“NAPPING“
Oleh:
Kelompok VIII
A. LATAR BELAKANG
Tenaga kesehatan di rumah sakit sangat bervariasi baik dari segi
jenis maupun jumlahnya. Tenaga kesehatan rumah sakit yang terbanyak
adalah perawat yang berjumlah sekitar 60% dari tenaga kesehatan yang
ada di rumah sakit. Perawat merupakan salah satu tenaga kesehatan yang
selalu ada di setiap rumah sakit dan merupakan ujung tombak pelayanan
kesehatan rumah sakit. Pekerjaan seorang perawat dalam memberikan
pelayanan keperawatan tidak terlepas dari pengaturan jam kerja di suatu
rumah sakit yang lebih dikenal dengan istilah shift kerja (Dian & Solikhah,
2012). Shift kerja merupakan pilihan dalam pengorganisasian kerja untuk
memaksimalkan produktivitas kerja sebagai pemenuhan tuntutan
pelanggan.
Pada saat ini sistem kerja shift sudah diaplikasikan secara luas pada
berbagai sektor baik industri manufaktur maupun industri jasa, seperti di
rumah sakit. Shift kerja berbeda dengan hari kerja biasa, dimana pada hari
kerja biasa, pekerjaan dikerjakan secara teratur pada waktu yang telah
ditentukan sebelumnya, sedangkan shift kerja dapat dilakukan lebih dari
satu kali untuk memenuhi jadwal 24 jam/hari (Joko dkk., 2012). Shift
kerja perawat dirumah sakit yang ada di Indonesia secara umum terdiri
dari tiga shift yaitu: shift pagi bekerja mulai pukul 7.30 s/d 14.00, WIB,
shift sore bekerja mulai pukul 14.00 s/d 20.30, WIB, dan shift malam
bekerja mulai pukul 20.30 s/d 7.30, WIB.
Caruso (2013) melakukan penelitian tentang dampak negatif dari
kerja shift pada perawat. Kerja shift dan jam kerja yang lama (lebih dari
12,5 jam per hari dan 40 jam per minggu) meningkatkan resiko durasi
tidur yang pendek dan gangguan tidur. Sebanyak 32% perawat melaporkan
mereka tidak mendapatkan waktu yang cukup untuk tidur. Selain itu, kerja
shift dan waktu kerja yang lama meningkatkan resiko penurunan kinerja di
tempat kerja, kecelakaan, obesitas, kelelahan akibat kerja, dan berbagai
macam penyakit kronis. Jadi, strategi utama untuk mengurangi resiko
tersebut dengan membuat tidur menjadi prioritas dalam sistem kerja untuk
mengatur pekerjaan dan kehidupan pribadi perawat.
Masalah utama dari bekerja shift adalah mengalami gangguan
tidur. Gangguan tidur terjadi akibat dari pola tidur yang tidak beraturan
yang dilakukan oleh setiap orang yang bekerja menggunakan sistem shift.
Terkhususnya perawat yang mungkin saja menjalani jadwal shift dari awal
kerja sampai pensiun dengan jadwal shift rotasi yang sering berganti
jadwal dengan rutinitas pekerjaan yang berbeda dan waktu kerja yang
tidak tepat, tidak menutup kemungkinan bisa mengalami gangguan tidur
sehingga dapat mempengaruhi kualitas tidur (Sallinen dan Kecklund,
2010).
B. TUJUAN
1. Tujuan Umum
Meningkatkan pengetahuan mahasiswa keperawatan tentang Napping
2. Tujuan Khusus
a. Meningkatkan pengetahuan mahasiswa keperawatan tentang
defenisi Napping.
b. Meningkatkan pengetahuan mahasiswa keperawatan tentang
manfaat Napping.
c. Mahasiswa keperawatan mampu mengaplikasikan Napping dalam
praktik keperawatan
BAB II
PEMBAHASAN
B. TIDUR
1. Pengertian Tidur
Tidur adalah proses yang diperlukan manusia untuk pembentukan
sel-sel tubuh yang baru, perbaikan sel-sel tubuh yang rusak (natural
healing mechanism), memberi waktu organ tubuh untuk istirahat maupun
untuk menjaga keseimbangan metabolisme dan biokimia tubuh (Mass,
2002). Tidur adalah suatu irama fisiologis normal dan kompleks yang
melibatkan keadaan kesadaran yang berubah darimana individu dapat
terangsang oleh rangsangan yang tepat (Berger & Williams, 1992). Tidur
adalah proses yang berfungsi untuk memulihkan energi dan
kesejahteraan (Potter & Perry, 2005).
