Anda di halaman 1dari 18

MANAJEMEN KEPERAWATAN 2

Dosen Mata Kuliah :


Devi Nurmalia, S.Kep., Ners, M.Kep

Disusun oleh:
Rusmin Nuryadin Bala NIM. 22020122183192
Winda Atika NIM. 22020122183193
Munawaroh NIM. 22020122183183
Yufrina Mau Saly NIM. 22020122183200

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS DIPONEGORO TAHUN
TAHUN 2023
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Sehat merupakan suatu keadaan yang sempurna baik fisik, mental maupun sosial, tidak
hanya terbebas dari penyakit atau kelemahan/cacat. Sehat maupun sakit dalam
pelayanan kesehatan tidak terlepas dari tenaga kesehatan, dimana terdapat bermacam-
macam tenaga kesehatan yang telah bekerja sesuai dengan tugas dan fungsi masing-
masing. Jumlah tenaga kesehatan di Indonesia sebanyak 2.287.142 orang pada 2021.
Dari jumlah tersebut, perawat menjadi tenaga kesehatan yang paling banyak,
yakni 511.191 orang dan tersebar diseluruh fasilitas kesehatan milik pemerintah
maupun swasta. Seorang perawat melakukan tugas dan fungsinya dalam memberikan
tindakan asuhan keperawatan harus rela melaksanakan kerja secara shift, meskipun hal
ini dapat menyebabkan gangguan tidur pada perawat itu sendiri. (Saftarina & Hasanah,
2013). Shift kerja merupakan pilihan dalam pengorganisasi kerja untuk memaksimalkan
produktivitas kerja sebagai pemenuhan tuntutan pelanggan.
Perawat senantiasa berperan serta dalam peningkatan ilmu pengetahuan dan
penyesuaian tatalaksana kebutuhan dasar pasien dimasa pandemi. Adanya pandemi
Covid-19 menggambarkan terjadi peningkatan kasus diseluruh dunia, yang berdampak
pada peningkatan beban kerja (57,3%) sehingga menurunkan kualitas tidur dan istrahat
perawat. (Forsyth dkk, 2018)
Tidur merupakan salah satu kebutuhan primer yang menjadi syarat dasar bagi
kelangsungan hidup manusia. Gangguan tidur dapat menimbulkan beberapa efek pada
manusia. Salah satu hal yang menjadi perhatian adalah 60-80% pekerja dengan system
kerja shift mengalami gangguan kualitas tidur. Hal ini mengakibatkan penurunan
produktivitas kerja dan dapat menyebabkan kecelakaan. (Ricky R. T. A. Thayeb dkk,
2015).
Kerja shift dan jam kerja yang lama (lebih dari 12,5 jam per hari dan 40 jam per
minggu), diketahui dapat meningkatkan resiko durasi tidur yang pendek dan gangguan
tidur. Waktu tidur yang tidak cukup didapat dilaporkan perawat sebanyak 32 % dan
waktu kerja yang lama meningkatkan resiko penurunan kinerja di tempat kerja,
obesitas, kelelahan akibat kerja, kecelakan di tempat kerja maupun di perjalanan dan
berbagai macam kronis.
Masalah tidur saat ini menjadi isu yang penting di masyarakat terutama bagi perawat,
masalah utama perawat mengalami gangguan pola tidur, dimana gangguan tidur terjadi
akibat dari pola tidur yang tidak beraturan mempengaruhi kulaitas tidur yang
berpengaruh pada mutu pelayanan dan kinerja kerja dari perawat.

B. PERUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang tersebut, mahasiswa mengetahui efektifitas dari kebutuhan
tidur (Napping) bagi perawat sebagai pemberi tindakan asuhan keperawatan

C. TUJUAN
Mahasiswa mengetahui gambaran kebutuhan tidur (Napping) dan manfaat bagi perawat
BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Pengertian Napping

1. Tidur (Sleeping)
Tidur adalah proses yang diperlukan manusia untuk membantu dalam
pembentukan sel-sel tubuh yang baru, sel-sel tubuh yang rusak mengalami
perbaikan (natural healing mechanism). Memberikan waktu istrahat bagi organ
tubuh untuk menjaga kesimbangan metabolism dan biokima tubuh. Tidur yang
kurang dan kualitas tidur yang tidak memadai memberikan dampak yang buruk
terhadap kinerja pekerjaan mereka, serta pada keselamatan pasien dan keselamatan
perawat itu sendiri (Potter & Perry, 2006 ; Mari & Kuntarti, 2014)
2. Tidur (Napping)
Tidur (Napping) adalah keadaan dimana mengistirahatkan fisik dan pikiran
manusia agar ketika bangun otak sudah siap untuk melakukan aktivitas dan
konsentrasi kembali bekerja sehingga dapat meningkatkan mutu pelayanan dan
kualitas kerja yang memadai. Hal ini dibuktikan melalui sebuah penelitian di
NASA yang menunjukkan bahwa tidur siang selama 30 menit dapat meningkatkan
kemampuan kognitif sekitar 40%. Tidur siang ternyata juga dapat menurunkan
hormon penyebab stres. Hal ini membuat orang yang tidur siang merasa lebih
rileks, segar, serta fokus. Tidur siang juga meningkatkan kemampuan motorik,
keberanian mengambil keputusan, serta semangat. Lebih dari itu, tidur siang
mampu menurunkan kemungkinan penyakit jantung dan stres sebesar 30%. (Nike
Sari Oktavia & Faridah BD, 2020)
Dari pernyataan diatas dapat disimpulkan bahwa Sleeping dan Napping
mempunyai arti yang sama yaitu “Tidur” namun terdapat perbedaan dari kedua
kata tersebut yaitu Sleeping merupakan tidur yang dalam (kualitas tidur yang baik)
sedangkan Napping adalah keadaan tidur singkat dengan durasi waktu 20-30 menit
untuk mengembalikan kesiapan tubuh dalam beraktivitas. Napping merupakan
salah satu kebutuhan dan kemampuan yang perlu dimiliki perawat. Kemampuan
untuk tidur sebentar (napped) dipengaruhi oleh tuntutan perawatan pasien dan
keamanan, kebutuhan staf, faktor organisasi, dan lingkungan. Napping selama
dinas malam penting untuk pemulihan kondisi biologis dan psikologis perawat.
Lamanya napping selama kerja tidak melebihi sepuluh jam per minggu.

B. Tujuan Napping
Adapun tujuan napping adalah sebagai berikut (Nurachmah, 2018) :
1. Meningkatkan energy, suasana hati, pembuatan keputusan dan kecermatan
2. Menyegarkan kembali fungsi tubuh
3. Menurunkan kecelakaan kerja
4. Menurunkan kemungkinan cedera untuk perawat mauoun pasien
5. Meningkatkan keselamatan perawat maupun pasien
6. Meningkatkan kualitas pelayanan yang diberikan
7. Mempertahankan kesehatan staf keperawatan
Menurut Takeyama H, Kubo T, Itani T (2005) menyebutkan bahwa napping adalah
tindakan efektif untuk mencegah efek samping akibat kerja shift malam. Napping
mendapat perhatian sebagai metode untuk mengurangi kelelahan fisik perawat shift
malam dan mengurangi rasa kantuk mereka. Selain itu, napping juga dianggap
mengurangi beban pada shift malam karena membantu mengurangi terganggunya
irama tidur. Penelitian telah menunjukkan bahwa dengan melakukan napping dapat
menekan kantuk yang meningkat, meningkatkan kewaspadaan, dan mencegah
gangguan ritme sirkadian.
C. Perbedaan Tidur dan Napping
Perbedaan
Uraian Tidur Napping

Pengertian Urutan siklus berulang dalam Tidur singkat saat shift malam
tubuh tanpa kesadaran yang untuk meningkatkan kesadaran
penuh ketenangan untuk perawat dan keselamatan pasien
mempertahankan kesehatan dan (Pakieser-Reed, 2013)
kesejahteraan fungsi tubuh
(Tarwanto & Wartonah, 2006)
Durasi 7-9 jam (Waringin,2018) 30-90 menit (pakieser-Reed,
2013)
Objek Semua orang Tenaga kerja

