Latar Belakang
Permasalahan
Intervensi
Pelaksanaan
Monitoring dan Evaluasi
Latar Belakang
ASI eksklusif menurut World Health Organization adalah memberikan hanya ASI
saja tanpa memberikan makanan dan minuman lain kepada bayi sejak lahir sampai
berumur 6 bulan, kecuali obat dan vitamin dan tetap diberikan kepada bayi sampai
bayi berusia 2 tahun. Manfaat pemberian ASI eksklusif sesuai dengan salah satu
tujuan dari Millenium Development Goals (MDGs) yaitu mengurangi tingkat
kematian anak dan meningkatkan kesehatan Ibu. WHO menyatakan sekitar 15% dari
total kasus kematian anak di bawah usia lima tahun di negara berkembang disebabkan
oleh pemberian ASI secara tidak eksklusif. Berbagai masalah gizi kurang maupun gizi
lebih juga timbul akibat dari pemberian makanan sebelum bayi berusia 6 bulan.
Permasalahan
1. Kurangnya pengetahuan tentang manfaat ASI Eksklusif.
2. Kurangnya motivasi ibu untuk memberikan ASI Eksklusif.
3. Kurangnya dukungan dari keluarga kepada ibu untuk memberikan ASI
eksklusif.
Intervensi
Melakukan penyuluhan tentang manfaat ASI Eksklusif dan cara pemberian ASI yang
benar.
Pelaksanaan
Kegiatan dilaksanakan pada:
Tanggal : 16 Maret 2019
Jam : 09.00 – 11.00
Tempat : Seberang Padang
Jumlah Peserta : 12 orang
Materi Penyuluhan:
1. Pengertian ASI Eksklusif
2. Manfaat ASI bagi ibu dan bayi
3. Langkah-langkah menyusui yang benar
4. Lama dan frekuensi menyusui
5. Cara untuk menghasilkan ASI yang banyak
6. Kontra indikasi menyusui
7. Perawatan Payudara
Latar Belakang
Upaya kesehatan yang dilakukan sejak anak masih dalam kandungan sampai lima
tahun pertama kehidupannya, ditunjukan untuk mempertahankan kehidupannya
sekaligus meningkatkan kualitas hidup anak agar mencapai tumbuh kembang optimal
baik fisik, mental, emosional, maupun sosial serta memiliki intelegensi majemuk
sesuai dengan potensi genetiknya. Otak balita lebih plastis, akan mudah terpengaruh
baik secara positif maupun negatif tergantung pengaruh dan perlakuan yang
didapatnya. Karena masa ini sangat peka terhadap lingkungan dan sangat pendek,
tidak dapat diulangi, maka masa balita disebut dengan masa keemasan (golden
period). Pertumbuhan adalah bertambahnya ukuran dan struktur tubuh sebagian atau
keseluruhan sehingga dapat diukur dengan satuan panjang dan berat. Sedangkan
perkembangan adalah bertambahnya struktur dan fungsi tubuh yang lebih kompleks
dalam kemampuan gerak halus, gerak kasar, bicara dan bahasa, serta sosialisasi dan
kemandirian. Mengingat jumlah balita di Indonesia sangat besar yaitu 10% maka
untuk masa depan bangsa sangat perlu mendapat perhatian serius yaitu mendapatkan
gizi yang baik, stimulasi yang memadai, termasuk intervensi dini penyimpangan
tumbuh kembang.
Permasalahan
1. Kurangnya perhatian ibu tentang status pertumbuhan dan perkembangan balita
sesuai dengan umurnya.
2. Kurangnya pengetahuan ibu tentang dampak yang disebabkan oleh gangguan
tumbuh kembang pada balita.
3. Kurangnya pengetahuan ibu tentang pembacaan kurva pertumbuhan yang
terdapat di buku KIA.
4. Kurangnya pengetahuan ibu tentang manfaat pemberian stimulus pada balita.
Intervensi
Melakukan penyuluhan tentang tumbuh kembang balita.
Pelaksanaan
Kegiatan dilaksanakan pada:
Tanggal : 14 Februari 2019
Jam : 09.00 – 11.30
Tempat : Kasih Ibu 5
Jumlah Peserta : 14 orang
Materi Penyuluhan:
1. Pengertian pertumbuhan dan perkembangan.
2. Cara membaca kurva pertumbuhan.
3. Stimulasi yang dilakukan pada balita.
4. Kapan balita harus di rujuk ke fasilitas kesehatan.
Latar Belakang
Permasalahan
1. Kurangnya pengetahuan peserta terhadap perawatan bayi baru lahir.
2. Kurangnya pengetahuan peserta terhadap penyakit menular.
3. Kurangnya pengetahuan peserta terhadap manfaat dan cara senam hamil.
4. Kurangnya pengetahuan peserta terhadap pentingnya segera mengurus akte
kelahiran.
