan dengan klaim tersebut, ada ketentuan dalam peraturan perundang-undangan

Republik Indonesia yang menyatakan bahwa tanah yang telah musnah termasuk musnah

karena tererosi, hilang pula kepemilikan hak atas tanah itu. Perbedaan pemahaman tentang

peraturan perundangan ini menyebabkan timbulnya kasus sengketa antara pihak

Pemerintah dan Pemerintah Daerah ketika mengimplementasikan pekerjaan pengamanan

pantai dengan pihak yang mengaku sebagai pemegang hak atas tanah (yang telah musnah).

Sebagai contoh kasus ini terjadi di Kuta.

Pihak swasta yang juga merupakan pemangku kepentingan adalah para

pengembang dan pelaksana yaitu pemegang hak atas tanah atau mereka yang bermitra

dengan pemegang hak atas tanah yang ada atau investor lainnya serta asosiasi bisnis di

daerah pantai. Asosiasi bisnis di daerah pantai adalah organisasi yang dibentuk oleh para

pebisnis yang beroperasi di daerah pantai, antara lain pemilik dan atau operator hotel,

restoran dan usaha pariwisata. Ada tiga perhimpunan utama yang berkaitan dengan sektor

pariwisata yaitu Asosiasi Hotel Bali (BHA), Asosiasi Bisnis Pantai Kuta (SKBBA), dan

Kuta Executif Club (KEC). Selama ini asosiasi bisnis ini tidak secara langsung berperan

serta dalam pengelolaan daerah pantai, baik secara organisasi maupun secara individu

anggotanya, namun sesungguhnya mereka adalah penerima manfaat langsung dari hasil

pekerjaan pengamanan pantai. Adapun hotel yang berlokasi di Kuta adalah 107 hotel yang

terdiri dari 1 hotel bintang satu, 20 hotel bintang dua, 35 hotel bintang tiga, 25 hotel bintang

empat, 7 hotel bintang lima dan 19 hotel tanpa bintang (www.booking.com/Kuta). Selain

itu ada beberapa organisasi yang terbentuk dalam pengelolaan pantai antara lain Balawista

dan Satgas Pantai Kuta.

Balawista adalah sebuah organisasi penyelamat yang dibentuk oleh Pemerintah

Daerah Kabupaten Badung. Tugas utamanya adalah mengawasi pantai dan menyediakan

informasi yang menyangkut daerah aman untuk berenang dan berolahraga air. Satgas

15
Pantai Kuta adalah sebuah gugus tugas yang dibentuk oleh Desa Adat guna menyediakan

keamanan dan keselamatan di dalam kelompok masyarakat dan juga mengatur kegiatan

pedagang setempat.

Masyarakat umum yang merupakan stakeholder dalam pengamanan dan

pemeliharaan pantai di kawasan Kuta adalah masyarakat yang berkepentingan dengan

pekerjaan pengamanan pantai terutama warga atau penduduk yang bertempat tinggal di

sepanjang daerah pantai. Ciri khas masyarakat Bali direpresentasikan oleh lembaga Desa

Adat yang mempunyai otoritas yang dominan, termasuk dalam hal pengelolaan daerah

pantai yang merupakan unsur palemahan dalam pemahaman hukum adat (awig-awig

desa). Warga masyarakat lain yang juga terkait dengan pengelolaan daerah pantai yaitu

mereka yang bekerja atau mempunyai mata pencaharian di daerah pantai. Warga

masyarakat lain ini umumnya berada dalam salah satu kelompok usaha atau profesi

tertentu seperti kelompok nelayan, kelompok pedagang acung, kelompok penyewaan surf-

board, dan lain-lain.

Wisatawan atau Pengunjung Pantai juga merupakan pemangku kepentingan dalam

pengamanan dan pemeliharaan pantai karena berbagai macam bagian pekerjaan yang

tercakup dalam proyek pengamanan pantai adalah penyediaan fasilitas dan kemudahan

bagi para wisatawan dan atau pengunjung pantai, termasuk pengisian pasir yang

memerlukan porsi terbesar dari biaya proyek. Dari para wisatawan dan atau pengunjung

pantai inilah sesungguhnya recovery sebagian dari biaya investasi yang dikeluarkan dapat

diperoleh.