2. Tujuan Tidur
Tidak diketahui secara jelas dan pasti tujuan dari tidur, tetapi
diyakini bahwa tidur dapat menyumbang pemulihan fisiologis dan
psikologis (Potter dan Perry, 2005). Tidur berfungsi untuk menjaga
keseimbangan mental, emosional, kesehatan, mengurangi stres pada paru,
kardiovaskuler, endokrin dan lain-lain (Hidayat, 2006). Secara umum
terdapat dua efek fisiologis dari tidur: pertama, efek pada sistem saraf
yang diperkirakan dapat memulihkan kepekaan normal dan
keseimbangan diantara berbagai susunan saraf; dan kedua, efek pada
struktur tubuh dengan memulihkan kesegaran dan fungsi dalam organ
tubuh karena selama tidur terjadi penurunan, (Hidayat, 2006).
3. Jenis-jenis tidur
a. Tidur NREM (non rapid eye movement) merupakan jenis tidur yang
disebabkan oleh menurunnya kegiatan dalam sistem pengaktivasi
retikularis, disebut dengan tidur gelombang lambat (slow wape
sleep) karena gelombang otak bergerak sangat lambat (Hidayat,
2006). Tidur NREM juga diartikan sebagai periode tidur dimana
tidak ada gerakan mata yang dapat diamati (Berger & Williams,
1992).
b. Tidur REM (rapid eye movement) merupakan jenis tidur yang
disebabkan oleh penyaluran abnormal dari isyarat-isyarat dalam otak
meskipun otak mungkin tidak tertekan secara berarti (Hidayat,
2006). Tidur REM juga diartikan sebagai periode dimana ada
gerakan mata dapat diamati dan kelopak mata ada kedutan (Berger &
Williams, 1992). Menurut Hidayat (2006), tidur NREM mempunyai
4 tahapan yang maasing-masing tahap ditandai dengan pola
gelombang otak:
a) Tahap I merupakan tahapan transisi, berlangsung selama 5 menit
yang mana seseorang beralih dari sadar menjadi tidur. Seseorang
menjadi kabur dan rileks, mata bergerak ke kanan dan ke kiri,
kecepatan jantung dan pernafasan turun secara jelas. Gelombang
alpa sewaktu seseorang masih sadar dibantu dengan gelombang
beta yang lambat. Seseorang yang tidur pada tahap pertama
dapat dibangunkan dengan mudah.
b) Tahap II merupakan tahap tidur ringan dan proses tubuh terus
menurun. Mata masih bergerak-gerak kecepatan jantung dan
pernapasan turun dengan jelas, suhu tubuh dan metabolisme
menurun. Tahap kedua berlangsung pendek dan berakhir dalam
waktu 10-15 menit.
c) Tahap III terjadi perubahan kecepatan jantung dan pernapasan
serta proses tubuh berlanjut mengalami penurunan akibat
dominasi sistem saraf parasimpatis. Seseorang lebih sulit
dibangunkan. Gelombang otak menjadi teratur dan terdapat
penambahan gelombang delta yang lambat.
d) Tahap IV merupakan tahap tidur dalam yang ditandai dengan
redominasi gelombang delta yang melambat. Kecepatan jantung
dan pernapasan turun. Selama tidur seseorang mengalami 4
sampai 6 kali siklus tidur dalam waktu 7 sampai 8 jam. Siklus
tidur sebagian besar merupakan tidur NREM dan berakhir
dengan tidur REM.
4. Faktor-faktor yang mempengaruhi tidur
Kuantitas dan kualitas tidur dipengaruhi oleh beberapa faktor. Kualitas
tersebut dapat menunjukkan adanya kemampuan individu untuk tidur dan
memperoleh jumlah istirahat sesuai dengan kebutuhannya (Potter dan
Perry, 1992). Menurut Bellack & Edlund (1992), faktor yang
berhubungan dengan gangguan pola tidur adalah perubahan sensori;
internal (penyakit dan stress psikologi); eksternal (perubahan lingkungan
dan isyarat sosial). Menurut Potter dan Perry (1992), faktor yang dapat
mempengaruhi tidur adalah:
a) Penyakit
Sakit dapat mempengaruhi kebutuhan tidur seseorang. Saat sakit
menjadikan sesorang kurang tidur bahkan tidak bisa tidur. Banyak
penyakit yang mempengaruhi kebutuhan tidur seseorang.
b) Latihan dan Kelelahan
Pada orang yang yang melakukan aktivitas berlebihan dan kelelahan
membutuhkan banyak tidur untuk menjaga keseimbangan energi
yang telah dikeluarkan. Orang tersebut lebih cepat tidur karena tahap
tidur gelombang lambatnya diperpendek.
c) Stres Psikologis
Kondisi psikologis dapat terjadi pada orang akibat ketegangan jiwa.
