Anda di halaman 1dari 30

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi Meningoensefalitis

Meningoensefalitis adalah peradangan otak dan meningen, nama lainnya

yaitu cerebromeningitis, encephalomeningitis, meningocerebritis.17 Meningitis

adalah radang umum pada araknoid dan piameter yang disebabkan oleh bakteri,

virus, riketsia, atau protozoa yang dapat terjadi secara akut dan kronis. Sedangkan

ensefalitis adalah radang jaringan otak yang dapat disebabkan oleh bakteri, cacing,

protozoa, jamur, ricketsia, atau virus.18 Meningitis dan ensefalitis dapat dibedakan

pada banyak kasus atas dasar klinik namun keduanya sering bersamaan sehingga

disebut meningoensefalitis. Alasannya yaitu selama meningitis bakteri, mediator

radang dan toksin dihasilkan dalam sel subaraknoid menyebar ke dalam parenkim

otak dan menyebabkan respon radang jaringan otak. Pada ensefalitis, reaksi radang

mencapai cairan serebrospinal (CSS) dan menimbulkan gejala-gejala iritasi

meningeal di samping gejala-gejala yang berhubungan dengan ensefalitis dan pada

beberapa agen etiologi dapat menyerang meninges maupun otak misalnya

enterovirus.19,20

Meningitis dibagi menjadi dua golongan berdasarkan perubahan yang terjadi

pada cairan otak yaitu meningitis serosa dan meningitis purulenta. Meningitis serosa

adalah radang selaput otak araknoid dan piameter yang disertai cairan yang jernih.

Penyebab yang paling sering dijumpai adalah Mycobacterium tuberculosa,

Toxoplasma gondii, Ricketsia dan virus. Meningitis purulenta adalah radang bernanah

Universitas Sumatera utara


araknoid dan piameter yang meliputi otak dan medula spinalis. Penyebabnya antara

lain: Diplococcus pneumoniae (pneumokok), Neisseria meningitidis (meningokok),

Streptococcus haemolyticus, Staphylococcus aureus, Haemophilus influenzae,

Escherichia coli, Klebsiella pneumoniae, Pseudomonas aeuruginosa.18

2.2. Etiologi Meningoensefalitis19,21

Agen penyebab umum meningoensefalitis sebagai berikut:

Tabel 2.1. Etiologi Penyebab Meningoensefalitis


No Agen Penyebab
1. Virus

Togaviridae
Alfavirus
Virus Ensefalitis Equine Eastern
Virus Ensefalitis Equine Western
Virus Ensefalitis Equine Venezuela

Flaviviridae
Virus Ensefalitis St. Louis
Virus Powassan

Bunyaviridae
Virus Ensefalitis California
Virus LaCrosse
Virus Jamestown Canyon

Paramyxoviridae
Paramiksovirus
Virus Parotitis
Virus Parainfluenza

Morbilivirus
Virus Campak

Orthomyxoviridae

Universitas Sumatera utara


Influenza A
Influenza B

Arenaviridae
Virus khoriomeningitis limfostik

Picornaviridae
Enterovirus
Poliovirus
Koksakivirus A
Koksakivirus B
Ekhovirus

Reoviridae
Orbivirus
Virus demam tengu Colorado

Rhabdoviridae
Virus Rabies

Retroviridae
Lentivirus
Virus imunodefisiensi manusia tipe 1 dan tipe 2

Onkornavirus
Virus limfotropik T manusia tipe 1
Virus limfotropik T manusia tipe 2

Herpesviridae
Herpes virus
Virus Herpes simpleks tipe 1
Virus Herpes simpleks tipe 2
Virus Varisela zoster
Virus Epstein Barr

Sitomegalovirus
Sitomegalovirus manusia

Adenoviridae
Adenovirus

Universitas Sumatera utara


2. Bakteri
Haemophilus influenza
Neisseria menigitidis
Streptococcus pneumonia
Streptococcus grup B
Listeria monocytogenes
Escherichia coli
Staphylococcus aureus
Mycobacterium tuberkulosa

3. Parasit
Protozoa
Plasmodium falciparum,
Toxoplasma gondii,
Naegleria fowleri (Primary amebic
meningoencephalitis),
Granulomatous amebic encephalitis

Helminthes
Taenia solium,
Angiostrongylus cantonensis

Rickettsia
Rickettsia ( Rocky Mountain)
4. Fungi
Criptococcus neoformans
Coccidiodes immitis
Histoplasma capsulatum
Candida species
Aspergillus
Paracoccidiodes

Penyebab karena Mumpsvirus ditularkan melalui kontak langsung, titik ludah

atau muntahan penderita, serta dikeluarkan melalui urin penderita yang terinfeksi.

Penularan Mumpsvirus terjadi sekitar 4 hari sebelum sampai 7 hari sesudah

timbulnya gejala klinik. Diperlukan kontak yang lebih erat dengan penderita agar

Universitas Sumatera utara


terjadi penularan Mumpsvirus, bila dibandingkan dengan penularan virus Measles

atau Varicella-zoster.22

Penyebab karena Togavirus dalam siklus biologiknya membutuhkan

invertebrata/arthropoda pengisap darah, misalnya nyamuk dan caplak. Infeksi pada

manusia terjadi melalui gigitan arthropoda, misalnya nyamuk yang mengandung

Togavirus. Manusia adalah hospes alami Herpes simpleks virus, namun banyak

strain yang patogenik terhadap berbagai hewan percobaan, misalnya kelinci, tikus,

marmot, anak ayam dan kera. Virus ini mencapai otak melalui saraf olfaktoris,

kemudian menyebar dari sel ke sel sehingga menimbulkan nekrosis neuron yang

luas.22

Ensefalitis virus dibagi dalam 3 kelompok yaitu: ensefalitis primer yang bisa

disebabkan oleh infeksi virus kelompok Herpes simpleks, Virus Influenza, ECHO,

Coxsackie dan Arbovirus. Ensefalitis primer yang belum diketahui penyebabnya dan

ensefalitis para infeksiosa, yaitu ensefalitis yang timbul sebagai komplikasi penyakit

virus yang sudah dikenal, seperti Rubela, Varisela, Herpes zooster, Parotitis

epidemika, Mononukleosis infeksiosa.23

Virus penyebab meningoensefalitis memiliki variasi geografis yang besar

yaitu: di negara berkembang, penyebab terbesar yaitu herpes simplex type-1 (HSV-

1), virus gondok, enterovirus, herpes zooster, adenovirus dan virus Epstein –Barr. Di

