Anda di halaman 1dari 166

PERAN PERAW AT DALAM TATALAKSANA D IARE AKUT

PADA AN AK DI RS DR. SOEDJONO MAGELANG

Tesis

Untuk M emenuhi Sebagian Persyaratan M encapai Derajad Sarjana S2

M inat Keperawatan Anak


Program Studi M agister Keperawatan

Diajukan oleh:

Septi W ardani
12/337995/PKU/13087

Kepada

PROGRAM STUDI MAGISTER KEPERAW ATAN

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS GADJAH MADA

YOGYAKARTA

2014

i
ii
iii
KATA PENGANTAR

Alhamdulillaahi robbil alamin, puji syukur penulis pa njatkan ke hadirat Allah

Subhanahu Wa Ta’ala atas rahmat, kasih sayang dan kemudahan -N ya sehingga

penulis dapat menyelesaikan laporan hasil penelitian tesis ini yang berjudul

“Peran Perawat dalam Tatalaksana Diare akut pada Anak di Rumah Sakit Dr.

Soedjono M agelang”. Dalam penyusunan laporan hasil tesis ini penulis

mendapatkan bimbingan dan arahan dari berbagai pihak, oleh karena itu dalam

kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terimakasih yang sebesar -besarnya

kepada yang terhormat:

1. Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah M ada yang telah memberikan

dukungan dan ijin atas terlaksananya peneliti ini.

2. Kepala bagian, Ketua Program Studi, Kepala Peminatan A nak beserta seluruh

staf pendidikan Program pascasarjana Ilmu Keperawatan Fakultas

Kedokteran Universitas Gadjah M ada yang telah memberikan dukungan dan

bantuan.

3. Prof. dr. S. Yati Soenarto, Sp.A(K)., Ph.D selaku pembimbing I yang telah

memberikan masukan, arahan, kritik dan saran dalam penyusunan laporan

hasil tesis ini.

4. DR. Fitri Haryanti, S.Kp., M .Kes selaku pembimbing II yang telah

memberikan banyak waktu, bimbingan, masukan, arahan dan saran dalam

penyusunan laporan hasil tesis ini.

iv
5. Dr. Indria Laksmi Gamayanti, M .Si., P.Si selaku Ketua Dewan Penguji yang

telah memberikan masukan, arahan, kritik dan saran dalam perbaikan laporan

hasil tesis ini.

6. Dr. Dra. Sumarni, DW., M .Kes selaku penguji yang telah memberikan

masukan, arahan, kritik dan saran dalam perbaikan laporan hasil tesis ini.

7. Kepala Rumah Sakit dr. Soedjono M agelang beserta jajarannya yang tel ah

memberikan ijin dan kesempatan untuk dilaksanakannya penelitian ini.

8. Kepala Ruang Flamboyan Rumah Sakit dr. Soedjono M agelang dan teman -

teman perawat yang memberikan bantuan dan dukungan dalam proses

penelitian ini.

9. Responden penelitian yang telah memberikan bantuan, dukungan dan

kesediannya menjadi peserta penelitian.

Untuk selanjutnya penulis berharap semoga laporan hasil tesis ini akan

memberikan manfaat kepada semua pihak. Penulis menyadari bahwa laporan hasil

tesis ini masih jauh dari kesempurnaan, untuk itu penulis sangat mengharapkan

kritik dan saran demi perbaikan laporan hasil tesis ini.

Yogyakarta, September 2014

Penulis

v
PERSEMBAHAN

Dalam kesempatan ini penulis mengucap syukur kehadirat Allah SWT yang

telah melimpahkan rahm at dan karunia-N ya, sehingga tesis ini dapat terselesaikan

dengan lancar. Dalam penyusunan tesis ini penulis mendapatkan bantuan dan

dukungan dari berbagai pihak, oleh karena itu penulis mempersembahkan ucapan

terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Dekan, Wakil Dekan, Kepala Program Studi dan semua rekan Fakultas Ilmu

Kesehatan U niversitas M uhammadiyah M agelang, yang telah memberikan

kesempatan, dukungan dan bantuan selama penulis menyelesaikan

pendidikan.

2. Keluarga tercinta yang telah memberikan dukunga n moril, materiil dan

spirituil selama penulis menempuh pendidikan.

3. Semua rekan satu angkatan Program Pendidikan Pascasarjana Ilmu

Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah M ada peminatan anak

dan maternitas atas dukungan dan bantuannya.

Demikian persembahan yang dapat penulis berikan, semoga pendidikan yang

telah penulis tempuh akan memberikan manfaat kepada semua pihak.

Yogyakarta, September 2014

Penulis

vi
DAFTAR ISI

Halaman
Halaman Judul i
Halaman Persetujuan ii
Kata Pengantar iii
Persembahan v
Daftar Isi vi
Daftar Tabel viii
Daftar Gambar ix
Daftar Skema x
Daftar Lampiran xi
Daftar Singkatan xii
Abstrak xiv
BAB I PENDAHULUAN 1
A. Latar Belakang M asalah 1
B. Perumusan M asalah 10
C. Tujuan Penelitian 11
D. M anfaat Penelitian 11
E. Keaslian Penelitian 12

BAB II TINJAU AN PUSTAKA 14


A. Telaah Pustaka 14
B. Kerangka Teori 44
C. Kerangka Konsep 45
D. Pertanyaan Penelitian 46

BAB III METODE PENELITIAN 47


A. Jenis dan Desain Penelitian 47
B. Tempat dan Waktu Penelitian 48
C. Subjek Penelitian 48
D. Variabel dan Definisi Operasional Variabel 49
E. Instrumen Penelitian dan Pengumpulan Data 50
F. Cara Analisis Data 52
G. Keabsahan Data 53
H. Etika Penelitian 55
I. Jalannya Penelitian 57

vii
J. Kesulitan dan Keterbatasan Penelitian 61

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 63


A. Gambaran Umum Tempat Penelitian 63
B. Hasil Penelitian 65
C. Pembahasan 95

BAB V KESIMPULAN DAN SAR AN 122


A. Kesimpulan 122
B. Saran 125

DAFTAR PUSTAKA 128


LAMPIRA N

viii
DAFTAR TABEL

Tabel 1. Perbedaan oralit lama dan baru ..............................................................18

Tabel 2. Penentuan derajad dehidrasi 19

Tabel 3. Diagnosa keperawatan intervensi dan implementasi 42

Tabel 4. Karakteristik responden perawat 66

Tabel 5. Karakteristik Informan 66

ix
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Kerangka Teori 44

Gambar 2. Kerangka Konsep 45

Gambar 4. Jalannya Penelitian 60

Gambar 3. Obat-obat essensial 83

x
DAFTAR SKEMA

Skema 1. Peran perawat sebagai care giver 68

Skema 2. Peran perawat sebagai team member 75

Skema 3. Peran perawat sebagai pendidik 85

Skema 4. Peran perawat sebagai advocate 94

xi
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Lembar penjelasan u ntuk responden

Lampiran 2. Persetujuan keikutsertaan dalam penelitian

Lampiran 3. Pedoman wawancara dengan responden

Lampiran 4. Pedoman wawancara dengan orang tua

Lampiran 5. Pedoman wawancara dengan kepala ruang

Lampiran 6. Pedoman wawancara dengan dokter

Lampiran 7. Panduan observasi partisipatif

Lampiran 8. Panduan pengumpulan bukti dokumentasi

Lampiran 9. Jadwal Penelitian

Lampiran 10. Surat ijin penelitian fakultas

Lampiran 11. Surat ijin penelitian komisi etik

Lampiran 12. Surat ijin penelitian rumah sakit

xii
DAFTAR SINGKATAN

AAD : Antibiotik Associaed Diare

ANA : American Nursing Association

ASI : Air Susu Ibu

BAB : Buang Air Besar

BAK : Buang Air Kecil

BB : Berat Badan

COP : Care of Patient

ICN : The International Council of Nurse

IM CI : integrated management of childhood illness

INOS : Inducible Nitric Oxide Synthase

IPSG : International Patient Safety Goals

JCI : Joint Commission International

KLB : Kejadian Luar Biasa

LINTAS : lima Langkah Tuntaskan D iare

M DGs : M illennium Development G oals

M TBS : M anajemen Terpadu Balita Sakit

P2 : Penanganan Penderita

PASI : Pendamping A ir Susu Ibu

PPNI : Persatuan Perawat Nasional Indonesi

Riskesdas : Riset Kesehatan Dasar

SKRT : Survei Kesehatan Rumah Tangga

SPM : Standar Pelayanan M edis

xiii
SPO : Standar Prosedur Operasional

SAK : Standar Asuhan Keperawatan

UGD : Unit Gawat Darurat

UNICEF : The United Nations Children's Fund

WGO : World Gastroenterology Organization

WHO : World Health Organization

xiv
INTISAR I

Latar belakang: Di Indonesia, penyebab utama tingginya kejadian diare pada


anak adalah karena belum tepatnya tatalaksana diare pada anak, baik di rumah
ataupun di pelayanan. Perawat sebagai tenaga kesehatan dapat menjalankan
perannya dalam tatalaksana diare akut pada anak. Permasalahan yang muncul di
Indonesia adalah belum ada kejelasan mengenai peran perawat dalam tatalaksana
diare akut pada anak.
Tujuan: tujuan dari penelitian ini untuk mengeksplorasi apa dan bagaimana peran
perawat dalam tatalaksana diare akut pada anak di Rumah Sakit dr. Soedjono
M agelang.
Metode: metode yang digunakan adalah studi kualitatif dengan pendekatan studi
kasus. Subjek penelitian yaitu perawat yang terpapar dalam pemberian asuhan
keperawatan pada anak dengan diare akut yang berjumlah lima responden. Sampel
dipilih dengan menggunakan metode purposive sam pling dengan strategi
homogeneous sampling. Data dikumpulkan dengan wawancara, dokumen, dan
observasi partisipatif, serta analisis yang digunkan adalah model M iles dan
Huberman. Triangulasi sumber dilakukan dalam uji validitas dan penelitian
dilakukan dari bulan A pril sampai dengan Juni 2014.
Hasil: hasil penelitian didapatkan empat kategori, yaitu peran perawat sebagai
pemberi pelayanan, kolaborator, pendidik dan pelindung. Sebagai pemberi
pelayanan, perawat melakukan pengkajian, pendokumentasian asuhan
keperawatan dan evaluasi. Sebagai kolaborator, perawat melakukan kolaborasi
dengan dokter dengan memberikan cairan intravena, pemberian ora lit, zink,
antibiotik, antidiare tidak diberikan dan diberikan prebiotik, kemudian kolaborasi
analis kesehatan dengan pemeriksaan darah dan feces. Sebagai pendidik, perawat
melakukan edukasi dalam pemberian zink, makan dan nasehat. Perawat juga
melakukan informed concent dalam pemberian antibiotik sebagai bentuk dari
peran sebagai pelindung.
Kesimpulan: Perawat sudah menjalankan perannya dalam tatalaksana diare akut
pada anak pada empat area, tetapi terdapat kelemahan dalam pelaksanaan peran
perawat tersebu t. Kelemahannya yaitu belum dilakukan pengkajian riwayat
penyakit, pendokumentasian perawat belum dilakukan secara terintegrasi, dan
penentuan dehidrasi berat belum dilakukan dengan benar. Selanjutnya masih
diberikan cairan intravena pada semua anak dengan diare akut atas instruksi
dokter, antibiotik dan prebiotik masih diberikan. Selain itu perawat belum
memberikan edukasi mengenai lama pemberian dan manfaat zink dan belum
melakukan dokumentasi dalam pemberian informed consent.

Kata kunci: peran perawat, diare akut, tatalaksana diare

xv
Abstract

Background: In Indonesia, the main cause of the high incidence of diarrhea in


children is not yet precisely because of the treatment of diarrhea in children, either
at home or in care. Nurses as health workers can perform its role in the
management of acute diarrhea in children. The problems that arise in Indonesia is
no clarity about the role of nurses in the management of acute diarrhea in children.
Purpose: the purpose of this study to explore whether and how the role of nurses
in the management of acute diarrhea in children in hospital dr. Soedjono
M agelang.
Methods: The method used was a qualitative study with a case study approach.
Research subjects who are exposed to the nurse in the delivery of nursing care in
children with acute diarrhea of five respondents. Samples were selected using
purposive sampling method w ith homogeneous sampling strategy. Data were
collected through interview s, documents, and participant observation, and
analysis, we choose the model of M iles and H uberman. Triangulation is done in
the validity and the research conducted from A pril to June 2014.
Results: The result showed four categories, namely the role of the nurse as the
service provider, collaborator, educator and protector. As caregivers, nurses
perform assessments, documentation and evaluation of nursing care. As a
collaborator, a nurse to collaborate w ith physicians to provide intravenous fluids,
ORS, zinc, antibiotics, antidiarrheal not given and given a prebiotic, then
collaborative healthcare analyst w ith blood tests and stool. As educators, nurses
educate the administration of zinc, eating and advice. Nurses also conduct the
informed concent in the administration of antibiotics as a form of role as
protector.
Conclusion: The nurse has to perform its role in the management of acute
diarrhea in children in four areas, but there are weaknesses in the implementation
of the nurse's role. The disadvantage is not done assessment of disease history,
documenting the nurse has not done in an integrated manner, and severe
dehydration determination has not been done properly. Further still given
intravenous fluids in all children w ith acute diarrhea on the instructions of the
doctor, antibiotics and prebiotics are still given. In addition, the nurse has not
given duration of administration and education about the benefits of zinc and not
made in the provision of informed consent documentation.

Keywords : the role of nurses , acute diarrhea , management of diarrhea

xvi
BAB I

PENDAHU LUA N

A. Latar Belakang

Diare merupakan penyebab kematian nomer dua di dunia. Pada tahun

1990, terdapat 12 juta kematian anak yang diakibatkan oleh diare.

Kejadian diare tersebut mengalami banyak penurunan pada tahun 2011,

menjadi 6,9 juta kematian anak yang diakibatkan oleh diare. M eskipun

sudah terjadi penurunan, namun diare masih menjadi penyebab kematian

utama pada anak, yang ditunjukan dengan kejadian sebanyak 2 juta

kematian pada anak pertahunnya yang disebabkan diare (WHO, 2013).

Kecenderungan yang harus diperhatikan adalah pencapaian target

Millennium Development Goals atau M DGs. Salah satu target M D Gs

adalah menurunkan angka kematian pada anak, termasuk menurunkan

angka kematian yang diakibatkan diare. Jika upaya dalam menangani

masalah diare tidak dilakukan dengan cepat dan berkelanjutan, maka

dimungkinkan sebanyak 760.000 anak akan meninggal oleh karena diare

setiap tahunnya. Tetapi jika penanganan diare dilakukan dengan cepat dan

tepat, maka jumlah kematian anak karena diare akan menurun setiap

tahunnya (WHO, UNICEF, 2013).

Upaya untuk menurunkan angka kematian anak karena diare dengan

melakukan tatalaksana secara tepat dan akurat. WHO mengembangkan

kerangka kerja pelayanan kesehatan yang salah satunya dalam buku

pelayanan kesehatan anak d i rumah sakit, di dalamnya berisi panduan

1
2

tatalaksana anak sakit di rumah sakit oleh tenaga kesehatan termasuk

perawat. M enurut WHO (2009), tatalaksana diare dapat dilakukan dengan

lima langkah tuntaskan diare (lintas diare). Perawat sebagai tenaga

kesehatan dapat memberikan kontribusi dalam penanganan diare sesuai

dengan perannya. Peran perawat tersebut adalah sebagai pemberi

pelayanan yang mencakup pemberi rasa nyaman, pelindung, komunikator,

mediator dan rehabilitator. Selain itu perawat berperan sebagai pendidik

yang memberikan pemahaman kepada individu, keluarga ataupun

masyarakat di semua lingkup pelayanan kesehatan. Peran perawat

selanjutnya sebagai manajer, yaitu perawat mengelola kegiatan pelayanan

kesehatan sesuai dengan tanggung jawabnya dan dapat mengambil

keputusan dalam memecahkan masalah. Perawat juga dituntut untuk dapat

berpikir kritis dalam pengambilan keputusan, sehingga permasalahan yang

dihadapi dapat terpecahkan dengan baik. Perawat juga mempunyai peran

sebagai pelindung, yaitu melindung i klien baik perlindungan terhadap

terapi atau pelayanan kesehatan yang didapatkan atau membantu klien

dalam pengambilan keputusan (Delaune, Ladner, 2011).

Dalam tatalaksana diare, perawat dapat melaksanakan perannya dalam

beberapa hal, salah satunya adalah memberikan pendidikan kepada orang

tua mengenai rehidrasi oral untuk mengatasi diare. Seperti penelitian di

India yang dilakukan oleh M azumder et al. (2010), dikemukakan bahwa

pendidikan yang diberikan kepada orang tua atau pengasuh mengenai


3

pemberian zink dan oralit untuk anak diare, efektif dapat mengurangi diare

pada anak.

Selain perawat dapat melaksanakan perannya dalam tatalaksana diare

di rumah sakit, perawat juga dapat memberikan kontribusi di masyarakat

untuk menangani diare pada anak. Di Etiopia dan Haiti, perawat

mempunyai peran yang komprehensif dalam menurunkan angka diare. Di

negara tersebut perawat melakukan strategi menurunkan kejadian diare

dengan melaksanakan peran kepemimpinannya dalam perbaikan sanitasi.

Hal tersebut sangat efektif dilakukan, karena sudah terbukti menurunkan

angka kejadian diare (Wake dan Tolessa, 2011). Pengalaman negara lain

yang telah berhasil menurunkan angka kejadian diare adalah Bangladesh,

yaitu dengan intervensi yang dilakukan terhadap keluarga dengan

pelatihan m encuci tangan, secara signifikan dapat mengurangi kejadian

diare pada anak (Luby et al, 2011).

Pada penelitian sebelumnya tentang tatalaksana diare oleh Hoque et

al. (2012) di Bangladesh, didapatkan hasil bahwa kualitas perawatan pada

tatalaksana diare di rumah sakit pada 18 kabupaten adalah belum semua

rumah sakit melakukan penilain dehidrasi dengan benar. Kemudian belum

semua rumah sakit melakukan pemantauan rehidrasi berencana sesuai

dengan tingkat dehidrasi, belum menerapkan pemberian antibiotik secara

selektif dan belum memberikan anjuran kepada orang tua untuk

melanjutkan makan selama diare. Dari hasil penelitian di Cina oleh Zhang

et al. (2011), didapatkan hasil bahwa dari semua anak diare yang dirawat
4

jalan, belum mendapatkan oralit dan juga zink, serta penggunaan

antibiotik masih cukup tinggi pada anak diare.

Penelitian di Indonesia tentang tatalaksana diare yang sudah dilakukan

di 18 rumah sakit, untuk mengetahui gambaran perawatan pada anak di

rumah sakit, diperoleh hasil bahwa kelemahan yang did apatkan dari skor

diare adalah adanya rencana rehidrasi yang tidak jelas, diberikannya cairan

intravena pada semua kasus diare sedangkan oralit tidak diberikan, dan

masih diberikannya antibiotik dan antidiare untuk diare cair (Sidik et al,

2013). Dari hasil penelitian Widayanti (2011) di Puskesmas Sleman, untuk

mengetahui rasionalitas tatalaksana diare didapatkan bahwa pelayanan

kesehatan yang diberikan belum optimal, yaitu masih didapatkan

penggunaan antibiotik sebanyak 17,2%, pemberian oralit sebanyak 84, 5%

dan zink 84%.

Berdasarkan Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT), studi

mortalitas dan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas), diketahui bahwa

penyebab utama kematian pada balita di Indonesia adalah diare, yaitu

sebesar 16,7%. Penyebab utama kematian pada balita akibat diare tersebut

karena tatalaksana yang tidak tepat baik di rumah atau di pelayanan

kesehatan. Hal tersebut ditunjukan dengan masih rendahnya pemberian

oralit di masyarakat, yaitu sebesar 37% dan masih diberikannya obat-

obatan pada anak diare sebanyak 31,30%. Selain itu pengetahuan petugas

kesehatan tentang tatalaksana diare masih rendah, yang ditunjukan dari

laporan hasil pemantauan cakupan dan kualitas tata laksana diare dari
5

tahun ke tahun oleh subdit pengendalian diare dan infeksi saluran

pencernaan Kemenkes RI. Laporan tersebut menunjukan bahwa pada

tahun 2009 pengetahuan petugas tentang anamnesa penderita diare dengan

benar sebanyak 43,7%, mengetahui penentuan derajad dehidrasi sebesar

29,9%, mengetahui tatalaksana diare tanpa dehidrasi seba nyak 33,3%,

mengetahui tatalaksana diare dehidrasi sedang atau ringan sebesar 12,6%

dan mengetahui tatalaksana diare dehidrasi berat sebanyak 14,9%

(Kemenkes RI, 2011).

M enurut Riskesdas (2013), terjadi penurunan angka kejadan diare di

Jawa Tengah, pada riskesdas 2007 sebanyak 9,2% dan pada riskesdas

2013 sebanyak 3,3%. Sedangkan kejadian diare pada balita pada riskesdas

2013 sebanyak 6,5%. Besarnya angka kejadian diare dan insiden diare

pada balita di Provinsi Jawa Tengah tersebut berada di bawah rata -rata

prevalensi diare nasional, angka rata -rata nasional kejadian diare adalah

3,5%, dan insiden diare pada balita sebesar 6,7%. Pada tahun 2012,

cakupan kejadian diare di Provinsi Jawa Tengah masih cukup tinggi, yaitu

sebesar 42,66%. (profil kesehatan Provinsi Jawa Tengah, 2012). Selain hal

tersebut, pemberian tatalaksana diare di jawa tengah masih belum optimal.

Dari rekapitulasi laporan Penanganan Penderita (P2) diare propinsi tahun

2009, menunjukan bahwa cakupan pemberian oralit di jawa tengah masih

rendah, yaitu sebanyak 65,2%. Kemudian pemberian antibiotik yang tidak

rasional masih sangat tinggi, yaitu sebesar 96,7% (Kemenkes RI, 2011).
6

M enurut Riskesdas (2013), cakupan pemberian oralit pada balita diare

sebanyak 23,1% dan cakupan pemberian zink sebanyak 14,6%.

Di M agelang, angka kejadian diare sebesar 5,1%, dan angka tersebut

berada di bawah rata-rata kejadian diare di jawa tengah, yaitu sebesar

9,2% (Riskesdas, 2007). Pada tahun 2011, angka kejadian diare di

M agelang masih cukup tinggi, yaitu sebanyak 66,1 %. Pada bulan April

2011 telah terjadi Kejadian Luar Biasa di lokasi pengungsian Ngemplak,

Ngrajek, Kabupaten M agelang. Korban diare yang tercatat adalah

sebanyak 64 orang. (Dinas Kesehatan Kota M agelang 2012).

Tingginya angka kejadian diare di M agela ng, salah satu

kemungkinan penyebabnya dipengaruhi oleh faktor sanitasi. Hasil

penelitian M ansyur (2013) menyampaikan bahwa faktor -faktor yang

mempengaruhi kejadian diare di M agelang adalah kurangnya kepemilikan

sarana air bersih, kepemilikan jamban dan kurangnya kebiasaan cuci

tangan. M enurut Riskesdas Provinsi Jawa Tengah (2007) tentang sanitasi

rumah tangga di M agelang, penggunaan fasilitas Buang Air Besar (BAB)

di M agelang yaitu sebanyak 54,2% menggunakan fasilitas sendiri,

penggunaan secara bersama sebanyak 8,6%, penggunaan sarana BAB

umum 12,3% dan rumah tangga yang tidak menggunakan fasilitas BAB

sebanyak 25%. Selain itu, akses rumah tangga terhadap sanitasi masih

kurang, yaitu sebanyak 50,8%. Kemudian persentase rumah tangga

menurut jenis pembuangan air limbah, sebanyak 26,1% tidak ada tempat

pembuangan air lim bah. Dari persentase rumah tangga terhadap jenis
7

penampungan sampah di dalam rumah, yaitu sebanyak 17,5% jenis

penampungan terbuka dan sebesar 77,2% tidak ada penampungan sampah

di dalam rumah. Kemudian untuk penampungan sampah di luar rumah,

terdapat 48% jenis penampungannya terbuka dan tidak ada penampungan

di luar rumah sebanyak 47,8%. Dari hal tersebut merupakan permasalahan

nyata yang terjadi di M agelang, kaitannya dengan masih tingginya an gka

kejadian diare pada anak. Untuk itu penelitian ini penting untuk dilakukan

di M agelang, untuk mengetahui peran perawat dalam tatalaksana diare

akut pada anak, sehingga diharapkan dari hasil penelitian dapat menunjang

upaya dalam menurunkan angka kejadian diare di M agelang.

