Anda di halaman 1dari 7

“PRO DAN KONTRA IMUNISASI BAGI KESEHATAN

MASYARAKAT DI INDONESIA”

Penyakit menular masih merupakan masalah utama kesehatan di Indonesia


saat ini. Penyakit menular tidak mengenal usia, jenis kelamin, suku, ras, agama, dan
suatu wilayah, sehingga menyulitkan dalam pemberantasannya. Untuk itu
pemerintah baik tingkat pusat maupun daerah bersama masyarakat melakukan
segala bentuk upaya untuk menghindari atau mengurangi risiko, masalah, dan
dampak buruk akibat penyakit menular ini. Salah satu program nyata dari
pemerintah Indonesia dalam hal ini Kementian Kesehatan untuk memberantas
penyakit menular yakni dengan cara pemberian imunisasi atau vaksinasi.
Imunisasi adalah memberikan kekebalan kepada bayi dan anak dengan
memasukan vaksin kedalam tubuh agar tubuh mendapatkan zat anti untuk
mencegah suatu penyakit tertentu(1). Pemberian Imunisasi tidak hanya kepada bayi
dan balita, tetapi dapat diberikan juga kepada anak-anak, wanita usia subur (WUS)
dan ibu hamil (Bumil). Tujuan dari pemberian imunisasi yakni meningkatkan
antibodi terhadap penyakit menular dan berbahaya, menurunkan angka kematian
ibu dan bayi saat proses persalinan akibat tetanus, menurunkan angka kematian
akibat penyakit berbahaya dan menular.
Kegiatan Imunisasi atau vaksinasi bukan sekedar program yang
dicanangkan oleh pemerintah, melainkan imunisasi juga diatur dalam Undang-
Undang Kesehatan Nomor 36 Tahun 2009, Pasal 132 Ayat 3 yang menyatakan
bahwa “Setiap anak berhak memperoleh imunisasi dasar sesuai dengan ketentuan
yang berlaku untuk mencegah terjadinya penyakit yang dapat dihindari melalui
imunisasi”(2). Oleh karena itu semua bayi dan balita diwajibkan untuk diberi
imunisasai tanpa terkecuali agar terhindar dari penyakit seperti, Polio, TBC, Difteri,
pertusis, tetanus, campak, rubella, hepatititis dan lain sebagainya. Sedangkan
penyelenggaraan imunisasi diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 42
Tahun 2013(3).
Program Imunisasi diwajibkan bagi setiap bayi (usia 0-11 bulan) untuk
mendapatkan imunisasi dasar lengkap yang terdiri dari; 1 dosis imunisasi hepatitis
B, 1 dosis BCG, 3 dosis DPT-Hib, 4 dosis polio tetes, dan 1 dosis campak. Untuk

1
anak sekolah dasar, imunisasi diberikan dalam kegiatan BIAS (Bulan Imunisasi
Anak Sekolah) yakni imunisasi campak dan DT untuk Kelas I sedangkan imunisasi
Td untuk kelas 2 dan 3. Pada wanita usia subur (WUS) biasa diberikan vaksi TT
untuk meningkatkan kekebalan pada tubuh pada infeksi tetanus dan vaksi HPV
untuk mencegah kanker servix, sedangkan pada ibu hamil diberikan vaksin TT
untuk mencegah infeksi akibat tetanus pada saat proses persalinan(4). Cakupan
imunisasi dasar lengkap pada bayi di tahun 2016 sebesar 80,35% dan mengalami
peningkatan di tahun 2017 sebesar 85,41%. Sedangkan cakupan imunisasi pada
anak sekolah pada tahun 2017 yakni; Campak 17,99%, DT 29,6% dan Td 30,67%.
Pada WUS cakupan imunisasi sebesar 3,68% sedangkan pada ibu hamil cakupan
imunisasi (Td 2+) sebesar 59,52%(5).
Dalam pelaksanaannya, kegiatan imunisasi seringkali dihadapakan
bebarapa masalah yang menjadi pro dan kontra sehingga ada masyarakat yang
setuju atau menerima imunisasi, tetapi ada juga yang menolak untuk diimunisasi.
Ada beberapa tokoh Islam yang mendukung (pro) dan mempunyai alasan untuk
pemberian vaksin/imunisasi kepada bayi dan balita yakni; vaksin dapat mencegah
penyakit menular, vaksin adalah vardhu (wajib) dan vaksinasi dapat diberikan tanpa
persetujuan dari penerima vaksin terlebih dahulu karena akan memberikan dampak
yang lebih besar terhadap kesehatan. Selain itu manfaat lain dari vaksin yakni dapat
menghemat biaya kesehatan jangka panjang karena tubuh tidak mudah terserang
oleh penyakit tertentu, manfaat vaksin yang lain yakni dapat mengurangi resintensi
terhadap antibiotik sehingga dapat mengurangi penggunaan antibiotik, dan vaksin
dapat meningkatkan harapan hidup serta dapat membuat perjalanan akan semakin
aman dan dapat menekan kekhawatiran atas suatu penyakit tertentu ketika
bepergian ke suatu daerah yang terserang suatu penyakit(6).
Walaupun imunisasi diberikan secara gratis di Indonesia, tetapi masih
terdapat beberapa masalah dalam imunisasi yang sering di perbincangkan di
masyarakat yakni; 1) Beberapa sekolah dan pesantren di Yogyakarta, Bantul dan
Sleman menolak imunisasi karena mempermasalahkan kehalalan dan menganggap
imunisasi mendahului ketetapan Tuhan. 2) Kontroversi juga diwarnai dengan
adanya dugaan Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI). Hal tersebut mengacu pada
penelitian yang dilakukan di Inggris pada tahun 1998, imunisasi MMR (Mumps,

