Anda di halaman 1dari 12

Pemanfaatan Puskesmas diantara Lansia di Jawa Timur

Hario Megatsari1, Nurhasmadiar Nandini2, Agung Dwi Laksono3


1
Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Airlangga, Surabaya, Indonesia
2
Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Diponegoro, Semarang, Indonesia
3
Badan Riset dan Inovasi Nasional, Jakarta, Indonesia.

Email Penulis Korespondensi: 1hario.megatsari@fkm.unair.ac.id


2
nurhasmadiar@lecturer.undip.ac.id 3agung.dwi.laksono@brin.go.id

ABSTRAK

Latar belakang: Menurut WHO, lansia adalah salah satu kelompok rentan selain anak-anak
dan ibu hamil. Penelitian ditujukan untuk menganalisis faktor-faktor yang berkaitan dengan
pemanfaatan Puskesmas diantara Lansia di Jawa Timur.
Metode: Penelitian ini menganalisis data sekunder dari Riset Kesehatan Dasar tahun 2018.
Dengan metode stratifikasi dan multistage random sampling, penelitian ini merekrut 25.034
lansia di Jawa Timur sebagai sampel. Selain pemanfaatan Puskesmas sebagai variabel
dependen, tempat tinggal, umur, jenis kelamin, perkawinan, pendidikan, pekerjaan, sosio-
ekonomi, asuransi kesehatan, dan waktu tempuh ke Puskesmas sakit dianalisis sebagai
variabel independen. Data dianalisis menggunakan regresi logistik biner.
Hasil: Hasil penelitian menemukan bahwa umur berkaitan dengan pemanfaatan Puskesmas.
Lansia laki-laki memiliki kemungkinan 0,874 kali dibanding lansia perempuan untuk
memanfaatkan Puskesmas (OR 0,874; 95% CI 0,869-0,879). Status perkawinan, pendidikan,
pekerjaan, dan sosio-ekonomi, juga ditemukan signifikan berkaitan dengan pemanfaatan
Puskesmas. Sementara, lansia yang memiliki asuransi kesehatan yang dikelola pemerintah
memiliki kemungkinan 1,883 kali lebih tinggi dibanding lansia yang tidak memiliki asuransi
kesehatan untuk memanfaatkan layanan Puskesmas, sedangkan jenis asuransi lainnya
memiliki kemungkinan pemanfaatan Puskesmas yang lebih rendah. Berdasarkan waktu
tempuh ke Puskesmas, lansia yang memiliki waktu tempuh ≤10 menit memiliki kemungkinan
1,099 kali dibanding lansia yang memiliki waktu tempuh >10 menit untuk memanfaatkan
Puskesmas (OR 1,099; 95% CI 1,094-1,105).
Kesimpulan: Ada tujuh variabel yang memiliki keterkaitan dengan pemanfaatan Puskesmas
diantara lansia di Jawa Timur: umur, jenis kelamin, perkawinan, pendidikan, pekerjaan,
kepemilikan asuransi, dan waktu tempuh menuju Puskesmas. Pengambil kebijakan dapat
memanfaatkan hasil penelitian untuk menentukan sasaran spesifik akselerasi peningkatan
pemanfaatan Puskesmas bagi lansia di Jawa Timur.

Kata kunci: lansia, Puskesmas, pelayanan kesehatan, pemanfaatan pelayanan kesehatan,

ABSTRACT

1
Background: According to WHO, the elderly are one of the vulnerable groups apart from
children and pregnant women. The study aimed to analyze the factors related to the
Puskesmas utilization among the elderly in East Java.
Methods: This study analyzed secondary data from the 2018 Indonesia Basic Health Survey.
Using the stratification method and multistage random sampling, this study recruited 25,034
elderly people in East Java as samples. In addition to the Puskesmas utilization as the
dependent variable, residence, age, gender, marriage, education, occupation, socio-
economics, insurance, and travel time to the Puskesmas were analyzed as independent
variables. Data were analyzed using binary logistic regression.
Results: The study results found that age was related to the Puskesmas utilization. Elderly
men have 0.874 times more probability than elderly women to use the Puskesmas (OR 0.874;
95% CI 0.869-0.879). Marital, education, occupation, and socio-economic, were also found
to be significantly related to the Puskesmas utilization. Meanwhile, the elderly who have
health insurance managed by the government have a 1.883 times higher probability than the
elderly who do not have health insurance to take advantage of the Puskesmas services, while
other types of insurance have a lower probability of using the Puskesmas. Based on the travel
time to the Puskesmas, the elderly who had a travel time of 10 minutes or less were 1.099
times more likely than the elderly who had a travel time of >10 minutes to use the Puskesmas
(OR 1.099; 95% CI 1.094-1.105).
Conclusion: There are seven variables that have a relationship with the utilization of the
Puskesmas among the elderly in East Java: age, gender, marriage, education, occupation,
insurance, and travel time to the Puskesmas. Policy makers can use the research results to
determine specific targets for accelerating the increase in the utilization of Puskesmas for the
elderly in East Java.