Rumah Sakit dr. Soedjono M agelang merupakan salah satu rumah

sakit yang berada di K ota M agelang. M agelang merupakan wilayah yang

luasnya paling kecil diantara kota atau kabupaten di Provinsi Jawa

Tengah, tetapi angka kejadian diare masih cukup tinggi. M enurut data dari

pelayanan medis Rumah Sakit dr. Soedjono M agelang, didapatkan bahwa

data kejadian diare pada anak masih cukup tinggi, yaitu sebanyak 549

pasien dari bulan Januari sampai November 2013. Rumah Sakit dr.

Soedjono M agelang adalah Rumah Sakit TNI A D yang merupakan pusat

pelayanan rujukan kesehatan A ngkatan Darat di wilayah Kodam IV

Diponegoro. Selain melayani pasien dinas TNI AD, rumah sakit juga

melayani pasien umum, yang diantaranya adalah anak dengan diare akut.

Dari survei pendahuluan yang sudah dilakukan di bangsal anak RS dr.

Soedjono M agelang mengenai peran perawat dalam tatalaksana diare akut,


8

yang didapatkan dari wawancara dengan 2 orang perawat, bahwa sudah

ada Standar Pelayanan M edis (SPM ) untuk diare, tetapi perawa t belum

bisa menunjukan SPM tersebut. Disampaikan bahwa Standar Pelayanan

M edis yang diterapkan yaitu dengan pemberian rehidrasi oral dengan

oralit dan parenteral dengan cairan infus Kaen 3b, pemberian probiotik,

tablet zink dan antibiotik pada diare yang memanjang (lebih dari 5 hari)

dan panas, serta terapi medis lain sesuai dengan gejala penyerta,

contohnya pemberian anti muntah jika pasien terdapat gejala muntah. Dari

tatalaksana diare cair akut rumah sakit tersebut, perawat memberikan

penanganan diare sesuai dengan SPM yang ada.

Hasil wawancara yang dilakukan dengan perawat lain disampaikan

bahwa perawat sudah melakukan pengkajian tingkat dehidrasi anak

sebelum rehidrasi diberikan. Berhubungan dengan pemberian oralit dan

zink, perawat menyampaikan bahwa sudah memberikan penjelasan

mengenai dosis dan cara pemberiannya. Untuk pemberian oralit, diberikan

dengan dosis 10cc/kg/BB pada setiap kali anak mencret, dan tablet zink

diberikan dengan dosis 20 mg pada hampir semua umur. Untuk pemberian

nutrisi, perawa t sudah menganjurkan kepada orang tua untuk tetap

memberikan ASI kepada anak. Dan untuk anak yang diberi susu formula,

perawat menganjurkan untuk mengencerkan susu formula, atau mengganti

dengan susu rendah laktosa. Kemudian belum ada pemberian nasehat

kepada orang tua, mengenai kapan harus membawa anaknya kembali ke

rumah sakit.
9

Dari wawancara yang dilakukan dengan Ibu pada dua pasien,

disampaikan bahwa anak sudah mendapatkan oralit dan zink, tetapi Ibu

belum mengetahui mengenai dosis zink yang harus dibe rikan, dan

bagaimana pemberian zink jika anaknya muntah. Sekitar lima jam setelah

anak dirawat di ruang perawatan, anak belum mendapatkan oralit dan zink.

Selain itu, Ibu belum mengetahui kapan harus membawa anaknya untuk

kembali ke rumah sakit.

Dari hal tersebut di atas memperlihatkan adanya satu kasus yaitu

peran perawat dalam tatalaksana diare akut di Rumah Sakit dr. Soedjono

M agelang yang belum terlihat dengan jelas. Adanya ketidakjelasan peran

perawat tersebut, maka perlu dilakukan eksplorasi mengen ai peran perawat

dalam tatalaksana diare akut pada anak. Pentingnya dilakukan penelitian

mengenai peran perawat dalam tatalaksana diare akut karena perawat

memegang peranan penting dalam perawatan pasien. M enurut Delaune,

ladner (2011), sebagai pemberi pelayanan, perawat memberikan pelayanan

terhadap kebutuhan pasien selama 24 jam dan melakukan pemantauan

terhadap kemajuan kondisi pasien setiap waktu. Oleh karena itu, untuk

mencapai kondisi yang baik pada pasien, maka perawat harus mampu

melaksanakan perannya secara maksimal dalam memberikan pelayanan

kepada pasien.
10

B. Perumusan M asalah

Berdasarkan latar belakang yang sudah diuraikan sebelumnya,

terdapat beberapa permasalahan terkait tatalaksana diare, diantaranya

adalah : 1) Belum ada bukti S tandar Pelaya nan M edis (SPM ) untuk diare,

2) Antibiotik masih diberikan pada anak diare akut dan perawat belum

menjalankan peran sebagai pelindung, untuk melindungi pasien dari

pemberian terapi, 3) Perawat belum menjalankan peran sebagai pelindung

terhadap terapi yang didapatkan pasien, ditunjukan dengan masih

diberikannya anti muntah pada diare akut, 4) Pemberian tablet zink belum

sesuai dengan dosis sesuai umur, 5) Perawat belum memberikan nasehat

untuk orang tua mengenai kapan harus membawa anak kembali ke

petugas, 6) Orang tua belum mengetahui dosis pemberian zink dan cara

pemberian jika anak muntah, hal itu menunjukan bahwa perawat belum

melaksanakan peran pendidik, 7) Selama kurang lebih lima jam anak

dirawat di rumah sait, belum mendapat oralit dan zink, 8) Orang tua belum

mengetahui kapan harus membawa anaknya kembali ke rumah sakit.

Rumusan masalah yang didapatkan adalah: apa peran perawat dalam

tatalaksana diare akut pada anak dan bagaimana perawat melakukan

perannya dalam tatalaksana diare akut pada anak di Ru mah Sakit dr.

Soedjono M agelang?
11

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini untuk mengeksplorasi apa dan bagaimana

peran perawat dalam tatalaksana diare akut pada anak di Rumah Sakit dr.

Soedjono M agelang.

D. M anfaat Penelitian

1. M anfaat bagi pasien dan orang tua

Dengan dilakukannya penelitian mengenai peran perawat dalam

tatalaksana diare akut di rumah sakit, maka akan diketahui apakah

perawat sudah menjalankan perannya dengan benar. Dari hasil

penelitian tersebut diharapkan perawat dapat melaksan akan perannya

dengan optimal, sehingga pasien dan orang tua mendapatkan

tatalaksana diare akut secara tepat.

2. M anfaat bagi Rumah Sakit

Dengan diketahuinya peran perawat dalam tatalaksana diare akut

pada anak, dapat memberikan evaluasi bagi rumah sakit khusu snya

perawat tentang tatalaksana diare akut yang sudah dilakukan, sehingga

diharapkan perawat dapat melaksanakan perannya dengan tepat dan

optimal.

3. M anfaat bagi ilmu pengetahuan

M emberikan gambaran mengenai bagaimana peran perawat dalam

tatalaksana diare akut pada anak di Rumah Sakit. Kemudian dari hasil
12

penelitian ini dapat digunakan sebagai acuan untuk pelasanaan peran

perawat dalam tatalaksnaa diare akut dan menjadi acuan melakukan

penelitian selanjutnya mengenai peran perawat dalam tatalaksana diare

akut pada anak.

E. Keaslian Penelitian

Penelitian serupa tentang evaluasi tatalaksana diare sudah pernah

dilakukan di Indonesia, yaitu oleh S idik et al. (2013), dengan judul

Assessment of the quality of hospital care for children in Indonesia .

Desain penelitian yang digunakan adalah Stratified two-stage random

sampling di 6 provinsi pada 18 Rumah Sakit di Indonesia, untuk menilai

kualitas perawatan pada anak, termasuk penilaian tatalaksana diare. Hasil

yang didapatkan dari penilaian terhadap tatalaksana diare yaitu terdapat

kelemahan pada skor diare, berupa adanya rencana rehidrasi yang tidak

jelas, oralit tidak diberikan tetapi cairan intravena diberikan pada semua

kasus diare, dan masih diberikannya antibiotik dan antidiare untuk diare

cair.

Penelitian lainnya oleh Zhang et al. (2011) dalam publikasi jurnal

dengan judul Care-seeking and quality of care for outpatient sick children

in rural Hebei, China: a cross-sectional study. Penelitian dilakukan di

Cina dengan menggunakan metode cross sectional. Hasil penelitian yang

didapatkan berkaitan dengan tatalaksana diare adalah dari 114 anak yang
13

menderita diare, tidak ada satupun mendapatkan oralit dan zink serta

masih diberikan antibiotik.

Penilitian serupa lainnya yaitu di Bangladesh oleh H oque et al. (2012),

dengan judul An assessment of the quality of care for children in eighteen

randomly selected district and subdistrict hospitals in Bangladesh. M etode

menggunakan alat dan standar penilaian rumah sakit yang di adaptasi dari

WHO. Penilaian dilakukan pada 18 kabupaten di Bangladesh yang dipilih

secara acak. Hasil yang didapatkan dari kualitas perawatan pada

tatalaksana diare adalah belum semua rumah sakit melakukan penilain

dehidrasi dengan benar, belum semua rumah sakit melakukan pemantauan

rehidrasi berencana sesuai dengan tingkat dehidrasi, belum semua

menerapkan pemberian antibiotik secara selektif dan anjuran untuk

melanjutkan makan selama diare belum dilakukan oleh semua rumah sakit.

Penelitian yang akan dilakukan adalah tentang evaluasi peran perawat

dalam tatalaksana diare akut di Rumah Sakit. Perbedaan penelitian ini

dengan penelitian sebelumnya adalah penelitian ini bertujuan untuk

mengeksplorasi peran perawat dalam tatalaksana diare akut pada anak di

rumah sakit. Desain penelitian yan g digunakan adalah studi kualitatif

dengan pendekatan studi kasus pada perawat yang bekerja di bangsal

perawatan anak. Kemudian tempat dilakukannya penelitian sekarang

adalah di Jawa Tengah, di RS dr. Soedjono M agelang, yang berbeda

dengan tempat penelitian sebelumnya.


BAB II

TINJAU AN PUSTAK A

A. Telaah Pustaka

1. Diare

a. Definisi.

WHO (2005) mendefinisikan bahwa diare yaitu BAB cair di

luar kebiasaan, dengan frekuensi tiga kali dalam sehari. Diare

adalah penyakit yang ditandai dengan meningkatnya frekuensi

buang air besar (BAB) dari biasanya atau BAB lebih dari tiga kali

dalam sehari, cair dan dengan tidak atau disertai darah dan atau

lendir dalam tinja (Suratamaja, 2010).

Suraatmaja (2010) menyebutkan diare akut adalah penyakit

yang terjadi pada bayi dan anak yang sebelumnya sehat, secara

mendadak timbul diare. Diare akut adalah diare yang berlangsung

kurang dari 14 hari (Depkes, 2011). Sedangkan Juffrie (2012)

mendifinisikan diare akut sebagai buang air besar lebih dari 3 kali

dalam sehari pada bayi atau anak, dengan disertai berubahnya

konsistensi feces menjadi cair, dengan atau tanpa lendir darah dan

berlangsung kurang dari satu minggu.

b. Etiologi.

WHO (2008) menyebutkan, terdapat tiga agen penyebab diare

akut, yaitu bakteri, virus dan parasit.

14
15

1) Bakteri

Di negara berkembang, penyebab diare paling banyak adalah

karena bakteri dan parasit. Beberapa agen bakteri yang dapat

menyebabkan diare antara lain Vibrio cholerae O 1, vibrio

cholerae O139, V Parahaemolyticus, E Coli, plesiom onas,

aeromonas, bacreroides fragils, compylobacter jejuni, sigella

species, salmonela, dan clostridium Defficile.

2) Virus

Virus merupakan penyebab terjadinya diare yang utama di

negara industri. Beberapa agen virus sebagai penyebab diare

seperti rotavirus, norovirus, adenovirus, astro virus,

sitomegalovirus dan coronavirus.

3) Parasit

Dari agen parasit, yang paling banyak menyebabkan diare akut

pada anak adalah G iardia intestinalis, Cryptosporidium

parvum, Entam oeba histolytica, dan Cyclospora cayetanensis.

c. Faktor risiko diare.

Terdapat beberapa faktor risiko yang dapat meningkatkan

terjadinya diare atau penularan enteropatogen. Faktor -faktor

tersebut yaitu tidak diberikannya ASI ekslusif pada bayi, tidak

tersedianya air bersih, adanya pencemaran air oleh tinja, kurangnya

jamban, kurangnya kebersihan lingkungan dan penyiapan atau

penyimapanan makan yang tidak higienis (Juffrie, 2012).


16

2. Tatalaksana Diare.

Sesuai dengan subdit pengendalian diare dan infeksi saluran

pencernaan Kemenkes RI (2011), menyebutkan bahwa dalam

pengendalian diare di Indonesia, pemerintah memberikan kebijakan

melalui lintas program dan lintas sektor terkait menurunkan angka

kesakitan dan kematian oleh karena diare. Kebijakan yang ditetapkan

pemerintah tersebut dalam menurunkan angka kesakitan dan kematian

akibat diare yaitu:

a. M elaksanakan tata laksana penderita diare yang sesuai standar,

baik di sarana kesehatan maupun di rumah tangga.

b. M elaksanakan surveilans epidemiologi & Penanggulangan

Kejadian Luar Biasa (KLB).

c. M engembangkan Pedoman Pengendalian Penyakit D iare.

d. M eningkatkan pengetahuan dan ketrampilan petugas dalam

pengelolaan program yang meliputi aspek manejerial dan teknis

medis.

e. M engembangkan jejaring lintas sektor dan lintas program.

f. Pembinaan teknis dan monitoring pelaksanaan pengendalian

penyakit diare.

g. M elaksanakan evaluasi sabagai dasar perencanaan selanjutnya.

Selain hal di atas, pemerintah melakukan strategi dalam

pengendalian penyakit diare, yang dilaksanakan dengan:


17

a. M elaksanakan tatalaksana penderita diare yang standar di sarana

kesehatan melalui lima langkah tuntaskan diare (LINTAS D iare).

b. M eningkatkan tata laksana penderita diare di rumah tangga yang

tepat dan benar.

c. M eningkatkan SKD dan penanggulangan KLB diare.

d. M elaksanakan upaya kegiatan pencegahan yang efektif.

e. M elaksanakan monitoring dan evaluasi.

M enurut Depkes RI (2010), dalam menurunkan angka kesakitan

dan kematian akibat diare pada anak, pemerintah melakukan

tatalaksana diare dengan lintas diare, yaitu dengan :

a. M emberikan oralit

Untuk mencegah terjadinya dehidrasi dan mengganti cairan

yang hilang, dapat diberikan oralit. Jika tidak tersedia oralit dapat

diberikan cairan rumah tangga seperti air matang, tajin atau kuah

sayur. Oralit adalah cairan khusus yang dikembangkan untuk

rehidrasi oral. Oralit baru yang dikembangkan lebih efektif

daripada oralit standar karena oralit baru mengandung osmolaritas

rendah, dengan mengurangi konsentrasi sodium dan glukosa,

sehingga dapat mengurangi muntah, mengurangi diare, dan dapat

mengurangi kebutuhan cairan infus. Perbedaan oralit lama dengan

oralit baru adalah sebagai berikut.


18

Tabel 1. Perbedaan oralit lama dan baru

Oralit lama Oralit baru


NaCl : 3.5 g NaCl : 2.6 g
NaHCO3 : 2.5% Na Citrate : 2.9 g
KCL : 1.5% KCL : 1.5 g
Glucose : 20 g Glucose : 13.5 g
Osmolar 331 mmol/L 245 mmol/L
(sumber: Depkes, 2011)

Perbedaan oralit lama dengan baru terdapat pada osmoralitas.

Oralit baru osmolaritas lebih rendah yaitu 245 mmol/L, sedangkan

oralit lama 331 mmol/L. Oralit baru lebih direkomendasikan dan

lebih baik dari pada oralit lama karena sudah banyak bukti yang

menunjukan keunggulan dari oralit baru. M enurut Walker et al.

(2009), dalam publikasi artikel dengan judul Zinc and low

osmolarity oral rehydration salts for diarrhoea: a renewed call to

action, disampaikan bahwa dengan pemberian oralit osmolaritas

rendah dapat mengurangi durasi diare, menurunkan angka kematian

diare, dan diperkirakan lebih dari tiga perempat dari semua

kematian akibat diare dapat dicegah dengan cakupan penuh dan

pemanfaatan oralit. Oralit baru terbukti mengurangi volume tinja

hingga 25%, mengurangi mual muntah hingga 30% dan

mengurangi secara bermakna pemberian cairan intravena (Depkes

RI, 2011).

Pemberian oralit disesuaikan dengan derajad dehidrasi anak.

Derajad dehidrasi pada anak diare dapat ditentukan berdasarkan

tanda klinis dalam tabel berikut.


19

Tabel 2. Penentuan derajad dehidrasi

Tanda Diare tanpa Diare dehidrasi Diare


klinis dehidrasi ringan atau dehidrasi
sedang berat
Keadaan Baik Gelisah, rewel Lesu, lunglai,
umum tidak sadar
M ata Normal Cekung Cekung
Rasa M inum Haus, ingin Tidak bisa
haus biasa minumbanyak atau malas
minum
Turgor Kembali Kembali lambat Kembali
kulit cepat sangat lambat
(sumber: Depkes, 2011)

Cara pembuatan dan pemberian oralit dapat diajarkan kepada

orang tua. M enurut Kemenkes (2011), cara pembuatan oralit yaitu:

1) mencuci tangan dengan menggunakan sabun kemudian dengan

air bilas sampai bersih., 2) menyiapkan sat u gelas atau 200 cc air

matang., 3) memasukan satu bungkus oralit ke dalam air matang

tersebut. 4) mengaduk cairan oralit sampai dengan larut. Selain

cuci tangan begitu penting dalam pembuatan larutan oralit, cuci

tangan penting dilakukan sebelum menyiapka n dan memberi

makan pada anak serta setelah membersihkan anus pada anak

setelah BAB. Seperti penelitian yang dilakuakan oleh Luby et al.

(2010) tentang efek cuci tangan terhadap kejadian diare berikutnya

dengan judul The Effect of Handwashing at Recommende d Times

with W ater Alone and With Soap on Child Diarrhea in Rural

Bangladesh: An Observational Study. Hasil penelitian tersebut

menunjukan bahwa dengan melakukan cuci tangan sebelum


20

menyiapkan makan akan mencegah diare pada anak karena

kontaminasi dari berbagai bakteri pada tangan menurun setelah

cuci tangan.

M enurut WHO (2009), dalam tatalaksana diare akut berkaitan

dengan pemberian cairan tambahan dibagi menjadi 3 rencana

terapi, yaitu rencana terapi A, rencana terapi B dan rencana terapi

C. M asing-masing rencana terapi tersebut dibagi menjadi lintas

diare, yaitu pemberian cairan rehidrasi, pemberian zink, lanjutkan

pemberian ASI dan makan, antibiotik diberikan pada diare dengan

ada darah dalam tinja dan pemberian nasehat. Hal yang

membedakan dalam tatalaksana diare pada rencana terapi A, B dan

C adalah Pada pemberian cairan rehidrasi, yang disesuaikan

dengan tingkat dehidrasi anak. Pemberian cairan rehidrasi sesuai

dengan tingkat dehidrasi anak adalah sebagai berikut:

a. Rencana terapi A pada rehidrasi diare tanpa dehidrasi

Pada rencana terapi A untuk diare tanpa dehidrasi adalah

dengan memberikan oralit, dengan dosis sebagai berikut :

1) Anak usia kurang dari 1 tahun diberikan oralit sebanyak ¼

sampai ½ gelas setiap kali mencret.

2) Anak usia 1 sampai den gan 4 tahun diberikan oralit

sebanyak ½ sampai 1 gelas setiap kali mencret.

3) Anak usia di atas 5 Tahun pemberian oralit sebanyak 1

sampai 1½ gelas setiap kali mencret.


21

Dari hal di atas ajarkan kepada Ibu tentang dosis dan cara

pembuatan larutan oralit, dan berikan Ibu 6 bungkus oralit atau

200 ml untuk dilanjutkan di rumah. Rencana selanjutnya

jelaskan kepada Ibu supaya meminumkan oralit dari mangkuk

atau gelas sedikit demi sedikit tetapi sering. Jika anak muntah,

jelaskan kepada Ibu untuk menunggu 10 menit, kemudian

dilanjutkan kembali secara lambat. Pemberian cairan

dilanjutkan sampai diare berhenti.

b. Rencana terapi B pada pemberian rehidrasi dengan dehidrasi

ringan atau sedang

Pada dehidrasi ringan atau sedang diberikan rehidrasi

dengan oralit. Untuk dosis pemberiannya adalah sebanyak 75

ml per kilogram Berat Badan (BB) dalam 3 jam pertama,

setelah itu dilanjutkan pemberian oralit dengan dosis sama

seperti pemberian pada diare tanpa dehidrasi. Kemudian

ajarkan kepada Ibu cara pemberian orali t, yaitu berikan oralit

pada anak yang berumur di bawah 2 tahun sebanyak 1 sendok

teh setiap 1-2 menit. Jika anak muntah, tunggu 10 menit,

kemudian dilanjutkan pemberian oralit dengan lebih lambat.

Pada anak yang lebih besar gunakan cangkir dalam

memberikan oralit dengan sering.

Jika Ibu memaksa pulang sebelum pengobatan selesai,

maka ajarkan kepada Ibu cara menyiapkan larutan oralit di


22

rumah, untuk menyelesaikan 3 jam pertama pengobatan,

ajarkan kepada Ibu berapa banyak larutan oralit yang harus

diberikan di rumah, berikan kepada Ibu persediaan oralit yang

cukup untuk rehidrasi dengan menambah 6 bungkus oralit.

Kemudian jelaskan kepada Ibu aturan perawatan di rumah,

yaitu dengan beri cairan tambahan, lanjutkan pemberian

makan, beri tablet zink 10 hari dan jelaskan kepada Ibu kapan

harus kembali ke rumah sakit (WHO, 2009).

c. Rancana terapi C pada pemberian rehidrasi dengan diare

dehidrasi berat

1) Beri anak cairan intravena secepatnya

M enurut WHO (2009) dalam pelayanan kesehatan

anak di rumah sakit, pada anak diare dengan dehidrasi

berat dapat diberikan cairan intravena sebanyak 100 m l/

kgBB. Pada bayi di bawah usia 12 bulan, pemberian

pertama cairan intravena adalah 30 ml/kg BB selama 1

jam, dan selanjutnya 70 ml/kg BB selama 5 jam.

Sedangkan pada anak usia 12 bulan sampai dengan 5

tahun diberikan cairan sebanyak 30 ml/kg BB dalam 30

menit pertama, untuk selanjutnya 70 ml/kgBB selama 2,5

jam.
23

2) Periksa kembali anak

Setelah diberikan cairan intravena, anak dilakukan

pemerikasaan kembali setiap 15 sampai 30 menit. Jika

status hidrasi anak belum menunjukan perbaikan, berikan

tetesan intravena dengan lebih cepat.

3) Berikan oralit

Selain pemberian cairan intravena, jika anak sudah

mau minum, segera berikan oralit pada anak dengan dosis

5 ml/kg/jam. Pada bayi, setelah 3 sampai 4 jam dan pada

anak, setelah 1 sampai 2 jam, berikan tablet zink sesuai

dosis.