Intervensi
Melakukan penyuluhan tentang perawatan bayi baru lahir, penyakit menular, mitos,
senam hamil dan akte kelahiran.
Pelaksanaan
Kegiatan dilaksanakan pada:
Tanggal : 22 Maret 2019
Jam : 09.30 – 11.30
Tempat : Rumah Tunggu Persalinan Puskesmas Seberang Padang
Jumlah Peserta : 8 orang
Materi Penyuluhan:
1. Perawatan bayi baru lahir (perawatan bayi baru lahir, pemberian injeksi K1,
tanda bahaya bayi baru lahir, pengamatan perkembangan bayi/anak dan
pemberian imunisasi pada bayi baru lahir).
2. Mitos/kepercayaan/adat istiadat setempat yang berkaitan dengan kesehatan ibu
dan anak.
3. Penyakit menular (IMS, informasi dasar HIV-AIDS serta pencegahan dan
penanganan malaria pada ibu hamil).
4. Senam hamil
5. Akte Kelahiran
Permasalahan
Kurangnya pengetahuan calon pengantin terhadap gizi seimbang pada wanita usia
subur pranikah.
Intervensi
Melakukan penyuluhan tentang pentingnya status gizi baik untuk calon pengantin.
Pelaksanaan
Kegiatan dilaksanakan pada:
Tanggal : 4 Maret 2019
Jam : 10.00 – 10.20
Tempat : Poli Gizi Puskesmas Seberang Padang
Jumlah Peserta : 1 pasang calon suami istri
Latar Belakang
Status gizi ibu hamil merupakan salah satu indikator dalam mengukur status gizi
masyarakat. Jika status gizi ibu hamil kurang maka akan terjadi ketidakseimbangan
zat gizi yang dapat menyebabkan masalah gizi pada ibu hamil seperti Kurang Energi
Kronis (KEK) da anemia. Ibu hamil yang memiliki status gizi normal kemungkinan
besar akan melahirkan bayi sehat, cukup bulan, dan berat badan normal sedangkan ibu
hamil yang mempunyai status gizi kurang dapat menyebabkan resiko dan komplikasi
pada ibu hamil antara lain anemia, pendarahan, berat badan ibu tidak bertambah
secara normal, dan terkena penyakit infeksi. Salah satu faktor yang mempengaruhi
status gizi ibu hamil adalah pengetahuan gizi. Ibu hamil yang mempunyai
pengetahuan gizi yang baik akan memenuhi kebutuhan gizinya sehingga berdampak
pada peningkatan status gizi. Dalam peningkatan status gizi pada ibu hamil dapat
dilakukan dengan cara ibu hamil banyak mengkonsumsi makanan dengan gizi
seimbang.
Permasalahan
1. Kurangnya pengetahuan tentang status gizi.
2. Kurangnya pengetahuan tentang gizi seimbang.
3. Kurangnya pengetahuan tentang hubungan antara gizi ibu dengan janin.
4. Kurangnya pengetahuan pola makan saat hamil.
Intervensi
Melakukan penyuluhan tentang gizi ibu hamil.
Pelaksanaan
Kegiatan dilaksanakan pada:
Tanggal : 5 Maret 2019
Jam : 09.45 – 10.10
Tempat : Poli Gizi Puskesmas Seberang Padang
Jumlah Peserta : 1 ibu hamil
Kegiatan yang dilakukan:
1. Menentukan status gizi ibu hamil.
2. Menjelaskan status gizi ibu hamil.
3. Menjelaskan tentang makanan gizi seimbang.
4. Menjelaskan hubungan gizi ibu hamil dengan janin.
5. Menjelaskan pola makan saat hamil.
Latar Belakang
Vitamin A merupakan salah satu zat gizi penting yang larut dalam lemak dan
disimpan dalam hati, serta tidak dapat dibuat oleh tubuh, sehingga harus dipenuhi dari
luar (esensial). Vitamin ini berfungsi untuk penglihatan, pertumbuhan, dan
meningkatkan daya tahan tubuh terhadap penyakit. Vitamin A sangat penting bagi
tubuh manusia, tetapi konsumsi makanan kita cenderung belum mencukupi dan masih
rendah sehingga harus dipenuhi dari luar. Pada anak balita, kekurangan vitamin A
(KVA) akan meningkatkan kesakitan dan kematian, serta mudah terkena penyakit
infeksi seperti diare, infeksi saluran nafas dan akhirnya kematian. Akibat lain yang
berdampak sangat serius dari KVA adalah buta senja dan manifestasi lain dari
xerophtalmia termasuk kerusakan kornea dan kebutaan. Oleh karena itu, pentingnya
pemberian vitamin A untuk anak balita.