Tempat Di mana saja (nyaman) Di tempat bekerja (khusus)

Waktu Kapan saja Dibatasi sesuai peraturan


yang berlaku

D. Jenis-Jenis Tidur
1. Tidur NREM (Non Rapid Eye Movement) merupakan jenis tidur yang disebabkan
oleh menurunnya kegiatan dalam system pengaktivasi retikularis, disebut dengan
tidur gelombang lambat (Slow Wape Sleep) karena gelombang otak bergerak
sangat lambat. Tidur NREM juga diartikan sebagai periode tidur dimana tidak ada
Gerakan mata yang dapat diamati (Berger dan Williams, 1992).
2. Tidur REM (Rapid Eye Movement) merupakan jenis tidur yang disebabkan oleh
penyaluran abnormal dari isyarat-isyarat dalam otak meskipun otak mungkin tidak
tertekan secara berarti (Hidayat, 2006). Tidur REM juga diartikan sebagai periode
dimana ada Gerakan mata dapat diamati dan kelopak mata ada kedutan. (Berger
dan Williams, 1992)
E. Kebutuhan Tidur
Klasifikasi berdasarkan usia (P2PTM KemenKes RI, 2018)
1. Usia 0-1 Bulan
Bayi yang usianya baru mencapai 2 bulan, umumnya membutuhkan tidur 14-18
jam setiap hari. Usia 1- 18 Bulan
Pada usia ini, bayi membutuhkan waktu tidur 12-14 jam setiap hari termasuk tidur
siang. Tidur cukup akan membuat tubuh dan otak bayi berkembang baik dan
normal.
2. Usia 3-6 Tahun
Kebutuhan tidur yang sehat di usia anak menjelang masuk sekolah ini, mereka
membutuhkan waktu untuk istirahat tidur 11-13 jam, termasuk tidur siang.
Menurut penelitian, anak usia di bawah enam tahun yang kurang tidur, akan
cenderung obesitas di kemudian hari
3. Usia 6-12 tahun
Anak usia ini membutuhkan waktu tidur 10 jam. Menurut penelitian, anak yang
tidak memiliki waktu istirahat yang cukup, dapat menyebabkan mereka menjadi
hiperaktif, tidak konsentrasi belajar, dan memilki masalah pada perilaku di sekolah
4. Usia 12-18 tahun
Menjelang remaja, kebutuhan tidur yang sehat adalah 8-9 jam. Studi menunjukkan
bahwa remaja yang kurang tidur, lebih rentan terkena depresi, tidak fokus dan
punya nilai sekolah yang buruk
5. Usia 18-40 tahun
Orang Dewasa membutuhkan waktu tidur 7-8 jam setiap hari. Para dokter
menyarankan bagi mereka yang ingin hidup sehat untuk menerapkan aturan ini
pada kehidupannya.
6. Lansia
Kebutuhan tidur terus menurun, cukup 7 jam perhari. Demikian juga jika telah
mencapai lansia yaitu 60 tahun ke atas, kebutuhan tidur cukup 6 jam per hari.
F. Masalah dan Dampak
Masalah dan dampak yang dijumpai pada perawat akibat dari kebutuhan tidur yang
tidak tercukupi yaitu:
1. Gangguan Pola Tidur
Masalah utama yaitu perawat mengalami gangguan pola tidur, dimana gangguan
tidur terjadi akibat dari pola tidur yang tidak beraturan mempengaruhi kulaitas
tidur. Terkait dengan rutinitas pekerjaan yang berbeda dan waktu kerja yang
