062 PDF
062 PDF
Pendahuluan
Penyakit paru muncul akibat gangguan ventilasi yang dapat diklasifikasikan menjadi
dua tipe yaitu tipe restriktif dan obstruktif. Penyakit paru restriktif merupakan penyakit paru
yang insidennya lebih jarang dan hanya dalam jumlah terbatas yang bersifat reversibel.
Penyakit paru restriktif juga dapat diterjadi secara bersama - sama dengan penyakit paru
obstruktif. Penyakit paru restriktif ditandai dengan gangguan pada parenkim, pleura, dinding
thorax atau neuromuskular dan menyebabkan menurunnya Total Lung Capacity (TLC).
Sedangkan pada penyakit paru obstruktif contohnya asma dan COPD (Chronic Obstructif
Pulmonary Disease), terjadi peningkatan TLC. Penyakit paru restriktif yang disebabkan oleh
karena parenkim paru yaitu berkurangnya transfer oksigen, yang ditandai dengan terjadinya
desaturasi setelah latihan.1,2
Etiologi
Etiologi penyakit paru restriktif secara anatomi terbai dua yaitu terdiri dari : penyakit
paru intrinsik dan penyakit paru ekstrinsik.
Penyakit paru intrinsik yaitu penyakit yang melibatkan parenkim paru dapat berupa
inflamasi/interstisial lung disease atau pneumonitis. Beberapa etiologi penyakit paru intrinsik
yaitu :
a. Penyakit Fibrosis Idiopatik meliputi peneumonia interstisial akut, pneumonitis
interstisial limfositik dan pneumonitis interstisial desquamatif.
b. Penyakit kolagen vaskular yaitu : skleroderma, polimiositis, dermatomiositis, SLE,
RA dan ankilosing spondilitis
c. Obat-obatan : nitrofurantoin, amiodarone, preparat emas, phenitoin, bleomisin,
siklopospamid, metotrexat, radiasi, dll
d. Penyakit lain berupa : sarkoidosis, pulmonary langerhans cell histiocytosis.
Pulmonary vasculitis, pneumonia eosinofilia, alveolar proteinosis.
Epidemiologi
Di Amerika Serikat, gangguan paru intrinsik dengan prevalensi 3-6 kasus per 100.000
penduduk. Prevalensi idiopathic pulmonary fibrosis (IPF) 27-29 kasus per 100.000 orang,
denga usia antara 35-44 tahun. Prevalensi pada usia > 75 tahun meningkat yaitu 175 kasus
per 100.000 orang. Faktor risiko pada gangguan ini adalah terpapar debu, metal, larutan
organik dan pekerja agrikultural. Mortalitas dan morbiditas dari penyakit paru restriktif
tergantung pada penyebab utama. Survival rate penyakit IPF sekitar 3 tahun. Faktor prediksi
mortalitas yaitu : usia tua, laki-laki, fungsi paru yang buruk, derajat keparahan fibrosis,
respon yang lemah terhadap terapi, terdapatnya gambaran fibroplasia pada histopatologi.
Berdasarkan ras dilaporkan bahwa ras kulit putih penderita sarkoidosis di US memiliki risiko
10-17 kali dibandingkan ras kulit hitam.1,4,5
Gejala dan Tanda
Evaluasi awal berupa riwayat pekerjaan, paparan, kebiasaan dan faktor risiko HIV
pada pasien ditanyakan kepada pasien untuk mengidentifikasi etiologi penyakit. Berdasarkan
onset terjadinya penyakit dapat dibagi 3 yaitu :
- Onset akut : beberapa hari- minggu, contoh interstisial pneumonitis, pneumonia
eosinofilia, difuse alveolar hemorage
- Onset subakut : beberapa minggu – bulan, contoh sarkoidosis, connective tissue
diseases, alveolar hemorrage, drug induced interstisial lung diseases
- Onset kronik : IPF, sarkoidosis, pulmonary langerhans cell histiocytosis
Gejala meliputi gejala intrinsik dan ekstrinsik pada penyakit paru restriktif. Gejala
intrinsik penyakit paru intrinsik yaitu :
- Sesak nafas
2
- Cor pulmonale Chronicum muncul pada fibrosis paru tahap lanjut atau kiposkoliosis
tahap lanjut. Hipertensi pulmonal dan cor pulmonale ditandai dengan adanya
pergeseran jantung ke kanan, gallop.