16
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Inventarisasi Permasalahan Pengelolaan Pantai di Kecamatan Kuta

Menurut hasil wawancara dengan Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Badung,

pada jaman orde baru, pengelolaan pantai Kuta dipegang oleh pemerintah, namun kini

pengelolaannya ada di tangan lembaga desa adat. Perubahan ini memerlukan pemahaman

total dan sistem koordinasi antar stakeholders yang tegas dan jelas. Argumentasi tersebut

dipertegas dengan pernyataan Bapak Lurah Kuta mengenai pengelolaan Pantai Kuta

dimana pengelolaan pantai harus melibatkan komponen masyarakat lokal yang tidak

bertentangan dengan konsep pembangunan yang dicanangkan oleh pemerintah yang

berbasis budaya dengan target menjadikan Kuta aman, nyaman dan terpelihara. Salah satu

hal yang telah dilakukan pemerintah dan masyarakat adalah dengan membentuk Satgas

(Satuan Tugas) sebagai pengelola pantai untuk membantu tugas dalam pengelolaan pantai,

sedangkan pengelola pantai di Kecamatan Kuta dilakukan oleh LKMD (Lembaga

Ketahanan Masyarakat Desa). Penanganan tersebut menyangkut penanganan abrasi

dimana desa adat bersama satgas pantai melakukan penanaman karung-karung pasir yang

dibantu oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Badung guna menghindari rusaknya pantai.

Tindak lanjut dari pengamanan dan pemeliharaan pantai Kuta dilakukan oleh

Pemerintah Kabupaten Badung berupa program Penataan Kawasan Pantai Kuta yang

mensyaratkan keterlibatan stakeholder dengan membentuk forum warga yang diberi nama

Parum Samigita. Parum Samigita adalah institusi lokal yang mewakili masyarakat

Samigita (Seminyak, Legian dan Kuta). Parum Samigita berkaitan dengan adanya

Simkotaku (Sistem Informasi Manajemen Perkotaan Kuta) sebagai sistem pendukung

Penataan Kawasan Perkotaan Kuta.

17
Menurut Laporan Monitoring dan Evaluasi Proyek Bali Beach Conservation

Project (BBCP) (2009), Desain pengamanan pantai Kuta yang dilakukan Dinas PU

Provinsi Bali dengan Departemen PU yang bekerja sama dengan pemerintah Jepang yang

berupa 3 (tiga) groin berbentuk Y dan 1 (satu) breakwater diselesaikan pada Tahun 1998,

namun desain tersebut tidak dapat diterima bahkan ditolak oleh masyarakat karena

dianggap mengurangi ombak di pantai Kuta. Akhirnya setelah melalui proses sosialisasi

dan koordinasi serta penyelesaian yang cukup lama dan pendekatan yang berbeda dengan

dibantu pihak-pihak lain dapat dihasilkan alternatif desain pada tahun 2003. Perubahan

mendasar pada rencana desain tahun 2003 adalah tidak digunakannya groin atau krib.

Selain itu rencana pengamanan Pantai Kuta diperluas tidak hanya penanganan tapi juga

penataan untuk kawasan pantai Seminyak dan Legian. Rencana desain tahun 2003 meliputi

revetment, sand nourishment (pengisian pasir), landscaping (penataan lingkungan) dan

transplantasi terumbu karang yang akhirnya direalisasikan berupa Bali Beach

Conservation Project yang berakhir pada Tahun 2008. Operasi dan pemeliharaan serta

pengisian pasir yang rencananya dilakukan tiap tahun sampai saat ini belum dilakukan

sepenuhnya akibat keterbatasan biaya yang dimiliki pemerintah sehingga terjadi abrasi di

beberapa titik di pantai Kuta. Hal ini tentu perlu ditindak lanjuti dengan bantuan

stakeholder lainnya baik dari pihak swasta maupun masyarakat.