Permasalahan
1. Kurangnya pengetahuan masyarakat terhadap manfaat pemberian vitamin A.
2. Kurangnya pengetahuan masyarakat terhadap terhadap dampak dari
kekurangan vitamin A.
3. Kurangnya keinginan masyarakat untuk meminta vitamin A ke puskesmas.
Intervensi
Melakukan penyuluhan tentang manfaat vitamin A dan pemberian vitamin A di
sekolah.
Pelaksanaan
Kegiatan dilaksanakan pada:
Tanggal : 19 Februari 2019
Jam : 09.00 – 10.00
Tempat : TK Al Ishlah
Jumlah Peserta : 12 orang
Latar Belakang
Menyusui merupakan aspek yang sangat penting untuk kelangsungan hidup bayi guna
mencapai tumbuh kembang bayi/anak yang optimal sekaligus mempertahankan
kesehatan ibu setelah bersalin. Sejak lahir bayi hanya diberi ASI hingga usia 6 bulan,
disebut dengan pemberian ASI eksklusif. Selanjutnya pemberian ASI diteruskan
hingga anak berusia 2 tahun dengan penambahan makanan lunak/padat yang disebut
dengan makanan pendamping ASI (MP ASI) yang cukup jumlah maupun mutunya.
Kelompok Pendukung ASI (KP ASI) merupakan suatu kegiatan berbasis masyarakat
dimana 6 sampai 12 orang ibu hamil dan ibu menyusui bayi 0 sampai 6 bulan dan 7
sampai 24 bulan berkumpul secara rutin untuk berbagai pengalaman, ide, dan
informasi berkaitan dengan kehamilan, melahirkan dan menyusui dalam suasana
saling mendukung dan saling percaya yang dipandu oleh motivator dengan tujuan
mendukung agara ibu sukses memberi ASI 6 bulan. Salah satu tujuan kegiatan ini
adalah mengubah pengetahuan ibu tentang pentingnya ASI eksklusif, cara menyusui
yang benar serta mengatasi permasalahan - permasalahan tentang menyusui. Kegiatan
ini merupakan kegiatan sharing atau berbagi antara ibu-ibu menyusui serta ibu hamil,
sehingga mampu meningkatkan pengetahuan serta keterampilan ibu dalam menyusui.
Permasalahan
1. Kurangnya pengetahuan masyarakat terhadap manfaat pemberian ASI
Eksklusif.
2. Kurangnya motivasi ibu untuk memberikan ASI Eksklusif.
3. Kurangnya dukungan dari keluarga kepada ibu untuk memberikan ASI
eksklusif.
Intervensi
Melakukan penyuluhan tentang ASI Eksklusif dan Kelompok Pendukung ASI (KP
ASI).
Pelaksanaan
Kegiatan dilaksanakan pada:
Tanggal : 29 Maret 2019
Jam : 09.00 – 11.15
Tempat : Ranah
Jumlah Peserta : 20 orang
Latar Belakang
Tujuan pembangunan bidang kesehatan adalah terwujudnya derajat kesehatan
masyarakat yang optimal. Dalam kehidupan sosial yang beragam di masyarakat,
keluarga adalah unit sosial terkecil. Oleh karena itu, diperlukan upaya untuk
meningkatkan derajat kesehatan keluarga terutama kesehatan ibu dan anak. Masa
anak merupakan waktu yang tepat untuk meletakkan landasan yang kokoh bagi
terwujudnya manusia yang berkualitas. Anak usia sekolah baik pra sekolah, sekolah
dasar, sekolah menengah pertama, dan sekolah menengah atas adalah suatu masa usia
anak yang sangat berbeda dengan usia dewasa. Didalam periode ini didapatkan
banyak permasalahan kesehatan yang sangat menentukan kualitas anak di kemudian
hari. Masalah kesehatan tersebut meliputi kesehatan umum, gangguan perkembangan,
gangguan perilaku dan gangguan belajar. Permasalahan kesehatan tersebut pada
umumnya akan menghambat pencapaian prestasi pada peserta didik di sekolah.
