Anda di halaman 1dari 10

PERAN PEMERINTAH DALAM PELAYANAN KESEHATAN REPRODUKSI PADA

REMAJA DENGAN DISABILITAS MENTAL DI KABUPATEN KUDUS


THE ROLE OF GOVERNMENT IN REPRODUCTIVE HEALTH SERVICES IN
ADOLESCENTS WITH MENTAL DISABILITY IN KUDUS
Marsyah K1, Rahmawati M.N2, Lestari R.R3, Setiawati I4, Saputri S.A5

ABSTRAK

Latar belakang: Kesehatan reproduksi sangat terkait erat dengan masalah kesehatan
masyarakat yang perlu mendapat perhatian. Kelompok penyandang disabilitas
seringkali dianggap lebih rentan terhadap risiko-risiko reproduksi antara lain pelecehan
seksual. Salah satu permasalahan kesehatan pada penyandang disabilitas terkait
kesehatan seksual dan reproduksi, diantaranya masih kurangnya pengetahuan
komprehensif mengenai HIV (Human Immuno Deficiency Virus) dan pengetahuan
kontrasepsi. Hasil studi pendahuluan di SLBN Kaliwungu Kudus menunjukkan bahwa
siswa belum sepenuhnya mampu menjaga kesehatan reproduksi secara mandiri.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peran pemerintah dalam pelayanan
kesehatan reproduksi pada remaja dengan disabilitas mental di Kabupaten Kudus.
Metode penelitian: Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif kualitatif.
Subjek penelitian ini adalah Dinas Kesehatan kabupaten Kudus dan Puskesmas
Sidorekso, triangulasi sumber adalah SLBN Kaliwungu Kudus dan Wali Murid SLBN
Kaliwungu Kudus. Data tersebut selanjutnya diolah dan disajikan dalam bentuk
deskriptif.
Hasil penelitian: Menunjukkan bahwa terdapat peranan pemerintah dalam pelayanan
kesehatan reproduksi pada remaja dengan disabilitas mental di kabupaten Kudus.
Pemerintah sudah berperan sesuai dengan Permenkes tahun 2017 dibuktikan dengan
adanya kebijakan dan program dari Dinas Kesehatan kabupaten Kudus yang
dijalankan oleh Puskesmas secara rutin. Namun pada prosesnya pelayanan kesehatan
reproduksi pada remaja dengan disabilitas mental tidak ada perbedaan dengan remaja
normal pada umumnya.
Kesimpulan: Berdasarkan penelitian yang sudah dilakukan yang diperoleh dari hasil
observasi, wawancara, dan dokumentasi dari subjek penelitian dan triangulasi sumber
didapatkan bahwa terdapat peran pemerintah dalam pelayanan kesehatan reproduksi
pada remaja dengan disabilitas mental di Kabupaten Kudus yaitu berupa Puskesmas
PKPR (Program Kesehatan Peduli Remaja) yang dijalankan secara rutin oleh
Puskesmas Sidorekso berupa penyuluhan kesehatan di SLBN Kaliwungu Kudus.

Kata kunci : Peran Pemerintah, Remaja, Disabilitas Mental


1-3 : Mahasiswa Prodi DIII kebidanan
4-5 : Dosen pembimbing Prodi DIII Kebidanan

1
PERAN PEMERINTAH DALAM PELAYANAN KESEHATAN REPRODUKSI PADA
REMAJA DENGAN DISABILITAS MENTAL DI KABUPATEN KUDUS
THE ROLE OF GOVERNMENT IN REPRODUCTIVE HEALTH SERVICES IN
ADOLESCENTS WITH MENTAL DISABILITY IN KUDUS
Marsyah K1, Rahmawati M.N2, Lestari R.R3, Setiawati I4, Saputri S.A5

