Anda di halaman 1dari 41

Laporan UKM

Latar Belakang
Permasalahan
Intervensi
Pelaksanaan
Monitoring dan Evaluasi

A. Kelas Ibu Balita


Pemberian ASI Eksklusif

Latar Belakang

ASI eksklusif menurut World Health Organization adalah memberikan hanya ASI
saja tanpa memberikan makanan dan minuman lain kepada bayi sejak lahir sampai
berumur 6 bulan, kecuali obat dan vitamin dan tetap diberikan kepada bayi sampai
bayi berusia 2 tahun. Manfaat pemberian ASI eksklusif sesuai dengan salah satu
tujuan dari Millenium Development Goals (MDGs) yaitu mengurangi tingkat
kematian anak dan meningkatkan kesehatan Ibu. WHO menyatakan sekitar 15% dari
total kasus kematian anak di bawah usia lima tahun di negara berkembang disebabkan
oleh pemberian ASI secara tidak eksklusif. Berbagai masalah gizi kurang maupun gizi
lebih juga timbul akibat dari pemberian makanan sebelum bayi berusia 6 bulan.

Permasalahan
1. Kurangnya pengetahuan tentang manfaat ASI Eksklusif.
2. Kurangnya motivasi ibu untuk memberikan ASI Eksklusif.
3. Kurangnya dukungan dari keluarga kepada ibu untuk memberikan ASI
eksklusif.

Intervensi
Melakukan penyuluhan tentang manfaat ASI Eksklusif dan cara pemberian ASI yang
benar.
Pelaksanaan
Kegiatan dilaksanakan pada:
Tanggal : 16 Maret 2019
Jam : 09.00 – 11.00
Tempat : Seberang Padang
Jumlah Peserta : 12 orang

Materi Penyuluhan:
1. Pengertian ASI Eksklusif
2. Manfaat ASI bagi ibu dan bayi
3. Langkah-langkah menyusui yang benar
4. Lama dan frekuensi menyusui
5. Cara untuk menghasilkan ASI yang banyak
6. Kontra indikasi menyusui
7. Perawatan Payudara

Monitoring dan Evaluasi


1. Pelaksanaan penyuluhan berjalan dengan lancar.
2. Peserta aktif dalam sesi tanya jawab.
3. Meningkatnya motivasi peserta dalam memberikan ASI Eksklusif.
4. Meningkatnya pengetahuan peserta tentang manfaat ASI Eksklusif.
5. Meningkatkan pengetahuan peserta tentang cara pemberian ASI yang benar.
B. Kelas Ibu Balita
Tumbuh Kembang Balita

Latar Belakang
Upaya kesehatan yang dilakukan sejak anak masih dalam kandungan sampai lima
tahun pertama kehidupannya, ditunjukan untuk mempertahankan kehidupannya
sekaligus meningkatkan kualitas hidup anak agar mencapai tumbuh kembang optimal
baik fisik, mental, emosional, maupun sosial serta memiliki intelegensi majemuk
sesuai dengan potensi genetiknya. Otak balita lebih plastis, akan mudah terpengaruh
baik secara positif maupun negatif tergantung pengaruh dan perlakuan yang
didapatnya. Karena masa ini sangat peka terhadap lingkungan dan sangat pendek,
tidak dapat diulangi, maka masa balita disebut dengan masa keemasan (golden
period). Pertumbuhan adalah bertambahnya ukuran dan struktur tubuh sebagian atau
keseluruhan sehingga dapat diukur dengan satuan panjang dan berat. Sedangkan
perkembangan adalah bertambahnya struktur dan fungsi tubuh yang lebih kompleks
dalam kemampuan gerak halus, gerak kasar, bicara dan bahasa, serta sosialisasi dan
kemandirian. Mengingat jumlah balita di Indonesia sangat besar yaitu 10% maka
untuk masa depan bangsa sangat perlu mendapat perhatian serius yaitu mendapatkan
gizi yang baik, stimulasi yang memadai, termasuk intervensi dini penyimpangan
tumbuh kembang.

Permasalahan
1. Kurangnya perhatian ibu tentang status pertumbuhan dan perkembangan balita
sesuai dengan umurnya.
2. Kurangnya pengetahuan ibu tentang dampak yang disebabkan oleh gangguan
tumbuh kembang pada balita.
3. Kurangnya pengetahuan ibu tentang pembacaan kurva pertumbuhan yang
terdapat di buku KIA.
4. Kurangnya pengetahuan ibu tentang manfaat pemberian stimulus pada balita.

Intervensi
Melakukan penyuluhan tentang tumbuh kembang balita.

Pelaksanaan
Kegiatan dilaksanakan pada:
Tanggal : 14 Februari 2019
Jam : 09.00 – 11.30
Tempat : Kasih Ibu 5
Jumlah Peserta : 14 orang

Materi Penyuluhan:
1. Pengertian pertumbuhan dan perkembangan.
2. Cara membaca kurva pertumbuhan.
3. Stimulasi yang dilakukan pada balita.
4. Kapan balita harus di rujuk ke fasilitas kesehatan.

Monitoring dan Evaluasi


1. Pelaksanaan penyuluhan berjalan dengan lancar.
2. Peserta aktif dalam sesi tanya jawab.
3. Meningkatnya perhatian peserta terhadap tumbuh kembang balita.
4. Meningkatnya pengetahuan peserta terhadap cara membaca kurva
pertumbuhan di buku KIA.
5. Meningkatnya pengetahuan peserta terhadap pentingnya pemberian stimulasi
dan cara menstimulasi balita.
6. Meningkatnya pengetahuan peserta terhadap kondisi balita yang mengalami
gangguan tumbuh kembang, sehingga dapat segera dibawa ke fasilitas
kesehatan terdekat.
C. KELAS IBU HAMIL

Latar Belakang

Program pembangunan kesehatan di Indonesia dewasa ini masih diprioritaskan pada


upaya peningkatan derajat kesehatan Ibu dan anak, terutama pada kelompok yang
paling rentan kesehatan yaitu ibu hamil, bersalin dan bayi pada masa perinatal. Hal ini
ditandai dengan tingginya Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi
(AKB). Kelas ibu hamil merupakan sarana untuk belajar bersama tentang kesehatan
bagi ibu hamil, dalam bentuk tatap muka dalam kelompok yang bertujuan untuk
meningkatkan pengetahuan dan keterampilan ibu-ibu mengenai kehamilan, perawatan
kehamilan, persalinan, perawatan nifas, perawatan bayi baru lahir, mitos, penyakit
menular, senam hamil dan akte kelahiran.

Permasalahan
1. Kurangnya pengetahuan peserta terhadap perawatan bayi baru lahir.
2. Kurangnya pengetahuan peserta terhadap penyakit menular.
3. Kurangnya pengetahuan peserta terhadap manfaat dan cara senam hamil.
4. Kurangnya pengetahuan peserta terhadap pentingnya segera mengurus akte
kelahiran.
Intervensi
Melakukan penyuluhan tentang perawatan bayi baru lahir, penyakit menular, mitos,
senam hamil dan akte kelahiran.