4) Periksa kembali anak

Setelah 6 jam pada bayi atau setelah 3 jam pada anak,

lakukan pemeriksaan kembali pada anak dan

klasifikasikan kembali tingkat dehidrasi anak. Untuk

selanjutnya pilih rencana terapi yang sesuai untuk

melanjutkan penanganan. (WHO, 2009).

b. Pemberian Zink

Sejak tahun 2004, WHO dan UNICEF menyusun kebijakan

bersama dalam pengobatan diare, yaitu dengan pemberian oralit

dan zink. Hal itu didasarkan pada penelitian yang sudah dilakukan

selama 20 tahun yang menunjukan bahwa pengobatan diare dengan


24

oralit disertai zink efektif dan terbukti menurunkan angka kematian

pada anak sampai dengan 40%.

Zink merupakan mikronutrien ya ng sangat penting bagi tubuh.

Pada saat diare, anak akan kehilangan zinc dalam tubuhnya.

Dengan pemberian Zinc mampu menggantikan kandungan Zinc

alami tubuh yang hilang dan dapat mempercepat penyembuhan

diare (Depkes, 2011).

Dalam kondisi diare, terjadi peningkatan eksresi enzim INOS

(Inducible Nitric Oxide Synthase), yang akan berakibat hipereksresi

epitel usus. Dengan pemberian zink, akan menghambat

peningkatan enzim INOS tersebut dan akan mendukung epitelisasi

dinding usus yang mengalami kerusakan selam a terjadi diare

(Kemenkes, 2011). Dosis pemberian zink untuk anak di bawah usia

6 bulan adalah 10 mg atau ½ tablet dalam sehari. Untuk anak usia

di atas 6 bulan dosis zink yang diberikan adalah 20 mg atau 1 tablet

sehari dan diberikan selama 10 hari (Juffrie, 2012).

WHO merekomendasikan pemberian suplemen zink untuk

anak-anak dengan diare. Karena dengan pemberian suplemen 20

mg per hari sampai diare berhenti dapat mengurangi durasi dan

tingkat keparahan diare pada anak-anak di negara berkembang.

Kemudian dengan pemberian zink dilanjutkan sampai 10 hari dapat

mengurangi kejadian diare selama 2-3 bulan. Hal itu akan

membantu dalam mengurangi kematian anak akibat diare (WGO,


25

2008). M enurut Lazzerini dan Ronfani (2008) dalam system atic

reviews dengan judul O ral zinc for treating diarrhoea in children

in the developing world, disampaikan bahwa suplementasi zink

dapat mengurangi durasi dan keparahan diare pada anak-anak yang

menderita diare.

Hasil system atic review lain terkait pemberian suplemen zink

adalah oleh Patel (2010) dalam publikasi jurnal yang berjudul

Therapeutic Value of Zinc Supplementation in Acute and Persistent

Diarrhea: A System atic Review, disebutkan bahwa dengan

memberikan suplemen zink pada anak-anak dengan diare terbukti

mengurangi durasi diare sebesar 19,7%. M enurut WH O (2009),

orang tua harus diberi penjelasan mengenai pemberian zink,

termasuk dosis dan caranya. Hasil penelitian mengenai efektifitas

zink dikemukakan oleh M azumder et al. (2010) dengan judul

Effectiveness of zinc supplementation plus oral rehydration salts

for diarrhoea in infants aged less than 6 m onths in Haryana state,

India. Hasil yang didapatkan adalah dengan melakukan pendidikan

terhadap pengasuh mengenai pemberian zink pada anak diare,

terbukti dapat mengurangi kejadian diare. Dengan pemberian zink

dapat mengurangi kejadian diare karena zink mempunyai

kemampuan mengembalikan kekebalan pada anak dengan

deficiency zink. M ekanismenya, dari kekurangan zink dalam tubuh,

akan mengurangi jumlah limfosit B dan T (CD4 + limfosit) m elalui


26

peningkatan apoptosis dan mengurangi fungsi limfosit tersebut.

Dengan kekurangan membran sel dan zink, akan mengganggu

mukosa usus, mengurangi enzim dan meningkatkan permeabilitas

dan sekresi air. Dengan penambahan suplemen zink selama diare,

maka dapat membantu mengatasi permasalahan dalam usus

tersebut, sehingga dapat mengurangi keparahan dan durasi diare.

Suplemen zink diberikan pada anak selama 10 hari berturut-

turut dengan dosis 10 mg atau ½ tablet per hari pada anak di bawah

usai 6 bulan. Pada anak usia di atas 6 bulan diberikan zink 20 mg

atau 1 tablet perhari. Cara pemberian zink adalah dengan

melarutkan zink dalam satu sendok air matang atau ASI, dan untuk

anak yang lebih besar, zink dapat dikunyah (Depkes, 2010).

c. ASI dan makanan tetap diteruskan

Selama diare, pemberian ASI dan juga makanan tetap

diberikan, dengan tujuan untuk memberikan gizi pada anak agar

tetap tumbuh dan mencegah berkurangnya berat badan, serta

sebagai pengganti nutrisi yang hilang. Pada anak yan masih

mendapat ASI, ASI tetap diberikan dengan lebih sering. Pada anak

yang minum susu formula juga diberikan lebih sering dari

biasanya. Pada bayi usia lebih dari 6 bulan yang telah mendapat

makanan pendamping ASI, harus diberikan makanan yang mudah

dicerna dan diberikan dengan sedikit demi sedikit dan sering

(Kemenkes, 2011).
27

ASI sangat penting diberikan pada anak diare, karena selain

untuk memenuhi kebutuhan nutrisi anak, ASI juga sangat

bermanfaat untuk pencernaan. M enurut Duijts, et al. (2010) dalam

publikasi artikel berjudul Breastfeeding Duration and Exclusivity

Decrease Infant Infections, disebutkan bahwa pada bayi yang

mendapatkan ASI ekslusif beresiko lebih rendah terkena gangguan

pencernaan sebesar 59%.

Hasil penelitian lain oleh D uijts (2010) di Netherland dalam

publikasi jurnal dengan judul Prolonged and Exclusive

Breastfeeding Reduces the Risk of Infectious D iseases in infancy ,

disebutkan bahwa bayi yang diberikan ASI sampai berusia 4 bulan

memiliki resiko lebih rendah terjadinya diare sampai usia 6 bulan.

Hal tersebut dikarenakan ASI memberikan efek perlindungan yang

berlangsung lama pada tubuh anak. Dengan diberikan ASI, akan

mendukung pertumbuhan epidermal yang membantu menginduksi

pematangan epitel usus, imunoglobulin A dan olisakarida. ASI juga

mengandung laktoferin yang merupakan antimikroba penghambat

masuknya bakteri dari luar dan mengatasi gangguan membaran

usus, sehingga sangat bermanfaat untuk mencegah diare pada anak.

d. Pemberian antibiotik dengan indikasi dan antidiare tidak diberikan

Antibiotik tidak perlu diberikan pada anak diare akut, kecuali

dengan indikasi, seperti diare berdarah atau kolera. Pemberian

antibiotik yang tidak rasional akan mengganggu keseimbangan


28

flora usus dan clostridium difficile, sehingga akan menyebabkan

diare sulit sembuh dan akan memperpanjang lamanya diare.

Dengan pemberian antibiotik tanpa indikasi, kuman akan resisten

terhadap antibiotik secara lebih cepat dan akan menambah biaya

pengobatan (Juffrie, 2011).

Clostridium defficile adalah floranormal dalam saluran

pencernaan yang merupakan mikroorganisme oportunistik, gram

positif, anaerob obligat dan sebagai salah satu penyebab diare

karena penggunaan antibiotik yang tidak rasional. A ldeyab et al.

(2012) melakukan penelitian untuk mengevaluasi dampak dari

penurunan penggunaan antibiotik terhadap kejadian infeksi

clostridium defficile dalam publikasi jurnal yang berjudul An

evaluation of the im pact of antibiotic stewardship on reducing the

use of high-risk antibiotics and its effect on the incidence of

Clostridium difficile infection in hospital settings. Hasil dari

penelitian tersebut menunjukan bahwa dengan penurunan

penggunaan antibiotik, secara signifikan menurunkan kejadian

infeksi oleh clostridium defficile.

M enurut Rocha et al. (2012), dalam publiksi jurnal dengan

judul Acute diarrhea in hospitalized children of the municipality of

Juiz de Fora, MG, Brazil: prevalence and risk factors associated

with disease severity menyampaikan, bahwa salah satu faktor risiko


29

yang berhubungan dengan tingkat keparahan diare akut p ada anak

adalah karena penggunaan antibiotik selama pengobatan.

M enurut Depkes (2011), antidiare tidak perlu diberikan pada

anak dengan diare. Tidak boleh diberikannya antidiare karena

ketika anak mengalami diare, tubuh akan bereaksi meningkatkan

peristaltik usus untuk mengeluarkan kotoran atau racun. Jika

antidiare diberikan maka akan menghambat gerakan peristaltik,

sehingga kotoran atau racun yang seharusnya dikeluarkan akan

terhambat keluar. A ntidiare juga dapat menimbulkan komplikasi

seperti prolapsus pada usus.

e. Nasehat

Nasehat harus diberikan kepada Ibu atau pengasuh yang

berhubungan erat dengan anak. Nasehat yang diberikan yaitu

mengenai cara pemberian cairan dan obat di rumah dan nasehat

tentang kapan orang tua harus membawa anaknya kemb ali ke

Rumah Sakit atau petugas kesehatan.

M enurut Kemenkes (2011), orang tua harus segera membawa

anak ke pelayanan kesehatan jika ditemukan gejala sebagai berikut:

a) Diare lebih sering, b) M untah berulang, c) Sangat haus, d)

M akan atau minum sedikit, e) Timbul demam , f) Tinja berdarah

dan tidak membaik dalam 3 hari.


30

3. Peran dan fungsi perawat

a. Perawat dan standar praktik keperawatan

M enurut Taylor (2011), perawat adalah seseorang yang mampu

memelihara, membina, melindungi dan siap memberika n

perawatan kepada orang yang sakit, orang yang terluka dan lanjut

usia. Sedangkan menurut The International Council of Nurse

(ICN) (2002), perawat didefinisikan sebagai proses pemberian

perawatan yang meliputi perawatan otonom, kolaborasi, pemberian

perawatan kepada klien dari segala usia, keluarga, kelom pok dan

masyarakat. Pemberian perawatan tersebut termasuk promosi

kesehatan, pencegahan penyakit, perawatan orang sakit, cacat dan

perawatan pasien terminal (Taylor, 2011).

Selain definisi di atas, perawat sebagai suatu disiplin

profesional, mempunyai penjelasan yang lebih luas untuk

mendefinisikan perawat, yaitu sebagai tenaga kesehatan yang

mempunyai peran dan keterampilan dalam tindakan keperawatan.

Perawat menggunakan pengetahuan yang ada dan bar u dalam

memecahkan suatu permasalahan secara kreatif dan memenuhi

kebutuhan dasar manusia dalam kondisi yang selalu berubah

(Taylor, 2011).

M enurut Kepmenkes RI no 1239 tahun 2001 tentang

registrasi dan praktek perawat, perawat adalah seseorang yang

telah menempuh pendidikan perawat baik di dalam maupun luar


31

negeri sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku. Perawat

dalam menjalankan praktek keperawatan, harus selalu

meningkatkan mutu pelayanan profesinya dengan mengikuti

perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, melalui

pendidikan dan pelatihan. Perawat juga harus melakukan peran dan

fungsinya dalam melaksanakan tugas sesuai dengan harapan

profesi dan masyarakat.

M enurut Taylor (2011), secara umum perawat mempunyai 4

tujuan praktik keperawatan, yaitu: 1) untuk mempromosikan

kesehatan, 2) mencegah penyakit, 3) memulihkan kesehatan 4)

untuk memfasilitasi dalam mengatasi cacat atau kematian. Proses

keperawatan adalah pedoman utama dalam melakukan praktik

keperawatan. Perawat melaksanakan perannya melalui proses

keperawatan, yang terintegrasi dalam seni dan ilmu pengetahuan

keperawatan. M enurut American Nursing Association (ANA)

dalam Taylor (2011), standar dan praktik keperawatan adalah

sebagai berikut:

1) Pengkajian

Dalam pengkajian, perawat mengumpulkan data yang

komprehensif berkaitan dengan situasi atau kesehatan pasien.

2) Diagnosis

Dalam diagnosis, perawat menganalisis penilaian data untuk

menentukan masalah atau diagnosa keperawatan.


32

3) Identifikasi hasil

Perawat melakukan identifikasi mengenai hasil yang

diharapkan, untuk selanjutnya dilakukan intervensi atau

rencana tindakan terhadap masalah pasien.

4) Perencanaan

Perawat mengembangkan rencana yang mengatur strategi dan

alternatif untuk mencapai hasil yang diharapkan.

5) Implementasi

Perawat mengim plementasikan rencana tindakan yang telah

diidentifikasi, mengkoordinasikan pemberian perawatan,

melakukan strategi untuk meningkatkan kesehatan dan

lingkungan yang aman.

6) Evaluasi

Dalam evaluasi, perawat mengevaluasi kemajuan dan

pencapaian hasil dari tindakan yang sudah dilakukan.

b. Peran perawat dalam pelayanan kesehatan

Peran adalah seperangkat tingkah laku yang diharapkan oleh

orang lain terhadap seseorang sesuai dengan kedudukannya dalam

suatu sistem dan dipengaruhi oleh keadaan sosial, baik dari d alam

ataupun dari luar (Kozier, 2008).

M enurut Delaune dan Ladner (2011), perawat mempunyai

beberapa peran, antara lain sebagai berikut.


33

1) Pemberi pelayanan

Peran perawat dalam memberikan pelayanan kepada anak

adalah bahwa perawat memberikan asuhan kepada anak dan

keluarga, dengan menyediakan dan memberikan dukungan,

dengan mendorong kemampuan anak dan orang tua serta

meningkatkan kenyaman anak. Selain itu, perawat memberikan

asuhan keperawatan secara menyeluruh, dari pengkajian,

perumusan diagnosa keperawatan, intervensi, implementasi

dan evaluasi.

M enurut Taylor (2011), peran sebagai pemberi asuhan

merupakan peran utama perawat. Perawat menyediakan

perawatan untuk pasien yang menggabungkan seni dan ilmu

keperawatan dalam memenuhi kebutuhan fisik, emosional,

intelektual, sosial budaya, dan spiritual. Sebagai pemberi

asuhan, perawat mengintegrasikan peran komunikator,

pendidik, konselor, pemimpin, peneliti, advokat, dan

kolaborator untuk mempromosikan kesehatan melalui

kegiatan pencegahan penyakit, memulihkan kesehatan, dan

memfasilitasi , mengatasi kecacatan atau kematian.

2) Sebagi pendidik

Dalam melakukan perannya sebagai pendidik, perawat

menyediakan informasi yang dibutuhkan anak dan keluarga,

berfungsi sebagai konselor dan memberdayakan keluarga


34

dengan perawatan berpusat pada keluarga untuk perawatan diri

dengan mendorong kepatuhan terhadap terapi yang diberikan.

3) Pelindung

Dalam melaksanakan peran sebagai pelindung, perawat

memberikan perlindungan kepada anak dan keluarga,

memberikan penjelasan sesuai dengan bahasa yang dimengerti

oleh klien dan keluarga dan mendukung keluarga dalam

pengambilan keputusan. M elindungi didefinisikan sebagai

suatu proses dalam membina hubungan yang baik antara

perawat dan klien, dengan meliha t klien sebagai manusia yang

holistik dan unik. Dalam menjalankan peran perawat dalam

memberikan perlindungan, perawat memberikan hak -hak

pasien seperti informed concent, memberikan hak kepada

pasien untuk menolak pengobatan dan perawat juga berperan

untuk membantu pasien dalam menentukan kebijakan yang

bermanfaat untuk pasien (Jansen & Stauffacher, 2010).

4) Sebagai M anajer

Sebagai manager, perawat membuat keputusan, melakukan

koordinasi dalam kegiatan pelayanan, menganggarkan sum ber

daya untuk pelayanan kepada pasien, melakukan evaluasi

terhadap proses perawatan, termasuk evaluasi secara personil

kepada perawat lain. Selain itu sebagai manager, perawat


35

berfungsi sebagi pemimpin dan mengambil inisiatif dalam

pelayanan kepada klien.

5) Ahli

Peran perawat sebagai ahli adalah melakukan penelitian,

melakukan pengajaran di sekolah-sekolah keperawatan, turut

serta dalam pengembangan teori, berkontribusi pada literatur

profesional dan memberikan kesaksian di pengadilan jika

diperlukan.

6) Koordinator

Sebagai koordinator, perawat melaksakan perannya dengan

memantau kemajuan klien melalui sistem perawatan

kesehatan. Selain itu perawat melakukan koordinasi untuk

menjamin kelangsungan kesehatan klien.

7) Kolaborator

Sebagai kolaborator, perawat melakukan perannya dengan

melakukan kolaborasi dengan tim kesehatan lain, mempunyai

keterampilan dalam berkomunikasi, dan mempunyai

keterampilan dalam melakukan tindakan darurat untuk

membantu pasien.

c. Faktor-faktor yang mempengaruhi peran perawat

Pelaksanaan peran perawat berkaitan dengan kinerja perawat.

Bahwa kinerja didefinisikan sebagai prestasi kerja, pelaksanaan

kerja, penampilan kerja atau hasil kerja. M enurut M angkunegara


36

(2008), kinerja adalah hasil kerja yang dapat dicapai oleh seseorang

atau sekelompok orang dalam suatu organisasi, sesuai dengan

wewenang dan tanggung jawab masing-masing, untuk mencapai

suatu tujuan tertentu.

Perawat sebagai tenaga kesehatan di rumah sakit memegang

peranan penting dalam pelaksanaan tatalaksana diare akut. Hal itu

terkait karena keberadaan perawat yang mendominasi tenaga

kesehatan di rumah sakit, yaitu antara 40-60% dan perawat yang

selalu berada di samping pasien dan bertugas selama 24 jam (Potter

dan Perry, 2005).

Apabila perawat dapat melaksanakan peran nya secara baik

dalam tatalaksana diare akut dan tercapai tujuan dari tatalasana

tersebut, maka dikatakan seorang perawat mempunyai kinerja yang

baik. Hal tersebut berkaitan dengan beberapa faktor yang

mempengaruhinya. M enurut Pabundu (2008), faktor-faktor yang

mempengaruhi kinerja seseorang antara lain:

1) Faktor internal

Faktor internal yang mempengaruhi kinerja adalah kecerdasan,

keterampilan, kestabilan emosi dan sifat-sifat seseorang. Sifat-

sifat seseorang meliputi sikap, sifat kepribadian, sifat fisik,

motivasi, umur, jenis kelamin, pendidikan, pengalaman kerja,

dan latar belakang budaya.


37

2) Faktor eksternal

Faktor eksternal yang mempengaruhi kinerja adalah

lingkungan yang meliputi peraturan kerja, keinginan pasien,

kebijakan, kepemimpinan, tindakan rekan kerja, jenis

pelatihan, gaji dan lingkungan sosial.

M enurut M angkunegara (2008) ada 2 faktor yang

mempengaruhi kinerja, yaitu :

1) Faktor kemampuan (ability)

Faktor kemampuan terdiri dari kemampuan potensi dan

kemampuan reality, yang terdiri dari pengetahuan dan

keterampilan. Dalam faktor ability, dengan memiliki pendidikan

yang memadai dan terampil, maka seseorang akan dapat

mencapai kinerja secara maksimal.

2) Faktor motivasi

M otivasi adalah sikap sesorang terhadap situasi kerja di

organisasinya. Situasi kerja yang dimaksud adalah hubungan

kerja, fasilitas kerja, iklim kerja, kebijakan pimpinan, pola

kepemimpinan kerja. Seseorang yang bersikap positif terhadap

situasi kerjanya, maka akan menunjukan motivasi kerja yang

tinggi. Jika sesorang bersikap negatif terhadap situasi kerja, maka

akan menunjukan motivasi kerja yang rendah.

Gormley et al. (2010) melakukan review tentang faktor – faktor

yang mempengaruhi peran perawat dengan judul publikasi Factors

affecting nurse practitioner role implementation in Canadian


38

practice settings: an integrative review. Dari review tersebut

disampaikan bahwa ada 3 faktor yang mempengaruhi peran

perawat. Faktor pertama adalah keterlibatan, yaitu adanya peran

aktif dari stakeholder dalam pelaksanaan peran perawat, yang

kedua penerimaan adalah pengakuan dan kesediaan untuk bekerja

dengan praktisi lain dan ketiga adalah niat.

Penelitian oleh Hafizurrachman et al. (2011) dalam publikasi

jurnal berjudul Beberapa Faktor yang M emengaruhi Kinerja

Perawat dalam M enjalankan Kebijakan Keperawatan di R umah

Sakit Um um Daerah. Hasil disampaikan bahwa faktor yang

mempengaruhi kinerja perawat adalah sejarah kesehatan keluarga,

perilaku gaya hidup, lingkungan kehidupan dan kemampuan

perawat. Dari faktor-faktor tersebut, yang paling besar

mempengaruhi kinerja perawat adalah faktor kemampuan perawat,

yaitu sebesar 83,6%.

d. Fungsi perawat

M enurut Kozier (2008), perawat mempunyai tiga fungsi

keperawatan, yaitu mandiri, ketergantungan dan kolaboratif. Dalam

menjalankan fungsi-fungsi tersebut, perawat bertanggung jawab

dan bertanggung gugat terhadap semua hal yang dilakukan dalam

pemberian asuhan keperawatan. Dalam melaksanakan praktik

keperawatan, perawat juga berlandaskan pada prinsip ilm iah,

kemanusiaan dan berilmu pengetahuan serta mempuny ai


39

keterampilan dalam pemberian asuhan keperawatan. Fungsi

perawat tersebut dijelaskan seperti di bawah ini.

1) Fungsi keperawatan mandiri (independen)

Tindakan keperawatan mandiri atau independen adalah

tindakan yang dilakukan atas inisiatif perawat sendiri dengan

dasar pengetahuan dan keterampilannya. Dalam keperawatan

mandiri, perawat menentukan bahwa klien membutuhkan

intervensi keperawatan yang pasti, yaitu membantu

memecahkan masalah yang dihadapi secara mandiri atau

mendelegasikan pada anggota keperawatan yang lain, dan

akuntabilitas atau bertanggung jawab atas keputusan dan

tindakan yang dilakukan.

2) Fungsi keperawatan ketergantungan (dependen)

Tindakan keperawatan ketergantungan adalah semua tindakan

yang dilakukan atas instruksi dokter atau di bawah pe ngawasan

dokter dalam melakukan tindakan rutin yang spesifik.

3) Fungsi keperawatan kolaboratif (interdependen)

Tindakan keperawatan kolaboratif atau interdependen adalah

semua tindakan yang dilaksanakan atas kerja sama dengan tim

kesehatan lain. Dalam melaksanakan praktik keperawatan

kolaboratif secara efektif, perawat harus mempunyai

kemampuan klinis, pengetahuan dan keterampilan yang

memadai dan tanggung jawab dalam setiap tindakan.


40

4. Peran perawat dalam tatalaksana diare akut

Pada anak dengan diare akut, perawat memberikan asuhan

keperawatan melalui proses keperawatan, yang didalamnya termasuk

tatalaksana diare akut pada anak. M enurut Delaune dan Ladner (2011),

proses keperawatan adalah langkah-langkah atau tindakan yang

dilakukan perawat, dengan tujuan memberikan perawatan pada klien

yang bersifat individual, holistik, efektif dan efisien. Langkah -langkah

tersebut meliputi pengkajian, perum usan diagnosa keperawatan,

intervensi, implementasi dan evaluasi. Dalam tatalaksana diare akut

pada anak, perawat dapat memberikan kontribusi dengan

melaksanakan perannya pada lintas diare, yang masuk di dalam proses

keperawatan tersebut, yaitu dengan pemberian oralit, zink, lanjutkan

makan atau ASI, antibiotik selektif dan antidiare tidak diberikan, serta

pemberian nasehat.