tidak tepat. (Sallinen dan Kecklund, 2010). Gangguan tidur dapat menimbulkan
beberapa efek pada manusia. Ketika kurang tidur seseorang akan berpikir dan
bekerja lebih lambat, membuat banyak kesalahan, dan sulit untuk mengingat
sesuatu. Hal ini mengakibatkan penurunan produktivitas kerja dan dapat
menyebabkan kecelakaan. (Ricky R. T. A. Thayeb dkk, 2015). Kurangnya waktu
tidur dapat meningkatkan iritabilitas yang mampu mempengaruhi interaksi pribadi
dan professional. Kondisi perawat yang mudah marah karena kelelahan akan
menimbulkan rasa enggan untuk berinteraksi dengan orang lain seperti bekerja
sama dengan pasien ,dokter,maupun sesama perawat. (Handiyani ,2018)
2. Kelelahan dalam bertugas (periode waktu kerja yang panjang)
Menurut Marian Wilson, et al (2019) dalam jurnal “Performance and sleepiness in
nurses working 12-h day shifts or night shifts in a community hospital” Sering
diasumsikan bahwa kelelahan muncul dari intensitas dan lamanya pemaparan
terhadap tuntutan kerja; yaitu dari beban tugas dan waktu bertugas. Namun,
pengaruh beban tugas pada kelelahan dapat di bantu dengan adanya system shif
kerja. Hubungan antara waktu bertugas dan kelelahan bergantung pada dua faktor
yang harus diperhatikan secara bersamaan: beban tugas dan waktu bertugas
Menurut Watanabe, et al (2022) dalam jurnal Effects of 90 Min Napping on
Fatigue and Associated Environmental Factors among Nurses Working Long
Night Shifts: A Longitudinal Observational Study: Perawat shift malam yang
mampu tidur siang setidaknya 90 menit kurang mengantuk setelah istirahat tidur
siang dan lebih sedikit kelelahan pada akhir shift malam dibandingkan dengan
kelompok TND < 90 menit. Kelompok TND ÿ 90 menit tertidur lebih mudah dan
memiliki efisiensi tidur dan kepuasan subyektif yang lebih tinggi daripada
kelompok TND < 90 menit.
3. Kecelakaan
Akibat dari durasi tidur yang pendek mengakibat seorang dapat mengalami
kecelakaan saat berativitas (keselamatan kerja) yang dapat merugikan perawat
maupun pasien. (Renny Triwijayanti, 2020)
Tidur siang setidaknya selama 90 menit dapat membantu mencegah kecelakaan
dan memastikan keselamatan pasien( Watanabe et al. 2022)
4. Obesitas
Dengan adanya beban tugas, dan waktu bertugas yang panjang mempengaruhi
kondisi tubuh manusia, dimana terjadi gangguan kualitas tidur menjadi tidak
beraturan sehingga kurangnya olahraga fisik dan pola makan yang tidak teratur
atau sesuai dengan kebutuhan tubuh. (Marian Wilson et all, 2019)
5. Penyakit Kronis
Menurut Renny Triwijayanti, (2020) dalam penelitiannya kualitas tidur yang tidak
cukup dapat mempengaruhi kondisi tubuh yang tidak sehat, fungsi tubuh
mengalami perubahan penurunan curah jantung akibat jantung dipaksa bekerja
tanpa mengenal waktu, kelelalahan dll.