Pelaksanaan
Kegiatan dilaksanakan pada:
Tanggal : 22 Maret 2019
Jam : 09.30 – 11.30
Tempat : Rumah Tunggu Persalinan Puskesmas Seberang Padang
Jumlah Peserta : 8 orang

Materi Penyuluhan:
1. Perawatan bayi baru lahir (perawatan bayi baru lahir, pemberian injeksi K1,
tanda bahaya bayi baru lahir, pengamatan perkembangan bayi/anak dan
pemberian imunisasi pada bayi baru lahir).
2. Mitos/kepercayaan/adat istiadat setempat yang berkaitan dengan kesehatan ibu
dan anak.
3. Penyakit menular (IMS, informasi dasar HIV-AIDS serta pencegahan dan
penanganan malaria pada ibu hamil).
4. Senam hamil
5. Akte Kelahiran

Monitoring dan Evaluasi


1. Pelaksanaan penyuluhan berjalan dengan lancar.
2. Peserta aktif dalam sesi tanya jawab.
3. Melakukan senam hamil. Tetapi kurang efektif karena tempat yang terlalu
kecil.
4. Meningkatnya pengetahuan peserta terhadap perawatan bayi baru lahir.
5. Menjelaskan benar atau tidaknya suatu mitos yang berkaitan dengan kesehatan
ibu dan anak dari pandangan medis.
6. Meningkatnya pengetahuan peserta terhadap penyakit menular.
7. Meningkatknya pengetahuan peserta terhadap pentingnya mengurus akte
kelahiran anak.
D. GIZI
Penyuluhan tentang gizi calon pengantin
Latar Belakang
Gizi ibu yang buruk sebelum kehamilan maupun pada saat kehamilan akan
berdampak pada 1000 Hari Pertama Kehidupan Bayi, yaitu menyebabkan
pertumbuhan janin terhambat, bayi BBLR, gangguan pertumbuhan dan perkembangan
otak bayi serta peningkatan resiko kesakitan dan kematian. Ibu dengan status gizi
kurang (kurus) sebelum hamil mempunyai resiko 4,27 kali untuk melahirkan bayi
BBLR dibandingkan dengan ibu yang mempunyai status gizi baik (normal). Faktor
yang terjadi sebelum kehamilan, seharusnya dapat diatasi sebelum kehamilan terjadi,
yaitu melalui pendidikan kesehatan. Pendidikan kesehatan mendorong seseorang
memiliki kemampuan yang optimal berupa pengetahuan, perubahan sikap dan
tindakan.

Permasalahan
Kurangnya pengetahuan calon pengantin terhadap gizi seimbang pada wanita usia
subur pranikah.

Intervensi
Melakukan penyuluhan tentang pentingnya status gizi baik untuk calon pengantin.

Pelaksanaan
Kegiatan dilaksanakan pada:
Tanggal : 4 Maret 2019
Jam : 10.00 – 10.20
Tempat : Poli Gizi Puskesmas Seberang Padang
Jumlah Peserta : 1 pasang calon suami istri

Kegiatan yang dilakukan:


1. Menentukan status gizi calon pengantin.
2. Menjelaskan status gizi calon pengantin.
3. Menjelaskan tentang gizi seimbang pada wanita subur pranikah.
4. Menjelaskan hubungan gizi ibu terhadap bayi.
Monitoring dan Evaluasi
1. Pelaksanaan penyuluhan berjalan dengan lancar.
2. Terjalinnya komunikasi dua arah.
3. Meningkatnya pengetahuan calon pengantin terhadap status gizi pranikah.
4. Meningkatnya pengetahuan calon pengantin terhadap hubungan gizi ibu
terhadap bayi.
5. GIZI
Penyuluhan tentang gizi ibu hamil

Latar Belakang
Status gizi ibu hamil merupakan salah satu indikator dalam mengukur status gizi
masyarakat. Jika status gizi ibu hamil kurang maka akan terjadi ketidakseimbangan
zat gizi yang dapat menyebabkan masalah gizi pada ibu hamil seperti Kurang Energi
Kronis (KEK) da anemia. Ibu hamil yang memiliki status gizi normal kemungkinan
besar akan melahirkan bayi sehat, cukup bulan, dan berat badan normal sedangkan ibu
hamil yang mempunyai status gizi kurang dapat menyebabkan resiko dan komplikasi
pada ibu hamil antara lain anemia, pendarahan, berat badan ibu tidak bertambah
secara normal, dan terkena penyakit infeksi. Salah satu faktor yang mempengaruhi
status gizi ibu hamil adalah pengetahuan gizi. Ibu hamil yang mempunyai
pengetahuan gizi yang baik akan memenuhi kebutuhan gizinya sehingga berdampak
pada peningkatan status gizi. Dalam peningkatan status gizi pada ibu hamil dapat
dilakukan dengan cara ibu hamil banyak mengkonsumsi makanan dengan gizi
seimbang.

Permasalahan
1. Kurangnya pengetahuan tentang status gizi.
2. Kurangnya pengetahuan tentang gizi seimbang.
3. Kurangnya pengetahuan tentang hubungan antara gizi ibu dengan janin.
4. Kurangnya pengetahuan pola makan saat hamil.

Intervensi
Melakukan penyuluhan tentang gizi ibu hamil.

Pelaksanaan
Kegiatan dilaksanakan pada:
Tanggal : 5 Maret 2019
Jam : 09.45 – 10.10
Tempat : Poli Gizi Puskesmas Seberang Padang
Jumlah Peserta : 1 ibu hamil
Kegiatan yang dilakukan:
1. Menentukan status gizi ibu hamil.
2. Menjelaskan status gizi ibu hamil.
3. Menjelaskan tentang makanan gizi seimbang.
4. Menjelaskan hubungan gizi ibu hamil dengan janin.
5. Menjelaskan pola makan saat hamil.

Monitoring dan Evaluasi


1. Pelaksanaan penyuluhan berjalan dengan lancar.
2. Terjalinnya komunikasi dua arah.
3. Meningkatnya pengetahuan ibu hamil terhadap status gizinya.
4. Meningkatnya pengetahuan ibu hamil terhadap gizi seimbang.
5. Meningkatnya pengetahuan ibu hamil terhadap hubungan gizi ibu dengan
janin.
6. Meningkatnya pengetahuan ibu hamil terhadap pola makan saat hamil.
6. GIZI
Pemberian Vitamin A

Latar Belakang
Vitamin A merupakan salah satu zat gizi penting yang larut dalam lemak dan
disimpan dalam hati, serta tidak dapat dibuat oleh tubuh, sehingga harus dipenuhi dari
luar (esensial). Vitamin ini berfungsi untuk penglihatan, pertumbuhan, dan
meningkatkan daya tahan tubuh terhadap penyakit. Vitamin A sangat penting bagi
tubuh manusia, tetapi konsumsi makanan kita cenderung belum mencukupi dan masih
rendah sehingga harus dipenuhi dari luar. Pada anak balita, kekurangan vitamin A
(KVA) akan meningkatkan kesakitan dan kematian, serta mudah terkena penyakit
infeksi seperti diare, infeksi saluran nafas dan akhirnya kematian. Akibat lain yang
berdampak sangat serius dari KVA adalah buta senja dan manifestasi lain dari
xerophtalmia termasuk kerusakan kornea dan kebutaan. Oleh karena itu, pentingnya
pemberian vitamin A untuk anak balita.

Permasalahan
1. Kurangnya pengetahuan masyarakat terhadap manfaat pemberian vitamin A.
2. Kurangnya pengetahuan masyarakat terhadap terhadap dampak dari
kekurangan vitamin A.
3. Kurangnya keinginan masyarakat untuk meminta vitamin A ke puskesmas.

Intervensi
Melakukan penyuluhan tentang manfaat vitamin A dan pemberian vitamin A di
sekolah.