M enurut Hockenberry dan W ilson (2011), manajemen utama pada

diare akut, anatara lain: 1) pengkajian ketidakseimbangan cairan dan

elektrolit, 2) rehidrasi, 3) pemeliharaan terapi cairan, 4) pemberian diet

yang adekuat. Asuhan keperawatan pada anak dengan diare diberikan

mulai dari pengkajian, perumusan diagnosa keperawatan, rencana

tindakan, tindakan keperawatan dan evaluasi. Secara rinci, proses

pemberian asuhan keperawatan tersebut adalah sebagai berikut.


41

a. Pengkajian

M enurut Wong (2009), pengkajian yang dilakukan pada anak

dengan diare adalah:

1) Keadaan umum dan perilaku bayi atau anak

2) Pengkajian dehidrasi

Pengkajian dehidrasi meliputi berkurangnya haluaran urine,

menurunnya berat badan, memberan mukosa kering, turgor

kulit, ubun-ubun cekung, kulit pucat, dingin dan kering.

Pengkajian adanya dehidrasi berat, seperti gejala

meningkatnya nadi, respirasi, menurunnya tekanan darah,

waktu pengisian ulang kapiler memajang (lebih dari 2 detik).

3) Riwayat penyakit.

Pada pengkajian riwayat penya kit, tanyakan kepada pengasuh

mengenai pengenalan makanan baru, kontak dengan agen yang

menular, berwisata ke daerah dengan suseptibilitas tinggi.

Selain itu tanyakan mengenai kontak dengan makanan yang

terkontaminasi.

b. Diagnosa keperawatan, tujuan dan rencana tindakan

M enurut Hockenberry dan W ilson (2011), pada diare akut,

perumusan diagnosa keperawatan, tujuan dan intervensi adalah

seperti pada tabel berikut ini.


42

Tabel 3. Diagnosa keperawatan, tujuan dan rencana tindakan

Diagnosa Tujuan Rencana tindakan keperawatan


keparawatan
Kurang - Anak - Pemberian oralit untuk
volume menunjuk mengganti cairan yang hilang
cairan an tanda melalui feces
berhubungan hidrasi - Berikan oralit sedikit-sedikit tapi
dengan diare, yang sering
masukan adekuat - M onitor pemberian cairan
tidak adekuat - Status intravena
ditandai nutrisi - Setelah pemberian rehidrasi,
dengan: baik: berikan anak makan
- M embran masukan - berikan oralit secara bergantian
mukosa cairan dan dengan cairan rendah natrium
kering makanan seperti air, ASI dan susu formula
- Berkurangn - Berat - Setelah rehidrasi tercapai,
ya turgor badan berikan makanan seperti biasa
kulit seimbang pada anak
- M ata - Status - M onitor masukan dan keluaran
cekung, hidrasi cairan, seperti urine, BAB dan
ubun-ubun baik muntah untuk mengevaluasi
cekung kefektifan intervensi
- Nadi cepat, - Timbang berat badan anak setiap
pernafasan hari untuk menilai keadaan
cepat dehidrasi
- Lemah, - Nilai tanda vital, turgor kulit,
letargi membran mukosa dan status
kesadaran setiap 4 jam atau
sesuai indikasi untuk menilai
status hidrasi
- Instruksikan untuk menghindari
konsumsi jus buah, minuman
ringan bersoda, karena biasanya
banyak mengandung hidrat
arang, kadar elektrolit rendah dan
osmolaritas tinggi
- Anjurkan keluarga untuk
memberikan terapi yang sesuai,
monitor masukan dan keluaran,
beritahu keluarga mengenai tanda
dehidrasi
Resiko - Anak - M elaksanakan kewaspadaan
infeksi tidak standar dan praktek pengendalian
berhubungan menunjuk infeksi lainnya, seperti
dengan an tanda pembuangan feces dan
43

masuknya infeksi penyisihan barang-barang cucian


mikroorganis gastrointe yang tepat dan penanganan
me dalam stinal spesimen yang tepat untuk
sistem - Infeksi mengurangi resiko penyebaran
pencernaan, tidak infeksi
ditandai menyebar - M empertahankan kebiasaan cuci
dengan: pada tangan
- BAB cair sistem - M enggunakan popok sekali pakai
- Panas yang lain dengan daya serap tinggi
- Letargi - M enjaga bayi dan anak kecil
- M ual supaya tidak meletakan
muntah tangannya dan benda apapun
- Nyeri pada daerah yang terkontaminasi
perut - M engajarkan anak untuk cuci
tangan setelah BAB
- M enganjurkan keluarga untuk
selalu melakukan cuci tangan
Kerusakan - Anak - M engganti popok dengan sering
integritas tidak untuk menjaga kulit selalu bersih
kulit menunjuk dan kering
berhubungan an adanya - M embersihkan pantat secara hati-
dengan iritasi kerusakan hati dengan menggunakan sabun
yang kulit non alkalis yang lunak
disebabkan - Oleskan salep seperto zink oksida
oleh untuk melindungi kulit terhadap
seringnya iritasi
BAB - Jika memungkinkan, biarkan
kulit utuh yang berwarna agak
kemerahan terkena udara untuk
mempercepat penyembuhan
- Hindari pemakaian tissu
pembersih yang mengandung
alkohol pada kulit yang
mengalami eksloriasi
- Amati area bokong dan perineum
untuk mendeteksi tanda infeksi
(Sumber: Hockenberry dan Wilson, 2011)
44

B. Kerangka teori

Faktor Resiko
Faktor Inte rnal : - Tidak mendapat ASI
Kecerdasan, keterampilan,
ekslusif
kestabilan emosi, sifat-sifat
- Tidak tersedianya air
(sikap, kepribadian, fisik,
motivasi, umur, jenis bersih
kelamin, pendidikan, - Pencemaran air oleh
pengalaman kerja tinja
Etiologi
- Kurangnya jamban
- Bakteri
- Kebersihan
- Virus lingkungan kurang
Faktor eksternal: - Parasit - Penyiapan dan
Lingkungan (peraturan penyimpanan makan
kerja, keinginan pasien,
tidak higienis
kebijakan, kepemimpinan,
tindakan rekan kerja, jenis
pelatihan, gaji dan
lingkungan sosial Diare akut

Tanpa Dehidrasi Dehidrasi


ringan/ berat
dehidrasi
sedang

Peran perawat:
- Pemberi pelayanan Tatalaksana diare (lintas
- Pendidik
diare):
G
- Oralit
a - Pelindung - Zink
m - M anajer - Lanjutkan makan/ ASI
- Antibiotik selektif,
b - Ahli
antidiare tidak diberikan
a - Koordinator - Nasehat
r - Kolaborator

1
. Kerangka Teori
45

C. Kerangka Konsep

Faktor yang mempengaruhi


peran perawat:
- Faktor internal: kecerdasan,
keterampilan, kestabilan
emosi, sifat-sifat

- Faktor eksternal: lingkungan

Anak dengan
diare akut

Tatalaksana diare
dengan lintas diare :
- Pemberian oralit
Peran perawat
- Tablet zink

- Lanjutkan makan/
ASI

- Atibiotik selektif
dan antidiare tidak
diberikan

- Nasehat

Keterangan:
Tidak diteliti
Diteliti

Gambar 2. Kerangka konsep


46

D. Pertanyaan Penelitian

Pertanyaan penelitian dalam penelitian ini adalah:

1. Apa peran perawat dalam tatalaksana diare akut pada anak di Rumah

Sakit dr. Soedjono M agelang?

2. Bagaimana perawat melaksanakan perannya dalam tatalaksana diare

akut pada anak di Rumah Sakit dr. Soedjono M agelang?


BAB III

M ETODE PENELITIAN

A. Jenis dan desain Penelitian

Penelitian yang akan dilakukan adalah mengeksplorasi bagaimana peran

perawat dalam tatalaksana diare akut di rumah sakit. Desain yang digunakan

dalam penelitian ini adalah kualitatif dengan pendekatan studi kasus ( Case Study).

Kasus dalam penelitian ini adalah adanya peran perawat yang belum optimal

dalam tatalaksana diare akut. Penelitian akan menyelidik i fenomena peran

perawat dalam tatalaksana diare akut di rumah sakit secara lebih dalam.

Peneliti menggunakan metode studi kasus dalam penelitian kualitatif ini

karena adanya peran perawat yang belum terlihat dengan jelas pada tatalaksana

diare akut pada anak, dan dalam penelitian tidak hanya memerlukan data dari

wawancara dengan partisipan, tetapi memerlukan data yang akurat dari observasi

dan dokumentasi. Selain itu penelitian ini ingin menyelidiki lebih mendalam dan

mengetahui peran perawat secara menyeluruh mengenai tatalaksana diare akut,

dan ingin menjawab pertanyaan “apa” dan “bagaimana” pada peran perawat

dalam tatalaksana diare akut pada anak, sehingga studi kasus merupakan metode

yang paling tepat digunakan dalam penelitian ini, untuk mengga li dan merinci

seseorang, yaitu perawat dalam melakukan perannya pada tatalaksana diare akut

pada anak di Rumah Sakit (Yin 1984, dalam M udzakir, 2013).

47
48

B. Tempat dan waktu Penelitian

Penelitian ini akan dilakukan di bangsal anak Rumah Sakit dr. Soedjon o

M agelang dari bulan april sampai dengan Juni 2014.

C. Subjek Penelitian

Subjek dalam penelitian kualitatif disebut dengan partisipan. Partisipan dalam

penelitian ini adalah perawat yang bekerja di bangsal anak R umah sakit dr.

Soedjono M agelang. Karakteristik responden dalam penelitian ini adalah perawat

yang bekerja di bangsal anak dengan masa kerja minimal 1 tahun, berpendidikan

minimal D3 dan terpapar dalam melakukan asuhan keperawatan pada anak

dengan diare akut.

Besarnya ukuran sampel pada penelitian kualitatif ini ditentukan oleh data

yang diperoleh dan hasil dari analisa. O leh karena itu peneliti melakukan

pengumpulan data sampai dengan tidak ada lagi data baru yang didapatkan dan

sudah tidak dapat lagi dilakukan pengkodean, atau yang disebut dengan terjadinya

saturasi data.

Sampel dalam penelitian kualitatif ini dipilih dengan metode purposive

sampling, menggunakan strategi hom ogeneous sam pling. Penggunaan metode dan

strategi tersebut yaitu dengan memilih sampel, dalam hal ini difokuskan pada

responden yang homogen, yaitu perawat yang dapat menyediakan informasi

penting atau kunci mengenai apa dan bagaimana perannya dalam tatalaksana diare

(Emzir, 2012).
49

D. Batasan Penelitian

Batasan penelitian dalam penelitian ini akan dijabarkan pada definisi berikut

ini.

1. Perawat

Perawat adalah seseorang yang bekerja di bangsal anak dengan pendidikan

minimal D3 keperawatan, lama bekerja lebih dari 1 tahun dan terpapar dalam

pemberian asuhan keperawatan pada anak dengan diare akut.

2. Peran perawat

Peran perawat adalah tindakan perawat dalam praktik, yang meliputi

pemberian pelayanan, pendidik, pelindung dan kolaborator .

3. Anak dengan diare akut

Anak dengan diare akut adalah anak yang dirawat di bangsal anak selama

dilakukan penelitian, dengan BA B cair lebih dari 3 kali dalam sehari.

4. Tatalaksana diare akut

Tatalaksana diare akut adalah penanganan pada anak dengan diare akut, yang

meliputi penentuan dehidrasi, rencana rehidrasi, pemberian oralit, zink,

pemberian ASI dan makan serta pemberian nasehat.

5. Penentuan dehidrasi

Penentuan dehidrasi adalah penilaian derajad dehidrasi oleh perawat yang

dilakukan pada semua anak dengan diare akut dan diklasifikasikan.


50

6. Rencana rehidrasi

Rencana rehidrasi adalah pemilihan rencana rehidrasi oleh perawat

berdasarkan penilaian dehidrasi dengan pemberian jenis dan jumlah cairan

yang sesuai serta dilakukan pemantauan terhadap rehidrasi yang diberikan.

E. Instrumen Penelitian dan Pengumpulan Data

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah peneliti sendiri atau

yang disebut dengan hum an instrumen, yaitu dalam menjalankan penelitian,

peneliti melakukan penetapan terhadap fokus penelitian, memilih informan

sebagai sumber data dan melakukan pengumpulan data. Setelah itu peneliti juga

melakukan penilaian terhadap kualitas data, melakukan analisis data, menafsirkan

data dan membuat kesimpulan dari semua data yang didapatkan (Sugiyono, 2013).

Data yang dikum pulkan dalam penelitian ini dengan menggunakan 3 teknik

pengumpulan data. M enurut Sugiyono (2013), teknik pengumpulan data tersebut

yaitu dengan wawancara, observasi dan dokumentasi. Secara rinci, pengumpulan

data yang dilakukan adalah sabagai berikut:

1. Wawancara

Peneliti melakukan wawancara dengan respoden secara mendalam dan

bersifat terbuka sejalan dengan berjalannya penelitian. Wawancara dilakukan

kepada responden untuk menggali bagaimana peran perawat dalam

tatalaksana diare akut di rumah sakit. Instrumen yang digunakan untuk

wawancara adalah peneliti sendiri, pedoman wawancara, voice r ecorder dan

alat tulis. Dengan pertanyaan terbuka tersebut dimungkinkan akan muncul


51

pendapat ataupun permasalahan yang berhubungan dengan peran perawat

dalam tatalaksana diare akut pada anak.

2. Dokumen

Peneliti mengumpulkan bukti dari dokumen tentang Standar Prosedur

Operasional (SPO) mengenai tatalaksana diare meliputi penilaian dehidrasi,

rencana rehidrasi, pemilihan antibiotik dan antidiare, pemberian makan

selama diare, pemberian zink serta nasehat. Selain melihat bukti adanya SPO

tatalaksa na diare akut, peneliti juga mengumpulkan data mengenai

pelaksanaan asuhan keperawatan meliputi pengkajian, intervensi,

implementasi dan evaluasi, yang dilihat dari laporan dan rekam medis.

Instrumen yang digunakan dalam pengum pulan bukti dokumen adalah

panduan pengumpulan dokumentasi dan rekam medis.

3. Observasi partisipatif

Dalam observasi, instrumen yang digunakan adalah peneliti sendiri dan

panduan observasi. Peneliti melakukan observasi partisipatif dengan jenis

active partisipation (partisipasi aktif). Dalam observasi ini, peneliti terlibat

dalam kegiatan yang dilakukan oleh partisipan, dalam hal ini adalah

pelaksanaan pemberian tatalaksana diare akut pada anak, untuk mendapatkan

data bagaimana peran perawat dalam tatalaksana diare akut, teta pi belum

sepenuhnya lengkap. Obyek penelitian yang diobservasi dalam penelitian ini

mencakup 3 komponen, yaitu tempat, pelaku dan aktivitas. Pada observasi

tempat, hal-hal yang diamati meliputi ruang, fasilitas dan benda -benda seperti

alat medis, obat-obat esensial dan lain sebagainya. O bservasi terhadap pelaku
52

dilakukan dengan mengamati partisipan dalam melakukan tatalaksana diare

akut pada anak. Sedangkan observasi aktivitas dilakukan dengan

mengobservasi semua aktivitas dan tindakan yang dilakukan oleh p artisipan

dalam tatalakssana diare akut pada anak.

F. Cara Analisa Data

Teknik analisa data dalam penelitian ini menggunakan model M iles dan

Huberman. M enurut M iles dan Huberman (1984 : 21 -23) dalam Emzir (2012),

terdapat tiga macam kegiatan dalam analisa da ta studi kasus, yaitu:

1. Reduksi Data

Dalam reduksi data, peneliti melakukan proses pemilihan hal-hal pokok,

pemfokusan pada hal-hal yang penting, penyederhanaan, abstraksi dan

pentransformasian dari data mentah, yang didapatkan dari catatan -catatan

tertulis di lapangan. Kemudian peneliti membuat rangkuman, pengodean,

membuat tema-tema, gugus-gugus, pemisahan-pemisahan dan menulis

memo-memo.

2. M odel Data (data display)

M odel adalah suatu kumpulan informasi yang tersusun untuk

dideskripsikan menjadi suatu kesim pulan dan pengambilan tindakan. Dalam

tahap ini peneliti mendeskripsikan kesimpulan dengan membuat model dalam

bentuk narasi, matriks, grafik, jaringan kerja dan bagan, untuk merakit

informasi atau menyampaikan kesimpulan dari data yang didapatkan.


53

3. Penarikan atau verifikasi Kesimpulan

Dalam langkah ketiga ini, yaitu verifikasi kesimpulan, peneliti mulai

menentukan makna dari data yang dikumpulkan. Dari data tersebut akan

diperoleh kesimpulan yang tentatif, kabur, kaku dan meragukan, sehingga

kesimpulan tersebut perlu diverifikasi. Verifikasi dilakukan dengan

melakukan pengecekan kembali reduksi data dan model data, sehingga tidak

terjadi penyimpangan dari kesimpulan yang diambil.

G. Keabsahan Data

Keabsahan data sangat diperlukan dalam setiap penelitian, unt uk mengetahui

validitas atau kesahihan dan reliabilitas atau keterandalan pada hasil penelitian.

Dalam penelitian ini menggunakan empat standar untuk menguji keabsahan data,

meliputi credibility (validitas internal), transferability (validitas eksternal),

dependability (reliabilitas) dan confirm ability atau obyektivitas (Lincoln dan Guba

dalam Bungin 2012). Secara lebih rinci, uji keabsahan data dalam penelitian ini

adalah sebagai berikut.

1. Uji Kredibilitas

Dalam uji kredibilitas data atau kepercayaan terhadap data dalam

penelitian ini dilakukan triangulasi, dengan triangulasi sumber. Triangulasi

sumber dilakukan dengan cara mengecek data yang diperoleh dari beberapa

sumber. Dari hasil wawancara dengan partisipan terhadap tatalaksana diare

akut pada anak, maka peneliti melakukan pengecekan terhadap informasi

yang diberikan oleh partisipan, dengan melakukan wawancara terhadap orang


54

tua atau pengasuh anak, kepala ruang dan dokter mengenai tatalaksana diare

akut yang sudah didapatkan.

2. Uji transferability

Uji transferability atau keteralihan dilakukan untuk menunjukan

ketepatan atau dapat diterapkannya hasil penelitian di tempat lain. Hal

tersebut dapat ditunjukan jika pembaca laporan penelitian memperoleh

gambaran dengan jelas mengenai hasil penelitian dan dapat diterapkan. Dari

hal tersebut maka dikatakan laporan penelitian memenuhi standar

transferabilitas. U ntuk melakukan uji transferabilitas, peneliti membuat

laporan dengan uraian yang jelas, rinci, sistematis dan dapat dipercaya,

sehingga pembaca memahami dengan jelas hasil penelitian dan dapat

memutuskan apakah hasil penelitian dapat diterapkan di tempat lain atau

tidak.

3. Uji dependability

Uji dependability atau reliabilitas dalam penelitian kuantitatif. Suatu

penelitian disebut reliabel jika orang lain dapat mengulangi proses penelitian

tersebut. Dalam penelitian ini, peneliti menguji dependability dengan

dilakukan audit terhadap keseluruhan proses penelitian oleh auditor dalam hal

ini adalah pembimbing. Pembimbing melakukan audit dari keseluruhan

aktivitas peneliti dalam melakukan penelitian, dari penentuan masalah,

memasuki rumah sakit, menentukan sumber data, analisis data, melakukan uji

keabsahan data sampai dengan membuat kesimpulan.


55

4. Uji Confirmability

Uji Confirmability atau disebutt uji obyektivitas dalam penelitian

kuantitatif dilakukan bersamaan dengan uji depenability. Pengujian dilakukan

dengan menguji hasil penelitian yang dikaitkan dengan proses yang

dilakukan. Bila hasil penelitian ini merupakan fungsi dari proses pen elitian

yang dilakukan, maka penelitian ini disebut telah memenuhi standar

konfirmability.

H. Etika Penelitian

Pada penelitian keperawatan ini, subjek yang digunakan adalah manusia.

M anusia sebagai mahluk holistik, yang terintegrasi dalam aspek fisik, psikol ogis,

sosial dan spiritual. Jika masalah terjadi pada satu kom ponen, maka akan

mempengaruhi komponen lain. Dari hal tersebut memungkinkan adanya resiko

ketidaknyamanan yang dirasakan subjek penelitian. Oleh karena itu penelitian

keperawatan sangat memerlukan etika penelitian, yang dapat menjamin bahwa

manfaat yang didapat dari penelitian adalah lebih banyak, daripada efek samping

yang ditimbulkan (D harma, 2011).

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan 4 prinsip utama yang harus

dilakukan dalam menjalankan penelitian, seperti yang disampaikan oleh Polit dan

Beck, 2004, dalam Dharma 2011. Prinsip-prinsip tersebut antara lain:

1. M enghormati harkat dan martabat manusia (respect for human dignity)

Hal pertama yang dilakukan oleh peneliti adalah membe rikan informasi

kepada subjek penelitian, mengenai tujuan dan manfaat penelitian, prosedur


56

penelitian, resiko penelitian, keuntungan dari hasil penelitian dan penjaminan

kerahasiaan subjek penelitian. Sesuai dengan prinsip respect for human

dignity, peneliti memberikan kebebasan kepada subjek penelitian, untuk

menentukan pilihan apakah bersedia ikut dalam penelitian atau menolaknya.

Dalam hal ini tidak ada paksaan atau penekanan tertentu kepada subjek, untuk

bersedia ikut dalam penelitian.

Setelah subjek penelitian menentukan pilihannya untuk bersedia atau

menolak sebagai subjek penelitian, maka langkah selanjutnya adalah

pelaksanaan inform consent, yaitu persetujuan oleh subjek penelitian untuk

berpartisipasi sebagai subjek penelitian.

2. M enghorm ati privasi dan kerahasiaan subjek (respect for privacy and

confidentiality)

Sesuai dengan prinsip kedua ini, peneliti merahasiakan semau informasi

yang menyangkut privasi subjek, dari segala informasi tentang diri subjek,

yang tidak ingin diketahui oleh orang lain. Hal tersebut dapat peneliti lakukan

dengan cara meniadakan identitas subjek, dan diganti dengan kode tertentu.

3. M enghormati keadilan dan inklusivitas (respect for justice inclusiveness)

Dalam melaksanakan penelitian ini be rprinsip pada keadilan, yaitu

peneliti memberikan keuntungan kepada subjek penelitian, dan kerja yang

dibebankan kepada subjek diberikan secara sama dan merata sesuai

kebutuhan dan kemampuan subjek.

4. M emperhitungkan manfaat dan kerugian yang ditimbulkan ( balancing harm

and benefits)
57

Prinsip yang terakhir dalam penelitian, peneliti mempertimbangkan

manfaat (beneficience) dan kerugian (nonmaleficience) yang ditimbulkan dari

penelitian. M anfaat yang diperoleh dari penelitian ini digunakan untuk

kepentingan partisipan, yaitu partisipan nantinya mengetahui bagaimana

peran perawat sesungguhnya dalam tatalaksana diare akut pada anak.

I. Jalannya Penelitian

Penelitian ini dimulai setelah mendapatkan ijin dari komite etik penelitian.

Untuk selanjutnya, peneliti mengajukan surat perijinan kepada R umah Sakit dr.

Soedjono M agelang untuk melakukan penelitian di bangsal anak. Setelah

mendapatkan ijin penelitian dari Rumah Sakit, maka penelitian ini dimulai pada

tanggal 28 April 2014. Peneliti datang ke rua ng anak Rumah Sakit dr. Soedjono

M agelang untuk melakukan uji coba terhadap pedoman wawancara terhadap

informan yang bukan sebagai peserta penelitian, yang selanjutnya hasil uji coba

tersebut dikonsulkan dengan pembimbing untuk melihat kemampuan peneliti

melakukan wawancara dan untuk mengetahui apakah ada hal yang perlu ditambah

atau dkurangi. Selanjutnya peneliti memilih partisipan, yaitu perawat yang bekerja

di bangsal anak, sesuai dengan kriteria responden, yaitu berpendidikan minimal

D3, masa kerja minimal satu tahun dan terpapar dalam tatalaksana diare akut pada

anak.

