Dosen Pembimbing :
R. Fresley Hutapea, SH, MARS, MH
Disusun oleh :
Julita Pangesti
P3.73.34.1.16.096
Dewasa ini di Indonesia terdapat beberapa masalah kesehatan penduduk yang masih
perlu mendapat perhatian secara sungguh-sungguh dari semua pihak antara lain: anemia
pada ibu hamil, kekurangan kalori dan protein pada bayi dan anak-anak, terutama di daerah
endemic, kekurangan vitamin A pada anak, anemia pada kelompok mahasiswa, anak-anak
usia sekolah, serta bagaimana mempertahankan dan meningkatkan cakupan imunisasi.
Permasalahan tersebut harus ditangani secara sungguh-sungguh karena dampaknya akan
mempengaruhi kualitas bahan baku sumber daya manusia Indonesia di masa yang akan
datang.
Saat ini pemerintah telah menerbitkan kebijakan terkait pemenuhan hak masyarakat
dalam kesehatan yaitu BPJS Kesehatan & BPJS Ketenagakerjaan. BPJS sebagai bentuk
jaminan pembiayaan kesehatan warga negara Indonesia, tidak boleh lagi ada masyarakat
yang tidak memperoleh layanan kesehatan karena alasan biaya. BPJS telah berlaku efektif
tahun 2014. Namun faktanya, masih banyak kasus-kasus yang mengabaikan hak-hak
masyarakat dalam pelayanan kesehatan.
BAB II
MASALAH DI BIDANG KEWARGANEGARAAN TERKAIT
DENGAN KESEHATAN
Kasus dugaan malpraktek yang terjadi pada tanggal 10 April 2010 lalu di RSUP
Kandou Malalayang. Korban Siska Makatey, warga Desa Tateli Weru, meninggal dunia saat
bersalin akibat terjadinya pembesaran bilik kanan jantung. Diduga, pembesaran bilik kanan
jantung korban terjadi karena pengaruh infus dan obat yang diberikan. Siska Makatey sudah
menyadari dari awal ketika pergi ke dokter bahwa dua pilihannya kembali sembuh atau
keadaannya akan bertambah buruk. Malangnya tidak tahu apakah dokter memang sudah
melakukan yang terbaik ataukah mungkin sebaliknya. Korban warga Desa Tateli Weru,
meninggal dunia saat bersalin akibat terjadinya pembesaran bilik kanan jantung. Masih dalam
posisi dugaan bahwa diduga pembesaran bilik kanan jantung korban terjadi karena pengaruh
infus dan obat yang diberikan. Atas hal tersebut JPU menuntut ketiga terdakwa dengan
hukuman 10 bulan penjara karena melakukan kelalaian dan kesalahan sehingga berakibat
korban meninggal dunia. Pada kasus ini pihak dokter tidak memberikan informasi yang jelas
kepada pasien mengenai dampak tindakan yang dilakukannya dan dokter tidak melakukan
persetujuan dengan pasien sebelum melakukan tindakan medis sesuai dengan Peraturan
Menteri Kesehatan Nomor 585 tahun 1989 (Permenkes No. 585 tahun 1989). Namun,
pengadilan negeri setempat memutuskan bahwa pihak dokter tidak bersalah dikarenakan bukti
yang tidak kuat. Kasus ini tentunya merugikan pihak korban.
Bayi perempuan yang lahir tanpa batok kepala, akhirnya menghembuskan nafas
terakhir Jumat sore saat bayi tersebut hendak dirujuk ke Rumah Sakit Labuangbaji karena
ditolak di RS rujukan Wahiddin Sudirohusodo, Makassar. Anak ke empat pasangan Subaedah
(20) dan Akbar Hasan (25) yang berprofesi sebagai pengayuh becak itu meninggal dunia dalam
perjalan menuju rumah sakit Labuangbaji setelah bertahan hidup selama dua hari. Jenazah bayi
yang lahir dengan berat badan 2,8 kg dan panjang 48 cm di Puskesmas Pattingalloang,
Kecamatan Ujung Tanah, Makassar itu langsung dikebumikan di pekuburan umum Kabupaten
Maros, Sulsel. Bayi tanpa batok kepala itu semula dirujuk ke RS Wahidin, sebuah rumah sakit
negeri terbesar di Kawasan Timur Indonesia, namun pihak RS menolak merawat bayi itu
karena orangtuanya tidak dapat menunjukkan karta tanda bukti penerima Bantuan Langsung
Tunai (BLT) keluarga miskin. Dr Emilia Handayani, Kahumas RS Wahidin mengatakan, pihak
rumah sakit harus mengikuti prosedur penerimaan pasien yang tidak mampu.