3.1.1 Permasalahan dan lingkup peran serta pemerintah

Wewenang pemerintah dalam pengamanan dan pemeliharaan pantai baik Balai

Wilayah Sungai Bali-Penida, Dinas PU Provinsi Bali maupun Dinas PU Kabupaten Badung

adalah dalam hal pengamanan dari abrasi yaitu dengan pembangunan dan perbaikan

infrastruktur, sedangkan Dinas Kebersihan dan Pertamanan memiliki wewenang dalam

penganggulangan kebersihan. Namun, implementasi saat ini lebih banyak dalam perbaikan

infrastruktur dalam penanggulangan abrasi saja, sedangkan untuk penanggulangan masalah

18
kebersihan lebih banyak dikelola oleh satgas pantai dari masyarakat. Munculnya

organisasi-organisasi di kalangan masyarakat yang mengambil peran dalam pegelolaan dan

pelestarian pantai belum mendapat pengakuan dari pemerintah. Otoritas masyarakat adat

yang diberi kewenangan dalam mengelola pantai dianggap belum terlibat dalam usaha

pemeliharaan dan pengamanan pantai, tetapi lebih menekankan kegiatan yang bersifat

mengkoordinir aktivitas ekonomi.

Salah satu permasalahan pemerintah dalam pengelolaan pantai adalah munculnya

bangunan permanen seperti warung-warung yang mulai dibangun di beberapa titik di

kawasan pantai juga menyebabkan kumuhnya daerah pantai. Selain itu bangunan permanen

yang mulai dibangun tersebut dapat menyebabkan sulitnya manajemen pemindahan pasir

yang dilakukan oleh pemerintah, baik oleh Balai Wilayah Sungai Bali-Penida, Dinas PU

Provinsi Bali maupun Dinas PU Kabupaten Badung dimana maksud dari pemindahan pasir

ini adalah mengembalikan garis pantai yang berubah akibat erosi yang terjadi ke posisi

semula. Posisi semula adalah posisi setelah dilakukannya pengamanan pantai Bali Beach

Conservation Project oleh pemerintah provinsi yang bekerja sama dengan pemerintah

Jepang. Pemindahan pasir ini dilakukan dari lokasi yang mendapat suplai pasir akibat arus

dan gelombang yang mengakibatkan perubahan garis pantai ke lokasi yang terabrasi.

Permasalahan lain yang dihadapi oleh pemerintah sebagai lembaga yang berwenang

dalam penangan permasalahan pantai di Kecamatan Kuta adalah adanya berbagai kendala

dalam melakukan tugasnya. Pihak pemerintah dalam hal ini memiliki keterbatasan baik

dari ruang gerak, wilayah kerja, pendanaan dan tenaga ahli untuk melakukan usaha

pemeliharaan dan pengamanan pantai. Tidak semua aktivitas pemeliharaan dan

pengamanan pantai dapat dilakukan secara mandiri oleh salah satu instansi pemerintah,

namun memerlukan koordinasi dan kerjasama dengan instansi terkait. Keterbatasan ruang

gerak pemerintah (instansi teknis) karena adanya otoritas wilayah hukum, wilayah kerja,

19
pembagian tugas, garis koordinasi juga dapat menimbulkan kelambanan birokrasi yang

dapat memperlambat penanganan kerusakan pantai di Kecamatan Kuta. Selain itu,

kurangnya koordinasi pemerintah provinsi dengan daerah juga menimbulkan perencanaan

penanganan yang tumpang tindih. Pemberlakuan otonomi daerah menyebabkan pemerintah

daerah memiliki keterbatasan dalam mengalokasikan dananya untuk pemeliharaan dan

pengamanan pantai, sebab pemerintah daerah harus membiayai proyek-proyek lainnya.

Sedangkan sumber pendapatan daerah sangat terbatas, dan belum digali secara optimal.