PENDAHULUAN

Puskesmas merupakan tempat pelayanan kesehatan primer yang memberikan


pelayanan kesehatan baik bagi masyarakat maupun individu. Pada perannya menyediakan
layanan kesehatan bagi individu, Puskesmas berperan sebagai gerbang awal pelayanan
kesehatan atau gatekeeper pada pelayanan kesehatan formal. Sebagai gatekeeper, Puskesmas
berperan sebagai fasilitas kesehatan tingkat pertama yang berperan memberikan pelayanan
kesehatan dasar secara optimal sesuai dengan standar 1. Dalam upaya peningkatan
kesejahteraan serta kualitas hidup lansia, sangat dibutuhkan pelayanan yang berkualitas dan
komprehensif mulai dari Puskesmas sebagai fasilitas kesehatan tingkat pertama. Pemenuhan
kebutuhan pelayanan kesehatan bagi lansia sangat dipengaruhi dengan ketersediaan sumber
daya kesehatan, peralatan yang memadai untuk mendukung program, kebijakan pemerintah,
dan faktor lainnya. Karena itu, upaya peningkatan akses pelayanan kesehatan telah menjadi
tujuan kebijakan publik yang penting selama beberapa dekade 2,3.
Penduduk lansia adalah salah satu kelompok masyarakat rentan karena memiliki daya
tahan tubuh yang lebih rendah dibandingkan masyarakat kelompok usia dewasa pada
umumnya. Selain itu, World Health Organization menyatakan bahwa jumlah dan proporsi
penduduk dengan lansia atau penduduk dengan usia di atas 60 tahun mulai menunjukkan
peningkatan. Pada tahun 2019, tercatat sekitar 1 milyar penduduk dengan usia 60 tahun
keatas. Angka tersebut diperkirakan akan terus meningkat pada tahun berikutnya. WHO
memperkirakan jumlah penduduk dengan usia diatas 60 tahun akan meningkat pada tahun
2030 menjadi sekitar 1,4 milyar penduduk, dan 2,1 milyar pada tahun 2050. Peningkatan ini
akan terus terjadi, terutama di negara berkembang 4.

2
Pertambahan usia akan menyebabkan tubuh mengalami penurunan akibat proses
penuaan, hampir semua fungsi organ dan gerak akan mengalami penurunan serta diikuti
dengan menurunnya imunitas tubuh. Hal tersebut menyebabkan penduduk usia lansia
termasuk golongan masyarakat yang rentan untuk terkena penyakit. Beberapa masalah
penurunan kemampuan fisik pada lansia misalnya penurunan pada fungsi sistem
musculoskeletal, sistem syaraf, sistem kardiovaskular, serta sistem respirasi. Penurunan pada
beberapa sistem tubuh tersebut menyebabkan penurunan kemampuan aktivitas fisik pada
penduduk lansia 5,6. Penelitian sebelumnya di Jawa Barat menunjukkan bahwa 77,6% lansia
yang menunjukkan tingkat aktivitas fisik sedang, dan 15,5% lansia menunjukkan tingkat
aktivitas fisik rendah. Hal ini menunjukkan bahwa penduduk usia lansia cukup kesulitan
untuk melakukan aktivitas fisik yang tinggi.
Selain mengalami masalah kesehatan secara fisik, penduduk lansia juga rentan
mengalami kesehatan mental. Penelitian di Kabupaten Lampung Selatan menunjukkan bahwa
sebagian besar lansia yang mengalami masalah kesehatan fisik juga mengalami masalah
kesehatan mental seperti stress akibat masalah kesehatan fisiknya. Karena itu penduduk usia
lansia khususnya yang telah mengalami masalah kesehatan fisik, membutuhkan pelayanan
kesehatan yang optimal untuk menangani masalah kesehatannya serta dukungan keluarga
terdekat untuk memberikan dukungan iya 7. Umumnya, lansia cenderung tidak memiliki
kontrol terkait pengambilan keputusan di keluarga untuk dirinya sendiri. Penelitian
sebelumnya di India juga menyatakan bahwa beberapa lansia cenderung kekurangan
dukungan dari keluarga dan kesehatannya tidak menjadi prioritas dalam keluarga. Khususnya
karena tingginya angka migrasi penduduk usia muda, sehingga anggota keluarga yang lain
cenderung kurang memperhatikan status kesehatan lansia karena tidak menjadi prioritas
utama dalam keluarga 8.
Menurut World Health Assembly, sistem kesehatan nasional yang berlaku di suatu
negara menyatakan bahwa pelayanan kesehatan lansia harus tersedia fasilitas kesehatan
primer. Seluruh lapisan masyarakat, berhak mendapatkan pelayanan kesehatan yang
dibutuhkan 8. Penduduk lansia memiliki masalah kesehatan dan masalah sosial yang khusus
dan juga membutuhkan pelayanan kesehatan yang spesifik. Pelayanan kesehatan diharapkan
dapat memenuhi sarana prasarana yang dibutuhkan untuk memberikan pelayanan kesehatan
kepada penduduk lansia 9. Penelitian sebelumnya menyatakan bahwa hanya sekitar 54%
proporsi penduduk lanjut usia yang memanfaatkan pelayanan kesehatan dasar secara gratis,
Sebagian lainnya tidak pernah memanfaatkan pelayanan kesehatan dasar gratis dan memilih
untuk melakukan pengobatan sendiri apabila mereka merasa tidak mampu mengakses
pelayanan kesehatan 2. Hasil penelitian lainnya menyatakan bahwa terdapat berbagai
hambatan yang mengurangi kemampuan penduduk lansia untuk mengakses pelayanan
kesehatan, seperti status sosial ekonomi, geografis tempat tinggal, dan lain sebagainya 3. Perlu
adanya perhatian khusus terkait akses penduduk lansia terhadap pelayanan kesehatan primer
yang berkualitas khususnya dalam upaya preventif dan promotif untuk meningkatkan status
kesehatan penduduk usia lansia 10. Berdasarkan uraian latar belakang, penelitian ditujukan
untuk menganalisis faktor-faktor yang berkaitan dengan pemanfaatan Puskesmas diantara
Lansia di Jawa Timur.