Gangguan extrinsik yaitu berupa :
- Gangguan pleura berupa menurunnya strem fremitus, sonor memendek dan hilangnya
suara pernafasan.
- Pada penyakit neuromuskular, dijumpai penggunaan otot bantu nafas, pernafasan
cepat dan dangkal dan gejala sistemik lainnya. 1,5,6
Pemeriksaan Penunjang
a. Laboratorium
- Anemia dapat ditemukan pada vaskulitis, polisitemia merupakan tanda hipoksemia yang
dapat terjadi pada kasus berat, leukositosis merupakan tanda pneumonitas hipersensitivitas
akut.
- Antinuclear antibodi dan Rheumatoid faktor untuk menilai penyakit kolagen vaskular,
creatinin kinase untuk poliomiositis, anti neutropilic cytoplasmic antibodi untuk vaskulitis
dan antiglomerular basement membran antibody untuk goodpasture syndrome.
- Terdapat antibodi terhadap antigen pada pneumonitis hipersensitivitas. Serum angiotensin-
converting enzim pada sarkoidosis.1,6
b. Foto torax
- Diagnosa dari penyakit paru interstisial biasanya melalui foto thorax abnormal. Hanya
sekitar 10% foto thorax normal.1,6
- Gambaran foto thorax berupa : reticulonodular, ground glass appearance.
c. High Resolution Computed Tomography (HRCT)
- CT scan torax dengan resolusi tinggi dapat menegakkan penyakit paru restriktif. IPF
dapat ditegakkan secara klinis dan dengan CT scan tanpa memerlukan biopsi. Zona paru
perifer bibasiler merupakan zona yang dapat terlibat pada IPF, asbestosis, connective-
tissue disease, pneuminia eosinopilia.
- Gangguan sepanjang bronkovaskuler merupakan sarkoidosis atau lymphangitic
carcinoma.
- Kelaiann pada zona atas paru sering ditemukan pada sarkoidosis, granuloma eosinopilia,
pneumonitis hipersensitive kronik sedangkan pada zona bawah merupakan kelainan IPF,
asbestosis dan rheumatoid artritis.
- Zona bawah dan infiltrasi perifer sering ditemukan pada IPF atau asbestosis.
- Kista bilateral dan nodul merupakan salah satu diagnosa Langerhans cell histiocytosis.1,6
Kelainan radiologi ditasa dapat dilihat pada gambar berikut :1,6
Kiposkoliosis berat
- Pada gangguan neuromuskular, inspirasi dan ekspirasi maksimal sangat beragam mulai
normal sampai dengan sangat berkurang.
- Pasien dengan penyakit muskular kronik mengalami penurunan kapasitas vital dan
FRC, tetapi RV dapat dipertahankan. TLC mengalami penurunan yang sedang.
Pernafasan selama tidur biasanya abnormal. Pasien biasanya mengalami desaturasi saat
tidur malam dan hipoventilasi
- Diffuse capacity of lung for carbon monoxide (DLCO) menurun pada pasien gangguan
paru intrinsik.
- Analisa Gas Darah (AGDA) menunjukkkan kondisi hipoksemia.