2
Measles, and Rubella atau gondong, campak, dan campak jerman) menjadi
kontroversi terkait hasil penelitian adanya 12 anak menderita autis setelah
diimunisasi MMR. 3) Di Indonesia, terdapat anak di Kabupaten Demak, Jawa
Tengah yang diduga mengalami kelumpuhan setelah diberikan imunisasi campak-
rubela. Di Kabupaten Bogor, Jawa Barat dan Kabupaten Blitar Jawa Timur terdapat
anak yang diduga meninggal beberapa hari setelah diimunisasi campak-rubela(7).
Bebarapa alasan para orang tua yang menolak memberikan imunisasi secara
lengkap pada anak mereka yakin: orang tua merasa anaknya sehat-sehat saja dan
jarang terserang penyakit sehingga tidak perlu untuk diimunisaasi, orang tua
beranggapan penyakit anaknya tidak parah sehingga tidak perlu untuk divaksinasi,
imunisasi dapat menyebabkan autisme, terdapat efek samping pada saat imunisasi,
orang tua percaya pada mitos bahwa dalam vaksin terdapat bahan pengawet, orang
tua mencurigai bahwa ada konspirasi antara pemerintah dan perusahan farmasi,
orang tua lebih mempercayai teman, keluarga atau pendapat orang tentang
imunisasi lewat media sosial maupun elektronik tanpa bertanya langsung kepada
dokter atau petugas kesehatan tentang vaksin dan imunisasi(8).
Selain itu ada beberapa penyebab lain yang menjadi hal yang kontra dalam
masyarakat adalah: Kelompok yang menolak karena status kehalalan vaksin;
Kelompok ini menolak vaksin karena menganggap vaksin menggunakan unsur
yang diharamkan seperti babi. Kelompok yang menolak konsep vaksin; mereka
menganggap kegiatan vaksinasi sebagai bentuk ketidakpasrahan terhadap Yang
Maha Kuasa. Kelompok inilah yang umumnya sangat bersikeras menolak vaksin
karena sudah antipati terhadap konsep vaksin itu sendiri. Keamanan dan efektivitas
vaksin; Kelompok ini menolak vaksinasi karena takut akan efek samping
vaksinasi(9).
Pasangan Herlina Suryani Oktavia dan Oki Andriansyah percaya anak-anak
memiliki kekebalan tubuh dari asupan makanan dan gizi yang baik sehingga tidak
membutuhkan vaksinasi. "Kita nggak memilih (vaksinasi) karena saya pikir anak
itu punya daya tahan tubuh sendiri. Saya sebagai orang tua harus menjaga daya
tahan tubuh anak tiap hari dengan asupan yang baik dengan madu dan istirahat yang
cukup,"(10) "Saya tak mau ambil risiko memberikan vaksin untuk menyelamatkan
orang lain, tapi anak saya yang terima risikonya, iya nggak? Udah kejadian kan

3
sekarang risikonya bermunculan. KIPI itu sekarang udah mulai keluar kasus yang
ada lumpuh dan segalanya kan?" ungkap Mega(10).
Selain masalah diatas hal yang menjadi kontra di masyarakat yakni dengan
beredarnya vaksin palsu yang membuat orang tua tidak mengantar bayi dan
balitanya ke Posyandu atau Puskesmas untuk mendapat imunisasi/vaksinasi. Pada
wanita usia subur tidak mendapatkan vaksin karena beberapa alasan yakni;
kesibukan sebagai wanita karir, merasa malu dan takut untuk diimunisasi, imunisasi
TT dapat menyebabkan kemandulan atau penundaan kehamilan dengan alasan pada
saat ini banyak pasangan yang lambat atau bahkan tidak mempunyai keturunan
setelah ia menikah, sedangkan ibu hamil yang tidak mendapat vaksin karena takut
terjadi sesuatu pada janinnya, dan kesibukan sebagai ibu rumah tangga sehingga
lupa untuk ke posyandu atau puskesmas untuk mendapatkan vaksinasi.
Berdasarkan masalah-masalah diatas, perlu dicari solusi oleh pemerintah
dan petugas kesehatan untuk memecahkan semua polemik yang menjadi hal yang
kontra terhadap imunisasi di masyarakat. Oleh karenanya diperlukan upaya
komprehensif dan lintas sektor guna mendorong program imunisasi dan vaksinasi
di masyarakat. Upaya dilakukan dengan mengedukasi masyarakat dan membuka
ruang dialog mengenai hal-hal berkaitan dengan vaksinasi. Hal ini dapat dilakukan
terutama oleh tenaga kesehatan dan kader kader kesehatan. Kerjasama lintas sektor
misalnya dengan tokoh agama juga diperlukan guna memberikan keamanan dan
ketenangan kepada masyarakat yang ingin melakukan vaksinasi. Selain itu akses
untuk vaksinasi serta cakupan produk vaksinasi juga secara perlahan perlu
ditingkatkan demi menjamin kesehatan masyarakat Indonesia secara umum dan
anak Indonesia secara khusus. Pendekatan ideologis, khususnya dari segi agama
adalah dengan menyertakan sertifikasi halal pada vaksin dari pihak berwenang
misalnya Majelis Ulama Indonesia (MUI) agar tidak terjadi pro dan kontra dalam
masyarakat. Selain pendekatan secara ideilogis, promosi dan penyuluhan oleh
petugas kesehatan, perlu adanya sanksi tegas dari pemerintah bagi orang tua yang
tidak mengantar anaknya ke fasilitas kesehtan untuk mendapat imunisasi.
Dari beberapa alasan-alasan diatas dapat disimpulkan bahwa tingkat
pengetahuan dan kesadaran dari orang tua tentang manfaat vaksin untuk bayi dan
balita masih sangat rendah, sehingga mereka lebih mudah percaya kepada mitos,