Pelaksanaan
Kegiatan dilaksanakan pada:
Tanggal : 19 Februari 2019
Jam : 09.00 – 10.00
Tempat : TK Al Ishlah
Jumlah Peserta : 12 orang

Kegiatan yang dilakukan:


1. Penyuluhan tentang manfaat vitamin A.
2. Penyuluhan tentang dampak kekurangan vitamin A.
3. Pemberian kapsul vitamin A ke anak secara langsung.

Kegiatan dilaksanakan pada:


Tanggal : 19 Februari 2019
Jam : 10.15 – 11.15
Tempat : TK Khairunnisa
Jumlah Peserta : 10 orang

Kegiatan yang dilakukan:


1. Penyuluhan tentang manfaat vitamin A.
2. Penyuluhan tentang dampak kekurangan vitamin A.
3. Pemberian kapsul vitamin A ke anak secara langsung.

Monitoring dan Evaluasi


1. Pelaksanaan penyuluhan berjalan dengan lancar.
2. Tidak adanya orangtua yang mendampingi anak disekolah, menyebabkan
kurang tercapainya informasi yang diberikan.
3. Adanya kerjasama antara pihak puskesmas dengan pihak sekolah, untuk
menyampaikan informasi ke masing-masing orangtua anak.
4. Pemberian kapsul vitamin A ke masing-masing anak berjalan dengan lancar.
7. Gizi
KPASI (kelompok pendukung ASI)

Latar Belakang
Menyusui merupakan aspek yang sangat penting untuk kelangsungan hidup bayi guna
mencapai tumbuh kembang bayi/anak yang optimal sekaligus mempertahankan
kesehatan ibu setelah bersalin. Sejak lahir bayi hanya diberi ASI hingga usia 6 bulan,
disebut dengan pemberian ASI eksklusif. Selanjutnya pemberian ASI diteruskan
hingga anak berusia 2 tahun dengan penambahan makanan lunak/padat yang disebut
dengan makanan pendamping ASI (MP ASI) yang cukup jumlah maupun mutunya.
Kelompok Pendukung ASI (KP ASI) merupakan suatu kegiatan berbasis masyarakat
dimana 6 sampai 12 orang ibu hamil dan ibu menyusui bayi 0 sampai 6 bulan dan 7
sampai 24 bulan berkumpul secara rutin untuk berbagai pengalaman, ide, dan
informasi berkaitan dengan kehamilan, melahirkan dan menyusui dalam suasana
saling mendukung dan saling percaya yang dipandu oleh motivator dengan tujuan
mendukung agara ibu sukses memberi ASI 6 bulan. Salah satu tujuan kegiatan ini
adalah mengubah pengetahuan ibu tentang pentingnya ASI eksklusif, cara menyusui
yang benar serta mengatasi permasalahan - permasalahan tentang menyusui. Kegiatan
ini merupakan kegiatan sharing atau berbagi antara ibu-ibu menyusui serta ibu hamil,
sehingga mampu meningkatkan pengetahuan serta keterampilan ibu dalam menyusui.

Permasalahan
1. Kurangnya pengetahuan masyarakat terhadap manfaat pemberian ASI
Eksklusif.
2. Kurangnya motivasi ibu untuk memberikan ASI Eksklusif.
3. Kurangnya dukungan dari keluarga kepada ibu untuk memberikan ASI
eksklusif.

Intervensi
Melakukan penyuluhan tentang ASI Eksklusif dan Kelompok Pendukung ASI (KP
ASI).

Pelaksanaan
Kegiatan dilaksanakan pada:
Tanggal : 29 Maret 2019
Jam : 09.00 – 11.15
Tempat : Ranah
Jumlah Peserta : 20 orang

Kegiatan yang dilakukan:


1. Penyuluhan tentang ASI Eksklusif.
2. Penyuluhan tentang Kelompok Pendukung ASI (KP ASI).
3. Tanya jawab antara peserta dan pemberi materi.
4. Berbagi pengalaman antar peserta.

Monitoring dan Evaluasi


1. Pelaksanaan penyuluhan berjalan dengan lancar.
2. Peserta aktif dalam sesi tanya jawab.
3. Berbagi pengalaman antar peserta berlangsung dengan lancar dan bersahabat.
4. Adanya perilaku saling memotivasi antar peserta.
5. Meningkatnya motivasi peserta dalam memberikan ASI Eksklusif.
6. Meningkatnya pengetahuan peserta tentang manfaat ASI Eksklusif.
7. Meningkatkan pengetahuan peserta tentang cara pemberian ASI yang benar.
8. Terbentuknya kelompok KP ASI yang dipimpin oleh kader, didampingi oleh
pihak puskesmas.
8. UKS

Latar Belakang
Tujuan pembangunan bidang kesehatan adalah terwujudnya derajat kesehatan
masyarakat yang optimal. Dalam kehidupan sosial yang beragam di masyarakat,
keluarga adalah unit sosial terkecil. Oleh karena itu, diperlukan upaya untuk
meningkatkan derajat kesehatan keluarga terutama kesehatan ibu dan anak. Masa
anak merupakan waktu yang tepat untuk meletakkan landasan yang kokoh bagi
terwujudnya manusia yang berkualitas. Anak usia sekolah baik pra sekolah, sekolah
dasar, sekolah menengah pertama, dan sekolah menengah atas adalah suatu masa usia
anak yang sangat berbeda dengan usia dewasa. Didalam periode ini didapatkan
banyak permasalahan kesehatan yang sangat menentukan kualitas anak di kemudian
hari. Masalah kesehatan tersebut meliputi kesehatan umum, gangguan perkembangan,
gangguan perilaku dan gangguan belajar. Permasalahan kesehatan tersebut pada
umumnya akan menghambat pencapaian prestasi pada peserta didik di sekolah.
Kesempatan belajar tersebut membutuhkan kondisi fisik prima yaitu tubuh yang
sehat. Oleh karena itu diperlukan suatu upaya kesehatan untuk anak sekolah agar anak
dapat tumbuh menjadi manusia yang berkualitas, salah satunya UKS. UKS adalah
Usaha untuk membina dan mengembangkan kebiasaan dan perilaku hidup sehat pada
peserta didik usia sekolah yang dilakukan secara menyeluruh (komprehensif) dan
terpadu (integratif).

Permasalahan
1. Kurangnya perhatian siswa/i terhadap kebersihan diri.
2. Kurangnya pengetahuan terhadap perilaku hidup sehat.
3. Masih banyak masalah kesehatan siswa/i yang tidak terdeteksi oleh
orangtuanya, mengakibatkan gangguan dalam aktivitas belajar.

Intervensi
1. Melakukan skrining kesehatan pada anak usia sekolah dan remaja (7 tahun -16
tahun).
2. Melakukan penyuluhan tentang pentingnya kebersihan diri dan perilaku hidup
sehat.
Pelaksanaan
Kegiatan dilaksanakan pada:
Tanggal : 14 Maret 2019
Jam : 08.00 – 12.30
Tempat : SDN 08 Alang Laweh
Jumlah Peserta : 175 orang

Kegiatan dilaksanakan pada:


Tanggal : 25 Maret 2019
Jam : 08.30 – 11.00
Tempat : SDN 03
Jumlah Peserta : 70 orang

Kegiatan dilaksanakan pada:


Tanggal : 28 Maret 2019
Jam : 08.30 – 12.00
Tempat : SMP Dhuafa
Jumlah Peserta : 100 orang

Kegiatan dilaksanakan pada:


Tanggal : 30 Maret 2019
Jam : 08.30 – 11.00
Tempat : SD Kartika 1-12
Jumlah Peserta : 96 orang

Kegiatan yang dilakukan:


1. Pemeriksaan kesehatan Rambut, kulit, kuku.
2. Pemeriksaan kesehatan Mata.
3. Pemeriksaan kesehatan gigi dan mulut.
4. Pemeriksaan kesehatan telinga.
5. Penyuluhan tentang kebersihan diri, perilaku hidup sehat.

