Anda di halaman 1dari 104

LAPORAN BORANG UKM F1 –F6

Disusun Untuk Melengkapi Syarat Program Internsip Dokter Indonesia

Periode II Tahun 2020

Di Puskesmas

Wahana RSUD Kota Banjar, Jawa Barat

Disusun Oleh :

dr. Mohammad Fadel Satriansyah

Pendamping :

dr. Ika Rika Rohantika

NIP. 19720102 200604 2 033

Puskesmas Banjar 3

Wahana RSUD Kota Banjar Jawa Barat

2021
LEMBAR PENGESAHAN

BORANG UKM

Diajukan Sebagai Syarat Untuk Memenuhi Target Program Internsip Dokter Indonesia
Periode II Tahun 2020

Penyusun:

dr. Mohammad Fadel Satriansyah

Telah di setujui oleh

Pendamping :

dr. Ika Rika Rohantika

NIP 19720102 200604 2 033


UPAYA PROMOSI KESEHATAN DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT

Tanggal : 20 Mei 2020

Kode Kegiatan : F1

Uraian Kegiatan : Penyuluhan Tentang Upaya Meningkatkan Pengetahuan Ibu


dalam Rangka Pemberian ASI Eksklusif Pada Bayi Usia 0-6 Bulan.

1.1 Latar Belakang


World Health Organization menempatkan Indonesia pada posisi dengan kasusgizi buruk
tinggi, yaitu tertinggi kelima di dunia. Pada tahun 2005, sebanyak lima juta balita Indonesia
menderita gizi buruk. Jumlah itu sama dengan 27,5% dari total populasi balita.Berdasarkan Riset
Kesehatan Dasar tahun 2010, sebanyak 13% balita berstatus gizi kurang, 4 , 9 % b e r s t a t u s
g i z i b u r u k . D a t a y a n g s a m a j u g a menunjukkan 13,3% anak kurus, 6%
diantaranya anak sangat kurus dan 17% anak t e r g o l o n g s a n g a t p e n d e k . K e a d a a n
i n i b e r p e n g a r u h p a d a m a s i h t i n g g i n ya a n g k a kematian bayi.
Air Susu Ibu yang selanjutnya disingkat ASI adalah Cairan putih
yang dihasilkan oleh kelenjar payudara w anita melalui proses laktasi. ASI
e k s k l u s i f a d a l a h m e m b e r i k a n h a n ya A S I p a d a b a y i d a n t i d a k m e m b e r i b a y i
makanan atau minuman lain, termasuk air putih, kecuali obat-obatan dan vitamin atau mineral
tetes. ASI perah juga diperbolehkan, yang dilakukan sampai bayi berumur 0-6 bulan.
Menurut WHO, cara pemberian makanan pada bayi dan anak yang baik dan benar adalah
menyusui bayi secara eksklusif sejak lahir sampai usia0 -6 bulan dan meneruskan menyusui
anak sampai usia 2 tahun. Mulai usia 6 bulan, bayi mendapat
makanan pendamping ASI yang bergizi sesuai dengan
k e b u t u h a n t u m b u h kembangnya.
Salah satu penyebab utama dari gizi buruk yang terjadi pada bayi adalah kurangnya asupan nutrisi.
Nutrisi yang lengkap untuk bayi berusia 0 - 6 bulan dapat diperoleh dari ASI. S ehingga bayi
sebaiknya diberikan ASI eksklusif.
PERMASALAHAN
Dari berbagai penelitian yang dilakukan terlihat penurunan jumlah ASI eksklusif. Hal ini berkaitan
erat dengan pola asuh ibu. Perilaku atau pola asuh ibu dipengaruhi tingkat pengetahuan ibu,
tingkat sosial ekonomi dan warisan budaya setempat. Hal yang paling mungkin dilakukan
intervensi adalah dari segi pengetahuan ibu. Oleh karena itu, perlu adanya upaya untuk meningkatkan
pengetahuan ibu dalam angka pemberian ASI eksklusif pada bayi usia 0- 6bulan. Salah satu bentuk
upayanya adalah dilakukan tindakan promotif berupa penyuluhan tentang pentingnya ASI eksklusif pada
bayi usia 0- 6 bulan.

PEMILIHAN INTERVENSI
Berdasarkan permasalahan yang telah disebutkan di atas, maka kami
bermaksud mengadakan penyuluhan kesehatan dengan materi “Pemberian ASI eksklusif pada
bayi usia 0-6 Bulan”

WAKTU DAN TEMPAT PELAKSANAAN


Tanggal : Jumat, 20 Mei 2020
Tempat :Penyuluhan di Posyandu desa Banjar
Narasumber adalah dr. Fadel dokter Internsip stase Puskesmas Banjar 3
Media yang digunakan adalah power point Tentang ASI eksklusif
Sasaran adalah ibu hamil dan ibu menyusui.

Monitoring dan Evaluasi


Proses dalam mengajak peserta untuk berkomitmen hanya memberikan
A S I e ksklusif untuk bayinya. O l e h k a r e n a i t u s i a p a p u n h a r u s b i s a m e m b e r i k a n
A S I e k s k l u s i f k e p a d a bayinya. Bahkan bekerja tidak menghalangi setiap ibu untuk
memberikan ASI secara eksklusif dan tema khusus yang diangkat adalah ASI eksklusif Ibu
pekerja, dimana waktunya sebagian besar digunakan untuk bekerja . Namun bisa
diantisipasi dengan cara ASI pompa, sehingga meskipun bekerja masih bisa
memberikan ASI eksklusif untuk bayinya.
UPAYA PROMOSI KESEHATAN DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT

Tanggal : 22 Mei 2020

Kode Kegiatan : F1

Uraian Kegiatan : Promosi kesehatan bahaya rokok

Latar Belakang

Masalah merokok adalah masalah global yang masih menjadi perhatian hingga saat ini, dan
remaja merupakan sasaran utama produk tembakau. Perokok remaja adalah calon pelanggan tetap
industri rokok namun menjadi petaka bagi kualitas generasi penerus bangsa, karena jika umur mulai
merokok dimulai pada umur 11 tahun atau lebih muda maka akan lebih cenderung menjadi perokok berat
dan merokok secara teratur daripada perokok yang mulai merokok pada usia yang lebih tua.

Satu dari dua perokok pada usia muda dan terus merokok seumur hidup hingga akhirnya
meninggal karena penyakit yang berhubungan dengan rokok ratarata diderita perokok yang memulai
merokok pada usia remaja. Perokok pada usia muda akan meninggal pada usia setangah baya, sebelum
70 tahun, atau kehilangan sekitar 22 tahun harapan hidup normal.

Fakta yang dinyatakan oleh Global Youth Tobacco Survey (GYTS) bahwa Indonesia sebagai negara
dengan angka perokok remaja tertinggi di dunia. Usia pertama kali mencoba merokok berdasarkan
kelompok umur dan jenis kelamin berdasarkan GYTS 2014, dimana sebagian besar laki-laki pertama kali
merokok pada umur 12-13 tahun, dan sebagian besar perempuan pertama kali mencoba merokok pada
umur yang berlaku pada laki-laki juga berlaku pada perempuan, namun adanya perbedaan struktur tubuh
perempuan dengan laki-laki menyebabkan timbulnya efek khusus yang tidak terdapat pada laki-laki.

Perilaku merokok sudah dianggap sebagai penyakit, yakni penyakit kecanduan akibat zat. Saat ini,
perilaku merokok pun sudah masuk dalam daftar International Classification of Disorder (ICD) 10 dan
Diagnostic and Statistic Manual of Mental Disorder (DSM) V. Indonesia juga sudah menempati posisi
negara keempat dengan jumlah perokok terbanyak di dunia dan peringkat ketujuh tertinggi di dunia untuk
jumlah produksi rokok. Selain itu, proporsi perokok laki-laki usia muda di Indonesia merupakan yang
tertinggi di Asia. Bahkan perokok usia sekolah 15–19 tahun meningkat dua kali lipat dalam sepuluh tahun
terakhir dan perokok laki-laki meningkat empat kalinya selama 20 tahun terakhir.

Permasalahan

Remaja sebagai bagian masyarakat yang berada pada umur produktif tersebut menjadi target
potensial bagi industri rokok. Pada masa kini kecenderungan mulai merokok pada remaja jauh lebih muda.
Di negara berkembang jauh lebih sedikit perempuan yang merokok di tempat umum (2-10%)
dibandingkan di negara industri (20-40%). Di bandung menunjukkan 16,2% pelajara merokok sebelum
usia 13 tahun, sedangkan proposi pelajar perempuan yang merokok adalah 2,6%.

Perencanaan dan intervensi

Pendidikan bahaya merokok dilakukan dengan cara melakukan penyuluhan yang dirangkaikan dengan
penyuluhan kesehatan reproduksi remaja yang merupakan program rutin Puskesmas Banjar 3 setiap
tahunnya, namun saat pandemi covid 19 hanya dilakukan di area tunggu Puskesmas saja.

Pelaksanaan

Pendidikan mengenai bahaya merokok ini dilakukan dengan cara melakukan penyuluhan yang
dirangkaikan dengan penyuluhan kesehatan reproduksi remaja di Area tunggu Puskesmas Banjar 3,
tanggal 22 Mei 2020. Penyuluhan dilakukan dengan presentasi menggunakan power point oleh dr. Fadel
dokter internship.

Monitoring

Adanya pengetahuan tentang bahaya merokok, maka anak akan terhindar kebiasaan merokok ataupun
menghindari asap rokok dari orang-orang sekitarnya. Oleh karena itu, diperlukan kepedulian dari kalangan
akademisi untuk ikut serta turut berbagi ilmu pengetahuan tentang bahaya rokok bagi kesehatan. Perilaku
merokok yang dimulai sejak remaja menjadi sebuah ancaman bagi kesehatan. Hal ini dihubungkan dengan
besarnya kemungkinan remaja mengalami adiksi pada sisa hidupnya.
UPAYA PROMOSI KESEHATAN DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT

Tanggal : 23 Mei 2020

Kode Kegiatan : F1

Uraian Kegiatan : Promosi kesehatan DM

Latar Belakang

Diabetes mellitus (DM) adalah keadaan peningkatan kadar gula darah secara menahun,
yang disebabkan ketidakadaan insulin atau penurunan relatif sensitifitas sel terhadap insulin. DM
akan berlanjut menjadi berbagai kelainan metabolik yang menimbulkan komplikasi pada organ
target seperti mata, ginjal, saraf, dan pembuluh darah. Komplikasi tersebut dapat mempengaruhi
bahkan menurunkan produktivitas dan kualitas hidup dari seorang penderita
DM.
International Diabetes Federation menyatakan bahwa pada tahun 2005 terdapat 200 juta
orang dengan DM (diabetisi) di dunia dan diperkirakan akan meningkat menjadi 333 juta orang
pada tahun 2025. Indonesia sendiri menduduki peringkat keempat penderita DM terbanyak di
dunia menurut WHO. Angka penderita DM diperkirakan akan terus meningkat seiring dengan
pergeseran gaya hidup dan pola makan yang marak terjadi di masyarakat. Faktor-faktor yang
mempengaruhi peningkatan risiko DM di antaranya genetik, obesitas, gaya hidup tidak sehat, diet
tinggi lemak dan tinggi karbohidrat, dan kurang aktivitas seperti olahraga.

PERMASALAHAN
Pasien sudah hampir 10 tahun menderita diabetes tetapi hanya mengetahui tentang diabetes dan
belum mengenal komplikasinya. Keluarga pasien yang merawatnya juga belum memahami
komplikasi yang mungkin akan terjadi atau sedang terjadi pada pasien.

PERENCANAAN DAN PEMILIHAN INTERVENSI


Penyuluhan dan konseling pada komunitas kecil di keluarga pasien. Menggunakan slide power
point dan brosur diabetes mellitus dan nefropati diabetik.

PELAKSANAAN
Pada tanggal 23 Mei 2020 dilakukan di ruang tunggu PKM Banjar 3 oleh dr. Mohammad Fadel
Satriansyah dokter internship dengan cara presentasi menggunakan leaflet dan power point.

Monitoring dan Evaluasi


Diharapkan promosi kesehatan tentang diabeten melitus ini bisa dilakukan pula dengan cara
kunjungan ke rumah penderita sehingga bisa lebih detail dalam memberikan edukasi dan
sekaligus monitoring progresifitas penyakitnya.
UPAYA PROMOSI KESEHATAN DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT

Tanggal : 21 Mei 2020

Kode Kegiatan : F1

Uraian Kegiatan : Edukasi Tentang Upaya Meningkatkan Pengetahuan Hipertensi

Latar Belakang

Data menunjukkan bahwa ratusan juta orang di seluruh dunia menderita penyakit hipertensi,
sementara hampir 50% dari para manula dan 20-30% dari penduduk paruh baya di Hong Kong menderita
penyakit ini. Hipertensi sering disebut sebagai “pembunuh yang tidak terlihat”. Secara umum, pasien tidak
mengalami gejala penyakit yang nyata dalam tahapan awal penyakit ini, yang mengakibatkan penundaan
atau kurangnya tindakan perawatan dan pada akhirnya bisa menyebabkan komplikasi yang parah,
misalnya penyakit jantung, stroke, gagal ginjal, hingga kematian.

Sampai saat ini, hipertensi masih merupakan tantangan besar di Indonesia. Betapa tidak, hipertensi
merupakan kondisi yang sering ditemukan pada pelayanan kesehatan primer kesehatan. Hal itu
merupakan masalah kesehatan dengan prevalensi yang tinggi, yaitu sebesar 25,8%, sesuai dengan data
Riskesdas 2013. Di samping itu, pengontrolan hipertensi belum adekuat meskipun obat-obatan yang
efektif banyak tersedia.

Faktor resiko Hipertensi adalah umur, jenis kelamin, riwayat keluarga, genetik (factor resiko yang
tidak dapat diubah/dikontrol), kebiasaan merokok, konsumsi garam, konsumsi lemak jenuh, penggunaan
jelantah, kebiasaan konsumsi minum-minuman beralkohol, obesitas, kurang aktifitas fisik, stres,
penggunaan estrogen.

Permasalahan di Masyarakat
Berdasarkan hasil pengukuran tekanan darah, prevalensi hipertensi pada penduduk umur 18 tahun
ke atas tahun 2019 di Indonesia adalah sebesar 31,7%. Menurut provinsi, prevalensi hipertensi tertinggi
di Kalimantan Selatan (39,6%) dan terendah di Papua Barat (20,1%).

Sedangkan jika dibandingkan dengan tahun 2020 terjadi penurunan sebesar 5,9% (dari 31,7%
menjadi 25,8%). Penurunan ini bisa terjadi berbagai macam faktor, seperti alat pengukur tensi yang
berbeda, masyarakat yang sudah mulai sadar akan bahaya penyakit hipertensi. Prevalensi tertinggi di
Provinsi Bangka Belitung (30,9%), dan Papua yang terendah (16,8)%). Prevalensi hipertensi di Indonesia
yang didapat melalui kuesioner terdiagnosis tenaga kesehatan sebesar 9,4 persen, yang didiagnosis
tenaga kesehatan atau sedang minum obat sebesar 9,5 persen. Jadi, ada 0,1 persen yang minum obat
sendiri.

Salah satu penderita Hipertensi adalah Ny. Sumiati, 48 tahun. Pasien merupakan pasien Prolanis
sejak 2 tahun yang lalu. Namun dalam 1 tahun terkahir pasien tida pernah datang untuk kontrol, dan lebih
memilih minum jamu-jamuan untuk menurunkan tekanan darahnya jika pasien merasakan gejala yang
dicurigainya sebagai tanda hipertensi. Hal ini dilakukan pasien karena menurutnya minum obat-obatan
dari dokter dapat menyebabkkan efek samping dibandingkan minum jamu.

Perencanaan dan Pemilihan Intervensi

Selain dalam upaya intervensi pengobatan, kami juga melakukan upaya Intervensi secara edukatif
terhadap pasien. Upaya ini diharapakan agar pasien dapat memahami kondisi penyakitnya, dan mencegah
agar tidak menimbulkan komplikasi lanjut, serta menumbuhkan kesadaran akan pentingnya untuk selalu
berobat dan kontrol rutin.

Pelaksanaan

Pada tanggal 21 Mei 2020 dilakukan di Poli PKM Banjar 3 oleh dr. Fadel dokter internship dengan
edukasi secara personal.

Monitoring dan Evaluasi

Diharapkan Puskesmas Banjar 3 dapat mengoptimalkan penanganan kasus-kasus Hipertensi, baik


dalam aspek preventif, promotif, kuratif, dan rehabilitatif. Melakukan penyuluhan secara rutin pada
pasien pasien baik di Puskesmas maupun Posyandu Lansia.
UPAYA PROMOSI KESEHATAN DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT

Tanggal : 25 Mei 2020

Kode Kegiatan : F1

Uraian Kegiatan : PENYULUHAN PERILAKU HIDUP BERSIH DAN SEHAT DI DESA


BANJAR KOLOT

1.1 Latar Belakang


PHBS (Perilaku Hidup Bersih dan Sehat) di Rumah Tangga adalah upaya untuk
memberdayakan anggota rumah tangga agar tahu, mau dan mampu mempraktikkan perilaku hidup
bersih dan sehat sertaberperan aktif dalam gerakan kesehatan di masyarakat. PHBS
(PerilakuHidup Bersih dan Sehat) di Rumah Tangga dilakukan untuk mencapaiRumah Tangga
berperilaku hidup bersih dan sehat. Perilaku hidupbersih dan sehat seseorang berhubungan dengan
peningkatkan kesehatan individu, keluarga, masyarakat dan lingkungannya. Program pembinaan
PHBS (Perilaku Hidup Bersih dan Sehat) yang dicanangkan pemerintah sudah berjalan sekitar 15
tahun, tetapi keberhasilannya masih jauh dari harapan. Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Tahun
2007 menunjukkan bahwa rumah tangga di Indonesia yang mempraktekkan PHBS (Perilaku
Hidup Bersih dan Sehat) baru
mencapai 38,7%. Padahal Rencana Strategis (Restra) Kementerian Kesehatan tahun 2010-2014
mencantumkan target 70% rumah tangga sudah mempraktekkan PHBS (Perilaku Hidup Bersih
dan Sehat) pada tahun 2014.
Data Profil Kesehatan Indonesia tahun 2009 menyebutkan bahwa baru 64,41% sarana yang
telah dibina kesehatan lingkungannya, yang meliputi institusi pendidikan (67,52%), tempat kerja
(59,15%), tempat ibadah (58,84%), fasilitas kesehatan (77,02%) dan sarana lain
(62,26%). Hal ini menunjukkan bahwa pembinaan PHBS di tatanan-tatanan selain rumah tangga,
yaitu di tatanan institusi pendidikan, tatanan tempat kerja, tatanan tempat umum dan tatanan
fasilitas kesehatan juga masih belum berjalan sebagaimana mestinya.
Ada beberapa indikator yang dipakai sebagai ukuran untuk menilai PHBS di sekolah yaitu : 1.
Mencuci tangan dengan air yang mengalir dan menggunakan sabun
2. Mengkonsumsi jajanan sehat di kantin sekolah
3. Menggunakan jamban yang bersih dan sehat
4. Olahraga yang teratur dan terukur
5. Memberantas jentik nyamuk
6. Tidak merokok di sekolah
7. Menimbang berat badan dan mengukur tinggi badan setiap 6 bulan
8. Membuang sampah pada tempatnya

PERMASALAHAN DI MASYARAKAT
Sekolah sebagai salah satu sasaran PHBS di tatanan institusi pendidikan perlu mendapatkan
perhatian mengingat usia sekolah bagi anak juga merupakan masa rawan terserang berbagai
penyakit serta munculnya berbagai penyakit yang sering menyerang anak usia sekolah (usia 6-
10), misalnya diare, kecacingan dan anemia. Berdasarkan data WHO (2007) menyebut bahwa
setiap tahun 100.000 anak Indonesia meninggal akibat diare, angka kejadian kecacingan mencapai
angka 40-60%, anemia pada anak sekolah 23,2% dan masalah karies dan periodontal 74,4%.
Tingginya angka kejadian penyakit sangat ditentukan oleh peran masyarakat dalam menjaga
kebersihan diri dan lingkungannya. Masih rendahnya kesadaran sebagian generasi muda untuk
menerapkan PHBS dalam lingkungan sekolah merupakan masalah yang harus diselesaikan. Oleh
karena itu, peran serta pihak puskesmas dan pemerintah setempat juga sangat dibutuhkan untuk
menggalakkan PHBS dalam lingkungan sekolah.

PEMILIHAN INTERVENSI
Berdasarkan permasalahan yang telah disebutkan di atas, maka kami bermaksud mengadakan
penyuluhan kesehatan dengan materi “Perilaku Hidup Bersih dan Sehat”

PELAKSANAAN
Penyuluhan kesehatan mengenai Perilaku Hidup Bersih dan Sehat di Rumah Tangga ini
dilaksanakan pada hari Senin, tanggal 25 Mei 2020, bertempat di Posyandu Desa Banjar Kolot
Kota Banjar. Penyuluhan ini diikuti oleh kader dan masyarakat .. Total peserta penyuluhan
berjumlah 30 orang. Penyuluhan ini dibawakan oleh dr. Mohammad Fadel Satriansyah bersama
dengan anggota bidang Promkes PKM Banjar 3 dengan menggunakan metode presentasi materi.
Selama penyuluhan, pemateri menyampaikan informasi mengenai pengertian PHBS, tujuan dan
manfaat menerapkan PHBS dalam rumah tangga, jenis-jenis PHBS dalam lingkungan rumah
tangga, serta masalah yang akan timbul jika tidak menerapkan PHBS dalam rumah tangga.
Dilanjutkan dengan sesi Tanya jawab pemateri dengan peserta penyuluhan.