Amerika Serikat terdapat ensefalitis St.Louis, West Nile virus, Eastern and Weastern

equine virus, Bunyavirus termasuk Virus Ensefalitis California. Di Eropa Tengah

dan Timur, Virus Ensefalitis Tick-born adalah endemis. Herpes simpleks-type 2

merupakan penyebab penyakit paling banyak pada neonatus. Di Asia, Ensefalitis

Universitas Sumatera utara


Jepang adalah penyebab ensefalitis yang paling banyak. Virus Valley fever di Afrika

dan Timur tengah, Amerika latin, dan berbagai belahan di dunia. Ensefalomieletis

pasca infeksi dapat mengikuti semua tetapi yang paling sering dikaitkan dengan

campak. Sindrom Guillane Barre telah dikaitkan dengan infeksi Virus Epstein Barr,

cytomegalovirus, coxsackie B, Virus Herpes zooster. Pasien dengan imunodefisiensi

sangat rentan dengan virus tertentu yaitu orang-orang dengan sel imunitas yang

lemah termasuk pasien yang terinfeksi virus HIV dapat berkembang menjadi

ensefalitis yang disebabkan oleh Herpes zoster atau Cytomegalovirus.2

Pada umumnya invasi jamur ke dalam otak merupakan penyebaran

hematogen dari infeksi di paru-paru. Penyebaran hematogen dari paru-paru ke otak

dan selaputnya sebanding dengan metastasis kuman tuberculosa ke ruang

intrakranial, baik di permukaan korteks maupun di araknoid dapat dibentuk

granuloma yang besar atau yang kecil, yang akhirnya berkembang menjadi abses.23

Penyebab karena bakteri yang mencapai cairan serebrospinal akan

memperbanyak diri dengan cepat karena ruangan subaraknoid dan CSS tidak ada

komplemen, antibodi opsonin dan sel fagosit. Terbukti pada infeksi oleh H.

influenzae eksperimental, hanya memerlukan satu bakteri hidup untuk memulai

infeksi pada CSS. Bakteri Streptococcus dapat menyebabkan meningitis pada semua

kelompok umur, dan pada penderita umur lebih dari 40 tahun merupakan agen

penyebab yang paling sering.19

Universitas Sumatera utara


2.3. Anatomi dan fisiologi

2.3.1. Anatomi Otak

Otak bertanggung jawab dalam mengurus organ dan jaringan yang

terdapat di kepala. Otak terdiri atas otak besar atau serebrum (cerebrum), otak kecil

atau cerebelum (cerebellum) dan batang otak (trunkus serebri). Jaringan otak

dibungkus oleh tiga selaput otak (meninges) yang dilindungi oleh tulang tengkorak

dan mengapung dalam suatu cairan yang berfungsi menunjang otak yang

lembek dan halus sebagai penyerap goncangan akibat pukulan dari luar terhadap

kepala.24

2.3.2. Histologi Susunan Saraf Pusat

Bila dibuat penampang melintang bagian-bagian dari susunan saraf pusat,

akan terlihat adanya jaringan dengan warna berbeda. Sebagian tampak berwarna

putih dan sebagian lagi berwarna agak gelap (kelabu). Atas dasar itu, susunan saraf

pusat dibagi menjadi substansia grisea yang berwarna kelabu dan substansia alba

yang berwarna putih. Warna kelabu ini disebabkan oleh banyaknya badan sel saraf di

bagian tersebut, sedangkan warna putih ditimbulkan oleh banyaknya serabut saraf

yang bermielin, sel saraf yang terdapat dalam susunan saraf pusat juga dapat dibagi

menjadi sel saraf dan sel penunjang. Sel penunjang merupakan sel jaringan ikat

yang tidak berfungsi untuk menyalurkan impuls. Pada sel saraf serabut dengan

diameter besar ditandai dengan nama serabut alpha atau A, beta atau B untuk

yang lebih kecil dan gamma untuk yang lebih kecil lagi pada ujung-ujung saraf yang

membentuk sinaps, ternyata terdapat gelembung yang menghasilkan macam-

Universitas Sumatera utara


macam zat kimia. Karena demikian banyaknya sinaps yang terdapat di otak, secara

keseluruhan otak dapat dianggap sebagai sebuah kelenjar yang sangat besar.25

2.3.3. Anatomi Selaput Otak

Otak dan sumsum tulang belakang diselimuti meningea yang melindungi

struktur syaraf yang halus, membawa pembuluh darah dan sekresi cairan

serebrospinal. Meningea terdiri dari tiga lapis, yaitu:

a. Lapisan Luar (Durameter)

Durameter disebut juga selaput otak keras atau pachymeninx. Durameter

dapat dibagi menjadi durameter cranialis yang membungkus otak dan durameter

spinalis yang membungkus medula spinalis. Di samping itu, durameter masih dapat

dibagi lagi menjadi 2 lapisan yaitu lapisan meningeal yang lebih dekat ke otak

(lapisan dalam) dan lapisan endostium yang melekat erat pada tulang tengkorak. 25

b. Lapisan Tengah (Araknoid)

Disebut juga selaput otak, merupakan selaput halus yang memisahkan

durameter dengan piameter, membentuk sebuah kantung atau balon berisi cairan otak

yang meliputi seluruh susunan saraf pusat. Ruangan di antara durameter dan araknoid

disebut ruangan subdural yang berisi sedikit cairan jernih menyerupai getah bening.