Setelah dilakukan pemilihan sesuai dengan kriteria responden, maka

pengumpulan data dimulai dan diawali dengan melakukan wawancara mendalam

dengan perawat. Wawancara mendalam dilakukan mulai dari satu responden ke


58

responden berikutnya, yang sebelumnya responden diberikan penjelasan

mengenai semua hal yang berkaitan dengan penelitian, seperti tujuan, manfaat,

keuntungan, risiko dan penjelasan mengenai penjaminan kerahasiaan partisipan ,

kemudian responden diberikan kuasa sepenuhnya untuk menentukan bersedia atau

menolak untuk ikut serta dalam penelitian. Setelah itu, responden diminta

menandatangani informed consent, sebagai bentuk persetujuan untuk menjadi

subjek penelitian.

Wawancara mendalam dilakukan terhadap 5 (lima) responden, dalam tempat

dan waktu yang berbeda, antara satu responden dengan responden lainnya.

wawancara pertama dengan perawat dilakukan pada tanggal 30 A pril 2014, sesuai

dengan janji yang sudah disepakati antara peneliti dan responden. Wawancara

dilakukan di ruang tunggu, di depan ruang hemodialisa. Saat wawancara, suasana

ruang tunggu sepi, karena pada sore hari dan hanya ada beberapa kali petugas

yang lewat di tempat tersebut, tetapi tidak mengganggu jalann ya wawancara.

Selama wawancara berlangsung, peneliti melakukan perekaman. Setelah

dilakukan wawancara dengan satu responden, peneliti melakukan transkrip hasil

wawancara dan dilanjutkan dengan melakukan analisis. Kegiatan wawancara

dengan responden lainnya dilakukan di rumah responden dan di tempat lain di

rumah sakit, yang berakhir pada tanggal 28 M ei 2014.

Pengumpulan data selanjutnya dilakukan dengan teknik yang lain, yaitu

dengan melakukan observasi partisipatif aktif dan pengumpulan bukti

dokumentasi. Observasi parsitipatif dan pengumpulan bukti dokumen dilakukan

beriringan dengan dilakukannya wawancara mendalam. Dalam melakukan


59

observasi partisipatif, peneliti berperan sebagai perawat dan terlibat dalam

kegiatan penatalaksanaan diare akut pada anak. Ke giatan observasi partisipatif

tersebut dimulai pada tanggal 12 M ei 2014 dan berakhir tanggal 28 M ei 2014,

yang dilakukan selama 9 hari, dengan rincian 5 hari observasi pada shift pagi, 2

hari pada shift sore dan shift malam selama 2 hari. Selain observasi terhadap

aktivitas dan perilaku partisipan, peneliti juga melakukan observasi terhadap

tempat. Pengumpulan data lainnya yaitu dokumentasi, yang dilakukan bersamaan

dengan observasi, dengan melakukan pengecekan terhadap dokumen. Dokumen

yang dilihat adalah dari standar operasional prosedur untuk melihat SPO tentang

tatalaksana diare dan pelaksanaan asuhan keperawatan. Selanjutnya peneliti

melakukan transkrip dari hasil observasi setelah dilakukan observasi pada setiap

shift. Untuk bukti dokumentasi, peneliti mengambil gambar dokumen atas seijin

rumah sakit dan melakukan transkrip dari dokumen yang sudah dikumpulkan.

Setelah pengumpulan data selesai dilakukan, peneliti melakukan triangulasi

sumber untuk menguji kepercayaan terhadap data yang sudah dikumpulka n.

Triangulasi sumber tersebut dilakukan dengan wawancara terhadap 1 (satu) kepala

ruang, 1 (satu) dokter spesialis anak dan 4 (empat) orang tua atau pengasuh anak.

Setelah dilakukan wawancara tersebut, maka peneliti melakukan transkrip dan

analisa.

Dari semua data yang sudah terkumpul, peneliti melakukan analisis sesuai

dengan rencana tahapan analisis, dan dari semua data, baik wawancara mendalam,

observasi partisipatif dan dokumen serta triangulasi sumber. Setelah tahapan

analisis dilalui, maka peneliti m endokumentasikan hasil penelitian dalam bentuk


60

laporan hasil penelitian. Secara lebih ringkas, jalannya penelitian akan

digambarkan pada skema berikut ini.

Gambar 3. Jalannya Penelitian

Ijin: prodi, komite etik, RS

Uji coba wawancara non


responden
J.

Pemilihan responden sesuai


kriteria responden

Pengumpulan data

W awancara mendalam Observasi partisipatif Dokumen

Analisis

Triangulasi sumber

Analisis

Penulisan laporan

Sumber: data dasar


61

K. Kesulitan dan Keterbatasan Penelitian

1. Kesulitan Penelitian

a. Peneliti menemui kesulitan pada saat melakukan pengumpulan data, yaitu

observasi partisipatif. Ketika melakukan obervasi partisipatif, peneliti

dihadapkan pada kondisi pemberian tatalaksana pada anak diare akut yang

kurang tepat, yaitu pada penambahan cairan intravena pada anak yang

tidak disesuaikan dengan derajad dehidrasinya. Kesulitan yang dirasakan

peneliti adalah bahwa di satu sisi peneliti mempunyai pengetahuan tentang

pemberian tambahan pada anak diare akut, sedangkan di sisi lain peneliti

adalah seseorang yang sedang melakukan pengumpulan data yang harus

menjalankan tugas penelitian secara profesional. Untuk mengatasi masalah

tersebut, peneliti berusaha menanggalkan segala bentuk pen getahuan, dan

berusaha mengikuti dan melaksanakan tugas melakukan obervasi

partisipatif tanpa dipengaruhi oleh pengetahuan peneliti.

b. Kesulitan yang sangat dirasakan oleh peneliti adalah ketika melakukan

analisis. Peneliti menemui kesulitan dalam melakukan reduksi data dan

kesimpulan, karena terdapat banyak data yang didapatkan, yaitu dari hasil

wawanara dengan responden, data hasil observasi partisipatif, data hasil

pengumpulan bukti dokumen dan data hasil triangulasi sumber. Untuk

mengatasi masalah tersebu t, peneliti melakukan konsultasi dengan

pembimbing dan dengan pakar kualitatif.


62

2. Keterbatasan Penelitian

Peran perawat yang dieksplorasi dalam penelitian ini hanya terbatas dalam

tatalaksana diare akut, belum menggali peran perawat pada program -program

lain yang terkait dengan diare akut, seperti pencegahan dan upaya promotif

lainnya.
BAB IV

HASIL PENELITIA N DAN PEM BAHASA N

A. Gambaran Umum Tempat Penelitian

Rumah Sakit dr. Soedjono M agelang adalah rumah sakit tingkat II yang

merupakan rumah sakit utama di wilayah K odam IV/ Diponegoro. Selain itu,

rumah sakit dr. Soedjono juga menjadi rujukan dari rumah sakit tingkat III

dan IV di jajaran Kesdan IV / D iponegoro, dan tidak hanya melayani pasien

dinas, tetapi juga pasien umum. Rumah sakit dr. Soedjono berdiri pada tahun

tahun 1817 oleh pemerintah Belanda sebagai rumah sakit m iliter yang

dipim pin oleh seorang dokter Belanda. Pada awal tahun 1942, yaitu masa

penjajahan Jepang, rumah sakit berada dalam kekuasaan Jepang dan hanya

khusu merawat tentara Jepang. Setelah Jepang menyerah pada tahun 1945,

rumah sakit ini berubah menjadi rumah sakit PM I dan sejak 1 Januari 1948

rumah sakit PM I berubah menjadi RSU Wates M agelang. Pada tanggal 1

M aret 1948 RSU Wates diserahterimakan dari pemerintah kepada DK T

Divisi III dan diganti namanya menjadi Rumah Sakit Tentara III yang

dipim pin oleh Kolonel dr. Soetomo yang kemudian pada tanggal 1 N ovember

1974, nama rumah sakit diganti menjadi Rumah Sakit dr. Soedjono. Luas

2
tanah RS dr. soedjono M agelang adalah ± 107.370 m dan luas bangunan ±

2
13.250 m dengan status kepemilikan rumah sakit TNI-A D (Informasi

Layanan RS dr.Soedjono).

63
64

Dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat, rumah sakit memiliki

tujuh instalasi pendukung. Ketujuh instalasi tersebut y aitu instalasi rawat

inap, instalasi rawat jalan, instalasi penunjang perawatan, instalasi penunjang

medis, instalasi penunjang umum, instalasi penunjang diagnosis dan instalasi

farmasi. Instalasi rawat inap terdiri dari 10 ruang rawat inap dan 4 ruang

khusus. Untuk ruang rawat inap terdiri dari lima ruang rawat untuk semua

jenis penyakit dan lima ruang rawat untuk penyakit tertentu. Kelima ruang

rawat inap untuk semua jenis penyakit tersebut adalah ruang Nusa Indah

(ruang rawat VIP dan VIIP), ruang Dahlia (ruang VIP dan kelas I), ruang

M elati (kelas I, II dan ruang Taruna), ruang Bougenvile (kelas II) dan ruang

Cempaka (kelas I dan II). Untuk lima ruang rawat lainnya yaitu ruang

Edelweis (kelas VIP, kelas I dan II) yang merupakan ruang pasca bedah,

ruang Anggrek (ruang rawat kebidanan), ruang Flamboyan (ruang rawat

anak), ruang Seruni (ruang rawat untuk askeskin) dan ruang ICU (V VIP, VIP

dan kelas I). Empat ruang khusus yang sudah disebutkan sebelumnya terdiri

dari ruang hemodialisa, ruang Bedah, ruang bersalin dan Instalasi Gawat

Darurat (IGD). Sedangkan Instalasi rawat jalan terdiri dari 18 poliklinik,

antara lain Poliklinik Paru, Poliklinik Syaraf, Poliklinik Jantung, Poliklinik

Jiwa atau Psikologi, Poliklinik THT, Poliklinik G igi, Poliklinik O bsgin,

Poliklinik Internis, Poliklinik mata, Poliklinik Umum, Poliklinik Kulit

Kelamin, Poliklinik Anak, Poliklinik Bedah, Poliklinik Bedah Syaraf,

Poliklinik Anestesi, Poloklinik Fisioterapi dan Poliklinik A kupuntur

(Informasi Layanan RS dr.Soedjono).


65

Sebagai ruang rawat untuk anak adalah ruang Flamboyan, yang

merupakan ruang kelas I dan II, memiliki kapasitas tempat tidur sebanyak 37,

yang dibagi untuk tempat tidur anak sejumlah 15 tempat tidur, 10 tempat

tidur bayi dan 7 inkubator. Jumlah perawat di ruang Flamboyan sebanyak 15

orang, dengan kualifikasi pendidikan S 1 Keperawatan sejumlah 4 orang, D 3

Keperawatan sebanyak 10 orang dan SPK sebanyak 1 orang. Dilihat dari

status kepegawaian, sejum lah 7 orang perawat berstatus tetap dan 8 orang

perawat berstatus tidak tetap.

B. Hasil Penelitian

1. Karakteristik subjek dan informan penelitian

a. Karakteristik subjek penelitian

Subjek atau responden dalam penelitian ini berjumlah 5 (lima) orang

yang sesuai dengan karakteristik responden. Responden adalah perawat

yang m empunyai pendidikan D3 sebanyak 3 orang dan S1 sebanyak 2

orang. Berdasarkan masa kerja, responden sudah bekerja di bangsal anak

selama 1 (satu) tahun 5 (lima) bulan sampai dengan 6 (enam) tahun 5

(lima) bulan. Selain itu responden adalah perawat yang ter papar langsung

dalam pelaksanaan asuhan keperawatan anak dengan diare akut di bangsal

anak. Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara mendalam,

observasi partisipatif dan bukti dokumentasi. Karakteristik responden

akan disajikan dalam tabel berikut ini.


66

Tabel 4. Karakteristik responden perawat

Kode Pendidikan Status Lama bekerja Pelatihan


diare

R1 D3 Keperawatan Tidak tetap 1 tahun 5 bulan Tidak

R2 D3 Keperawatan Tidak tetap 6 tahun 5 bulan Tidak

R3 D3 Keperawatan Tetap 5 tahun 3 bulan Tidak

R4 S1 Keperawatan Tetap 3 tahun Tidak

R5 S1 Keperawatan Tidak tetap 4 tahun Tidak

Sumber: data primer

b. Karakteristik informan penelitian


Selain pengumpulan data dengan wawancara terhadap responden,
pengumpulan dengan observasi dan dokumentasi, dilakukan triangulasi
sumber dengan melakukan wawancara terhadap informan. Informan
tersebut terdiri dari 4 (empat) orang tua pasien atau pengasuh, 1 (satu)
dokter spesialis anak dan 1 (satu) kepala ruang. Karakteristik informan
akan disajikan dalam tabel berikut.
Tabel 5. Karakteristik informan
Kode Pendidikan Status M asa kerja

Ip1 D3 Dinas -

Ip2 D3 Dinas -

Ip3 SM A Umum -

Ip4 SM A Umum -

I karu D3 Tetap 8 tahun 5 bulan

I dktr S2 Tetap 6 tahun

Sumber: data primer


67

2. Analisis Tema atau Kategori

Hasil analisis tema atau kategori yang dihasilkan oleh peneliti yaitu ada 4

tema atau kategori utama yang berkaitan dengan tujuan penelitian tentang apa

dan bagaimana peran perawat dalam tatalaksana diare akut pada anak di

rumah sakit. Kategori-kategori yang didapatkan yaitu (1) peran perawat

sebagai pemberi pelayanan, (2) peran perawat sebagai kolaborator, (3) peran

perawat sebagi pendidik, (4) peran perawat sebagai pelindung . Kategori-

kategori tersebut terbentuk setelah dilakukan ana lisis terhadap data yang

sudah didapatkan dari hasil wawancara dengan responden, dari hasil

observasi partisipatif, dokumentasi dan triangulasi dengan kepala ruang,

dokter dan orang tua atau pengasuh anak. Dari data yang terkumpul dibuat

transkrip, untuk selanjutnya dilakukan reduksi data dengan memilih hal-hal

pokok atau penyederhanaan dan dibuat pengodean. Setelah direduksi, data

dikum pulkan dan dibuat sub-sub kategori dan kategori-kategori. Untuk

selanjutnya peneliti melakukan verifikasi terhadap kategor i-kategori yang

didapatkan dengan melakukan pengecekan kembali reduksi data kategori-

kategori, dengan tujuan tidak terjadi penyimpangan dalam menyimpulkan

tema-tema atau kategori-kategori. Adapun hasil analisis data tiap kategori

akan disajikan dalam uraian berikut ini.

a. Peran perawat sebagai pemberi pelayanan

Pada kategori peran perawat sebagai pemberi pelayanan terdiri dari

tiga sub kategori yaitu (1) pengkajian, (2) dokumentasi asuhan

keperawatan, (3) evaluasi. Kategori dan sub kategori tersebut ter bentuk
68

dari kumpulan meaning unit atau kata kunci dari beberapa data yang

terkumpul dan label atau pengodean yang diberikan pada kumpulan kata

kunci. Kategori dan sub kategori tersebut dapat digambarkan dalam

skema berikut ini.

Koding Sub kategori Kategori

pengkajian umum diare

pengkajian dehidrasi

cara menentuan derajad


M elakukan
dehidrasi ringan/
pengkajian
sedang
Cara menentukan
dehidrasi berat

M elakukan Kategori 1:
perumusan diagnosa
Dokumentasi Peran perawat
keperawatan
asuhan sebagai pemberi
intervensi
keperawatan pelayanan

monitoring diare
M elakukan
monitoring rehidrasi Evaluasi

waktu pelaksanaan
evaluasi rehidrasi

Skema1. Peran perawat sebagai pemberi pelayanan


Sumber : data primer
1) Pengkajian
Salah satu peran perawat sebagai pemberi pelayanan adalah
melakukan pengkajian. Pengkajian yang dilakukan oleh perawat
tersebut yaitu dengan pengkajian umum diare, pengkajian dehidrasi,
cara menentukan derajad dehidrasi ringan sedang dan cara
menentukan derajad dehidrasi berat, seperti ungkapan responden
berikut ini.
69

“Biasanya yang pasti Vital sign, riwayat penyakit sebelumnya,


demam, diarenya sudah berapa hari, makan apa, kalau ada alergi
makanan atau obat” (R1)

“kalau ada pasien baru ditanya riwayatnya, BABnya berapa kali,


konsistensinya bagaim ana, masih m au makan minum apa g ak” (R3)

menanyakan keluhan pasien kepada orang tuanya, mengenai


frekuensi dan konsistensi BAB, ada tidak muntah dan pengukuran
tanda-tanda vital (obs)

keluhan utama, tanda-tanda vital yang meliputi suhu, nadi, keadaan


umum, kesadaran dan pola m akan (dok)

“...Dikaji, dianamnesa biasa, diarene berapa kali dalam sehari, njuk


konsistensinya bagaim ana, cair....” (I-Karu)

“kalau pengkajian saya tidak tahu, ya mungkin melakukan ya....” (I -


Dktr)

Dari pernyataan di atas dapat diketahui bahwa perawat mela kukan

pengkajian umum diare dengan menanyakan kepada orang tua

mengenai keluhan BAB, pola makan, dan pengukuran tanda -tanda

vital. Namun ketika dilakukan validasi dengan dokter mengenai

pengkajian yang dilakukan perawat, dokter menyampaikan tidak

mengetahui dan menyampaikan bahwa kemungkinan perawat

melakukan pengkajian. D okter tidak mengetahui apakah perawat

melakukan pengkajian atau tidak, didukung dengan alasan dokter,

seperti pernyataan berikut ini.

.. “itu tadi kalau kaitannya dengan perawatan, saya t idak tahu. kalau
saya kan sekedar ngasih ini ini ini... perawat ngasih” (I -Dktr)

“ya, karena saya kan tidak selalu di ruangan. Kalau visite ya pagi
aja.” (I-Dktr)
70

Pengkajian selanjutnya yang dilakukan perawat adalah melakukan

pengkajian dehidrasi dengan melihat mata cowong atau tidak, turgor,

dan BAK, seperti pernyataan di bawah ini.

“....Biasanya ada air matanya gak, cowong ndak, dari itukan


biasanya tahu anak ini dehidrasi...” (R1)

“Kita lihat turgor kulitnya, misalnya itu dari perut, kembalinya cepet
gak, nanti misale menangis keluar air mata gak, terus masih sering
BAK gak....” (R2)

“ketika datang pasien baru, perawat langsung melihat KU anak,


mata, dan menanyakan keluhan bab, pola makan m inum,...” (obs)

“pengkajian keadaan umum, pemeriksaan GCS, pola makan,


keringat” (Dok)

Pengkajian selanjutnya yang dilakukan perawat adalah bagaimana

cara menentukan derajad dehidrasi ringan-sedang dan berat yang

digambarkan dalam pernyataan berikut ini.

.... “ Kalau dehidrasi sedang kan mungkin rewel, anak pengen minum
terus, mungkin juga kalau mata cekung kan kelihatan” (R4)

...”dehidrasi berat geh sampai nagis gak keluar air mata, gak sering
BAK....” (R2)

...”output kurang, kayak pipisnya, kayak .. eehh outputnya lebih,


kayak minumnya yang kurang. Biasanya kan males, ngantuk ya, kalau
dehidrasi berat” (R5)

dokumentasi penentuan tingkat dehidrasi oleh perawat tidak ada


(dok)
71

terdapat dokumentasi penentuan tingkat dehidrasi oleh co ass (dok)

Dengan melihat pernyataan di atas, perawat menentukan tingkatan

dehidrasi ringan-sedang yaitu jika anak rewel, keinginan minum anak

kuat dan mata cekung. Selanjutnya, perawat menentukan tingkat

dehidrasi berat, jika tidak keluar air mata, malas, keluaran BAK

kurang. Dari hasil dokumentasi tidak terdapat dokumentasi perawat

mengenai penentuan tingkat dehidrasi, tetapi dari dokumentasi yang

dilakukan asisten dokter terdapat penentuan tingkat dehidrasi.

2) Dokumentasi asuhan keperawatan

Peran perawat sebagai pemberi pelayanan berikutnya adalah

melakukan dokumentasi keperawatan dengan merumuskan diagnosa

keperawatan dan melakukan intervensi, sebagaimana ungkapan dari

responden berikut ini.

“Untuk dokumentasi askepnya dikerjakan, dari mulai membuat


diagnosa keperawatan...” (R1)

Perawat terlihat melakukan dokumentasi perumusan diagnosa


keperawatan (obs)

masalah yang dituliskan adalah gangguan pemenuhan kebutuhan


cairan dan elektrolit (dok)

“...dari mulai penegakan diagnosa keperawatan...” (I-Karu)

“untuk askepnya dikerjakan, dari m ulai membuat diagnosa


keperawatan, membuat intervensi juga...” (R1)
72

... “terus kita merumuskan diagnosa keperawatan, intervensi juga


sudah,” (R2)

perawat melakukan dokumentasi perum usan diagnosa keperawatan


(Obs)

mendokumentasikan intervensi keperawatan (obs)

Terdapat dokumentasi tujuan dan intervensi sesuai dengan maslaah


yang dirum uskan (dok)

... “melakukan intervensi” (I-Karu)

Dari hasil analisis di atas, dapat dilihat bahwa perawat melakukan

dokumentasi asuhan keperawatan dengan merumuskan diagnosa

keperawatan seperti masalah kebutuhan cairan. Perawat juga membuat

intervensi atau rencana tindakan dari masalah keperawatan yang

dirumuskan. Pernyataan responden di atas mengenai perumusan

diagnosa dan intervensi sesuai dengan hasil observasi, dokumentasi

dan triangulasi dengan kepala ruang.

3) M elakukan evaluasi

M elakukan evaluasi merupakan peran perawat selanjutnya sebagai

pemberi pelayanan. Dalam melakukan evaluasi, perawat

memonitoring diare, melakukan monitoring rehidrasi beserta kapan

dilakukannya monitoring rehidrasi. Pelaksanaan evaluasi tersebut

seperti pernyaataan respoden di bawah ini, dan dari hasil observasi

dan dokumentasi serta triangulasi.

... “Misale yang pagi koq diarenya 8 kali, terus nanti yang sore
tinggal 4 kali, nanti yang malem 2 kali...” (R2)
73

... “paling itu kalau anak diare ditanya orang tuanya, diare berapa
kali” (R3)

menanyakan BAB pasien, mengenai frekuensi dan konsistensi serta


muntahnya (dok)

Monitoring keadaan um um pasien, keluhan mengenai BAB dan


pengukuran tanda-tanda vital dilakukan oleh mahasiswa (obs)

... “Babnya berapa kali” (I-Karu)

Dari pernyataan di atas dapat menggambarkan bahwa perawat

melasanakan monitoring diare dengan menanyakan kepada orang tua

pasien mengenai keluhan BAB, khususnya frekuensi BAB.

Pernyataan responden tersebut sesuai dengan hasil observasi,

dokumentasi maupun triangulasi dengan kepala ruang.

Evaluasi selanjutnya yang dilakukan perawat adalah dengan

monitoring rehidrasi. Hal tersebut digambarkan pada pernyataan

berikut.

... “turgornya, intake outputnya bagaimana.. makannya habis berapa


porsi, habis berapa banyak. Outputnya diarenya berapa banyak” (R5)

dilakukan oleh m ahasisw a dengan melihat keadaan anak, masih


lemas atau tidak, masih rewel atau tidak dan keinginan minum (obs)

memonitor keadaan umum pasien, mem onitor pem asukan dan


keluaran (dok)

dimonitor intake dan output cairannya. Babnya berapa kali, m akan


minumnya bagaimana, mau tidak, gitu...(I-Karu)
74

Hal di atas menunjukan bahwa m onitoring rehidrasi yang

dilakukan perawat adalah dengan melihat keadaan umum, memonitor

pemasukan dan pengeluaran. Dari hasil observasi didapatkan bahwa

monitoring rehidrasi dilakukan oleh mahasiswa praktek.

