Anda di halaman 1dari 13

MANAJEMEN KEPERAWATAN

“NAPPING“

Dosen Pembimbing: Ns.Devi Nurmalia,S.Kep,M.Kep.

Oleh:
Kelompok VIII

Ireneus pape No Mbeong 22020118183030


Rofinus Saverius Kila 22020118183031
Benediktus A. Buu 22020118183032
Siti Mariam Ismail 22020118183033

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
2019
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Tenaga kesehatan di rumah sakit sangat bervariasi baik dari segi
jenis maupun jumlahnya. Tenaga kesehatan rumah sakit yang terbanyak
adalah perawat yang berjumlah sekitar 60% dari tenaga kesehatan yang
ada di rumah sakit. Perawat merupakan salah satu tenaga kesehatan yang
selalu ada di setiap rumah sakit dan merupakan ujung tombak pelayanan
kesehatan rumah sakit. Pekerjaan seorang perawat dalam memberikan
pelayanan keperawatan tidak terlepas dari pengaturan jam kerja di suatu
rumah sakit yang lebih dikenal dengan istilah shift kerja (Dian & Solikhah,
2012). Shift kerja merupakan pilihan dalam pengorganisasian kerja untuk
memaksimalkan produktivitas kerja sebagai pemenuhan tuntutan
pelanggan.
Pada saat ini sistem kerja shift sudah diaplikasikan secara luas pada
berbagai sektor baik industri manufaktur maupun industri jasa, seperti di
rumah sakit. Shift kerja berbeda dengan hari kerja biasa, dimana pada hari
kerja biasa, pekerjaan dikerjakan secara teratur pada waktu yang telah
ditentukan sebelumnya, sedangkan shift kerja dapat dilakukan lebih dari
satu kali untuk memenuhi jadwal 24 jam/hari (Joko dkk., 2012). Shift
kerja perawat dirumah sakit yang ada di Indonesia secara umum terdiri
dari tiga shift yaitu: shift pagi bekerja mulai pukul 7.30 s/d 14.00, WIB,
shift sore bekerja mulai pukul 14.00 s/d 20.30, WIB, dan shift malam
bekerja mulai pukul 20.30 s/d 7.30, WIB.
Caruso (2013) melakukan penelitian tentang dampak negatif dari
kerja shift pada perawat. Kerja shift dan jam kerja yang lama (lebih dari
12,5 jam per hari dan 40 jam per minggu) meningkatkan resiko durasi
tidur yang pendek dan gangguan tidur. Sebanyak 32% perawat melaporkan
mereka tidak mendapatkan waktu yang cukup untuk tidur. Selain itu, kerja
shift dan waktu kerja yang lama meningkatkan resiko penurunan kinerja di
tempat kerja, kecelakaan, obesitas, kelelahan akibat kerja, dan berbagai
macam penyakit kronis. Jadi, strategi utama untuk mengurangi resiko
tersebut dengan membuat tidur menjadi prioritas dalam sistem kerja untuk
mengatur pekerjaan dan kehidupan pribadi perawat.
Masalah utama dari bekerja shift adalah mengalami gangguan
tidur. Gangguan tidur terjadi akibat dari pola tidur yang tidak beraturan
yang dilakukan oleh setiap orang yang bekerja menggunakan sistem shift.
Terkhususnya perawat yang mungkin saja menjalani jadwal shift dari awal
kerja sampai pensiun dengan jadwal shift rotasi yang sering berganti
jadwal dengan rutinitas pekerjaan yang berbeda dan waktu kerja yang
tidak tepat, tidak menutup kemungkinan bisa mengalami gangguan tidur
sehingga dapat mempengaruhi kualitas tidur (Sallinen dan Kecklund,
2010).