Pada ruangan ini terdapat pembuluh darah arteri dan vena yang menghubungkan

sistem otak dengan meningen serta dipenuhi oleh cairan serebrospinal, bagian ini

dapat dimanfaatkan untuk pengambilan cairan otak yang disebut lumbal fungsi.24

c. Lapisan dalam (Piameter)

Lapisan piameter merupakan selaput tipis yang kaya akan pembuluh darah

kecil yang menyuplai darah ke otak dalam jumlah yang banyak dan lapisan ini

Universitas Sumatera utara


melekat erat pada permukaan luar otak atau medula spinalis.25 Ruangan di antara

araknoid dan piameter disebut subaraknoid. Pada reaksi radang ruangan ini berisi

sel radang. Disini mengalir cairan serebrospinalis dari otak ke sumsum tulang

belakang.26

Gambar 2.1. Bagian Otak


Sumber: http://brainconnection.positscience.com/topics/?main=gal/home

Gambar 2.2. Anatomi Selaput Otak


Sumber: http://medical-dictionary.thefreedictionary.com/meninges

Universitas Sumatera utara


2.4. Patofisiologi Meningoensefalitis

Meningoensefalitis yang disebabkan oleh bakteri masuk melalui peredaran

darah, penyebaran langsung, komplikasi luka tembus, dan kelainan kardiopulmonal.

Penyebaran melalui peredaran darah dalam bentuk sepsis atau berasal dari radang

fokal di bagian lain di dekat otak. Penyebaran langsung dapat melalui

tromboflebilitis, osteomielitis, infeksi telinga bagian tengah, dan sinus paranasales.

Mula-mula terjadi peradangan supuratif pada selaput/jaringan otak. Proses

peradangan ini membentuk eksudat, trombosis septik pada pembuluh-pembuluh

darah, dan agregasi leukosit yang sudah mati. Di daerah yang mengalami peradangan

timbul edema, perlunakan, dan kongesti jaringan otak disertai perdarahan kecil.

Bagian tengah kemudian melunak dan membentuk dinding yang kuat membentuk

kapsul yang kosentris. Di sekeliling abses terjadi infiltrasi leukosit polimorfonuklear,

sel-sel plasma dan limfosit. Seluruh proses ini memakan waktu kurang dari 2 minggu.

Abses dapat membesar, kemudian pecah dan masuk ke dalam ventrikulus atau ruang

subaraknoid yang dapat mengakibatkan meningitis.27

Meningoensefalitis yang disebabkan oleh virus terjadi melalui virus-virus

yang melalui parotitis, morbili, varisela, dll. masuk ke dalam tubuh manusia melalui

saluran pernapasan. Virus polio dan enterovirus melalui mulut, virus herpes simpleks

melalui mulut atau mukosa kelamin. Virus-virus yang lain masuk ke tubuh melalui

inokulasi seperti gigitan binatang (rabies) atau nyamuk. Bayi dalam kandungan

mendapat infeksi melalui plasenta oleh virus rubela atau cytomegalovirus. Di dalam

tubuh manusia virus memperbanyak diri secara lokal, kemudian terjadi viremia yang

menyerang susunan saraf pusat melalui kapilaris di pleksus koroideus. Cara lain

Universitas Sumatera utara


ialah melalui saraf perifer atau secara retrograde axoplasmic spread misalnya oleh

virus-virus herpes simpleks, rabies dan herpes zoster. Di dalam susunan saraf pusat

virus menyebar secara langsung atau melalui ruang ekstraseluler. Infeksi virus dalam

otak dapat menyebabkan meningitis aseptik dan ensefalitis (kecuali rabies). Pada

ensefalitis terdapat kerusakan neuron dan glia dimana terjadi peradangan otak, edema

otak, peradangan pada pembuluh darah kecil, trombosis, dan mikroglia.27

Amuba meningoensefalitis diduga melalui berbagai jalan masuk, oleh karena

parasit penyebabnya adalah parasit yang dapat hidup bebas di alam. Kemungkinan

besar infeksi terjadi melalui saluran pernapasan pada waktu penderita berenang di air

yang bertemperatur hangat.28 Infeksi yang disebabkan oleh protozoa jenis

toksoplasma dapat timbul dari penularan ibu-fetus. Mungkin juga manusia mendapat

toksoplasma karena makan daging yang tidak matang. Dalam tubuh manusia, parasit

ini dapat bertahan dalam bentuk kista, terutama otot dan jaringan susunan saraf pusat.

Pada fetus yang mendapat toksoplasma melalui penularan ibu-fetus dapat timbul

berbagai manifestasi serebral akibat gangguan pertumbuhan otak, ginjal dan bagian

tubuh lainnya. Maka manifestasi dari toksoplasma kongenital dapat berupa: fetus

meninggal dalam kandungan, neonatus menunjukkan kelainan kongenital yang nyata

misalnya mikrosefalus, dll.23

2.5. Gejala Klinis

Kebanyakan pasien meningoensefalitis menunjukkan gejala-gejala meningitis

dan ensefalitis (demam, sakit kepala, kekakuan leher, vomiting) diikuti oleh

perubahan kesadaran, konvulsi, dan kadang-kadang tanda neurologik fokal, tanda-

tanda peningkatan tekanan intrakranial atau gejala-gejala psikiatrik.29 Kualitas

Universitas Sumatera utara


kesadaran klien merupakan parameter yang paling mendasar dan parameter yang

paling penting yang membutuhkan pengkajian. Tingkat kesadaran klien dan respons

terhadap lingkungan adalah indikator paling sensitif untuk disfungsi sistem

persarafan. Pada keadaan lanjut tingkat kesadaran klien biasanya berkisar pada

tingkat letargi, stupor, dan semikomatosa. Apabila klien sudah mengalami koma

maka penilaian GCS (The Glasgow Coma Scale) sangat penting untuk menilai

tingkat kesadaran klien dan bahan evaluasi untuk memantau pemberian asuhan

keperawatan.30 Dalam klinik dikenal tingkat-tingkat kesadaran : compos mentis,

incompos mentis (apatis, delirium, somnolen, sopor, coma).

- Compos mentis : sadar sepenuhnya baik terhadap dirinya maupun lingkungan.

- Apatis : sikap acuh tak acuh terhadap lingkungan, tidak segera menjawab bila

ditanya.