3.1.2 Permasalahan dan lingkup peran serta pihak swasta

Dari hasil wawancara dengan responden dari pihak swasta menyatakan bahwa pihak

pengusaha sebagai pengguna pantai merasa berkewajiban memelihara kelestarian pantai

yang diakibatkan oleh abrasi, dan fenomena alam lainnya, karena pihak swasta ikut

memanfaatkan pantai dalam kegiatannya. Pihak pengusaha telah berupaya mengadakan

penanggulangan dan pemeliharaan pantai secara terus menerus, dengan menggunakan

peralatan dan dana secara mandiri, namun hasil yang dicapai dalam penanganan tersebut

dirasa kurang maksimal. Dari hasil wawancara, sebagian besar pihak swasta menyatakan

bahwa usaha pengamanan dan pemeliharaan pantai hendaknya dilakukan oleh pemerintah

karena dianggap memiliki potensi dan kemampuan dalam pengelolaan pantai terutama

kemampuan teknis yang baik dan tepat. Pengusaha bersedia memberikan kontribusi berupa

materi untuk kegiatan pengamanan dan pemeliharaan pantai, asalkan dikelola dengan baik

dan benar serta pasti oleh pihak yang berwenang dan memiliki otoritas yang sah.

Masalah besarnya dana yang diperlukan untuk penanggulangan abrasi dikeluhkan oleh

beberapa pihak hotel yang mengalami masalah abrasi. Pihak swasta berpendapat agar

pemerintah mengeluarkan aturan tentang biaya yang diperlukan untuk pengamanan pantai

sehingga tidak ada kesenjangan dalam pengeluaran biaya dari masing-masing hotel.

20
Perwakilan dari Kartika Plaza mengatakan kontribusi untuk pemeliharaan dan

pengamanan pantai sudah rutin dilakukan, karena setiap tahunnya ada anggaran untuk

kegiatan tersebut. Yang dibutuhkan dari perhatian pihak Pemerintah adalah kebutuhan

tenaga ahli yang memahami masalah tentang bangunan pengaman pantai untuk menangani

masalah abrasi pantai yang terus menerus terjadi setiap tahunnya. Pihak hotel juga

berpendapat agar diadakan sosialisasi/ penyuluhan dengan frekuensinya yang lebih besar

dan dilakukan secara berkelanjutan.

Pengelolaan pantai yang dilakukan oleh desa adat dianggap belum maksimal oleh

pihak swasta. Mereka beranggapan bahwa perlu diadakan organisasi atau lembaga

pemerintah yang mengawasi kinerja desa adat untuk mengurangi resiko kesalahan dalam

pengamanan dan pemeliharaan pantai, mengingat masing-masing pihak (masyarakat dan

pengusaha) sering kali memiliki kepentingan yang berbeda terhadap penggunaan pantai.

3.1.3 Permasalahan dan lingkup peran serta masyarakat

Saat ini pantai di Kecamatan Kuta dikelola oleh desa adat dan pelaksanaannya

dilakukan oleh satuan tugas (satgas) pengelola pantai. Dengan diberikannya rekomendasi

kewenangan oleh Bupati tentang pengelolaan pantai kepada desa adat, maka dengan

sendirinya desa adat menjadi pusat kewenangan dan sekaligus pusat informasi tentang

pantai Kuta. Apapun yang dilakukan orang terhadap pantai Kuta dan informasi apapun

yang diperlukan yang berkait dengan pantai Kuta maka pusat kewenangan dan

informasinya akan ditujukan atau dipusatkan pada desa adat. Pemberian otoritas kepada

desa adat dalam pengelolaan pantai dilakukan dengan mengacu pada Perda Provinsi Bali

Nomor 3 Tahun 2001 tentang Desa Pakraman. Penyerahan pengelolaan pantai Kuta

menjadikan kewenangan pengelolaan berpusat pada Desa Adat Kuta. Pusat kewenangan

yang tersentral pada desa adat ini berimplikasi secara lebih luas dalam bidang pengelolaan

21
dan ijin-ijin investasi dalam segala skala (besar dan kecil) yang terjadi di pantai-pantai yang

ada di Kecamatan Kuta.

Kewenangan yang telah diberikan Bupati kepada desa adat dalam pengelolaan pantai

Kuta ini berimbas pada naiknya posisi tawar desa adat terhadap semua pihak seperti

pengusaha dalam hal berurusan dengan pantai di Kecamatan Kuta. Disamping naiknya

posisi tawar desa adat tentu desa adat juga secara langsung akan mendapatkan konsensi

ekonomi yang cukup besar dan potensial dalam pengelolaan pantai Kuta.