Kesempatan belajar tersebut membutuhkan kondisi fisik prima yaitu tubuh yang
sehat. Oleh karena itu diperlukan suatu upaya kesehatan untuk anak sekolah agar anak
dapat tumbuh menjadi manusia yang berkualitas, salah satunya UKS. UKS adalah
Usaha untuk membina dan mengembangkan kebiasaan dan perilaku hidup sehat pada
peserta didik usia sekolah yang dilakukan secara menyeluruh (komprehensif) dan
terpadu (integratif).
Permasalahan
1. Kurangnya perhatian siswa/i terhadap kebersihan diri.
2. Kurangnya pengetahuan terhadap perilaku hidup sehat.
3. Masih banyak masalah kesehatan siswa/i yang tidak terdeteksi oleh
orangtuanya, mengakibatkan gangguan dalam aktivitas belajar.
Intervensi
1. Melakukan skrining kesehatan pada anak usia sekolah dan remaja (7 tahun -16
tahun).
2. Melakukan penyuluhan tentang pentingnya kebersihan diri dan perilaku hidup
sehat.
Pelaksanaan
Kegiatan dilaksanakan pada:
Tanggal : 14 Maret 2019
Jam : 08.00 – 12.30
Tempat : SDN 08 Alang Laweh
Jumlah Peserta : 175 orang
Latar Belakang
Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB) di Indonesia masih
tinggi. Data SDKI 2012, AKI sebesar 359 per 100.000 kelahiran hidup sementara
AKB sebesar 32 per 1000 kelahiran hidup. Dalam upaya menurunkan AKI dan AKB,
Indonesia masih menghadapi berbagai tantangan seperti masalah akses, kualitas dan
disparitas dalam pelayanan kesehatan ibu dan bayi baru lahir. Sebagian besar
kematian ibu disebabkan oleh penyebab langsung yaitu perdarahan (37%), infeksi
(22%) dan Hipertensi dalam kehamilan (14%) (Laporan rutin, 2013). Sedangkan
status gizi yang buruk dan penyakit yang diderita ibu merupakan penyebab tidak
langsung kematian ibu. Menyadari hal tersebut, agar kelak mempunyai keturunan
yang sehat dan ibu melahirkan dengan selamat, maka setiap pasangan perlu
perencanaan dalam kehamilan, Oleh karena itu, upaya peningkatan derajat kesehatan
ibu harus dilaksanakan secara komprehensif. Intervensi program kesehatan ibu, tidak
bisa hanya dilakukan di bagian hilir saja yaitu pada ibu hamil, namun juga harus
ditarik lebih ke hulu yaitu pada kelompok remaja dan dewasa muda untuk
memastikan individu dapat tumbuh dan berkembang secara sehat. Selain kelompok
remaja, pemberian pengetahuan tentang kesehatan reproduksi dan seksual secara
komprehensif perlu diberikan kepada usia dewasa muda/calon pengantin yang akan
memasuki gerbang pernikahan.
Permasalahan
1. Kurangnya pengetahuan tentang persiapan kesehatan pra nikah.
2. Kurangnya pengetahuan tentang alat reproduksi pria dan wanita dan proses
ovulasi.
3. Kurangnya pengetahuan tentang kehamilan.
4. Kurangnya pengetahuan tentang gizi sebelum dan saat hamil.
5. Kurangnya pengetahuan tentang KB.
Intervensi
Melakukan penyuluhan tentang pengetahuan kesehatan untuk calon pengantin.
Pelaksanaan
Kegiatan dilaksanakan pada:
Tanggal : 26 Maret 2019
Jam : 09.00 – 11.30
Tempat : KUA
Jumlah Peserta : 6 pasang calon suami istri
Latar Belakang
Lansia adalah proses menjadi lebih tua dengan umur mencapai 55 tahun ke atas. Pada
lansia akan mengalami kemunduran fisik, mental, dan sosial. Salah satu contoh
kemunduran fisik pada lansia adalah rentannya lansia terhadap penyakit, khususnya
penyakit degeneratif. Penyakit degeneratif yang umum di derita lansia salah satunya
adalah hipertensi. Hipertensi merupakan masalah besar dan serius di seluruh dunia
karena prevalensinya tinggi dan cenderung meningkat di masa yang akan datang.