G. Strategi
Adapun strategi (tidur sesaat) yang baik adalah :
1. Lingkungan (kamar) yang efektif untuk tempat istirahat.
Sebisa mungkin menciptakan ruangan yang efektif untuk tidur sesaat. Seperti
ruangan yang sunyi dan jauh dari tempat umum agar tidak terganggu.
2. Durasi waktu tidur
Durasi waktu harus disesuaikan dengan kondisi atau situasi yang ada
3. Pencahayaan.
Memastikan pencahayaan yang gelap atau rmang-remang juga dapat memacu
individu untuk tidur lebih cepat.
4. Kebisingan
Lingkungan yang sunyi dapat memacu individu untuk tidur lebih cepat tanpa
diganggu oleh orang lain
5. Ventilasi
Memastikan ruangan yang ada seperti system ventilasi, AC, atau kipas angin tidak
terlalu panas ataupun dingin.
Adapun menurut Geiger-Brown dkk pada tahun 2016 yaitu sebagai berikut :
1. Durasi tidur sesaat sangat penting. Namun disisi lain durasi yang lama dapat
meningkatkan resiko inersia tidur. Tidur yang lama ideal adalah selama 20-30
menit. Hali ini tersebut dapat meningkatkan stamina dan performa motorik.
2. Jika ingin tidur yang lebih lama, tidur salama 90 menit dapat diterapkan. Namun
tidak diantara 30-90 menit untuk mencegah inersia tidur.
3. Menurut farmilo pada tahun 2014 didalam jurnalnya yang berjudukl power for
nurses, dalam beberapa tahun terakhir sejumlah studi telah menunjukan bahwa tidur
sesaat dapat meningkatkan kesiapsiagaan yang ditemukan dari pengalaman
indidvidu. Salah satu yang sering dilupakan adalah 12 jam shift dimana waktu tidur
sekitar 10-20 menit digunakan untuk tidur sesaat
Kajian Isu kebijakan yang berarti tidur sebentar selama kurang lebih 10-30 menit
memiliki manfaat bagi keselamatan dan kesehatan pekerja terutama perawat yang
mendukung keselamatan pasien. Hal ini sudah diatur sebagaimana mestinya pada
undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan pasal 79 ayat 2 poin a
yang berbunyi “ istirahat antara jam kerja, sekurang-kurangnya setengah jam setelah
bekerja selama 4 (empat) jam terus menerus dan waktu istrahat tersebut tidak
termasuk jam kerja”, akan tetapi regulasi yang mengatur terkait jam kerja dan shift
kerja perawat belum diatur secara spesifik. Padahal waktu kerja perawat merupakan
salah satu bagian komponen penting dari keselamatan pasien sebagaimana diatur dalam
permenkes Nomor 11 Tahun 2007 tentang keselamatan pasien pasal 5 bahwa setiap
fasilitas pelayanan kesehatan harus menyelenggarakan keselamatan pasien.
Keselamatan pasien sendiri melibatkan tenaga medis, tenaga keperawatan dan
stafklinis. Waktu kerja perawat akan mempengaruhi keselamatan perawat yang juga
akan berdampak pada kinerja perawat serta keselamatan pasien. Waktu kerja yang
berubah-ubah dapat menyebabkan kelelahan yang meningkat aibat terjadinya
perubahan pada bioritmik (irama tubuh), terlebih perawat yang bertugas dimalam hari
memiliki resiko besar mengalami kelelahan, mengurangi kemampuan empati dan
berisiko tinggi untuk terjadinya medical error. Kelelahan juga dapat menjdaikan beban
psikis dalam jangka waktu lama sehingga menimbulkan stress.
Oleh karena itu diperlukan adanya tindak lanjut dari kebijakan pada perawat anatar
laian sebagai berikut :
1. Diperlukan kajian leih lanjut guna menciptakan regulasi atau kebijakan yang
mengatur jam kerja dan pengaturan shift kerja perawat secara spesifik.
2. Penjelasan secara spesifik terkait istilah dan pembuatan regulasi terkait
3. Perlu penyebaran informasi secara meluas terkait urgensi dilaksanakan
4. Rekomendasi mencari nomenklatur bahasa.
Pro Dan Kontra :
1. PRO :
Terkait dengan tingginya kesalahan medis (medical error) akaibat kekurangan
tidur, pembatasan jumlah jam kerja dan anjuran menjadi regulasi bagi tenaga
kesehatan di banyak Negara.
NHS (national health service) menyatakan dalam british medical of journal bahwa
NHS harus memberikan waktu tidur minimal 30 menit selama shift malam mampu
menurunkan kecelakaan saat kerja, menurunkan kemungkinan cedera pada pasien,
meningkatkan keselamatan pasien, meningkatkan kualitas layanag yang diberikan,
dan mempertahankan kesehatan perawat (Kemenkes RI, 2007).
2. KONTRA :
Perawat jaga yang tidur pada waktu jaga, dianggap sebagai kelalaian dan
pengabaian terhadap tugas bahkan dianggap tanda kemalasan. Izin untuk tidur saat
shift malam tidak secara resmi disampaikan kepada staf perawat dan tidak ada
tempat khusus untuk tidur (costa at al, 2015)