EVALUASI

Penyuluhan tentang PHBS pada kader dan masyarakat sangat penting diadakan guna
meningkatkan kesadaran masyarakat untuk hidup bersih dan sehat serta menurunkan angka
kesakitan di lingkungan masyarakat.
Penyuluhan ini tidak hanya dapat dilakukan oleh petugas kesehatan, masyarakat pun dapat
memberikan penyuluhan serupa agar masyarakat sekitarnya senantiasa menjaga kebersihan.
Upaya Kesehatan Lingkungan

Tanggal : 26 Mei 2020

Kode Kegiatan : F.2

Uraian Kegiatan : RUMAH SEHAT UNTUK PENCEGAHAN TB

LATAR BELAKANG
Penyakit tuberkulosis adalah penyakit menular yang disebabkan oleh Mycobacterium
tuberculosis. Sebagian besar kuman Mycobacterium tuberculosis menyerang paru, tetapi dapat
juga menyerang organ tubuh lainnya. Penyakit ini merupakan infeksi bakteri kronik yang ditandai
oleh pembentukan granuloma pada jaringan yang terinfeksi dan reaksi hipersensitivitas yang
diperantarai sel (cell mediated hypersensitivity). Penyakit tuberkulosis yang aktif bisa menjadi
kronis dan berakhir dengan kematian apabila tidak dilakukan pengobatan yang efektif.
Tuberkulosis adalah penyakit menular, artinya orang yang tinggal serumah dengan penderita
atau kontak erat dengan penderita yang mempunyai risiko tinggi untuk tertular. Sumber
penularannya adalah pasien TB paru dengan BTA positif terutama pada waktu batuk atau bersin,
dimana pasien menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk percikan dahak (droplet nuclei). Sekali
batuk dapat menghasilkan sekitar 3000 percikan dahak dan umumnya penularan terjadi dalam
ruangan dimana percikan dahak berada disitu dalam waktu yang lama.
WHO menyatakan bahwa dari sekitar 1,9 milyar manusia, sepertiga penduduk dunia ini telah
terinfeksi oleh kuman tuberkulosis. Pada tahun 1993 WHO juga menyatakan bahwa TB sebagai
reemerging disease. Angka penderita TB paru di negara berkembang cukup tinggi, di Asia jumlah
penderita TB paru berkisar 110 orang penderita baru per 100.000 penduduk. Hasil survey
prevalensi TB di Indonesia tahun 2004 menunjukkan bahwa angka prevalensi TB BTA positif
secara nasional 110 per 100.000 penduduk. Secara regional prevalensi TB BTA positif di
Indonesia dikelompokkan dalam 3 wilayah, yaitu: 1. wilayah Sumatera angka prevalensi TB
adalah 160 per 100.000 penduduk, 2. wilayah Jawa dan Bali angka prevalensi TB adalah 110 per
100.000 penduduk, 3. wilayah Indonesia Timur angka prevalensi TB adalah 210 per 100.000
penduduk. Khusus untuk propinsi DIY dan Bali angka prevalensi TB adalah 68 per 100.000
penduduk. Berdasar pada hasil survey prevalensi tahun 2004, diperkirakan penurunan insiden TB
BTA positif secara Nasional 3-4 % setiap tahunnya.
Kondisi rumah dan lingkungan yang tidak memenuhi syarat kesehatan merupakan faktor
risiko sumber penularan penyakit TBC. Sumber penularan penyakit ini erat kaitannya dengan
kondisi sanitasi perumahan yang meliputi penyediaan air bersih dan pengolahan limbah.Faktor
risiko dan lingkungan pada bangunan rumah yang dapat mempengaruhi kejadian penyakit maupun
kecelakaan antara lain ventilasi, pencahayaan, kepadatan hunian, kelembaban ruangan, binatang
penular penyakit, penyediaan air bersih, limbah rumah tangga, hingga penghuni dalam rumah.
Kondisi kesehatan lingkungan rumah berpengaruh secara tidak langsung terhadap kejadian
penyakit TB paru, karena lingkungan rumah yang kurang memenuhi syarat kesehatan akan
mempengaruhi jumlah atau kepadatan kuman dalam rumah tersebut, termasuk kuman
Mycobacterium tuberculosis. Hubungan penyakit tuberculosis paru dipengaruhi oleh kebersihan
udara karena rumah yang terlalu sempit (terlalu banyak penghuninnya) maka ruangan akan
kekurangan oksigen sehingga akan menyebabkan menurunnya daya tahan tubuh sehingga
memudahkan terjadinya penyakit.
Lingkungan dan rumah yang tidak sehat seperti pencahayaan rumah yang kurang (terutama
cahaya matahari), kurangnya ventilasi rumah, kondisi ruangan yang lembab, hunian yang terlalu
padat mengakibatkan kadar CO2 di rumah meningkat. Peningkatan CO2, sangat mendukung
perkembangan bakteri. Hal ini di karenakan Mycobacterium tuberculosis adalah aerob obligat dan
mendapatkan energi dari oksidasi banyak komponen karbon sederhana

PERMASALAHAN
Angka kejadian TB di Indonesia menempati urutan ketiga terbanyak di dunia setelah India
dan Cina. Diperkirakan setiap tahun terdapat 528.000 kasus TB baru dengan kematian sekitar
91.000 orang. Prevalensi TB di Indonesia pada tahun 2009 adalah 100 per 100.000 penduduk dan
TB terjadi pada lebih dari 70% usia produktif (15-50 tahun).
Menurut Survey Kesehatan Rumah Tangga tahun 1992, tuberkulosismerupakan penyebab
kematian kedua tertinggi di Indonesia setelah penyakit kardiovaskuler (Surjanto, Eddy dkk, 1997).
Pada tahun 1995, WHO memperkirakan bahwa di Indonesia setiap tahunnya terjadi 500.000 kasus
baru TB dengan kematian karena TB sekitar 175.000.
Salah satu penderita TB Paru adalah Tn. Ridwan 28 tahun. Pasien telah menderita batuk
lebih dari 3 minggu disertai penuruna berat badan, keringat berlebih saat malam hari dan demam
yang berlangsung lebih dari 3 minggu. Sudah berobat namun tidak ada perubahan. Pasien telah
melakuan pemeriksaan Gen Expert dan hasilnya menunjukn positif terinfeksi bakteri TBC. Dari
anamnesa, pasien tinggal bersama keluarganya yang berjumlah 6 orang. Tidak ada keluarga yang
mengalami keluhan yang sama dengan pasien. Pasien memiliki sepupu yang menderita batuk lama
dan pernah tinggal sekamar di rumahnya saat sepupunya datang berkunjung. Pasien tinggal di
perumahan padat penduduk di desa Banjar Kolot. Ukuran rumah tipe 45, kamar pasien tidak
memiliki jendela dengan ukuran ruangan 3x3 meter persegi tanpa ventilasi dan menggunakan air
conditioner.

PEMILIHAN INTERVENSI
Menyadari begitu pentingnya pencegahan dan pemberantasan TB Paru di Indonesia, maka
Depkes RI menetapkan suatu program penemuan kasus TB Paru BTA (+) dengan target dalam
pencapaian penemuan kasus BTA (+) yaitu sebesar 70 % dari perkiraan jumlah penderita paru
BTA (+).
Selain itu penilaian kesehatan lingkungan rumah yang merupakan salah satu faktor
terjadinya kasus TB perlu dilakukan. Berdasarkan Departemen Kesehatan Republik Indonesia,
lingkup penilaian rumah sehat dilakukan terhadap kelompok komponen rumah, sarana sanitasi dan
perilaku penghuni.
1. Kelompok komponen rumah, meliputi langit-langit, dinding, lantai, jendela kamar tidur,
jendela ruang keluarga dan ruang tamu, ventilasi, sarana pembuangan asap dapur dan
pencahayaan.
2. Kelompok sarana sanitasi, meliputi sarana air bersih, sarana pembuangan kotoran, saluran
pembuangan air limbah, sarana tempat pembuangan sampah.
3. Kelompok perilaku penghuni, meliputi membuka jendela kamar tidur, membuka jendela ruang
keluarga, membersihkan rumah dan halaman, membuang tinja bayi dan balita ke jamban,
membuang sampah pada tempat sampah.
Parameter yang dipergunakan untuk menentukan rumah sehat adalah sebagaimana yang
tercantum dalam Kepmenkes Nomor 829/Menkes/SK/VII/1999 tentang Persyaratan Kesehatan
Perumahan.
PELAKSANAAN
Selain dalam upaya intervensi pengobatan, kami juga melakukan upaya Intervensi secara
edukatif terhadap pasien pada kunjungan kedua pasien tanggal 26 Mei 2020. Upaya ini
diharapakan agar pasien dapat memahami kondisi penyakitnya, dan mencegah agar tidak
menimbulkan komplikasi lanjut, serta menumbuhkan kesadaran akan pentingnya untuk berobat
dengan patuh.

EVALUASI
Upaya yang dilakukan untuk mencegah terjadinya peningkatan angka kesakita TBC, masih
belum cukup. Karena selain untuk deteksi dini penderita TB dan edukasi secara personal terhadap
pasien, perlu adanya upaya dalam melakukan edukasi skala lebih besar terhadap keluarga
penderita, kunjungan dan penilaian rumah untuk menilai kelayakan kesehatan lingkungan rumah
pasien dan penyuluhan-penyuluhan rutin untuk meningkatkan kesadaran pentingnya rumah sehat.
Namun disayangkan dikarenakan sedang terjadi pandemic, kegitan untuk menilai kelayakan
kesehatan rumah pasien pun tidak dilakukan dahulu.
Upaya Kesehatan Lingkungan

Tanggal : 27 Mei 2020

Kode Kegiatan : F.2

Uraian Kegiatan : Pemberantasan Dan Pemantauan Jentik Nyamuk

LATAR BELAKANG
Penyakit demam berdarah dengue (DBD) adalah penyakit yang ditularkan dari orang sakit
ke orang sehat pada umumnya melalui gigitan nyamuk penular (vektor), yaitu nyamuk Aedes.
Penyakit ini disebabkan oleh virus dengue yang sampai saat ini belum ditemukan obat atau 1
vaksinnya.
Penyakit demam berdarah dengue (DBD) telah menjadi salah satu masalah kesehatan
masyarakat bukan hanya di Indonesia tetapi juga didunia. Menurut WHO (2002), rata-rata 23.000
orang penderita mesti dirawat karena DBD dengan kematian mencapai 15.231 orang selama 30
tahun sejak tahun 1968. Berbagai upaya pengendalian dan penanggulangan telah dilakukan
pemerintah untuk menurunkan prevalensi DBD hingga menjadi kurang dari 52/100.000 penduduk
sesuai target dalam RPJMN dan RENSTRA Kementerian Kesehatan 2010-2014. Berbagai
program diimplementasi berdasarkan Kebijakan Nasional program pengendalian penyakit DBD
sesuai Kepmenkes No. 581/MENKES/SK/VII/1992, tentang pemberantasan penyakit demam
berdarah dengue. Kebijakan ini memuat berbagai program pokok kegiatan meliputi surveilans
epidemiologi, penemuan dan tatalaksana kasus, pengendalian vektor, Sistem kewaspadaan dini
(SKD) dan penanggulangan KLB, peningkatan peran serta masyarakat, penyuluhan, kemitraan
/jejaring kerja, capacity building, penelitian dan survei, serta monitoring dan evaluasi.
Cara yang dianggap efektif dan tepat dalam pencegahan dan pemberantasan DBD saat ini
adalah dengan memberantas sarang nyamuk penularnya (PSN-DBD) melalui gerakan 3 M yang
memerlukan partisipasi seluruh lapisan masyarakat, untuk itu diperlukan penggerakan masyarakat
untuk melaksanakan PSN-DBD 4 secara terus menerus dan menyeluruh. Keberhasilan kegiatan
PSN dapat diukur dengan meningkatnya angka bebas jentik (ABJ) yang diperoleh dari
pemeriksaan jentik secara berkala (PJB). Agar daerah pemukiman aman dari ancaman penyakit
DBD maka ABJ harus diupayakan terus-menerus sampai waktu tak tertentu dengan kegiatan PSN
yang berkesinambungan.
PERMASALAHAN
meskipun program pencegahan dan pemberantasan DBD telah berlangsung selama 42 tahun, baru
berhasil menurunkan CFR (Case Fatality Rate) dari 41,3% pada tahun 1968 menjadi 0,87% pada
tahun 2010, tetapi belum berhasil menurunkan morbiditasnya. Rata-rata kasus DBD di Indonesia
selama 10 tahun terakhir mencapai lebih dari 155.777 kasus pertahun (IR: 65,57/100.000
penduduk) dengan jumlah kematian lebih dari 1.358 orang atau CFR mencapai 0,87%.

PEMILIHAN INTERVENSI
Berdasarkan Kebijakan Nasional untuk P2DBD sesuai KEPMENKES No.
581/MENKES/SK/VII/1992 Tentang Pemberantasan Penyakit Demam Berdarah Dengue,
kebijakan umum pengendalian penyakit DBD meliputi (a) meningkatkan perilaku dalam hidup
sehat dan kemandirian terhadap P2DBD; (b) meningkatkan perlindungan kesehatan masyarakat
terhadap penyakit DBD; (c) meningkatkan ilmu pengetahuan dan teknologi program DBD; (d)
memantapkan kerjasama lintas sektor/lintas program; dan (e) pembangunan berwawasan
lingkungan.
Pemerintah telah mengeluarkan kebijakan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN 3M-Plus)
untuk menanggulangi penyakit DBD. Ini merupakan cara utama yang dianggap efektif, efisien,
dan ekonomis untuk memberantas vector penular DBD, mengingat obat dan vaksin pembunuh
virus DBD belum ditemukan. Pemberantasan vector dapat dilakukan terhadap nyamuk dewasa
maupun jentiknya.

PELAKSANAAN
Petugas penanggung jawab program bersama dokter internsip dr. Mohammad Fadel
Satriansyah melakukan kunjungan pemantauan rumah warga yang dilaporkan terjadi kesakitan
DBD di beberapa rumah yang berdekatan satu sama lain di daerah tersebut, yang mana para warga
tersebut sedang dilakukan perawatan di RSUD Banjar. Kunjungan ini dilakukan pada tanggal 27
Mei 2020 di Desa Sukarame, Kota Banjar.
Dengan dibantu RT setempat kami melakukan kunjungan ke beberapa rumah untuk
melakukan pemantauan jentik nyamuk di penampungan air dan pembuangan sampah, kemudian
melakukan penyuluhan singkat tentang DBD dan 3M-Plus kepada warga.
EVALUASI
Masih terdapat beberapa tempat yang memudahkan jentik nyamuk Aedes aegypthi
berkembang biak, baik itu berupa tempat penampungan air yang tidak tertutup, tempat
pembuangan sampah, barang bekas, dan limbah pohon yang terletak di belakang rumah, saling
bertumpukan dengan sampah dari rumah warga lainnya.
Kegiatan PHN kali ini cukup mendapatkan apresiasi dari warga yang dikunjungi. Namun
tetap perlu diberikan pemahaman berkelanjutan dan bertahap kepada masyarakat mengenai
pentingnya PHN, terutama PHN mandiri dan kontinu agar nyamuk tidak berkembang biak di
sekitaran rumah warga.
Upaya Kesehatan Lingkungan

Tanggal : 28 Mei 2020

Kode Kegiatan : F.2

Uraian Kegiatan : Pemberantasan Dan Pemantauan Jentik Nyamuk

LATAR BELAKANG
Penyakit demam berdarah dengue (DBD) adalah penyakit yang ditularkan dari orang sakit
ke orang sehat pada umumnya melalui gigitan nyamuk penular (vektor), yaitu nyamuk Aedes.
Penyakit ini disebabkan oleh virus dengue yang sampai saat ini belum ditemukan obat atau 1
vaksinnya.
Penyakit demam berdarah dengue (DBD) telah menjadi salah satu masalah kesehatan
masyarakat bukan hanya di Indonesia tetapi juga didunia. Menurut WHO (2002), rata-rata 23.000
orang penderita mesti dirawat karena DBD dengan kematian mencapai 15.231 orang selama 30
tahun sejak tahun 1968. Berbagai upaya pengendalian dan penanggulangan telah dilakukan
pemerintah untuk menurunkan prevalensi DBD hingga menjadi kurang dari 52/100.000 penduduk
sesuai target dalam RPJMN dan RENSTRA Kementerian Kesehatan 2010-2014. Berbagai
program diimplementasi berdasarkan Kebijakan Nasional program pengendalian penyakit DBD
sesuai Kepmenkes No. 581/MENKES/SK/VII/1992, tentang pemberantasan penyakit demam
berdarah dengue. Kebijakan ini memuat berbagai program pokok kegiatan meliputi surveilans
epidemiologi, penemuan dan tatalaksana kasus, pengendalian vektor, Sistem kewaspadaan dini
(SKD) dan penanggulangan KLB, peningkatan peran serta masyarakat, penyuluhan, kemitraan
/jejaring kerja, capacity building, penelitian dan survei, serta monitoring dan evaluasi.
Cara yang dianggap efektif dan tepat dalam pencegahan dan pemberantasan DBD saat ini
adalah dengan memberantas sarang nyamuk penularnya (PSN-DBD) melalui gerakan 3 M yang
memerlukan partisipasi seluruh lapisan masyarakat, untuk itu diperlukan penggerakan masyarakat
untuk melaksanakan PSN-DBD 4 secara terus menerus dan menyeluruh. Keberhasilan kegiatan
PSN dapat diukur dengan meningkatnya angka bebas jentik (ABJ) yang diperoleh dari
pemeriksaan jentik secara berkala (PJB). Agar daerah pemukiman aman dari ancaman penyakit
DBD maka ABJ harus diupayakan terus-menerus sampai waktu tak tertentu dengan kegiatan PSN
yang berkesinambungan.
PERMASALAHAN
meskipun program pencegahan dan pemberantasan DBD telah berlangsung selama 42 tahun, baru
berhasil menurunkan CFR (Case Fatality Rate) dari 41,3% pada tahun 1968 menjadi 0,87% pada
tahun 2010, tetapi belum berhasil menurunkan morbiditasnya. Rata-rata kasus DBD di Indonesia
selama 10 tahun terakhir mencapai lebih dari 155.777 kasus pertahun (IR: 65,57/100.000
penduduk) dengan jumlah kematian lebih dari 1.358 orang atau CFR mencapai 0,87%.

PEMILIHAN INTERVENSI
Berdasarkan Kebijakan Nasional untuk P2DBD sesuai KEPMENKES No.
581/MENKES/SK/VII/1992 Tentang Pemberantasan Penyakit Demam Berdarah Dengue,
kebijakan umum pengendalian penyakit DBD meliputi (a) meningkatkan perilaku dalam hidup
sehat dan kemandirian terhadap P2DBD; (b) meningkatkan perlindungan kesehatan masyarakat
terhadap penyakit DBD; (c) meningkatkan ilmu pengetahuan dan teknologi program DBD; (d)
memantapkan kerjasama lintas sektor/lintas program; dan (e) pembangunan berwawasan
lingkungan.
Pemerintah telah mengeluarkan kebijakan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN 3M-Plus)
untuk menanggulangi penyakit DBD. Ini merupakan cara utama yang dianggap efektif, efisien,
dan ekonomis untuk memberantas vector penular DBD, mengingat obat dan vaksin pembunuh
virus DBD belum ditemukan. Pemberantasan vector dapat dilakukan terhadap nyamuk dewasa
maupun jentiknya.

PELAKSANAAN
Petugas penanggung jawab program bersama dokter internsip dr. Mohammad Fadel
Satriansyah melakukan kunjungan pemantauan rumah warga yang dilaporkan terjadi kesakitan
DBD di beberapa rumah yang berdekatan satu sama lain di daerah tersebut, yang mana para warga
tersebut sedang dilakukan perawatan di RSUD Banjar. Kunjungan ini dilakukan pada tanggal 28
Mei 2020 di Desa Cibulan, Kota Banjar.
Dengan dibantu RT setempat kami melakukan kunjungan ke beberapa rumah untuk
melakukan pemantauan jentik nyamuk di penampungan air dan pembuangan sampah, kemudian
melakukan penyuluhan singkat tentang DBD dan 3M-Plus kepada warga.
EVALUASI
Masih terdapat beberapa tempat yang memudahkan jentik nyamuk Aedes aegypthi
berkembang biak, baik itu berupa tempat penampungan air yang tidak tertutup, tempat
pembuangan sampah, barang bekas, dan limbah pohon yang terletak di belakang rumah, saling
bertumpukan dengan sampah dari rumah warga lainnya.
Kegiatan PHN kali ini cukup mendapatkan apresiasi dari warga yang dikunjungi. Namun
tetap perlu diberikan pemahaman berkelanjutan dan bertahap kepada masyarakat mengenai
pentingnya PHN, terutama PHN mandiri dan kontinu agar nyamuk tidak berkembang biak di
sekitaran rumah warga.
Upaya Kesehatan Lingkungan

Tanggal : 29 Mei 2020

Kode Kegiatan : F.2

Uraian Kegiatan : Kesehatan Lingkungan Kerja RM Jiemas

LATAR BELAKANG

Bekerja dengan tubuh dan lingkungan yang sehat, aman serta nyaman merupakan hal yang di
inginkan oleh semua pekerja. Lingkungan fisik tempat kerja dan lingkungan organisasi merupakan hal
yang sangat penting dalam mempengaruhi sosial, mental dan fisik dalam kehidupan pekerja. Kesehatan
suatu lingkungan tempat kerja dapat memberikan pengaruh yang positif terhadap kesehatan pekerja,
seperti peningkatan moral pekerja, penurunan absensi dan peningkatan produktifitas. Sebaliknya
tempat kerja yang kurang sehat atau tidak sehat (sering terpapar zat yang bahaya mempengaruhi
kesehatan) dapat meningkatkan angka kecelakaan, rendahnya kualitas kesehatan pekerja,
meningkatnya biaya kesehatan dan banyak lagi dampak negatif lainnya.
Saat ini masih sedikit sekali pekerja dari perusahaan mendapatkan pelayanan kesehatan dan
keselamatan kerja yang memuaskan, karena banyak para pimpinan perusahaan kurang menghubungkan
antara tempat kerja, kesehatan dan pembangunan. Padahal kita ketahui bahwa pekerja yang sehat akan
menjadikan pekerja yang produktif, yang mana sangat penting untuk keberhasilan bisnis perusahaan
dan pembangunan nasional. Untuk itu promosi kesehatan di tempat kerja merupakan bagian yang
sangat penting di tempat kerja.
Resiko yang ditanggung oleh masing-masing pekerja ini berbeda satu sama lainnya, tergantung
pada lingkungan kerja masing-masing karyawan tersebut. Oleh karena itu, promosi kesehatan dapat
dilakukan oleh pimpinan perusahaan atau tempat kerja yang kondusif bagi karywan atau pekerjanya.
Promosi kesehatan kerja adalah upaya memberdayakan masyarakat untuk memelihara, meningkatkan
dan melindungi kesehatan diri serta lingkungannya.

PERMASALAHAN
Kurangnya pengetahuan pekerja mengenai pentingnya keselamatan kerja baik dari
lingkungan kerja ataupun kedisipinan dalam memakai alat pengaman diri.
PERENCANAAN & PEMILIHAN INTERVENSI
Kunjungan ke post ukk dan melakukan penyuluhan mengenai pentingnya kesehatan dan
keselamatan kerja guna mendukung terciptanya para pekerja yang dapat bekerja secara dengan
tubuh yang sehat dan meningkatkan kemandirian para pekerja khususnya dalam bidang kesehatan.