Dari hasil wawancara dengan tokoh masyarakat, desa adat dan warga desa adat

telah menganggap pantai Kuta sebagai sebuah aset yang harus dipelihara sehingga

memungkinkan memberikan hasil yang bermanfaat bagi desa adat dan warganya.

Anggapan tersebut merupakan hal yang dapat membangun keterlibatan dan partisipasi

aktif masyarakat dalam upaya pengelolaan pantai. Namun, mengingat keterbatasan

kemampuan desa adat dalam pengelolaan pantai yang menyeluruh, dirasa perlu adanya

saling kerjasama yang difasilitasi pemerintah dengan semua pihak yang terlibat di

dalamnya, disamping upaya membangun kapasitas desa adat sehingga memiliki

kompetensi yang dibutuhkan dalam pengelolaan pantai Kuta secara utuh dan lengkap.

Kendala yang dialami oleh masyarakat dalam pengelolaan pantai adalah masalah

pendanaan dimana masyarakat memiliki kecenderungan untuk menunggu langkah

pengamanan dan pemeliharaan pantai yang dilakukan pemerintah akibat keterbatasan

ekonomi. Pada sisi lain masyarakat juga memiliki ketakutan jika pantai bersih dan tertata

dengan rapi, maka mereka dilarang untuk mencari penghidupan di pantai.

22
3.2 Analisis Peran Serta Stakeholders terhadap Pengamanan dan Pemeliharaan Pantai

di Kecamatan Kuta

Analisis peran serta stakeholders disimpulkan dari pengamatan di lapangan serta

hasil wawancara baik dengan pihak pemerintah, swasta maupun masyarakat.

3.2.1 Peran serta Pemerintah

Hasil wawancara dan pengamatan di lapangan menunjukkan bahwa tingkat peran

serta pemerintah adalah yang paling dominan yang artinya dari ketiga pihak tersebut

menilai bahwa pemerintah memiliki peran tertinggi dalam pengamanan dan pemeliharaan

pantai Kuta. Dari hasil wawancara, sebagian besar responden menyatakan bahwa

pemerintah telah mengetahui peran masing-masing instansi dengan jelas, dimana

pemerintah telah terlibat secara langsung dalam pengamanan dan pemeliharaan pantai dan

peran tersebut sangatlah penting dalam menjaga kelestarian pantai.

Jawaban responden mengenai sudah adanya kebijakan dari pemerintah dalam

pengelolaan pantai sangatlah bervariasi dimana sebagian responden menyatakan setuju

dengan pernyataan tersebut namun tidak sedikit responden yang menyatakan tidak setuju.

Perbedaan persepsi itu disebabkan oleh perbedaan pengetahuan yang dimiliki stakeholders

dimana banyak kalangan yang belum tahu mengenai ada tidaknya kebijakan dan lembaga

khusus dari pemerintah dalam pengelolaan pantai.

Peningkatan peran serta pemerintah masih dianggap perlu oleh responden

walaupun tingkat peran serta pemerintah sudah dianggap tinggi. Kinerja pemerintah dalam

pengelolaan pantai diharapkan bisa semakin meningkat baik dari segi kebersihan,

infrastruktur dan keamanannya. Kinerja pemerintah tentu juga harus dibarengi oleh

masyarakat dan pihak swasta sehingga pengelolaan pantai melibatkan semua stakeholders

baik pemerintah, pihak swasta maupun masyarakat. Bentuk partisipasi masyarakat dan

23
pihak swasta yang diharapkan oleh pemerintah adalah partisipasi yang dikoordinir oleh

pemerintah dimana pihak swasta juga ikut berpartisipasi aktif bersama masyarakat. Namun

hal tersebut masih belum dapat berjalan baik terkait kendala yang ditemukan di lapangan

yakni perbedaan kepentingan antar stakeholder serta koordinasi yang belum berjalan

dengan baik.