METODE
Sumber Data
Penelitian ini menggunakan data sekunder dari Survei Kesehatan Dasar Indonesia
2018. Survei tersebut merupakan survei potong lintang sectional berskala nasional yang

3
dilakukan oleh Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Populasi penelitian adalah
seluruh lansia (≥ 50 tahun) di Indonesia 11. Studi ini menggambarkan 25.034 responden
sebagai sampel tertimbang melalui stratifikasi dan multistage random sampling. Pengumpulan
data dilakukan dengan wawancara tatap muka dengan lansia atau pengasuh.

Variabel
Penelitian ini menggunakan pemanfaatan Puskesmas sebagai variabel dependen.
Variabel ini didefinisikan sebagai akses Puskesmas oleh lansia, baik rawat jalan maupun
rawat inap. Rawat jalan terbatas pada satu bulan terakhir sebelum survei, sedangkan rawat
inap terbatas pada tahun lalu sebelum survei. Berdasarkan batasan waktu tersebut diharapkan
responden dapat mengingat kejadian rawat jalan dan rawat inap dengan benar 12.
Penelitian ini menggunakan sembilan faktor sebagai variabel independen termasuk
jenis tempat tinggal, umur, jenis kelamin, status perkawinan, tingkat pendidikan, jenis
pekerjaan, status sosio-ekonomi, kepemilikan asuransi kesehatan, dan waktu tempuh untuk
bepergian ke Puskesmas.
Studi ini membagi jenis tempat tinggal menjadi dua kategori: perkotaan dan pedesaan.
kategorisasi kota-desa ini berdasarkan ketentuan Badan Pusat Statistik. Umur ditentukan
berdasarkan ulang tahun terakhir. Jenis kelamin dibagi menjadi laki-laki dan perempuan.
Status perkawinan diklasifikasikan menjadi tiga kelompok: tidak pernah menikah, menikah,
dan janda/duda.
Tingkat pendidikan didefinisikan sebagai pendidikan tertinggi atau ijazah terakhir
yang diperoleh. Tingkat pendidikan dikategorikan ke dalam empat jenjang: tidak pernah
sekolah, pendidika primer (SD-SLTP), pendidikan sekunder (SLTA), dan Perguruan Tinggi.
Jenis pekerjaan dikategorikan menjadi enam: tidak bekerja, PNS/TNI/Polri/BUMN/BUMD,
pegawai, pengusaha, petani/nelayan/buruh, dan lainnya.
Tingkat sosio-ekonomi ditentukan berdasarkan rumus indeks kekayaan. Indeks
kekayaan ditentukan berdasarkan rata-rata tertimbang dari pengeluaran keseluruhan keluarga
dan dihitung berdasarkan pengeluaran rumah tangga utama seperti asuransi kesehatan,
makanan, akomodasi, dan barang-barang lainnya. Indeks pendapatan diklasifikasikan menjadi
lima kategori: paling miskin, miskin, menengah, kaya, dan paling kaya 13.
Kepemilikan asuransi kesehatan dikategorikan menjadi empat jenis: tidak memiliki
asuransi, memiliki asuransi yang dikelola pemerintah, memiliki asuransi yang dikelola
swasta, dan memiliki kedua jenis asuransi (yang dikelola pemerintah dan swasta). Waktu
tempuh menuju Puskesmas terdiri dari dua kategori: ≤ 10 menit dan > 10 menit.

Analisis Data
Pada tahap awal uji Chi-Square digunakan untuk membuat perbandingan bivariat.
Kemudian, uji kolinearitas digunakan untuk menjamin bahwa variabel independen dalam
model regresi akhir tidak memiliki hubungan yang kuat satu sama lain. Terakhir, regresi
logistik biner digunakan untuk menguji hubungan multivariabel antara semua variabel
independen dan pemanfaatan Puskesmas. Aplikasi IBM SPSS 22.0 digunakan untuk seluruh
proses analisis statistik.
Penelitian ini juga menggunakan ArcGIS 10.3 (ESRI Inc., Redlands, CA, USA) untuk
memetakan pemanfaatan Puskesmas diantara lansia di Jawa Timur menurut kabupaten/kota
pada tahun 2018. Badan Pusat Statistik menyediakan shapefile poligon perbatasan
administratif untuk penelitian ini.

Persetujuan Etik

4
Komite Etik Nasional telah menyetujui kelaikan etik Riset Kesehatan Dasar tahun
2018 (Nomor: LB.02.01/2/KE.024/2018). Semua identitas responden telah dihapus dari
dataset.

HASIL

Hasil analisis menemukan bahwa pemanfaatan Puskesmas oleh lansia di Jawa Timur
pada tahun 2018 mencapai 6,9%. Selanjutnya, Gambar 1 merupakan gambaran peta distibusi
pemanfaatan Puskesmas diantara lansia berdasarkan kabupaten/kota di Jawa Timur. Terlihat
bahwa pola distribusi bersifat acak. Tidak ditemukan pola atau kecenderungan secara spasial
berdasar peta tersebut.