Monitoring dan Evaluasi


1. Pelaksanaan UKS berjalan dengan lancar.
2. Meningkatnya perhatian siswa/i terhadap kebersihannya.
3. Meningkatnya pengetahuan dan perilaku hidup sehat.
4. Melaporkan hasil pemeriksaan terhadap siswa/i yang bermasalah dengan
kesehatannya kepada guru dan siswa/i tersebut untuk disampaikan ke orangtua
masing-masing, sehingga bisa dilakukan intervensi.
5. Adanya tindakan lanjutan dari pihak puskesmas yang dilakukan terhadap
masalah kesehatan yang paling banyak ditemui pada siswa/i.
6. Kegiatan dilakukan berkala setiap setahun sekali.
9. KIA IBU
Penyuluhan catin di KUA

Latar Belakang

Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB) di Indonesia masih
tinggi. Data SDKI 2012, AKI sebesar 359 per 100.000 kelahiran hidup sementara
AKB sebesar 32 per 1000 kelahiran hidup. Dalam upaya menurunkan AKI dan AKB,
Indonesia masih menghadapi berbagai tantangan seperti masalah akses, kualitas dan
disparitas dalam pelayanan kesehatan ibu dan bayi baru lahir. Sebagian besar
kematian ibu disebabkan oleh penyebab langsung yaitu perdarahan (37%), infeksi
(22%) dan Hipertensi dalam kehamilan (14%) (Laporan rutin, 2013). Sedangkan
status gizi yang buruk dan penyakit yang diderita ibu merupakan penyebab tidak
langsung kematian ibu. Menyadari hal tersebut, agar kelak mempunyai keturunan
yang sehat dan ibu melahirkan dengan selamat, maka setiap pasangan perlu
perencanaan dalam kehamilan, Oleh karena itu, upaya peningkatan derajat kesehatan
ibu harus dilaksanakan secara komprehensif. Intervensi program kesehatan ibu, tidak
bisa hanya dilakukan di bagian hilir saja yaitu pada ibu hamil, namun juga harus
ditarik lebih ke hulu yaitu pada kelompok remaja dan dewasa muda untuk
memastikan individu dapat tumbuh dan berkembang secara sehat. Selain kelompok
remaja, pemberian pengetahuan tentang kesehatan reproduksi dan seksual secara
komprehensif perlu diberikan kepada usia dewasa muda/calon pengantin yang akan
memasuki gerbang pernikahan.

Permasalahan
1. Kurangnya pengetahuan tentang persiapan kesehatan pra nikah.
2. Kurangnya pengetahuan tentang alat reproduksi pria dan wanita dan proses
ovulasi.
3. Kurangnya pengetahuan tentang kehamilan.
4. Kurangnya pengetahuan tentang gizi sebelum dan saat hamil.
5. Kurangnya pengetahuan tentang KB.

Intervensi
Melakukan penyuluhan tentang pengetahuan kesehatan untuk calon pengantin.
Pelaksanaan
Kegiatan dilaksanakan pada:
Tanggal : 26 Maret 2019
Jam : 09.00 – 11.30
Tempat : KUA
Jumlah Peserta : 6 pasang calon suami istri

Kegiatan yang dilakukan:


1. Menjelaskan tentang definisi pernikahan.
2. Menjelaskan tentang persiapan kesehatan pra nikah.
3. Menjelaskan tentang alat reproduksi pria dan wanita.
4. Menjelaskan tentang proses ovulasi.
5. Menjelaskan tentang kehamilan.
6. Menjelaskan tentang gizi sebelum dan saat hamil.
7. Menjelaskan tentang KB.

Monitoring dan Evaluasi


1. Penyuluhan berjalan dengan lancar.
2. Peserta aktif dalam sesi tanya jawab.
3. Meningkatnya pengetahuan tentang definisi pernikahan.
4. Meningkatnya pengetahuan tentang persiapan kesehatan pra nikah.
5. Meningkatnya pengetahuan tentang alat reproduksi pria dan wanita.
6. Meningkatnya pengetahuan tentang proses ovulasi.
7. Meningkatnya pengetahuan tentang kehamilan.
8. Meningkatnya pengetahuan tentang gizi sebelum dan saat hamil.
9. Meningkatnya pengetahuan tentang KB.
10. Pencegahan PTM
Hipertensi Pada Lansia

Latar Belakang
Lansia adalah proses menjadi lebih tua dengan umur mencapai 55 tahun ke atas. Pada
lansia akan mengalami kemunduran fisik, mental, dan sosial. Salah satu contoh
kemunduran fisik pada lansia adalah rentannya lansia terhadap penyakit, khususnya
penyakit degeneratif. Penyakit degeneratif yang umum di derita lansia salah satunya
adalah hipertensi. Hipertensi merupakan masalah besar dan serius di seluruh dunia
karena prevalensinya tinggi dan cenderung meningkat di masa yang akan datang.
Jumlah lansia yang menderita hipertensi terus bertambah dari tahun ke tahun. Di
Indonesia sendiri hipertensi merupakan penyebab kematian nomor 3 setelah stroke
dan tuberkulosis, yakni 6,7% dari populasi kematian pada semua umur. Pada
umumnya penyebab dari hipertensi pada lansia adalah pola makan yang masih salah,
yaitu masih gemar mengkonsumsi makanan yang asin dan gurih. Kandungan Na
(Natrium) dalam garam yang berlebihan dapat menahan air retensi sehingga
meningkatkan jumlah volume darah. Akibatnya jantung harus bekerja keras
memompa darah dan tekanan darah menjadi naik. Maka dari itu bisa menyebabkan
hipertensi. Penyebab lain selain pola makan yang sering dialami oleh penderita
hipertensi adalah stres. Dikarenakan stres akan meningkatkan resistensi pembuluh
darah perifer dan curah jantung sehingga akan menstimulasi aktivitas saraf simpatik.
Adapun stres ini dapat berhubungan dengan pekerjaaan, kelas sosial, ekonomi, dan
karakteristik personal.

Permasalahan
1. Banyaknya lansia yang mengalami hipertensi.
2. Masih banyak peserta yang kurang mengetahui penyebab hipertensi pada
lansia.
3. Kurangnya kepatuhan minum obat hipertensi pada lansia.

Intervensi
Melakukan penyuluhan tentang Hipertensi pada lansia.

Pelaksanaan
Kegiatan dilaksanakan pada:
Tanggal : 16 Februari 2019
Jam : 08.00 – 10.00
Tempat : Posyandu Ranah
Jumlah Peserta : 25 orang

Kegiatan yang dilakukan:


1. Senam Lansia
2. Menjelaskan tentang hipertensi pada lansia.
3. Sesi Tanya Jawab.
4. Pengukuran Tekanan darah dan berat badan.
5. Konsultasi kesehatan.