RSUD X merupakan salah satu rumah sakit umum yang berada di daerah Jakarta.
Dengan visi menjadi rumah sakit umum yang diminati oleh masyarakat, rumah sakit ini selalu
berusaha untuk berbenah diri agar dapat bertahan ditengah persaingan pertumbuh rumah sakit
di daerah tersebut rumah sakit di daerah tersebut. Kenyataan dilapangan menunjukan bahwa
usaha yang telah dilakukan oleh pihak rumah sakit belum menunjukan hasil yang maksimal.
Munculkan keluhan masyarakat mengenai pelayanan yang diberikan pihak rumah sakit dan
jumlah pasien yang belum menunjukkan peningkatan adalah bukti yang mengindikasikan
bahwa pihak rumah sakit belum mampu untuk mewujudkan visi tersebut. Berdasarkan
wawancara diperoleh informasi mengenai ketidakpuasan pasien terhadap kualitas pelayan yang
diberikan oleh rumah sakit ini khususnya pada bagian keperawatan. Perawat pada rumah sakit
ini melayani pasien dengan kurang baik dan membeda bedakan pasien sehingga rumah sakit
ini bisa memiliki citra buruk dimata masyarakat.
BAB III
PEMECAHAN MASALAH
Menurut saya, peranan kewarganegaraan pada kasus ini sangat buruk karena pihak
rumah sakit tidak memiliki rasa sosial dengan tidak mementingkan pasien yang sangat
mementingkan keselamatan apalagi pasien tersebut adalah seorang bayi. Organ-organ pada
tubuh bayi sangat rentan terserang penyakit sehingga jika tidak segera ditangani akan semakin
buruk. Apalagi disebutkan bahwa orangtua sang bayi memakai jamkesda untuk pelayanan
kesehatan anaknya. Jamkesda yang notabenenya gratis menjadi acuan untuk pihak rumah sakit
tidak segera menanganinya, ini sangat disayangkan karena bayi harus segera mendapatkan
perawatan dan akhirnya meninggal di loket administrasi rumah sakit tersebut. Jika benar karena
kesalahan dari rumah sakit, sudah seharusnya pemerintah melakukan tindakan tegas pada
rumah sakit tersebut dan himbauan kepada rumah sakit lain di Indonesia agar kedepannya tidak
terjadi hal serupa.
2. Kasus Bakteri pada Susu Formula
Kasus ini menurut saya sangat buruk karena susu merupakan minuman pokok kedua
yang dibutuhkan seorang bayi setelah asi. Susu tersebut tercemar oleh bakteri E. sakazakii yang
bisa berakibat fatal bagi kesehatan bayi tersebut terutama bagi bayi yang memiliki kekebalan
tubuh rendah. Mungkin ini kesalahan produksi pabrik susu yang kurang higienis dalam proses
pengolahan susu tersebut sehingga bakteri ini dapat masuk atau menyalahgunakan produk susu
yang sudah tidak layak konsumsi. Kasus ini membuat para orangtua khawatir untuk
memberikan anaknya susu formula. Seharusnya pemerintah terutama BPOM lebih mengkaji
pabrik-pabrik produsen susu agar tidak terjadi masalah tercemarnya susu seperti ini lagi seperti
melihat bagaimana prosesnya, kehigienisannya, dan mutu gizi susunya. Pemerintah juga
seharusnya bertindak tegas atas perbuatan tidak bertanggung jawab ini dan memberikan
pemahaman tentang pentingnya produk kesehatan yang baik bagi masyarakat. Susu yang
seharusnya membantu pertumbuhan kesehatan sang anak malah semakin memperburuk
keadaan kesehatan dengan adanya bakteri berbahaya.