Hal tersebut terlihat ketika seseorang yang memiliki masalah
psikologis mengalami kegelisahan sehingga sulit untuk tidur. Karena
stress emosional, klien menunjukkan penundaan untuk tidur,
sedikitnya tidur REM, frekuensi terbangun meningkat, peningkatan
total untuk tidur, merasa kekurangan tidur dan cepat bangun.
d) Obat
Beberapa jenis obat yang dapat mempengaruhi proses tidur adalah
jenis golongan obat diuretik yang menyebabkan seseorang insomnia,
antidepresan dapat menekan REM, kafein dapat meningkatkan saraf
simpatis yang menyebabkan kesulitan untuk tidur, dan lain-lain.
e) Nutrisi
Terpenuhinya kebutuhan nutrisi yang cukup dapat mempercepat
proses tidur. Protein yang tinggi dapat mempercepat terjadinya
proses tidur, karena adanya tryptophan yang merupakan asam amino
dari protein yang dicerna. Demikian sebaliknya, kebutuhan gizi yang
kurang dapat juga mempengaruhi proses tidur, bahkan terkadang
sulit untuk tidur.
f) Lingkungan
Keadaan lingkungan yang aman dan nyaman bagi seseorang dapat
mempercepat terjadinya proses tidur. Lingkungan menjadi penyebab
yang signifikan untuk mampu memulai dan mempertahankan tidur.
g) Motivasi
Motivasi merupakan suatu dorongan atau keinginan seseorang untuk
tidur, yang dapat mempengaruhi proses tidur. Selain itu, adanya
keinginan untuk menahan tidak tidur dapat menimbulkan gangguan
proses tidur.
Asih, S. (2017). Kajian isu kebijakan napping tenaga kesehatan dan kaitannya
dengan keselamatan pasien. Kepala Bagian Sumber Daya Manusia RSUP
Fatmawati.
Bellack,J.P and Edlund, B.J (1992). Nursing assessment and diagnosis, 2nd, Jones
and Bartlett, London.
Berger KJ & Williams MB (1992). Fundamental of nursing: collaborating for
optimal health. USA: Apleton &Lange
Dian Kurniawati, Solikah (2012). Hubungan Kelelahan Kerja Dengan Kinerja
Perawat Di Bangsal Rawat Inap Rumah Sakit Islam Fatimah Kabupaten
Cilacap. Jurnal KesMas. Vol.6 No. 2. 162-232
Hidayat. A. A. A. (2006). Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia: Aplikasi Konsep
dan Proses Keperawatan.Jakarta. Salemba Medika.
Joko Susetyo, Titin Isna Oesman, Sigit Tri Sudharman, (2012). Pengaruh Sift
Kerja Terhadap Kelelahan Karyawan Dengan Metode Bourdon Dan 30
Items Of Rating Scale. Jurnal Teknologi, Vol.5, No.1. 32-39.
Nurachmah, E. Napping dalam keperawatan/ kesehatan. Departemen
Keperawatan Medikal Bedah. FKUI
Potter, P. A., & Perry, A. G. (2005). Fundamental keperawatan. Jakarta: Salemba
Medika
Smith-Coggins, R., Howard, S.K., Mac, D.T., Wang, C., Kwan, S.,
Rosenkind M.R, et al. (2006). Improving alertness and performance in
emergency department physicians and nurses: the use of planned naps.
Ann Emerg Med. 48 (5). 596-604.
Takeyama, H., Kubo, T., dan Itani, T. (2005). The Nighttime Nap Strategies for
Improving Night Shift Work in Workplace. Industrial Health. 24-29.
Undang- Undang No 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
Oriyama, S., Miyakoshi, Y., dan Kobayashi, T. (2014). Effects of Two 15-min
Naps on the Subjective Sleepiness, Fatigue and Heart Rate Variability of
Night Shift Nurses. Industrial Health. 25-35.