Di bawah ini adalah pernyataan responden, hasil observasi,

dokumentasi dan triangulasi mengenai waktu pelaksanaan evaluasi

rehidrasi.

“Setiap harinya tetep kita ngaten m bak, dimonitor satu shift itu
berapa kali BAB” (R2)

“tiap timbang terim a kan pasti ditanyakan keluhannya” (R4)

setiap shift jaga (obs)

dilakukan rutin setiap shift (dok)

“Kita observasinya tiap hari 3 shift itu to bu..” (I-Karu)

... “biasane kan kita yang rutin lho ya, yang rutin e.. jam 6 pagi, jam
11 siang sama jam 8 malam atau jam 7” (I-Karu)

“kalau monitoring saya kira setiap jaga itu perawat m onitor ya...” (I -
Dktr)

Ungkapan di atas menggambakan bahwa evaluasi rehidrasi

dilaksanakan pada setiap shift atau setiap perawat melaksanakan jaga,

sesuai dengan rutinitas. Dari hal di atas menunjukan adanya

kesesuaian antara pernyataan responden dengan hasil observasi,

dokumentasi dan triangulasi dengan kepala ruang dan dokter.


75

b. Peran perawat sebagai kolaborator

Dari hasil analisis, kategori yang kedua adalah peran perawat sebagai

team member, yang terdiri dari dari dua sub kategori, yaitu melakukan

kolaborasi dengan dokter dan melakukan pemeriksaan penunjang.

Pembentukan kategori tersebut digambarkan dalam skema berikut ini.

Koding Sub kategori Kategori

konsul dokter
Pemberian cairan
parenteral
jenis cairan
parenteral
pemberian oralit
M elakukan
pemberian zink kolaborasi
dengan dokter
Pemberian antibiotik
Antidiare tidak Kategori 2:
diberikan Peran perawat
Pemberian prebiotik sebagai
kolaborator
M elakukan
kolaborasi
pemeriksaan
dengan analis
penunjang
kesehatan

Skema 2. Peran perawat sebagai kolaborator


Sumber: data primer
1) M elakukan kolaborasi dengan dokter

Salah satu peran perawat sebagai kolaborator adalah melakukan

kolaborasi dengan dokter. Dari hasil analisis, terdapat delapan hal

yang membentuk sub kategori, yaitu konsul dokter, pemberian cairan

parenteral, jenis cairan parenteral, pemberian oralit, pemberian zink,

pemberian antibiotik, antidiare tidak diberikan dan pemberian

prebiotik.
76

Dari hasil analisis data menunjukan bahwa perawat selalu

melakukan kolaborasi dengan dokter, dengan melakukan konsultasi

terhadap terapi yang akan diberikan kepada pasien, seperti pernyataan

di bawah ini.

“kalau dokter ya kita selalu laporan, nanti dokter ngasih terapi apa,
kita laksanakan. Nanti ada apa, perm asalahan, lapor lagi, per sms,
per telelpon” (R1)

“Perawat konsul dokter anak melalui telepon untuk mendapatkan


teapi untuk pasien”(Obs )

“tertulis hasil konsultasi dengan dokter mengenai terapi medis yang


harus diberikan” (Dok)

“Kalau data-data sudah mencukupi kita laporan ke dokter” (I-Karu)

Dalam pemberian cairan, semua anak dengan diare akut

mendapatkan cairan parenteral. Jika anak masuk melalui UGD,

pemasangan infus dilakukan di UGD tetapi jika anak datang dari

poliklinik, maka diberikan infus di ruangan. Tetapi dalam SPM

tertulis bahwa penambahan cairan elektrolit diberikan sesuai denga n

derajad dehidrasi dan disesuaikan dengan berat badan anak.

Pemberian cairan infus tersebut diuangkapkan dari pernyataan berikut

ini.

“biasanya dari UGD sudah terpasang infus. kecuali kalau m isal di


UGD tidak pasang infus baru dipasang di ruangan, kalau perawatnya
sana koq belum berhasil baru dipasang di ruangan” (R1)

“Kalau dari poli, kita langsung pasang infus sesuai advis dokter”
(R4)
77

“Pasien sudah terpasang cairan intravena dari U GD” (Obs)

“perawat langsung memberikan cairan intravena sesuai denga n


terapi” (Obs)

“mendapatkan terapi infus” (Dok)

“Penatalaksanaan yang dijelaskan di dalam SPM, yang pertama


adalah resusitasi cairan dan elektrolit sesuai derajad dehidrasi dan
kehilangan, yang dihitung berdasarkan pada berat badan anak”(Dok
SPM)

“dari UG D biasanya sudah terpasang” (I-Karu)

Untuk jenis cairan yang digunakan dalam memberikan cairan

parenteral adalah cairan elektrolit, seperti pernyataan berikut.

... “kadang kan kalau di U GD kadang kan namanya dokter jaga kan
infusnya D5, terus k adang dipantau. Kalau dokternya sini kalau diare
kan harus infusnya ka-en 3B, kita ganti sendiri aja. Karena dokternya
bilang bisa mem icu diare” (R1)

“kalau di sini ka-en 3b” (R3)

“Perawat langsung menyiapkan alat untuk pem asangan infus, dan


memasang infus dengan cairan ka-en 3b” (Obs)

“mendapat infus ka-en 3b 400 cc/ 6 jam” (Dok)

Pada kolaborasi dengan dokter, selain pemberian cairan parenteral,


perawat juga memberikan oralit, sebagaimana pernyataan di bawah
ini.

... “ kalau tiap kali pasien dia re atau m untah, dikasih dehidralit.
Pemberiannya 10 cc/ kg BB” (R3)

“Tergantung berat badan, 15x10. Itu berat badan. BB kali 10 gitu


pemberiannya” (R5)
78

“perawat mem berikan oralit ke pasien” (Obs)

“iya, dapat ini bu.. (sambil menunjuk botol renalit)” (I -Ortu)

“resusitasi cairan dan elektrolit sesuai derajad dehidrasi dan


kehilangan, yang dihitung berdasarkan pada berat badan anak”
(Dok)

“mendapat renalit 90 ml setiap mencret” (Dok)

“Terus itu dehidralit apa oralit itu. Sesuai dengan berat badan. Di
sini juga sudah ada patokan, per 1 kilo 10 cc. Berarti kalau 10 kilo
berarti 100 cc setiap diare apa muntah. Karena diare biasanya diikuti
dengan muntah. Jadi per 1 kilonya 10 cc” (I-Karu)

Dari pernyataan di atas, perawat memberikan oralit dengan do sis

10 cc per kg BB. Hal itu sesuai dengan hasil observasi, dokumentasi

dan triangulasi. didukung juga dari dokumen SOP, yang menyatakan

bahwa pemberian resusitasi cairan dihitung berdasarkan berat badan.

Dari observasi tempat, di ruang anak tidak terdapat ruang khusus

untuk pemberian oralit.

Bentuk kolaborasi selanjutnya adalah dengan pemberian zink,

seperti pernyataan berikut ini.

“kalau yang bayi-bayi itu kadang separo, kalau 6 bulan ke atas itu
satu tablet. Yang besar juga satu” (R3)

“kalau pem berian zink itu satu kali 20. Ya dosisnya, itu diberikan
pagi hari” (R5)

“perawat mem berikan tablet zink” (Obs)

“pemberian orezynk 1x20 mg” (Dok)


79

“orezynk 1x10 m g” (Dok)

“dosisnya satu kali sehari” (I-Karu)

“ini dapatnya ini(sambil menunjuk sirup orezy nk, 1x1 sendok” (I-
Ortu)

“Terus kan sekarang kan acuannya pake zink itu. D iberikan zink” (I -
Dktr)

Dari pernyataan responden, hasil observasi, dokumentasi dan

triangulasi di atas menggambarkan, bahwa perawat memberikan zink,

baik tablet ataupun sirop dengan dosis 1x1 sehari atau 1x10 mg untuk

anak usia kurang dari 6 bulan dan dosis 1x20 mg untuk anak dengan

usia di atas 6 bulan. Dari pernyataan responden di atas, menunjukan

ada kesesuaian antara pernyataan responden dengan hasil

pengumpulan lain dan dengan triangulasi.

Untuk kolaborasi selanjutnya yang dilakukan perawat adalah

dengan memberikan antibiotik pada anak, seperti pernyataan di bawah

ini.

“Terus untuk antibotik itu dokter mesti ngasih. Biasanya kalau yang
sedang sampai berat antibiotik injeksi kalau ada panasnya. Kalau gak
ada panasnya paling antibiotik per os” (R1)

“untuk antibiotik itu... pak dokter ngasih injeksi. Mungkin kalau pas
panas itu, maksudnya kalau diare sama panas itu dikasih antibiotik.
Kalau gak ya dikasih cotrim. Kalau ada panas dikasih yang cefo
injeksi. Cotrim untuk yang tanpa panas” (R3)

“Perawat mem berikan tablet sanprim a” (Obs)

“memberikan injeksi tridicef kepada pasien” (Obs)


80

“pasien mendapatkan cotrimoxazole 3x1 cth” (Dok)

“pemberian injeksi tridicef 3x 200 gram” (Dok)

“Penatalaksanaan yang kelima disebutkan, bahw a penggunaan


antimikrobial tidak diperlukan, hanya untuk kasus-kasus tertentu dan
kasus resiko tinggi” (Dok)

“Kalau m isalkan diarenya ada panasnya juga dikasih. Tapi kalau


dari awal dia ada panasnya, sudah langsung dikasih itu antibiotik”
(I-Karu)

“diare akut itu bukan berarti bukan karena bakteri ya. Kalau akut
kan sindroma aja, waktunya, penyebabnya bisa virus, bisa bakteri.
Kalau m isalnya itu bakteri ya dikasihkan” (I-Dktr)

“Paling gak di periksa DL, atau kalau gak kalau lekositnya tinggi itu
kan mengarah ke infeksi bakteri. Berarti dikasih antibiotic” (I -Dktr)

“Kalau di luar negeri kan bisa kultur. Jadi kalau mau ngasih
antibiotik yang sesuaipun bisa. Paling kan satu hari paling lama
mereka. Tempat kita kultur 1 minggu. Terus kalau memang mau kultur
ngapain .....” (I-Dktr)

... “kalau kita mau nuruti buku, ini gak perlu dikasih antibiotik, ee...
pasiennya ujug-ujug mati. Terus siapa yang salah.. biasanya kan
karena tool lab, gak memenuhi, gak bisa mendukung, akhirnya seperti
antibiotik ya kalau itu karena infeksi, ya dikasih. Misalnya penyakit ,
jangan sampai pasiennya dengan diare, pulang-pulang muni” (I-
Dktr)

“geh dapet antibiotik, disuntik itu bu...” (I-Ortu)

Dari pernyataan respon den di atas sesuai dengan hasil observasi,

dokumentasi dan triangulasi. Pernyataan tersebut menunjukan bahwa

anak dengan diare akut yang disertai panas adalah diare karena bakteri

atau infeksi. Dari pernyataan di atas menggambarkan, bahwa karena


81

fasilitas laboratorium kurang mendukung untuk pemeriksaan,

sehingga antibiotik diberikan pada anak diare disertai panas. Diare

karena infeksi oleh dokter diberikan antibiotik, dan perawat sebagai

team member melaksanakan perannya dengan memberikan antibiotik.

Antibiotik injeksi diberikan pada anak dengan diare disertai panas dan

antibiotik oral diberikan pada anak diare tanpa panas. Dari hal tersebut

terdapat perbedaan antara dokumen SOP dan data lainnya, yang mana

pada SOP disebutkan, bahwa antibiotik diberikan pada kasus tertentu

dan kasus resiko tinggi.

Selanjutnya adalah antidiare tidak diberikan. Perawat tidak

memberikan antidiare pada semua anak yang dirawat dengan diare

akut. Dari semua pernyataan, baik dari responden, dari hasil observasi,

dokumentasi dan triangulasi menunjukan bahwa anak tidak

mendapatkan antidiare karena bisa menimbulkan ileus pada anak. Hal

tersebut seperti pernyataan di bawah ini.

“oohhh... kayak diaform gitu, antapulgit gitu... ndak, karena dokter


rudi kalau anak-anak gak” (R1)

“gak ada antidiare, beliau gak pernah” (R2)

“Penatalaksanaan yang keenam dengan pengobatan masalah


penyerta dan yang ketujuh disebutkan bahwa tidak dianjurkan tobat-
obat diare” (Dok)

“Kalau yang dokter rudi ini engak ada antidiare” (I-Karu)

“antidiare gak. Kalau kem aren gak. Saya tanya perawatnya itu ya
katanya untuk yang ke pencernaan” (I-Ortu)
82

“antidiare tidak pernah. Bisa ileus nanti..”(I-Dktr)

Bentuk kolaborasi selanjutnya oleh perawat adalah dengan

pemberian prebiotik, seperti pernataan berikut.

“selain itu, mesti pake lacto-B dan zink 1x1” (R1)

“ya itu, di sini pakenya lacto-b itu bu...” (R3)

“l-bio diberikan begitu anak masuk kamar perawatan” (Obs)

“Patokannya kan biasanya dokter pake’e l-bio...lha itu biasane sudah


dibungkus, kan ada ukurannya, di baw ah 6 bulan ke sini ½ sachet” (I-
Karu)

“sama itu l-bio apa.. satu hari sekali..” (I-Ortu)

“terapi lacto-B 1x1 sachet” (Dok)

“Yang keempat dengan probiotik satu bungkus perhari” (Dok)

“paling ya itu, dikasih lacto-b” (I-Dktr)

Dari pernyataan di atas, menunjukan bahwa perawat memberikan

prebiotik 1x1 sehari sebagai tindakan kolaboratif dengan dokter.

Selain itu, dalam dokumentasi juga menunjukan bahwa prebiotik

merupakan salah satu penatalaksanaan pada anak diare.

Dari observasi terhadap tempat atau ruangan, belum tersedia ruang

khusus oralit. Namun sudah terdapat atau tersedia obat-obat esensial

untuk penyakit diare, seperti oralit, zink dan prebiotik, yang disebut

dengan obat abadi. Di bawah ini adalah gambar tempat obat esensial,

yang disebut dengan obat abadi, yang digunakan untuk kasus-kasus

darurat.
83

Gambar 3. Obat-obat essensial

2) M elakukan kolaborasi dengan analis kesehatan

Sub kategori yang kedua dari peran perawat sebagai kolaborator

adalah melakukan kolaborasi dengan analis kesehatan, dengan

memeriksa darah dan feces pada anak dengan diare akut. Berikut

adalah pernyataan yang menggambarkan sub kategori tersebut.

“Pemeriksaan laborat itu biasanya DL, elektrolit, natrium, kalium.


Sama periksa feces. Kalau diarenya masih sering. Beliau juga
biasanya evaluasi, hari ini diarenya sudah berapa kali, kalau
misalnya m asih diare itu ya sudah, periksa feces” (R2)

“itu protap koq. Langsung diperiksa feces sama DL itu pasti” (R4)

“ya kalau ada pasien baru kan sudah protap itu y a.. periksa DL sama
feces. Tapi kalau misalkan ada tadi itu, perubahan keluhan, fecesnya
jadi berbau, ada darah, kita konsul dokter lagi apa perlu periksa feces
lagi gitu..” (R5)

Dilakukan pemeriksaan feces, serum elektrolit (Dok)


84

Dari pernyataan di atas menggambarkan bahwa perawat

melakukan pemeriksaan laboratorium darah lengkap dan feces,

sebagai bentuk kerja sama dengan tim kesehatan lain yang dilakukan

dengan bagian laboratorium, atas instruksi dokter. Dari pernyataan

responden juga menunjukan bahwa pemeriksaan laboratorium tersebut

merupakan prosedur tetap dari dokter.

c. Peran perawat sebagai pendidik

Peran perawat sebagai pendidik dalam tatalaksana diare akut yang

sudah dilakukan oleh perawat ada empat hal. Keempat hal tersebut adalah

memberikan edukasi dalam pemberian rehidrasi oral, edukasi dalam

pemberian zink, edukasi pemberian makan dan pemberian nasehat. Peran

perawat sebagai pendidik akan digambarkan dalam skema berikutnya.


85

Koding Sub kategori Kategori

anjuran banyak minum


Edukasi dalam
edukasi cara pemberian pemberian
oralit rehidrasi oral
anjuran melanjutkan ASI

edukasi cara pemberian


PASI

edukasi cara pemberian zink

edukasi dosis zink

Edukasi lama pemberian


zink
Edukasi dalam
Pengulangan zink jika
pemberian zink
muntah
M edia yang digunakan:
demonstrasi Kategori 3:
Peran perawat
sebagai pendidik

anjuran menghindari
makanan mengandung susu
anjuran menghindari Edukasi dalam
makanan yang merangsang pemberian
makanan yang dianjurkan makan

Anjuran kembali ke petugas


jika ada tanda bahaya pemberian
anjuran kontrol jika obat nasehat
habis

Skem a 3. Peran perawat sebagai pendidik


Sumber : data primer

1) Edukasi dalam pemberian rehidrasi oral

Dalam melakukan edukasi pemberian rehidrasi oral, terdapat

empat hal yang dilakukan perawat. Yang pertama adalah membe rikan

anjuran banyak minum, kedua memberikan edukasi cara memberikan

oralit, ketiga memberikan anjuran melanjutkan ASI dan yang keempat


86

adalah memberikan edukasi cara memberikan PASI. Informasi

tersebut diperoleh dari hasil wawancara dengan responden, dari

observasi, dokumentasi, dan triangulasi, seperti ungkapan berikut ini.

“Geh selama ini di kita eeehmmm... pokoke pelaksanaane kalau ada


pasien diare sebisa m ungkin kita menyam paikan pokoke banyak
minum gitu..” (R2)

“Tapi kita sebagai peraw at kan memberikan itu opo, banyak minum,
pokoke itu dulu” (R4)

“Perawat menganjurkan orang tua, untuk mem berikan minum yang


sering kepada anaknya” (Obs)

“terdapat dokumentasi anjuran mengenai pemberian banyak minum”


(Dok)

“kalau oralit, m isalkan ini, setiap kali menc ret, pakai air putih
dicam pur oralit, diminumkan” (R4)

“Kalau yang bentuk dehidralit juga diterangke. Kan itu bentuk botol,
itu penggunaane Cuma 24 jam” (I-Karu)

“ini satu botol Cum a 24 jam. Kalau lebih dari 24 jam buang” (I -
Ortu)

“tetep kita sarankan untuk diberikan. Malah justru ibue suruh tetep
banyak ngasih. Karena namanya ASI paling baik dibanding susu
form ula. Kita tetep penkes, ibunya tetep suruh makan banyak,
cairan...” (R5)

“Perawat menganjurkan orang tua, untuk mem berikan minum yang


sering kepada anaknya, baik air putih atau ASI” (Obs)

“ya saya tiap kali ini rewel to, terus tak kasih ASI” (I -Ortu)

“e... biasanya kan kalau dokter biasanya kalau diare diencerkan, ya


misalnya kalau biasanya satu takar 30 cc ya dijadikan setengah, 30 cc
87

untuk setengah sendok makan, diencerkan dua kali lipat. Soale kan
nanti biar gak terlalu banyak laktosanya bu...” (R5)

“Kalau disambung, nahh dikasih pengertian ee.. biasane kalau 1


sendok kan 30 cc, nah itu dibuat 1 sendok 60 cc” (I-Karu)

Berdasarkan pernyataan di atas, bahwa dalam pemberian rehidrasi

oral, perawat memberikan edukasi kepada orang tua untuk

memberikan banyak minum kepada anaknya. Selain menganjurkan

banyak m inum, perawat juga memberikan edukasi kepada orang tua

mengenai cara memberikan oralit. Perawat mengajarkan kepada orang

tua dalam pembuatan larutan oralit dengan dicampur air putih.

Sedangkan oralit dalam bentuk cair, yang sering digunakan adalah

renalit atau dehidralyt dianjurkan untuk meminumkan kepada anak,

satu botol maksimal untuk 24 jam. Jika lebih dari 24 jam renalit atau

dehidralyt masih, maka perawat menganjurkan untuk membuangna.

Edukasi pemberian rehidrasi oral selanjutnya oleh perawat adalah

dengan memberikan anjuran memberikan ASI. Dari pernyataan di

atas, menunjukan bahwa perawat memberikan edukasi kepada orang

tua untuk terus memberikan ASI kepada anaknya.

Selain anjuran memberikan ASI, pada anak yang sudah

mendapatkan PASI, perawat memberikan edukasi cara pemberian

PASI. Edukasi ang disampaikan perawat adalah dengan menganjurkan

untuk mengencerkan PASI menjadi dua kali lipat, dengan alasan

supaya tidak mengandung banyak laktosa.


88

2) Edukasi dalam pemberian zink

Peran perawat sebagai pendidik selanjutnya adalah dengan

melakukan edukasi dalam memberikan zink. Terdapat lima tindakan

edukasi yang sudah dilakukan perawat dalam memberikan edukasi

pemberian zink tersebut. Kelima tindakan edukasi tadi yaitu (1)

edukasi cara pemberian zink, (2) edukasi dosis zink, (3) edukasi lama

pemberian zink), (4) pengulangan zink jika muntah, (5) media yang

digunakan: demonstrasi. Lima tindakan edukasi tersebut digambarkan

dalam pernyataan di bawah ini.

... “setiap kali memberikan, kita tetep kasih tahu caranya. Bu, niki
mangke parengke sendok, diencerke satu sendok aja. Untuk zi nk itu
nanti, niku mengke ajer piyambak, terus dimimikene sedinten
sepindah” (R2)

“terus orang tuanya juga dikasih tahu kalau yang tablet itu. Itu kan
kayak CDR, larut sendiri. Paling pakai itu bu, sendok kecil, nanti
larut sendiri pakai air putih” (R3)

Perawat juga menjelaskan kepada orang tua untuk mencam pur tablet
zink dengan satu sendok air putih (Obs)

Tidak terdapat dokumentasi pemberian informasi mengenai cara


pemberian zink (Dok)

... “pertama perawatnya, diajari kan kalau bentuk tablet kan itu d i
di...kayak enervon c itu to.. dicampur air. nah itu.. nanti kalau sudah
tahu kan njuk keluarganya” (I-Karu)

“untuk edukasi zink, ya saya rasa iya ya... harusnya diberikan..” (I -


Dktr)

“Kalau zink kan bisa dicampur air atau susu” (I-Dktr)


89

“parengke sendok, tak mimike nganten, mangke kalih m imik putih” (I -


Ortu2)

Dari pernyataan di atas dapat diketahui bahwa perawat

memberikan edukasi kepada orang tua tentang cara memberikan zink,

yaitu dengan melarutkan tablet zink dalam air putih di sendok.

pernyataan tersebut sesuai dengan hasil pengumpulan data dari

observasi dan triangulasi, tetapi dari dokumentasi tidak didapatkan

pernyataan yang sama.

Selain cara pemberian zink, perawat juga melakukan edukasi dosis

zink. Edukasi tersebut dilakukan perawa t dengan menganjurkan orang

tua untuk meminumkan zink 1 kali sehari, seperti pernyataan berikut.

... “kalau advis dokter 1x1, saya suruh ibunya untuk mem inumkan
zinknya 1 x sehari” (R5)

“Perawat mem berikan 1 tablet zink dengan memberitahu orang tua


pasien “bu, ini obatnya diminumkan satu tablet ini satu kali sehari
ya”..” (Obs)

terdapat dokumentasi memberikan zink 1x1 (Dok)

“dosisnya satu kali sehari...” (I-Karu)

“satu hari satu sendok” (I-Ortu4)

Selanjutnya perawat memberikan edukasi kepada oran g tua

mengenai lama pemberian zink, sebagaimana pernyataan berikut ini.