H. Regulasi/Aturan (Evidence Based)


Tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna
menghasilkan barang dan atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun
untuk masyarakat. Peraturan perundangan yang terkait tertuliskan pada UU No. 13
Tahun 12013 tentang ketenagakerjaan, pasal 77 &78 (waktu kerja) berbunyi :
1. Pasal 77
a. Setiap pengusaha wajib melaksanakan ketentuan waktu kerja
b. Waktu kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi :
1) 7 (tujuh) jam dalam 1 (satu) minggu untuk 6 (enam) hari kerja dalam 1
(satu) minggu;
2) atau 8 (delapan) jam dalam 1 (satu) hari dan 40 (empat puluh) jam dalam 1
(satu) minggu untuk 5 (lima) hari kerja dalam 1 (satu) minggu.
2. Pasal 78
Pengusaha yang memperkerjakan pekerja/buruh melebihi waktu kerja
sebagaimana dimaksud dalam pasal 77 ayat (2) harus memenuhi syarat :
a. Ada persetujuan pekerja/buruh yang bersangkutan
b. Waktu kerja lembur hanya dapat dilakukan paling banyak 3 (tiga) jam
dalam 1 (satu) hari dan 14 (empat belas) jam dalam 1 (satu) minggu
c. Pengusaha yang memperkerjakan pekerja/buruh melebihi waktu kerja
sebagaimana dimaksud ayat (1) wajib membayar upah kerja lembur.
3. Pasal 79
Pengusaha wajib memberikan waktu istirahat dan cuti kepada pekerja/buruh.
Waktu istirahat dan cuti sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), meliputi:
a. Istirahat antara jam kerja, sekurang-kurangnya setengah jam setelah bekerja
selama 4 (empat) jam terus menerus dan waktu istirahat tersebut tidak
termasuk jam kerja;
b. Istirahat mingguan 1 (satu) hari untuk 6 (enam) hari kerja dalam1 (satu)
minggu atau 2 (dua) hari untuk 5 (lima) hari kerja dalam 1 (satu) minggu; cuti
tahunan, sekurang-kurangnya 12 (dua belas) hari kerja setelah pekerja yang
bersangkutan bekerja selama 12 (dua belas) bulan secara terus menerus dan
c. Istirahat panjang sekurang-kurangnya 2 (dua) bulan dan dilaksanakan pada
tahun ketujuh dan kedelapan masing – masing 1 (satu) bulan bagi pekerja yang
telah bekerja selama 6 (enam) tahun secara terus – menerus pada perusahaan
yang sama denganketentuan pekerja/buruh tersebut tidak berhak lagi istirahat
tahunnya dalam 2 (dua) tahun berjalan untuk setiap kelipatan masa kerja 6
(enam) tahun.