B. TUJUAN
1. Tujuan Umum
Meningkatkan pengetahuan mahasiswa keperawatan tentang Napping
2. Tujuan Khusus
a. Meningkatkan pengetahuan mahasiswa keperawatan tentang
defenisi Napping.
b. Meningkatkan pengetahuan mahasiswa keperawatan tentang
manfaat Napping.
c. Mahasiswa keperawatan mampu mengaplikasikan Napping dalam
praktik keperawatan
BAB II
PEMBAHASAN

A. PERBEDAAN NAPPING DAN SLEEPING


Sleeping dan Napping jika diterjemahkan dalam bahasa indonesia
artinya sama yaitu "Tidur". Namun ada perbedaan mendasar, dimana sleeping
diartikan tidur lama dan dalam, sedangkan napping adalah tidur sesaat. Jika
seseorang tidur jam 23.00 dan bangun jam 04.00 maka itu dikatakan sleeping.
Sedangkan napping artinya "tidur tidur -ayam" orang jawa bilang "Ngliyep
Sediluk”. orang sunda bilang “Peureum Salessan”(Asih, 2017).

B. TIDUR
1. Pengertian Tidur
Tidur adalah proses yang diperlukan manusia untuk pembentukan
sel-sel tubuh yang baru, perbaikan sel-sel tubuh yang rusak (natural
healing mechanism), memberi waktu organ tubuh untuk istirahat maupun
untuk menjaga keseimbangan metabolisme dan biokimia tubuh (Mass,
2002). Tidur adalah suatu irama fisiologis normal dan kompleks yang
melibatkan keadaan kesadaran yang berubah darimana individu dapat
terangsang oleh rangsangan yang tepat (Berger & Williams, 1992). Tidur
adalah proses yang berfungsi untuk memulihkan energi dan
kesejahteraan (Potter & Perry, 2005).
2. Tujuan Tidur
Tidak diketahui secara jelas dan pasti tujuan dari tidur, tetapi
diyakini bahwa tidur dapat menyumbang pemulihan fisiologis dan
psikologis (Potter dan Perry, 2005). Tidur berfungsi untuk menjaga
keseimbangan mental, emosional, kesehatan, mengurangi stres pada paru,
kardiovaskuler, endokrin dan lain-lain (Hidayat, 2006). Secara umum
terdapat dua efek fisiologis dari tidur: pertama, efek pada sistem saraf
yang diperkirakan dapat memulihkan kepekaan normal dan
keseimbangan diantara berbagai susunan saraf; dan kedua, efek pada
struktur tubuh dengan memulihkan kesegaran dan fungsi dalam organ
tubuh karena selama tidur terjadi penurunan, (Hidayat, 2006).
3. Jenis-jenis tidur
a. Tidur NREM (non rapid eye movement) merupakan jenis tidur yang
disebabkan oleh menurunnya kegiatan dalam sistem pengaktivasi
retikularis, disebut dengan tidur gelombang lambat (slow wape
sleep) karena gelombang otak bergerak sangat lambat (Hidayat,
2006). Tidur NREM juga diartikan sebagai periode tidur dimana
tidak ada gerakan mata yang dapat diamati (Berger & Williams,
1992).
b. Tidur REM (rapid eye movement) merupakan jenis tidur yang
disebabkan oleh penyaluran abnormal dari isyarat-isyarat dalam otak
meskipun otak mungkin tidak tertekan secara berarti (Hidayat,
2006). Tidur REM juga diartikan sebagai periode dimana ada
gerakan mata dapat diamati dan kelopak mata ada kedutan (Berger &
Williams, 1992). Menurut Hidayat (2006), tidur NREM mempunyai
4 tahapan yang maasing-masing tahap ditandai dengan pola
gelombang otak:
a) Tahap I merupakan tahapan transisi, berlangsung selama 5 menit
yang mana seseorang beralih dari sadar menjadi tidur. Seseorang
menjadi kabur dan rileks, mata bergerak ke kanan dan ke kiri,
kecepatan jantung dan pernafasan turun secara jelas. Gelombang
alpa sewaktu seseorang masih sadar dibantu dengan gelombang
beta yang lambat. Seseorang yang tidur pada tahap pertama