ABSTRACT

Background: Reproductive health is closely related to public health issues that need
attention. Disabilities are often considered to be more susceptible to reproductive risks
among other sexual harassment. One of the health problems in disability related to
sexual and reproductive health, including the lack of comprehensive knowledge about
HIV (Human Immuno Deficiency Virus) and contraceptive knowledge. Preliminary study
in Kaliwungu Disabled School Kudus show that students are not fully capable of
maintaining reproductive health independently. This study aims to determine the role of
government in reproductive health services in adolescents with mental disability in
Kudus.
Research method: This research uses qualitative descriptive research methods. The
subject of this research is the health office of Kudus and Sidorekso Primary Health
Care, triangulation of the source in Kaliwungu Disabled Scool Kudus and the parents of
the holy Kaliwungu. The Data is subsequently processed and presented in a
descriptive form.
Result: The role of government in reproductive health services in adolescents with
mental disability in Kudus. The government has played a role in accordance with
Permenkes 2017 evidenced by the policies and programs of the health Office of Kudus
conducted by the Primary Health Care regularly. But in the process of reproductive
health services in adolescents with mental disabilities there is no difference with normal
teenagers.
Conclusion: Based on research that has been done obtained from observations,
interviews, and documentation from research subjects and source triangulation was
obtained that there was a government role in the reproductive health service in
teenagers with mental disabilities in Kudus is a Primary Health Care PKPR, which is
carried out routinely by Sidorekso Primary Health Care in the form of health counselling
in the Kaliwungu Disabled School Kudus.

Keywords: The role of government, Teenagers, mental disability


1-3: Student of Prodi D-III Midwifery
4-5: Advisors of Prodi D-III Midwifery

2
PENDAHULUAN
Kesehatan reproduksi sangat terkait erat dengan masalah kesehatan
masyarakat yang perlu mendapat perhatian. Dengan memberikan perhatian yang
besar terhadap kesehatan reproduksi, dapat menjadi investasi jangka panjang dalam
upaya peningkatan kualitas bangsa. Oleh karena itu, penanganan masalah kesehatan
reproduksi perlu dilaksanakan secara bersama-sama dalam upaya peningkatan status
kesehatan, serta keadilan dan kesetaraan gender (WHO, 2009). Keadilan yang
dimaksud dalam hal ini juga mengenai keadilan untuk semua termasuk kepada kaum
difabel, sehingga kaum difabel juga berhak mendapatkan pelayanan kesehatan
reproduksi dengan baik.
Menurut World Health Organization (WHO), lebih dari 1 miliar orang atau 15%
dari populasi dunia, atau 1 dari 7 orang mengalami kecacatan, yaitu antara 110 juta
(2.2%) dan 190 juta (3.8%) orang yang berusia 15 tahun dan lebih tua, mengalami
kesulitan dalam fungsi tubuhnya (WHO, 2016). Selain itu, diperkirakan bahwa 93 juta
anak-anak atau 1 dari 20 anak usia di bawah 15 tahun, hidup dengan disabilitas
sedang atau berat. Tingkat disabilitas meningkat sebagian dikarenakan penuaan usia
dan kondisi kesehatan yang kronis, (WHO, 2015 dalam Kemenkes, 2017).
Berdasarkan hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) yang
dilaksanakan Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2012, jumlah penyandang disabilitas
di Indonesia sebanyak 6 juta orang, terdiri dari 30% disabilitas netra, 8% disabilitas
rungu-wicara, 7% disabilitas grahita/intelektual, 10% disabilitas tubuh, 3% disabilitas
yang sulit mengurus diri sendiri, dan sekitar 40% disabilitas ganda (Kemensos, 2012).
Penyandang disabilitas umumnya memiliki keterbatasan akses dalam
memperoleh pelayanan kesehatan. Sebagian besar penyandang disabilitas di
Indonesia hidup dalam kondisi rentan, terbelakang, dan miskin yang disebabkan masih
adanya pembatasan, hambatan, kesulitan, dan pengurangan atau penghilangan hak
penyandang disabilitas. Stigma, prasangka, dan penolakan akses terhadap layanan
kesehatan, pendidikan, pekerjaan, dan partisipasi dalam masyarakat menyebabkan
penyandang disabilitas akan berisiko hidup dalam kemiskinan (WHO, 2009).
Salah satu permasalahan kesehatan pada penyandang disabilitas terkait
kesehatan seksual dan reproduksi, diantaranya masih kurangnya pengetahuan
komprehensif mengenai HIV dan pengetahuan kontrasepsi. Penelitian HWDI dan
UNFPA (2016) menyebutkan hanya 5% perempuan tunarungu dan aktif secara
seksual yang menggunakan kondom saat melakukan hubungan seks. Sementara itu