I. Kebijakan Manajemen Istirahat sejenak bagi tenaga kesehatan


Kemenaker telah mengatur mengenai jam kerja, jam istirahat dan jam lembur. Namun
jam kerja dan pengaturan shiff kerja perawat belum di atur. Istilah belum di kenal dan
belum di atur belum ada peraturan rujukkan.
Pengaturan Waktu Istirahat
Pemenuhan waktu istirahat pagi dinas shiff siang, selama 60 menit diatur agar tidak
mengganggu pelayanan. Contoh Pengaturan Waktu Istirahat shiff malam selama 90
menit
1. Pukul 00.00 - 01.30 (30% dari yang bertugas)
2. Pukul 01.30 – 03.00 (40% dari yang bertugas)
3. Pukul 03.00 – 04.30 ( 30% dari yang bertugas)
4. Pukul 04.30, full time Melakukan tindakan asuhan keperawatan
Terdapat cara untuk Melakukan dengan menyesuaikan dengan aturan di tempat kerja,
yaitu :
1. Bila di larang tidur apapun yang terjadi, harus diindahkan sesuai dengan perjanjian
jam kerja. Jika tidak sanggup, boleh resign.
2. Bila kebijakan manajemennya memperbolehkan istirahat, sebaiknya tetap ada 1
orang yang bergantian stanby di posjaga, jangan tidur semua.
3. Dengan adanya perawat senior penanggungjawab rumah sakit yang berkeliling tiap
shiff jaga. Bila sebuah ruangan sangat sibuk dan beban kerjanya berlebihan
sehingga membuat semua yang dinas kelelahan, diawajib mencari bala bantuan dan
yang kelelahan di persilahkan istirahat 1-2 jam sampai dapat bertugas kembali.
Seorang pimpinan dalam mengatur jam kerja di masing -masing unit layanan :
1. Menghitungkan jumlah perawat tiap shiff
2. Mempertimbangkan kompetensi yang bervariasi
3. Memperhatikkan tingkat ketergantungan pasien
4. Mengatur cuti tahunan
5. Permintaan untuk hari libur, serta ketidakhadiran lainnya
6. Beban kerja tidak melebihi ketentuan( 40 jam/minggu)
7. Dampak Jika Perawat Tidak Terpenuhi
Jika perawat tidak terpenuhi maka akan terjadi :
1. Staff yang mengalami kelelahan yang hebat akan berpotensi 70% terlibat dalam
kecelakaan.
2. Staff dengan insomnia kronik mengalami potensi kecelakaan lebih tinggi
3. Staf yang melaporkan mengalami gangguan tidur mempunyai peluang 2x lebih
tinggi untuk meninggal di tempat kerja atau terlibat kecelakaan kerja.
4. Staff yang kekurangan tidur akan bereaksi sangat lambat saat membuat keputusan
dan pandangan menjadi berkurang
5. Memiliki masalah mengenai berkurangnya system kognitif dengan proses
informasi daningatan jangka pendek
6. Motivasi, kehati-hatian, kecermatan, dan kinerja menurun
7. Perilaku agresif dan perubahan suasana hati yang meningkat
8. Meningkatnya“microsleeps” atau episode tidur sekejap
9. Dapat membahayakan diri sendiri dan orang lain bahkan pasien
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa rumah sakit membuka layanan kesehatan
selama 24 jam penuh. Hal tersebut membuat pelaksanaan pelayanan rumah sakit
menggunakan metode shift dimana dalam satu hari terdapat 2 atau 3 shift. Metode shift
ini membuat perawat memiliki jadwal kerja malam hari. Pada malam hari perawat
bekerja kurang waspada dan lebih cenderung berjuang untuk tetap terjaga. Terdapat
beberapa konsekuensi yang diterima ketika bekerja pada malam hari yaitu akan kurang
tidur yang mengakibatkan kantuk meningkat dan jangka panjang akan menimbulkan
kelelahan, serta kurang tidur malam akan berpengaruh terhadap kualitas pelayanan
pasien menurun. Selain itu juga berdampak pada kondisi kardiovaskuler dan
meningkatkan potensi resiko jantung koroner. Hal tersebut membuat beberapa
intervensi dilakukan seperti bekerja dengan cahaya terang, penggunaan kafein, dan izin
tidur sesaat. Tidur sesaat atau istilahnya napping adalah saat istirahat pada dinas malam
yang dapat meningkatkan kesehatan perawat. Istirahat dapat membantu meningkatkan
energi, suasana hati, dan kecermatan bagi perawat. Perlu diperhatikan tingkat kelelahan
perawat saat melakukan pekerjaan rumah tangga karena akan berpengaruh pada
keefektifan napping. Kebijakan napping di Indonesia belum berkembang dengan baik.
Kementrian Tenaga Kerja telah mengatur jam kerja, jam istirahat, dan jam lembur
namun untuk pengaturan shift perawat belum diatur. Istilah napping sendiri masih asing
dan belum diatur sehingga belum terdapat peraturan rujukan tentang napping. Solusi
yang bisa diterapkan adalah dengan mempromosikan strategi napping di tempat kerja,
perlu untuk membangun kebijakan baru. Strategi napping akan menyebar lebih banyak
diterapkan di tempat kerja dan berperan sebagai salah satu alat efektif untuk
memperbaiki kondisi kerja, kinerja kerja dan keselamatan di kerja.
B. SARAN
Saran kami adalah diperlukan adanya tindak lanjut dari kebijakan pada perawat anatar
laian sebagai berikut :
1. Diperlukan kajian lebih lanjut guna menciptakan regulasi atau kebijakan yang
mengatur jam kerja dan pengaturan shift kerja perawat secara spesifik.
2. Penjelasan secara spesifik terkait istilah dan pembuatan regulasi terkait
3. Perlu penyebaran informasi secara meluas terkait urgensi dilaksanakan
4. Rekomendasi mencari nomenklatur bahasa.
DAFTAR PUSTAKA