- Bronkoalveolar lavage (BAL)
- Biopsi paru
Terapi berupa transplantasi paru merupakan hal yang paling efektif. N-acetyl cystein
3x200 mg efektif dalam mencegah progresifitas. Steroid serta sitotoksik lainnya tidak
efektif.5,8
steroid. Gejala klinis berupa dispneu pada aktiitas, kelemahan otot proximal, ruam kemerahan
pada kulit berupa heliotrope pada sekitar mata dan mechanics hands. Peningkatan creatinin
kinae dan aldolase tidak diperlukan pada diagnosa.1,5
10
11
c. Sindroma hypereosinopilia
d. Alergic bronchopulmonary aspergillosis (ABPA)
e. Alergic Angitis dan granulomatosis (Chrug Strauss Syndrome)
f. Granuloma eosinopilia (Pulmonary langerhans cell hystiocytosis, pulmonary
hystiocytosis)
Bronchiolitis obliterans with organizing pneumonia/cryptogenic organizing pneumonia
Keadaan ini yaitu terdapatnya fibroblas dan sel inflamasi yang mengisi bronkiolus,
duktus alveolar dan alveoli. Hal ini merupakan reaksi histologi non spesifik. Gejala klinis
biasanya subakut dengan gejala batuk, dipsneu, demam, ronki pada 75% pasien. Terapi
denan steroid (prednison0,75-1,5 mg/kgbb/hari). Relaps biasanya terjadi setelah 6 bulan.
5,9
Asbestosis
Biasanya terjadi akibat paparan kronik, tahunan dari industri konstruksi, semen,
pertambangan dll. Gejala klinis sesak progresif setelah 10 tahun paparan industri. Terjadi
fibrosis interstisial pada lobus bawah mirip dengan IPF. Kelainan pleura akibat asbestosis
yaitu efusi pleura benign, plag pleura dan penebalan pleura. Mesotelioma juga bisa terjadi.
Tumor paru juga bisa terjadi akibat paparan asbes. 5
12
Sarkoidoiosiss
Sarkoidosis merupakan penyakit sistemik tanpa sebab yang diketahui. Tanda patologi
yaitu terdapatnya granuloma non caseosa. Biasanya pada usia 20-50 tahun. 30-60%
simtomatik. Gejala klinis berupa gejala konstitusional yaitu penurunan berat badan, lemah,
demam dan malaise. Keterlibatan paru pada 90% kasus. Batuk, dyspneu, sputum dan
hemoptisis. Penyakit endobrohial menyebabkan gejala obstruktif. Pada mata dapat berupa
uveitis, keratokonjungtiitis, sicca syndrome, uveoparatiroid fever. Pada jantung gejala berupa
inflamasi granuloma miocard, takiaritmia, kardiomiopati dan sudden death. Cor Pulmonale
dapat muncul pada penyakit paru berat. Kelainan neurologi terlibat sekitar 5% yaitu sistem
saraf pusat dan perifer. Keterlibatan nervus kranialis yaitu II,VII,VIII,IX,X,meningen dan
kelenjar pituitari. Pada kulit terdapat gambaran eritema nodosum. Terapi pada kulit yaitu
klorokuin atau pentoxipilin dan steroid. Pada hati yaitu terdapatnya granuloma hati 75%
dengan peningkatan fungsi hati hanya sekitar 35%. Alakaline posfatase merupakan prediktor
yang baik. 5,9
Diagnosa melalui foto thorax dan terdapatnya granuloma non caseosa pada histologi,
peningkatan Angiotensin- converting enzim. Terapi yaitu tergantung simtom dan keterlibatan
organ. Steroid dosis rendah sampai sedang merupakan terapi utama dan metotrexat serta
azatioprin merupakan terapi alternatif. 5
13
Diagnosa Banding
- Akut Respiratory Distress Syndrome (ARDS)
- Asbestosis
- Bronchitis
- Chronic Obstruktive Pulmonory Disease (COPD)
- Coal Workers Pneumoconiosis
- Emphysema
Kesimpulan
Penyakit paru restriktif merupakan penyakit paru yang ditandai dengan gangguan
pada parenkim, pleura, dinding thorax atau neuromuskular dan penurunan Total Lung
14
Capacity (TLC). Sedangkan pada penyakit paru obstruktif contohnya asma dan COPD
(Chronic Obstructif Pulmonary Disease), terjadi peningkatan TLC. Gangguan yang
menyebabkan reduksi atau restriksi dari volume paru berdasarkan struktur anatomi terbagi
dua yaitu : penyakit paru intrinsik dan penyakit paru ekstrinsik serta IPF. Terapi pada
penyakit paru restriktif sesuai dengan etiologi masing-masing.
15
DAFTAR PUSTAKA
16