Monitoring dan Evaluasi


1. Peserta antusias dalam melaksanakan senam lansia.
2. Penyuluhan berjalan dengan baik.
3. Meningkatnya pengetahuan peserta terhadap hipertensi pada lansia.
4. Peserta aktif dalam sesi tanya jawab.
5. Peserta antusias dalam pengukuran tekanan darah, berat badan dan konsultasi
kesehatan.
6. Posyandu lansia rutin dilakukan tiap bulan.
E. Kesling Diare
Latar Belakang

Diare masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di negara berkembang seperti


Indonesia karena memiliki insidensi dan mortalitas yang tinggi. Diperkirakan 20-50
kejadian diare per 100 penduduk setiap tahunnya. Kematian terutama disebabkan
karena penderita mengalami dehidrasi berat. 70-80% penderita adalah mereka yang
berusia balita. Menurut data Departemen Kesehatan, diare merupakan penyakit kedua
di Indonesia yang dapat menyebabkan kematian anak usia balita setelah radang paru
atau pneumonia. Penularan diare dapat dengan cara fekal-oral, yaitu melalui makanan
atau minuman yang tercemar oleh enteropatogen, kontak tangan langsung dengan
penderita, barang-barang yang telah tercemar tinja penderita atau secara tidak
langsung melalui lalat. Cara penularan ini dikenal dengan istilah 4F, yaitu finger, flies,
fluid, field. Adapun faktor risiko yang dapat meningkatkan penularan enteropatogen
diantaranya adalah tidak memberikan ASI secara penuh pada bayi usia 4-6 bulan,
tidak memadainya penyediaan air bersih, pencemaran air oleh tinja, kurangnya sarana
kebersihan, kebersihan lingkungan dan pribadi yang buruk, penyiapan dan
penyimpanan makanan yang tidak higienis, serta cara penyapihan yang tidak baik
(Subagyo & Santoso, 2012). Kejadian diare dapat dicegah dengan memperhatikan air
minum yang aman dan sanitasi yang higienis.

Permasalahan
1. Masyarakat masih banyak yang mengalami diare.
2. Kurangnya pengetahuan pasien terhadap penyebab penyakit diare.
3. Kurangnya perhatian pasien terhadap kebersihan makanan yang dikonsumsi.

Intervensi
Melakukan penyuluhan tentang penyakit diare.

Pelaksanaan
Kegiatan dilaksanakan pada:
Tanggal : 4 April 2019
Jam : 08.15 – 08.30
Tempat : Poli Anak Puskesmas Seberang Padang
Jumlah Peserta : 2 orang

Kegiatan yang dilakukan:


1. Menjelaskan tentang penyakit diare.
2. Menjelaskan tentang penyebab penyakit diare.
3. Menjelaskan tentang pencegahan penyakit diare.

Monitoring dan Evaluasi


1. Konseling berjalan dengan baik.
2. Adanya komunikasi dua arah.
3. Meningkatnya pengetahuan pasien terhadap penyakit diare.
4. Meningkatnya pengetahuan pasien terhadap penyebab penyakit diare.
5. Meningkatnya pengetahuan pasien terhadap pencegahan penyakit diare.
6. Meningkatnya perhatian pasien terhadap kebersihan diri dan makanan yang
dikonsumsi.
F. KESLING SKABIES

Latar Belakang

Skabies (kudis) merupakan penyakit kulit yang disebabkan oleh parasit tungau
Sarcoptes scabei yang mampu membuat terowongan dibawah kulit dan ditularkan
melaui kontak manusia. Penyakit ini akan berkembang pesat jika kondisi lingkungan
buruk dan tidak didukung dengan perilaku hidup bersih dan sehat. Sarcoptes scabiei
menyebabkan rasa gatal pada bagian kulit seperti sela jari, siku, selangkangan.
Scabies banyak menyerang pada orang yang hidup dengan kondisi personal hygiene
di bawah standar atau buruk, sosial ekonomi rendah, kepadatan penduduk, dan
perkembangan demografik serta ekologik. Penularan skabies dapat terjadi ketika
orang-orang tidur bersama di satu tempat tidur yang sama di lingkungan rumah
tangga, sekolah-sekolah yang menyediakan fasilitas asrama dan pemondokan, rumah
tahanan, serta fasilitas-fasilitas kesehatan yang dipakai oleh masyarakat luas.

Permasalahan
1. Masyarakat masih banyak yang mengalami penyakit skabies.
2. Kurangnya pengetahuan pasien terhadap penyakit skabies.
3. Kurangnya pengetahuan pasien terhadap penyebab penyakit skabies.
4. Kurangnya perhatian pasien terhadap kebersihan diri dan lingkungan.

Intervensi
Melakukan penyuluhan tentang penyakit skabies.

Pelaksanaan
Kegiatan dilaksanakan pada:
Tanggal : 6 April 2019
Jam : 10.15 – 10.30
Tempat : Poli Anak Puskesmas Seberang Padang
Jumlah Peserta : 2 orang

Kegiatan yang dilakukan:


1. Menjelaskan tentang penyakit skabies.
2. Menjelaskan tentang penyebab penyakit skabies.
3. Menjelaskan tentang penanganan penyakit skabies.
4. Menjelaskan tentang pencegahan penyakit skabies.

Monitoring dan Evaluasi


1. Konseling berjalan dengan baik.
2. Adanya komunikasi dua arah.
3. Meningkatnya pengetahuan pasien terhadap penyakit skabies.
4. Meningkatnya pengetahuan pasien terhadap penyebab penyakit skabies.
5. Meningkatnya pengetahuan pasien terhadap penanganan penyakit skabies.
6. Meningkatnya pengetahuan pasien terhadap pencegahan penyakit skabies.
7. Meningkatnya perhatian pasien terhadap kebersihan diri dan lingkungan.
G. KESLING ISPA

Latar Belakang

ISPA (Infeksi Saluran Pernafasan Akut) merupakan penyakit infeksi akut yang
menyerang salah satu bagian atau lebih dari saluran nafas mulai dari hidung (saluran
atas) hingga alveoli (saluran bawah) termasuk jaringan adneksanya seperti sinus,
rongga telinga tengah dan pleura. Menurut WHO (2007), ISPA menjadi salah satu
penyebab utama morbiditas dan mortalitas penyakit menular di dunia. Hampir empat
juta orang meninggal akibat ISPA setiap tahun, 98%-nya disebabkan oleh infeksi
saluran pernapasan bawah. Kelompok yang paling berisiko adalah balita, anak-anak,
dan orang lanjut usia, terutama di negara-negara dengan pendapatan per kapita rendah
dan menengah. Berbagai hasil penelitian menyatakan bahwa kondisi lingkungan pada
kelompok masyarakat di suatu wilayah merupakan penyebab dari terjadinya penyakit
ISPA. Keberadaan sumber-sumber pencemaran udara seperti gas buang kendaraan
bermotor, industri, pemeliharaan ternak di sekitar tempat tinggal dapat menciptakan
kondisi lingkungan udara yang buruk dan merupakan faktor utama penyebab penyakit
ISPA. Selain itu faktor lingkungan dalam rumah juga menjadi faktor yang dapat
mempengaruhi terjadinya penyakit ISPA, seperti kondisi dinding rumah, lantai rumah,
sampai dengan penggunaan bahan-bahan yang dapat menimbulkan pencemaran udara
di dalam rumah seperti obat nyamuk bakar dan bahan bakar memasak berperan dalam
terjadinya penyakit ISPA. Bahkan faktor sosial dan ekonomi masyarakat seperti
kepadatan penduduk, pendapatan, dan pekerjaan juga ikut mempengaruhi kejadian
penyakit ISPA. Berbagai pencemaran udara tersebut dapat menimbulkan penyakit
ISPA dan dapat memperberat kondisi seseorang yang sudah menderita ISPA terutama
pneumonia pada Balita.

