Anda di halaman 1dari 9

DALEM BALINGKANG

Delapan abad yang lalu, tersebutlah sebuah daerah hutan yang luas. Wilayahnya
membentang dari pantai utara Bali hingga ke pegunungan Kintamani. Penduduknya yang bertani
tinggal berjauhan satu sama lainnya. Mereka tinggal dalam kelompok-kelompok kecil yang tidak
saling mengenal antara kelompok satu dengan kelompok lainnya. Sering terjadi pertengkaran dan
perebutan lahan diantara mereka. Hal itu terjadi karena mereka tidak mempunyai pemimpin yang
cakap. Pada suatu hari, sekelompok orang menghadap Ida Batara Jambudwipa. Mereka
memohon agar di berikan seorang pemimpin yang berwibawa. Dan diangkatlah Sri Jayapangus
putra Batara Jambudwipa sebagai Raja. Bersama rakyatnya Sri Jayapangus membangun kerajaan
yang diberi nama Kerajaan Panarojan. Atas petunjuk Mpu Siwa Gama, penasehat raja,
Beliau membangun kerajaan sesuai dengan ajaran agama dan undang undang pemerintahan.
Dalam waktu singkat rakyat sudah dapat menikmati kehidupan yang aman, rukun, dan penuh
persaudaraan. Tak seorang pun berani menentang Raja Sri Jayapangus yang berwibawa dan
menjadi suri teladan itu.
Hingga pada suatu ketika datang seorang pedagang dari Cina berdagang di wilayahnya.
Pedagang tersebut datang bersama putrinya yang bernama Kang Cing Wei. Putri Kang Cing Wei
adalah putri yang sangat cantik. Tubuhnya semampai, matanya sipit, dan kulitnya putih juga
halus. Ditambah lagi dengan senyumnya yang manis dan tegur sapa yang ramah. Siang dan
malam rakyat Panerojan tak henti-hentinya memperbincangkan putri Kang Cing Wei yang bak
bidadari tersebut. Akhirnya berita putri Cina yang cantik itu sampai ke istana. Raja Jayapangus
pun memanggil Pedagang Cina tersebut bersama putrinya. Rupa-rupanya pandangan pertama
Kang Cing Wei telah meluluhkan hati Raja Jayapangus. Sehingga sosok Kang Cing Wei selalu
terbayang di benak beliau walaupun putri itu telah berada jauh di luar istana.
Raja Jayapangus pun memanggil Mpu Siwa Gama untuk berunding. “Bagawanta, aku
akan menikahi Kang Cing Wei,” ucap Raja Jayapangus pada penasihatnya. “Menikahi Putri Cina
itu? Berpikirlah yang panjang Tuanku, jangan hanya mengikuti api asmara,” jawab Mpu Siwa
Gama dengan sangat terkejut. Raja Jayapangus terdiam, Mpu Siwa Gama melanjutkan “Ampun
Tuanku, Putri Kang Cing Wei beragama Buddha sedangkan Tuanku beragama Hindu. Dan tidak
hanya itu, Putri tersebut juga memiliki adat istiadat yang berbeda dengan kita Tuanku. Jika
pernikahan ini tetap berlangsung maka akan terjadi malapetaka yang sangat hebat mengguncang
kerajaan ini Tuanku,”. Namun nasihat Mpu Siwa Gama tersebut tidak dihiraukan oleh Raja
Jayapangus yang telah dimabuk asmara pada Putri Kang Cing Wei.
Sri Jayapangus tetap melanggar adat yang sangat ditabukan saat itu yakni mengawini