PELAKSANAAN
Pelaksanaan dilakukan dengan melakukan pemeriksaan, penyuluhan dan diskusi 2 arah oleh dr.
Mohammad Fadel Satriansyah di RM Jiemas desa Cimenyan Kota Banjar, guna meningkatkan
pengetahuan pekerja mengenai pentingnya kesehatan dan keselamatan kerja

MONITORING & EVALUASI


Kegiatan evauasi dilakukan setiap kunjungan post ukk tiap bulannya dengan memantau angka
keseakitan dan kesehatan para pekerja di RM Jiemas desa Cimenyan Kota Banjar
Upaya Kesehatan Lingkungan

Tanggal : 30 Mei 2020

Kode Kegiatan : F.2

Uraian Kegiatan : Kesehatan Lingkungan Kerja di Toko Kue Marmara

LATAR BELAKANG

Bekerja dengan tubuh dan lingkungan yang sehat, aman serta nyaman merupakan hal yang di
inginkan oleh semua pekerja. Lingkungan fisik tempat kerja dan lingkungan organisasi merupakan hal
yang sangat penting dalam mempengaruhi sosial, mental dan fisik dalam kehidupan pekerja. Kesehatan
suatu lingkungan tempat kerja dapat memberikan pengaruh yang positif terhadap kesehatan pekerja,
seperti peningkatan moral pekerja, penurunan absensi dan peningkatan produktifitas. Sebaliknya
tempat kerja yang kurang sehat atau tidak sehat (sering terpapar zat yang bahaya mempengaruhi
kesehatan) dapat meningkatkan angka kecelakaan, rendahnya kualitas kesehatan pekerja,
meningkatnya biaya kesehatan dan banyak lagi dampak negatif lainnya.
Saat ini masih sedikit sekali pekerja dari perusahaan mendapatkan pelayanan kesehatan dan
keselamatan kerja yang memuaskan, karena banyak para pimpinan perusahaan kurang menghubungkan
antara tempat kerja, kesehatan dan pembangunan. Padahal kita ketahui bahwa pekerja yang sehat akan
menjadikan pekerja yang produktif, yang mana sangat penting untuk keberhasilan bisnis perusahaan
dan pembangunan nasional. Untuk itu promosi kesehatan di tempat kerja merupakan bagian yang
sangat penting di tempat kerja.
Resiko yang ditanggung oleh masing-masing pekerja ini berbeda satu sama lainnya, tergantung
pada lingkungan kerja masing-masing karyawan tersebut. Oleh karena itu, promosi kesehatan dapat
dilakukan oleh pimpinan perusahaan atau tempat kerja yang kondusif bagi karywan atau pekerjanya.
Promosi kesehatan kerja adalah upaya memberdayakan masyarakat untuk memelihara, meningkatkan
dan melindungi kesehatan diri serta lingkungannya.

PERMASALAHAN
Kurangnya pengetahuan pekerja mengenai pentingnya keselamatan kerja baik dari
lingkungan kerja ataupun kedisipinan dalam memakai alat pengaman diri.
PERENCANAAN & PEMILIHAN INTERVENSI
Kunjungan ke post ukk dan melakukan penyuluhan mengenai pentingnya kesehatan dan
keselamatan kerja guna mendukung terciptanya para pekerja yang dapat bekerja secara dengan
tubuh yang sehat dan meningkatkan kemandirian para pekerja khususnya dalam bidang kesehatan.

PELAKSANAAN
Pelaksanaan dilakukan dengan melakukan pemeriksaan, penyuluhan dan diskusi 2 arah oleh dr.
Mohammad Fadel Satriansyah di Toko Kue Marmara, desa Cimenyan Kota Banjar, guna
meningkatkan pengetahuan pekerja mengenai pentingnya kesehatan dan keselamatan kerja.

MONITORING & EVALUASI


Kegiatan evauasi dilakukan setiap kunjungan post ukk tiap bulannya dengan memantau angka
keseakitan dan kesehatan para pekerja di Toko Kue Marmara, desa Cimenyan Kota Banjar.
Upaya Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) serta Keluarga Berencana (KB)

Tanggal : 01 Juni 2020

Kode Kegiatan : F3

Uraian Kegiatan : Pelaksanaan Kegiatan Antenatal Care Terpadu

LATAR BELAKANG

Indonesia telah melakukan berbagai upaya untuk meningkatkan pembangunan di


bidang kesehatan. Sejak tahun 2010, pemerintah Indonesia memiliki Rencana
Pembangunan Kesehatan Jangka Menengah (RPKJM) dimana program kerja tersebut
merupakan upaya menurunkan angka kematian ibu, bayi, dan balita, meningkatkan status
gizi masyarakat serta pencegahan dan penanggulangan penyakit menular masih menjadi
prioritas utama dalam pembangunan nasional bidang kesehatan. Salah satu program dalam
RPKJM adalah menyelenggarakan Antenatal Care terpadu. ANC terpadu adalah
pelayanan pemeriksaan pada ibu hamil secara komprehensif dan terpadu, mencakup upaya
promotif, preventif, sekaligus kuratif dan rehabilitatif, yang meliputi pelayanan KIA, gizi,
pengendalian penyakit menular (imunisasi, HIV/AIDS, TB, Malaria, penyakit menular
seksual), penanganan penyakit kronis serta beberapa program lokal dan spesifik lainnya
sesuai dengan kebutuhan program.
Setiap ibu hamil diharapkan dapat menjalankan kehamilannya dengan sehat,
bersalin dengan selamat serta melahirkan bayi yang sehat. Oleh karena itu, setiap ibu hamil
harus dapat dengan mudah mengakses fasilitas kesehatan untuk mendapat pelayanan sesuai
standar ANC terpadu, seperti menimbang berat badan, mengukur lingkar lengan atas,
mengukur tekanan darah, mengukur tinggi fundus uteri, menghitung denyut jantung janin,
menentukan presentasi janin, memberikan imunisasi tetanus toksoid, memberi tablet besi,
serta melakukan pemeriksaan laboratorium. Pemeriksaan laboratorium dapat berupa
pemeriksaan rutin berupa pemeriksaan golongan darah, hemoglobin, protein dalam urin,
pemeriksaan hepatitis B, serta HIV.
Melihat kenyataan tersebut, maka pelayanan antenatal harus dilaksanakan secara
komprehensif, terpadu dan berkualitas agar adanya masalah/penyakit tersebut dapat
dideteksi dan ditangani secara dini. Melalui pelayanan antenatal yang terpadu, ibu hamil
akan mendapatkan pelayanan yang lebih menyeluruh dan terpadu, sehingga hak
reproduksinya dapat terpenuhi, missed opportunity dapat dihindari serta pelayanan
kesehatan dapat diselenggarakan secara lebih efektif dan efisien.

PERMASALAHAN DIMASYARAKAT

Meskipun sejumlah upaya dilakukan, kematian ibu saat menghadirkan kehidupan


baru bagi bangsa masih tinggi. Tingginya kematian ibu melahirkan di Indonesia yang
termasuk tertinggi di Asia pada dasarnya menunjukkan kegagalan negara dalam
melindungi kaum ibu. Kematian ibu disebabkan oleh beberapa masalah yang sering terjadi
mulai dari buruknya kondisi gizi janin hingga mereka jadi calon ibu, rendahnya
pengetahuan kesehatan reproduksi, tingginya kasus pernikahan usia remaja, kekerasan
seksual dan kekerasan dalam rumah tangga, ketaksetaraan jender, hingga sistem layanan
kesehatan ibu hamil tak sesuai budaya.

PEMILIHAN INTERVENSI

Berdasarkan permasalahan yang telah dijelaskan diatas maka untuk mengurangi


resiko kematian pada ibu hamil dan bayi baru lahir maka kami melakukan program
pemeriksaan antenatal care terpadu pada setiap ibu hamil untuk memantau kesehatan ibu
,perkembangan janin serta mencegah dan mengobati penyakit yang bisa timbul saat hamil
dan berisiko terhadap kehamilannya.

PELAKSANAAN

Kegiatan antenatal care ini telah dilakukan di Poliklinik KIA puskesmas Banjar 3
setiap hari senin-kamis dan akan terus berlanjut sesuai dengan program puskesmas dalam
mendeteksi dini penyakit pada kehamilan.

Pemeriksaan ini meliputi anamnesis tentang gejala utama seperti demam, muntah,
nafsu makan menurun, perdarahan selama kehamilan, keputihan, sesak, batuk lama,
riwayat hipertensi, riwayat kelahiran, status imunisasi dan lain-lain. Dan dilanjutkan
dengan pemeriksaan fisis meliputi pengukuran berat badan, pemeriksaan Leopold, serta
dilakukan beberapa pemeriksaan laboratorium bagi ibu hamil yang memiliki resiko atau
penyakit dalam kehamilannya. Dan pemberian suplemen besi dan multivitamin jika perlu.

EVALUASI

- Pada anamnesis didapatkan keluhan terbanyak pada ibu hamil dengan usia kehamilan 1
sampai 20 minggu yaitu keluhan mual, muntah, nyeri ulu hati serta nafsu makan menurun.
Keluhan lain yang didapatkan yaitu perdarahan yang disertai dan tidak disertai nyeri perut,
- Pada pemeriksaan fisis sebagian besar tidak didapatkan kelainan dalam kehamilannya dan
bagi yang kami nyatakan memiliki resiko terhadap kehamilannya kami anjurkan untuk
dirujuk ke fasilitas kesehatan yang lebih lengkap untuk diperiksa lebih lanjut misalnya usg
abdomen dll.
- Beberapa yang kami dapatkan memiliki gejala dan tanda seperti hipertensi, edema tungkai,
hiperemesis dll kami anjurkan untuk diperiksa gula darah,darah rutin dan protein urin.
- Setelah dilakukan anamnesis dan pemeriksaan fisis kegiatan ANC dilanjutkan dengan
pemberian tablet fe, vitamin dan imunisasi TT sesuai indikasi.
Upaya Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) serta Keluarga Berencana (KB)

Tanggal : 02 Juni 2020

Kode Kegiatan : F3

Uraian Kegiatan : PEMASANGAN KB IUD DI PKM BANJAR 3

LATAR BELAKANG
Pertumbuhan penduduk Indonesia mengalami peningkatan dari waktu ke waktu. Untuk
mengendalikan jumlah penduduk, pemerintah Republik Indonesia mencanangkan Program
Keluarga Berencana (KB). Menurut World Health Organisation (WHO) tahun 1970, Keluarga
Berencana merupakan suatu tindakan yang membantu pasangan suami istri untuk menghindari
kehamilan yang tidak diinginkan, mendapatkan kelahiran yang sangat diinginkan, mengatur
interval di antara kehamilan, mengontrol waktu saat kelahiran dalam hubungan dengan umur
suami istri serta menentukan jumlah anak dan keluarga. Dalam mewujudkan Program KB,
pemerintah menganjurkan masyarakat, khususnya para ibu, untuk menggunakan alat kontrasepsi
yang tepat sehingga dapat memiliki kontribusi dalam meningkatkan kualitas penduduk.
Kontrasepsi merupakan suatu alat yang digunakan untuk mencegah pertemuan antara sel
telur (sel wanita) yang matang dengan sel sperma (sel pria) yang dapat menyebabkan kehamilan.
Kontrasepsi umumnya dibagi menjadi dua macam, yaitu Metode Kontrasepsi Jangka Panjang
(MKJP) dan Non Metode Kontrasepsi Jangka Panjang (Non MKJP).
MKJP meliputi jenis kontrasepsi implan, intra uterine devices (IUD) atau alat kontrasepsi
dalam rahim (AKDR), metode operatif pria (MOP) seperti vasektomi, dan metode operatif wanita
(MOW) seperti tubektomi. Sedangkan Non MKJP meliputi kondom, pil KB, suntik, dan metode
lainnya selain dalam MKJP.
IUD merupakan kontrasepsi yang dimasukkan ke dalam rahim yang terbuat dari bahan
polietilen dengan atau tanpa metal atau steroid. IUD sangat efektif untuk menjarangkan kehamilan
dibandingkan dengan metode kontrasepsi jangka panjang lainnya seperti implan, tubektomi, dan
vasektomi. IUD merupakan metode kontrasepsi jangka panjang yang paling banyak digunakan
dalam Program KB di Indonesia. Pengguna IUD di Indonesia mencapai 22,6% dari semua
pengguna metode kontrasepsi.
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa terdapat keuntungan dari penggunaan
kontrasepsi ini, antara lain: efektifitasnya tinggi sekitar 0,6 sampai 0,8 kehamilan per 100
perempuan, kegagalan dalam 125 sampai 170 kehamilan; segera efektif saat terpasang di Rahim;
tidak memerlukan kunjungan ulang; tidak mempengaruhi hubungan seksual; tidak memiliki efek
samping hormonal; tidak mempengaruhi kualitas dan volume ASI; dapat dipasang segera setelah
melahirkan atau sesudah abortus dengan catatan tidak terjadi infeksi; membantu mencegah
kehamilan ektopik; tidak ada interaksi dengan obatobatan; dapat digunakan hingga menopause.
Sedangkan kekurangan dari penggunaan IUD antara lain: perubahan siklus haid, periode haid lebih
lama, perdarahan atau spotting antar menstruasi, nyeri saat haid.

PERMASALAHAN DI MASYARAKAT
Ibu perlu ikut KB setelah persalinan agar ibu tidak cepat hamil lagi (minimal 3-5 tahun)
dan punya waktu merawat kesehatan diri sendiri, anak dan keluarga. Kontrasepsi yang dapat
digunakan pada pasca persalinan dan paling potensi untuk mencegah mis opportunity berKB
adalah Alat Kontrasepsi Dalam rahim (AKDR) atau IUD pasca plasenta, yakni pemasangan dalam
10 menit pertama sampai 48 jam setelah plasenta lahir (atau sebelum penjahitan uterus/rahim pada
pasca persalinan dan pasca keguguran di fasilitas kesehatan, dari ANC sampai dengan persalinan
terus diberikan penyuluhan pemilihan metode kontrasepsi. Sehingga ibu yang setelah bersalin atau
keguguran, pulang ke rumah sudah menggunakan salah satu kontrasepsi.
Salah satu pasien yang merupakan calon akseptor IUD adalah Ny. Sari, 38 tahun. Pasien
baru saja melahirkan 1 bulan yang lalu, datang ke PKM Banjar 3 untuk pemasangan IUD. Melalui
anamnesa singkat, pasien tidak langsung melakukan pemasangan IUD pasca melahirkkan karena
masih belum memutuskan jenis KB apa yang akan di lakukan. Saat ini pasien sedang menyusui
esklusif sehingga memutuskan setelah mengetahui jenis KB apa yang cocok dengannya.

PEMILIHAN INTERVENSI
Oleh karena permasalahan yang terjadi di masyarakat adalah berkaitan dengan
pertumbuhan ekonomi yang pesat dan peningkatan jenjang, adanya beberapa kemungkinan kurang
berhasilnya program KB diantaranya dipengaruhi oleh tingkat pengetahuan ibu dan faktor
pendukung lainnya. Maka perlu kegiatan yang dilakukan oleh tenaga medis secara langsung atau
kader yang telah mendapatkan pelatihan mengenai KB.
PELAKSANAAN
Kegiatan pemasangan IUD ini dilakukan di PKM Banjar 3 di Poli KIA oleh dokter Intership
dr. Mohammad Fadel Satriansyah pada hari selasa tanggal 02 Juni 2020. Sebelum melakukan
pemasangan, terlebih dahulu melaukan pemeriksaan meliputi anamnesis hingga pemeriksaan fisik
untuk menentukan layak tidakknya untuk dilakukan pemsanagan IUD, kemudian dilanjutkan
dengan intervensi farmaoterapi dan edukasi mengenai manfaat, dampak positif, dampak negatif
dan sampai kapan IUD ini bisa di cabut dan dilaukan pemsangan kembali serta waktu dan kondisi
perlu dilaukan kontrol IUD.

EVALUASI
Berdasarkan masalah dari pasien, sangat nampak bahwa kurangnya pengetahuan pasien akan
manfaat KB terutama IUD sangat kurang. Sehingga perlunya untuk meningkatkan pengetahuan
masyarakat khususnya para Ibu akan pentingnya penggunaan KB. Penyuluhan perlu dilakukan
pada ibu ibu hamil yang akan melahirkan agar mereka telah mempersiapan rencana penggunaan
KB apa yang akan dipilih.
Upaya Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) serta Keluarga Berencana (KB)

Tanggal : 03 Juni 2020

Kode Kegiatan : F3

Uraian Kegiatan : Pelaksanaan Kelas Ibu Hamil

Latar belakang
Kesehatan ibu dan anak menjadi target dalam tujuan Milineium Development Growth
(MDG), tepatnya pada tujuan 4 dan 5 yaitu menurunkan angka kematian anak dan meningkatkan
kesehatan ibu. Program kesehatan ibu dan anak merupakan unsur penting pembangunan, hal ini
mengandung pengertian bahwa dari seorang ibu akan dilahirkan calon penerus bangsa yang akan
dapat memberikan manfaat bagi bangsa maka harus diupayakan kondisi ibu dan anak yang sehat.
Dalam upaya pencapaian MDG dan tujuan pembangunan kesehatan, peningkatan pelayanan
kesehatan ibu diprioritaskan yaitu dengan menurunkan angka kematian ibu.
Untuk menurunkan AKI diperlukan upaya-upaya yang terkait dengan kehamilan, kelahiran
dan nifas. Upaya untuk mempercepat penurunan AKI telah dimulai sejak akhir tahun 1980-an
melalui program Safe Motherhood yang mendapat perhatian besar dan dukungan dari berbagai
pihak baik dalam maupun luar negeri. Pada akhir tahun 1990-an secara konseptual telah
diperkenalkan lagi upaya menajamkan strategi dan intervensi dalam menurunkan AKI melalui
Making Pregnancy Safer (MPS) yang dicanangkan oleh pemerintah pada tahun 2000.

Salah satu program dari Kementrian Kesehatan dalam upaya pencapaian MDG yaitu
berupa peningkatan pelayanan kesehatan ibu dengan memprioritaskan pada menurunkan angka
kematian ibu menjadi 102 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2015 dari 425 per 100.000
kelahiran hidup pada tahun 1992. Untuk mempercepat pencapaian program MDG ini, diperlukan
upaya percepatan penurunan kematian ibu dan bayi melalui peningkatan pengetahuan dan
perubahan perilaku ibu dan keluarga.
Permasalahan di masyarakat
Program yang diselenggarakan oleh kementererian kesehatan untuk mendukung langkah
tersebut kelas ibu hamil. Kelas ibu hamil adalah sarana belajar kelompok tentang kesehatan bagi
ibu hamil, dalam bentuk tatap muka bertujuan meningkatkan pengetahuan dan keterampilan ibu-
ibu mengenai kehamilan, persalinan, perawatan nifas, dan perawatan bayi baru lahir.

Kurangnya interaksi antara ibu hamil serta antar ibu hamil dan petugas kesehatan menjadi
salah satu alasan dilaksanakannya kelas ibu hamil ini. Selain itu, dengan kelas ibu hamil ini
diharapkan adanya peningkatan pengetahuan dan pemahaman ibu hamil tentang kehamilan dan
persalinan serta perawatan bayi.

Pemilihan intervensi
Kegiatan kelas ibu hamil diadakan di Desa Cibulan pada tanggal 3 Juni 2020. Susunan
kegiatan berupa penyuluhan mengenai antenatal care (ANC), persiapan persalinan, tanda dan
bahaya dalam kehamilan serta penyuluhan mengenai inisiasi menyusui dini dan pentingnya ASI
eksklusif.