Gambar 1. Peta distribusi pemanfaatan Puskesmas diantara lansia berdasarkan


kabupaten/kota di Jawa Timur, 2018

Tabel 1 merupakan statistik deskriptif pemanfaatan Puskesmas diantara lansia di Jawa


Timur. Berdasarkan tempat tinggal, lansia yang tinggal di pedesaan sedikit lebih banyak
dibanding yang tinggal di perkotaan, baik pada kelompok yang memanfaatkan maupun tidak
memanfaatkan Puskesmas. Secara bivariat, hubungan kedua variabel ini tidak signifikan
berkaitan.

Tabel 1. Statistik Deskriptif Pemanfaatan Puskesmas diantara Lansia di Jawa Timur,


Indonesia, 2018 (n=25.034)

5
Pemanfaatan
Puskesmas
Karakteristik Lansia Tidak p-value
Memanfaatkan
Memanfaatkan
(n=1.868)
(n=23.166)
Tempat Tinggal 0,351
● Perkotaan 49,8% 49,7%
● Pedesaan 50,2% 50,3%
Jenis Kelamin < 0,001
● Laki-laki 47,9% 41,5%
● Perempuan 52,1% 58,5%
Umur (rerata) (61,39) (62,78) < 0,001
Status Perkawinan < 0,001
● Tidak pernah menikah 1,3% 0,8%
● Menikah 72,6% 68,9%
● Janda/Duda 26,2% 30,3%
Tingkat Pendidikan < 0,001
● Tidak sekolah 20,3% 21,5%
● SD-SLTP 64,1% 70,0%
● SLTA 10,4% 6,3%
● PT 5,2% 2,2%
Jenis Pekerjaan < 0,001
● Tidak bekerja 30,6% 39,2%
● PNS/TNI/Polri/BUMN/BUMD 2,8% 1,6%
● Pegawai 4,1% 2,6%
● Pengusaha 14,9% 15,9%
● Petani/Nelayan/Buruh 43,2% 37,0%
● Lainnya 4,5% 3,7%
Status Sosio-ekonomi < 0,001
● Paling miskin 25,6% 27,3%
● Miskin 20,4% 22,2%
● Menengah 17,2% 19,3%
● Kaya 18,6% 18,1%
● Paling kaya 18,2% 13,0%
Kepemilikan Asuransi < 0,001
● Tidak memiliki 36,0% 24,1%
● Asuransi pemerintah 61,8% 75,5%
● Asuransi swasta 1,6% 0,4%
● Asuransi pemerintah + swasta 0,6% 0,1%
Waktu tempuh ke Puskesmas < 0,001
● ≤ 10 menit 52,2% 53,9%
● > 10 menit 47,8% 46,1%

Berdasarkan jenis kelamin, lansia perempuan mendominasi di kedua kelompok


pemanfaatan Puskesmas. Sementara berdasarkan status perkawinan, lansia yang menikah juga
mendominasi di kedua kelompok pemanfaatan Puskesmas.
Tabel 1 menunjukkan lansia dengan tingkat pendidikan SD-SLTP mendominasi di
kedua kelompok pemanfaatan Puskesmas. Berdasarkan jenis pekerjaan, lansia yang bekerja
sebagai petani/nelayan/buruh mendominasi kelompok yang tidak memanfaatkan Puskesmas,
sementara lansia yang tidak bekerja mendominasi kelompok yang memanfaatkan Puskesmas.
Berdasarkan status sosio-ekonomi, lansia paling miskin mendominasi di kedua
kelompok pemanfaatan Puskesmas. Sementara, lansia yang memiliki asuransi yang dikelola

6
pemerintah mendominasi di kedua kelompok pemanfaatan Puskesmas. Lebih lanjut, lansia
dengan waktu tempuh ≤ 10 menit menuju Puskesmas juga ditemukan mendominasi di kedua
kelompok pemanfaatan Puskesmas.
Hasil uji kolinearitas pemanfaatan Puskesmas diantara lansia di Jawa Timur
menunjukkan bahwa semua variabel bebas tidak memiliki hubungan yang kuat satu sama lain.
Nilai toleransi lebih dari 0,10 untuk semua variabel, dan nilai variance inflation factor (VIF)
kurang dari 10,00 untuk semua faktor secara bersamaan. Berdasarkan pengambilan keputusan
pengujian dapat dinyatakan bahwa model regresi tidak memiliki gejala multikolinearitas.
Tabel 2 menunjukkan hasil regresi logistik biner pemanfaatan Puskesmas diantara
lansia di Jawa Timur. Analisis pada tahap akhir ini menggunakan ‘tidak memanfaatkan
Puskesmas' sebagai referensi.