3
75% responden tidak memiliki asuransi kesehatan dan tidak tahu dimana dapat
mengakses layanan kesehatan seksual dan reproduksi. Kebutuhan seksual dan
perkawinan responden juga diabaikan oleh orang tua, pengasuh, dan keluarga. Selain
itu juga dilaporkan adanya kasus perkosaan dan bentuk kekerasan seksual lainnya di
berbagai tempat.
Berdasarkan studi pendahuluan yang telah dilakukan pada tanggal 21 Mei 2019
di SLBN Kaliwungu Kudus didapatkan hasil bahwa ada 115 murid dengan 25% siswa
merupakan tunagrahita (mental). Dalam hal menjaga kesehatan reproduksi belum
sepenuhnya mampu mandiri. Pemerintah melalui Puskesmas pernah melaksanakan
penyuluhan kesehatan tetapi hanya sebatas kesehatan dasar seperti cuci tangan, sikat
gigi dan obat cacing tetapi untuk fokus pada materi kesehatan reproduksi jarang
dilakukan, padahal hal tersebut sangat dibutuhkan bagi siswa di SLBN Kaliwungu
Kudus.
Keterangan dari pihak guru yang menjadi informan pada studi pendahuluan ini
mengatakan bahwa siswa yang disabilitas mental atau tunagrahita dalam memperoleh
pendidikan kesehatan masih bisa memahami apa yang diberikan. Tetapi pada
praktiknya mereka masih sulit dan memerlukan bimbingan lebih lanjut, sehingga
pemerintah perlu melakukan strategi khusus untuk memberikan pelayanan kesehatan
reproduksi agar mampu diterima dan dalam praktiknya dapat dilaksanakan dengan
mudah pada remaja dengan disabilitas mental khususnya di SLBN Kaliwungu Kudus.
Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik untuk menyusun Penelitian dengan
judul “Peran Pemerintah dalam Pelayanan Kesehatan Reproduksi pada Remaja
dengan Disabilitas Mental di Kabupaten Kudus”.
Tujuan Penelitian untuk mengetahui peran pemerintah dalam pelayanan
kesehatan reproduksi pada remaja dengan disabilitas mental di Kabupaten Kudus.

METODE PENELITIAN
Jenis dan Desain Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kualitatif
dengan pendekatan deskriptif.
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini diambil di Dinas Kesehatan kabupaten Kudus, Puskesmas
Sidorekso, dan SLBN Kaliwungu. Waktu penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei
sampai Agustus 2019.

4
Objek Penelitian
Objek dalam penelitian ini adalah peran pemerintah dalam pelayanan
kesehatan reproduksi di kabupaten Kudus.
Subjek penelitian
Subjek dalam penelitian ini adalah Bagian Kesehatan Keluarga Dinas
Kesehatan kabupaten Kudus dan Puskesmas Sidorekso selaku unit pelaksana teknis
Dinas Kesehatan kabupaten Kudus.
Prosedur Pengumpulan Data
Langkah awal peneliti menyelesaikan kelengkapan administratif di Kesbangpol
kabupaten Kudus, kemudia melakukan pengambilan data dengan wawancara di Dinas
Kesehatan kabupaten Kudus dan Puskesmas Sidorekso
Dalam penelitian ini dokumen yang digunakan untuk memperoleh informasi yaitu
foto saat wawancara, foto buku tamu, rekaman wawancara.
Metode Pengolahan Data
Pada penelitian ini pengolahan data dilakukan dengan mereduksi data dengan
cara mengumpulkan catatan-catatan kecil hasil dari wawancara, melihat video, dan
hasil rekaman, kemudian data disajikan dengan cara mendeskripsikan hasil
wawancara yang dituangkan dalam bentuk uraian dengan teks naratif, dan didukung
oleh dokumen-dokumen, serta foto-foto maupun gambar sejenisnya. Sehingga dapat
dilakukan penarikan kesimpulan dengan pengambilan intisari dari rangkaian kategori
hasil penelitian berdasarkan observasi dan wawancara.
Uji Keabsahan Data
Teknik triangulasi yang digunakan adalah triangulasi metode, triangulasi teori
dan triangulasi sumber. Proses ini dilakukan guna menghasilkan informasi yang
memiliki tingkat kredibilitas yang tinggi dan dapat menggambarkan informasi yang
sesungguhnya terjadi di dalam ruang interaksi.