dapat dibangunkan dengan mudah.
b) Tahap II merupakan tahap tidur ringan dan proses tubuh terus
menurun. Mata masih bergerak-gerak kecepatan jantung dan
pernapasan turun dengan jelas, suhu tubuh dan metabolisme
menurun. Tahap kedua berlangsung pendek dan berakhir dalam
waktu 10-15 menit.
c) Tahap III terjadi perubahan kecepatan jantung dan pernapasan
serta proses tubuh berlanjut mengalami penurunan akibat
dominasi sistem saraf parasimpatis. Seseorang lebih sulit
dibangunkan. Gelombang otak menjadi teratur dan terdapat
penambahan gelombang delta yang lambat.
d) Tahap IV merupakan tahap tidur dalam yang ditandai dengan
redominasi gelombang delta yang melambat. Kecepatan jantung
dan pernapasan turun. Selama tidur seseorang mengalami 4
sampai 6 kali siklus tidur dalam waktu 7 sampai 8 jam. Siklus
tidur sebagian besar merupakan tidur NREM dan berakhir
dengan tidur REM.
4. Faktor-faktor yang mempengaruhi tidur
Kuantitas dan kualitas tidur dipengaruhi oleh beberapa faktor. Kualitas
tersebut dapat menunjukkan adanya kemampuan individu untuk tidur dan
memperoleh jumlah istirahat sesuai dengan kebutuhannya (Potter dan
Perry, 1992). Menurut Bellack & Edlund (1992), faktor yang
berhubungan dengan gangguan pola tidur adalah perubahan sensori;
internal (penyakit dan stress psikologi); eksternal (perubahan lingkungan
dan isyarat sosial). Menurut Potter dan Perry (1992), faktor yang dapat
mempengaruhi tidur adalah:
a) Penyakit
Sakit dapat mempengaruhi kebutuhan tidur seseorang. Saat sakit
menjadikan sesorang kurang tidur bahkan tidak bisa tidur. Banyak
penyakit yang mempengaruhi kebutuhan tidur seseorang.
b) Latihan dan Kelelahan
Pada orang yang yang melakukan aktivitas berlebihan dan kelelahan
membutuhkan banyak tidur untuk menjaga keseimbangan energi
yang telah dikeluarkan. Orang tersebut lebih cepat tidur karena tahap
tidur gelombang lambatnya diperpendek.
c) Stres Psikologis
Kondisi psikologis dapat terjadi pada orang akibat ketegangan jiwa.
Hal tersebut terlihat ketika seseorang yang memiliki masalah
psikologis mengalami kegelisahan sehingga sulit untuk tidur. Karena
stress emosional, klien menunjukkan penundaan untuk tidur,
sedikitnya tidur REM, frekuensi terbangun meningkat, peningkatan
total untuk tidur, merasa kekurangan tidur dan cepat bangun.
d) Obat
Beberapa jenis obat yang dapat mempengaruhi proses tidur adalah
jenis golongan obat diuretik yang menyebabkan seseorang insomnia,
antidepresan dapat menekan REM, kafein dapat meningkatkan saraf
simpatis yang menyebabkan kesulitan untuk tidur, dan lain-lain.
e) Nutrisi
Terpenuhinya kebutuhan nutrisi yang cukup dapat mempercepat
proses tidur. Protein yang tinggi dapat mempercepat terjadinya
proses tidur, karena adanya tryptophan yang merupakan asam amino
dari protein yang dicerna. Demikian sebaliknya, kebutuhan gizi yang
kurang dapat juga mempengaruhi proses tidur, bahkan terkadang
sulit untuk tidur.
f) Lingkungan
Keadaan lingkungan yang aman dan nyaman bagi seseorang dapat
mempercepat terjadinya proses tidur. Lingkungan menjadi penyebab
yang signifikan untuk mampu memulai dan mempertahankan tidur.
g) Motivasi
Motivasi merupakan suatu dorongan atau keinginan seseorang untuk
tidur, yang dapat mempengaruhi proses tidur. Selain itu, adanya
keinginan untuk menahan tidak tidur dapat menimbulkan gangguan
proses tidur.