putri Kang Cing Wei. Raja Jayapangus tetap menikahinya meskipun tidak direstui Mpu Siwa
Gama. Dan apa yang diramalkan oleh Mpu Siwa Gama benar-benar terjadi. Di tengah
kemeriahan pesta pernikahan, tiba-tiba turun hujan yang sangat lebat. Tumpahan air dari langit
itu tak ada henti hentinya. Ditambah lagi dengan tiupan badai dari segala penjuru. Pohon-pohon
besar bertumbangan menimpa rumah penduduk. Satu persatu bangunan istana ambruk dan
dihanyutkan oleh banjir yang maha dahsyat. Karena Kerajaan Panerojan telah rusak parah, maka
kerajaan dipindahkan ke tempat lain. Tempat itu disebut Balingkang (dari kata Bali ditambah
Kang, nama depan istrinya), dan rakyat menyebut rajanya dengan Dalem Balingkang.
Setelah lama menikah, sayangnya Putri Kang Cing Wei belum juga mempunyai
keturunan. Dalem Balingkang kemudian pergi bertapa ke Gunung Batur untuk memohon kepada
dewa-dewa agar dikaruniai anak. Namun, dalam perjalananya di hutan, Raja Jayapangus
bertemu dengan Dewi Danu. Raja Jayapangus pun terpikat dengan kemolekan Dewi Danu
tersebut. Dalam perkenalannya dengan Dewi Danu, Raja Jayapangus mengaku masih bujang.
Dan singkat cerita Raja Jayapangus lalu menikah diam-diam dengan Dewi Danu tanpa
sepengetahuan Putri Kang Cing Wei. Dari pernikahan tersebut lahirlah seorang putra yang sangat
sakti bernama Mayadenawa.
Sementara itu, Kang Cing Wei tentu saja gelisah ditinggal suaminya berlama-lama. Ia pun
menyusul ke Gunung Batur. Di tengah hutan belantara yang hebat, Putri Kang Cing
Wei bertemu dengan Dewi Danu. Putri Kang Cing Wei bertanya “Maaf apakah kau melihat
seorang laki-laki yang sedang bertapa di gunung ini?”. Dewi Danu menjawab “Di hutan ini aku
tak pernah melihat seorang laki-laki pun selain suamiku, Jayapangus,”. Putri Kang Cing Wei
sangat terkejut mengetahui suaminya diakui oleh Dewi Danu. “Suamimu?? Jayapangus itu
suamiku ! Siapa kau yang berani mengakui suamiku?” bentak Putri Kang Cing Wei. Mendengar
ada keributan, Raja Jayapangus mendatangi asal keributan itu. Raja Jayapangus sangat terkejut
melihat Dewi Danu yang bertengkar dengan Putri Kang Cing Wei. Dewi Danu menyadari
kedatangan Raja Jayapangus, dan bertanya “Suamiku, apakah sebelum menikahiku kau telah
menikah dengan perempuan ini?”. Dengan gelisah Raja Jayapangus menjawab “Maafkan aku
Danu, aku telah membohongimu, aku sangat menyesal,”. Ketiganya lalu terlibat dalam
pertengkaran sengit.
Dalam api kemarahan Dewi Danu mengalahkan Dalem Balingkang dan Kang Cing Wei
dengan kekuatan gaibnya, hingga hilang ditelan bumi. Meskipun hilang tanpa bekas, rakyat tetap
mencintai Dalem Balingkang dan Putri Kang Cing Wei, lalu dibuatkanlah patung sebagai simbol
keduanya. Kedua patung inilah yang kemudian berkembang menjadi Barong Landung. Karena
itu jika diperhatikan prarai (wajah) Jero Luh beserta asesoris busananya, mengandung unsur
budaya Cina.