3.2.2 Peran serta Pihak Swasta

Hasil analisis menunjukkan bahwa tingkat peran serta pihak swasta adalah yang ketiga

yang artinya responden menilai bahwa pihak swasta memiliki peran terendah dalam

pengamanan dan pemeliharaan pantai Kuta. Hasil kuisioner menyatakan bahwa sebagian

besar pihak swata belum mengetahui peran masing-masing dengan jelas, dimana beberapa

pihak swasta telah terlibat secara langsung dalam pengamanan dan pemeliharaan pantai

namun banyak pihak yang tidak ikut terlibat dalam pengelolaan pantai padahal peran

tersebut sangatlah penting dalam menjaga kelestarian pantai. Namun hampir sebagian besar

pihak hotel yang mengisi kuisioner menyanggupi dan berkomitmen untuk ikut berperan

serta dalam pengaman dan pemeliharaan pantai Kuta. Mereka pada dasarnya merasa sudah

ikut berpartisipasi dalam pengamanan dan pemeliharaan pantai dengan cara mengeluarkan

biaya untuk kegiatan tersebut serta melakukan usaha-usaha pencegahan abrasi di lokasi

sekitar wilayah hotel masing-masing.

Dari berbagai pendapat yang disampaikan pihak pengelola hotel, mereka sepakat

bahwa yang mempunyai kewenangan dan otoritas dan sekaligus mengkoordinir

pengamanan dan pemeliharaan pantai Kuta adalah pemerintah khususnya pemerintah

Kabupaten Badung yang bekerja sama dengan Dinas PU Provinsi Bali. Pihak pengelola

hotel akan merasa lebih nyaman jika yang memegang kendali atau mempunyai otoritas

pengamanan dan pemeliharaan pantai adalah pemerintah. Dengan adanya pemerintah

24
sebagai pemegang otoritas dan penanggung jawab pengamanan dan pemeliharaan pantai

diharapkan tidak ada informasi, persepsi dan interpretasi yang salah terhadap upaya

pengamanan dan pemeliharaan pantai Kuta. Informasi dan metode penanganan pantai

mulai dari proses perencanaan sampai dengan tahap pengawasan akan menjadi baku dan

terstandar sehingga mereka anggap akan lebih mudah untuk dipahami, dilaksanakan dan

sekaligus lebih mudah dalam melaksanakan koordinasi.

Komentar yang berbeda juga dikemukakan oleh sebagian pengusaha, Mereka

sebetulnya keberatan jika harus mendukung kegiatan pendanaan kegiatan pemeliharaan

dan pengamanan pantai, mengingat mereka telah berkontribusi melalui kewajiban

membayar pajak yang harus disetorkan secara rutin kepada negara. Namun negara melalui

pemerintah tidak memberikan kontribusi kembali, termasuk kegiatan pemeliharaan pantai.

Mereka juga menyatakan bahwa pelayanan publik belum berhasil diwujudkan dengan baik

di kawasan pantai Kuta, seperti kurangnya fasilitas lampu penerangan, paving,

pemeliharaan jalan, pasir dipenuhi sampah-sampah kiriman, dan berbagai kekurangan

lainnya.

Harapan mereka terhadap pemerintah adalah agar pemerintah melakukan sosialisasi

terhadap metode dan cara pengamanan dan pemeliharaan pantai sekaligus membuat standar

yang baku sehingga mudah untuk dilaksanakan. Sebagian besar pengelola hotel yang

mengisi kuisioner akan ikut mendukung dan melaksanakan program pemerintah yang

berkait dengan pengamanan dan pemeliharaan pantai di Kecamatan Kuta jika pemerintah

juga berkomitmen untuk mendukung dan memfasilitasi pengembangan pariwisata di

wilayah Kuta. Komitmen yang diharapkan pengelola hotel terhadap pemerintah antara lain

perbaikan infrastruktur, perbaikan dan pengembangan fasilitas publik serta perlindungan

dan kepastian hukum. Beberapa pengelola hotel menyampaikan keluhan bahwa

infrastruktur dan fasilitas publik yang ada di kawasan Kuta sangat tidak memadai bahkan

25
semakin hari semakin rusak. Keluhan lain yang dirasakan pihak hotel dan diharapkan dapat

diatasi oleh pemerintah adalah masalah penertiban pedagang acung, kebersihan pantai serta

berbagai pungutan yang tidak tertata oleh regulasi yang jelas.