Jumlah lansia yang menderita hipertensi terus bertambah dari tahun ke tahun. Di
Indonesia sendiri hipertensi merupakan penyebab kematian nomor 3 setelah stroke
dan tuberkulosis, yakni 6,7% dari populasi kematian pada semua umur. Pada
umumnya penyebab dari hipertensi pada lansia adalah pola makan yang masih salah,
yaitu masih gemar mengkonsumsi makanan yang asin dan gurih. Kandungan Na
(Natrium) dalam garam yang berlebihan dapat menahan air retensi sehingga
meningkatkan jumlah volume darah. Akibatnya jantung harus bekerja keras
memompa darah dan tekanan darah menjadi naik. Maka dari itu bisa menyebabkan
hipertensi. Penyebab lain selain pola makan yang sering dialami oleh penderita
hipertensi adalah stres. Dikarenakan stres akan meningkatkan resistensi pembuluh
darah perifer dan curah jantung sehingga akan menstimulasi aktivitas saraf simpatik.
Adapun stres ini dapat berhubungan dengan pekerjaaan, kelas sosial, ekonomi, dan
karakteristik personal.
Permasalahan
1. Banyaknya lansia yang mengalami hipertensi.
2. Masih banyak peserta yang kurang mengetahui penyebab hipertensi pada
lansia.
3. Kurangnya kepatuhan minum obat hipertensi pada lansia.
Intervensi
Melakukan penyuluhan tentang Hipertensi pada lansia.
Pelaksanaan
Kegiatan dilaksanakan pada:
Tanggal : 16 Februari 2019
Jam : 08.00 – 10.00
Tempat : Posyandu Ranah
Jumlah Peserta : 25 orang
Permasalahan
1. Masyarakat masih banyak yang mengalami diare.
2. Kurangnya pengetahuan pasien terhadap penyebab penyakit diare.
3. Kurangnya perhatian pasien terhadap kebersihan makanan yang dikonsumsi.
Intervensi
Melakukan penyuluhan tentang penyakit diare.
Pelaksanaan
Kegiatan dilaksanakan pada:
Tanggal : 4 April 2019
Jam : 08.15 – 08.30
Tempat : Poli Anak Puskesmas Seberang Padang
Jumlah Peserta : 2 orang
Latar Belakang
Skabies (kudis) merupakan penyakit kulit yang disebabkan oleh parasit tungau
Sarcoptes scabei yang mampu membuat terowongan dibawah kulit dan ditularkan
melaui kontak manusia. Penyakit ini akan berkembang pesat jika kondisi lingkungan
buruk dan tidak didukung dengan perilaku hidup bersih dan sehat. Sarcoptes scabiei
menyebabkan rasa gatal pada bagian kulit seperti sela jari, siku, selangkangan.
Scabies banyak menyerang pada orang yang hidup dengan kondisi personal hygiene
di bawah standar atau buruk, sosial ekonomi rendah, kepadatan penduduk, dan
perkembangan demografik serta ekologik. Penularan skabies dapat terjadi ketika
orang-orang tidur bersama di satu tempat tidur yang sama di lingkungan rumah
tangga, sekolah-sekolah yang menyediakan fasilitas asrama dan pemondokan, rumah
tahanan, serta fasilitas-fasilitas kesehatan yang dipakai oleh masyarakat luas.
Permasalahan
1. Masyarakat masih banyak yang mengalami penyakit skabies.
2. Kurangnya pengetahuan pasien terhadap penyakit skabies.
3. Kurangnya pengetahuan pasien terhadap penyebab penyakit skabies.
4. Kurangnya perhatian pasien terhadap kebersihan diri dan lingkungan.
Intervensi
Melakukan penyuluhan tentang penyakit skabies.
Pelaksanaan
Kegiatan dilaksanakan pada:
Tanggal : 6 April 2019
Jam : 10.15 – 10.30
Tempat : Poli Anak Puskesmas Seberang Padang
Jumlah Peserta : 2 orang
Latar Belakang
ISPA (Infeksi Saluran Pernafasan Akut) merupakan penyakit infeksi akut yang
menyerang salah satu bagian atau lebih dari saluran nafas mulai dari hidung (saluran
atas) hingga alveoli (saluran bawah) termasuk jaringan adneksanya seperti sinus,
rongga telinga tengah dan pleura. Menurut WHO (2007), ISPA menjadi salah satu
penyebab utama morbiditas dan mortalitas penyakit menular di dunia. Hampir empat
juta orang meninggal akibat ISPA setiap tahun, 98%-nya disebabkan oleh infeksi
saluran pernapasan bawah. Kelompok yang paling berisiko adalah balita, anak-anak,
dan orang lanjut usia, terutama di negara-negara dengan pendapatan per kapita rendah
dan menengah. Berbagai hasil penelitian menyatakan bahwa kondisi lingkungan pada
kelompok masyarakat di suatu wilayah merupakan penyebab dari terjadinya penyakit
ISPA. Keberadaan sumber-sumber pencemaran udara seperti gas buang kendaraan
bermotor, industri, pemeliharaan ternak di sekitar tempat tinggal dapat menciptakan
kondisi lingkungan udara yang buruk dan merupakan faktor utama penyebab penyakit
ISPA. Selain itu faktor lingkungan dalam rumah juga menjadi faktor yang dapat
mempengaruhi terjadinya penyakit ISPA, seperti kondisi dinding rumah, lantai rumah,
sampai dengan penggunaan bahan-bahan yang dapat menimbulkan pencemaran udara
di dalam rumah seperti obat nyamuk bakar dan bahan bakar memasak berperan dalam
terjadinya penyakit ISPA. Bahkan faktor sosial dan ekonomi masyarakat seperti
kepadatan penduduk, pendapatan, dan pekerjaan juga ikut mempengaruhi kejadian
penyakit ISPA. Berbagai pencemaran udara tersebut dapat menimbulkan penyakit
ISPA dan dapat memperberat kondisi seseorang yang sudah menderita ISPA terutama
pneumonia pada Balita.