Pelaksanaan
Pelaksanaan kegiatan Kelas Ibu Hamil diikuti oleh 20 ibu hamil. Susunan kegiatan pada
kelas ibu amil adalah sebagai berikut:

1. Penyuluhan mengenai antenatal care (ANC), penyakit yang dapat menyertai selama
kehamilan, persiapan persalinan, Inisiasi Menyusui Dini (IMD) dan pemberian ASI
eksklusif
2. Interaksi dalam bentuk tanya jawab antara petugas kesehatan dengan ibu hamil setealah
materi diberikan
3. Pemeriksaan Hb dan kadar protein di dalam urin

Evaluasi

1. Evaluasi Struktur
Persiapan kegiatan penyuluhan dilakukan dengan mempersiapkan peralatan dan bahan penyuluhan.
2. Evaluasi Proses
Peserta yang hadir kurang lebih 20 orang. Penyuluhan berjalan sebagaimana yang diharapkan
walaupun masih ada beberapa peserta yang tidak memperhatikan dengan seksama. Peserta
penyuluhan dirasa cukup antusias mengikuti kegiatan penyuluhan dan sebagian besar peserta aktif
dalam kegiatan ini dengan memberikan pertanyaan.
3. Evaluasi Hasil
Peserta penyuluhan yang hadir mampu memberikan umpan balik kepada pemateri mengenai
pertanyaan-pertanyaan yang diberikan kepada peserta. Hal ini membuktikan bahwa peserta
penyuluhan tertarik dan memperhatikan penyuluhan yang telah diberikan.
Upaya Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) serta Keluarga Berencana (KB)

Tanggal : 04 Juni 2020

Kode Kegiatan : F3

Uraian Kegiatan :PENYULUHAN EKLAMPSIA, PREEKLAMPSIA DAN


HIPERTENSI DALAM KEHAMILAN PADA KELAS IBU HAMIL

LATAR BELAKANG
Setiap tahun sekitar setengah juta perempuan di dunia meninggal akibat komplikasi yang
berhubungan dengan kehamilan dan persalinan (WHO, 1996). Lebih dari separuhnya berada di
negara Asia. Penyebab utama terjadinya kematian ibu dapat di bagi 4 (empat) kelompok yaitu
langsung, terjadi tanpa dapat diduga sebelumnya dan tidak diketahui penyebabnya, penyebab
langsung kematian ibu yang paling umum di Indonesia adalah preeklampsia/eklampsia,
perdarahan dan infeksi. World Health Organization melaporkan pada tahun 2005 terdapat 536.000
wanita hamil meninggal akibat hipertensi pada saat persalinan di seluruh dunia. Angka Kematian
Ibu (AKI) di Subsahara Afrika 270/100.000 kelahiran hidup, di Asia Selatan 188/100.000
kelahiran hidup dan di Asia Tenggara 35/100.000 (WHO, 2010). 1,2,3
Berdasarkan laporan WHO pada tahun 2005, di Indonesia angka kematian ibu tergolong tinggi
yaitu 420/100.000 kelahiran hidup dibandingkan dengan negara-negara ASEAN. Aki di Singapura
14/100.000 kelahiran hidup, di Malaysia 62/100.000 kelahiran hidup, di Thailand 110/100.000
kelahiran hidup, di Vietnam 150/100.000 kelahiran hidup, di Filipina 230/100.000 kelahiran hidup
dan Myanmar 380/100.000 kelahiran hidup (WHO, 2010). Angka kematian ibu merupakan
indicator keberhasilan pembangunan pada sector kesehatan. AKI mengacu pada jumlah kematian
ibu, mulai dari masa kehamilan, persalinan dan nifas. Menurut data Survei Demografi Kesehatan
Indonesia (SDKI) tahun 2008 AKI di Indonesia 307/100.000 kelahiran hidup dan tahun 2009 AKI
di Indonesia 228/100.000 kelahiran hiduo. Penurunan AKI di Indonesia masih terlalu lambat untuk
mencapai target tujuan pembangunan yaitu menurungkan angka kematian ibu 3/4 selama
kehamilan dan persalinan. Rentang tahun 2003-2009 penurunan AKI di Indonesia, jauh dari target
yang ingin dicapai pada tahun 2010 dan 2015 diperkirakan 125/100.000 kelihiran hidup dan
115/100.000 kelahiran hidup. 1,2
PERMASALAHAN DI MASYARAKAT
Hubungan peningkatan usia meternal terhadap hipertensi kehamilan adalah sama dan
meningkat lagi saat usia diatas 35 tahun. Hipertensi kerena kehamilan paling sering mengenai
wanita tua. Telah dilaporkan di RS. Dr. Kariadi Semarang pada tahun 2008, bahwa wanita diatas
35 tahun mengalami hipertensi dalam kehamilan dengan 29 kehamilan mengalami preeklampsia
berat, 22 preeklampsia ringan, 3 eklampsia, 7 superimpose preeklamsia, 11 hipertensi gestasional
dan 4 hipertensi kronik. Graviditas merupakan jumlah dari kehamilan terlepas dari usia kehamilan.
Catatan statistik menunjukkan dari seluruh insiden dunia, 5-8% hipertensi dalam kehamilan dari
semua kehamilan, terdapat 12% lebih dikarenakan oleh primigravida (kehamilan pertama). Faktor
yang mempengaruhi hipertensi dalam kehamilan frekuensi primigravida lebih tinggi bila
dibandingkan dengan multigravida, terutama primigravida muda. 2,3,5,7
Persalinan yang berulang-ulang akan mempunyai banyak resiko terhadap kehamilan, telah
terbukti bahwa persalinan kedua dan ketiga adalah persalinan yang paling aman. Pada The New
England Journal of Medicine tercatat bahwa pada kehamilan pertama resiko terjadi preeklampsia
3,9%, kehamilan kedua 1,7% dan kehamilan ketiga 1,8%.
Indeks Massa Tubuh (IMT) adalah salah satu pengukuran antropometri dengan rasio berat
badan dan tinggi badan untuk penilaian status gizi. Peningkatan IMT sangat erat kaitannya dengan
terjadinya hipertensi ringan dan atau preeklampsia. Dari hasil penelitian terdahulu pada tahun 2010
terhadap primigravida, didapatkan hasil yang signifikan antara obesitas dengan kejadian hipertensi
dalam kehamilan. Hubungan antara berat badan ibu hamil dan resiko terjadinya preeklampsia
bersifat progresif. Hal tersebut dibuktikan dengan adanya peningkatan kejadian preeklampsia dari
4,3% pada ibu dengan IMT 35 kg/m2. 3,4,6

PEMILIHAN INTERVENSI
Oleh karena permasalahan yang terjadi diatas, maka diadakan penyuluhan terhadap ibu hamil
yang baru saja memeriksakan kandungan di kelas ibu hamil. Agar para ibu hamil terutama yang
beresiko tinggi dapat mengenali tanda-tanda dari gejala tersebut.
PELAKSANAAN
Pelayanan pemeriksaan ibu hamil dirangkaikan dengan kelas ibu hamil. Tim Kesehatan Ibu dan
Anak Puskesmas membawa beberapa alat Ante Natal Care (ANC) dan beberapa flip chart yang
dijelaskan langsung lewat penyuluhan.

EVALUASI
Setelah melakukan penyuluhan tentang eclampsia, preeklampsia dan hipertensi dalam
kehamilan, maka didapatkan beberapa ibu-ibu hamil yang ada beresiko tinggi mengalami
preeklampsia.
Upaya Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) serta Keluarga Berencana (KB)

Tanggal : 05 Juni 2020

Kode Kegiatan : F3

Uraian Kegiatan : PELAKSANAAN KEGIATAN IMUNISASI

A. Latar Belakang
Upaya yang dilakukan untuk menurunkan angka kesakitan, kematian, kecacatan, dari
penyakit menular dan penyakit tidak menular termasuk penyakit yang dapat dicegah dengan
imunisasi adalah dengan meningkatkan kesadaran bahwa betapa pentingnya kesehatan.
Pemerintah telah merencanakan kegiatan imunisasi dari tahun 1956, yang dimulai di Pulau
Jawa dengan vaksin cacar.
Imunisasi adalah pemberian kekebalan tubuh terhadap suatu penyakit dengan
memasukan sesuatu ke dalam tubuh agar tubuh tahan terhadap penyakit yang sedang
mewabah atau berbahaya bagi seseorang. Imunisasi adalah investasi terbesar bagi anak di
masa depan. Imunisasi adalah hak anak yang tidak bisa ditunda dan diabaikan. Setiap anak
berhak memperoleh imunisasi dasar sesuai dengan ketentuan yang berlaku untuk mencegah
terjadinya penyakit yang dapat dihindari melalui imunisasi.
Undang- Undang Kesehatan nomor 36 tahun 2009 pasal 130 menyatakan bahwa
Pemerintah wajib memberikan imunisasi lengkap kepada setiap bayi dan anak. Upaya
pemeliharaan kesehatan bayi dan anak harus ditujukan untuk mempersiapkan generasi yang
akan datang yang sehat, cerdas, dan berkualitas serta untuk menurunkan angka kematian bayi
dan anak sesuai dengan program organisasi kesehatan dunia WHO (Badan Kesehatan Dunia),
pemerintah mewajibkan lima jenis imunisasi bagi anak-anak, yang disebut Program
Pengembangan Imunisasi (PPI). Wajib itu artinya semua anak yang tinggal di Indonesia wajib
diberikan lima jenis imunisasi untuk mencegah tujuh jenis penyakit. Meski penting, namun
pemerintah tak mewajibkan semua jenis imunisasi. Hanya ada 5 jenis imunisasi yang wajib
diberikan kepada anak yaitu imunisasi BCG (Bacillus Calmette-Guerin), hepatitis B, DPT
(Difteri Pertusis Tetanus), Polio, dan campak.
Imunisasi sudah terbukti manfaat dan efektifitasnya dan teruji keamanannya secara
ilmiah dengan berdasarkan kejadian berbasis bukti. Setiap tahun ada sekitar 2,4 juta anak usia
kurang dari 5 tahun di dunia yang meninggal karena penyakit-penyakit yang dapat dicegah
oleh vaksinasi. Di Indonesia, sekitar 7% anak belum mendapatkan vaksinasi. Berbagai upaya
telah dilakukan untuk menggalakkan pemberian imunisasi dasar kepada bayi secarah
menyeluruh atau universal. Salah satu upaya yang dilakukan adalah Gerakan Akselerasi
Imunisasi Nasional dalam rangka UCI (Universal Child Immunization ) 2010-2014.
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor 741/MENKES/PER/VII/2008
tentang Standar Pelayanan Minimal bidang kesehatan di Kabupaten/ kota menyebutkan bahwa
SPM Imunisasi adalah tercapainya cakupan desa / kelurahan UCI 100 % mulai tahun 2010.
Sampai saat ini upaya pencapaian Desa/ Kelurahan UCI 100 % belum mencapai yang
diharapkan.
Peran seorang ibu pada program imunisasi sangatlah penting, karena orang terdekat
dengan bayi dan anak adalah ibu. Demikian juga tentang pengetahuan, kepercayaan dan
perilaku kesehatan ibu. Pengetahuan, kepercayaan dan perilaku kesehatan seorang ibu akan
mempengaruhi kepatuhan pemberian imunisasi dasar pada bayi dan anak.

B. Permasalahan di Masyarakat
Sebagian besar masyarakat memiliki perilaku yang tidak sehat karena belum
mengetahui dan menerapkan pola hidup bersih dan sehat serta seringnya tidak mengkonsumsi
makanan yang sehat. Selain itu status ekonomi menjadi salah satu penyebab terjadinya
penyakit karena pencegahan yang tidak hanya dari status imunisasi saja tetapi dari faktor
lingkungan sekitar kurang sehat yang menjadi layak untuk perkembangbiakan penyakit.
Secara umum banyak rumah penduduk memenuhi kriteria rumah sehat. Baik dari segi
pencahayaan, dinding, ventilasinya dan lantai. Penataan rumah yang tidak rapi dan tidak
bersih bisa menjadi sarang berbagai macam penyakit. Lingkungan sekitar yang padat
penduduk dan agak kumuh juga sangat berpengaruh dalam proses penularan penyakit.
C. Pemilihan Intervensi
Berdasarkan masalah di atas, maka diadakan pelaksanaan kegiatan imunisasi pada bayi
maupun anak. Kegiatan tersebut meliputi penguatan imunisasi rutin bayi (<1tahun),
memantau kualitas dan manajemen rantai vaksin, memantau dan membina kompetensi
petugas pengelola vaksin maupun koordinator program imunisasi, melakukan imunisasi ulang
kepada penderita yang sudah sembuh sesuai kelompok umurnya, serta penderita dengan
imunisasi parsial harus melengkapi imunisasi dasar sesuai jadwal menurut rekomendasi
nasional. Pemberian imunisasi meliputi imunisasi BCG (Bacillus Calmette-Guerin), Hepatitis
B, DPT (Difteri Pertusis Tetanus), Polio, dan Campak.

D. Pelaksanaan
Kegiatan ini dilaksanakan di Posyandu desa Sumanding Kulon, pada tanggal 5 Juni
2020. Sasaran imunisasi adalah balita yang berada dan tinggal di lingkungan sekitar lokasi
kegiatan.

E. Evaluasi
 Evaluasi Struktur
Persiapan kegiatan imunisasi dilakukan satu hari sebelumnya. Telah dilakukan koordinasi
dengan tim pelaksana imunisasi puskesmas di Posyandu . Kegiatan ini dilakukan
bersamaan dengan pengukuran status gizi balita.
 Evaluasi Proses
Dokter bersama tim pelaksana imunisasi dari puskesmas tiba di Posyandu Sumanding
kulon, pada Pukul 09.00 WIB. Balita yang mendapatkan imunisasi sebanyak 15 orang,
sebagian besar berumur kurang dari setahun.
 Evaluasi Hasil
Banyaknya balita yang dibawa ke lokasi pemberian imunisasi menunjukkan adanya
antusias masyarakat yang sangat tinggi. Sehingga dengan imunisasi dapat memberikan
kekebalan tubuh bagi balita agar terhindar dari penyakit yang sebenarnya bisa dicegah
dengan imunisasi.
F4 UPAYA PERBAIKAN GIZI MASYARAKAT

Gizi seimbang pada ibu hamil

TANGGAL PELAKSANAAN : 8 Juni 2020

Ibu hamil adalah seorang wanita yang mengandung dimulai dari konsepsi (bertemunya sel telur

dan sel sperma) sampai lahirnya janin/ jabang bayi. Lamanya hamil normal adalah 280 hari (40

minggu atau 9 bulan 7 hari) dihitung dari hari pertama haid terakhir (HPHT). Umur kehamilan

terbagi dalam 3 trimester, yaitu :

1. Trimester I : Umur kehamilan 0-12 minggu

2. Trimester II : Umur kehamilan 13-28 minggu

3. Trimester III : Umur kehamilan 29-40 minggu

Gizi seimbang adalah susunan makanan sehari-hari yang mengandung zat-zat gizi dalam jenis dan

jumlah yang sesuai dengan kebutuhan tubuh, dengan memperhatikan prinsip keanekaragaman atau

variasi makanan, aktivitas fisik, kebersihan, dan berat badan ideal.

Ibu hamil harus mengkonsumsi makanan lebih banyak karena harus memenuhi kebutuhan zat gizi

untuk dirinya dan untuk pertumbuhan serta perkembangan janin/bayinya. Meskipun ibu hamil

membutuhkan zat gizi yang lebih banyak dibandingkan dengan keadaan tidak hamil, tetapi

konsumsi pangannya tetap beraneka ragam dan seimbang dalam jumlah dan proporsinya. Janin

tumbuh dengan mengambil zat-zat gizi dari makanan yang dikonsumsi oleh ibunya dan dari

simpanan zat gizi yang berada di dalam tubuh ibunya. Selama hamil seorang ibu harus menambah

jumlah dan jenis makanan yang dimakan untuk mencukupi kebutuhan pertumbuhan bayi dan

kebutuhan ibu yang sedang mengandung bayinya. Bila makanan ibu sehari-hari tidak cukup
mengandung zat gizi yang dibutuhkan, maka janin atau bayi akan mengambil persediaan yang ada

didalam tubuh ibunya, seperti sel lemak ibu sebagai sumber kalori; zat besi dari simpanan di dalam

tubuh ibu sebagai sumber zat besi janin/bayi. Demikian juga beberapa zat gizi tertentu tidak

disimpan di dalam tubuh seperti vitamin C dan vitamin B yang banyak terdapat di dalam sayuran

dan buah-buahan.

A. PERMASALAHAN DI MASYARAKAT

Berdasarkan pendataan yang kami lakukan, ibu hamil masih banyak yang kurang pengetahuan

mengenai gizi seimbang pada ibu hamil. Ibu hamil harus mempunyai status gizi yang baik dan

mengonsumsi makanan yang beranekaragam baik proporsi maupun jumlahnya. Kenyataannya di

Indonesia masih banyak ibu-ibu yang saat hamil mempunyai status gizi kurang, misalnya kurus

dan menderita anemia. Hal ini dapat disebabkan karena asupan makanannya selama kehamilan

tidak mencukupi untuk kebutuhan dirinya sendiri dan bayinya. Selain itu kondisi ini dapat

diperburuk oleh beban kerja ibu hamil yang biasanya sama atau lebih berat dibandingkan dengan

sebelum hamil. Akibatnya, bayi tidak mendapatkan zat gizi yang dibutuhkan, sehingga

mengganggu pertumbuhan dan perkembangannya.

Oleh karena itu, kami tertarik dan berinisiatif untuk melakukan kegiatan penyuluhan tentang gizi

seimbang pada ibu hamil dari definisi hingga cara penerapan gizi seimbang dalam menu makanan

ibu hamil sehari-hari.

B. PERENCANAAN DAN PEMILIHAN INTERVENSI

Metode penyuluhan yang kami pilih adalah terjun langsung ke masyarakat untuk memberikan

penyuluhan tentang pentingnya menerapkan gizi seimbang pada ibu hamil dalam kesehariannya

untuk mencegah anemia dan penyulit lainnya saat persalinan.


Kami memilih para ibu-ibu rumah tangga yang datang ke kelas ibu hamil sebagai prioritas

penyuluhan kami dengan alasan bahwa setiap ibu hamil wajib mengetahui kecukupan gizi yang

diperlukan tubuh dalam menjalani keseharian agar tidak terjadi anemia, dan penyulit lain selama

hamil dan menuju persalinan.

D. PELAKSANAAN

a. Topik :

gizi seimbang pada ibu hamil dan penerapannya

b. Sasaran dan Target :

Sasaran : Ibu hamil peserta kelas ibu hamil desa dana mulya

Target : Ibu hamil peserta kelas ibu hamil desa dana mulya

c. Metode :

Ceramah, demonstrasi, dan diskusi.

d. Media dan Alat :

Laptop, LCD,

e. Waktu dan Tempat :

Hari/ Tgl : senin / 8 Juni 2020

Pukul : 08:00 – 09:00 WIB

Tempat : Aula PKM Banjar 3


E. EVALUASI

1. Evaluasi Struktur

 Laporan telah dikoordinasi sesuai rencana

 Tidak semua ibu datang ke Posyandu

 Tempat, media dan alat sesuai rencana

2. Evaluasi Proses

 Peran dan tugas dokter sesuai dengan perencanaan

 Waktu pelaksanaan sesuai dengan perencanaan

 Ibu-ibu aktif dalam kegiatan penyuluhan

3. Evaluasi Hasil

Peserta mampu:

 Memahami pembagian gizi seimbang pada ibu hamil sesuai dengan 13 pesan gizi

umum serta 4 khusus untuk ibu hamil.

 Menjelaskan mengenai tumpeng gizi seimbang dan penerapannya.


F4 UPAYA PERBAIKAN GIZI MASYARAKAT

Gizi seimbang pada diabetes militus

Tanggal : 9 Juni 2020

Tempat : PKM Banjar 3

Diabetes Melitus (DM) merupakan kelainan metabolik dengan etiologi multifactorial.

penyakit ini ditandai dengan hiperglikemia kronis lan mempengaruhi metabolisme karbohidrat,

protein dan lemak. Penyandang DM akan ditemukan lengan berbagai gejala seperti poliuria

(banyak berkemih), polidipsia (banyak minum) dan polifagia (banyak makan) dengan penurunan

berat badan. jangka waktu lama menimbulkan rangkaian jangguan metabolik yang menyebabkan

kelainan patologis makrovaskular dan mikrovaskular.

Selain faktor obesitas, faktor resiko lain yang berperan terhadap terjadinya Penyakit DM,

antara lain; genetik, pertambahan usia, kurangnya aktifitas fisik dan pola makan tidak seimbang

yang memicu terjadinya obesitas. Pola makan berupa asupan makanan tinggi energi dan tinggi

lemak tanpa disertai dengan aktifitas fisik yang teratur akan mengubah keseimbangan energi

dengan disimpannya energi sebagai lemak simpanan yang jarang digunakan. Asupan energi yang

berlebihan akan meningkatkan resistensi insulin sekalipun belum terjadi kenaikanberat badan yang

signifikan. Diet tinggi kalori, tinggi lemak dan rendah karbohidrat berkaitan dengan DM tipe 2.

Pola makan atau diet merupakan determinan penting yang menentukan obesitas dan

resistensi insulin. Konsumsi makanan tinggi energi dan tinggi lemak, selain aktivitas fisik rendah,

akan mengubah keseimbangan energi dengan disimpannya energi sebagai lemak simpanan yang

jarang digunakan. Asupan energi yang berlebihan akan meningkatkan resistensi insulin sekalipun

belum terjadi kenaikan berat badan yang signifikan. Diet tinggi kalori, tinggi lemak dan rendah
karbohidrat berkaitan dengan DMtipe 2. Diet kaya akan energi dan rendah serat akan

meningkatkan kenaikan berat badan dan resistensi insulin bahkan pada populasi berisiko rendah.

Pada masyarakat dianjurkan untuk menerapkan pola makan yang sehat supaya terhindar

dari DM terutama DM tipe 2 dengan cara mengonsumsi makanan secara seimbang terutama

mengonsumsi lemak dan karbohidrat cukup serta meningkatkan konsumsi serat, selain melakukan

aktifitas fisik atau olah raga secara teratur.

A. PERMASALAHAN DI MASYARAKAT

Berdasarkan pendataan yang kami lakukan, masih banyak penderita diabetes militus mengaku

kebingungan untuk melakukan pola hidup yang baik dengan gizi seimbang agar tetap cukup gizi

dan terhindar dari penyakit DM.

Oleh karena itu, kami tertarik dan berinisiatif untuk melakukan kegiatan penyuluhan tentang

gizi seimbang pada penyakit diabetes militus dari definisi hingga cara penerapan gizi seimbang

dalam menu makanan sehari-hari.

C. PERENCANAAN DAN PEMILIHAN INTERVENSI

Metode penyuluhan yang kami pilih adalah terjun langsung ke masyarakat untuk memberikan

penyuluhan tentang pentingnya menerapkan gizi seimbang pada penyakit diabetes militus dalam

kesehariannya untuk mencegah hiperglikemi bahkan hipoglikemia dan komplikasi penyakit

diabetes militus.

Kami memilih masyarakat yang datang ke kelas PTM sebagai prioritas penyuluhan kami dengan

alasan bahwa setiap orang dengan diabates militus harus mengetahui mengenai asupan gizi yang

baik untuk mereka sehingga terhindar dari komplikasi.

D. PELAKSANAAN
a. Topik :

gizi seimbang pada diabetes militus dan penerapannya

b. Sasaran dan Target :

Sasaran : masyarakat peserta kegiatan PTM desa karang asem

Target : masyarakat peserta kegiatan PTM desa karang asem

c. Metode :

Ceramah, demonstrasi, dan diskusi.

d. Media dan Alat :

Laptop, LCD,

e. Waktu dan Tempat :

Hari/ Tgl : Selasa / 9 Juni 2020

Pukul : 08:00 – 09:00 WIB

Tempat : Aula PKM Banjar 3

F. EVALUASI

1. Evaluasi Struktur

 Laporan telah dikoordinasi sesuai rencana


 Tidak semua masyarakat datang ke PKM

 Tempat, media dan alat sesuai rencana

2. Evaluasi Proses

 Peran dan tugas dokter sesuai dengan perencanaan

 Waktu pelaksanaan sesuai dengan perencanaan

 Masyarakat aktif dalam kegiatan penyuluhan

3. Evaluasi Hasil

Peserta mampu:

 Memahami pembagian gizi seimbang pada diabetes militus, dan makanan yang harus

di hindari.

 Menjelaskan cara penerapannya.


F4 UPAYA PERBAIKAN GIZI MASYARAKAT

Gizi seimbang pada Hipertensi

Tanggal : 10 Juni 2020

Tempat : PKM Banjar 3

Hipertensi adalah suatu keadaan dimana tekanan darah meningkat melebihi batas normal.

Batas tekanan darah normal bervariasi sesuai dengan usia. Berbagai faktor dapat memicu

terjadinya hipertensi, walaupun sebagian besar (90%) penyebab hipertensi tidak diketahui

(hipertensi essential). Penyebab tekanan darah meningkat adalah peningkatan kecepatan denyut

jantung, peningkatan resistensi (tahanan) dari pembuluh darah tepi dan peningkatan volume aliran

darah.