3.2.3 Peran serta Masyarakat

Hasil wawancara menunjukkan bahwa tingkat peran serta masyarakat adalah yang

kedua yang artinya responden menilai bahwa masyarakat memiliki peran kedua setelah

pemerintah dalam pengamanan dan pemeliharaan pantai Kuta. Beberapa hasil wawancara

dari tokoh masyarakat Kuta menunjukkan bahwa mereka merasa nyaman dan mendukung

jika pengelola pantai kuta dilakukan oleh desa adat. Mereka beranggapan bahwa otoritas

tradisi seperti desa adat jauh lebih efektif dalam mengorganisir dan menata berbagai

persoalan yang ada diwilayah Kuta. Untuk kondisi konstruksi masyarakat Bali yang ada

saat ini akan menjadi sangat signifikan jika dikelola oleh desa adat karena tidak tertutup

kemungkinan sanksi sosial bisa lebih efektif dibanding dengan sanksi hukum yang lain.

Masyarakat Kuta juga menyadari bahwa mereka belum memiliki sumber daya yang

memadai untuk mengelola kawasan Kuta terlebih-lebih yang berkaitan dengan

pengamanan dan pemeliharaan pantai Kuta. Untuk itu sinergi dengan pemerintah dan

stakeholder yang lain juga dipandang perlu oleh tokoh masyarakat Kuta.

Pengelolaan Pantai yang dilaksanakan oleh masyarakat diharapkan dapat

meningkatkan kualitas sumberdaya yang ada dan memberi manfaat yang positif terhadap

perkembangan wilayah dan masyarakat warga Kecamatan Kuta. Pengelolaan Pantai akan

melibatkan berbagai pihak, baik warga kecamatan sendiri maupun pihak swasta dan

lembaga/instansi terkait, sehingga perlu adanya etika dari para pihak yang memanfaatkan

pantai dalam kegiatan sehari-hari sehingga dapat mendukung program pemerintah

26
Kabupaten Badung dalam rangka penataan pantai guna memberi nilai positif bagi

perkembangan kepariwisataan.

3.3 Upaya Peningkatan Peran Serta Stakeholders

Beberapa hal yang dapat dilakukan dalam peningkatan peran serta stakeholders baik

pemerintah, pihak swasta dan masyarakat antara lain:

Tabel 3.3 Upaya peningkatan peran serta stakeholders

Pihak Upaya yang dapat dilakukan

Pemerintah 1. Memberi sosialisasi dan pengarahan kepada pihak swasta dan

masyarakat mengenai pentingnya peran serta mereka dalam

pengamanan dan pemeliharaan pantai, tata cara pengelolaan,

pengamanan dan pemeliharaan pantai serta kegiatan apa saja yang

bisa mereka berikan dalam peningkatan pengamanan dan

pemeliharaan pantai di Kecamatan Kuta.

2. Membuat suatu pedoman pengelolaan pantai termasuk metode

pengamanan dan pemeliharaan yang dapat dipergunakan sebagai

acuan oleh stakeholders sehingga mereka mempunyai

pemahaman yang memadai dan holistik tentang pengamanan dan

pemeliharaan pantai serta agar seluruh pihak mengetahui dengan

jelas mengenai tugas dan fungsinya masing-masing.

3. Meningkatkan koordinasi antar instansi agar pengamanan dan

pemeliharaan pantai dapat ditingkatkan sehingga kerusakan yang

terjadi dapat ditanggulangi secepat mungkin.

4. Membentuk suatu lembaga pengamanan dan pemeliharaan pantai

di Kecamatan Kuta yang melibatkan pihak pemerintah yang

27
berkaitan dengan pengelolaan pantai, pihak swasta maupun

masyarakat di Kecamatan Kuta. Dengan dibentuknya lembaga ini

diharapkan koordinasi dalam pengamanan dan pemeliharaan

pantai dapat berlangsung lebih baik sehingga pengelolaan pantai

dapat dilakukan dengan tepat serta melibatkan semua stakeholders.