Tabel 2. Regresi logistik biner pemanfaatan puskesmas diantara lansia di Jawa Timur,
Indonesia, 2018 (n=25.034)
Memanfaatkan Puskesmas

Prediktor 95% Confidence Interval


p-value OR Batas Batas
Bawah Atas
Umur **< 0,001 1,009 1,009 1,009
Jenis kelamin: Laki-laki **< 0,001 0,874 0,869 0,879
Jenis kelamin: Perempuan - - - -
Perkawinan: Tidak pernah menikah **< 0,001 0,761 0,740 0,782
Perkawinan: Menikah **< 0,001 1,040 1,034 1,047
Perkawinan: Janda/Duda - - - -
Pendidikan: Tidak pernah sekolah - - - -
Pendidikan: SD-SLTP **< 0,001 1,105 1,098 1,112
Pendidikan: SLTA **< 0,001 0,622 0,614 0,630
Pendidikan: PT **< 0,001 0,408 0,400 0,417
Pekerjaan: Tidak bekerja - - - -
Pekerjaan: PNS/TNI/Polri/BUMN/BUMD **< 0,001 1,071 1,046 1,096
Pekerjaan: Pegawai **< 0,001 0,814 0,801 0,827
Pekerjaan: Pengusaha *0,013 0,990 0,982 0,998
Pekerjaan: Petani/Nelayan/Buruh **< 0,001 0,688 0,683 0,692
Pekerjaan: Lainnya **< 0,001 0,764 0,754 0,775
Sosio-ekonomi: Paling miskin - - - -
Sosio-ekonomi: Miskin **< 0,001 1,018 1,011 1,025
Sosio-ekonomi: Menengah **< 0,001 1,059 1,051 1,067
Sosio-ekonomi: Kaya **< 0,001 0,957 0,950 0,965
Sosio-ekonomi: Paling kaya **< 0,001 0,779 0,772 0,786
Asuransi: Tidak memiliki - - - -
Asuransi: Dikelola pemerintah **< 0,001 1,883 1,872 1,894
Asuransi: Dikelola swasta **< 0,001 0,527 0,508 0,548
Asuransi: Keduanya (pemerintah dan **< 0,001 0,305 0,281 0,332
swasta)
Waktu tempuh: ≤ 10 menit **< 0,001 1,099 1,094 1,105
Waktu tempuh: > 10 menit - - - -
Keterangan: *Signifikan pada level < 0,05; **Signifikan pada level < 0,001

Tabel 2 mengindikasikan bahwa umur berkaitan dengan pemanfaatan Puskesmas


diantara lansia di jawa Timur. Berdasarkan jenis kelamin, lansia laki-laki memiliki

7
kemungkinan 0,874 kali dibanding lansia perempuan untuk memanfaatkan Puskesmas (OR
0,874; 95% CI 0,869-0,879).
Berdasarkan status perkawinan, lansia yang tidak pernah menikah memiliki
kemungkinan 0,761 kali dibanding lansia yang berstatus janda/duda untuk memanfaatkan
Puskesmas (OR 0,761; 95% CI 0.740-0,782). Sedangkan lansia yang menikah memiliki
kemungkinan 1,040 kali dibanding lansia yang berstatus janda/duda untuk memanfaatkan
Puskesmas (OR 1,040; 95% CI 1m034-1,047).
Tabel 2 menunjukkan bahwa lansia lulusan SD-SLTP memiliki kemungkinan 1,105
kali dibanding lansia yang tidak pernah sekolah untuk memanfaatkan Puskesmas (OR 1,105;
95% CI 1,098-1,112). lansia lulusan SLTA memiliki kemungkinan 0,622 kali dibanding
lansia yang tidak pernah sekolah untuk memanfaatkan Puskesmas (OR 0,622; 95% CI 0,614-
0,630). Lebih lanjut, lansia lulusan PT memiliki kemungkinan 0,408 kali dibanding lansia
yang tidak pernah sekolah untuk memanfaatkan Puskesmas (OR 0,408; 95% CI 0,400-0,417).
Hasil analisis menunjukkan bahwa lansia yang bekerja sebagai
PNS/TNI/Polri/BUMN/BUMD memiliki kemungkinan 1,071 kali dibanding lansia yang tidak
bekerja untuk memanfaatkan Puskesmas (OR 0,1071; 95% CI 1,046-1,096). Sementara jenis-
jenis pekerjaan lansia lainnya memiliki kemungkinan yang lebih rendah dibanding tidak
bekerja untuk memanfaatkan Puskesmas di Jawa Timur.
Berdasarkan tingkat sosio-ekonomi, lansia yang miskin dan menengah memiliki
kemungkinan lebih tinggi dibanding lansia paling miskin untuk memanfaatkan Puskesmas.
Sebaliknya, lansia yang kaya dan paling kaya memiliki kemungkinan lebih rendah dibanding
lansia paling miskin untuk memanfaatkan Puskesmas.
Tabel 2 menggambarkan bahwa lansia yang memiliki asuransi kesehatan yang
dikelola pemerintah memiliki kemungkinan 1,883 kali lebih tinggi dibanding lansia yang
tidak memiliki asuransi kesehatan untuk memanfaatkan layanan Puskesmas (OR 1,883; 95%
CI 1,872-1,894). Sementara jenis asuransi lainnya memiliki kemungkinan pemanfaatan
Puskesmas yang lebih rendah.
Berdasarkan waktu tempuh ke Puskesmas, lansia yang memiliki waktu tempuh ≤ 10
menit memiliki kemungkinan 1,099 kali dibanding lansia yang memiliki waktu tempuh > 10
menit untuk memanfaatkan Puskesmas (OR 1,099; 95% CI 1,094-1,105).