... “nek kulo suka bilang ke keluarga untuk minumke zink selama 10
hari, kalau m isale belum 10 hari, obat habis, saya suruh kontrol gitu.
Soale kalau pasien BPJS obat pulang hanya untu k 3 hari, kalau
mondoke 3 hari m asih kurang 4 hari” (R1)
90

“dosisnya satu kali sehari. Itu biasanya paket 10 hari. Kalau zinknya
itu 20 m g” (I-Karu)

“katanya ya.. sampai di sini, satu sendok. Selama di sini” (I -Ortu4)

tidak terdapat dokumentasi pemberian edukasi mengenai berapa lama


zink diberikan (Dok)

Perawat tidak memberikan penjelasan mengenai berapa hari zink


diberikan kepada anak (Obs)

Dari pernyataan responden di atas menunjukan bahwa perawat

memberikan edukasi mengenai lama pemberian zink, yaitu selama 10

hari. Tetapi dari pengumpulan data observasi dan dokumen tidak

didapatkan bukti bahwa perawat memberikan edukasi mengenai lama

pemberian zink. Dari hasil triangulasi dengan orang tua, juga terdapat

perbedaan, yang mana orang tua menyampaikan bahwa zink diberikan

kepada anak selama dirawat di rumah sakit.

Edukasi selanjutnya adalah mengenai bagaimana pengulangan

zink jika anak muntah. Dari hasil analisis diketahui, bahwa perawat

memberikan edukasi untuk orang tua mengenai pengulangan z ink jika

muntah, yaitu dengan menganjurkan orang tua untuk meminumkan

lagi zink kepada anak, setelah 10 menit. Hal tersebut digambarkan

dalam pernyataan berikut.

“kalau biasanya kalau muntah itu ya nanti dikasih lagi dengan


persediaan yang ada di ruangan... 10 menita apa ya... ” (R4)

ya saya ulangi lagi zinknya kalau muntah, ya kira 10 atau 15 menit


saya kasih lagi...” (I-Ortu3)
91

“iya ada. Biasanya kalau memang muntah dim inumkan lagi setelah
10 sam pai 15 menit” (I-Karu)

Dalam memberikan edukasi pemberian zink, media yang

digunakan oleh perawat adalah tablet zink itu sendiri, air putih dan

sendok, dengan cara demonstrasi, seperti ungkapan berikut ini.

“Ya kalau kita gak pernah ada media bu, langsung mem praktekan ke
orang tua, ini lho bu, caranya dimasukan ke dalam sendok yang berisi
air, terus dim inumkan” (R1)

“untuk medianya langsung obatnya itu bu, zinknya. langsung


dipraktekan” (R3)

Perawat mengajarkan orang tua cara mem inumkan dengan


mendemonstrasikan langsung cara mem inumkan zink (Obs)
3) Edukasi dalam pemberian makan

Peran perawat sebagai pendidik selanjutnya yang sudah

dilaksanakan adalah edukasi dalam pemberian makan. Edukasi

pemberian makan yang sudah dilakukan perawat yaitu dengan anjuran

menghindari makanan yang mengandung susu, anjuran menghindari

makanan yang merangsang dan makanan yang dianjurkan.

Pelaksanaan edukasi tersebut digambarkan dalam pernyataan berikut

ini.

“paling suruh makan makanan yang dari sini dulu. Tapi kalau roti-
roti yang mengandung susu dianjurkan jangan dulu” (R3)

“Ya kayak susu tadi to, gak boleh kekentelen. Kita pem beritahuannya
dimaem i gak apa-apa, tapi jangan kentel-kentel. Kalau biasanya ee...
1 sendok dia dikasih aire berapa cc, ini 2 kali lipat” (I -Karu)

“kemarin m au tak kasih itu to, nestle cerelac itu nda k boleh. Karena
kan di dalam nya kan ada susunya” (I-Ortu)
92

“kalau anak sudah m akan ya paling buah-buahan yang asem-asem


jangan dulu...” (R1)

... “kalau makan ya diedukasi tentang makan makanan yang merang


sang jangan dulu, jangan yang kecut-kecut dulu.. terus apa.. manis,
terus asem, gitu” (R5)

menjelaskan kepada orang tua pasien mengenai nutrisi yang harus


diberikan kepada anak, yaitu makanan yang halus dan tidak pedas
(Obs)

“ya suruh tetep makan yang banyak, jangan yang pedes-pedes


dulu....”(I-Ortu1)

“Kemudian disuruh yang banyak kuah, yang lembek -lembek dulu”


(R3)

... “ya suruh yang halus dulu makannnya” (I-Ortu1)

Dari pernyataan di atas menggambarkan bahwa perawat sudah

memberikan anjuran menghindari makanan yang mengandung susu,

seperti roti atau cerelac, dan menganjurkan untuk mengencerkan

makanan jika mengandung susu. Selanjutnya, perawat juga

menganjurkan orang tua untuk menghindari makanan yang

merangsang, seperti buah dan makanan yang asam serta makanan

pedas. Selain itu perawat juga mem beri edukasi tentang makanan

yang dianjurkan. M akanan yang anjurkan tersebut adalah makan yang

lembek dan halus.

4) Pemberian nasehat

Pemberian nasehat merupakan peran perawat sebagai pendidik

berikutnya yang sudah dilaksanakan oleh perawat. Nasehat yang


93

diberikan kepada orang tua meliputi anjuran kembali ke petugas jika

ada tanda bahaya dan anjuran kontrol jika obat habis. Kedua

pelaksanaan pemberian nasehat tersebut digambarkan dalam

pernyataan di bawah ini.

“e... misale ini, “kalau obate telas, gak ada perbedaan, atau diarenya
tambah katah, geh mangke teko kontrol mawon. Tapi seandainya
kejadiannya m alam-malam, langsung ke UGD”.”(R1)

“.. kita Cuma hanya kalau untuk pulang, untuk kontrolnya kalau ada
keluhan saja. Kalau masih ada keluhan, silahkan k ontrol lagi” (I-
Karu)

“eehhmm... kalau misal ini sudah boleh pulang, tapi koq masih lebih
dari kondisi ini yo terpaksa kembali lagi” (I-Ortu3)

“kalau pasien mau pulang, atau ambil surat keperluan itu kita
beritahu, kalau obat habis harus kontrol, tapi kalau tidak ada keluhan
ya tidak kontrol tidak apa-apa” (R3)

“nasehat dari perawat diberikan mengenai kapan harus kontrol ke


rumah sakit”(Obs)

“form discharge planning tidak diisi”(D ok)

“ya pastinya memberikan ya.. pasien disuruh kontrol gitu..”(I -Dktr)

Berdasarkan pernyataan di atas dapat diketahui bahwa perawat

telah memberikan edukasi kepada keluarga mengenai anjuran kembali

ke petugas jika ada keluhan, seperti diare bertambah dan kondisi anak

bertambah parah. Selain itu perawat juga sudah memb eri anjuran

kontrol jika obat habis. Terdapat perbedaan antara hasil dokumen

dengan pernyataan lainnya. Pada dokumentasi tidak diisi form

discharge planning, tetapi pada data observasi dan pernyataan


94

responden menunjukan bahwa perawat memberikan edukasi un tuk

kontrol jika obat habis.

d. Peran perawat sebagai pelindung

Pada kategori peran perawat sebagai pelindung, terbentuk dari satu

sub kategori, yaitu perawat melakukan informed concent. Peran perawat

sebagai pelindung tersebut digambarkan dalam skema di bawah ini.

Koding Sub kategori Kategori


Kategori 3:
Peran perawat
M emberikan sebagai
Persetujuan pemberian informed advocat
antibiotik cocent

Skema 4. Peran perawat sebagai pelindung


Sumber: data primer

Peran perawat sebagai pelindung, dilakukan perawat dengan

memberikan informed concent kepada orang tua anak. Pemberian

informed concent tersebut dilakukan dengan meminta persetujuan dalam

pemberian antibiotik. Pemberian informed concent tersebut digambarkan

dalam pernyataan berikut ini.

“perawat terlihat memberikan penjelasan tentang antibiotik kepada


orang tua sebelum memberikan ke pasien”(Obs)

“Perawat terlihat sangat sibuk dengan membagi pekerjaan bertugas di


ruang perawatan anak sakit dan ruang bayi”(Obs)

“Untuk misalkan pem berian antibiotikpun kita keluarga perlu tanda


tangan mbak. Misale adike pikantuk obat ini, nyuwun persetujuan, adek
95

badhe ditest, adek dapet antibiotik, m au ditest (responden mencontohkan


apa yang disampaikan ke orang tua untukpersetujuan pem beria obat).
Karena pernah sih mbak, kejadian, juga tiba-tiba anak alergi, sudah
masuk beberapa kali tiba-tiba anak biru.. kayak gitu. Nek di orang tua
mah boten, jarang to.. nek anak-anak niku wau mbak... karena pernah
kejadian seperti itu, pokoke setiap kali kita tindakan pasti m inta
persetujuan”(R2)

“itu ada form nya, ada persetujuan tindakan. Ada lembaran yang di status
itu ada persetujuan. ya tapi kalau di sini paling yang diminta persetujuan
yang injeksi antibiotic....”(R3)

“iya pasti. Khususnya pemberian antibiotik itu selalu mem inta


persetujuan orang tua, terus terapi-terapi lain juga atas persetujuan
orang tua” (I-Karu)

“Form mengenai persetujuan tindakan atau pem berian terapi belum diisi
oleh peraw at” (Dok)

Dari pernyataan di atas menunjukan, bahwa dari pernyataan

responden, hasil observasi dan triangulasi dengan kepala ruang

menggambarkan jika sudah dilakukan informed concent dalam pemberian

antibiotik, tetapi pada dokumentasi belum tertulis pendokumentasian telah

dilakukan penjelasan atau memintakan persetujuan untuk diberikan terapi

antibiotik, karena dari hasil observasi lainnya, perawat terlihat sangat

sibuk terhadap pasien di ruang perawatan anak sakit dan ruang bayi.

C. Pembahasan

Hasil penelitian ini akan dibahas berdasarkan teori dan penelitian yang

mendukung terhadap kategori-kategori yang dihasilkan, yang berhubungan

dengan peran perawat dalam tatalaksana diare akut pada anak. M enurut M ubarak
96

(2009), peran perawat adalah suatu cara untuk menyatakan aktivitas seorang

perawat dalam praktik, yang mana telah menyelesaikan pendidikan formaln ya,

yang diakui dan diberi kewenagan oleh pemerintah dalam menjalankan tugas dan

tanggung jawab keperawatan secara profesional sesuai dengan kode etik

keperawatan. Peran perawat secara umum yang dikemukakan oleh Delaune dan

Ladner (2011) yaitu perawat sebagai pemberi pelayanan, perawat sebagai

pendidik, perawat sebagai pelindung, perawat sebagai manajer, sebagai ahli,

perawat sebagai koordinator dan perawat sebagai kolaborator.

Hasil temuan dalam penelitian ini didapatkan empat peran perawat, yaitu

peran perawat sebagai pemberi pelayanan, peran perawat sebagai kolaborator,

peran perawat sebagai pendidik dan peran perawat sebagai pelindung. M enurut

Asmadi (2008) dan Delaune & Ladner (2011), dalam peran sebagai pemberi

pelayanan, perawat bertugas untuk memberi rasa aman dan nyaman pada klien,

melindungi hak dan kewajiban klien, memfasilitasi klien dengan angggota tim

kesehatan lain dan berupaya mengembalikan kesehatan klien. Temuan penelitian

berbeda dari konsep teori yang menyatakan bahwa perawat mempu nyai tujuh

peran. Hal tersebut dapat terjadi karena dalam pemilihan subjek penelitian

berdasarkan pada kriteria responden, yaitu perawat yang berpendidikan minimal

D3 keperawatan, masa kerja minimal satu tahun dan perawat yang terpapar dalam

penatalaksanaan diare akut pada anak. Dari subjek penelitian mempunyai

karakteristik responden yaitu mempunyai pendidikan D3 keperawatan dan S1

keperawatan, mempunyai masa kerja yang berkisar antara 1 tahun 5 bulan sampai

dengan 6 tahun 5 bulan dan sebagai perawat pelak sana yang melakukan
97

pemberian asuhan keperawatan secara langsung pada anak dengan diare akut. Dari

karakteristik tersebut menunjukan, bahwa perawat yang menjadi responden adalah

perawat pelaksana. Perawat sebagai pelaksana pelayanan keperawatan diartikan

sebagai pemberian asuhan keperawatan secara langsung pada klien, baik

individu, keluarga atau komunitas sesuai dengan kewenangannya (Asmadi, 2008).

Sedangkan menurut Kusnanto (2004), perawat pelaksana mempunyai tugas

membantu melaksanakan fungsi keperawata n di bawah pengawasan perawat

profesional dalam memberikan asuhan keperawatan dan memberikan masukan

kepada perawat primer dalam memberikan asuhan keperawatan.

Perawat belum melaksanakan perannya sebagai manajer, koordinator dan ahli

atau peneliti. M enurut Kusnanto (2004), perawat sebagai manajer bertanggung

jawab dalam pemberian asuhan atau pelayanan, bertindak sebagai contoh dan

memberikan pengarahan kepada perawat primer, bertanggung gugat selama 24

jam kepada pasien dan mengakaji perkembanga n pasien melalui mobilisasi

sumber. Perawat manajer harus mempunyai pendidikan ners spesialis atau S1

plus. Sedangkan perawat sebagai koordinator, atau yang disebut dengan perawat

primer mempunyai tanggung jawab mengelola asuhan keperawatan primer pasien

selama dirawat, berperan serta secara langsung atau tidak langsung dalam

memberikan pelayanan, dan berkonsultasi dengan manajer serta berpendidikan S1

atau D3 plus (Kusnanto, 2004). Sedangkan sebagai ahli atau peneliti, perawat

melakukan penelitian, turut serta dalam pengembangan teori dan berkontribusi

pada literatur profesional (Delaune dan Ladner, 2011). M enurut PPNI (2005),

dalam menerapkan standar praktik keperawatan, yaitu pada standar VII, perawat
98

sebagai profesional bertanggung jawab dalam pengembang an pendekatan baru

dalam praktek keperawatan melalui riset. Sedangkan dalam pelaksanaan tanggung

jawab sebagai peneliti, perawat harus mempunyai kriteria struktur, yang terdiri

dari empat kriteria. Keempat kriteria tersebut yaitu tersedianya kebijakan inst itusi

tentang riset, tersedianya pedoman riset, tersedianya kesempatan bagi perawat

melakukan atau berpartisipasi dalam riset sesuai tingkat pendidikan dan tersedia

peluang atau fasilitas untuk menggunkan hasil riset.

Dari hal tersebut di atas dapat diketahui bahwa karakteristik responden tidak

memenuhi kriteria sebagai perawat manajer, koordinator dan ahli atau peneliti.

Selain itu perawat yang turut berpartisipasi dalam penelitian ini tidak memenuhi

kriteria untuk menjalankan tanggung jawab melakuk an penelitian, karena pada

institusi tempat bekerja atau Rumah Sakit dr. Soedjono M agelang belum

mempunyai kebijakan yang sesuai dengan kriteria struktur di atas.

Sesuai dengan integrated m anagement of childhood illness (IM CI) atau

M anajemen Terpadu Balita Sakit (M TBS) dan buku saku pelayanan kesehatan

anak di rumah sakit, bahwa pada tatalaksana diare akut pada anak, perawat dapat

memberikan kontribusi atau melaksanakan perannya secara terintegrasi dalam

tatalaksana diare pada anak, yaitu dalam pengka jian, pemberian rehidrasi oral dan

parenteral, pemberian zink, pemberian ASI dan makan, pemberian antibiotik

secara selektif dan pemberian nasehat (WH O, 2014). Dari hasil penelitian

didapatkan empat kategori peran perawat dalam tatalaksana diare akut pada anak,

yang akan dibahas berikut ini.


99

1. Peran perawat sebagai pemberi pelayanan

Perawat sebagai pemberi pelayanan adalah proses pemberian asuhan

keperawatan kepada anak dan keluarga, dengan memberikan dan

menyediakan dukungan dengan mendorong kemampua n anak dan orang tua

untuk meningkatkan kenyamanan anak (Delaune & Ladner, 2011). Hasil

penelitian menunjukan bahwa perawat dalam melakukan perannya sebagai

pemberi pelayanan adalah melakukan pemberian asuhan keperawatan dengan

melakukan pengkajian, pendok umentasian asuhan keperawatan dengan

merumuskan masalah keperawatan dan intervensi, kemudian perawat juga

melakukan evaluasi. M enurut Taylor (2011), dalam memberikan asuhan

keperawatan pada anak dan keluarga, perawat melakukan pengkajian,

diagnosis, identifikasi hasil, perencanaan, intervensi, implementasi dan

evaluasi. Hal tersebut serupa dengan apa yang disampaikan oleh N ursalam

(2011), bahwa dalam memberikan pelayanan kepada pasien, perawat

menjalankan standar pelayanan. Standar pelayanan keperawatan telah

dijabarkan oleh Persatuan Perawat Nasional Indonesi (PPNI). Standar yang

pertama yaitu dengan melakukan pengkajian, untuk mengumpulkan data

mengenai status kesehatan klien secara sistematis, menyeluruh, akurat,

singkat dan berkesinambungan. S tandar yang kedua adalah perumusan

diagnosa keperawatan, dengan perawat melakukan analisa data pengkajian

untuk merumuskan masalah keperawatan. Standar yang ketiga adalah

perencanaan, yang dilakukan perawat dengan membuat rencana tindakan

keperawatan untuk mengatasi masalah dan meningkatkan status k esehatan klien.


100

Pengkajian dilakukan perawat sebagai salah satu bentuk pemberian asuhan

keperawatan . Pengkajian yang dilakukan perawat sesuai dengan maksud dan

tujuan dari pengkajian itu sendiri, yaitu proses pengumpu lan data secara

sistematik kepada pasien untuk mengetahui status kesehatannya, yang

dilakukan dengan wawancara, observasi dan pemeriksaan (A smadi, 2008).

Hal serupa disampaikan oleh Weber dan Kelley, 2009, dalam Nanda (2011),

yang menyebutkan bahwa dalam pengkajian individu terdiri dari riwayat

kesehatan untuk mengetahui data subjektif dan pemeriksaan fisik untuk

mengetahui data objektif. Dalam melakukan pengkajian, perawat

menanyakan keluhan BAB dan mengkaji dehidrasi dengan melihat keadaan

umum, mata dan pola minum. Hal tersebut sesuai dengan pengkajian

keperawatan yang dilakukan pada anak diare menurut Wong (2009), yaitu

dengan mengkaji keadaan umum dan pengkajian dehidrasi yang dilakukan

dengan mengkaji haluaran urine, turgor dan ubun -ubun. Hal tersebut

diperkuat oleh WHO (2014), yang memuat panduan integrated management

of childhood illness (IM CI), dalam melakukan pengkajian anak sakit diare

adalah dengan mengkaji tipe diare dan tanda -tanda dehidrasi. M engkaji tipe

diare dilakukan dengan menanyakan lama diare dan ada darah dalam tinja

atau tidak. Sedangkan tanda-tanda dehidrasi dikaji dengan melihat keadaan

umum anak, mata cekung atau tidak, keinginan untuk minum dan turgor kulit.

Namun selain dari hal tersebut, perawat belum mengkaji riwayat penyakit,

yang mana pengkajian riwayat penyakit menurut Wong (2009) dilakukan

dengan menanyakan kepada orang tua mengenai pengenalan makanan baru,


101

kontak dengan agen menular, wisata ke daerah suseptibilitas tinggi dan

menanyakan kontak dengan makanan terkontaminasi.

Dari hal yang sudah disebutkan di atas menunjukan, bahwa perawat sudah

melakukan pengkajian, tetapi dari data triangulasi dengan dokter

menyampaikan bahwa tidak mengetahui secara pasti apakah perawat

melakukan pengkajian atau tidak. Hal tersebut terjadi karena dokter

berkunjung ke ruang anak hanya pada waktu pagi hari dan tidak melihat

secara langsung pengkajian yang sudah dilakukan perawat. Selain itu,

dokumentasi yang dilakukan perawat terdapat dalam form pengkajian

keperawatan tersendiri, yang tidak menjadi satu dengan dokumentasi dokter,

sehingga dokter tidak melihat dan mengetahui apa saja yang sudah dilakukan

oleh perawat. Hal tersebut tidak sejalan dengan K omisi Akreditasi Rumah

Sakit (KARS) pada standar pelayanan pasien (PP), yaitu pada standar PP 2.1

“Asuhan kepada pasien direncanakan dan tertulis di rekam medis pasien”.

Pada PP 2.1 menyebutkan bahwa dalam memberikan asuhan kepada pasien,

sebaiknya dituangkan dalam satu rencana tunggal dan terintegrasi oleh

masing-masing praktisi kesehatan. Hal yang serupa juga disampaikan oleh

Joint C ommission International (JCI, 2013), pada standar Care of Patient

(COP), yang menjelaskan bahwa dalam pendokumentasian atau pencatatan,

seharusnya terintegrasi atau seragam, untuk semua profesi, baik perawat

ataupun dokter, mulai data subjektif dan objektif dari pengkajian, diagnosis,

perecanaan, implementasi dan evaluasi. Apabila dokumentasi sudah seragam


102

atau terintegrasi, maka dokumentasi yang tertulis bisa dibaca dan diketahui

oleh profesi lain.

Selanjutnya dalam menentukan derajad dehidrasi ringan sedang

dilakukan perawat dengan cara melihat anak rewel, keinginan minum anak

kuat dan mata cekung. Hal tersebut sesuai dengan cara penentuan tingkat

dehidrasi menurut WHO. M enurut W HO (2008), klasifikasi tingk at dehidrasi

anak dengan diare pada klasifikasi dehidrasi ringan atau sedang adalah jika

terdapat dua atau lebih tanda-tanda: rewel, gelisah, mata cekung, minum

dengan lahap, haus, cubitan kulit kembali lambat. Sedangkan klasifikasi

dehidrasi berat apabila terdapat dua atau lebih tanda-tanda: letargis atau tidak

sadar, mata cekung, tidak bisa minum atau malas minum dan cubitan kulit

kembali sangat lambat. Perawat mengklasifikasikan anak diare dengan

dehidrasi berat jika ditemukan tanda tidak keluar air mata, malas dan keluaran

BAK kurang. Dari hal tersebut terdapat ketidaksesuaian antara

pengklasifikasian yang dilakukan perawat dengan panduan IM CI dan WHO,

yaitu perawat menentukan dehidrasi berat jika anak tidak keluar air mata dan

BAK berkurang. Adanya perbedaan tersebut dapat dikarenakan kurang

terpaparnya perawat dengan perkembangan ilmu, khususnya dalam

tatalaksana diare pada anak. Dilihat dari karakteristik responden, semua

responden belum pernah mengikuti pelatihan mengenai tatalaksana diare akut

pada anak. Pelaksanaan peran perawat berkaitan dengan kinerja perawat.

M enurut Pabundu (2008), salah satu faktor yang mempengaruhi kinerja

adalah faktor eksternal. Dalam faktor eksternal tersebut, salah satu hal yang
103

mempengaruhi kinerja adalah pelatihan. Denga n melakukan pelatihan,

diharapkan perawat dapat meningkatkan pengetahuan dan kemampuan dalam

melayani pasien. Namun dari semua responden belum pernah mengikuti

pelatihan mengenai diare, sehingga pengetahuan dan keterampilan perawat

dalam melakukan pengkajian dehidrasi belum optimal. Hal tersebutt

diperkuat oleh hasil penelitian Hafizurrachman (2011), mengenai faktor-

faktor yang mempengaruhi kinerja perawat. Hasil penelitian disampaikan

bahwa variabel terbesar yang mempengaruhi kinerja perawat adalah faktor

kemampuan. Indikator yang berhubungan dengan kemampuan yaitu tingkat

kecepatan dalam mengambil tindakan, peningkatan kompetensi diri perawat

dan dynam ic strength, yang dapat dicapai melalui upaya pelatihan.

