KERAGAMAN
DALAM KEBERAGAMAN
Diposkan pada 29 November 2016
BAB II PEMBAHASAN
Dalam kaitannya dengan agama, Islam merupakan petunjuk bagi manusia menuju jalan yang
lurus, benar dan sesuai dengan tuntunan kitab suci Al Qur’an yang telah diajarkan oleh Nabi
Muhammad SAW. Kalau dikaitkan dengan kontets perubahan zaman sekarang, bagaimana
Islam memandang keberagaman/pluralitas yang ada dinegeri ini, bahkan di dunia.
Sebagaimana yang telah disebutkan berkali-kali oleh Allah SWT didalam Al Qur’an. Islam
sangat menjunjung keberagaman/pluralitas, karena keberagaman/pluralitas merupakan
sunnatullah, yang harus kita junjung tinggi dan kita hormati keberadaannya.
Seperti dalam (Qs Al Hujurat:13), Allah SWT telah menyatakan” Wahai para manusia,
sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki, dan perempuan dan
menjadikan kamu berbangsa-bangsa, dan bersuku-suku, supaya kamu saling mengenal”.
Dari ayat Al Qur’an tadi, itu menunjukan bahwa Allah sendiri lah yang telah menciptakan
keberagaman, artinya keberagaman didunia ini mutlak adanya.
Dengan adanya keberagaman ini, bukan berarti menganggap kelompok, madzab, ataupun
keberagaman yang lain sejenisnya menganggap kelompoknyalah yang paling benar. Yang
harus kita ketahui disini adalah, keberagaman sudah ada sejak zaman para sahabat, yaitu
ketika Nabi wafat, para sahabat saling mengklaim dirinyalah yang pantas untuk menjadi
pengganti Nabi.
“perumpamaan kaum mukmin dalam sikap saling mencintai, mengasihi dan menyayangi,
seumpama tubuh, jika satu tubuh anggota sakit, maka anggota tubuh yang lain akan susah
tidur atau merasakan demam” (HR.Muslim)
3) Akibat proses perubahan kultural dan politik, dari masyarakat tradisional ke modern dan
dari politik regional ke dunia. (Adeng, 2008)
Islam memberikan beberapa prinsip dasar dalam menyikapi dan memahami pruralisme ini.
Salah satu masaah yang serius dalam menyikapi keberagamaan adalah masalah klaim
kebenaran. ). Padahal untuk mencapai kepasrahan yang tulus kepada tuhan (makna generik
dari kata islam) diperlukan suatu pemahaman yang sadar dan bukan hanya ikut-ikutan. Oleh
sebab itu sikap kelapangan dalam mencapai kebenaran ini bisa dikatakan sebagai makna
terdalam keislaman itu sendiri. Diceritakan dalam hadist nabi bersabda kepada sahabat
Utsman bin Mazhun “ Dan sesungguhnya sebaik-baik agama disisi Allah adalah semangat
pencarian kebenaran yang lapang (Al Hanifiyah Al Samhah) “.
Dalam konteks pruralisme, Keadilan mencakup pandangan maupun tindakan kita terhadap
pemeluk agama lain. Kedangkalan dalam tindakan seringkali karena kita tidak suka dan
menganggap orang lain sebagai bukan bagian dari kelompok kita (outsider) maka kita bisa
berbuat tidak adil terhadap mereka dalam memutuskan hukum, interkasi sosial maupun hal-
hal lain.
Islam mengajarkan bahwa kita harus menegakkan keadilan dalam sikap dan pandangan ini
dengan obyektif terlepas dari rasa suka atau tidak suka (like and dislike). Seperti yang
diterangkan dalam QS. Al-Maidah ayat 8,
“hai orang-orang yang beriman, hendaklah kamu jadi orang yang selalu menegakkan
(kebenaran) karena Allah, menjadi saksi yang adil. Dan janganlah kebencianmu pada suatu
kaum mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlakulah adil karena adil itu lebih dekat
kepada taqwa”
3) Menjauhi kekerasan dalam berinteraksi dengan pemeluk agama lain termasuk ketika
melakukan dakwah
“Serahkanlah manusia kepada jalan Tuhanmu dengan jalan bijaksana dan pelajaran yang
baik dan bantahlahlah mereka dengan lebih baik” QS. An Nahl ayat 12
“Tidak ada paksaan dalam (memeluk) agama, sesungguhnya telah jelas jalan yang benar
daripada jalan yang sesat” QS. Al Baqoroh ayat 256
Dalam berdawah kita harus mengutamakan dialog, kebijaksanaan dan cara-cara argumentatif
lainnya (interfaith dialogue). Tiap agama mempunyai logikanya sendiri dalm memahami
tuhan dan firmannya, kedua bahwa dialog bukanlah dimaksudkan untuk saling menyerang
tetapi adalah upaya untuk mencapai kesepahaman, dan mempertahankan keyakinan kita
“Katakanlah olehmu (wahai Muhammad) wahai Ahli kitab marilah menuju ketitik pertemuan
antara kami dan kamu” QS. Ali Imran ayat 64
“Dan bagi tiap-tiap umat ada kiblatnya yang mereka menghadap kepadanya, maka
berlomba-lombalah dalam berbuat kebajikan” QS. Al Baqarah ayat 148
Ketika ada pemeluk agama lain berbuat amal sosial dengan semisal melakukan advokasi
terhadap masyrakat tertindas seperti kaum buruh, pelecehan seksual dan sebagainya maka
kita tidak boleh begitu mencurigainya sebagai gerakan pemurtadan atau bahkan berusaha
menggagalkannya tetapi hal tersebut haruslah menjadi pemacu bagi kita kaum muslimin
untuk berusaha menjadi lebih baik dari mereka dalam hal amal sosial.