Prevalensi hipertensi terus saja meningkat baik di negara maju maupun di negara

berkembang. Diperkirakan pada tahun 2025 di dunia akan terjadi peningkatan prevalensi

hipertensi pada usia dewasa sebesar 35% dibandingkan tahun 2000. Peningkatan tekanan darah

dapat dipengaruhi oleh faktor risiko genetik dan lingkungan, yaitu asupan makanan sehari-hari,

aktivitas fisik, toksin, dan lain-lain. Hipertensi merupakan faktor risiko yang penting bagi

terjadinya penyakit jantung koroner, stroke, penyakit ginjal, dan retinopati. Terapi hipertensi yang

adekuat dapat menurunkan risiko stroke sebesar 40% dan risiko miokard infark sampai 15%.

Seventh report of the joint national committee on prevention, detection, evaluation, and treatment

of high blood pressure (JNC 7) merekomendasikan modifikasi gaya hidup sebagai terapi yang

penting pada hipertensi. Modifikasi asupan makanan sehari-hari merupakan salah satu bagian

modifikasi gaya hidup yang mempunyai peran yang besar dalam mencegah kenaikan tekanan
darah pada individu yang tidak menderita hipertensi, serta menurunkan tekanan darah pada

prehipertensi dan penderita hipertensi.

B. PERMASALAHAN DI MASYARAKAT

Berdasarkan pendataan yang kami lakukan, masih banyak penderita hipertensi mengaku

kebingungan untuk melakukan pola hidup yang baik dengan gizi seimbang agar tetap cukup gizi

dan terhindar dari penyakit hipertensi.

Oleh karena itu, kami tertarik dan berinisiatif untuk melakukan kegiatan penyuluhan tentang

gizi seimbang pada penyakit hipertensi dari definisi hingga cara penerapan gizi seimbang dalam

menu makanan sehari-hari.

D. PERENCANAAN DAN PEMILIHAN INTERVENSI

Metode penyuluhan yang kami pilih adalah terjun langsung ke masyarakat untuk memberikan

penyuluhan tentang pentingnya menerapkan gizi seimbang pada penyakit hipertensi dalam

kesehariannya untuk mencegah penyakit koroner lain.

Kami memilih masyarakat yang datang ke kelas PTM sebagai prioritas penyuluhan kami dengan

alasan bahwa setiap orang dengan hipertensi harus mengetahui mengenai asupan gizi yang baik

untuk mereka sehingga terhindar dari komplikasi.

D. PELAKSANAAN

a. Topik :

gizi seimbang pada hipertensi dan penerapan modifikasi gaya hidup.

b. Sasaran dan Target :

Sasaran : masyarakat peserta kegiatan PTM desa karang asem


Target : masyarakat peserta kegiatan PTM desa karang asem

c. Metode :

Ceramah, demonstrasi, dan diskusi.

d. Media dan Alat :

Laptop, LCD,

e. Waktu dan Tempat :

Hari/ Tgl : rabu / 10 Juni 2020

Pukul : 08:00 – 09:00 WIB

Tempat : Aula PKM Banjar 3

G. EVALUASI

1. Evaluasi Struktur

 Laporan telah dikoordinasi sesuai rencana

 Tidak semua masyarakat datang ke PKM

 Tempat, media dan alat sesuai rencana

2. Evaluasi Proses

 Peran dan tugas dokter sesuai dengan perencanaan

 Waktu pelaksanaan sesuai dengan perencanaan


 Masyarakat aktif dalam kegiatan penyuluhan

3. Evaluasi Hasil

Peserta mampu:

 Memahami pembagian gizi seimbang pada hipertensi, dan makanan yang harus di

hindari.

 Menjelaskan cara penerapan modifikasi gaya hidup


F4 UPAYA PERBAIKAN GIZI MASYARAKAT

Gizi seimbang pada Lansia

Tanggal : 11 Juni 2020

Tempat : PKM Banjar 3

Tubuh kita mengalami perubahan sesuai dengan masanya. Semakin bertambah usia, maka

akan semakin berkurang fungsi tubuh kita. Pada mereka yang berusia lanjut atau lansia, terjadi

berbagai perubahan baik secara fisik maupun persepsi yang kemudian mempengaruhi kebutuhan

gizi lansia tersebut.

Salah satu hal yang menyebabkan perubahan kebutuhan zat gizi seseorang adalah keadaan

fisiknya. Pada lansia, kebutuhan gizinya terkadang susah untuk digeneralisasi. Meskipun secara

umum lansia akan mengalami penurunan kebutuhan gizi, tetapi karena penurunan massa tubuh

dan kecepatan metabolisme basalnya berbeda-beda, maka kebutuhan gizinya berbeda-beda pula.

Selain karena penurunan massa tubuh dan kecepatan metabolisme basal, menurunnya kemampuan

organ-organ untuk bekerja secara maksimal juga mempengaruhi kebutuhan gizi lansia. Masalah

pencernaan seperti konstipasi dan gastritis juga sering terjadi pada mereka yang berusia lanjut

sehingga pemenuhan gizi lansia terkadang menjadi tantangan tersendiri.

Tidak hanya perubahan fisik, perubahan indra dan persepsi seperti kepekaan terhadap rasa,

aroma, bahkan pendengaran dan penglihatan juga merupakan faktor yang mempengaruhi

pemenuhan gizi lansia. Salah satu masalah terkait persepsi yang biasa terjadi pada lansia adalah

berkurangnya kemampuan indera pengecapan. Ketika kemampuan seseorang untuk mengecap rasa

berkurang, makanan dapat terasa hambar atau pahit sehingga cenderung menambahkan bumbu
seperti garam atau penyedap ke dalam makanan, padahal konsumsi garam dan penyedap termasuk

yang harus dibatasi pada lansia. Penurunan fungsi penciuman juga mempengaruhi bagaimana

seseorang memilih jenis makanan.

B. PERMASALAHAN DI MASYARAKAT

Berdasarkan pendataan yang kami lakukan, banyak lansia yang mengeluhkan kurangnya

nafsu makan dan rendahnya asupan gizi pada lansia maka kami memutuskan untuk

memberikan edukasi kepada lansia dan keluarga yang tinggal bersama lansia untuk

memberi perhatian lebih terhadap asupan gizi pada lansia.

C. PERENCANAAN DAN PEMILIHAN INTERVENSI

Metode penyuluhan yang kami pilih adalah terjun langsung ke masyarakat untuk

memberikan penyuluhan tentang pentingnya asupan gizi yang seimbang pada lansia dan

penerapan dalam kesehariannya.

Kami memilih para lansia dan perwakilan anggota rumah tangga yang tinggal

bersama lansia Posbindu sebagai prioritas penyuluhan kami dengan alasan agar lansia dan

keluarga mampu mengetahui asupan gizi yang seimbang, sehingga terhindar dari

kekurangan gizi.

D. PELAKSANAAN

a. Topik :

gizi seimbang pada lansia dan penerapannya

b. Sasaran dan Target :

Sasaran : lansia dan keluarga yang tinggal bersama lansia di desa karang asem
Target : lansia dan keluarga yang tinggal bersama lansia di desa karang asem

c. Metode :

Ceramah, demonstrasi, dan diskusi.

d. Media dan Alat :

Laptop, LCD,

e. Waktu dan Tempat :

Hari/ Tgl : Kamis / 11 Juni 2020

Pukul : 08:00 – 09:00 WIB

Tempat : Aula PKM Banjar 3

H. EVALUASI

1. Evaluasi Struktur

 Laporan telah dikoordinasi sesuai rencana

 Tidak semua ibu datang ke PKM

 Tempat, media dan alat sesuai rencana

2. Evaluasi Proses

 Peran dan tugas dokter sesuai dengan perencanaan

 Waktu pelaksanaan sesuai dengan perencanaan


 responden aktif dalam kegiatan penyuluhan

3. Evaluasi Hasil

Peserta mampu:

 Memahami pembagian gizi seimbang pada lansia.

 Menjelaskan mengenai tumpeng gizi seimbang dan penerapannya.


F4 UPAYA PERBAIKAN GIZI MASYARAKAT

Gizi seimbang pada anak usia dini

Tanggal : 15 Juni 2020

Tempat : PKM Banjar 3

Gizi seimbang adalah susunan makanan sehari-hari yang mengandung zat-zat gizi dalam

jenis dan jumlah yang sesuai dengan kebutuhan tubuh, dengan memperhatikan prinsip

keanekaragaman atau variasi makanan, aktivitas fisik, kebersihan, dan berat badan ideal. Gizi

seimbang di Indonesia divisualisasikan dalam bentuk tumpeng gizi seimbang (TGS) yang sesuai

dengan budaya Indonesia. TGS dirancang untuk membantu setiap orang memilih makanan dengan

jenis dan jumlah yang tepat sesuai dengan berbagai kebutuhan menurut usia (bayi, balita, remaja,

dewasa dan usia lanjut), dan sesuai keadaan kesehatan (hamil, menyusui, aktivitas fisik, sakit).

Setiap harinya, anak membutuhkan gizi seimbang yang terdiri dari asupan karbohidrat,

lemak, protein, vitamin dan mineral. Asupan kandungan gizi tersebut dapat diperoleh dari

makanan yang dikonsumsi yang berguna untuk pertumbuhan otak (intelegensia) dan pertumbuhan

fisik. Untuk mengetahui status gizi dan kesehatan anak secara menyeluruh dapat dilihat mulai dari

penampilan umum (berat badan dan tinggi badan), tanda-tanda fisik, motorik, fungsional, emosi

dan kognisi anak. Berdasarkan pengukuran antropometri, maka anak yang sehat bertambah umur,

bertambah berat, dan tinggi dikaitkan dengan kecukupan asupan makronutrien, kalsium,

magnesium, fosfor, vitamin D, yodium, dan seng.

Air susu ibu (ASI) adalah satu-satunya makanan yang mengandung semua zat gizi yang

dibutuhkan untuk pertumbuhan bayi 0-6 bulan. ASI eksklusif tanpa ditambah cairan atau makanan

lain merupakan makanan pertama dalam kehidupan manusia yang bergizi seimbang. Namun
sesudah usia 6 bulan kebutuhan gizi bayi meningkat dan harus ditambah bahan makanan lain

sehingga ASI tidak lagi bergizi seimbang. Sampai usia 2 tahun merupakan masa kritis dan

termasuk dalam periode window of opportunity. Pada periode kehidupan ini selsel otak tumbuh

sangat cepat sehingga saat usia 2 tahun pertumbuhan otak

sudah mencapai lebih 80% dan masa kritis bagi pembentukan kecerdasan. Oleh karena itu jika

pada usia ini kekurangan gizi maka perkembangan otak dan kecerdasan terhambat dan tidak dapat

diperbaiki. Pola makan bergizi seimbang sangat diperlukan dalam bentuk pemberian ASI dan MP-

ASI yang benar. Ketika memasuki usia 1 tahun, laju pertumbuhan mulai melambat tetapi

perkembangan motorik meningkat, anak mulai mengeksplorasi lingkungan sekitar dengan cara

berjalan kesana kemari, lompat, lari dan sebagainya. Namun pada usia ini anak juga mulai sering

mengalami gangguan kesehatan dan rentan terhadap penyakit infeksi seperti ISPA dan diare

sehingga anak butuh zat gizi tinggi dan gizi seimbang agar tumbuh kembangnya optimal.

Sementara ketika masuk usia 3 tahun, anak mulai bersifat ingin mandiri dan dalam memilih

makanan sudah bersikap sebagai konsumen aktif dimana anak sudah dapat memilih dan

menetukan makanan yan ingin dikonsumsinya. Pada rentang usia 3-5 tahun kerap terjadi anak

menolak makanan yang tidak disukai dan hanya memilih makanan yang disukai sehingga perlu

diperkenalkan kepada mereka beranekaragam makanan.

Saat ini banyak ditemukan anak yang terlalu gemuk sekaligus kurus, sekitar 14% balita di

Indonesia kurus (6% nya sangat kurus) dan sekitar 12% gemuk. Aktivitas bermain yang meningkat

dan mungkin mulai masuk sekolah membuat anak menunda waktu makan, bahkan orang tua yang

tidak memperhatikan bisa saja membuat anak minta makan menjelang tidur saat ia terlalu lelah

beraktivitas seharian dan baru lapar ketika malam. Pada usia ini anak juga mulai banyak bermain
dengan teman-temannya sehingga mudah tertular penyakit sehingga perlu ditanamkan kebiasaan

makan beragam dan bergizi serta pola hidup bersih.

E. PERMASALAHAN DI MASYARAKAT

Berdasarkan pendataan yang kami lakukan, masih banyak anak dengan kekurangan asupan

gizi, dan ibu yang memberikan asupan makanan yang kurang variatif. Maka kami

memutuskan untuk memberikan edukasi mengenai gizi seimbang pada anak usia dini dan

cara penerapannya pada menu makanan sehari-hari.

F. PERENCANAAN DAN PEMILIHAN INTERVENSI

Metode penyuluhan yang kami pilih adalah terjun langsung ke masyarakat untuk

memberikan penyuluhan tentang pentingnya asupan gizi yang seimbang pada anak usia

dini dan penerapan dalam kesehariannya.

Kami memilih para ibu dengan anak yang berusia dini untuk mengikuti penyuluhan

agar anak dapat kecukupan gizi sesuai usianya.

G. PELAKSANAAN

a. Topik :

gizi seimbang pada anak usia dini dan penerapannya

b. Sasaran dan Target :

Sasaran : ibu dengan anak usia dini yang datang di balai desa dana mulya

Target : ibu dengan anak usia dini yang datang di balai desa dana mulya

c. Metode :

Ceramah, demonstrasi, dan diskusi.


d. Media dan Alat :

Laptop, LCD,

e. Waktu dan Tempat :

Hari/ Tgl : Senin / 15 Juni 2020

Pukul : 08:00 – 09:00 WIB

Tempat : Aula PKM Banjar 3

I. EVALUASI

1. Evaluasi Struktur

 Laporan telah dikoordinasi sesuai rencana

 Tidak semua ibu datang ke PKM

 Tempat, media dan alat sesuai rencana

2. Evaluasi Proses

 Peran dan tugas dokter sesuai dengan perencanaan

 Waktu pelaksanaan sesuai dengan perencanaan

 responden aktif dalam kegiatan penyuluhan

3. Evaluasi Hasil

Peserta mampu:
 Memahami pembagian gizi seimbang pada anak usia dini .

 Menjelaskan mengenai tumpeng gizi seimbang dan penerapannya.


F5. Upaya Surveillance, Pencegahan dan Pemberantasan
Penyakit Menular dan Tidak Menular

”DIARE”

Latar Belakang
Diare merupakan salah satu penyakit dengan insidensi tinggi di dunia dan dilaporkan terdapat hampir
1,7 milyar kasus setiap tahunnya. Penyakit ini sering menyebabkan kematian pada anak usia di bawah lima
tahun (balita). Dalam satu tahun sekitar 760.000 anak usia balita meninggal karena penyakit ini.
Didapatkan 99% dari seluruh kematian pada anak balita terjadi di negara berkembang. Sekitar ¾ dari
kematian anak terjadi di dua wilayah WHO, yaitu Afrika dan Asia Tenggara. Kematian balita lebih sering
terjadi di daerah pedesaan, kelompok ekonomi dan pendidikan rendah. Sebanyak ¾ kematian anak
umumnya disebabkan penyakit yang dapat dicegah, seperti kondisi neonatal, pneumonia, diare, malaria,
dan measles.
Diare masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di negara berkembang seperti Indonesia karena
memiliki insidensi dan mortalitas yang tinggi. Diperkirakan 20-50 kejadian diare per 100 penduduk setiap
tahunnya. Kematian terutama disebabkan karena penderita mengalami dehidrasi berat. 70-80% penderita
adalah mereka yang berusia balita. Menurut data Departemen Kesehatan, diare merupakan penyakit kedua
di Indonesia yang dapat menyebabkan kematian anak usia balita setelah radang paru atau pneumonia.
Penularan diare dapat dengan cara fekal-oral, yaitu melalui makanan atau minuman yang tercemar
oleh enteropatogen, kontak tangan langsung dengan penderita, barang-barang yang telah tercemar tinja
penderita atau secara tidak langsung melalui lalat. Cara penularan ini dikenal dengan istilah 4F, yaitu finger,
flies, fluid, field.
Adapun faktor risiko yang dapat meningkatkan penularan enteropatogen diantaranya adalah tidak
memberikan ASI secara penuh pada bayi usia 4-6 bulan, tidak memadainya penyediaan air bersih,
pencemaran air oleh tinja, kurangnya sarana kebersihan, kebersihan lingkungan dan pribadi yang buruk,
penyiapan dan penyimpanan makanan yang tidak higienis, serta cara penyapihan yang tidak baik. Kejadian
diare dapat dicegah dengan memperhatikan air minum yang aman dan sanitasi yang higienis.
Permasalahan
Tingginya angka kejadian diare balita merupakan masalah yang penting di masyarakat
sehingga perlu untuk didapatkan data yang memadai. Faktor-faktor risiko yang menyebabkan diare
perlu digali untuk memberikan wawasan dan informasi yang bermanfaat bagi masyarakat akan
pentingnya pencegahan kejadian diare tersebut.
Salah satu pasien anak yang terdiagnosa Diare adalah An. Al Ghifary, 10 tahun. Pasien
datang dengan keluhan BAB cair yang dialami sejak 3 hari lalu, sehari BAB cair +4-5x. BAB cair
berwarna kuning, bau biasa, tidak ada darah dan tidak ada lendir. Terdapat nyeri perut dan muntah
satu kali sbeelum ke puskesmas. Anak lemas tapi masih kuat makan dan minum, terdapat demam
ringan dan buang air kecil biasa. Tidak ada anggota keluarga dengan keluhan yang sama.

Pemilihan Intervensi
Selain dilakukan intervensi farmakoterapi, konseling mengenai penyakit diare juga
dilakukan. Konseling dilakukan di poli PKM Banjar 3 dengan pendekatan secara personal.
Kemudian dilakukan kunjungan rumah bertepatan dalam kunjungan rumah pembangunan jamban
sehat karena pasien tinggal bersama kedua orang tua beserta nenek dan kakeknya yang saat itu
mendapat bantuan dana pembangunan jamban sehat.

Pelaksanaan
Pelaksanaan konseling dilakukan pada tanggal 19 Juni 2020 di poli PKM Banjar 3 oleh dr.
Mohammad Fadel Satriansyah dokter internship.

Monitoring
Dari hasil kunjungan rumah didapatkan pasien tinggal bersama kedua orang tua beserta
nenek dan kakeknya. Rumah pasien berdinding papan, ruang tamu dan kamar lantainya terbuat
dari semen tanpa dipoles sedangkan di dapur dan kamar mandi hanya tanah. Sumber air pasien
adalah air sumur suntik. Pasien tidak memiliki jamban untuk buang air besar kerena jamban
sebelumnya sudah rusak sehingga tidak bisa digunakan dan pasien tidak memiliki dana untuk
membangun kembali jambannya. Jika BAB pasien BAB di plastik dan dibuang ke tempat sampah
yang berada di depan rumah pasien hanya berjarak 2 meter dari pintu masuk. Bau busuk sampah
didepan rumah pasien tercium ke dalam rumah. Sampah tersebut akan dibakar atau diangkut ke
tempat pembuangan sampah di tanah kosong tidak jauh dari rumah pasien. Dari sini dapat
diketahui bagaimana tingkat pengetahuan eluarga pasien mengenai perilaku hidup bersih dan
sehat.
Ibu pasien sangat komunikatif dan terbuka dalam penggalian informasi sejak datang ke
Puskesmas hingga dilakukan kunjungan ke rumah. Saat kunjungan rumah, kami juga melakukan
wawancara bersama keluarga lainnya. Keluarga pasien terlihat sangat antusias terlihat dari
bagaimana mereka komuniatif dalam melakukan tanya jawab dengan petugas.
“DIABETES MELITUS”

A. LATAR BELAKANG
Diabetes Melitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan
karakteristik hiperglikemi yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-
duanya, sehingga menyebabkan kelainan metabolisme karbohidrat, protein dan lemak (Petrie,
2007). Diabetes Melitus secara umum sering ditandai dengan peningkatan kadar glukosa didalam
darah. Penyakit ini dapat menyerang segala lapisan umur dan sosial ekonomi (Widowati, 1997).
Hiperglikemi kronik pada diabetes berhubungan dengan kerusakan jangka panjang, disfungsi atau
kegagalan beberapa organ tubuh, terutama mata, ginjal, saraf, jantung dan pembuluh darah (Petrie,
2007).
Diabetes Melitus (DM) merupakan salah satu penyakit degeneratif, yaitu penyakit akibat
fungsi atau struktur dari jaringan atau organ tubuh yang secara progresif menurun dari waktu ke
waktu karena usia atau pilihan gaya hidup. Diantara penyakit degeneratif, diabetes merupakan salah
satu penyakit yang akan meningkat jumlahnya dimasa yang akan datang. Diabetes sudah
merupakan salah satu ancaman utama bagi kesehatan umat manusia abad 21 (Sudoyo et al, 2007).
Secara global, diabetes melitus merupakan masalah kesehatan yang serius serta memerlukan
penanganan intensif, dapat dilihat dari persentase jumlah penderitanya yang mengalami
peningkatan cukup tajam setiap tahunnya (Depkes RI, 2005).
Indonesia merupakan negara dengan jumlah penderita keempat terbesar di dunia
(Wild dkk., 2004) setelah India, Amerika Serikat, dan Brazil, dengan 8,4 juta penderita pada
tahun 2000. Selain itu, diperkirakan bahwa pada tahun 2030, penderita diabetes di Indonesia
akan meningkat menjadi 21,3 juta, hampir tiga kali lipat dari jumlah tahun 2000 (Wild dkk., 2004).
Sementara itu, jika dilihat per provinsinya, Prevalensi DM tertinggi terdapat di
Kalimantan Barat dan Maluku Utara (masing-masing 11,1%), diikuti Riau (10,4 %) dan NAD
(8,5%). Sedangkan prevalensi DM terendah di Papua (1,7%), diikuti NTT (1,8%). Prevalensi
TGT tertinggi adalah di provinsi Papua Barat (21,8%), diikuti Sulbar (17,6%), dan Sulut
(17,3%), sedangkan terendah adalah di Jambi (4%), diikuti NTT (4,9%) (Balitbangkes,
2008).
B. Permasalahan di Masyarakat
Kasus Diabetes di Wilayah kerja Puskesmas Banjar 3 saat ini ada beberapa desa yang warga nya
terkena diabetes ada sehingga petugas puskesmas selalu memberikan perhatian khusus kepada
penderita Diabetes. Salah satu nya adalah pasien atas nama Ny. T ( 50th ) yang sering control rutin
untuk mengecek gula darah dan menjadikan upaya promotif untuk petugas kepada pasien di
wilayah puskesmas Banjar 3.
C. Perencanaan dan Pemilihan Intervensi
Kunjungan rumah perlu dilakukan pada pasien diabetes. Kunjungan rumah dilakukan dengan
tujuan memberikan edukasi mengenai penyakit diabetes , pencegahan penyakit, pengobatan
penyakit dan komplikasi dari penyakit diabetes.
D. Pelaksanaan
Kegiatan dilakukan pada saat kunjungan lansia dilaksanakan pada:
Hari / Tanggal : Selasa, 13 Juni 2020
Waktu : 10.00 WIB
Tempat : Desa Banjar
Kegiatan : Memberikan edukasi mengenai penyakit diabetes , pencegahan penyakit,
pengobatan penyakit dan komplikasi dari penyakit diabetes
E. Monitoring dan Evaluasi
Kunjungan lansia dilakukan oleh dokter internship dan petugas puskesmas yang bertanggung jawab
dengan program penyakit menular dan tidak menular serta di dampingi oleh bidan desa nya.
Kegiatan ini berlangsung lancar karena pasien dan keluarga menerima petugas di rumah pasien.
Kegiatan yang kami lakukan adalah memberikan pengetahuan mengenai penyakit diabetes.
Pemeriksaan yang dilakukan yaitu : Pemeriksaan Gula Darah.
“ KONSELING HIV”