C. NAPPING (TIDUR SESAAT)


Tidur sesaat atau istilahnya napping adalah saat istirahat pada dinas
malam yang dapat meningkatkan kesehatan perawat. Istirahat dapat
membantu meningkatkan energi, suasana hati, dan kecermatan bagi perawat.
Dalam melakukan napping seorang perawat harus mengatur waktu dengan
rekan jaga agar bergantian, lokasi napping dekat dengan lokasi pasien, dan
mendelegasikan pekerjaan kepada rekan jaga (Elly Nurachmah). Durasi
napping antara 2 menit hingga 30 menit, namun untuk napping paling ideal
selama 20 menit (Asih, 2017).
Secara spesifik belum ada regulasi yang mengatur waktu kerja bagi
perawat. Selama ini perawat bekerja sesuail regulasi yang diatur dalam
Undang-Undang No 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Undang-
undang tersebut juga berlaku untuk tenaga kesehatan yang bekerja dirumah
sakit. Kebijakan napping di Indonesia belum berkembang dengan baik.
Kementrian Tenaga Kerja telah mengatur jam kerja, jam istirahat, dan jam
lembur namun untuk pengaturan shift perawat belum diatur. Istilah napping
sendiri masih asing dan belum diatur sehingga belum terdapat peraturan
rujukan tentang napping. Dalam Pasal 79 Undang-Undang Nomor 13
Tentang Ketenagakerjaa menjelaskan bahwa;
1) Pengusaha wajib memberi waktu istirahat dan cuti kepada pekerja/buruh.
2) Waktu istirahat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi :
a. Istirahat antara jam kerja, sekurang kurangnya setengah jam setelah
bekerja selama 4(empat) jam terus menerus dan waktu istirahat
tersebut tidak termasuk jam kerja;
b. Istirahat mingguan 1 (satu) hari untuk 6 (enam) hari kerja dalam 1
(satu) minggu atau 2 (dua) hari untuk 5 (lima) hari kerja dalam 1
(satu) minggu;
Manfaat Napping:
1) Meningkatkan kewaspadaan,
2) Menurunkan kelelahan,
3) Mengurangi dampak dari gangguan tidur akibat tugas shift malam,
4) Meningkatkan memori otot, sehingga otak akan bekerja dengan lebih
cepat dan akurat,
5) Power nap membuat otak membuang informasi tidak penting yang
tersimpan di dalam ingatan jangka pendek.
6) Meningkatkan kesehatan jantungèmengurangi stres,
7) Meningkatkan memori dan memiliki daya konsentrasi yang lebih bagus,
8) Membuat mood menjadi lebih baik,
9) Meningkatkan kinerja,
10) Meningkatkan kualitas hubungan, mengurangi marah dan juga
mengurangi kelelahan, memiliki dampak positif pada kualitas percakapan
dengan orang menyebabkan peningkatan interaksi sosial dan hubungan.
Strategi dalam Napping:
1) Menemukan tempat yang baik untuk tidur sesaat.
Agar tidur sesaat efektif, perlu menemukan tempat untuk tidur sesaat
yang tidak akan diganggu oleh orang lain.
2) Pilihlah ruang yang gelap.
Dalam kondisi gelap, maka akan tertidur lebih cepat. Jika tidak dapat
menemukan ruang gelap, kenakan masker tidur atau setidaknya kacamata
untuk menciptakan sedikit kondisi gelap bagi diri.
3) Pastikan bahwa ruang tidak terlalu panas atau dingin dengan
memperhatikan sistem Ventilasi, menggunakan AC/ Kipas angin yang
senyaman mungkin.
Durasi Power Nap berada diantara 10-30 menit. Untuk menentukan lama
tidur sesaat (Napping) dilakukan dengan cara:
1) Nano Nap; tidurlah selama dua hingga lima menit. Jika tidak memiliki
banyak waktu tidur dapat membantu mengurangi rasa kantuk.
2) Mini Nap; tidurlah selama lima hingga dua puluh menit. Tidur selama