4
kepada orang lain atau keluarga, media cetak dan online, tanpa menanyakan
langsung kepada petugas kesehatan. Oleh karena itu, peran penting seorang perawat
sangat dibutuhkan untuk tetap mempromosikan dan memberi penyuluhan kepada
masyarakat tentang pentingnya imunisasi atau vaksinasi kepada bayi, balita, anak-
anak, wanita usia subur dan ibu hamil, agar dapat tercapai cakupan imunisasi dan
Indonesia Bebas Penyakit Menular dan Mematikan.

5
DAFTAR PUSTAKA

1. Ranuh, I,G N. Pedoman Imunisasi di Indonesia. Edisi Ke 3. Jakarta: Badan


Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia; 2008.
2. UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN
2009 TENTANG KESEHATAN. Available from:
http://www.depkes.go.id/resources/download/general/UU Nomor 36
Tahun2 009 tentang Kesehatan.pdf
3. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 42 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN
IMUNISASI. 2013; Available from:
https://www.google.co.id/search?q=peraturan+menteri+kesehatan+nomor+
42+tahun+2013+tentang+penyelenggaraan+imunisasi&oq=peraturan+ment
eri+kesehatan+nomor+42+tahun+2013&aqs=chrome.1.69i57j0.67588j1j7
&sourceid=chrome&ie=UTF-8
4. Hadianti, Dian Nur; Mulyati E, Ester Ratnaningsih E, Sofiati F, Hendro
Saputro H, Heni Sumastri H, Herawati M H, et al. Buku ajar imunisasi
[Internet]. Cetakan 2. Mulati E, Isfan R, Royati OF, Widyaningsih Y,
editors. Jakarta; 2015. Available from:
http://bppsdmk.kemkes.go.id/pusdiksdmk/wp-
content/uploads/2017/10/03Buku-Ajar-Imunisasi-06-10-2015-small.pdf
5. dr. Untung Suseno Sutarjo MK, Dr. drh. Didik Budijanto MK. DATA DAN
INFORMASI Profil Kesehatan Indonesia 2017 [Internet]. drg. Rudy
Kurniawan MK, Boga Hardhana, S.Si M, Yudianto, SKM MS, editors.
Jakarta: KEMENTERIAN KESEHATAN RI; 2018. Available from:
http://www.pusdatin.kemkes.go.id/resources/download/pusdatin/profil-
kesehatan-indonesia/Data-dan-Informasi_Profil-Kesehatan-Indonesia-

6
2017.pdf
6. Ramadhani Y. Perang Argumen Anti-vaksin dan Pro-vaksin. 2017 Jun 15;
Available from: https://tirto.id/perang-argumen-anti-vaksin-dan-pro-
vaksin-cqGb
7. Yuningsih R. Pro-Kontra Imunisasi Campak-Rubela. 2017;Vol. IX(No.
16). Available from: http://berkas.dpr.go.id/puslit/files/info_singkat/Info
Singkat-IX-16-II-P3DI-Agustus-2017-205.pdf
8. Kompas.com. Tujuh Alasan Orang tua Menolak Imunisasi Pada Anak.
2014 Jun 6; Available from:
https://lifestyle.kompas.com/read/2014/06/06/1247217/7.Alasan.Orangtua.
Menolak.Imunisasi.pada.Anak.
9. Telaumbanua RS. Pro Kontra Vaksinasi: Kebobrokan yang Mengorbankan
Anak. 2017; Available from: https://news.detik.com/opini/d-3639525/pro-
kontra-vaksinasi-kebobrokan-yang-mengorbankan-anak
10. Lestari,, Sri; Budhi O. Imunisasi campak dan rubella MR di tengah pro-
kontra vaksinasi. 2017 Sep 18; Available from:
https://www.bbc.com/indonesia/indonesia-41144515

Anda mungkin juga menyukai