Latar Belakang
Respon Nasional terhadap epidemi HIV dan AIDS di Indonesia dimulai pada tahun
1985hinggaditemukannyakasuspertama kali di Bali padatahun 1987 dan terus meningkat selaras
dengan meningkatnya jenis dan besaran masalah yang dihadapi baik oleh pemerintah maupun oleh
masyarakat.Sedangkan di Sulawesi Tengah kasusHuman Immunnodeficiency Virus (HIV) pertama
kali ditemukan di Kota Palu pada tahun 2002 dengan jumlah kasus HIV sebanyak 1 orang dan
Acquired Immunno difeciency Syndrom(AIDS) sejumlah 3 orang. Target Prevalensi HIV tahun
2015<0,5% dengancapaian Prevalensi HIV pada populasi berisiko dalam hal ini adalah Wanita
Pekerja Seks (WPS) sampai dengan bulan Desember adalah 0,4% berdasarkan hasil Sero Survei
yang telah dilaksanakan oleh Provinsi dan Kabupaten/Kota, dengan jumlah sampel 1400 orang
yang di test HIV ada 7 orang yang dinyatakan Reaktif. Capaian ini menunjukkan bahwa epidemik
(HIV) di Sulawesi Tengah terus meningkat dari tahun sebelumnya walaupun masih dalam status
Low Epidemic (Epidemi Rendah).
Perkembangan kasus HIV-AIDS terus mengalami peningkatan, untuk tahun 2015 jumlah
kasus HIV sebanyak 150 kasus danAcquired Immunnodifeciency Syndrom-AIDS berjumlah 97
kasus. Sedangkan untuk total kumulatif dari awal ditemukan tahun 2002 s.d. tahun 2015 sebanyak
698 kasus HIV dan AIDS sebanyak 386 kasus. Perkembangan HIV-AIDS terkini menyatakan
bahwa saat ini tidak ada kabupaten di Sulawesi Tengah yang dinyatakan bebas dari kasus HIV.
Kota Palu masih merupakan penyumbang terbesar untuk kasus HIV-AIDS di Provinsi Sulawesi
Tengah. Kota Palu merupakan satu-satunya Kabupaten/Kota di Sulawesi Tengah yang mendapat
bantuan untuk kegiatan penanggulangan HIV-AIDS oleh Global Fund AIDS TB Malaria(ATM)
Komponen AIDS. Hal ini sangat mempengaruhi dalam penemuan kasus HIV di kabupaten lain
yang tidak mendapat dukungananggaran untuk pengendalian HIV-AIDS &Infeksi Menular
Seksual (IMS) di daerahnya.

Permasalahan
Fakta yang paling mengkhawatirkan adalah bahwa peningkatan infeksi HIV yang semakin
nyata pada pengguna narkotika. Padahal sebagian besar ODHA yang merupakan pengguna
narkotika adalah remaja dan usia dewasa muda yang merupakan kelompok usia produktif. Hal ini
tampaknya disebabkan oleh pengaruh teman sebaya yang menonjol. Oleh karena itu, perlunya
pengetahuan dan informasi mengenai HIV/AIDS sejak dini diharapkan dapat terhindar dari
penyakit HIV/AIDS terutama di kalangan remaja. Penyuluhan mengenai cara penularan dan
pencegahan terhadap HIV/AIDS sangat diperlukan khususnya di lingkungan sekolah karena hal
ini merupakan langkah awal untuk mencegah terjadinya penyebaran penyakit HIV/AIDS pada
remaja. Setelah dilakukan penyuluhan, diharapkan akan meningkatkan pengetahuan dan kesadaran
para remaja agar mereka dapat menghindari hal-hal yang dapat membuat mereka terjerumus ke
dalam bahaya dari HIV/AIDS dengan cara seperti menjauhi pergaulan bebas dan penggunaan
narkoba.
Salah satu pasien yang terdiagnosa HIV Reaktif adalah Ny. Sumiati, 52 tahun. Pasien datang
dengan keluhan gatal gatal diseluruh badan dan sudah berlangsung selama 1 bulan. Sebelumnya
juga pernah mengalami hal yang sama. Pasien juga mengeluhkkan batuk lebih dari 3 minggu.
Pasien post rawat inap 3 minggu yang lalu karena bronchtis dengan HIV. Namun pasien tida
mengetahui bahwa dirinya menderita HIV karena anaknya sengaja merahasiakannya agar ibunya
tidak terlalu memikirkannya. Pasien adalah seorang IRT dengan pendidikkan terahir SD dan saat
ini telah pisah ranjang dari suaminya. Suami pasien bekerja sebagai tukang bangunan dan memiliki
kebiasaan melakukan seks berganti ganti pasangan sudah berlngung lebih dari 10 tahun.
Dari anamnesa singkkat diatas nampak jelas baik pasien maupun keluarganya memiliku
pengetahuan yang sangat kurang mengenai penyakit HIV.

Pemilihan Intervensi
Selain dilakukan intervensi farmakoterapi untuk keluhan saat ini, konseling dilakukan untuk
melakukan informed consent melakukan pemeriksaan HIV. Kemudian konseling dilanjutkan
dengan menjelaskan pengertian HIV, penyebab HIV, perjalanan penyakit HIV, resiko penderita
HIV, pencegahan penyebaran HIV di keluarga dan sekitar dan pentingnya melakukan pengobatan
untuk meningkatkan kwalitas hidup penderita HIV. Konseling dilakukan di ruang Laboratorium
PKM Banjar 3 dengan pendekatan secara personal dengan pasien dan anak pasien.
Pelaksanaan
Pelaksanaan konseling dilakukan pada tanggal 24 Juli 2020 di ruang Laboratorium PKM
Banjar 3 oleh dr. Mohammad Fadel Satriansyah dokter internship.

Monitoring
Pasien telah diambil datanya melalui persetujuannya agar dapat dilakukan monitoring dan evaluasi
keadaan pasien dan pengobatannya. Perlu adanya melibatkan lembaga lembaga yang menangani
kasus HIV untuk mengayomi pasien pasien HIV baik untuk meningkatkan kwalitas hidup
penderita HIV dan pendampingan psikososial penderita.
“HIPERTENSI”

 LATAR BELAKANG

Hipertensi merupakan penyakit kronik yang sangat umum terjadi di seluruh dunia. Statistik
menunjukkan bahwa terdapat 7,6 juta kematian dan 92 juta disabilitas di seluruh dunia sebagai
akibat dari hipertensi. Di Amerika Serikat, hipertensi merupakan penyakit kronik terbanyak, alasan
nomor satu pasien mengunjungi dokter, dan paling banyak diresepkan obat. Hipertensi merupakan
salah satu faktor resiko mayor dari penyakit jantung dan stroke dan berkontribusi pada banyak
sekali kematian di seluruh dunia. 1,2

Hipertensi juga dikenal sebagai “silent killer”. Penyakit ini berlangsung kronis dan sering kali
asimptomatis, namun diam-diam merusak banyak organ tubuh, mulai dari jantung, otak, ginjal,
hingga mata.

Meskipun statistik menunjukkan jumlah penderita yang begitu besar, hipertensi masih sering kali
terabaikan. Penyakit ini dianggap tidak memerlukan penanganan dari spesialis dan hanya sepertiga
pasien di Amerika Serikat yang mencapai target terapi. Hal ini menunjukkan masih banyak
hipertensi yang tidak terdeteksi dan tidak tertangani dengan baik. 1,2

Prevalensi hipertensi akan terus meningkat jika tidak ada pencegahan dan penanganan yang baik. 4
Untuk itu, sangat penting bagi seorang klinisi untuk memahami hipertensi. Pada makalah ini akan
dibahas pengertian, patogenesis, diagnosis hingga tatalaksana dari hipertensi

 Permasalahan di Masyarakat

Kasus Hipertensi di Wilayah kerja Puskesmas Banjar 3 saat ini semua desa ada yang terkena
hipertensi sehingga petugas puskesmas selalu memberikan perhatian khusus kepada penderita
hipertens. Salah satu nya adalah pasien atas nama Tn. S ( 45th ) yang sering control rutin untuk
mengecek tekanan darahnya dan menjadikan upaya promotif untuk petugas kepada pasien di
wilayah puskesmas Banjar 3.

 Perencanaan dan Pemilihan Intervensi

Kunjungan rumah perlu dilakukan pada pasien hipertensi. Kunjungan rumah dilakukan dengan
tujuan memberikan edukasi mengenai penyakit hipertensi , pencegahan penyakit hipertensi dan
pengobatan penyakit hipertensi.
 Pelaksanaan

Kegiatan Kunjungan rumah pada pasien Hipertensi telah dilaksanakan pada:

Hari / Tanggal : Rabu 25 Juni 2020

Waktu : 09.00 WIB

Tempat : Desa Banjar Kolot

Kegiatan :Memberikan edukasi mengenai penyakit hipertensi , pencegahan penyakit


hipertensi dan pengobatan penyakit hipertensi

 Monitoring dan Evaluasi

Kunjungan rumah dilakukan oleh dokter internship dan petugas puskesmas yang bertanggung
jawab dengan program penyakit menular dan tidak menular serta di dampingi oleh bidan desa nya.
Kegiatan ini berlangsung lancar karena pasien dan keluarga menerima petugas di rumah pasien.
Kegiatan yang kami lakukan adalah memberikan pengetahuan mengenai penyakit hipertensi
kepada pasien dan keluarga nya.

Dilakukan pemeriksaan pada keluarga pasien. Pemeriksaan yang dilakukan yaitu :

o Pemeriksaan Tekanan darah

Dari hasil pemeriksaan tidak ditemukan adanya tanda dan gejala pada keluarga pasien yang
mengarah pada penyakit hipertensi. Perlu dilakukan evaluasi setiap bulan pada pasien untuk
mengontrol penyakitnta dan melakukan pemeriksaan rutin apabila pasien atau keluarga nya ada
yang mengalami tekanan darah tinggi.
“Tuberkulosis Paru”

LATAR BELAKANG

Tuberkulosis adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh kuman mikobakterium


tuberkulosa. Hasil ini ditemukan pertama kali oleh Robert Koch pada tahun 1882.
Di Indonesia TBC merupakan penyebab kematian utama dan angka kesakitan dengan
urutan teratas setelah ISPA. Indonesia menduduki urutan ketiga setelah India dan China dalam
jumlah penderita TBC di dunia. Jumlah penderita TBC paru dari tahun ke tahun di Indonesia terus
meningkat. Saat ini setiap menit muncul satu penderita baru TBC paru, dan setiap dua menit muncul
satu penderita baru TBC paru yang menular. Bahkan setiap empat menit sekali satu orang
meninggal akibat TBC di Indonesia.
Walaupun penyakit ini telah lama dikenal, obat-obat untuk menyembuhkannya belum lama
ditemukan, dan pengobatan tuberkulosis paru saat ini lebih dikenal dengan sistem pengobatan
jangka pendek dalam waktu 6–9 bulan. Prinsip pengobatan jangka pendek adalah membunuh dan
mensterilkan kuman yang berada di dalam tubuh manusia. Obat yang sering digunakan dalam
pengobatan jangka pendek saat ini adalah isoniazid, rifampisin, pirazinamid, streptomisin dan
etambutol.

Permasalahan di Masyarakat

Kasus Tuberkolosis di Wilayah kerja Puskesmas Banjar 3 saat ini beberapa desa ada yang terkena
tuberkulosis sehingga petugas puskesmas selalu memberikan perhatian khusus kepada penderita
tuberkulosis. Salah satu nya adalah pasien atas nama Tn. S ( 38th ) yang sering control rutin untuk
pengobatan nya dan menjadikan upaya promotif untuk petugas kepada pasien di wilayah
puskesmas Banjar 3.

Perencanaan dan Pemilihan Intervensi

Kunjungan rumah perlu dilakukan pada pasien tuberkulosis. Kunjungan rumah dilakukan dengan
tujuan memberikan edukasi mengenai penyakit tuberkulosis, pencegahan penyakit tuberkulosis dan
pengobatan penyakit tuberkulosis.
Pelaksanaan

Kegiatan Kunjungan rumah pada pasien Tuberkulosis telah dilaksanakan pada:


Hari / Tanggal : Senin 29 April 2020
Waktu : 09.00 WIB
Tempat : Desa Pintu Singa
Kegiatan :Memberikan edukasi mengenai penyakit tuberkulosis , pencegahan penyakit
tuberkulosis dan pengobatan penyakit tuberkulosis

Monitoring dan Evaluasi

Kunjungan rumah dilakukan oleh dokter internship dan petugas puskesmas yang bertanggung
jawab dengan program penyakit menular dan tidak menular serta di dampingi oleh bidan desa nya.
Kegiatan ini berlangsung lancar karena pasien dan keluarga menerima petugas di rumah pasien.
Kegiatan yang kami lakukan adalah memberikan pengetahuan mengenai penyakit tuberkulosis
kepada pasien dan keluarga nya.
Dilakukan pemeriksaan pada keluarga pasien. Pemeriksaan yang dilakukan yaitu :
1. Anamnesis
2. Pemeriksaan fisik

Dari hasil pemeriksaan tidak ditemukan adanya tanda dan gejala pada keluarga pasien yang
mengarah pada penyakit tuberkulosis. Perlu dilakukan evaluasi setiap bulan pada pasien
untuk mengontrol penyakitnya dan melakukan pemeriksaan rutin apabila pasien atau
keluarga nya ada yang mengalami batuk lebih dari dua minggu dan mengalami penurunan
berat badan.
F6. Upaya Pengobatan Dasar

“ DEMAM DENGUE”

LATAR BELAKANG
Demam dengue adalah demam yang timbul karena infeksi virus dengue. Virus dengue
yang menimbulkan penyakit ini memiliki banyak strain atau tipe virus dengue. Penyakit ini
umumnya menyerang orang yang kekebalan tubuhnya sedang menurun. Selanjutnya saat
seseorang terkena infeksi virus dengue, tubuhnya secara alami akan memproduksi kekebalan
terhadap tipe virus dengue yang menyerang, kekebalan ini akan berlangsung seumur hidup.
Akan tetapi, kekebalan terhadap jenis virus dengue yang pernah menyerang tidak tidak berlaku
pada tipe virus dengue yang lain, sehingga orang tersebut bisa saja terserang demam dengue
kembali.
Daerah yang banyak terjangkit demam dengue adalah daerah tropis dan subtropis seperti
Asia. Hal ini dikarenakan adanya curah hujan yang tinggi dan lingkungan yang kurang baik,
sehingga menjadi tempat yang sangat cocok untuk perkembangan nyamuk aedes aegypti yang
menjadi media utama penularan demam dengue. Nyamuk ini membawa dan menularkan virus
dengue lewat gigitannya dari orang yang sebelumnya sudah terinfeksi dengue. Karena
penularan virus dengue dibawa oleh nyamuk, maka kita tidak perlu khawatir kontak langsung
dengan penderita demam dengue.
Demam dengue berbeda dengan demam berdarah dengue (DBD), meskipun kedua
penyakit ini sama-sama disebabkan oleh virus dan dibawa nyamuk yang sama. Perbedaan yang
paling utama adalah pada demam dengue tidak ditemukan manifestasi pendarahan, pada kulit
pasien dengan demam dengue hanya tampak ruam kemerahan saja sementara pada pasien
demam berdarah dengue akan tampak bintik bintik pendarahan.
RUMUSAN MASALAH
Identitas Pasien
Nama : An. Andi Khalif
Umur : 3 tahun
Alamat : Cibulan
Pekerjaan :-
Tanggal Periksa : 01 Juli 2020

Anamnesis
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis pada tanggal 01 Juli 2020
Keluhan Utama
Demam tinggi
1. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien mengeluh demam sejak 4 hari yang lalu. Demam timbul mendadak tinggi. Demam
dirasakan terus-menerus, demam disertai menggigil. Selain itu pasien juga mengeluh sakit
di bagian ulu hati, mual, kurang nafsu makan dan sakit kepala. Pasien sudah minum obat
penurun panas. Setelah minum obat, panas badan menurun kemudian panas timbul
kembali. Riwayat perdarahan (-), bintik-bintik di kulit (-). BAB dan BAK dalam batas normal.
2. Riw. Penyakit Dahulu
Anak pertama kali sakit seperti ini sebelumnya belum pernah merasakan gejala seperti
ini, Riwayat konsumsi obat asma/obat yg berlangsung lama disangkal dan belum
pernah berobat maupun mondok di Rumah Sakit.
3. Riw. Penyakit Keluarga
Di keluarga dan lingkungan sekitar rumah tidak ada yang menderita penyakit seperti
ini.
4. Riw. Pengobatan
Di rumah pasien diberikan paracetamol sirup yang dibeli ibunya di apotik, namun tida
ada perubahan.
5. Riw. Alergi
Alergi obat, makanan, dan cuaca disangkal
6. Riwayat atopi :
Bersin pagi hari ataupun karena debu disangkal
Riwayat asma disangkal
7. Riwayat kebiasaan:
Pasien dimandikan ibunya 2 kali sehari, memakai sabun batang, handuk dipakai sendiri, air
yang digunakan berasal dari air sumur dan pakaian dalam diganti 2 kali sehari.

Pemeriksaan Fisik (St. Generalis)


Keadaan Umum : Tampak sakit ringan
Kesadaran : Compos mentis
Respiration Rate : 28 x/menit
Nadi : 98 x/menit, kuat angkat, reguler
Suhu : 38,2 °C
BB : 11,5 Kg

Kepala
Bentuk : Normochepal
Rambut : hitam, distribusi rata, tidak mudah dicabut

Mata
lagoftalmos (-/-), udem palpebra (-/-),kunjungtiva anemis (-/-), sclera ikterik (-/-),
refelks cahaya (+/+), mata cekung (-/-), pupil isokor

Hidung
septum deviasi (-), sekret (-/-), darah (-/-),pernapasan cuping hidung (-/-), edema
mukosa (-/-), hiperemis mukosa (-/-)

Mulut
bibir kering (-), lidah kotor (-), stomatitis (-), gusi berdarah (-)

Telinga
normotia, serumen (-/-), MT sulit dinilai.

Leher
Pembesaran KGB (-), pembesaran kel tiroid (-)
Thorax
Inspeksi: simetris pada saat statis dan dinamis, retraksi iga (-) ,pernapasan
abdominotorakal, laserasi (-), benjolan(-)
Palpasi:vocal premitus kanan kiri sama, krepitasi
Perkusi :sonor di kedua lapang paru
Auskultasi: vesikuler (+/+), wheezing (-/-), ronkhi (-/-),
BJ I dan II reguller, tidak ada bunyitambahan

Abdomen
Inspeksi: retraksi epigastrium (-), permukaan cembung,spider nevi (-), caput medusa
(-), distensi (-)
Auskultasi:bising usus (+) meningkat, metallic sound (-), bruit (-)
Palpasi: supel, hepar tidak teraba, lien tidak teraba
Perkusi: timpani pada seluruh lapang abdomen, pekakmenunjukkan batas hepar 1 jari
dibawah arcus costa kanan

Ekstremitas
Akral hangat (+/+)

Pemeriksaan Laboratorium :
Hb : 13,2 gr/dl
Trombosit : 124.000
Leukosit : 9.000
Hct : 37 %
PERENCANAAN DAN PEMILIHAN INTERVENSI
1. DIAGNOSIS : Susp. Demam Dengue

2. PENATALAKSANAAN
Terapi Non-farmakologis:
Edukasi pada pasien yaitu Ibu pasien diminta untuk mengontrol intake cairan yang cukup
untuk menjaga hidrasi dan keseimbangan elektrolit serta menekankan agar anak istirahat
yang cukup dan mengonsumsi makanan bergizi yang lunak dan mudah dicerna. Obat di
minum teratur, menjaga kebersihan diri.
Terapi famakologis:
Pengobatan biasanya bersifat simptomatik, dengan pemberian antipiretik dan vitamin.
Terapi farmakologis yang diberikan kepada pasien:
R/ PCT syr No. II
S 4 dd 1cth
R/ Caviplex Syr No. I
S 1 dd 1 cth
R/ Vitamin C 50mg tab No. IV
CTM 4mg tab No. III ½
Metilprednisolone 4mg tab No. III
m.f Pulv. No. X
S 3 dd tab 1
MONITORING DAN EVALUASI
Jika demam tidak turun atau keadaan anak memburuk, dianjurkan agar ibu membawa
anaknya ke UGD. Jika keadaan membaik, disarankan untuk kembali ontrol 3 hari
kemudian.
“ DERMATITIS KONTAK ALERGI”

LATAR BELAKANG
Jumlah penderita dermatitis kontak alergi (DKA) lebih sedikit dibandingkan dengan dermatitis
kontak iritan (DKI). Hal ini disebabkan karena dermatitis kontak alergi (DKA) hanya mengenai orang
yang keadaan kulitnya sangat peka (hipersensitif). (fkui) Dalam suatu penelitian yang dilakukan di
RSUP H. Adam Malik Medan, selama tahun 2000 terdapat 731 pasien baru di poliklinik alergi dimana
201 pasien (27,50 %) menderita dermatitis kontak. Walaupun demikian, kasus dermatitis
sebenarnya diperkirakan 10-50 kali lipat dari data statistik yang terlihat karena adanya kasus yang
tidak dilaporkan. Selain itu, perkiraan yang lebih besar tersebut juga diakibatkan oleh semakin
meningkatnya perkembangan industri serta jumlah produk yang mengandung bahan kimia yang
dipakai oleh masyarakat.
Penyebab dermatitis kontak alergik (DKA) adalah alergen, paling sering berupa bahan kimia
disebut hapten yang bersifat dapat menembus stratum korneum sehingga mencapai sel epidermis
di bawahnya. Dermatitis yang timbul dipengaruhi oleh potensi sensitisasi alergen, dosis per unit
area, derajat pajanan, lama pajanan, oklusi, suhu dan kelembaban lingkungan, vehikulum, pH, dan
luasnya penetrasi di kulit. Selain itu, faktor individu yang juga berpengaruh, antara lain keadaan kulit
pada lokasi kontak (keadaan stratum korneum, ketebalan epidermis), dan status imunologik (sedang
menderita sakit, terpajan sinar matahari).
Hal yang perlu diperhatikan pada pengobatan dermatitis kontak adalah upaya pencegahan
terulangnya kontak kembali dengan alergen penyebab, dan menekan kelainan kulit yang timbul.
Prognosis dermatitis kontak alergi umumnya baik, sejauh bahan kontaktannya dapat disingkirkan.
Prognosis kurang baik dan menjadi kronis, bila bersamaan dengan dermatitis oleh faktor endogen
(dermatitis atopik, dermatitis numularis, atau psoriasis), atau pajanan dengan bahan iritan yang
tidak mungkin dihindari.