Kalau keempat prinsip ini bisa kita pegang Insya Allah akan tercipta hubungan yang lebih
harrmonis antar umat beragama, hubungan yang dilandasi oleh sikap saling menghargai,
menghormati dan saling membantu dalam kehidupan sosial. Sehingga kehadiran agama
(khususnya islam) tidak lagi menjadi momok bagi kemanusiaan tetapi malah menjadi rahmat
bagi keberadaan tidak hanya manusia tetapi sekaligus alam semsta ini. ( Wallahu A’lam
Bishawab).
Adapun Islam dalam menaggapi perbedaan dalam persatuan dan kesatuan bangsa adalah:
Radikalisme Islam mendorong Barat memelihara isu “:teroris Islam” agar dunia waspada dan
ikut memberantas kelompok ekstrimis Islam. Dan menghapus citra Islam dengan mengatakan
Islam adalah agama yang intoleransi. Islam adalah agama yang sangat toleransi. Jelas ini
tidak pantas jika Islam dituduh agama yang ekstrim dan radikal. Apalagi dengan mengatakan
Al Qur’an dan Nabi Muhammad sebagai inti dari semua teror.
Islam mengakui keberagaman ada, termasuk keberagaman dalam agama. Dalam Islam
seorang muslim dilarang memaksa orang lain untuk meninggalkan agamanya dan masuk
Islam dengan terpaksa, karena Allah telah berfirman:
Sejarah telah mengabadikan kepemimpinan Rosulullah saw dan sikap tasamuh beliau dalam
memperlakukan penduduk Madinah yang plural. Seperti yang tertulis dalam “Piagam
Madinah” (shahifah madinah). Diantara isi piagam disebutkan tentang adanya kesepakatan,
bahwa jika ada penyerangan terhadap kota Madinah atau penduduknya, maka semua ahlu
shahifah (yang terlibat dalam Piagam Madinah) wajib mempertahankan dan menolong kota
Madinah dan penduduknya tanpa melihat perbedaan agama dan qabilah
Seperti yang terjadi di masa sahabat, saat seorang munafik yang bernama Musailah Al
Kadzdzab (dan pengikutnya) mengaku bahwa dirinya nabi setelah wafatnya Nabi Muhammad
saw. Melihat hal tersebut para sahabat tidak tinggal diam dan membiarkan pengikut
Musailamah terus menyebarkan ajaran sesatnya. Karena disitu ada mashlahah untuk menjaga
agama (hifdz al din) yang merupakan faktor dharury (primer) dalam kehidupan umat Islam.
Allah telah berfirman dengan tegas dan jelas bahwa Nabi Muhammad saw adalah penutup
para Nabi dan tidak ada Nabi setelah Nabi Muhammad.
عليما شيء بكل هللا وكان النبيين وخاتم هللا رسول ولكن رجالكم من أحد أبا محمد كان ما
“Muhammad itu sekali-kali bukanlah bapak dari seorang laki-laki diantara kamu, tetapi dia
adalah Rasulullah dan penutup nabi-nabi. Dan adalah Allah Maha Mengetahui segala
sesuatu.”(QS. Al Ahzab: 40)
Toleransi semacam ini jelas tidak dibenarkan dalam agama Islam. Karena seorang yang
mengaku muslim berarti meyakini dan bersakasi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan
Nabi Muhammad saw adalah utusan Allah dan meyakini bahwa tidak ada nabi setelah Nabi
Muhammad saw.
Perbedaan yang dimuka bumi ini adalah sesuai dengan kehendak Allah Sang Maha
Pencita alam semesta dan isinya.
مختلفين يزالون وال واحدة أمة الناس لجعل ربك شاء ولو
“Jikalau Tuhan-mu mengkehendaki, tentu Dia menjadikan manusia umat yang satu, tetapi
mereka senantiasa berselisih pendapat.”(QS. Hud: 118)
Perbedaan tersebut adalah menjadi pertanggung jawaban antara dia dan Allah di
akhirat nanti.