HASIL
Wawancara pada penelitian ini didapatkan hasil bahwa Dinas Kesehatan kabupaten
Kudus menjalankan program pelayanan kesehatan reproduksi remaja termasuk remaja
dengan disabilitas mental melalui program Puskesmas PKPR yang dijalankan oleh
Puskesmas di kabupaten Kudus. Program dari Pemerintah mengacu pada Permenkes
tahun 2017 Puskesmas Sidorekso juga sudah menjalankan program tersebut di SLBN
Kaliwungu. Tidak ada perbedaan pelayanan antara remaja normal dengan remaja

5
disabilitas. Pelayanan kesehatan reproduksi remaja hanya terpusat pada kesehatan
umum seperti gosok gigi, cara cebok, dan cuci tangan. Tidak ada pelatihan khusus
yang dilaksanakan untuk guru SLB, hanya ada sosialisasi tentang kesehatan pada
forum pertemuan guru-guru UKS. Penyuluhan di SLB lebih sering dilakukan di SLBN
daripada di sekolah umum.
Dokumentasi pada penelitian ini menggunakan foto dari lokasi penelitan, foto dari
informan yang teridentifikasi, foto kegiatan-kegiatan wawancara pada narasumber,
dokumen buku tamu, buku pedoman pelayanan kesehatan reproduksi bagi
penyandang disabilitas. Peneliti juga telah mencoba menggali dokumen pendukung
lain seperti form pencatatan dan pelaporan dari Puskesmas ke Dinas Kesehatan
kabupaten Kudus tetapi dari subjek penelitian tidak bersedia menunjukkan.

PEMBAHASAN
Berdasarkan wawancara terhadap 2 subjek penelitian, dokumentasi dan
triangulasi, didapatkan bahwa pelayanan kesehatan reproduksi di kabupaten Kudus
meliputi pemeriksaaan kesehatan, konseling atau penyuluhan, pendidikan kesehatan
secara umum. Subjek penelitian pertama dari Dinas Kesehatan menjelaskan secara
rinci bahwa progam-progam tersebut adalah masuk dalam Puskesmas PKPR
(Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja). Sehingga tidak ada kesenjangan keterangan
antara subjek penelitian 1, 2 dan sumber triangulasi.
Dari wawancara 4 narasumber dan dokumentasi mengatakan tidak terdapat
perbedaan secara khusus dalam pemberian pelayanan kesehatan reproduksi pada
remaja dengan disabilitas mental, akan tetapi pada remaja dengan disabiltas mental
frekuensi pemberian penyuluhan lebih sering dan pada pelayanan di Puskesmas
didahulukan. Pada pelayanan kesehatan secara umum dilakukan tetapi kesehatan
reproduksi secara khusus belum pernah dilakukan hanya sebatas menjaga kesehatan
area genatalia, sehingga tidak ada kesenjangan keterangan.
Subjek penelitian 1 mengatakan bahwa pedoman untuk pelayanan kesehatan
reproduksi bagi remaja dengan disabilitas mental mengunakan buku pedoman
pelayanan kesehatan reproduksi bagi penyandang disabilitas. Tetapi pada
pelaksaanannya tidak ada perbedaan khusus pada pelayanan kesehatan reproduksi
yang diberikan, perbedaan hanya terletak pada frekuensi pemberian yang dilakukan
lebih banyak daripada remaja normal, hal tersebut sesuai dengan keterangan dari 4
narasumber.