Permasalahan
1. Masyarakat masih banyak yang mengalami penyakit ISPA..
2. Kurangnya pengetahuan pasien terhadap penyakit ISPA.
3. Kurangnya pengetahuan pasien terhadap penyebab penyakit ISPA.
4. Kurangnya pengetahuan pasien terhadap pengaruh lingkungan terhadap
penyakit ISPA.
Intervensi
Melakukan penyuluhan tentang penyakit ISPA.

Pelaksanaan
Kegiatan dilaksanakan pada:
Tanggal : 5 April 2019
Jam : 09.00 – 09.15
Tempat : Poli Anak Puskesmas Seberang Padang
Jumlah Peserta : 2 orang

Kegiatan yang dilakukan:


1. Menjelaskan tentang penyakit ISPA.
2. Menjelaskan tentang penyebab penyakit ISPA.
3. Menjelaskan tentang penanganan penyakit ISPA.
4. Menjelaskan tentang pencegahan penyakit ISPA.

Monitoring dan Evaluasi


1. Konseling berjalan dengan lancar.
2. Adanya komunikasi dua arah.
3. Meningkatnya pengetahuan pasien terhadap penyakit ISPA.
4. Meningkatnya pengetahuan pasien terhadap penyebab penyakit ISPA.
5. Meningkatnya pengetahuan pasien terhadap penanganan penyakit ISPA.
6. Meningkatnya pengetahuan pasien terhadap pencegahan penyakit ISPA.
7. Meningkatnya pengetahuan pasien terhadap hubungan lingkungan dengan
penyakit ISPA.
8. Meningkatnya perhatian pasien terhadap lingkungan.
H. GIZI BURUK
Latar Belakang
Gizi buruk merupakan tingkat yang disebabkan oleh rendahnya konsumsi energi dan
protein dari makanan sehari-hari dan terjadi dalam waktu yang cukup lama. Gizi
buruk diketahui dengan cara pengukuran berat badan (BB) menurut tinggi badan (TB)
dan atau umur dibandingkan dengan standar, dengan atau tanpa tanda-tanda klinis
(marasmus, kwarsiorkor). Batas gizi buruk pada balita adalah kurang dari -3.0 SD
baku WHO. Survei Sosial Ekonomi Nasional 1998 melaporkan sekitar 2,4 juta anak
balita menderita gizi buruk, dengan dampak jangka pendek meningkatkan angka
morbiditas dan dampak jangka panjangnya adalah rendahnya kualitas sumber daya
manusia generasi mendatang dilihat dari kecerdasan, kreativitas, dan produktivitas. IQ
penderita gizi buruk lebih rendah 10-15 poin dan tinggi badan yang lebih rendah 8 cm
dibandingkan anak bukan penderita gizi buruk. Penyebab gizi buruk dapat dilihat dari
berbagai jenjang/tingkatan, yaitu penyebab langsung, penyebab tidak langsung dan
penyebab mendasar. Penyebab langsung merupakan faktor yang langsung
berhubungan dengan kejadian gizi buruk, yakni konsumsi makanan yang buruk dan
adanya penyakit. Bahkan antara asupan gizi dan penyakit terjadi interaksi yang saling
menguatkan untuk memperburuk keadaan. Interkasi ini dapat berakibat fatal penyebab
kematian dini pada anak-anak. Penyebab tidak langsung merupakan faktor yang
mempengaruhi penyebab langsung. Seperti akses mendapatkan makanan yang kurang,
perawatan dan pola asuh anak kurang, dan pelayanan kesehatan serta lingkungan
buruk atau tidak mendukung kesehatan anak-anak.

Permasalahan
1. Terdeteksinya anak yang mengalami gizi buruk.
2. Kurangnya pengetahuan ibu terhadap gizi buruk.
3. Kurangnya pengetahuan ibu terhadap dampak yang ditimbulkan akibat gizi
buruk.
4. Kurangnya perhatian keluarga terhadap tumbuh kembang anak.

Intervensi
Melakukan penyuluhan dan penatalaksanaan gizi buruk.

Pelaksanaan
Kegiatan dilaksanakan pada:
Tanggal :22 April 2019
Jam : 09.00 – 09.45
Tempat : Poli gizi Puskesmas Seberang Padang
Jumlah Peserta : 2 orang

Kegiatan yang dilakukan:


1. Menjelaskan tentang gizi buruk.
2. Menjelaskan tentang penyebab gizi buruk.
3. Menjelaskan tentang dampak gizi buruk.
4. Menjelaskan tentang penanganan gizi buruk.
5. Menjelaskan tentang keterlibatan dan dukungan keluarga dalam menangani
gizi buruk.
6. Pemberian Makanan Tambahan untuk penderita gizi buruk.

Monitoring dan Evaluasi


1. Konseling berjalan dengan lancar.
2. Adanya komunikasi dua arah.
3. Pemberian makanan tambahan untuk sebulan, diharapkan dikonsumsi sesuai
dosis.
4. Meningkatnya pengetahuan ibu pasien terhadap gizi buruk.
5. Meningkatnya pengetahuan ibu pasien terhadap penyebab gizi buruk.
6. Meningkatnya pengetahuan ibu pasien terhadap dampak gizi buruk.
7. Meningkatnya pengetahuan ibu pasien terhadap penangan gizi buruk.
8. Meningkatnya kesadaran terhadap keterlibatan keluarga dalam penanganan
gizi buruk.
I. TES IVA

Latar Belakang

Kanker serviks merupakan suatu jenis kanker yang terjadi pada daerah leher rahim,
yaitu bagian rahim yang terletak di bawah yang membuka ke arah lubang vagina.
Kanker ini disebabkan oleh infeksi Human Papilloma Virus (HPV). Deteksi dini
kanker pada leher rahim tersebut sangat penting dilakukan, karena potensi
kesembuhan akan sangat tinggi jika masih ditemukan pada tahap prakanker.
Pencegahan kanker serviks dapat dilakukan dengan program deteksi dini (skrinning)
dan pemberian vaksinasi. Adanya program deteksi dini di negara maju, angka
kejadian kanker serviks dapat menurun. Tes IVA adalah sebuah pemeriksaan
skrinning pada kanker serviks dengan menggunakan asam asetat 3-5% pada inspekulo
dan dapat dilihat dengan pengamatan secara langsung. Berdasarkan hasil uji
diagnostik, pemeriksaan IVA memiliki sensitifitas 84%, spesifisitas 89%, nilai duga
positif 87%, dan nilai duga negatif 88%. Metode IVA ini merupakan sebuah metode
skrinning yang praktis dan murah, sehingga diharapkan temuan kanker serviks dapat
diketahui secara dini. Penyebab yang menjadi kendala pada wanita dalam melakukan
deteksi dini kanker serviks adalah keraguan akan pentingnya pemeriksaan, kurang
pengetahuan, dan takut akan rasa sakit serta keengganan karena malu saat
dilakukannya pemeriksaan. Kesadaran yang rendah pada masyarakat tersebut menjadi
salah satu faktor yang berkontribusi terhadap tingginya angka kejadian kanker leher
rahim di Indonesia.

Permasalahan
1. Banyaknya kejadian wanita yang meninggal karena kanker serviks.
2. Kurangnya pengetahuan masyarakat terhadap kanker serviks.
3. Kurangnya pengetahuan masyarakat terhadap pemeriksaan skrining kanker
serviks.

Intervensi
Melakukan skrining kanker serviks dengan metode tes IVA.
Pelaksanaan
Kegiatan dilaksanakan pada:
Tanggal :10 April 2019
Jam : 08.300 – 12.00
Tempat : Pustu Alang Lawas
Jumlah Peserta : 20 orang.