RUMUSAN MASALAH
Identitas Pasien
Nama : Tn. Nur Fajrin
Umur : 25 tahun
Alamat : Jl. Dewi Sartika
Pekerjaan : Honorer Guru
Tanggal Periksa : 02 Juli 2020

Anamnesis
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis pada tanggal 02 Juli 2020
Keluhan Utama
Gatal di kedua kaki
Riwayat Penyakit Sekarang
Sejak 6 bulan yang lalu, pasien mengeluh timbul bercak kemerahan di kedua kaki dan
disertai gatal. Pasien sering menggaruk kakinya sepanjang hari karena gatal sehingga
kulitnya menjadi mengelupas. Pasien mengaku sering memakai sandal jepit. Pasien
juga mengaku memakai sandal jepit baru dua hari sebelum keluhan tersebut muncul.
Pasien telah berobat ke balai pengobatan sebanyak dua kali sejak keluhan muncul. Di balai
pengobatan tersebut pasien diberi salep dan obat minum sebanyak tiga macam. Namun,
bercak kemerahan dan rasa gatal tidak kunjung berkurang. Pasien juga telah membeli salep
sendiri di apotek. Namun keluhan dirasa tak kunjung membaik dan sering kumat.
Riwayat Penyakit Dahulu
a. Riwayat hipertensi : disangkal
b. Riwayat DM : disangkal
c. Riwayat kolesterol tinggi : disangkal
d. Riwayat asam urat : disangkal
e. Riwayat sakit jantung : disangkal
f. Riwayat mondok : disangkal
g. Riwayat asma/alergi : disangkal

Riwayat Kebiasaan
a. Riwayat merokok : disangkal
b. Riwayat konsumsi alkohol : disangkal

Riwayat Penyakit Keluarga


a. Riwayat hipertensi : disangkal
b. Riwayat sakit gula : disangkal
c. Riwayat asma/alergi : udang/ebi (+)
d. Riwayat sakit jantung : disangkal

Riwayat kebiasaan
Pasien mandi dua kali sehari dengan air sumur dan berganti pakaian 2x sehari. Pasien
sering menggunakan sandal jepit dalam beraktivitas. Namun, dua hari sebelum
keluhan timbul pasien mengaku menggunakan sandal jepit baru.

Riwayat Sosial Ekonomi


Pasien bekerja sebagai Honorer Guru. Pasien berobat menggunakan fasilitas JKN.
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik dilakukan pada tanggal 06 Januari 2020
1. Keadaan Umum : Compos mentis, gizi kesan baik
2. Tanda Vital
a. Tensi : 130/82 mmHg
b. Nadi : 76 x/menit, irama reguler, isi dan tegangan cukup.
c. Pernapasan : 20 x/menit
d. Suhu : 36,8 °
3. Kulit
Ikterik (-), ekhimosis di kaki (-), turgor menurun (-), kulit kering (-).
4. Kepala
bentuk mesocephal, rambut warna hitam, sukar dicabut
5. Wajah
Simetris, eritema (-)
6. Mata
Konjungtiva pucat (-/-), sklera ikterik (-/-), perdarahan subkonjungtiva (-/-),
pupil isokor dengan diameter 3 mm/3 mm, reflek cahaya (+/+) normal, oedem
palpebra (-/-), strabismus (-/-), cowong (-/-)
7. Telinga
Sekret (-), darah (-), nyeri tekan mastoid (-) gangguan fungsi pendengaran (-)
8. Hidung
Deviasi septum nasi (-), epistaksis (-), nafas cuping hidung (-), sekret (-)
9. Mulut
Sianosis (-), gusi berdarah (-), kering (-), stomatitis (-), pucat (-), papil lidah
atropi (-)
10. Leher
JVP (R+2) cm, trakea di tengah, simetris, pembesaran tiroid (-), pembesaran
kelenjar getah bening (-).
11. Thoraks
Bentuk normochest, simetris, retraksi intercostalis (-), pernafasan
abdominothorakal, sela iga melebar (-), pembesaran kelenjar getah bening
aksilla (-)
Jantung :
Inspeksi : ictus cordis tidak tampak, pulsasi precardial, epigastrium dan
parasternal tidak tampak
Palpasi : ictus cordis kuat angkat.
Perkusi :
batas jantung kiri atas : spatium intercostale II, linea sternalis sinistra
batas jantung kiri bawah: spatium intercostale V, 1 cm medial linea medio
clavicularis sinistra
batas jantung kanan atas : spatium intercostale II, linea sternalis dextra
batas jantung kanan bawah : spatium intercostale IV, linea sternalis dextra
pinggang jantung :spatium intercostale III, linea parasternalis
sinistra
Kesan : batas jantung kesan tidak melebar
Auskultasi : HR 120 x/menit, bunyi jantung I-II intensitas normal,bising (-),
gallop (-)
Pulmo
Inspeksi
Statis : simetris, sela iga tidak melebar, iga tidak mendatar.
Dinamis : pengembangan dada simetris kanan = kiri, sela iga tidak
melebar, retraksi intercostal (-).
Palpasi
Statis : simetris
Dinamis : pergerakan kanan = kiri, fremitus raba kanan = kiri
Perkusi : sonor/sonor
Auskultasi : suara dasar vesikuler (+/+), suara tambahan (-)
Abdomen
Inspeksi : dinding perut sejajar dinding dada, distended (-), venektasi (-),
sikatrik (-).
Auskultasi : peristaltik (+) normal
Perkusi : tympani, pekak alih (-), ascites (-), undulasi (-)
Palpasi : supel (-), nyeri tekan (-), Ballotement (-), Hepar dan lien tidak
teraba
Genitourinaria
Ulkus (-), secret (-), tanda-tanda radang (-), Kelenjar getah bening inguinal tidak
membesar
Ekstremitas : Regio dorsum pedis dekstra et sinistra :
Plakat eritema multipel membentuk gambaran bentuk tali sandal dengan erosi
diatasnya, sebagian disertai krusta dan skuama

PERENCANAAN DAN PEMILIHAN INTERVENSI


DIAGNOSIS : Dermatitis Kontak Alergi
PENATALAKSANAAN
Terapi Non-farmakologis:
Terapi non farmakologis meliputi 2 komponen utama, yaitu:
a. Kontrol terhadap faktor-faktor pemicu serangan dermatitis kontak alergi. Menjelaskan
kepada pasien bahan alergen apa saja yang dapat memicu penyakit. Dugaan alergen
yang menimbulkan dermatitis kontak alergik dalam kasus ini adalah bahan karet di
sandal jepit. Namun untuk memastikan alergen pemicu serangan pasien, maka
direkomendasikan untuk mengetahui riwayat kesehatan psien serta uji alergi pada
kulit (skin prick test).
b. Edukasi pada pasien atau yang merawat mengenai berbagai hal tentang penyakitnya.
Setelah jenis alergen telah diketahui, pasien perlu diedukasi mengenai berbagai cara
untuk mencegah kekambuhan penyakitnya. Edukasi juga meliputi menghentikan
pemakaian atau kontak dengan zat alergi (sandal jepit), meningkatkan kebersihan dan
kelembapan kulit, terutama kulit kaki, dan cara penggunaan obat yang tepat

Terapi famakologis:
Kortikosteoroid dapat diberikan dalam jangka pendek untuk mengatasi peradangan
pada dermatitis kontak alergi akut yang ditandai dengan eritema, edema, bula atau
vesikel, serta eksufatif (madidans), misalnya prednison 30 mg/hari. Umumnya
kelainan kulit akan mereda setelah beberapa hari. Kelainan kulitnya cukup dikompres
dengan larutan garam faal. Untuk dermatitis kontak alergik yang ringan, atau
dermatitis akut yang telah mereda (setelah mendapat pengobatan kortikosteroid
sistemik), cukup diberikan kortikosteroid topikal atau makrolaktam topikal.
\

Terapi farmakologis yang diberikan pada kasus ini adalah:


R/ CTM tab mg 4 No. X
S 3 dd 1 tab
R/ Dexametason tab mg 0,5 No. X
S 3 dd 1 tab
R/ Betametason zalf fl No. X
S 2 dd ue (oles tipis di kulit)

MONITORING DAN EVALUASI


Hal-hal yang perlu diawasi dan dievaluasi antara lain adalah bagaimana efek pengaruh
obat terhadap lesi di kulit pasien. Selain itu bagaimana pasien menjaga higienitas tubuhnya
sendiri serta bagaimana pasien menghindari paparan terhadap zat-zat alergen. Pada kunjungan
kedua pasien mengatakan keluhan gatal dan perihnya telah berkurang, meskipun bekas lesi di
kulitnya masih sedikit tampak.
“ GOUT ARTHRITIS”

Arthritis gout merupakan salah satu penyakit degeneratif dan suatu sindrom klinik akibat deposit
kristal asam urat di daerah persendian yang menyebabkan terjadinya serangan inflamasi akut. Gout
berarti penyakit metabolik dimana tubuh tidak dapat mengontrol metabolisme asam urat sehingga
terjadi penumpukan asam urat yang menyebabkan rasa nyeri pada tulang dan sendi. Penyebab utama
terjadinya gout adalah karena adanya deposit / penimbunan kristal asam urat dalam sendi. Penimbunan
asam urat sering terjadi pada penyakit dengan metabolisme asam urat abnormal dan kelainan metabolik
dalam pembentukan purin dan ekskresi asam urat yang kurang dari ginjal. Beberapa faktor lain yang
mendukung, seperti :
1. Faktor genetik seperti gangguan metabolisme purin yang menyebabkan asam urat berlebihan
(hiperurisemia), retensi asam urat, atau keduanya
2. Penyebab sekunder yaitu akibat obesitas, diabetes mellitus, hipertensi, gangguan ginjal yang akan
menyebabkan :
a. Pemecahan asam yang dapat menyebabkan hiperurisemia.
b. Karena penggunaan obat-obatan yang menurunkan ekskresi asam urat seperti : aspirin,
diuretik, levodopa, diazoksid, asam nikotinat, aseta zolamid dan etambutol.

Salah satu tanda dari penyakit gout adalah adanya kenaikan kadar asam urat dalam darah
(hiperurisemia). Faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian hiperurisemia adalah jenis
kelamin, BMI, dan asupan purin. Asupan purin merupakan faktor risiko paling kuat yang
berhubungan dengan kejadian hiperurisemia.
Hiperurisemia yang merupakan kondisi predisposisi untuk gout, sangat berhubungan erat
dengan sindrom metabolik seperti hipertensi, intoleransi glukosa, dislipidemia, obesitas truncal,
dan peningkatan risiko penyakit kardiovaskuler. Didapatkan bukti bahwa hiperurisemia sendiri
mungkin merupakan faktor risiko independen untuk penyakit kardiovaskuler. Insiden dan
prevalensi gout di seluruh dunia tampaknya meningkat karena berbagai alasan, termasuk yang
iatrogenik. Gout mempengaruhi minimal 1% dari populasi negara-negara barat dan merupakan
penyakit yang paling umum bersama inflamasi pada pria lebih dari 40 tahun. Satu survey
epidemiologi yang dilakukan di Bandungan, Jawa Tengah atas kerjasama WHO COPCORD
terhadap 4.683 sampel berusia antara 15-45 tahun didapatkan bahwa prevalensi hiperurisemia
sebesar 24,3% pada laki-laki dan 11,7% pada wanita.
Sebagian besar kasus gout dan hiperurisemia termasuk hiperurisemia asimptomatik,
mempunyai latar belakang penyebab primer, sehingga memerlukan pengendalian kadar asam urat
jangka panjang. Perlu komunikasi yang baik dengan pasien untuk mencapai tujuan terapi. Hal itu
dapat diperoleh dengan edukasi dan diet rendah purin yang menjadi tatalaksana. Pencegahan
lainnya berupa penurunan konsumsi alkohol dan berat badan.
Gejala dari gout berupa serangan nyeri sendi yang bersifat akut, biasanya menyerang satu
sendi dan dapat disertai demam, kemudian keluhan membaik dan disusul masa tanpa keluhan yang
mungkin berlanjut dengan nyeri sendi kronis. Hampir 85-90% penderita yang mengalami serangan
pertama biasanya mengenai satu persendian dan umumnya pada sendi antara ruas tulang telapak
kaki dengan jari kaki.
Dari uraian di atas, jelas bahwa gout arthritis disebabkan oleh multifaktor, beberapa
diantaranya adalah kurangnya pengetahuan masyarakat mengenai gout arthritis dan tindakan
preventif terhadap faktor risiko.

A. PERMASALAHAN
I. Identitas Pasien
Nama : Tn. Sukarna
Umur : 60 tahun
Alamat : Jl Gudang
Pekerjaan :-
Tanggal Periksa : 06 Juli 2020

II. Anamnesis
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis pada tanggal 06 Juli 2020
Keluhan Utama
Nyeri pada persendian tangan dan kaki.
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang dengan keluhan nyeri pada persendian tangan dan kaki yang
dirasakan sejak sehari yang lalu. Nyeri dirasakan terus menerus, nyeri memberat setiap
pasien berjalan dan berkurang saat pasien beristirahat. Pasien juga merasa jari-jari kakinya
terdapat benjolan-benjolan dan terasa kaku saat digerakkan. Pasien tidak didapatkan
keluhan demam. Pasien memiliki riwayat penyakit diabetes melitus sejak 7 tahun lalu dan
PJK sejak 2 tahun lalu. Pasien baru mulai berobat rutin sejak 2 tahun yang lalu.

Riwayat Penyakit Dahulu


Riwayat hipertensi : sejak 4 tahun lalu
Riwayat DM : sejak 7 tahun lalu
Riwayat kolesterol tinggi : disangkal
Riwayat asam urat : (+) sejak 3 tahun yang lalu
Riwayat sakit jantung : PJK sejak 2 thun yang lalu
Riwayat mondok : 2 tahun yang lalu saat didiagnosa PJK
Riwayat asma/alergi : disangkal

Riwayat Kebiasaan
Riwayat merokok : disangkal
Riwayat konsumsi alkohol : disangkal

Riwayat Penyakit Keluarga


Riwayat hipertensi : (+)
Riwayat sakit gula : (+)
Riwayat asma/alergi : disangkal
Riwayat sakit jantung : disangkal

Riwayat Sosial Ekonomi


Pasien sudah tidak bekerja. Saat ini pasien tinggal bersama suami dan anaknya.
Pasien berobat menggunakan fasilitas JKN.

III. Pemeriksaan Fisik


Pemeriksaan fisik dilakukan pada tanggal 06 Juli 2020
Keadaan Umum : Compos mentis, gizi kesan baik
Tanda Vital
Tensi : 139/89 mmHg
Nadi : 76 x/menit, irama reguler, isi dan tegangan cukup.
Pernapasan : 20 x/menit
Suhu : 36,8 °
Kulit
Ikterik (-), ekhimosis di kaki (-), turgor menurun (-), kulit kering (-).
Kepala
bentuk mesocephal, rambut warna hitam, sukar dicabut
Wajah
Simetris, eritema (-)
Mata
Konjungtiva pucat (-/-), sklera ikterik (-/-), perdarahan subkonjungtiva (-/-),
pupil isokor dengan diameter 3 mm/3 mm, reflek cahaya (+/+) normal, oedem
palpebra (-/-), strabismus (-/-), cowong (-/-)
Telinga
Sekret (-), darah (-), nyeri tekan mastoid (-) gangguan fungsi pendengaran (-)
Hidung
Deviasi septum nasi (-), epistaksis (-), nafas cuping hidung (-), sekret (-)
Mulut
Sianosis (-), gusi berdarah (-), kering (-), stomatitis (-), pucat (-), papil lidah
atropi (-)
Leher
JVP (R+2) cm, trakea di tengah, simetris, pembesaran tiroid (-), pembesaran
kelenjar getah bening (-).
Thoraks
Bentuk normochest, simetris, retraksi intercostalis (-), pernafasan
abdominothorakal, sela iga melebar (-), pembesaran kelenjar getah bening
aksilla (-)
Jantung :
Inspeksi : ictus cordis tidak tampak, pulsasi precardial, epigastrium dan
parasternal tidak tampak
Palpasi : ictus cordis kuat angkat.
Perkusi :
batas jantung kiri atas : spatium intercostale II, linea sternalis sinistra
batas jantung kiri bawah: spatium intercostale V, 1 cm medial linea medio
clavicularis sinistra
batas jantung kanan atas : spatium intercostale II, linea sternalis dextra
batas jantung kanan bawah : spatium intercostale IV, linea sternalis dextra
pinggang jantung :spatium intercostale III, linea parasternalis
sinistra
Kesan : batas jantung kesan tidak melebar
Auskultasi : HR 120 x/menit, bunyi jantung I-II intensitas normal,bising (-),
gallop (-)
Pulmo
Inspeksi
Statis : simetris, sela iga tidak melebar, iga tidak mendatar.
Dinamis : pengembangan dada simetris kanan = kiri, sela iga tidak
melebar, retraksi intercostal (-).
Palpasi
Statis : simetris
Dinamis : pergerakan kanan = kiri, fremitus raba kanan = kiri
Perkusi : sonor/sonor
Auskultasi : suara dasar vesikuler (+/+), suara tambahan (-)
Abdomen
Inspeksi : dinding perut sejajar dinding dada, distended (-), venektasi (-),
sikatrik (-).
Auskultasi : peristaltik (+) normal
Perkusi : tympani, pekak alih (-), ascites (-), undulasi (-)
Palpasi : supel (-), nyeri tekan (-), Ballotement (-), Hepar dan lien tidak
teraba
Genitourinaria
Ulkus (-), secret (-), tanda-tanda radang (-)
Kelenjar getah bening inguinal
tidak membesar
Ekstremitas : tofus pada persendian jari-jari kedua kaki.

Pemeriksaan Lab Darah tanggal 06 Juli 2020:


Asam urat : 9 mg/dl.

PERENCANAAN DAN PEMILIHAN INTERVENSI


DIAGNOSIS : GOUT arthritis akut

PENATALAKSANAAN
Terapi Non-farmakologis:
Edukasi pada pasien yaitu dengan diet rendah purin, turunkan berat badan,
hindari alkohol, olahraga ringan dan teratur, dan hindari stres. Makanan tinggi purin
antara lain:
a. Daging, jeroan, bebek, daging awetan, hewan laut, sarden, kepiting, kerang, udang.
b. Ragi, bir, minuman alkohol.
c. Kedelai, bayam, asparagus, bunga kol, jamur, emping.

Terapi famakologis:
1. Obat untuk mengatasi nyeri akut dapat dengan Colchicin, NSAID, atau steroid. Pada saat
nyeri akut.
2. Pengobatan hiperurisemia yaitu dengan diet rendah purin dan obat penghambat xantin
oksidase (allopurinol) 100-300 mg/hari. Allopurinol diberikan saat nyeri akut sudah hilang.

Terapi farmakologis yang diberikan kepada pasien:


R/ Ibuprofen tab mg 400 No. X
S 3 dd tab 1
R/ Vit B complex tab No. X
S 2 dd tab 1
R/ Metilprednisolone 4mg tab No. X
S 3 dd tab 1
R/ Allupurinol tab 100mg No. X
S 2 dd tab 1

Edukasi yang diberikan kepada pasien:


1. Diet rendah purin yaitu tidak boleh memakan: daging, jeroan, bebek, daging awetan,
hewan laut, sarden, kepiting, kerang, udang, ragi, bir, kedelai, bayam, asparagus, bunga
kol, jamur, emping.
2. Turunkan berat badan, hindari alkohol, olahraga ringan dan teratur, dan hindari stres.
3. Pasien disarankan untuk kontrol kembali setelah nyerinya hilang dan melakukan
pemeriksaan asam urat secara rutin.