- Delirium : penurunan kesadaran disertai kekacauan motorik dan siklus tidur

bangun yang terganggu. Pasien tampak gelisah, disorientasi dan meronta-

ronta

- Somnolen : mengantuk yang masih dapat dipulihkan bila diberi rangsangan

tetapi saat rangsangan dihentikan, pasien tertidur lagi

- Sopor : penurunan kesadaran yang dalam, dimana penderita hanya dapat dibangunkan

dalam waktu singkat oleh rangsang nyeri yang hebat dan berulang-ulang

- Coma adalah penurunan kesadaran yang sangat dalam, tidak ada gerakan spontan dan tidak

ada respon terhadap nyeri. 31

Universitas Sumatera utara


Pada riwayat pasien meliputi demam, muntah, sakit kepala, letargi, lekas

marah, dan kaku kuduk.32 Neonatus memiliki gambaran klinik berbeda dengan anak

dan orang dewasa. Meningitis karena bakteri pada neonatus terjadi secara akut

dengan panas tinggi, mual, muntah, gangguan pernafasan, kejang, nafsu makan

berkurang, minum sangat berkurang, konstipasi, diare. Kejang terjadi pada lebih

kurang 44% anak dengan penyebab Haemophilus influenzae, 25% oleh

Streptococcus pneumonia, 78% oleh streptokok dan 10% oleh infeksi meningokok.

Gangguan kesadaran berupa apatis, letargi, renjatan, koma. Pada bayi dan anak-anak

(usia 3 bulan hingga 2 tahun) yaitu demam, malas makan, muntah, mudah

terstimulasi, kejang, menangis dengan merintih, ubun-ubun menonjol, kaku kuduk

dan tanda Kernig dan Brudzinski positif. Pada anak-anak dan remaja terjadi demam

tinggi, sakit kepala, muntah yang diikuti oleh perubahan sensori, fotofobia, mudah

terstimulasi dan teragitasi, halusinasi, perilaku agresif, stupor, koma, kaku kuduk,

tanda Kernig dan Brudzinski positif. Pada anak yang lebih besar dan orang dewasa

permulaan penyakit juga terjadi akut dengan panas, nyeri kepala yang bisa hebat

sekali, malaise umum, kelemahan, nyeri otot dan nyeri punggung. Biasanya dimulai

dengan gangguan saluran pernafasan bagian atas. Selanjutnya terjadi kaku kuduk,

opistotonus, dapat terjadi renjatan, hipotensi dan takikardi karena septikimia.27,33

Meningitis yang disebabkan Mumpsvirus ditandai dengan anoreksia dan

malaise, diikuti pembesaran kelenjar parotid sebelum terjadinya invasi ke susunan

saraf pusat. Pada meningitis yang disebabkan oleh Echovirus ditandai dengan

keluhan sakit kepala, sakit tenggorok, nyeri otot, dan demam, disertai dengan

Universitas Sumatera utara


timbulnya ruam kulit makulo papular yang tidak disertai gatal terdapat pada

wajah, leher, dada dan badan.22

Keluhan utama pada penderita ensefalitis yaitu sakit kepala, demam,

kejang disertai penurunan kesadaran. Ensefalitis yang disebabkan oleh infeksi

Famili Togavirus (memiliki gejala yang sangat bervariasi, mulai dari yang tanpa

gejala sampai terjadinya sindrom demam akut disertai demam berdarah dan

gejala-gejala sistem saraf pusat). Western Equine Virus (WEE) pada umumnya

menimbulkan infeksi yang sangat ringan, gejala pada orang dewasa dapat berupa

letargi, kaku kuduk dan punggung, serta mudah bingung dan koma yang tidak

tetap. Gejala berat pada anak berupa konvulsi, muntah dan gelisah, yang sesudah

sembuh akan menimbulkan cacat fisik dan mental yang berat.30,22 Gejala yang

mungkin tampak dengan penyebab Japanese B enchephalitis virus adalah panas

mendadak, nyeri kepala, kesadaran yang menurun, fotofobi, gerak tidak

terkoordinasi, hiperhidrosis. Pemeriksaan laboratorium berupa uji serologis misalnya

ELISA terhadap bahan atau cairan serebrospinal menunjukkan adanya IgM. Uji

fiksasi komplemen menunjukkan nilai titer yang meningkat 4 kali lipat.34,35

Universitas Sumatera utara


Gambar 2.3. Pemeriksaan tanda Kernig Gambar 2.4. Pemeriksaan Tanda
Brudzinski

Tanda Kernig positif: Ketika klien dibaringkan dengan paha dalam keadaan fleksi ke

arah abdomen, kaki tidak dapat diekstensikan sempurna. Tanda Brudzinski: tanda ini

didapat apabila leher klien difleksikan, maka hasilnya fleksi lutut dan pinggul; bila

dilakukan fleksi pasif pada ekstremitas yang berlawanan.30

Proses radang pada ensefalitis virus selain terjadi jaringan otak saja, juga

sering mengenai jaringan selaput otak.18 Pada umumnya terdapat 4 jenis atau bentuk

manifestasi klinik, yaitu:

2.5.1. Bentuk asimtomatik

Umumnya gejalanya ringan, vertigo, diplopia. Diagnosis hanya ditegakkan

atas pemeriksaan CSS.

2.5.2. Bentuk abortif

Gejala berupa nyeri kepala, demam yang tidak tinggi, dan kaku kuduk ringan.

Umumnya terdapat gejala-gejala seperti infeksi saluran pernafasan bagian atas atau

gastrointestinal.

Universitas Sumatera utara


2.5.3. Bentuk fulminan

Bentuk ini berlangsung beberapa jam sampai beberapa hari yang berakhir

dengan kematian. Pada stadium akut terdapat demam tinggi, nyeri kepala difus yang

hebat, apatis, kaku kuduk, sangat gelisah dan dalam waktu singkat masuk ke dalam

koma yang dalam.

2.5.4. Bentuk khas ensefalitis

Bentuk ini mulai secara bertahap dengan gejala awal nyeri kepala ringan,

demam, gejala infeksi saluran nafas bagian atas. Kemudian muncul tanda radang

Sistem Saraf Pusat (SSP) seperti kaku kuduk, tanda Kernig positif, gelisah, lemah,

sukar tidur. Selanjutnya kesadaran mulai menurun sampai koma, dapat terjadi kejang

fokal atau umum, hemiparesis, gangguan koordinasi, gangguan bicara, gangguan

mental.34

Manifestasi klinis yang disebabkan oleh jamur Cryptococcus neoformans

berupa nyeri kepala akut atau subakut, demam dan kadang kejang tetapi jarang

ditemukan defisit neurologis fokal.36 Gejala awal pada amuba meningoensefalitis

adalah radang hidung dan sakit tenggorokan yang diikuti oleh demam dan sakit

kepala, muntah, kaku kuduk dan gangguan kesadaran yang dapat diikuti oleh

kematian penderita 1 minggu kemudian.28

Universitas Sumatera utara


2.6. Epidemiologi Meningoensefalitis

2.6.1. Distribusi Frekuensi Meningoensefalitis

a. Orang/Manusia

Meningoensefalitis yang disebabkan oleh Mycobakterium tuberkulosa

varian hominis dapat terjadi pada segala umur, yang tersering adalah pada anak umur