Permasalahan
1. Masyarakat masih banyak yang mengalami penyakit ISPA..
2. Kurangnya pengetahuan pasien terhadap penyakit ISPA.
3. Kurangnya pengetahuan pasien terhadap penyebab penyakit ISPA.
4. Kurangnya pengetahuan pasien terhadap pengaruh lingkungan terhadap
penyakit ISPA.
Intervensi
Melakukan penyuluhan tentang penyakit ISPA.
Pelaksanaan
Kegiatan dilaksanakan pada:
Tanggal : 5 April 2019
Jam : 09.00 – 09.15
Tempat : Poli Anak Puskesmas Seberang Padang
Jumlah Peserta : 2 orang
Permasalahan
1. Terdeteksinya anak yang mengalami gizi buruk.
2. Kurangnya pengetahuan ibu terhadap gizi buruk.
3. Kurangnya pengetahuan ibu terhadap dampak yang ditimbulkan akibat gizi
buruk.
4. Kurangnya perhatian keluarga terhadap tumbuh kembang anak.
Intervensi
Melakukan penyuluhan dan penatalaksanaan gizi buruk.
Pelaksanaan
Kegiatan dilaksanakan pada:
Tanggal :22 April 2019
Jam : 09.00 – 09.45
Tempat : Poli gizi Puskesmas Seberang Padang
Jumlah Peserta : 2 orang
Latar Belakang
Kanker serviks merupakan suatu jenis kanker yang terjadi pada daerah leher rahim,
yaitu bagian rahim yang terletak di bawah yang membuka ke arah lubang vagina.
Kanker ini disebabkan oleh infeksi Human Papilloma Virus (HPV). Deteksi dini
kanker pada leher rahim tersebut sangat penting dilakukan, karena potensi
kesembuhan akan sangat tinggi jika masih ditemukan pada tahap prakanker.
Pencegahan kanker serviks dapat dilakukan dengan program deteksi dini (skrinning)
dan pemberian vaksinasi. Adanya program deteksi dini di negara maju, angka
kejadian kanker serviks dapat menurun. Tes IVA adalah sebuah pemeriksaan
skrinning pada kanker serviks dengan menggunakan asam asetat 3-5% pada inspekulo
dan dapat dilihat dengan pengamatan secara langsung. Berdasarkan hasil uji
diagnostik, pemeriksaan IVA memiliki sensitifitas 84%, spesifisitas 89%, nilai duga
positif 87%, dan nilai duga negatif 88%. Metode IVA ini merupakan sebuah metode
skrinning yang praktis dan murah, sehingga diharapkan temuan kanker serviks dapat
diketahui secara dini. Penyebab yang menjadi kendala pada wanita dalam melakukan
deteksi dini kanker serviks adalah keraguan akan pentingnya pemeriksaan, kurang
pengetahuan, dan takut akan rasa sakit serta keengganan karena malu saat
dilakukannya pemeriksaan. Kesadaran yang rendah pada masyarakat tersebut menjadi
salah satu faktor yang berkontribusi terhadap tingginya angka kejadian kanker leher
rahim di Indonesia.
Permasalahan
1. Banyaknya kejadian wanita yang meninggal karena kanker serviks.
2. Kurangnya pengetahuan masyarakat terhadap kanker serviks.
3. Kurangnya pengetahuan masyarakat terhadap pemeriksaan skrining kanker
serviks.