Asih, S. (2017). Kajian isu kebijakan napping tenaga kesehatan dan kaitannya dengan
keselamatan pasien. Kepala Bagian Sumber Daya Manusia RSUP Fatmawati.
Ayas NT, White DP, Manson JE, et al. A prospective study of sleep duration and coronary
heart disease in women. Arch Intern Med. 163(2). 205–209
Institute of Medicine. (2004). Keeping Patients Safe: Transforming the Work Environment
of Nurses. Washington, DC: National Academic Pres.
Kepala Bidang Pengembangan Jabatan Fungsional Kemenkes. (2017). Kebijakan
perlindungan tenaga kesehatan isu napping tenaga kesehatan. Disampaikan Pada:
Seminar Kebijakan Napping Bagi Perawat dan Tenaga Kesehatan .
Mari, Y. R. D. & Kuntarti. (2014). Penurunan kualitas tidur pada perawat dengan kinerja
yang kurang baik dalam melaksanakan asuhan keperawatan.
McMillan, D., Fallis, W., Edwards, M. (2008). Nurses working overnight support the
need for a restorative nap during the night shift. American Academy of Sleep
Medicine. Diakses pada 23 September 2013 melalui:
http://aasmnet.org/Articles.aspx?id=876
Muecke S. (2005). Effects of rotating night shifts: literature review. J Adv Nurs. 50 (4).
433- 439.
National Sleep Foundation. (2002). Sleep in America Poll.
Nurachmah, E. Napping dalam keperawatan/ kesehatan. Departemen Keperawatan Medikal
Bedah. FKUI
Oriyama, S., Miyakoshi, Y., dan Kobayashi, T. (2014). Effects of Two 15-min Naps on the
Subjective Sleepiness, Fatigue and Heart Rate Variability of Night Shift Nurses.
Industrial Health. 25-35.
Rotenberg L, Griep RH, Pessanha J, Gomes L, Portela LF, Fonseca MJM. (2010)
Housework and recovery from work among nursing teams: a gender perspective.
New Solut. 20(4). 497–510.
Silva-Costa A, Rotenberg L, Griep RH, Fischer FM. (2011). Relationship between
sleeping on the night shift and recovery from work among nursing workers – the
influence of domestic work. J Adv Nurs. 67(5). 972–981.
Smith-Coggins R, Howard SK, Mac DT, et al. (2006). Improving alertness and
performance in emergency department physicians and nurses: the use of planned
naps. Ann Emerg Med. 48(5). 596–604.
Smith-Coggins, R., Howard, S.K., Mac, D.T., Wang, C., Kwan, S., Rosenkind M.R, et
al. (2006). Improving alertness and performance in emergency department
physicians and nurses: the use of planned naps. Ann Emerg Med. 48 (5). 596-604.
Takeyama, H., Kubo, T., dan Itani, T. (2005). The Nighttime Nap Strategies for Improving
Night Shift Work in Workplace. Industrial Health. 24-29.
Undang- Undang No 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
Watanabe, K., Sugimura, N., Shishido, I., Konya, I., Yamaguchi, S., & Yano, R. (2022).
Effects of 90 Min Napping on Fatigue and Associated Environmental Factors
among Nurses Working Long Night Shifts: A Longitudinal Observational Study.
International Journal of Environmental Research and Public Health, 19(15).
https://doi.org/10.3390/ijerph19159429
Handiyani,et al (2018).Buku Healthy Nurse Napping Sehat Bagu Perawat dan Tenaga
Kesehatan. Jakarta : UI Publishing

Anda mungkin juga menyukai