MONITORING DAN EVALUASI


Apabila pasien datang untuk kontrol, dilakukan evaluasi apakah masih ada nyeri atau
tidak. Jika tidak didapatkan nyeri akut, dapat dilanjutkan pemberian obat hiperurisemia
(allopurinol). Pemeriksaan kadar asam urat secara rutin dapat dilakukan kurang lebih setiap satu
bulan, setelah mengkonsumsi obat allopurinol.
Pasien juga diminta untuk tetap menjaga konsumsi makanannya sehari-hari dan
melakukan pola hidup yang sehat. Pasien tetap disarankan selalu kontrol rutin ke
puskesmas/praktek dokter untuk mengetahui perbaikan penyakitnya.
“ LOW BACK PAIN”

LATAR BELAKANG
Nyeri punggung bawah (low back pain) merupakan keluhan yang sering dijumpai
di praktek sehari-hari, dan diperkirakan hampir semua orang pernah mengalami nyeri
punggung paling kurangnya sekali semasa hidupnya. Nyeri punggung bawah adalah nyeri
yang dirasakan di daerah punggung bawah, dapat merupakan nyeri lokal (inflamasi),
maupun nyeri radikuler atau keduanya. Nyeri yang berasal dari punggung bawah dapat
berujuk ke daerah lain atau sebaliknya yang berasal dari daerah lain dirasakan di daerah
punggung bawah (refered pain). Walaupun nyeri punggung bawah jarang fatal namun nyeri
yang dirasakan menyebabkan penderita mengalami suatu kekurangmampuan (disabilitas)
yaitu keterbatasan fungsional dalam aktifitas sehari-hari dan banyak kehilangan jam kerja
terutama ada usia produktif, sehingga merupakan alasan terbanyak dalam mencari
pengobatan.
Di Amerika Serikat diperkirakan lebih 15% orang dewasa mengeluh nyeri
punggung bawah atau nyeri yang bertahan hampir dua minggu (Lawrence dkk, 1998).
Nyeri punggung bawah adalah suatu sindroma nyeri yang terjadi pada Regio punggung
bagian bawah dan merupakan work related musculoskeletal disorders. Nyeri punggung
bawah telah terid entifikasi oleh Pan American Health Organization antara tiga masalah
kesehatan pekerjaan yang dikenalpasti oleh WHO (Choi dkk, 2001). Menurut Punnett L
dkk, prevalensi 37% daripada nyeri punggung bawah disebabkan oleh pekerjaan individu-
individu tersebut, dengan pembahagian lebih banyak pada laki-laki berbanding wanita.
Sedangkan penelitian Community Oriented Program for Controle of Rheumatic Disease
(COPORD ) Indonesia menunjukan prevalensi nyeri punggung 18,2 % pada laki-laki dan
13,6 % pada wanita. National Safety Council pula melaporkan bahwa sakit akibat kerja
yang frekuensi kejadiannya paling tinggi adalah sakit/nyeri pada punggung, yaitu 22% dari
1.700.000 kasus (Tarwaka, dkk, 2004). Di negara industri keluhan nyeri punggung bawah
merupakan keluhan kedua setelah nyeri kepala. Di Amerika Serikat lebih dari 80%
penduduk mengeluh nyeri punggung bawah dan biaya yang dikeluarkan tiap tahun untuk
pengobatan berkisar 75 juta dolar Amerika
Penanganan nyeri punggung bawah secara umumnya bervariasi mengikut studi,
jenis-jenis pekerjaan, dan persekitaran lokal. Biasanya dalam kondisi biasa nyeri tersebut
akan hilang dengan sendirinya selepas beberapa hari tanpa memerlukan pengobatan, tetapi
tidak selalunya. Menurut Jellema dkk (2001), fokus utama dalam penanganan nyeri
punggung bawah berupa prevalensi untuk masa hadapan agar tidak menderita nyeri
punggung bawah ulang. Aturan antarabangsa (International Guidelines) untuk penanganan
nyeri ini secara umumnya bisa ditangani oleh perawatan primer (Koes BW, dkk). Di
Indonesia, Departemen Kesehatan telahpun mengeluarkan upaya pelayanan kesehatan
primer pada masyarakat tersebut yang diatas meliputi, peningkatan kesehatan (promotif),
upaya pencegahan (preventif), pengobatan (kuratif), dan pemulihan (rehabilitatif) (Depkes
RI, 1999). Menurut Hanung P (2008), fisioterapi dalam hal ini memegang peranan untuk
mengembalikan dan mengatasi gangguan impairment dan activity limitation sehingga
pasien dapat beraktivitas kembali. Namun menurut literatur 33% pasien masih mengalami
nyeri hilang-timbul atau nyeri persisten selepas satu tahun, dan satu daripada lima pasien
masih mempunyai kekurangan fungsi gerakan. Hanya 25% telah sembuh total nyeri
punggung mereka selepas satu tahun, dengan ini pencegahan lebih diutamakan daripada
pengobatan.
a. Definisi
Low back pain atau lumbago dalam nyeri pinggang sering terjadi akibat
gangguan pada tulang dan otot punggung. Sakit pinggang atau low back pain
merupakan keluhan umum. Kebanyakan orang mengalami hal tersebut dalam
kehidupan manusia. Lebih dari 80% manusia akan mengalami nyeri pinggang dalam
kehidupan mereka. Low back pain adalah salah satu alasan paling sering orang berobat
ke dokter atau ke medis.
b. Angka Kejadian
Nyeri pinggang terjadi pada 60-90 % sepanjang kehidupan manusia, 90 % kasus
nyeri pinggang akan sembuh tanpa pengobatan dalam waktu 6-12 minggu. Kasus ini
akan meningkat pada usia > 45 tahun.
c. Penyebab Low Back Pain
Sebagian besar kasus nyeri pinggang dapat dihubungkan dengan penyebab
umum seperti ketegangan otot, cedera otot atau penggunaan yang berlebihan atau dapat
dikaitkan dengan kondisi tertentu yang terjadi pada tulang belakang. Kondisi tulang
belakang terkait yang paling umum yang menyebabkan nyeri punggung bawah adalah:
a. Hernia Diskus (HNP, Hernia Nukleous Pulposus)
b. Penyakit Degeneratif pada Diskus
c. Spondylolisthesis
d. Stenosis Spinal
e. Osteoarthritis
Kondisi yang jarang menyebabkan low back pain yang tidak terdapat diatas seperti
disfungsi sendi sacroiliac, tumor tulang belakang, fibromyalgia, dan sindrom piriformis.
Dalam keadaan sehari-hari dari nyeri pinggang secara akut terjadi setelah gerakan
yang melibatkan mengangkat benda berat, memutar , atau yang lainnya. Gejala-gejala
dapat segera dimulai setelah gerakan atau setelah bangun keesokan harinya. Nyeri
kadang muncul disertai menjalar ke kaki. Gejala dapat berkisar dari nyeri pada titik
tertentu pada pinggang atau memburuk dengan gerakan tertentu seperti duduk atau
berdiri. Hal inilah yang membuat orang berobat ke dokter. Nyeri pinggang akut ini
kadang ada yang berlanjut menjadi nyeri kronis yang dapat mengganggu kehidupan
seseorang seperti sulit tidur, cemas dan depresi bila nyeri dirasakan berat.
d. Bagaimana cara menghilangkan Low Back Pain ?
Untuk nyeri akut yang ringan atau sedang bertujuan untuk restorsi fungsi
normal seperti kembali bekerja dan menghilangkan rasa nyeri. Bila datang ke dokter
bisa dilakukan sebagai berikut :
a. Terapi Medikamentosa : bisa di coba dengan menggunakan obat anti nyeri
golongan NSAID baik dengan injeksi atau obat minum.
b. Terapi fisik : dilakukan dengan alat-alat fisioterapi
c. Pembedahan atau Surgery : tergantung dari kasusnya, bila kasus nyeri tulang
belakang tersebut indikasi untuk dilakukan pembedahan semisal HNP,
Canal stenosis, dan lain-lainnya. Tujuannya untuk menghilangkan
penyebabnya atau penjepitan saraf yang menyebabkan nyeri. Cara lain yang
dilakukan adalah dengan injeksi obat tertentu langsung pada tempat nyeri
tersebut (interventional pain management). Cara-cara tersebut dilakukan
oleh ahlinya yaitu dokter bedah saraf.
RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan hasil uraian tersebut, kita dapat melihat bahwa masalah nyeri
punggung bawah merupakan banyak masalah yang cukup sering kita temui dalam
keseharian karena berhubungan dengan pekerjaan, aktivitas fisik maupun postur tubuh.
Semua usia dan gender dapat mengalami nyeri punggng bawah. Maka dari itu penting bagi
pasien untuk mencari pengobaan yang tepat bagi penyakitnya dan mengetahui apa fakor
resiko terbesar pencetus nyeri punggung bawah mereka agar keluhan tidak berulang.
Identitas Pasien
Nama : Tn Abdul Kadir
Umur : 55 tahun
Alamat : Jl. Garuda
Pekerjaan :-
Tanggal Periksa : 07 Juli 2020

Anamnesis
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis pada tanggal 07 Juli 2020
Keluhan Utama
Nyeri pinggang menjalar ke tungkai bawah.
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang dengan keluhan nyeri pada pinggang menjalar ke tungkai bawah yang
dirasakan sejak 3 bulan yang lalu. Nyeri dirasakan terus menerus, nyeri memberat setiap
pasien berjalan dan berkurang saat pasien beristirahat. Pasien tidak didapatkan keluhan
demam.
Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat hipertensi : sejak 5 tahun lalu
Riwayat DM : disangkal
Riwayat kolesterol tinggi : disangkal
Riwayat asam urat : disangkal
Riwayat sakit jantung : disangkal
Riwayat mondok : 5 tahun yang lalu saat didiagnosa HT & NHS
Riwayat asma/alergi : disangkal

Riwayat Kebiasaan
Riwayat merokok : disangkal
Riwayat konsumsi alkohol : disangkal

Riwayat Penyakit Keluarga


Riwayat hipertensi : (+)
Riwayat sakit gula : disangkal
Riwayat asma/alergi : disangkal
Riwayat sakit jantung : disangkal

Riwayat Sosial Ekonomi


Pasien sudah tidak bekerja. Saat ini pasien tinggal bersama suami dan anaknya.
Pasien berobat menggunakan fasilitas JKN.

Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik dilakukan pada tanggal 07 Juli 2020
Keadaan Umum : Compos mentis, gizi kesan baik
Tanda Vital
Tensi : 160/92 mmHg
Nadi : 76 x/menit, irama reguler, isi dan tegangan cukup.
Pernapasan : 20 x/menit
Suhu : 36,8 °
Kulit
Ikterik (-), ekhimosis di kaki (-), turgor menurun (-), kulit kering (-).
Kepala
bentuk mesocephal, rambut warna hitam, sukar dicabut
Wajah
Simetris, eritema (-)
Mata
Konjungtiva pucat (-/-), sklera ikterik (-/-), perdarahan subkonjungtiva (-/-),
pupil isokor dengan diameter 3 mm/3 mm, reflek cahaya (+/+) normal, oedem
palpebra (-/-), strabismus (-/-), cowong (-/-)
Telinga
Sekret (-), darah (-), nyeri tekan mastoid (-) gangguan fungsi pendengaran (-)
Hidung
Deviasi septum nasi (-), epistaksis (-), nafas cuping hidung (-), sekret (-)
Mulut
Sianosis (-), gusi berdarah (-), kering (-), stomatitis (-), pucat (-), papil lidah
atropi (-)
Leher
JVP (R+2) cm, trakea di tengah, simetris, pembesaran tiroid (-), pembesaran
kelenjar getah bening (-).
Thoraks
Bentuk normochest, simetris, retraksi intercostalis (-), pernafasan
abdominothorakal, sela iga melebar (-), pembesaran kelenjar getah bening
aksilla (-)
Jantung :
Inspeksi : ictus cordis tidak tampak, pulsasi precardial, epigastrium dan
parasternal tidak tampak
Palpasi : ictus cordis kuat angkat.
Perkusi :
batas jantung kiri atas : spatium intercostale II, linea sternalis sinistra
batas jantung kiri bawah: spatium intercostale V, 1 cm medial linea medio
clavicularis sinistra
batas jantung kanan atas : spatium intercostale II, linea sternalis dextra
batas jantung kanan bawah : spatium intercostale IV, linea sternalis dextra
pinggang jantung :spatium intercostale III, linea parasternalis
sinistra
Kesan : batas jantung kesan tidak melebar
Auskultasi : HR 120 x/menit, bunyi jantung I-II intensitas normal,bising (-),
gallop (-)
Pulmo
Inspeksi
Statis : simetris, sela iga tidak melebar, iga tidak mendatar.
Dinamis : pengembangan dada simetris kanan = kiri, sela iga tidak
melebar, retraksi intercostal (-).
Palpasi
Statis : simetris
Dinamis : pergerakan kanan = kiri, fremitus raba kanan = kiri
Perkusi : sonor/sonor
Auskultasi : suara dasar vesikuler (+/+), suara tambahan (-)
Abdomen
Inspeksi : dinding perut sejajar dinding dada, distended (-), venektasi (-),
sikatrik (-).
Auskultasi : peristaltik (+) normal
Perkusi : tympani, pekak alih (-), ascites (-), undulasi (-)
Palpasi : supel (-), nyeri tekan (-), Ballotement (-), Hepar dan lien tidak
teraba
Genitourinaria
Ulkus (-), secret (-), tanda-tanda radang (-)
Kelenjar getah bening inguinal
tidak membesar
Ekstremitas : patrick sign (+/+), kontra patrick sign (+/+)

Pemeriksaan Lab Darah tanggal 07 Juli 2020:


Asam urat : 5,5 mg/dl.
Cholesterol: 215 mg/dL
GDS : 83 mg/dL

PERENCANAAN DAN PEMILIHAN INTERVENSI


DIAGNOSIS : GOUT arthritis akut
PENATALAKSANAAN
Terapi Non-farmakologis:
Edukasi pada pasien yaitu dengan menurunkan berat badan, hindari alkohol,
olahraga yang tidak membebani tulang punggung seperti lari atau bersepeda secara
teratur teratur, hindari stres, dan hindari mengangkat beban berat. Fisioterapi yang
dilakukan di Klinik Manggala sebagai mitra BPJS.
Terapi famakologis:
 Obat untuk mengatasi nyeri akut dapat dengan Colchicin, NSAID, atau steroid. Pada saat
nyeri akut.
 Pengobatan neurotropik untuk regenerasi myelin saraf akibat terjadinya radang akibat
kkompresi.
 Pengobatan hipertensi dengan golongan ARB sebagai pengobatan rutin.
Terapi farmakologis yang diberikan kepada pasien:
R/ Ibuprofen tab mg 400 No. X
S 3 dd tab 1 prn
R/ Vit B complex tab No. X
S 2 dd tab 1
R/ Metilprednisolone 4mg tab No. X
S 3 dd tab 1
R/ Amlodipin 10mg tab No. X
S 0-0-1

MONITORING DAN EVALUASI


Apabila pasien datang untuk kontrol, dilakukan evaluasi apakah masih ada nyeri atau
tidak. Jika tidak didapatkan nyeri akut, dapat dilanjutkan pemberian obat hiperurisemia
(allopurinol). Pemeriksaan kadar asam urat secara rutin dapat dilakukan kurang lebih setiap satu
bulan, setelah mengkonsumsi obat allopurinol.
Pasien juga diminta untuk tetap menjaga konsumsi makanannya sehari-hari dan
melakukan pola hidup yang sehat. Pasien tetap disarankan selalu kontrol rutin ke
puskesmas/praktek dokter untuk mengetahui perbaikan penyakitnya.
“ VARICELLA ZOOSTER”

LATAR BELAKANG
Varisela merupakan penyakit yang tersebar luas diseluruh dunia menyerang
terutama anak-anak, namun dapat pula menyerang orang dewasa. Epidemik varisela terjadi
pada musim dingin dan musim semi, tercatat lebih dari 4 juta kasus, 11.000 rawat inap, dan
100 kematian tiap tahunnya. Di Indonesia, insidennya cukup tinggi dan terjadi secara
sproradis sepanjang tahun. Varisela merupakan penyakit serius dengan persentasi
komplikasi dan angka kematian tinggi pada dewasa, serta orang imun yang terkompromi.
Pada rumah tangga, presentasi penularan dari virus ini berkisar 65%-86%. VVZ merupakan
infeksi yang sangat menular dan menyebar biasanya dari oral, udara atau sekresi respirasi
dan terkadang melalui transfer langsung dari lesi kulit melalui transmisi fetomaternal.
RUMUSAN MASALAH
Identitas Pasien
Nama : An. Raniah
Umur : 7 tahun
Alamat : Jl. Angkasa IV
Pekerjaan :-
Tanggal Periksa : 18 Okktober 2019

Anamnesis
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis pada tanggal 18 Okktober 2019
Keluhan Utama
Lenting lenting kecil menyebar di seluruh badan
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke Poli Umum Puskesmas Kapuan dengan keluhan Lenting lenting kecil di
badan, keluhan ini dialami sejak ± 5 hari yang lalu. Awalnya timbul lenting kemerahan pada
daerah dada yang kemudian keesokan harinya menyebar ke leher, wajah, punggung, perut
dan lengan. Lenting lenting merah kemudian berubah menjadi lepuh dan berisi cairan, dan
sekarang lenting lenting berwarna kehitaman Penderita juga mengeluh ada rasa sangat gatal
pada daerah yang terdapat lepuh,sehingga pasien sulit tidur malam, rasa nyeri disangkal
penderita. Selain itu pasien juga mengeluh badan meriang sepanjang hari dialami pasien
sejak ± 4 hari yang lalu, dan disertai dengan rasa lemah badan,nyeri sendi sendi tangan dan
kaki dan nyeri kepala. Menurut keterangan pasien, teman sebangku di sekolah pasien
menderita penyakit yang sama 1 minggu yang lalu dan sekarang sudah sembuh. Pasien
belum pernah berobat ke dokter ataupun mendapat pengobatan, di rumah hanya di beri
bedak yang di beli di warung,tetapi keluhan tidak mereda
Riw. Penyakit Dahulu
Anak pertama kali sakit seperti ini sebelumnya belum pernah merasakan gejala seperti
ini, Riwayat konsumsi obat asma/obat yg berlangsung lama disangkal dan belum
pernah berobat maupun mondok di Rumah Sakit.
Riw. Penyakit Keluarga
Di keluarga dan lingkungan sekitar rumah tidak ada yang menderita penyakit seperti
ini. Teman sekelas pasien menderita cacar air kira kira seminggu sebelum pasien
merasakan gejala awal lenting lenting
Riw. Pengobatan
Di rumah pasien diberikan bedak gatal di beli di warung, belum berobat ke tenaga
medis.
Riw. Alergi
Alergi obat, makanan, dan cuaca disangkal
Riw. Psikososial
Pasien merupakan siswi SD, Di lingkungan sekolah bebrapa siswa menderita penyakit
seperti ini.
Riwayat atopi :
Bersin pagi hari ataupun karena debu disangkal
Riwayat asma disangkal
Riwayat kebiasaan:
Pasien mandi 2 kali sehari, memakai sabun batang, handuk dipakai sendiri, air yang
digunakan berasal dari air sumur dan pakaian dalam diganti 2 kali sehari.
Pemeriksaan Fisik (St. Generalis)
Keadaan Umum : Tampak sakit ringan
Kesadaran : Compos mentis
Respiration Rate : 20 x/menit
Nadi : 76 x/menit, kuat angkat, reguler
Suhu : 37 °C
Status gizi
Berat Badan : 49 kg
Tinggi Badan : 150 cm
BMI : 21,7
Kepala
Bentuk : Normochepal
Wajah : terdapat lenting berukuran 0,3-0,5 cm x 0,3 cm berwarna hitam dan
tertutup skuama tersebar di seluruh wajah pasien
Rambut : hitam, distribusi rata, tidak mudah dicabut

Mata
lagoftalmos (-/-), udem palpebra (-/-),kunjungtiva anemis (-/-), sclera ikterik (-/-),
refelks cahaya (+/+), mata cekung (-/-), pupil isokor

Hidung
septum deviasi (-), sekret (-/-), darah (-/-),pernapasan cuping hidung (-/-), edema
mukosa (-/-), hiperemis mukosa (-/-)

Mulut
bibir kering (-), lidah kotor (-), stomatitis (-), gusi berdarah (-)

Telinga
normotia, serumen (-/-), MT sulit dinilai.

Leher
Pembesaran KGB (-), pembesaran kel tiroid (-) terdapat lenting berukuran 0,3-0,5 cm
x 0,3-0,5 cm berwarna hitam dan tertutup skuama tersebar di leher pasien

Thorax
Inspeksi: simetris pada saat statis dan dinamis, retraksi iga (-) ,pernapasan
abdominotorakal, laserasi (-), benjolan(-) terdapat lenting berukuran 0,3-0,5 cm x 0,3-
0,5 cm berwarna hitam dan tertutup skuama tersebar di dada depan dan punggung
pasien
Palpasi:vocal premitus kanan kiri sama, krepitasi
Perkusi :sonor di kedua lapang paru
Auskultasi: vesikuler (+/+), wheezing (-/-), ronkhi (-/-),
BJ I dan II reguller, tidak ada bunyitambahan

Abdomen
Inspeksi: retraksi epigastrium (-), permukaan cembung,spider nevi (-), caput medusa
(-), distensi (-) terdapat lenting berukuran 0,3-0,5 cm x 0,3-0,5 cm berwarna hitam dan
tertutup skuama tersebar di perut depan
Auskultasi:bising usus (+) meningkat, metallic sound (-), bruit (-)
Palpasi: supel, hepar tidak teraba, lien tidak teraba
Perkusi: timpani pada seluruh lapang abdomen, pekakmenunjukkan batas hepar 1 jari
dibawah arcus costa kanan

Ekstremitas
Atas: akral hangat, CRT < 2 detik, oedema (-/-), ptekie(-/-)(-) terdapat lenting
berukuran 0,3-0,5 cm x 0,3-0,5 cm berwarna hitam dan tertutup skuama tersebar
tangan kanan dan kiri
Bawah : akral hangat, CRT < 2 detik, oedema (-/-), ptekie(-/-)(-) terdapat lenting
berukuran 0,3-0,5 cm x 0,3-0,5 cm berwarna hitam dan tertutup skuama tersebar di
kaki kanan dan kiri

PERENCANAAN DAN PEMILIHAN INTERVENSI


DIAGNOSIS : Varicella Zooster

PENATALAKSANAAN
Terapi Non-farmakologis:
Edukasi pada pasien yaitu Ibu pasien diminta untuk mengontrol intake cairan yang cukup
untuk menjaga hidrasi dan keseimbangan elektrolit serta menekankan agar anak istirahat
yang cukup dan mengonsumsi makanan bergizi yang lunak dan mudah dicerna. Obat di
minum teratur, Menjaga kebersihan diri dengan tetap mandi jika tidak demam walaupun
masih banyak terlihat bintik-bintik, tidak menggaruk dan memecahkan lepuh-lepuh
tersebut karena dapat menimbulkan bekas luka garukan dikulit dan tiga hari kemudian
datang kontrol ke poli umum puskesmas untuk dilakukan kontrol terhadap perkembangan
penyakitnya.
Terapi famakologis:
Pengobatan biasanya bersifat simptomatik, dengan pemberian antipiretik dan
analgesik. Anti histamin oral dapat diberikan untuk menghilangkan rasa gatal,
sedangkan pemberian anti virus dapat memperpendek perjalanan penyakit.

Terapi farmakologis yang diberikan kepada pasien:


R/ PCT 500mg tab No. X
S 3 dd tab 1
R/ Vit B complex tab No. X
S 2 dd tab 1
R/ Vitamin C 50mg tab No. X
S 3 dd tab 1
R/ Loratadine 10mg tab No. X
S 2 dd 1

MONITORING DAN EVALUASI


Pasien diminta untuk kontrol ke puskesmas 3 hari kedepan untuk memantau
perkembangan penyakit.

Anda mungkin juga menyukai