Masyarakat Chinese Singaraja mohon berkah di Linggih Ratu Kang Cing Wie,Kintamani

Denpasar ,( Selasa,12/07/2016 )

Cantik dan pasti cantik sekali sehingga membuat sang Raja Sri Jayapangus terpesona , jatuh
cinta dan bertekuk lutut dihadapannya.

Itulah Puteri Kang Cing Wie asal China yang dijadikan permaisuri oleh Raja Sri Jayapangus
yang berkuasa di Bali dari th 1181 - th 1269.

Ada beberapa sumber tulisan tentang asal usul Puteri Kang Cing Wie yang cantik jelita. Dari
namanya jelas bermarga Kang dan pasti dari China , bukan berasal dari daratan Eropa atawa
Afrika. Menurut buku Tokoh Tokoh Etnis Tionghoa yang ditulis Sam Setyautama ( 2008 ),
bahwa saat Laksamana Zheng Ho ( th 1371- 1435 ) atau Sam Po Tay Jin melakukan pelayaran
ekspidisi ke Selatan dan mendarat di Bali, seorang kokinya yang bermarga Kang berpacaran
dengan seorang penari Bali. Chief cook Kang rupanya jatuh cinta dengan sang penari dan
memberikan beberapa pakaian, sepatu,cangklong ,golok untuk masak , kacang,buah leci dan
bawang merah sebagai mas kawin untuk menikahi wanita Bali tsb. Akhirnya lahirlah seorang
puteri yang diberi nama Kang Kim Hwa atau Bunga Emas yang cantik jelita.

Sam Setyautama ( alm ) mengutip cerita romantis itu dari Zhou Nanjing hal 244. Kalau
dihubungkan dengan situasi saat ini dimana rakyat Kintamani yang tinggal didaerah pegunungan
umumnya hidup dari bercocok tanam Jeruk ,leci dan bawang merah kelihatan ada kaitannya atau
nyambung karena bibit tanaman tsb berasal dari China. Hanya sayang sekali kalau melihat dari
era waktu atau timeline nya, antara era Raja Sri Jayapangus yang memerintah Bali pra Hindu
Majapahit ada jedah waktu ratusan tahun dengan kedatangan Sam Po Kong ke Bali -Indonesia.
( 1269 dan 1371 ). Jadi dilihat dari era yang berbeda , ayahnya Puteri Kang Cing Wie memang
marga Kang tapi jelas bukan kokinya Sam Po Kong.

Menurut I Gusti Made Tentram, mantan Ketua Umum Asosiasi Guide Indonesia , Anak Agung
atau bangsawan asal desa Adat Belayu,Tabanan yang merupakan keturunan Arya
Sentong,seorang dari 7 ( tujuh ) Panglima yang dibawa oleh Mahapatih Gajahmada ke Bali.
Menurut Jade, panggilan akrab I Gusti Made Tentram, Puteri Kang Cing Wie adalah adalah
puteri Saudagar Kang yang beragama Budha dan berniaga dengan Raja Bali yang beragama
Hindu.

Pada saat Raja Sri Jayapangus memutuskan mau menikah secara resmi dengan Puteri Kang Cing
Wie,para Patih atau penasehat kerajaan keberatan atau mengadakan petisi. Alasannya kenapa
Sang Raja Bali yang beragama Hindu mau menikah sama Puteri saudagar Kang yang berasal dari
China dan beragama Budha. Bukankah masih banyak puteri puteri bangsawan Bali yang cantik
dan tentu saja bersedia menjadi permaisurinya. Perkawinan beda suku dan agama akan
mengundang angkara murka para dewa, mungkin itu alasan penasehat Raja yang memang rasis
dan marah atas keputusan rajanya.

Nah, namanya juga sudah jatuh cinta, apalagi seorang Raja yang berkuasa, nasehat apapun tidak
ada gunanya. Upacara pesta Perkawinan pun tetap berlangsung meriah dengan dihadiri oleh para
pemuka agama Hindu dan Budha. Semua rakyat Bali berpesta pora dan pasti tidak ketinggalan
minuman Brem dan Babi gulingnya. Saudagar Kang memberikan uang coin ( Pis Bolong ) dari
China kepada Raja Sri Jayapangus dengan permintaan supaya sang Raja memerintahkan kepada
rakyatnya untuk memakai uang coin itu dalam upacara upacara agama Hindu sebagai peringatan
akan pesta Perkawinan Puteri Kang Cing Wie, anaknya. Dan pemakaian uang coin di upacara
agama Hindu berlangsung sampai hari ini ( 2016 ) dan anehnya tidak ada habis2nya padahal di
China sendiri sudah tidak diterbitkan uang coin yang berasal dari Dinasti Tang ( th 618 - 906 ) .
Puteri Kang Cing Wie yang cantik jelita dan ramah sangat dicintai rakyatnya dan Raja Sri
Jayapangus menjadikannya permaisuri dengan gelar Paduka Sri Mahadewi Cacangkaya China.