6
Tolok ukur keberhasilan kebijakan dilihat melalui pencatatan dan pelaporan dari
Puskesmas ke Dinas Kesehatan kabupaten Kudus, akan tetapi cakupan untuk remaja
dengan disabilitas mental masuk dalam cakupan remaja normal pada umumnya,
sedangkan dalam mengevaluasi pelayanan yang diberikan oleh Puskesmas dilakukan
dengan bertanya perkembangan anak kepada guru SLB dan orang tua/ wali murid. Hal
tersebut disampaikan oleh 4 narasumber dan tidak ada kesenjangan keterangan.
Menurut Kemenkes RI (2017) peran Dinas kabupaten/ Kota dalam pelayanan
kesehatan reproduksi bagi penyandang disabilitas adalah sebagai fasilitas
implementasi NSPK pelaksanaan pelayanan kesehatan reproduksi bagi penyandang
disabilitas, melakukan advokasi, sosialisasi, koordinasi pelaksanaan pelayanan
kesehatan reproduksi bagi penyandang disabilitas. Di kabupaten Kudus telah
dilaksanakan dengan koordinasi terhadap Puskesmas dan SLB hal tersebut sesuai
dari keterangan dari 2 subjek penelitian.
Kabupaten/ Kota bertugas meningkatkan kapasitas tenaga kesehatan dalam
pelaksaan pelayanan kesehatan reproduksi bagi penyandang disabilitas. Di kabupaten
Kudus, pelayanan kesehatan reproduksi bagi penyandang disabilitas dilaksanakan
oleh tenaga kesehatan yang telah menguasai tentang kesehatan reproduksi, tetapi
belum ada pelatihan khusus untuk meningkatkan kapasitas tenaga kesehatan dalam
pelaksaan pelayanan kesehatan reproduksi bagi penyandang disabilitas. Hal tersebut
sudah sesuai dengan peraturan yang ada dan tidak ada kesenjangan.
Kabupaten/ Kota juga bertugas melaksanakan bimbingan teknis bagi pengelola
program secara berjenjang, membangun kemitraan dengan organisasi profesi, institusi
pendidikan, LSM atau pihak terkait lainnya untuk mendukung pelaksanaan
pelaksanaan pelayanan kesehatan reproduksi bagi penyandang disabilitas,
menetapkan Puskesmas dan Rumah Sakit untuk jejaring rujukan pelaksanaan
pelayanan kesehatan reproduksi bagi penyandang disabilitas, pencatatan dan
pelaporan, dan Monitoring dan evaluasi. Di kabupaten Kudus telah dilaksanaan oleh
Dinas Kesehatan dan Puskesmas, juga telah bekerja sama dengan SLBN dan orang
tua sebagai pihak terkait dalam proses pelayanan kesehatan reproduksi bagi
penyandang disabilitas. Pencatatan dan pelaporan juga telah dilaksanakan secara
berjenjang dari Puskesmas ke Dinas Kesehatan kabupaten Kudus yang menjadi
evaluasi dari pelayanan yang dijalankan. Hal tersebut sudah sesuai dengan peraturan
yang ada dan tidak ada kesenjangan.

7
Selain itu kabupaten/ Kota bertugas menyediakan media KIE terkait komponen
kesehatan reproduksi. Namun dalam hal ini Dinas Kesehatan kabupaten Kudus
melimpahkan tugas kepada Puskesmas, padahal hal tersebut merupakan peranan
pemerintah daerah tingkat kabupaten yaitu Dinas Kesehatan. Maka hal tersebut belum
dilaksanakan sesuai dengan peraturan yang ada.
Menurut Kemenkes RI (2017) peran Puskesmas dalam pelayanan kesehatan
reproduksi bagi penyandang disabilitas adalah sebagai berikut:
1. Melakukan pelayanan kesehatan reproduksi bagi penyandang disabilitas
2. Membangun kemitraan dengan organisasi profesi, institusi pendidikan, LSM atau
pihak terkit lainnya untuk mendukung pelaksanaan pelayanan kesehatan
reproduksi bagi penyandang disabilitas.
3. Menyediakan media KIE terkait komponen kesehatan reproduksi.
4. Pencatatan dan pelaporan
5. Monitoring dan evaluasi.
Berdasarkan keterangan dari 4 narasumber mengatakan bahwa Puskesmas
memberikan pelayanan kesehatan reproduksi yang terfokus pada penyuluhan
kesehatan remaja dengan disabilitas di SLB yang berada di wilayah kerjanya. Materi
yang diberikan berupa pelayanan kesehatan ketrampilan kesehatan diri yaitu: sikat
gigi, cuci tangan, yang terfokus pada kesehatan reproduksi hanya mengenai personal
hyegiene seperi cara cebok, ganti pembalut. Pada proses evaluasi Puskesmas
melibatkan orang tua dan guru SLB serta melakukan pencatatan dan pelaporan ke
Dinas Kesehatan kabupaten Kudus.
Dari keterangan 4 narasumber, Puskesmas telah memberiakan KIE dan
membuat matei yang diberikan berupa pelayanan kesehatan ketrampilan kesehatan
diri yaitu: sikat gigi, cuci tangan, memakai pakaian yang terfokus pada kesehatan
reproduksi hanya mengenai personal hyegiene seperi cara cebok, ganti pembalut.
Bentuk materi yang diberikan mengunakan LCD, lembar balik, dan alat peraga lain.
Pemberian materi diberikan dengan frekuensi praktik lebih banyak Peran Puskesmas
dalam pelayanan kesehatan reproduksi bagi remaja dengan disabilitas mental sudah
sesuai dengan Kemenkes RI tahun 2017.
Berdasarkan hasil observasi keberhasilan pelayanan kesehatan reproduksi yang
diberikan Puskesmas di SLBN Kaliwungu Kudus sebagian siswa sudah bisa menjaga
kesehatan area genitalia secara mandiri seperti buang air kecil, cebok sendiri, dan SLB
sudah terdapat kamar mandi terpisah antara perempuan dan laki-laki, tetapi saat
wawancara dengan guru didapatkan hasil bahwa siswa saat buang air kecil baik itu