Intervensi
Melakukan skrining kanker serviks dengan metode tes IVA.
Pelaksanaan
Kegiatan dilaksanakan pada:
Tanggal :10 April 2019
Jam : 08.300 – 12.00
Tempat : Pustu Alang Lawas
Jumlah Peserta : 20 orang.
Latar Belakang
Diabetes Mellitus adalah suatu kumpulan gejala yang timbul pada seseorang yang
disebabkan oleh karena adanya peningkatan kadar gula (glukosa) darah akibat
kekurangan insulin baik absolut maupun relatif . DM tercantum dalam urutan keempat
prioritas penelitian nasional untuk penyakit degeneratif setelah penyakit
kardiovaskuler, serebrovaskuler, rheumatik dan katarak. Diabetes Mellitus (DM) pada
geriatri terjadi karena timbulnya resistensi insulin pada usia lanjut yang disebabkan
oleh 4 faktor : pertama adanya perubahan komposisi tubuh, komposisi tubuh berubah
menjadi air 53%, sel solid 12%, lemak 30%, sedangkan tulang dan mineral menurun
1% sehingga tinggal 5%. Faktor yang kedua adalah turunnya aktivitas fisik yang akan
mengakibatkan penurunan jumlah reseptor insulin yang siap berikatan dengan insulin
sehingga kecepatan transkolasi GLUT-4 (glucosetransporter-4) juga menurun. Faktor
ketiga adalah perubahan pola makan pada usia lanjut yang disebabkan oleh
berkurangnya gigi geligi sehingga prosentase bahan makanan karbohidrat akan
meningkat. Faktor keempat adalah perubahan neurohormonal, khususnya Insulin Like
Growth Factor-1 (IGF-1) dan dehydroepandrosteron (DHtAS) plasma. Prevalensi
DM pada lanjut usia (geriatri) cenderung meningkat, hal ini dikarenakan DM pada
lanjut usia bersifat muktifaktorial yang dipengaruhi faktor intrinsik dan ekstrinsik.
Umur ternyata merupakan salah satu faktor yang bersifat mandiri dalam pengaruhnya
terhadap perubahan toleransi tubuh terhadap glukosa. Dari jumlah tersebut dikatakan
50% adalah pasien berumur > 60 tahun.
Permasalahan
1. Banyaknya geriatri yang mengalami penyakit Diabetes Mellitus.
2. Kurangnya pengetahuan pasien terhadap penyakit Diabetes Mellitus.
3. Kurangnya kepatuhan pasien dalam mengkonsumsi obat hipoglikemi oral
(OHO).
4. Kurangnya pengetahuan pasien terhadap komplikasi penyakit Diabetes
Mellitus.
Intervensi
Melakukan pengobatan dan penyuluhan terhadap penyakit Diabetes Mellitus.
Pelaksanaan
Kegiatan dilaksanakan pada:
Tanggal : 15 April 2019
Jam : 09.00 – 09.15
Tempat : Poli Lansia Puskesmas Seberang Padang
Jumlah Peserta : 1 orang
Latar Belakang
Permasalahan
1. Banyaknya pasien yang mengalami penyakit Osteoatritis.
2. Kurangnya pengetahuan pasien terhadap penyakit Osteoatritis.
3. Kurangnya pengetahuan pasien terhadap penyebab Osteoatritis.
4. Kurangnya pengetahuan pasien terhadap penatalaksanaan Osteoatritis.
Intervensi
Melakukan pengobatan dan penyuluhan terhadap penyakit Osteoatritis.
Pelaksanaan
Kegiatan dilaksanakan pada:
Tanggal : 15 April 2019
Jam : 09.00 – 09.15
Tempat : Poli Lansia Puskesmas Seberang Padang
Jumlah Peserta : 1 orang
Latar Belakang
Asma merupakan masalah kesehatan dunia yang tidak hanya terjangkit di negara maju
tetapi juga di negara berkembang. Menurut data laporan dari Global Initiatif for
Asthma (GINA) pada tahun 2012 dinyatakan bahwa perkiraan jumlah penderita asma
seluruh dunia adalah tiga ratus juta orang, dengan jumlah kematian yang terus
meningkat hingga 180.000 orang per tahun. Data WHO juga menunjukkan data yang
serupa bahwa prevalensi asma terus meningkat dalam tiga puluh tahun terakhir
terutama di negara maju. Hampir separuh dari seluruh pasien asma pernah dirawat di
rumah sakit dan melakukan kunjungan ke bagian gawat darurat setiap tahunnya.