lima hingga dua puluh menit bagus agar diri tetap terjaga, dan juga
meningkatkan stamina dan performa motorik.
3) Power Nap; tidurlah selama dua puluh menit. Tidur selama dua puluh
menit merupakan yang paling ideal bagi kebanyakan orang.
4) Lazy Man's Nap; tidurlah selama lima puluh hingga sembilan puluh
menit memungkinkan untuk mencapai tidur REM gelombang lambat
(yang juga dikenal sebagai tidur nyenyak).
Solusi untuk napping di Indonesia adalah dengan mempromosikan
strategi napping di tempat kerja, perlu untuk membangun kebijakan baru.
Metode partisipatif untuk perbaikan kondisi kerja telah berkembang di
seluruh dunia. Karakteristik kegiatannya adalah dengan menggunakan daftar
tindakan dan kerja kelompok, dan meningkatkan motivasi untuk memperbaiki
kondisi kerja antara pekerja dan manajer. Melalui kegiatan tersebut, strategi
napping akan menyebar lebih banyak diterapkan di tempat kerja dan berperan
sebagai salah satu alat efektif untuk memperbaiki kondisi kerja, kinerja kerja
dan keselamatan di kerja (Takeyama H, Kubo T, Itani T, 2005).
Penelitian yang dilakukan oleh Smith-Coggins R, et al (2006)
menyebutkan bahwa perawat dan dokter yang melakukan napping pada saat
bekerja malam hari mengalami peningkatan kinerja dan keletihan yang
berkurang pada akhir pekan. Selain itu juga membuat kantuk berkurang saat
pergantian shif bekerja. Penelitian lain yang dilakukan oleh Oriyama,
Miyakoshi, dan Kobayashi (2014) menyatakan bahwa telah menguji efek
tidur napping 2x 15 menit pada perawat yang bekerja pada malam hari dalam
sistem 3 shift. Dari 15 perawat dibagi menjadi 8 orang melakukan napping
dan 7 orang tidak melakukan napping saat bekerja malam. Hasilnya dari
kedua subyek tersebut terdapat bahwa kantuk dan kelelahan keduanya
meningkat pada pukul 04.00 dan 05.00 tanpa ada perbedaan yang berarti.
Namun dengan napping selama 2 kali 15 menit dapat, mengurangi
ketegangan secara efektif dan mencegah peningkatan hate rate.
Napping juga dibutuhkan oleh tenaga kesehatan dengan metode 2
shift dimana beban kerja yang ditanggung lebih berat. Penelitian yang
dilakukan oleh Smith-Coggins R, et al (2006) di Amerika Serikat pada
perawat yang mendapat dinas malam 12 jam menyebutkan bahwa terdapat
perbedaan kinerja kognitif dan psikomotor pada perawat yang melakukan
napping dan tidak. Perawat melakukan napping selama 40 menit pada pukul 3
pagi. Pukul 3 pagi dianggap sebagai puncak dari rasa kantuk dan lelah
perawat yang jaga malam.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa rumah sakit membuka
layanan kesehatan selama 24 jam penuh. Hal tersebut membuat pelaksanaan
pelayanan rumah sakit menggunakan metode shift dimana dalam satu hari
terdapat 2 atau 3 shift. Metode shift ini membuat perawat memiliki jadwal
kerja malam hari. Pada malam hari perawat bekerja kurang waspada dan lebih
cenderung berjuang untuk tetap terjaga. Terdapat beberapa konsekuensi yang
diterima ketika bekerja pada malam hari yaitu akan kurang tidur yang
mengakibatkan kantuk meningkat dan jangka panjang akan menimbulkan
kelelahan, serta kurang tidur malam akan berpengaruh terhadap kualitas
pelayanan pasien menurun. Selain itu juga berdampak pada kondisi
kardiovaskuler dan meningkatkan potensi resiko jantung koroner.
BAB III
KESIMPULAN