Kegiatan yang dilakukan:


1. Pemeriksaan IVA.
2. Menjelaskan hasil pemeriksaan IVA.
3. Melakukan penyuluhan tentang pemeriksaan IVA.

Monitoring dan Evaluasi


1. Pemeriksaan IVA berjalan dengan lancar.
2. Masyarakat antusias dalam kegiatan ini.
3. Semua peserta yang melakukan tes iva, hasilnya negatif.
Promkes Diabetes Melitus

Latar Belakang

Diabetes Mellitus adalah suatu kumpulan gejala yang timbul pada seseorang yang
disebabkan oleh karena adanya peningkatan kadar gula (glukosa) darah akibat
kekurangan insulin baik absolut maupun relatif . DM tercantum dalam urutan keempat
prioritas penelitian nasional untuk penyakit degeneratif setelah penyakit
kardiovaskuler, serebrovaskuler, rheumatik dan katarak. Diabetes Mellitus (DM) pada
geriatri terjadi karena timbulnya resistensi insulin pada usia lanjut yang disebabkan
oleh 4 faktor : pertama adanya perubahan komposisi tubuh, komposisi tubuh berubah
menjadi air 53%, sel solid 12%, lemak 30%, sedangkan tulang dan mineral menurun
1% sehingga tinggal 5%. Faktor yang kedua adalah turunnya aktivitas fisik yang akan
mengakibatkan penurunan jumlah reseptor insulin yang siap berikatan dengan insulin
sehingga kecepatan transkolasi GLUT-4 (glucosetransporter-4) juga menurun. Faktor
ketiga adalah perubahan pola makan pada usia lanjut yang disebabkan oleh
berkurangnya gigi geligi sehingga prosentase bahan makanan karbohidrat akan
meningkat. Faktor keempat adalah perubahan neurohormonal, khususnya Insulin Like
Growth Factor-1 (IGF-1) dan dehydroepandrosteron (DHtAS) plasma. Prevalensi
DM pada lanjut usia (geriatri) cenderung meningkat, hal ini dikarenakan DM pada
lanjut usia bersifat muktifaktorial yang dipengaruhi faktor intrinsik dan ekstrinsik.
Umur ternyata merupakan salah satu faktor yang bersifat mandiri dalam pengaruhnya
terhadap perubahan toleransi tubuh terhadap glukosa. Dari jumlah tersebut dikatakan
50% adalah pasien berumur > 60 tahun.

Permasalahan
1. Banyaknya geriatri yang mengalami penyakit Diabetes Mellitus.
2. Kurangnya pengetahuan pasien terhadap penyakit Diabetes Mellitus.
3. Kurangnya kepatuhan pasien dalam mengkonsumsi obat hipoglikemi oral
(OHO).
4. Kurangnya pengetahuan pasien terhadap komplikasi penyakit Diabetes
Mellitus.

Intervensi
Melakukan pengobatan dan penyuluhan terhadap penyakit Diabetes Mellitus.

Pelaksanaan
Kegiatan dilaksanakan pada:
Tanggal : 15 April 2019
Jam : 09.00 – 09.15
Tempat : Poli Lansia Puskesmas Seberang Padang
Jumlah Peserta : 1 orang

Kegiatan yang dilakukan:


1. Menjelaskan tentang penyakit Diabetes Mellitus.
2. Menjelaskan tentang komplikasi penyakit Diabetes Mellitus.
3. Menjelaskan tentang obat hipoglikemi oral (OHO).
4. Menjelaskan tentang gaya hidup penderita Diabetes Mellitus.

Monitoring dan Evaluasi


1. Konseling berjalan dengan lancar.
2. Adanya komunikasi dua arah.
3. Meningkatnya pengetahuan pasien terhadap penyakit Diabetes Mellitus.
4. Meningkatnya pengetahuan pasien terhadap komplikasi Diabetes Mellitus.
5. Meningkatnya pengetahuan pasien terhadap obat hipoglikemi oral (OHO).
6. Meningkatnya kepatuhan pasien dalam mengkonsumsi obat hipoglikemi oral
(OHO).
Promkes Osteoatritis

Latar Belakang

Osteoarthritis merupakan penyakit sendi degeneratif yang paling banyak dijumpai


dibanding dengan penyakit sendi lainnya. Semua sendi dapat terserang, tetapi yang
paling sering adalah sendi penyokong berat badan (Ilyas, 2002). Osteoarthritis
merupakan salah satu yang disebabkan oleh faktor degenerasi yang paling sering
dijumpai pada penyakit muscoloskeletal dan osteoarthritis merupaka penyebab
terbanyak keterbatasan gerak dan fungsi, lokasi yang sering terkena adalah sendi lutut
(Susilawati dkk., 2015). Osteoarthritis merupakan penyakit gangguan homeostasis
metabolisme kartilago dengan kerusakan struktur proteoglikan kartilago yang
penyebabnya diperkirakan multifaktorial antara lain oleh karena faktor umur, stres
mekanis atau kimia, penggunaan sendi yang berlebihan defek anatomi, obesitas,
genetik dan humoral

Permasalahan
1. Banyaknya pasien yang mengalami penyakit Osteoatritis.
2. Kurangnya pengetahuan pasien terhadap penyakit Osteoatritis.
3. Kurangnya pengetahuan pasien terhadap penyebab Osteoatritis.
4. Kurangnya pengetahuan pasien terhadap penatalaksanaan Osteoatritis.

Intervensi
Melakukan pengobatan dan penyuluhan terhadap penyakit Osteoatritis.

Pelaksanaan
Kegiatan dilaksanakan pada:
Tanggal : 15 April 2019
Jam : 09.00 – 09.15
Tempat : Poli Lansia Puskesmas Seberang Padang
Jumlah Peserta : 1 orang

Kegiatan yang dilakukan:


1. Menjelaskan tentang penyakit Osteoatristis.
2. Menjelaskan tentang penanganan penyakit osteoatritis
3. Menjelaskan tentang batasan aktivitas yang dapat dilakukan.

Monitoring dan Evaluasi


1. Konseling berjalan dengan lancar.
2. Adanya komunikasi dua arah.
3. Meningkatnya pengetahuan pasien terhadap penyakit Osteoatritis.
4. Meningkatnya pengetahuan pasien terhadap penanganan Osteoatritis.
5. Meningkatnya pengetahuan pasien terhadap aktivitas yang tidak boleh
dilakukan oleh penderita osteoatritis.
Promkes Asma Bronkial

Latar Belakang

Asma merupakan masalah kesehatan dunia yang tidak hanya terjangkit di negara maju
tetapi juga di negara berkembang. Menurut data laporan dari Global Initiatif for
Asthma (GINA) pada tahun 2012 dinyatakan bahwa perkiraan jumlah penderita asma
seluruh dunia adalah tiga ratus juta orang, dengan jumlah kematian yang terus
meningkat hingga 180.000 orang per tahun. Data WHO juga menunjukkan data yang
serupa bahwa prevalensi asma terus meningkat dalam tiga puluh tahun terakhir
terutama di negara maju. Hampir separuh dari seluruh pasien asma pernah dirawat di
rumah sakit dan melakukan kunjungan ke bagian gawat darurat setiap tahunnya.
Asma adalah penyakit inflamasi kronis saluran napas yang bersifat reversible dengan
ciri meningkatnya respon trakea dan bronkus terhadap berbagai rangsangan dengan
manifestasi adanya penyempitan jalan nafas yang luas dan derajatnya dapat berubah-
ubah secara spontan yang ditandai dengan mengi episodik, batuk, dan sesak di dada
akibat penyumbatan saluran napas.