Pihak Swasta 1. Ikut berpartisipasi aktif dalam pengamanan dan pemeliharaan

pantai

2. Menjaga kebersihan pantai yang berada di sekitar hotel

3. Melakukan pengamanan pantai dari abrasi dengan koodinasi dan

rekomendasi dari pemerintah

4. Memberi sumbangan dana apabila memang diperlukan

5. Meningkatkan koordinasi dengan pemerintah dan masyarakat

dalam hal pengamanan dan pemeliharaan pantai

Masyarakat 1. Meningkatkan pengelolaan pantai yang telah dilaksanakan

2. Tidak menyalahgunakan wewenang yang diberikan pemerintah

dalam pengelolaan pantai

3. Meningkatkan koordinasi baik antar masyarakat maupun dengan

pihak swasta dan pemerintah dalam hal pengamanan dan

pemeliharaan pantai

28
BAB IV

SIMPULAN DAN SARAN

4.1 Simpulan

Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan dapat disimpulkan beberapa hal sebagai

berikut.

a. Lingkup peran serta stakeholders dalam pengamanan dan pemeliharaan pantai di

Kecamatan Kuta Kabupaten Badung mencakup pengamanan dari abrasi yang

disebabkan oleh gerusan air laut, pemeliharaan pantai dari segi kebersihan baik dari

sampah maupun penataan kawasan pantai serta pengamanan untuk pengguna pantai baik

wisatawan yang di laut atau di darat maupun pedagang yang berjualan di pantai.

Pemerintah selaku stakeholder utama berperan dalam pengamanan pantai yang berupa

insfrastruktur maupun alat berat sedangkan masarakat yang mengelola pantai sehari-

harinya dan pihak swasta terkadang ikut membiayai pengelolaan tersebut.

b. Upaya yang dapat dilakukan dalam peningkatan peran serta stakeholders dalam

pengamanan dan pemeliharaan pantai di Kecamatan Kuta adalah dengan peningkatan

koordinasi antar stakeholders, pengadaan sosialisasi mengenai pengamanan dan

pemeliharaan pantai, pembuatan pedoman tentang pengamanan dan pemeliharaan pantai

serta pengawasan pengelolaan pantai yang dilakukan oleh masyarakat.

4.2 Saran

Agar peran serta stakeholders dalam pengamanan dan pemeliharaan pantai dapat

ditingkatkan, perlu ditinjau stakeholder lain selain sektor pemerintah, swasta maupun

masyarakat yang belum tercantum dalam tulisan ini.

29
DAFTAR PUSTAKA

Anonim.2009. Laporan Review Manual Operasi dan Pemeliharaan (OM) Monitoring dan
Evaluasi Proyek Bali Beach Conservation Project (BBCP).Denpasar: Departemen
Pekerjaan Umum.
Anonim.2004. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber
Daya Air.
Direktorat Bina Teknik. 2003. Pedoman Umum Pengamanan dan Penanganan Kerusakan
Pantai.
Direktorat Bina Teknik. 2004. Pedoman Umum Pengembagan Reklamasi Pantai dan
Bangunan Pengamanannya.
Grimble, Robin dan Man-Kwun Chan. 2005. Analisis Stakeholder untuk Pengelolaan Sumber
Daya Alam di Negara Berkembang: Pedoman Praktis untuk Membuat Manajemen
Lebih Partisipatif dan Efektif. Dalam Suporahardjo (Ed.) Manajemen Kolaborasi:
Memahami Pluralisme Membangun Konsensus. Jakarta: Pustaka Latin.
Handoko, Putut. 2007. Mediasi Konflik Penanganan Kerusakan Pantai (Studi Kasus
Penanganan Abrasi Pantai Kuta Bali). (Tesis). Semarang. Universitas Diponogoro.
Murdiono,Benny. 2008. Peran Serta Masyarakat Pada Penyusunan Rencana Pengelolaan
Daya Rusak Sumber Daya Air. (Tesis). Semarang. Universitas Diponogoro.
Syamsudin, 2011. Pengantar Rekayasa Pantai.(Modul) Bandung.Pusat Penelitian dan
Pengembangan Sumber Daya Air.
Yuwono, N.1999. Teknik Pantai.Yogyakarta.Universitas Gadjah Mada.

30

Anda mungkin juga menyukai