Asal usul Desa Ping An atau Pinggan.


Konon salah satu Patih yang menentang pernikahan Raja dan Puteri Kang Cing Wie, langsung
mengundurkan diri dan bertapa disuatu tempat dan memohon kepada para Betara untuk
menghukum Rajanya yang telah menikah dengan puteri saudagar dari China yang beragama
Budha..

Mungkin kebetulan sudah saatnya , maka meletuslah Gunung Batur dan hujan badaipun turun
selama sebulan dan 7 ( tujuh ) hari disekitar Kintamani. Terjadilah banjir lahar dan penyakit
campar dan disentri dimana mana yang tentu saja bikin sengsara dan kematian rakyatnya. Para
penasihat dan Patih yang menentang mengatakan bahwa para Betara Dewa pun menentang
Perkawinan beda suku dan agama tsb dengan menunjukkan angkara murkanya. Raja segera
memanggil para menterinya mengadakan rapat untuk mengatasi bencana ini. Di tengah tengah
rapat datanglah Puteri Kang Cing Wie yang atas perkenan ajudan mendatangi Raja dan berbisik
di telinga Raja supaya rakyat Kintamani yang tinggal disekitar Gunung Batur segera mengungsi
ke desa yang dinamakan Ping An yang artinya Selamat dalam bahasa Tionghoa. Aneh bin ajaib
,itulah yang terjadi .Rakyat yang mengungsi ke desa Ping An, semuanya selamat dan karena
lidah Bali sulit melafalkan kata Ping An, maka sampai sekarang desa itu masih ada dan bernama
desa Pinggan ( 2016 ). Keputusan Raja yang mendapat bisikan Ratu Kang Cing Wie tentu saja
membuat rakyat Bali semakin mencintai Ratu atau Permaisaurinya. Dan untuk mewujudkan
cintanya pada Puteri Kang Cing Wie , raja mendirikan Pura yang diberi nama Pura Dalem
Balingkang di desa Pinggan dengan ornamen warna Merah dan Kuning yang dominan seperti
warna Kelenteng atau Wihara dari China. Sekarang pura tsb. disebut Linggih Ratu Mas Ayu
Subandar tempat sembahyang masyarakat Chinese Bali memohon berkah dari Ratu atau
Permaisuri Kang Cing Wie ( 2016)

Pura Dalem Balingkang dan Barong Landung.

Setiap perkawinan yang berlandaskan cinta pasti mengharapkan lahirnya anak dari hasil
perkawinan tsb. apalagi bagi seorang Raja yang pasti selalu memikirkan dan menunggu
kelahiran putera mahkota yang akan menggantikannya. Setelah beberapa tahun perkawinan
antara Raja Sri Jayapangus dan Puteri Kang Cing Wie, belum terlihat ada tanda tanda sang
permaisuri hamil walaupun para dukun Bali dan sinshe Tionghoa pasti sudah bekerja keras
menciptakan ramuan yang akan membuat sang Ratu hamil.

Raja dan Ratu tentu saja kecewa karena tubuh sang Ratu tetap cantik dan langsing tidak ada
tanda tanda hamil seperti umumnya orang yang sudah berhubungan sebagai suami isteri. Dengan
seizin Ratu maka Raja pun pergi ke Danau Batur untuk bertapa ,memohon kepada Sang Hyang
Widhi supaya dikasih keturunan ,syukur syukur dapat laki laki sebagai putera mahkota untuk
meneruskan kerajaannya.