Permasalahan
1. Banyaknya pasien yang mengalami penyakit Asma Bronkhial.
2. Kurangnya pengetahuan pasien terhadap penyakit Asma Bronkhial.
3. Kurangnya pengetahuan pasien terhadap pencetus Asma Bronchial.
4. Kurangnya pengetahuan pasien terhadap penatalaksanaan Asma Bronkhial.

Intervensi
Melakukan pengobatan dan penyuluhan terhadap penyakit Asma Bronkhial.

Pelaksanaan
Kegiatan dilaksanakan pada:
Tanggal : 23 April 2019
Jam : 09.00 – 09.15
Tempat : Poli Umum Puskesmas Seberang Padang
Jumlah Peserta : 1 orang
Kegiatan yang dilakukan:
1. Menjelaskan tentang penyakit Asma Bronkhial.
2. Menjelaskan tentang pencetus penyakit Asma Bronkhial.
3. Menjelaskan tentang penanganan penyakit Asma Bronkhial.

Monitoring dan Evaluasi


1. Konseling berjalan dengan lancar.
2. Adanya komunikasi dua arah.
3. Meningkatnya pengetahuan pasien terhadap penyakit Asma Bronkhial.
4. Meningkatnya pengetahuan pasien terhadap pencetus penyakit Asma
Bronkhial.
5. Meningkatnya pengetahuan pasien terhadap penanganan Asma Bronkhial.
Promkes Gastritis

Latar Belakang

Gastritis merupakan inflamasi dari lapisan mukosa dan submukosa gaster atau
lambung, keluhan lainnya adalah mual, muntah, kembung, rasa penuh atau terbakar di
perut bagian atas. Gastritis adalah suatu peradangan atau pendarahan pada mukosa
lambung yang disebabkan oleh faktor iritasi, infeksi, dan ketidakteraturan dalam pola
makan, misalnya telat makan, makan terlalu banyak, suka mengonsumsi makanan
yang berbumbu merangsang, asam, dan pedas. Penderita gastritis penyakit ini sangat
menganggu aktifitas sehari-hari. Pasien akan mengalami keluhan mual, muntah,
kembung, rasa penuh atau terbakar di perut bagian atas. Berdasarkan penelitian WHO
tahun 2012 menyatakan bahwa prevalensi gastritis di Negara Indonesia dengan
jumlah 40,8%. Penyakit gastritis di Indonesia menurut Profil Kesehatan tahun 2011
merupakan kedalam 10 penyakit rawat inap di rumah sakit sejumlah 30.154 pasien
(4,9%).

Permasalahan
1. Banyaknya pasien yang mengalami penyakit Gastritis.
2. Kurangnya pengetahuan pasien terhadap penyakit Gastritis.
3. Kurangnya pengetahuan pasien terhadap penyebab penyakit Gastritis.
4. Kurangnya pengetahuan pasien terhadap penatalaksanaan penyakit Gastritis.
5. Kurangnya pengetahuan pasien terhadap pencegahan penyakit Gastritis.

Intervensi
Melakukan pengobatan dan penyuluhan terhadap penyakit Gastriitis.

Pelaksanaan
Kegiatan dilaksanakan pada:
Tanggal : 24 April 2019
Jam : 09.15 – 09.30
Tempat : Poli Umum Puskesmas Seberang Padang
Jumlah Peserta : 1 orang
Kegiatan yang dilakukan:
1. Menjelaskan tentang penyakit Gastritis.
2. Menjelaskan tentang penyebab penyakit Gastritis.
3. Menjelaskan tentang penatalaksanaan penyakit Gastritis.
4. Menjelaskan tentang pencegahan penyakit Gastritis

Monitoring dan Evaluasi


1. Konseling berjalan dengan lancar.
2. Adanya komunikasi dua arah.
3. Meningkatnya pengetahuan pasien terhadap penyakit Gastritis.
4. Meningkatnya pengetahuan pasien terhadap penyebab penyakit Gastritis.
5. Meningkatnya pengetahuan pasien terhadap penatalaksan penyakit Gastritis.
6. Meningkatnya pengetahuan pasien terhadap pencegahan penyakit Gastritis.
Promkes Diabetes Melitus Gestasional

Latar Belakang

Diabetes Melitus Gestasional (DMG) adalah suatu gangguan toleransi karbohidrat


yang terjadi atau diketahui pertama kali pada saat kehamilan sedang berlangsung.
Keadaan ini biasa terjadi pada saat 24 minggu usia kehamilan dan sebagian kadar
glukosa darah penderita akan kembali normal setelah melahirkan. Namun, pada
hampir setengah angka kejadiannya, diabetes akan muncul kembali. Perubahan
hormonal dan metabolisme selama kehamilan menyebabkan kehamilan tersebut
bersifat diabetogenik, yang mana DMG cenderung menjadi lebih berat selama
kehamilan dan akan mempermudah terjadinya berbagai komplikasi. Penderita DMG
kira - kira 1,7% dapat menyebabkan mortilitas perinatal, 4,3 % melahirkan anak
secara operasi, 7,3 % melahirkan anak yang berat badan lahirnya lebih dari 4,5 kg dan
23,5 % bisa menimbulkan kasus distosia bahu pada proses persalinan. Insiden DMG
di Indonesia sekitar 1,9-3,6% dan 40-60%. Wanita yang pernah mengalami DMG
pada pengamatan lanjut pasca persalinan akan mengidap diabetes mellitus atau
gangguan toleransi glukosa.

Permasalahan
1. Ditemukannya pasien yang mengalami penyakit Diabetes Melitus Gestasional.
2. Kurangnya pengetahuan pasien terhadap penyakit Diabetes Melitus
Gestasional.
3. Kurangnya pengetahuan pasien terhadap dampak penyakit Diabetes Melitus
Gestasional.
4. Kurangnya pengetahuan pasien terhadap penyebab penyakit Diabetes Melitus
Gestasional.
5. Kurangnya pengetahuan pasien terhadap penatalaksanaan penyakit Diabetes
Melitus Gestasional.

Intervensi
Melakukan rencana pengobatan dan penyuluhan terhadap penyakit Diabetes Melitus
Gestasional.
Pelaksanaan
Kegiatan dilaksanakan pada:
Tanggal : 26 April 2019
Jam : 10.15 – 10.30
Tempat : Poli Kesehatan Ibu Puskesmas Seberang Padang
Jumlah Peserta : 1 orang

Kegiatan yang dilakukan:


1. Menjelaskan tentang penyakit Diabetes Melitus Gestasional.
2. Menjelaskan tentang dampak penyakit Diabetes Melitus Gestasional.
3. Menjelaskan tentang penyebab penyakit Diabetes Melitus Gestasional.
4. Menjelaskan tentang penatalaksanaan penyakit Diabetes Melitus Gestasional.

Monitoring dan Evaluasi


1. Konseling berjalan dengan lancar.
2. Adanya komunikasi dua arah.
3. Meningkatnya pengetahuan pasien terhadap penyakit Diabetes Melitus
Gestasional.
4. Meningkatnya pengetahuan pasien terhadap dampak penyakit Diabetes
Melitus Gestasional.
5. Meningkatnya pengetahuan pasien terhadap penyebab penyakit Diabetes
Melitus Gestasional.
6. Meningkatnya pengetahuan pasien terhadap penatalaksan penyakit Diabetes
Melitus Gestasional.

Anda mungkin juga menyukai