Menurut saya, pada kasus ini terdapat pelanggaran yang dilakukan pihak dokter karena
seharusnya tindakan dilakukan setelah persetujuan diberikan oleh pasien atau keluarganya
setelah mendapat penjelasan tindakan medis. Tetapi, karena bukti yang diajukan pihak korban
tidak kuat maka pengadilan negeri memutuskan bahwa pihak dokter tidak terbukti melakukan
malpraktek. Padahal diketahui bahwa setiap manusia dianugerahi hak untuk mendapatkan
perlakuan terbaik dari orang lain untuk dirinya. Dalam kasus ini, pasien memiliki hak tersebut
untuk dapat hidup yang sehat kembali. Pasien berhak membuat keputusan dan mendapatkan
informasi agar tindakan medis yang dilakukan dokter sesuai dengan kepentingan pasien. Tetapi
hal ini tidak didapatkan oleh pasien tersebut. Dalam hal ini keputusan peradilan tinggi tersebut
salah karena pihak dokter sudah pasti bersalah karena tidak memberikan hak yang seharusnya
didapatkan Siska sehingga ia mengalami kegagalan medis dan meninggal dunia. Ini
bertentangan dengan UU No 23 tahun 1992 tentang Kesehatan, pasal 53 menyebutkan beberapa
hak pasien, yakni hak atas Informasi, hak atas second opinion, hak atas kerahasiaan, hak atas
persetujuan tindakan medis, hak atas masalah spiritual, dan hak atas ganti rugi. Pentingnya
penanaman moral kewarganegaraan sangat penting dalam kasus ini sehingga kejadian
menyangkut pelanggaran hak seperti ini dapat dihindarkan terutama bagi pihak dokter serta
pihak peradilan tinggi yang seharusnya dapat menekankan sikap peduli sesama dalam
menangani kasus seperti ini dan memandang dari sudut si korban.
Menurut saya, kasus ini sungguh tidak berperikemanusiaan. Terutama pihak rumah
sakit tersebut sangat tega menolak bayi yang sangat membutuhkan pelayanan segera. Dari
kasus itu seharusnya rumah sakit tetap menerima pasien dari segi etika kemanusiaan bukan
dengan menolak hanya karena tidak memiliki biaya berobat. Pihak ini tidak mengamalkan
pendidikan kewarganegaraan yang diberikan pada saat sekolah. Mereka tidak memiliki rasa
sosial akan sesama dalam hal bantuan. Padahal pada saat itu pemerintah telah
mensosialisasikan pada seluruh rumah sakit untuk tidak menolak pasien dari keluarga miskin
walaupun dengan alasan tidak ada jaminan kesehatan masyarakat. Bila menolak bisa
dilaporkan ke pihak berwajib atas tuduhan pembunuhan berencana. Karena untuk setiap rumah
sakit, pemerintah telah menyediakan jaminan pembayaran biaya kesehatan.
Penyelesaian masalah pada rumah sakit tersebut dapat dilakukan dengan meningkatkan
pelayanan keperawatan dalam upaya pelayanan kesehatan di rumah sakit itu. Karena pelayanan
merupakan faktor penentu citra dan kualitas rumah sakit. Perawat itu sendiri merupakan
tumpuan semua kegiatan yang ada dan salah satu sumber keberhasilan atau kegagalan
pelayanan kesehatan di rumah sakit. Pihak rumah sakit bisa mengambil langkah memberikan
penyuluhan kepada pekerjanya. Terutama untuk perawat agar dapat memberikan pelayanan
sebaik-baiknya kepada pasien tanpa membedakan sesuai dengan kewajibannya menghormati
hak pasien dan memelihara pelayanan keperawatan yang tinggi disertai kejujuran profesional
yang menerapkan pengetahuan serta keterampilan keperawatan. Pihak rumah sakit
memberikan sosialisasi khusus mengenai pentingnya menghormati dan memenuhi hak pasien
dan penyetaraan serta sikap adil bagi seluruh pasien yang ditanganinya.
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Saat ini masyarakat berharap akan memperoleh pelayanan kesehatan yang adil dan
menjunjung hak-hak manusia. Permasalahan seperti kasus diatas harus ditangani secara
sungguh-sungguh karena akan berdampak mempengaruhi kualitas sumber daya manusia di
masa yang akan datang. Tetapi saat ini sepertinya pembangunan kesehatan terhambat oleh
kualitas, pemerataan, dan kinerja pelayanan kesehatan yang rendah. Diperlukan langkah-
langkah pasti untuk memajukan pelayanan kesehatan yang baik, baik oleh pemerintah
maupun masyarakat agar pembangunan kesehatan ini dapat meningkatkan kualitas SDM
di Indonesia. Pelayanan kesehatan juga sudah seharusnya meningkatkan kinerjanya karena
hal tersebut salah satu faktor penting dalam upaya peningkatan kualitas kesehatan dalam
upaya pembangunan kesehatan di Indonesia.