8
perempuan maupun laki-laki didampingi oleh guru yang sedang mengajar meskipun
dari guru berbeda jenis kelamin terkadang guru laki-laki mengantarkan siswi
perempuan ke kamar mandi, padahal siswi sudah kategori baligh. Sesuai dengan hasil
tersebut masih memerlukan pengarahan pada guru SLB mengenai perbedaan seks
dan gender tentang kesehatan reproduksi.

KESIMPULAN
Berdasarkan penelitian yang sudah dilakukan dapat disimpulkan bahwa
terdapat peran pemerintah dalam pelayanan kesehatan reproduksi pada remaja
dengan disabilitas mental. Pemerintah sudah berperan sesuai dengan Permenkes
tahun 2017 dibuktikan dengan adanya kebijakan dan program dari Dinas Kesehatan
Kabupaten Kudus yang dijalankan oleh Puskesmas secara rutin yaitu berupa
Puskesmas PKPR (Program Kesehatan Peduli Remaja) yang dijalankan secara rutin
oleh Puskesmas Sidorekso berupa penyuluhan kesehatan di SLBN Kaliwungu Kudus.

DAFTAR PUSTAKA
Deputi Bidang Perlindungan Perempuan. 2009. Deputi Bidang Perlindungan
Perempuan (Gambaran Masalah Sosial Perempuan dan Besaran Jumlah
Penyandang Cacat di Indonesia). Jakarta: KPPPA

Ditjen Rehabilitasi Sosial, Kementerian Sosial RI. 2012. Pelayanan Penyandang


Disabilitas dalam Menggunakan Berbagai Sarana Aksebilitas Sumber:
http://www.kemsos.go.id/modules.php?name=News&file=article&sid=18765
Diunduh 19 Mei 2019 Pukul 22.00 WIB.

HWDI and UNFPA. 2016. Gender Based Violence Issues and Sexual Reproductive
Health Needs of Women with Disabilities in Jakarta. Women and Young Person
with Disabilities. Vol.7 No. 4.

Kemenkes RI. 2017. Pedoman Pelaksanaan Pelayanan Kesehatan Reproduksi Bagi


Penyandang Disabilitas Usia Dewasa. Jakarta: Kemenkes RI.

Lembaga SAPDA.2015.Panduan bagi Orangtua dan Pendamping (Kesehatan Seksual


dan Reproduksi Remaja dengan Disabilitas).

Mangunsong, F. (2014). Psikologi dan Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus. Jilid


Kesatu. Depok: Lembaga Pengembangan Sarana Pengukuran dan Pendidikan
Psikologi (LPSP3).

SDKI. 2017. Kesehatan Reproduksi Remaja: Indikator Utama. Jakarta: Kemenkes RI.

WHO dan UNFPA. 2009. Promoting Sexual and Reproductive Health for Persons with
Disabilities: WHO/UNFPA Guidance.

9
. 2015. Global Disability Action Plan 2014-2021: Better Health for All People with
Disability.

. 2016. Disability and Health. Sumber: http:


//www.who.int/mediacentre/factsheets/fs352/en/Reviewed. Diunduh 13 Mei
2017 Pukul 10.00 WIB.

10

Anda mungkin juga menyukai