6 bulan - 5 tahun.27,37 Insiden meningoensefalitis mumps lebih banyak ditemui pada

laki-laki yaitu sekitar 3-5 kali lebih banyak. Usia yang tersering ialah tujuh tahun dan

40% berusia di atas 15 tahun.38

Meningoensefalitis yang disebabkan oleh Japanese B encephalitis virus

banyak menyerang anak berusia antara 3 tahun dan 15 tahun.35 Ensefalitis herpes

virus dapat terjadi pada semua umur, paling banyak kurang dari 20 tahun dan lebih

dari 40 tahun. Ensefalitis herpes virus memiliki angka mortalitas 15-20% dengan

pengobatan dan 70-80% tanpa pengobatan.39 Neonatus masih mempunyai imunitas

maternal. Tetapi setelah umur 6 bulan imunitas itu lenyap dan bayi dapat mengidap

gingivo-stomatitis virus herpes simpleks. Infeksi dapat hilang timbul dan berlokalisasi

pada perbatasan mukokutaneus antara mulut dan hidung. Infeksi-infeksi tersebut

jinak sekali. Tetapi apabila neonatus tidak memperoleh imunitas maternal terhadap

virus herpes simpleks atau apabila pada partus neonatus ketularan virus herpes

simpleks dari ibunya yang mengidap herpes genitalis, maka infeksi dapat berkembang

menjadi viremia.23

H. influenzae penyebab yang paling sering di Amerika Serikat, mempunyai

insiden tahunan 32-71/100.000 anak di bawah 5 tahun. Insiden ini jauh lebih tinggi

pada anak-anak Indian Navayo dan Eskimo Alaska (masing-masing 173 dan

Universitas Sumatera utara


409/100.000/tahun). Insiden yang tinggi pada populasi ini mungkin juga

menggambarkan status sosio-ekonomi yang rendah, yang beberapa cara tidak

diketahui dapat mengurangi daya tahan terhadap mikroorganisme ini. Insiden dengan

infeksi H. influenzae juga empat kali lebih besar pada orang kulit hitam daripada

orang kulit putih.19

Tabel 2.2. Perkiraan insidensi dengan pada meningitis bakteri40


No. Kelompok usia Insiden (%)
1. Neonatus
Streptococcus grup B 60
E.coli, enteri gram negatif lain 30
L. monocytogenes 5

2. Batita
N. meningitidis 45
S. pneumoniae 40
H. influenzae 10
Lain-lain 5

3. Anak yang lebih tua 50


S. pneumoniae 40
N. meningitidis 10
Lain-lain

b. Tempat

Frekuensi penyakit yang tinggi dilaporkan pada orang-orang Afrika-Amerika,

penduduk asli Amerika, dan masyarakat di daerah pedesaan.40 Sekitar 20.000 kasus

ensefalitis terjadi di Amerika Serikat setiap tahun, dengan ensefalitis herpes simpleks

menyebabkan sekitar 10% dari kasus ini. Meningoensefalitis yang disebabkan oleh

Tick born encephalitis dengan CFR di Asia yaitu 20% dan di Eropa (1-5%).41

Meningoensefalitis yang disebabkan oleh Ensefalitis Jepang tersebar luas di

Asia Timur dari Korea sampai Indonesia, Cina, India dan Kepulauan Pasifik Barat.42

Universitas Sumatera utara


Infeksi West Nile Virus meningkat di Amerika Serikat dengan kasus pertama

dilaporkan di New York pada tahun 1999. Tahun 2002 ada 4.161 kasus yang

dilaporkan di 41 negara, dan dari catatan 8.500 kasus dilaporkan pada tahun 2003.20

Infeksi Plasmodium falciparum tersebar di Afrika, Amerika Selatan, Asia Tenggara.

Taenia Solium tersebar di Amerika Latin dan Rickettsia di Amerika bagian

tenggara.21

c. Waktu

Meningoensefalitis arbovirus sebagian besar terjadi selama bulan-bulan

musim panas karena penularan virus terjadi oleh arthropoda seperti nyamuk atau

kutu yang aktif selama waktu itu. Infeksi virus parotitis lebih sering pada akhir

musim dingin dan awal musim semi. Infeksi herpes virus dan virus imunodefisiensi

manusia terjadi sporadis selama setahun.19 Infeksi dengan mumps virus bersifat

endemik sepanjang tahun. Di daerah 4 musim, puncak periode terjadi pada musim

dingin dan musim semi.22

Bakteri dengan penyebab N. meningitidis dan S. pneumoniae yang memuncak

pada bulan-bulan musim dingin, H.influenzae memperlihatkan penyebaran bifasik

yang memuncak pada permulaan musim dingin dan musim semi, dan L.

monocytogenes yang terjadi paling sering pada bulan-bulan musim panas. Penjelasan

atas pola musiman ini terletak pada cara penularan organisme; Meningokokus,

Pneumokokus, dan Haemofilus menyebar melalui jalur pernapasan biasa, dan Listeria

didapat akibat kontaminasi melalui makanan atau akibat berkontak dengan hewan

ternak.40

Universitas Sumatera utara


2.6.2. Determinan Meningoensefalitis

a. Host/Pejamu

Daya pertahanan susunan saraf pusat untuk menangkis infeksi mencakup

kesehatan umum yang sempurna, struktur sawar darah otak yang utuh dan efektif,

aliran darah ke otak yang adekuat, sistem imunologik humoral dan selular yang

berfungsi sempurna. Neonatus selamanya kekurangan antibodi IgM yang spesifik,

oleh karena ia tidak dapat melintasi plasenta. Maka dari itu, neonatus mudah terkena

infeksi kuman enterik gram negatif. Prematuritas mempermudah infeksi susunan

saraf pusat, demikian juga kelainan kongenital, seperti meningomielokel ataupun

sinus neurodermal. Pada anak-anak dan orang dewasa, ensefalitis virus herpes

simpleks merupakan manifestasi re-aktivasi dari infeksi yang latent. Virus herpes