PEMBAHASAN

Hasil analisis menemukan bahwa berdasarkan jenis kelamin lansia laki-laki memiliki
kemungkinan lebih rendah dibanding lansia perempuan untuk memanfaatkan Puskesmas.
Hasil tersebut dapat berarti lansia perempuan lebih aktif dan memiliki sikap positif untuk
mengunjungi Puskesmas dan mengontrol kesehatan dibandingkan dengan lansia laki-laki 14,15.
Hasil juga didukung dengan penelitian sebelumnya yang menyebutkan bahwa Jenis kelamin
memiliki hubungan dengan keaktifan mengunjungi pelayanan kesehatan 16. Perempuan lebih
banyak yang mengunjungi Pobindu PTM dibandingkan dengan laki-laki 14,17.
Hasil studi menginformasikan bahwa status perkawinan juga ditemukan berkaitan
dengan pemanfaatan Puskesmas. Hasil penelitian didukung oleh studi sebelumnya yang
menyatakan bahwa lansia yang berstatus kawin memiliki tingkat kunjungan ke Puskesmas
yang lebih baik dari lansia yang tidak kawin 17. Lansia yang berstatus kawin memiliki
kemungkinan lebih tinggi untuk mendapatkan dukungan dari keluarga dan pasangan dalam
mengakses pelayanan kesehatan. Dukungan dari keluarga memiliki peluang 39,58 kali lebih
untuk membuat lansia aktif mengunjungi Posyandu lansia, dibandingkan dengan keluarga
yang tidak mendukung 18.

8
Lebih lanjut, tingkat pendidikan secara signifikan diindikasikan berkaitan dengan
pemanfaatan Puskesmas. Lansia yang tidak sekolah memiliki kemungkinan yang lebih rendah
untuk memanfaatkan Puskesmas dibandingkan lansia yang sekolah. Namun, semakin tinggi
pendidikan lansia semakin rendah keaktifannya dalam memanfaatkan Puskesmas apabila
dibandingkan dengan lansia yang berpendidikan lebih rendah, salah satu faktornya adalah
lansia berpendidikan tinggi cenderung memiliki kualitas hidup dengan lebih baik dibanding
lansia yang berpendidikan lebih rendah 19. Hasil penelitian juga didukung dengan studi
sebelumnya yang menyebutkan bahwa tingkat pendidikan memiliki hubungan dengan
pemanfaatan pelayanan kesehatan 20. Namun, bertentangan dengan studi yang dilakukan oleh
Irawan dan Ainy (2018) yang menyebutkan bahwa tingkat pendidikan tidak berhubungan
dengan pemanfaatan pelayanan kesehatan.
Hasil analisis menemukan jenis pekerjaan berhubungan dengan pemanfaatan
Puskesmas. Lansia yang bekerja sebagai PNS/TNI/Polri/BUMN/BUMD memiliki
kemungkinan lebih tinggi untuk memanfaatkan Puskesmas apabila dibandingkan dengan
lansia yang tidak bekerja. Hasil penelitian tersebut didukung oleh studi sebelumnya yang
menyatakan bahwa lansia yang bekerja memiliki kecenderungan untuk aktif berkunjung ke
Posbindu PTM sebesar 0,251 kali dibandingkan dengan lansia yang tidak bekerja 14. Hanya
saja, hasil penelitian bertentangan dengan studi yang dilakan oleh (Erdiwan, Sinaga dan
Sinambela, (2020) yang menyatakan bahwa pekerjaan tidak memiliki hubungan dengan
pemanfaatan pelayanan kesehatan. Bertentangan juga dengan hasil penelitian yang dilakukan
oleh Irawan dan Ainy (2018) yang menyatakan bahwa status pekerjaan tidak memiliki
hubungan dengan pemanfaatan pelayanan kesehatan di Puskesmas.
Hasil analisis mengindikasikan lansia yang miskin dan menengah memiliki
kemungkinan lebih tinggi dibanding lansia paling miskin untuk memanfaatkan Puskesmas.
Sebaliknya, lansia yang kaya dan paling kaya memiliki kemungkinan lebih rendah dibanding
lansia paling miskin untuk memanfaatkan Puskesmas. Hasil penelitian didukung dengan studi
sebelumnya yang menyatakan bahwa penghasilan memiliki hubungan dengan pemanfaatan
Posbindu PTM 14. Didukung juga oleh penelitian yang dilakukan Rabbaniyah et al., (2019)
bahwa pendapatan kepala keluarga berpengaruh terhadap pemanfaatan fasilitas kesehatan.
Namun, hasil penelitian bertentangan dengan studi yang dilakukan oleh Oktarianita, Sartika
dan Wati (2021) bahwa pendapatan tidak berhubungan dengan pemanfaatan Puskesmas
sebagai pelayanan primer.
Lansia yang memiliki asuransi kesehatan yang dikelola pemerintah memiliki
kemungkinan lebih tinggi dibanding lansia yang tidak memiliki asuransi kesehatan untuk
memanfaatkan layanan Puskesmas. Sementara jenis asuransi lainnya memiliki kemungkinan
pemanfaatan Puskesmas yang lebih rendah. Hasil penelitian didukung dengan studi yang
dilakukan oleh Napitupulu, Carolina dan Rahmawati (2018) bahwa hasil analisis dari
penelitian mereka diperoleh nilai OR 0,494 yang artinya responden yang tidak memiliki
asuransi berpeluang lebih rendah untuk memanfaatkan pelayanan kesehatan dibandingkan
responden yang memiliki asuransi. Kepemilikan asuransi kesehatan, khususnya kepemilikan
asuransi kesehatan milik pemerintah, akan memudahkan masyarakat untuk mendapatkan
pelayanan kesehatan dengan biaya yang tidak mahal bahkan gratis. Namun, studi yang
dilakukan oleh Fatimah dan Indrawati (2019) menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara
kepemilikan asuransi dengan pemanfaatan pelayanan kesehatan sehingga bertentangan
dengan hasil penelitian saat ini. Sementara itu, hasil terkait dengan kemungkinan yang lebih
rendah dalam pemanfaatan Puskesmas oleh lansia yang memiliki jenis asuransi kesehatan
lainnya (bukan asuransi yang dikelola pemerintah) dapat disebabkan oleh persepsi komparasi
dengan fasilitas kesehatan lainnya, dimana mereka merasa fasilitas kesehatan lain lebih baik
sehingga memilih untuk berkunjung pada fasilitas kesehatan tersebut dibanding berkunjung
ke Puskesmas 24.