Asma adalah penyakit inflamasi kronis saluran napas yang bersifat reversible dengan
ciri meningkatnya respon trakea dan bronkus terhadap berbagai rangsangan dengan
manifestasi adanya penyempitan jalan nafas yang luas dan derajatnya dapat berubah-
ubah secara spontan yang ditandai dengan mengi episodik, batuk, dan sesak di dada
akibat penyumbatan saluran napas.
Permasalahan
1. Banyaknya pasien yang mengalami penyakit Asma Bronkhial.
2. Kurangnya pengetahuan pasien terhadap penyakit Asma Bronkhial.
3. Kurangnya pengetahuan pasien terhadap pencetus Asma Bronchial.
4. Kurangnya pengetahuan pasien terhadap penatalaksanaan Asma Bronkhial.
Intervensi
Melakukan pengobatan dan penyuluhan terhadap penyakit Asma Bronkhial.
Pelaksanaan
Kegiatan dilaksanakan pada:
Tanggal : 23 April 2019
Jam : 09.00 – 09.15
Tempat : Poli Umum Puskesmas Seberang Padang
Jumlah Peserta : 1 orang
Kegiatan yang dilakukan:
1. Menjelaskan tentang penyakit Asma Bronkhial.
2. Menjelaskan tentang pencetus penyakit Asma Bronkhial.
3. Menjelaskan tentang penanganan penyakit Asma Bronkhial.
Latar Belakang
Gastritis merupakan inflamasi dari lapisan mukosa dan submukosa gaster atau
lambung, keluhan lainnya adalah mual, muntah, kembung, rasa penuh atau terbakar di
perut bagian atas. Gastritis adalah suatu peradangan atau pendarahan pada mukosa
lambung yang disebabkan oleh faktor iritasi, infeksi, dan ketidakteraturan dalam pola
makan, misalnya telat makan, makan terlalu banyak, suka mengonsumsi makanan
yang berbumbu merangsang, asam, dan pedas. Penderita gastritis penyakit ini sangat
menganggu aktifitas sehari-hari. Pasien akan mengalami keluhan mual, muntah,
kembung, rasa penuh atau terbakar di perut bagian atas. Berdasarkan penelitian WHO
tahun 2012 menyatakan bahwa prevalensi gastritis di Negara Indonesia dengan
jumlah 40,8%. Penyakit gastritis di Indonesia menurut Profil Kesehatan tahun 2011
merupakan kedalam 10 penyakit rawat inap di rumah sakit sejumlah 30.154 pasien
(4,9%).
Permasalahan
1. Banyaknya pasien yang mengalami penyakit Gastritis.
2. Kurangnya pengetahuan pasien terhadap penyakit Gastritis.
3. Kurangnya pengetahuan pasien terhadap penyebab penyakit Gastritis.
4. Kurangnya pengetahuan pasien terhadap penatalaksanaan penyakit Gastritis.
5. Kurangnya pengetahuan pasien terhadap pencegahan penyakit Gastritis.
Intervensi
Melakukan pengobatan dan penyuluhan terhadap penyakit Gastriitis.
Pelaksanaan
Kegiatan dilaksanakan pada:
Tanggal : 24 April 2019
Jam : 09.15 – 09.30
Tempat : Poli Umum Puskesmas Seberang Padang
Jumlah Peserta : 1 orang
Kegiatan yang dilakukan:
1. Menjelaskan tentang penyakit Gastritis.
2. Menjelaskan tentang penyebab penyakit Gastritis.
3. Menjelaskan tentang penatalaksanaan penyakit Gastritis.
4. Menjelaskan tentang pencegahan penyakit Gastritis
Latar Belakang
Permasalahan
1. Ditemukannya pasien yang mengalami penyakit Diabetes Melitus Gestasional.
2. Kurangnya pengetahuan pasien terhadap penyakit Diabetes Melitus
Gestasional.
3. Kurangnya pengetahuan pasien terhadap dampak penyakit Diabetes Melitus
Gestasional.
4. Kurangnya pengetahuan pasien terhadap penyebab penyakit Diabetes Melitus
Gestasional.
5. Kurangnya pengetahuan pasien terhadap penatalaksanaan penyakit Diabetes
Melitus Gestasional.
Intervensi
Melakukan rencana pengobatan dan penyuluhan terhadap penyakit Diabetes Melitus
Gestasional.
Pelaksanaan
Kegiatan dilaksanakan pada:
Tanggal : 26 April 2019
Jam : 10.15 – 10.30
Tempat : Poli Kesehatan Ibu Puskesmas Seberang Padang
Jumlah Peserta : 1 orang