Dalam perjalanan ke Danau Batur sang Raja mendengar suara nyanyian yang merdu dan berasal
dari pinggir danau. Sang Raja mencari asal suara dan mengintip dari belakang pohon Gaharu dan
ternyata ada seorang gadis cantik yang sedang menyanyi sambil mencuci kakinya. Dasar laki laki
dari zaman dulu sampai sekarang sifatnya tetap sama . Begitu melihat gadis cantik dan apalagi
sedang sendiri pasti terusik hatinya untuk menggoda.
Dengan tersenyum dan tentu saja percaya diri sang Raja menghampiri gadis cantik dan bertanya
dimana letak gua Batur tempatnya akan bertapa. Sang gadis cantik tentu kaget dan kagum ketika
melihat ada laki laki dengan dandanan bangsawan Bali menghampirinya. Sang Raja
memperkenalkan diri sebagai Raja Kintamani yang masih perjaka dan sekarang mau bertapa
didanau Batur , memohon kepada Sang Hyang Widhi supaya dikarunia seorang calon Ratu
sebagai pendampingnya. Tentu saja hati sang gadis berbunga bunga dan dengan muka merah
muda yang menambah kecantikannya juga memperkenalkan diri dengan nama Dewi Danu,
puteri dari Betari Batur penguasa Danau Batur. Cinlok atau cinta lokasipun langsung terjadi
ditepi Danau Batur .

Tanpa ada pesta perkawinan apapun Raja dan Dewi hidup bersama dan melahirkan seorang anak
laki laki yang diberi nama Mayadenawa.

Keduanya hidup bahagia bersama anaknya dan tentu saja bulan madu berlangsung terus setiap
hari .

Setelah bertahun tahun ditinggal pergi oleh sang Raja tanpa ada berita apapun, Puteri Kang Cing
Wie yang sudah jadi Ratu tentu saja sangat kesepian walaupun hidupnya berkecukupan
dikelilingi oleh dayang-dayang cantik baik yang berasal dari Bali maupun dari China.

Dengan nekad sang Puteri didampingi beberapa pengawalnya berjalan kaki menuju danau Batur
yang letaknya puluhan kilometer dari desa Ping An. Para pengawal mau menandu sang Puteri
tetapi karena baik hati dan melihat jalan yang berliku liku dan turun naik bukit yang tentu saja
bikin capek pengawalnya. Maka sang puteri memilih berjalan kaki bersama pengiring dan
pengawalnya. Ketika mendekati Danau Batur terdengar suara laki laki dan perempuan serta suara
anak kecil sedang bercengkerama dengan bahagia. Dan jelas itu suara sang Raja yang selalu
dimimpikan siang malam , tetapi siapakah gerangan suara perempuan dan anak kecil itu ?

Tidak ada pesta yang tidak berakhir ,begitupun bulan madunya sang Raja dengan Dewi Danu.
Umumnya wanita dimana mana sama saja. Puteri Kang Cing Wie muncul dan marah marah
menuduh Dewi Danu merebut suaminya sang Raja. Giliran Dewi Danu kaget sambil memeluk
anaknya memandang marah kepada sang Raja yang ketika jatuh cinta mengaku masih perjaka.
Belum sempat Raja menjelaskan semua permasalahan cinta segi tiga ini, dalam sekejap tanpa
sms atau wag laporan Dewi Danu kepada bundanya Betari Batur sudah diterima. Sang penguasa
Danau Batur tiba dihadapan mereka. Setelah mendapat laporan yang komplit dari Dewi Danu,
dengan marah Betari Batur menudingkan ibu jarinya kepada Puteri Kang Cing Wie yang
dianggap telah merebut kebahagian dan suami anaknya. Tubuh Puteri Kang Cing Wie yang
cantik dan kemayu otomatis menjadi patung dan sang Raja kaget dan langsung memeluk patung
tsb. Tentu saja adegan tsb membuat Betari Batur tambah murka dan kembali memakai jari
telunjuknya yang seketika membuat sang Raja menjadi patung raksasa mendampingi patung
Puteri Kang Cing Wie, kekasihnya.
Akhirnya cinta segitiga, beda suku dan agama berakhir dengan tragedi, tetapi rakyat Bali
khususnya Kintamani tetap menghormati kisah percintaan Raja Sri Jayapangus dan Puteri Kang
Cing Wie dengan sandiwara Barong Landung yang berlangsung sampai hari ini ( 2016 )