9
Hasil studi menginformasikan lansia yang memiliki waktu tempuh ≤ 10 menit
memiliki kemungkinan lebih baik dibanding lansia yang memiliki waktu tempuh > 10 menit
untuk memanfaatkan Puskesmas. Semakin cepat waktu tempuh maka semakin aktif lansia
untuk memanfaatkan Puskesmas. Beberapa hal yang terkait dengan waktu tempuh antara lain
adalah jarak yang dekat dan kemudahan akses. Semakin mudah masyarakat untuk mengakses
Puskesmas baik dari segi geografis, sosial, maupun ekonomi maka akan semakin baik
masyarakat dalam memanfaatkan pelayanan di Puskesmas 24. Penelitian yang dilakukan oleh
Bregida, Anwary dan Anggraeni (2021) menyatakan bahwa akses memiliki hubungan yang
signifikan dengan minat kunjungan ulang ke Puskesmas baik akses berupa jarak yang jauh
dan transportasi yang sulit. Hasil penelitian bertentangan dengan studi yang dilakukan oleh
Kurnia, Widagdo dan Widjanarko (2017) bahwa kemudahan akses tidak memiliki hubungan
dengan kunjungan masyarakat ke Puskesmas. Penelitian yang dilakukan oleh Yosa dan
Wahyuni (2015) juga menunjukkan bahwa jarak tidak memiliki hubungan dengan tingkat
kunjungan ke Puskesmas.

Kekuatan dan Keterbatasan Penelitian


Kekuatan penelitian ini adalah dilakukan dengan menganalisis data dengan jumlah
sampel yang besar untuk dapat merepresentasikan informasi sampai pada tingkat Provinsi
Jawa Timur. Di sisi lain, karena melakukan analisis data sekunder, maka peneliti hanya
menganalisis sebatas variabel yang diterima. Sehingga memiliki keterbatasan tidak bisa
menganalisis beberapa variabel lain yang terkait dengan pemanfaatan Puskesmas yang
ditemukan dalam penelitian sebelumnya, seperti biaya perjalanan dan jenis penyakit 27–29.

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian maka dapat disimpulkan ada tujuh variabel yang
memiliki keterkaitan dengan pemanfaatan Puskesmas diantara lansia di Jawa Timur. Ketujuh
variabel tersebut adalah umur, jenis kelamin, status perkawinan, tingkat pendidikan, jenis
pekerjaan, kepemilikan asuransi, dan waktu tempuh menuju Puskesmas.
Pengambil kebijakan dapat memanfaatkan hasil penelitian ini sebagai target sasaran
yang spesifik untuk akselerasi peningkatan pemanfaatan Puskesmas diantara lansia di Jawa
Timur. Di sisi lain, penelitian lebih lanjut bisa dilakukan dengan pendekatan kualitatif untuk
menggali alasan yang menjadi keengganan para lansia yang tidak memanfaatkan Puskesmas.

DAFTAR PUSTAKA

1. Anita B, Febriawati H, Yandrizal Y. Puskesmas dan Jaminan Kesehatan Nasional.


Yogyakarta: Deepublish; 2019.
2. Massie RGA. Akses Pelayanan Kesehatan yang Tersedia pada Penduduk Lanjut Usia
Wilayah Perkotaan di Indonesia. J Penelit dan Pengemb Pelayanan Kesehat. 2019
Oct;3(1):46–56.
3. Laksono AD, Nantabah ZK, Wulandari RD. Hambatan Akses ke Puskesmas pada
Lansia di Indonesia. Bul Penelit Sist Kesehat. 2019 Jan;21(4).
4. World Health Organization. Integrated care for older people : Guidelines on
community-level interventions to manage decline in intrinsic capacity. Geneva: World
Health Organization; 2017.
5. Syarifah EF, Sugiharto S. Lansia Sebagai Populasi Rentan Dimasa Pandemi Covid-19:
Scoping Review. Pros Semin Nas Kesehat. 2021;1:1452–8.