simpleks tersebut berdiam di dalam jaringan otak secara endosimbiotik, mungkin di

ganglion Gasseri. Reaktivitas virus herpes simpleks dapat disebabkan oleh faktor-

faktor yaitu penyinaran ultraviolet dan gangguan hormonal. Penyinaran ultraviolet

dapat terjadi secara iatrogenik atau dapat terjadi sewaktu bepergian ke tempat-

tempat yang tinggi letaknya.23

Kerentanan terhadap agent penyebab infeksi tidak hanya dipengaruhi oleh

umur dan genetik tetapi juga oleh defisiensi didapat atau kongenital dalam

mekanisme pertahanan hospes. Individu dengan defisiensi IgG atau komplemen,

penderita yang mengalami splenektomi, atau mereka yang asplenia kongenital

menambah insiden septikimia dan meningitis yang disebabkan oleh S. pneumoniae

dan H.influenzae tipe B. Penderita dengan anemia sel sikel dan hemoglobinopati

akan berisiko terinfeksi meningitis karena fungsi limpa yang tidak baik dan cacat

Universitas Sumatera utara


pada jalur komplemen. Infeksi meningokokus beresiko pada individu yang menderita

defisiensi komponen terminal sistem komplemen.19

Meningoensefalitis mumps terutama menyerang secara akut anak-anak dan

dewasa muda. Angka kejadian yang sukar dipastikan karena infeksi subklinis dari

sistem saraf pusat dilaporkan terjadi lebih dari 65% kasus. Bang dan Bang

menemukan adanya peningkatan sel yang abnormal pada cairan otak dari 62%

kasus, dimana hanya 28% dari penderita memberikan gambaran pembesaran

kelenjar. Parotitis epidemika merupakan penyebab 10-15% kasus aseptik meningitis

di Amerika.22,38 Paramyxovirus ini memiliki infeksi yang tinggi pada individu

dengan sistem imun yang rendah. Kematian karena virus gondongan ini jarang,

mayoritas kematian ( >50%) terjadi pada orang yang lebih tua dari 19 tahun.43

Biasanya bentuk meningoensefalitis mumps jinak pada anak dan ditandai

dengan demam, muntah, kaku kuduk, letargi, parotitis, sakit kepala, konvulsi, nyeri

perut, diare dan delirium.17 Faktor pejamu yang merupakan predisposisi infeksi

termasuk keadaan defisiensi imun didapat atau kongenital, hemoglobinopati sabit,

asplenia, dan penyakit hati atau ginjal kronis. Umumnya individu ini

memperlihatkan peningkatan kerentanan terhadap organisme berkapsul seperti S.

pneumoniae. Pemberian imunisasi efektif dini terhadap H. influenzae tipe b telah

menurunkan insidensi meningitis akibat organisme ini sebesar 90%.40

b. Agent

Banyak bakteri dengan spektrum etiologi yang berbeda pada usia yang

berbeda dan pada kelompok pasien yang berbeda. Eschericia coli, Streptococcus

grup B, Listeria biasanya terjadi pada Neonatus, Haemophilus influenzae pada umur

Universitas Sumatera utara


< 5 tahun, Neisseria meningitidis (meningitis meningokokus), Streptococcus

pnemoniae pada dewasa, Mycobacterium tuberculosa dan Cryptococcus pada pasien

yang immunosuppressed.30,44

Meningoensefalitis mumps disebabkan oleh virus RNA yang termasuk famili

Paramyxoviridae yang merupakan virus RNA.43 Virus mumps stabil pada Ph 5,8-8

dan tetap hidup bertahun-tahun pada suhu < -200 - 700C. Virulensi virus mumps akan

hilang bila virus ini dipanaskan pada suhu 550C sampai dengan 600C, selama 20

menit. Virus mumps dapat diisolasi dari kelenjar air liur, hasil swab dari orificium

ductus Stensen atau dari mulut, darah, kencing, air susu ibu dan cairan otak.

Meningoensefalitis biasanya terjadi setelah 3-10 hari pembesaran kelenjar parotis.

Meskipun demikian pernah dilaporkan bahwa meningoensefalitis dapat terjadi lebih

awal, bahkan dapat terjadi tanpa adanya pembesaran kelenjar.38

Di daerah endemik, meningoensefalitis yang disebabkan oleh Japanese B

encephalitis virus termasuk dalam kelompok virus yang ditularkan oleh serangga

atau arthropoda lainnya, serangga penular di Indonesia adalah nyamuk Culex

tritaeniohynchus.35 Sebelum tahun 1974, semua strain H. influenzae sensitif terhadap

ampisilin. Pada waktu tersebut, akibat munculnya strain penghasil ß-laktamase, terapi

akibat organisme ini diperluas hingga meliputi ampisilin dan kloramfenikol sampai

uji kepekaan selesai. Beberapa belahan dunia sekarang melaporkan bahwa insidensi

organisme yang resisten terhadap ampisilin dan kloramfenikol sudah melebihi 50%,

sehingga regimen pengobatan ini sudah tidak dapat digunakan di daerah tersebut.40

Menurut statistik dari 214 ensefalitis 54% (115 orang) dari penderita adalah

anak-anak. Virus yang paling sering ditemukan ialah virus Herpes simpleks (31%),

Universitas Sumatera utara


yang disusul oleh virus ECHO (17%). Ensefalitis primer dengan penyebab yang tidak

diketahui dan ensefalitis para-infeksiosa masing-masing mencakup 40% dan 41%

dari semua kasus ensefalitis yang telah diselidiki.23

Enterovirus adalah penyebab signifikan dari meningoensefalitis pada

periode neonatal, tetapi jarang menyebabkan ensefalitis pada bayi yang lebih tua,

anak-anak atau orang dewasa.20 Penyebab amuba meningoensefalitis adalah amuba

terutama Naegleria fowleri. N.fowleri merupakan organisme termofilik golongan

amuba flagelata yang hidup bebas di air tawar yang panas.35

Infeksi saraf yang disebabkan oleh infeksi oportunistik telah dilaporkan

menjadi manifestasi utama dari AIDS.