تختلفون فيه كنتم فيما القيامة يوم بينكم يحكم هللا تعملون بما أعلم هللا فقل جادلوك وإن
“Dan jika mereka membantah kamu, maka katakanlah, “Allah lebih mengetahui tentang apa
yang kamu kerjakan” Allah akan mengadilindiantara kamu pada hari kiamat tentang apa
yang kamu dahulu selalu berselisih”.(QS. Al Hajj: 68-69)
تعدلوا أال على قوم شنآن يجرمنكم وال بالقسط شهداء هلل قوامين كونوا آمنوا الذين أيها يا
“Hai orang-orang yang beriman, hendaklah kamu menjadi orang-orang yang selalu
menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-kali
kebencianmu terhadap sesuatu kaum mendorong kamu untuk berlaku tidak adil.”(QS. Al
Ma’idah: 8)
Mencermati berbagai ulasan mengenai keragaman dan keberagaman dalam perspektif islam
dan juga agama sebagai salah satu parameter persatuan dan kesatuan bangsa diatas, maka
langkah konkrit untuk menyikapi itu semua adalah membangun tali silaturrahmi yang
mengedepankan toleransi intern umat islam.
“siapa yang senang diperluas rezekinya dan diperpanjang umurnya maka hendaklah dia
bersilaturrahmi” (HR. Bukhari dan Muslim)
Dengan terjalinnya tali silaturrahmi maka banyak peluang kerja sama dalam berbagai aspek
kehidupan dan janii Allah melaui sabda Nabi SAW, akan mengundang rezki material dan
spiritual. Maka dari itu sesama muslim dilarang untuk memutus tali silaturrahmi, jika terjadi
pertikaian harus segera berdamai.
Jalinan silaturrahmi dengan mengedepankan toleransi tidak hanya saat berhubungan dengan
antar umat beragama saja, namun bagaimana sesama muslim mampu hidup damai, rukun,
saling menghormati antar golongan keislaman berbeda mahdzab. Istilah toleransi maka
menghargai setiap pendapat maupun perbedaan hal yang dimiliki oleh seseorang maupun
kelompok.
“hai orang-orang yang beriman janganlah suatu kaum mengolok-olok kaum yang lain
(karena boleh jadi) mereka (yang diolok-olok) lebih baik daripada mereka (yang mengolok-
olok) dan jangan pula wantita-wanita (mengolok-olok) wanita-wanita lain karena boleh jadi
wanita-wanita (yang diperolokkan) lebih baik daripada wanita-wanita (yang mengolok-olok0
dan janganlah kamu mencela dirimu sendiri dan janganlah kamu memanggil dengan gelar-
gelar yang buru. Seburuk-buruk panggilan ialah panggilan yang buruk sesudah iman dan
barangsiapa yang tidak bertaubat, maka mereka itulah orang-orang yang lalim” Q.S. Al-
Hujurat ayat 11
Ada beberapa hal yang bisa menjadi penyebab rapuhnya tali persatuan dan kesatuan di
kalangan umat antara lain (Sudarto,2014;100):
1) Munculnya sifat kecurigaan/ prasangka buruk yang berlebihan terhadap kelompok lain
2) Munculnya interpretasi yang juga menjadi penyebab adanya kecurigaan tanpa bukti yang
berujung pada konflik
3) Mencari kejelekan-kejelekan orang lain
Oleh karena itu, untuk mencegah adanya perpecahan dalam persatuan dan kesatuan bangsa
maka kita harus menjunjung tinggi toleransi dan senantiasa menjaga tali silaturrahmi dalam
berbagai aspek kehidupan. Berlomba-lomba berbuat kebaikan untuk mengharapkan ridho-
Nya.
1. Kesimpulan
Allah SWT telah menyebutkan dalam Al-Quran untuk hidup dengan damai sekalipun berada
di antara perbedaan. Jalinan silaturrahmi dengan mengedepankan toleransi tidak hanya saat
berhubungan dengan antar umat beragama saja, namun bagaimana sesama muslim mampu
hidup damai, rukun, saling menghormati antar golongan keislaman berbeda mahdzab.
Islam mengakui keberagaman ada, termasuk keberagaman dalam agama. Dalam Islam
seorang muslim dilarang memaksa orang lain untuk meninggalkan agamanya dan masuk
Islam dengan terpaksa, karena Allah telah berfirman:
Maka sudah seharusnya kita mampu menyikapi perbedaan dari sudut pandang yang berbeda,
saling menghargai adanya keberagaman maka akan terjadi keharmonisan dalam hubungan
masyarakat, sehingga kedamaian akan terus berjalan dan perpecahan tidak akan terjadi.
1. Saran
DAFTAR PUSTAKA
(Rohmatunnisa, Siti Ines. 2014. http://sitiinesrohmatunnisa.blogspot.co.id/2014/05/persatuan-
bangsa-menurut-agama.html, diakses 28 september 2016)
Syarbini, dkk. 2011, Al-Qur’an dan Kerukunan Hidup Umat Beragama, Jakarta, PT.Elex
Media Komputindo
Link
https://istighfarahmq.wordpress.com/2016/11/29/makalah-konsep-islam-tentang-keragaman-
dalam-keberagaman/