Berwisata di Kintamani, Bali sebenarnya merupakan hal yang tepat untuk Anda lakukan.
Pasalnya, di wilayah ini ada cukup banyak pilihan cara berwisata yang bisa Anda lakukan sendiri
maupun dengan bantuan penyedia jasa travel dan wisata lokal yang selalu siap mewujudkan
kepuasan liburan Anda di Kintamani. Salah satu hal yang menarik adalah bahwa di wilayah
tersebut juga terdapat cukup banyak desa-desa dengan keunikan tersendiri yang menjadikannya
patut untuk dijadikan sebagai desa tujuan wisata. Yang akan kita ambil sebagai contoh di sini
adalah Desa Penelokan, yang bisa ditempuh dari Kota Denpasar dengan jarak dan waktu tempuh
sekitar 63 kilometer dan 1,5 jam dengan menggunakan mobil. Jika Anda memulai perjalanan dari
Ubud, maka waktu tempuh yang diperlukan lebih singkat lagi, yaitu hanya sekitar 30 hingga 40
menit saja dengan kendaraan yang sama.

Nama Desa Penelokan ini sendiri sebenarnya mempunyai arti yang sesuai dengan lokasi
terletaknya desa tersebut. Arti dari kata ‘penelokan’ dalam bahasa Bali adalah tempat untuk
dilihat. Arti ini sangatlah cocok dengan lokasi desa di mana pemandangan menakjubkan dari
Gunung dan Danau Batur bisa dilihat dengan sangat jelas. Tentu saja, ini juga bisa dijadikan
sebagai salah satu alasan mengapa Anda harus mengunjungi Desa Penelokan. Selain itu,
pemandangan Gunung Abang juga bisa dinikmati langsung dari desa ini. Tak heran jika hingga
saat ini, ada banyak sekali turis lokal dan asing yang merasa tertarik dan penasaran untuk
mengunjungi salah satu desa wisata di Kintamani ini.

Jika dibandingan dengan desa lain di Kintamani, mungkin tempat penginapan yang ada di
Penelokan tidaklah berjumlah cukup banyak. Akan tetapi, di desa ini terdapat cukup banyak
restoran dengan menu masakan yang beragam yang bisa Anda kunjungi. Tentu saja, selain
menyuguhkan menu yang lezat, restoran-restoran tersebut juga menawarkan pemandangan indah
danau dan pegunungan yang tentunya akan membuat suasana makan Anda menjadi semakin
menyenangkan. Karena hal inilah, jika memang Anda tidak memilih untuk tinggal di desa ini
selama berlibur di Bali, Anda bisa menjadikannya sebagai destinasi makan siang.

Suhu disekitar area Desa Penelokan bisa dibilang cukup sejuk karena berada pada kisaran 22°
Celcius. Tak heran jika di sebagian besar area desa tersebut Anda akan menemukan banyak
perkebunan, yang hasil alam utamanya adalah jeruk dan juga kopi. Jika beruntung, maka Anda
juga bisa berkesempatan untuk membeli hasil alam lokal tersebut untuk Anda nikmati sendiri
atau Anda jadikan sebagai oleh-oleh sepulang liburan nanti. Suhu daerah Penelokan yang sejuk
ini tentunya juga sangat cocok untuk sekedar menghabiskan waktu menikmati pemandangan
indah yang tentunya merupakan salah satu anugerah Sang Pencipta.