Tabel 2.3.Resiko Infeksi Oportunistik Sistem Saraf Pusat pada Pasien dengan
HIV/AIDS berdasarkan jumlah CD445
No. Jumlah CD4 Infeksi Sistem Saraf Pusat
1. Jumlah CD4<100 - Toxoplasma gondii
- Cryptococcus neoformans

2. Jumlah CD4 <50 - Primary Amoeba


Meningoencephalitis, Epstein
Barr virus
- Cytomegalovirus

Toxoplasma gondii memiliki 3 macam bentuk, menyebabkan bermacam-

macam cara penularan penyakit dan patogenesis yang berbeda-beda. Bentuk takhizoit

adalah bentuk proliferatif yang ditemukan selama infeksi akut. Bentuk bradizoit ada

dalam kista jaringan. Bentuk ookista ditemukan hanya dalam usus kucing. Ookista

menjadi infeksius sesudah mengalami sporulasi yang terjadi dari 1 sampai 21 hari

pasca defekasi. Hanya sekitar 10% individu yang terinfeksi menunjukkan gejala-

gejala.19

Universitas Sumatera utara


c. Lingkungan

Infeksi meningokokus dan H.influenzae berkolerasi dengan kontak antar

individu. Kolonisasi nasofaringeal dari N.meningitidis meningkat jumlahnya jika

banyak anak muda wajib dinas militer dikumpulkan di barak-barak. Amuba

meningoensefalitis dapat bersangkut paut dengan berenang di danau segar yang

mengandung amuba. Infeksi arbovirus terjadi jika ada kontak dengan vektor yang

berupa arthropoda yang telah terinfeksi. Binatang peliharaan sering terinfeksi

Toksoplasma gondii dan mudah menularkan infeksinya kepada manusia di

sekelilingnya.23

Meningoensefalitis (tuberkulosa) banyak terdapat pada penduduk dengan

keadaan sosio-ekonomi rendah, penghasilan tidak mencukupi kebutuhan sehari-hari,

perumahan tidak memenuhi syarat kesehatan minimal, hidup dan tinggal atau tidur

berdesakan, higiene yang buruk, dan tidak mendapat fasilitas imunisasi.27

2.7. Prognosis Meningoensefalitis

Prognosis meningoensefalitis bergantung pada kecepatan dan ketepatan

pertolongan, di samping itu perlu dipertimbangkan pula mengenai kemungkinan

penyulit seperti hidrosefalus, gangguan mental, yang dapat muncul selama

perawatan. Bila meningoensefalitis (tuberkulosa) tidak diobati, prognosisnya jelek

sekali. Penderita dapat meninggal dalam waktu 6-8 minggu. Angka kematian pada

umumnya 50%. Prognosisnya jelek pada bayi dan orang tua. Prognosis juga

tergantung pada umur dan penyebab yang mendasari, antibiotik yang diberikan,

hebatnya penyakit pada permulaannya, lamanya gejala atau sakit sebelum dirawat,

Universitas Sumatera utara


serta adanya kondisi patologik lainnya.46,27 Tingkat kematian virus mencakup 40-

75% untuk herpes simpleks, 10-20% untuk campak, dan 1% untuk gondok.37

Penyakit pneumokokus juga lebih sering menyebabkan gejala sisa jangka

panjang (kurang dari 30% kasus) seperti hidrosefalus, palsi nervus kranials, defisit

visual dan motorik, serta epilepsi.36 Gejala sisa penyakit terjadi pada kira-kira 30%

penderita yang bertahan hidup, tetapi juga terdapat predileksi usia serta patogen,

dengan insidensi terbesar pada bayi yang sangat muda serta bayi yang terinfeksi oleh

bakteri gram negatif dan S. pneumoniae. Gejala neurologi tersering adalah tuli, yang

terjadi pada 3-25% pasien; kelumpuhan saraf kranial pada 2-7% pasien; dan cedera

berat seperti hemiparesis atau cedera otak umum pada 1-2% pasien. Lebih dari 50%

pasien dengan gejala sisa neurologi pada saat pemulangan dari rumah sakit akan

membaik seiring waktu, dan keberhasilan dalam implan koklea belum lama ini

memberi harapan bagi anak dengan kehilangan pendengaran.40

2.8. Komplikasi

Komplikasi dari meningitis tuberkulosa adalah hidrosefalus, epilepsi,

gangguan jiwa, buta karena atrofi N.II, kelumpuhan otot yang disarafi N.III, N.IV,

N.VI, hemiparesis. Komplikasi dari meningitis purulenta adalah efusi subdural, abses

otak, hidrosefalus, paralisis serebri, epilepsi, ensefalitis, tuli, renjatan septik.37

Universitas Sumatera utara


2.9. Pencegahan Meningoensefalitis

2.9.1. Pencegahan Primer

Tujuan pencegahan primer adalah mencegah timbulnya faktor resiko

meningoensefalitis bagi individu yang belum mempunyai faktor resiko dengan

melaksanakan pola hidup sehat.46 Pencegahan terhadap infeksi dilakukan dengan

cara imunisasi pasif atau aktif.38

Kemoprofilaksis terhadap individu rentan yang diketahui terpajan pada pasien

yang mengidap penyakit (pasien indeks) serta imunisasi aktif. Imunisasi aktif

terhadap H. influenzae telah menghasilkan pengurangan dramatis pada penyakit

invasif, dengan pengurangan sebanyak 70-85% akibat organisme tersebut.40

Imunisasi untuk pencegahan infeksi Haemophilus influenzae (menggunakan vaksin

H.influenzae tipe b) direkomendasikan untuk diberikan secara rutin pada anak berusia

2, 3, dan 4 bulan.29

Amuba penyebab meningoensefalitis, yang hidup dalam kolam renang dapat

dimusnahkan dengan memberikan kaporit pada air kolam secara teratur, hindari

berenang pada kolam air tawar yang mempunyai temperatur di atas 250 C.

Meningoensefalitis dengan penyebab Mycobacterium tuberkulosa dapat dicegah

dengan meningkatkan sistem kekebalan tubuh dengan cara memenuhi kebutuhan gizi

dan pemberian imunisasi BCG. Hunian sebaiknya memenuhi syarat kesehatan, tidak

over crowded (luas lantai > 4,5 m2/orang), dan pencahayaan yang cukup. 47

Pencegahan untuk Virus Japanese B Encephalitis yaitu vaksinasi inaktif

diberikan pada anak-anak, karena kelompok tersebut sensitif terhadap infeksi virus.