10
6. Purnama H, Suhada T. TINGKAT AKTIVITAS FISIK PADA LANSIA DI
PROVINSI JAWA BARAT, INDONESIA. J Keperawatan Komprehensif
(Comprehensive Nurs Journal). 2019 Sep;5(2):102–6.
7. Bangsawan M, Al Murhan AM, Widodo W. Dukungan Keluarga dan Koping Stres
pada Lansia yang Mengalami Masalah Kesehatan Fisik di Satu Desa pada Kabupaten
Lampung Selatan. J Keperawatan. 2017;XIII(2):155–8.
8. Jadhav A. Rural elderly and access to palliative care: A public health perspective.
Indian J Palliat Care. 2020;26(1):116.
9. Smith AB. Vulnerable Populations: The Elderly. In: Diversity and Inclusion in Quality
Patient Care. Cham: Springer International Publishing; 2016. p. 161–8.
10. A. Sri S. F, Vinsur EYY, Sutiyarsih E. Analisis Faktor yang Mempengaruhi Lansia
datang ke Pelayanan Kesehatan. J Ners dan Kebidanan (Journal Ners Midwifery). 2019
Aug;6(2):189–96.
11. Wulandari RD, Qomarrudin MB, Supriyanto S, Laksono AD. Socioeconomic
Disparities in Hospital Utilization among Elderly People in Indonesia. Indian J Public
Heal Res Dev. 2019;10(11):1800–4.
12. Balitbangkes Kemenkes RI. Laporan Nasional Riskesdas 2018. Lembaga Penerbit
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Jakarta; 2019. 1–674 p.
13. Wulandari RD, Laksono AD, Prasetyo YB, Nandini N. Socioeconomic Disparities in
Hospital Utilization Among Female Workers in Indonesia: A Cross-Sectional Study. J
Prim Care Community Health. 2022;I3(2):1–7.
14. Rusdiyanti I. FAKTOR – FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEAKTIFAN
KUNJUNGAN POS ( Factors That Influence The Activity Of Visited Integrated
Posting Most Of Diseases In The Village ). Heal J. 2018;1(2):51–8.
15. Kusmiati. Dasar-Dasar Perilaku. Jakarta: Depkes RI; 1999.
16. Irawan B, Ainy A. ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN
DENGAN PADA PESERTA JAMINAN KESEHATAN NASIONAL Bambang
Irawan , Asmaripa Ainy 1 Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sriwijaya
ANALYSIS OF ASSOCIATED FACTORS WITH HEALTH SERVICES
UTILIZATION FOR NATIONAL HEALTH. J Ilmu Kesehat Masy. 2018;9(3):189–
97.
17. Kurnia AR, Widagdo L, Widjanarko B. Analisis Faktor Yang Berhubungan Dengan
Kunjungan Masyarakat Usia Produktif (15-64 Tahun) Di Posbindu Ptm Puri Praja
Wilayah Kerja Puskesmas Mulyoharjo,Pemalang. J Kesehat Masy. 2017;5(5):949–57.
18. Gestinarwati A, Ilyas H, Manurung I. Hubungan dukungan keluarga kunjungan lansia
ke posyandu. J Keperawatan. 2016;XII(2):240–6.
19. Hidayah RN, Romadhon YA, Mahmudah N, Agustina T. Hubungan Tingkat
Pendidikan dan Keaktifan Kunjungan Terhadap Kualitas Hidup Pada Posyandu Lansia.
In: Proceeding Book National Symposium and Workshop Continuing Medical
Education XIV. 2021. p. 1196–204.
20. Erdiwan, Sinaga JP, Sinambela M. Pelayanan Kesehatan Pada Peserta Bpjs Kesehatan
Di Rsud Simeulue Tahun 2018. J Kaji Kesehat Masy. 2020;1(2):42–8.
21. Rabbaniyah F, Nadjib M. Analisis Sosial Ekonomi dalam Pemanfaatan Fasilitas
Kesehatan untuk Berobat Jalan di Provinsi Jawa Barat. Media Kesehat Masy Indones.
2019;15(1):73–80.
22. Oktarianita, Sartika A, Wati N. Hubungan Status Pekerjaan dan Pendapatan Dengan
Pemanfaatan Puskesmas Sebagai Pelayanan Primer di Puskesmas Sidomulyo.
AVICENNA. 2021;16(2):91–6.
23. Napitupulu indra karana, Carolina B, Rahmawati N. Faktor-Faktor Yang Berhubungan
Dengan Pengambilan Keputusan Keluarga Dalam Pemanfaatan Puskesmas Kelurahan

11
Pasir Kaliki Tahun 2017. Kesehat Prima. 2018;12(2):169–77.
24. Fatimah S, Indrawati F. Faktor Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan di Puskesmas.
HIGEIA. 2019;3(1):121–31.
25. Bregida N, Anwary AZ, Anggraeni S. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Minat
Kunjungan Masyarakat di Puskesmas Sapala Kabupaten Hulu Sungai Utara. Media
Publ Promosi Kesehat Indones. 2021;4(4):456–63.
26. Yosa A, Wahyuni S. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kunjungan Pelayanan
Gigi Di Puskesmas Way Laga Kota Bandar Lampung. J Keperawatan Gigi Politek
Kesehat Tanjungkarang. 2015;4(2):420–6.
27. Laksono AD, Wulandari RD, Efendi F. Determinants of hospital utilisation among
urban poor societies in Indonesia. Int J Innov Creat Chang. 2020;12(9):375–87.
28. Laksono AD, Wulandari RD. Predictors of hospital utilization among papuans in
Indonesia. Indian J Forensic Med Toxicol. 2020;14(2):2319–24.
29. Wei Y, Yu H, Geng J, Wu B, Guo Z, He L, et al. Hospital efficiency and utilization of
high-technology medical equipment: A panel data analysis. Heal Policy Technol.
2018;7(1):65–72.

12

Anda mungkin juga menyukai