Perawat merupakan tenaga kesehatan terbanyak dari tenaga kesehatan lain


yang ada di rmmh sakit. Pengaturan jam kerjanya dibagi berdasarkan sift kerja.
Shift kerja mempunyai beberapa efek negatif terhadap pekerja yaitu efek fisiologis
berkurangnya waktu tidur, kapasitas fisik yang menurun akibatnya perasaan
mengantuk dan lelah, menurunnya nafsu makan dan gangguan pencernaan.
Masalah utama dari bekerja shift adalah mengalami gangguan tidur.
Masalah tidur yang paling banyak dialami oleh perawat adalah insomnia.
Perawat melakukan koping adaptif yaitu mematikan lampu sebelum tidur dan
melakukan koping maladaptif yaitu menonton televisi di tempat tidur saat
menghadapi masalah tidur. Pihak manajemen RS perlu memberikan pendidikan
kesehatan tentang mekanisme koping dan cara mengatur pola tidur yang baik bagi
perawat. Pihak rumah sakit diharapkan dapat melakukan modifikasi lingkungan
bagi perawat terutama untuk perawat yang bekerja pada shift malam. Pemeriksaan
kesehatan secara rutin perlu dilakukan pada seluruh perawat terutama yang bekerja
secara shift.
Solusi untuk napping di Indonesia adalah dengan mempromosikan strategi
napping di tempat kerja, perlu untuk membangun kebijakan baru. Metode
partisipatif untuk perbaikan kondisi kerja telah berkembang di seluruh dunia.
Karakteristik kegiatannya adalah dengan menggunakan daftar tindakan dan kerja
kelompok, dan meningkatkan motivasi untuk memperbaiki kondisi kerja antara
pekerja dan manajer. Melalui kegiatan tersebut, strategi napping akan menyebar
lebih banyak diterapkan di tempat kerja dan berperan sebagai salah satu alat efektif
untuk memperbaiki kondisi kerja, kinerja kerja dan keselamatan di kerja.
DAFTAR PUSTAKA

Asih, S. (2017). Kajian isu kebijakan napping tenaga kesehatan dan kaitannya
dengan keselamatan pasien. Kepala Bagian Sumber Daya Manusia RSUP
Fatmawati.
Bellack,J.P and Edlund, B.J (1992). Nursing assessment and diagnosis, 2nd, Jones
and Bartlett, London.
Berger KJ & Williams MB (1992). Fundamental of nursing: collaborating for
optimal health. USA: Apleton &Lange
Dian Kurniawati, Solikah (2012). Hubungan Kelelahan Kerja Dengan Kinerja
Perawat Di Bangsal Rawat Inap Rumah Sakit Islam Fatimah Kabupaten
Cilacap. Jurnal KesMas. Vol.6 No. 2. 162-232
Hidayat. A. A. A. (2006). Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia: Aplikasi Konsep
dan Proses Keperawatan.Jakarta. Salemba Medika.
Joko Susetyo, Titin Isna Oesman, Sigit Tri Sudharman, (2012). Pengaruh Sift
Kerja Terhadap Kelelahan Karyawan Dengan Metode Bourdon Dan 30
Items Of Rating Scale. Jurnal Teknologi, Vol.5, No.1. 32-39.
Nurachmah, E. Napping dalam keperawatan/ kesehatan. Departemen
Keperawatan Medikal Bedah. FKUI
Potter, P. A., & Perry, A. G. (2005). Fundamental keperawatan. Jakarta: Salemba
Medika
Smith-Coggins, R., Howard, S.K., Mac, D.T., Wang, C., Kwan, S.,
Rosenkind M.R, et al. (2006). Improving alertness and performance in
emergency department physicians and nurses: the use of planned naps.
Ann Emerg Med. 48 (5). 596-604.
Takeyama, H., Kubo, T., dan Itani, T. (2005). The Nighttime Nap Strategies for
Improving Night Shift Work in Workplace. Industrial Health. 24-29.
Undang- Undang No 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
Oriyama, S., Miyakoshi, Y., dan Kobayashi, T. (2014). Effects of Two 15-min
Naps on the Subjective Sleepiness, Fatigue and Heart Rate Variability of
Night Shift Nurses. Industrial Health. 25-35.

Anda mungkin juga menyukai