Universitas Sumatera utara


Selain itu dilakukan pencegahan terhadap gigitan nyamuk dan dilakukan prosedur

pengamanan tindakan dan pekerjaan laboratorium.35

2.9.2. Pencegahan Sekunder

Pencegahan sekunder bertujuan untuk menemukan penyakit sejak awal, saat

masih tanpa gejala (asimptomatik) dan saat pengobatan awal dapat menghentikan

perjalanan penyakit.48 Deteksi dini anak-anak yang mengalami kelainan neurologis

sangat penting karena adanya kemungkinan untuk mengembangkan potensinya di

kemudian hari melalui program intervensi diri. Untuk mengenal kelainan neurologik,

pemeriksaan neurologik dasar merupakan bagian integral yang tidak dapat

dipisahkan.49

a. Diagnosis

a.1. Pemeriksaan Penunjang

a.1.1. Pemeriksaan Pungsi Pumbal

a. Pada meningitis purulenta, diperoleh hasil pemeriksaan cairan serebrospinal yang

keruh karena mengandung pus, nanah yang merupakan campuran leukosit yang

hidup dan mati, jaringan yang mati dan bakteri.18

b. Infeksi yang disebabkan oleh virus, terjadi peningkatan cairan serebrospinal,

biasanya disertai limfositosis, peningkatan protein, dan kadar glukosa yang

normal.36

c. Penyebab dengan Mycobakterium tuberkulosa pada pemeriksaan cairan otak

ditemukan adanya protein meningkat, warna jernih, tekanan meningkat, gula

menurun, klorida menurun.37

Universitas Sumatera utara


d. Pemeriksaan cairan serebrospinal pada amuba meningoensefalitis yang diperiksa

secara mikroskopik, mungkin dapat ditemukan trofozoit amuba.28

Penyebab dengan Toxoplasma gondii didapat protein yang meningkat, kadar

glukosa normal atau turun. Penyebab dengan Criptococcal, tekanan cairan otak

normal atau meningkat, protein meningkat, kadar glukosa menurun.45

Lumbal pungsi tidak dilakukan bila terdapat edema papil, atau terjadi

peningkatan tekanan intrakranial.30 Pada kasus seperti ini, pungsi lumbal dapat

ditunda sampai kemungkinan massa dapat disingkirkan dengan melakukan

pemindaian CT scan atau MRI kepala.40

a.1.2. Pemeriksaan darah

a. Dilakukan pemeriksaan kadar hemoglobin, jumlah dan jenis leukosit, kadar

glukosa, kadar ureum. Pada meningitis purulenta didapatkan peningkatan leukosit

dengan pergeseran ke kiri pada hitung jenis, biasanya terdapat kenaikan jumlah

leukosit.18 Gangguan elektrolit sering terjadi karena dehidrasi. Di samping itu

hiponatremia dapat terjadi akibat pengeluaran hormon ADH (Anti Diuretic

Hormon) yang menurun.37

b. Pada Mycobacterium tuberculosa, leukosit meningkat sampai 500/mm3 dengan

sel mononuklear yang dominan, pemeriksaan pada darah ditemukan jumlah

leukosit meningkat sampai 20.000, dan test tuberkulin sering positif.37

a.1.3. Pemeriksaan Radiologis

a. CT scan dan Magnetic Resonance Maging (MRI) otak dapat menyingkirkan

kemungkinan lesi massa dan menunjukkan edema otak.

Universitas Sumatera utara


b. Untuk menegakkan diagnosa dengan penyebab herpes simpleks, diagnosa dini

dapat dibantu dengan immunoassay antigen virus dan PCR untuk amplifikasi DNA

virus.

c. Elektroensefalografi (EEG) menunjukkan kelainan dengan bukti disfungsi otak

difus.36

b. Pengobatan

Pengobatan suportif dalam kebanyakan kasus meningitis virus dan ensefalitis.

Satu-satunya pengobatan spesifik adalah asiklovir 10 mg/kg iv setiap 8 jam selama

10-14 hari untuk infeksi herpes simpleks. Asiklovir juga efektif terhadap virus

Varicella zoster. Tidak ada manfaat yang terbukti untuk kortikosteroid, interferon,

atau terapi ajuvan lain pada ensefalitis virus dan yang disebabkan oleh bakteri dapat

diberikan klorampinikol 50-75 mg/kg bb/hari maksimum 4 gr/hari.2,50

Meningitis pada neonatus (organisme yang mungkin adalah E.Coli,

Steptococcus grup B, dan Listeria) diobati dengan sefotaksim dan aminoglikosida,

dengan menambahkan ampisilin jika Listeria dicurigai. Akibat Haemophilus

memerlukan pengobatan sefotaksim. Meningitis tuberkulosis diobati dengan

rifampisin, pirazinamid, isoniazid, dan etambutol.44 Herpetik meningoensefalitis

diobati dengan asiklovir intravenous, cytarabin atau antimetabolit lainnya.

Pengobatan amuba meningoensefalitis dilakukan dengan memberikan amfoterisin B

secara intravena, intrateka atau intraventrikula. Pemberian obat ini dapat mengurangi

angka kematian akibat infeksi Naegleria fowleri, tetapi tidak berhasil mengobati

meningoensefalitis yang disebabkan oleh amuba lainnya.35

Universitas Sumatera utara


2.9.3. Pencegahan Tertier

Pencegahan tertier merupakan aktifitas klinik yang mencegah kerusakan

lanjut atau mengurangi komplikasi setelah penyakit berhenti. Pada tingkat

pencegahan ini bertujuan untuk menurunkan kelemahan dan kecacatan, dan

membantu penderita untuk melakukan penyesuaian terhadap kondisi-kondisi yang

tidak diobati lagi, dan mengurangi kemungkinan untuk mengalami dampak

neurologis jangka panjang misalnya tuli, ketidakmampuan belajar, oleh karena itu

fisioterapi dan rehabilitasi juga diberikan untuk mencegah dan mengurangi

kecacatan.18,48

Universitas Sumatera utara

Anda mungkin juga menyukai