Danau Batur adalah sebuah danau eksotis yang terletak di Kintamani, Bali. Nama “Batur”
merujuk pada nama sebuah gunung yang ada di dekat danau ini, Gunung Batur namanya. Letak
Danau Batur Kintamani berada di lereng Gunung Batur. Dan hal ini lah yang melatar-belakangi
nama Danau di Kintamani ini. Danau Batur terletak di area tinggi, yaitu 1.050 mdpl dengan luas
16 km persegi dan kedalaman rata rata 50,8 km.

Air danau sebagian besar berasal dari air hujan yang tersaring melalui gunung, dan rembesan itu
lah yang pada akhirnya memenuhi danau eksotis ini. Karena keunikan tempatnya, UNESCO
menetapkan tempat ini sebagai Taman Bumi (Global Geopark Network). Danau ini difungsikan
murni sebagai wahana wisata, bukan sebagai irigasi atau untuk pemenuhan kebutuhan lainnya.
Karena letaknya yang berada di ketinggian dan di kelilingi pepohonan yang sangat rimbun
membuat suasana di danau ini sangat dingin. Suhu rata rata di danau ini yaitu 22 derajat s/d 26
derajat celcius.

Air danau yang tenang dan berwarna biru kehijau hijauan membuat wisatawan yang berdiri di
pinggiran danau merasa tenang dan damai. Tak heran jika banyak wisatawan yang betah berada
di tempat ini dan mereka memilih untuk berlama lama menikmati sajian panorama yang ada.
Selain melihat sejuta pesona danau, wisatawan yang datang di tempat wisata di bali yang satu ini
juga berkesempatan untuk berlayar ke tengah danau menggunakan perahu yang disediakan oleh
pihak pengelola wisata tersebut. Seperti hal nya di danau pada umumnya, wisatawan yang
berkunjung ke wisata ini selain dapat berlayar juga dapat memancing ikan dan perlengkapan
pancing pun sudah tersedia disana. Jasa sewa perahu kecil dan jasa sewa perlengkapan pancing
relatif murah.

Jika ingin melihat keindahan Danau Batur Kintamani secara keseluruhan, anda dapat pergi ke
desa Penelokan. Desa ini berada di dataran yang lebih tinggi dari pada Danau Batur Kintamani,
sehingga pemandangan danau yang sangat elok dan Gunung Batur yang berdiri kokoh dapat
dilihat secara jelas dengan pandangan yang menyeluruh. Jika dilihat dari ketinggian, Danau
Batur memiliki bentuk seperti bulan sabit.
Selain menyediakan view danau yang bagus, di desa ini juga menyediakan hotel dan restaurant.
Hal ini ditujukan kepada wisatawan yang ingin melihat keindahan danau sambil bersantai
menikmati hidangan khas Bali.
Jika anda ingin mengunjungi tempat ini hanya sekedar untuk memanjakan mata, maka anda
hanya perlu membayar tiket masuk saja tanpa membayar biaya lain lain. Namun jika anda
menginginkan fasilitas atau wahana lebih, maka anda harus mengeluarkan biaya tambahan. Tiket
masuk Danau Batur: Rp. 15.000 / Orang

Danau Batur terletak di Provinsi Bali, tepatnya berada di Kec. Kintamani, Desa Penelokan
Utara. Apabila berangkat dari Denpasar, jarak yang ditempuh kurang lebih 64 km atau sekitar 2
jam perjalanan. Namun apabila berangkat dari Singaraja, jarak yang ditempuh kurang lebih 58
km atau sekitar 1,5 jam perjalanan. Rute menuju lokasi danau cukup berkelok kelok, seperti pada
jalur pegunungan pada umumnya. Selain itu, jalur ini juga selalu dipenuhi oleh pengendara
bermotor sehingga sangat ramai, terutama pada musim liburan.

Anda mungkin juga menyukai