Selain tidak sesuainya klasifikasi dehidra si berat, dalam dokumentasi

perawat, juga tidak terdapat dokumentasi derajad dehidrasi yang sudah

ditentukan. Namun pada dokumentasi dokter terdapat penentuan derajad

dehidrasi yang dilakukan oleh asisten dokter. Hal tersebut dapat terjadi karena

pendokumentasian antara perawat dan dokter tidak dilakukan secara

terintegrasi. M enurut KARS pada standar Pelayanan Pasien (PP) 2.1, bahwa

dalam pencatatan pemberian asuhan kepada pasien dilakukan secara

terintegrasi. Hal tersebut diperkuat oleh JCI pada standar C OP, yang

menyebutkan hal yang sama mengenai pendokumentasian secara seragam

atau terintegrasi. Jika dokumentasi yang dilakukan adalah secara seragam

atau terintegrasi, maka profesi satu dengan lainnya akan dapat mengetahui
104

apa yang sudah dan belum dilakukan, sehingga antar profesi akan dapat

saling melengkapi data pasien.

Selain pengkajian, dalam melaksanakan peran sebagai pemberi pelayanan,

perawat merumuskan diagnosa keperawatan dan intervensi. Perawat

menegakan diagnosa keperawatan pada masalah kekurangan volume cairan.

M enurut Hockenberry dan Wilson (2011), diagnosa keperawatan yang

dirumuskan pada anak diare adalah defisit volume cairan. Dari hal tersebut

menunjukan bahwa penegakan diagnosa keperawatan oleh perawat sudah

dilakukan dengan benar. Selanjutnya intervensi dari masalah keperawatan

tersebut adalah dengan pemberian oralit, monitor pemberian cairan intravena,

berikan anak makan setelah rehidrasi, berikan ASI, monitor pemasukan dan

haluaran cairan dan monitor status hidrasi (H ockenberry da n W ilson, 2011).

Hasil penelitian juga menunjukan hal yang serupa, bahwa perawat melakukan

perumusan diagnosa keperawatan dengan masalah kekurangan volume cairan

dan menentukan intervensi dari masalah yang dirumuskan. Perawat juga

sudah melakukan evaluasi dengan monitoring diare dan rehidrasi. Hal

tersebut sesuai dengan A NA dalam Taylor (2011), yang menyampaikan

bahwa dalam evaluasi, perawat melakukan evaluasi terhadap kemajuan dan

pencapaian hasil dari tindakan yang sudah dilakukan. Evaluasi yang

dilakukan perawat juga sejalan dengan W ong (2004), yang menyebutkan

bahwa dalam evaluasi anak diare dilakukan dengan memantau cairan,

memantau asupan makan dan mengamati tanda -tanda komplikasi.


105

2. Peran perawat sebagai kolaborator

Dalam melaksanakan peran sebagai kolaborator, perawat melakukan

kolaborasi dengan tim kesehatan lain, perawat harus mempunyai

keterampilan dalam berkomunikasi dan keterampilan dalam melakukan

tindakan untuk membantu pasien (Delaune dan Ladner, 2011). Dalam

perawatan pasien secara holistik dapat direalisasikan dengan melakukan

pendekatan antar disiplin, dalam bentuk tindakan kolaborasi dengan profesi

lain dalam rangka memberikan pelayanan yang berkualitas untuk pasien

(Hockenberry dan W ilson, 2011).

Dari hasil penelitian menunjukan bahwa perawat melakukan kolaborasi

atau kerja sama dengan dokter dalam pemberian terapi medis. Kerjasama lain

juga dilakukan perawat, yaitu berkolaborasi dengan analis kesehatan untuk

pemeriksaan penunjang. Hal tersebut sesuai dengan Kusnanto (2005), ya ng

menyampaikan bahwa sebagai kolaborator perawat bekerja sama dengan tim

kesehatan lain dan keluarga dalam menentukan rencana ataupun pemberian

asuhan keperawatan untuk memenuhi kebutuhan kesehatan klien. Hal serupa

juga disampaikan oleh A smadi (2008), ba hwa p erawat b ekerja melalui tim

kesehatan yang terdiri dari dokter, fisioterapis, ahli gizi, dan lain -lain dengan

berupaya mengidentifikasi pelayanan keperawatan yang diperlukan klien .

Dalam melakukan kolaborasi dengan dokter, perawat melakukan

konsultasi dari pengkajian yang diperoleh dan menjalankan atau memberikan

terapi dari hasil konsultasi tersebut sesuai instruksi dokter. Dari hasil

kolaborasi dengan dokter, anak selalu mendapatkan tambahan cairan


106

parenteral pada semua derajad dehidrasi, tetapi hal itu tidak sesuai dengan

SPM di bangsal anak yang menyebutkan bahwa resusitasi atau penambahan

cairan dan elektrolit disesuaikan dengan derajad dehidrasi. Pemberian cairan

tambahan pada semua kasus diare tersebut juga tidak sesuai dengan Depkes

(2011), yang memberikan panduan bahwa dalam memberikan cairan

tambahan disesuaikan dengan derajad dehidrasi. Pada diare tanpa dehidrasi,

anak cukup diberikan tambahan cairan oral lebih banyak dari biasanya. Pada

anak yang masih mendapat ASI, diteruskan pemberian ASI lebih sering dan

lama dari biasanya, diberikan oralit dan air matang. Untuk anak yang tidak

mendapatkan ASI ekslusif diberikan susu yang biasa dim inum, beri oralit dan

cairan rumah tangga. Pada dehidrasi ringan atau sedang, berikan anak oralit

sesuai dengan berat badan, ASI diteruskan dan beri air matang. Pada diare

dengan dehidrasi berat diberikan rencana terapi C, dengan diberikan cairan

intravena secepatnya sesuai dengan berat badan, jika ank bisa minum beri

oralit. Pada anak dengan diare bukan dehidrasi berat tidak perlu diberikan

cairan intravena, tetapi diberikan oralit sebagai penambah cairan. Dengan

tidak diberikannya cairan intravena, maka akan mengurangi resiko infeksi

sekunder pada anak dan memungkinkan biaya perawatan anak yang lebih

rendah (Depkes, 2011).

Perawat memberikan cairan intravena karena adanya instruksi dari dokter.

Pemberian cairan intravena oleh perawat atas instruksi dokter tersebut, karena

perawat mempunyai fungsi dependent atau ketergantungan, yang artiya

bahwa semua tindakan yang dilakukan perawat berdasarkan instruksi dokter


107

atau di bawah pengawasan dokter (Kozier, 2008). M enurut Pabundu (2008),

salah satu faktor eksternal yang mempengaruhi kinerja adalah kebijakan.

Perawat memberikan cairan intravena pada semua derajad dehidrasi karena

adanya kebijakan dan instruksi dari dokter untuk memberikan cairan

intravena.

Pemberian cairan intravena pada semua pasien diare di atas, tidak sesuai

dengan KARS pada standar Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI). Pada

standar PPI 6 yaitu “Rumah sakit menggunakan pendekatan berdasar risiko

dalam menentukan fokus dari program pencegahan dan pengendalian infeksi

di rumah sakit adalah pencegahan, pengendalian dan pengurangan infeksi

terkait pelayanan kesehatan”. M aksud dari standar P PI 6 tersebut adalah

bahwa rumah sakit harus melakukan upaya pencegahan dan penurunan risiko

dan insiden infeksi terkait pelayanan kesehatan seperti p eralatan intravaskuler

invasive. Pada standar PPI 6 tersebut serupa dengan JCI (2013), pada standar

Prevention and Control of Infections (PCI), yaitu pada PCI 6 (enam) tentang

“mengurangi resiko infeksi terkait dengan pelayanan kesehatan”. Pada

penambahan cairan intravena pada anak yang tidak dehidrasi berat, maka

akan menambah resiko infeksi sekunder pada ana k.

Dari hasil kolaborasi perawat dengan dokter, terapi lain yang didapatkan

adalah oralit dan zink. Perawat sudah memberikan oralit dan zink sesuai

dengan terapi dokter, yaitu diberikan oralit pada anak setiap kali mencret

sebanyak 10 cc pada setiap Kg berat badan dan zink 10 m g pada anak dengan

usia di bawah enam bulan dan diberi zink 20 mg pada anak di atas enam
108

bulan. Hal tersebut sesuai dengan acuan Depkes (2011) dan W HO (2008),

bahwa pemberian oralit pada anak diare kurang dari 1 tahun sebany ak 50-100

cc dan pada anak lebih dari 1 tahun diberikan oralit sebanyak 100 -200 cc

setiap kali BAB. Sedangkan zink diberikan ½ tablet atau 10 mg per hari pada

anak usia kurang dari enam bulan dan pada anak usia lebih dari enam bulan

diberikan zink satu tab let atau 20 mg per hari.

Depkes (2011) menyebutkan, bahwa oralit sangat baik diberikan pada

anak diare, untuk mengganti cairan dan elektrolit yang hilang. Oralit

mengandung garam elektrolit yang sangat berguna bagi tubuh untuk

mempertahankan keseimbangan elektrolit tubuh. Selain hal itu, oralit

mengandung campuran glukosa dan garam yang dapat diserap dengan baik

oleh usus pada anak diare. Selain oralit, zink juga sangat baik diberikan pada

anak diare. Dalam kodisi diare, anak akan kehilangan zink da lam tubuhnya.

Dengan memberikan zink, maka akan menggantikan kandungan zink alami

tubuh yang hilang dan dapat meningkatkan sistem kekebalan tubuh. Terdapat

lebih dari 300 enzim dalam tubuh tergantung pada zink, termasuk semua yang

berperan dalam fungsi imun. Jika zink diberikan pada anak yang sistem

kekabalannya belum berkembang baik, maka akan dapat meningkatkan

sistem kekebalan tersebut dan melindungi anak dari penyakit infeksi (Depkes,

2011).

Kolaborasi dengan dokter selanjutnya yang dilakukan pera wat adalah

memberikan antibiotik. Pada anak yang disertai panas, diberikan antibiotik

injeksi dan oral pada diare tanpa panas. Pemberian antibiotik oleh perawat
109

atas instruksi dokter tidak sesuai dengan SPM yang ada di bangsal anak

sendiri tentang penatalaksanaan diare akut. Pada SPM disebutkan, bahwa

antibiotik diberikan pada diare dengan kasus tertentu dan kasus resiko tinggi.

Hal tersebut juga tidak sesuai dengan lintas diare depkes (2011), yang

seharusnya antibiotik diberikan secara selektif. Antibiotik bisa diberikan pada

anak dengan diare dengan indikasi, seperti diare ada darah, kolera atau diare

dengan disertai penyakit lain. Penggunaan antibiotik yang tidak rasional juga

akan memberikan efek samping gangguan fungsi hati dan ginjal (Depkes,

2011). M enurut Juffrie 2011, antibiotik yang diberikan tanpa indikasi akan

mengganggu flora normal usus dan clostridium difficile, sehingga akan

mengakibatkan diare sulit sembuh, memperpanjang lamanya diare dan

menambah biaya pengobatan yang seharusnya tidak diper lukan. Pernyataan

yang serupa juga disampaikan oleh Aldeyab et al (2012), dari penelitiannya

didapatkan hasil bahwa dengan menurunkan penggunaan antibiotik, dapat

menurunkan kejadian infeksi oleh clostridium defficile secara signifikan. Dari

hasil penelitian lainnya oleh Rocha et al (2012), menyampaikan bahwa

penggunaan antibiotik yang tidak rasional selama pengobatan dapat

meningkatkan resiko keparahan diare akut pada anak.

Diberikannya antibiotik pada anak diare dikarenakan fasilitas

laboratorium tidak mendukung untuk pemeriksaan kultur, sehingga pada anak

diare baik yang disertai panas atau tanpa panas diberikan antibiotik. M enurut

M angkunegara (2008), faktor yang mempengaruhi kinerja adalah faktor

kemampuan dan motivasi. Salah satu faktor motivasi yang mempengaruhi


110

kinerja adalah fasilitas kerja. Dengan adanya fasilitas kerja yang memadai,

memungkinkan seseorang atau tenaga kesehatan dapat berperilaku atau

memberikan penampilan kerja secara maksimal.

Pada peran perawat selanjutnya sebagai kolaborator adalah bahwa

perawat tidak memberikan antidiare pada anak diare karena dapat

menimbulkan ileus. Tidak diberikannya antidiare tersebut, berarti perawat

sudah menjalankan penatalaksanaan sesuai dengan SPM tentang

penatalaksanaan diare akut di bangsal anak, yang mana disebutkan di dalam

SOP, bahwa tidak dianjurkan obat-obat diare pada anak dengan diare.

Perawat tidak memberikan antidiare karena perawat mengetahui adanya efek

samping dari pengunaan antidiare pada anak diare, yaitu dapat menyebabkan

ileus. Hal tersebut sejalan dengan lintas diare Depkes (2011), yang

menyebutkan bahwa antidiare tidak boleh diberikan pada anak diare karena

dapat menghambat pergerakan usus, yang akan menghambat keluarnya

kotoran. Selain itu penggunaan anti diare juga dap at menyebabkan

komplikasi berupa prolapsus pada usus M enurut M angkunegara (2008),

pengetahuan adalah salah satu faktor yang akan mempengaruhi kinerja

seseorang. Jika pengetahuan seseorang atau perawat memadai, maka

penampilan atau kinerja perawat tersebut juga akan baik..

Pemberian prebiotik dilakukan oleh perawat sebagai salah satu bentuk

kolaborasi lainnya antara perawat dengan dokter. Perawat memberikan

prebiotik dalam penanganan diare karena perawat menjalankan fungsinya

sebagai perawat dependen yang mana melaksanakan atau melakukan tindakan


111

dan pemberian terapi atas instruksi dari dokter (Kozier, 2008). Seperti halnya

sudah disebutkan di atas, bahwa menurut Pabundu (2008), salah satu faktor

eksternal yang mempengaruhi kinerja seseorang adalah ke bijakan dan jenis

pelatihan. Di ruang perawatan anak terdapat SPM untuk penatalaksanaan

diare, yang salah satu penatalaksanaannya adalah dengan memberikan

prebiotik. Jika di suatu rumah sakit mempunyai kebijakan tertentu, maka

perawatpun akan melaksanakann ya. Selain daripada hal yang sudah

disebutkan, bahwa perawat belum pernah melakukan pelatihan diare,

sehingga pengetahuan dan keterampilan perawat dalam menangani anak

dengan diare akut belum bisa maksimal.

Pemberian prebiotik di atas tidak sejalan dengan lintas diare oleh depkes

(2011), yang menyebutkan bahwa berdasarkan W HO, prebiotik mungkin

bermanfaat untuk AA D (Antibiotik Associated Diare). Probiotik memberikan

efek signifikan pada AAD tetapi tidak memberikan efek signifikan pada

travellers diare, dan tidak memberikan signifikan pada comm unity-based

diarrhea. Selanjutnya karena masih kurangnya bukti ilmiah dari penelitian

yang dilakukan, maka WH O belum merekomendasikan penggunaan prebiotik

sebagai bagian dari tatalaksana diare. Selain hal itu, bia ya yang harus

dikeluarkan menjadi bahan pertimbangan jika prebiotik dimasukan dalam

pengobatan tambahan pada diare.

3. Peran perawat sebagai pendidik

Perawat sebagai pendidik adalah memberikan informasi yang dibutuhkan

anak dan keluarga, Perawat berfungsi sebagai konselor dan memberdayakan


112

keluarga dengan perawatan berpusat pada keluarga (Delaune dan Ladner,

2011). M enurut H ockenberry dan W ilson (2011), sebagai pendidik, perawat

membantu pasien dan keluarga untuk memahami kondisi kesehatan anak,

termasuk penjelasan mengenai penatalaksanaan medis. Hal tersebut sudah

tergambar pada hasil penelitian ini, yang mana perawat sudah melaksanakan

peran sebagai pendidik dengan memberikan edukasi dalam penatalaksanaan

medis tersebut, yaitu memberikan edukasi rehidrasi oral, edukasi dalam

pemberian zink, edukasi pemberian makan dan pemberian nasehat. Perawat

melakukan edukasi seperti yang telah disebutkan sebelumnya, karena perawat

berupaya memberikan pelayanan atau asuhan keperawatan. M enurut Delaune

dan Ladner (2011), dalam pemberian asuhan keperawatan kepada pasien,

salah satu upaya yang dapat dilakukan perawat adalah dengan pemberian

edukasi atau pemberian informasi kepada klien sesuai dengan kebutuhannya.

Dari pemberian penjelasan mengenai terapi medis y ang dilakukan

perawat seperti di atas, berarti perawat sudah menjalankan perannya sebagai

pendidik. Hal tersebut menunjukan bahwa perawat sudah menerapkan

perawatan berpusat pada keluarga dengan memberikan edukasi atau

pemberian informasi mengenai kebutuha n anak dan keluarga. Perawatan

berpusat pada keluarga merupakan pusat perawatan holistik anak, yang

mengakui bahwa keluarga adalah pusat kehidupan anak dan harus menjadi

pusat untuk berpartisipasi secara profesional dalam pemberian perawatan

pada anak, meliputi perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi. D i dalam

perwatan berpusat pada keluarga, perawat memberikan informasi tentang


113

masalah anak, prognosis dan kebutuhan, termasuk pemberian edukasi, dengan

cara menghormati anak dan keluarga sebagai individu dan me ningkatkan

komunikasi dua arah (Hockenberry dan Wilson, 2011).

Selain perawat sudah memberikan asuhan keperawatan berpusat pada

keluarga, perawat juga sudah memberikan perawatan dengan berprinsip pada

atraumatic care atau asuhan yang terapeutik. M enurut Kyle (2008),

atraumatic care adalah tindakan keperawatan terapeutik untuk

menghilangkan distress fisik dan psikologis yang dialami anak dan keluarga

dalam sistem pelayanan kesehatan. Dalam mencegah atau menghindari

distress psikologis, perawat dapat m engedepankan kontrol rasa, yaitu dengan

meningkatkan pengetahuan keluarga tentang kondisi anak dan kesehatannya

serta dapat menghilangkan ketakutan dan ketidaktahuan dengan memberikan

informasi kepada keluarga, mengenai kebutuhan anak dan keluarga. Hal

tersebut sudah dilakukan perawat dengan pemberian edukasi mengenai

pemberian rehidrasi oral, zink, pemberian makan dan nasehat.

Pemberian edukasi yang sudah dilakukan oleh perawat di atas, sesuai

dengan lintas diare. Dalam lima langkah tuntaskan diare (lintas diare)

mengandung komponen edukasi. Dari lima langkah tuntaskan diare tersebut,

terdapat empat langkah yang mengandung komponen edukasi, yaitu

pemberian oralit, pemberian zink, melanjutkan ASI dan makan, dan

pemberian nasehat (Depkes, 2011). Perawa t sudah melakukan edukasi

pemberian rehidrasi oral. Hal tersebut sesuai dengan lintas diare, yang

menyebutkan bahwa orang tua harus dijelaskan mengenai cara pemberian


114

oralit, dosis oralit, pemberian minum dan pemberian ASI. Depkes (2011)

menyebutkan, bahwa oralit diberikan segera pada anak ketika diare sampai

dengan diare berhenti. Cara pemberian oralit dengan mencampur satu

bungkus oralit ke dalam satu gelas air matang atau sekitar 200 cc air matang,

diberikan 50-100 cc pada anak kurang dari satu tahun setiap kali diare dan

100-200 cc pada anak lebih dari satu tahun. Oralit yang diberikan adalah

oralit osmolaritas rendah karena sudah terbukti mengurangi volume tinja

sampai dengan 25%, mengurangi m ual muntah sampai dengan 30% dan

mengurangi secara bermakna pemberian cairan intravena (Depkes 2011). Dari

hasil penelitian Walker et all (2009) dalam publikasi jurnal menyampaikan,

bahwa dengan pemberian oralit osmolaritas rendah dapat mengurangi durasi

diare dan mengurangi angka kematian diare.

Pada anak dengan diare tetap diberikan minum, baik air matang, cairan

rumah tangga dan ASI atau PASI. Pada anak yang masih mendapatkan ASI,

maka ASI diberikan selama anak mau dan lebih sering. Pada anak yang

minum susu formula juga diberikan lebih sering dari biasanya . Pemberian

ASI dan PASI tersebut untuk memberikan gizi pada anak dan mengganti

nutrisi yang hilang serta mencegah kurang gizi (Kemenkes, 2011). Dari hasil

penelitian Duijts, et al (2010), menyebutkan bahwa bayi yang mendapat ASI

ekslusif mempunyai resik o lebih rendah terkena gangguan pencernaan.

Disebutkan bahwa ASI memberikan efek perlindungan yang berlangsung

lama pada tubuh anak. Dengan diberikan ASI, maka akan mendukung

pertumbuhan epidermal, yang akan membantu menginduksi pematangan


115

epitel usus, imunoglobulin A dan olisakarida. ASI juga mengandung

lactoferin yang merupakan antim ikroba penghambat masuknya bakteri dari

luar dan mengatasi gangguan membran usus, sehingga sangat bermanfaat

bagi anak yang terkena diare.

Dalam melakukan edukasi pemberian zink, perawat melakukan edukasi

cara pemberian zink, edukasi dosis zink, edukasi lama pemberian zink dan

edukasi pengulangan zink jika muntah. Zink sangat bermanfaat bagi anak

yang menderita diare. pada anak yang terkena diare, anak akan kehilangan

zink dalam tubuhnya. Dengan pemberian zink, maka akan dapat

menggantikan kandungan zink alami tubuh dan mempercepat penyembuhan

diare (Depkes, 2011).

Dalam memberikan edukasi cara pemberian zink, dosis dan lama

pemberian zink sudah sesuai dengan lintas diare. Zink diberikan pada anak

dengan cara dilarutkan dalam satu sendok air matang atau ASI, karena zink

merupakan tablet spersible yang bisa larut dalam waktu sekitar 30 detik. Zink

diberikan pada anak usia kurang dari 6 (enam) bulan dengan dosis 10 mg atau

½ tablet dan pada anak usia lebih dari 6 (enam) bulan diberikan 20 mg atau 1

tablet zink (Depkes, 2011). M enurut WGO (2008), zink diberikan sampai

dengan 10 hari karena dapat meningkatkan ketahanan tubuh sehingga

mengurangi kejadian diare selama 2-3 bulan ke depan. Pemberian edukasi

tentang zink sangat bermanfaat bagi anak. Hasil systematic Review oleh Patel

(2010), menyebutkan bahwa dengan memberikan suplemen zink pada anak-

anak dengan diare terbukti mengurangi durasi diare sebesar 19,7 %. Dari hasil
116

penelitian yang dilakukan oleh M azumder et al (2010), menyampaikan bahwa

dengan pemberian pendidikan kepada orang tua tentang pemberian zink untuk

anak diare, terbukti dapat mengurangi kejadian diare pada anak.

Dari hasil penelitian didapatkan bahwa pernyataan responden

memberikan edukasi mengenai lama pemberian zink, yaitu 10 hari, tetapi

pernyataan tersebut tidak didukung oleh data dari observasi, dokumentasi dan

triangulasi dengan orang tua. Dari hal tersebut dapat diketahui, bahwa

pengetahuan perawat mengenai lama pemberian zink sudah benar, tetapi

belum diikuti dengan pemberian edukasi kepada orang tua mengani lama

pemberian zink kepada anak dan belum dilakukan dokumentasi mengenai

edukasi tersebut. Kenyataan yang terjadi belum sejalan dengan Dep kes

(2011), yang menyebutkan bahwa sebagai tenaga kesehatan, perawat

hendaknya memberikan edukasi dan penekanan kepada orang tua mengenai

dosis penuh zink yang harus diberikan kepada anak, yaitu selama 10 hari.

Perawat juga seharusnya menyampaikan kepada orang tua mengenai manfaat

zink dalam jangka pendek dan jangka panjang. Perawat hendaknya

memberikan penjelasan kepada orang tua, bahwa dengan diberikan zink dapat

mengurangi durasi diare, dapat menurunkan tingkat keparahan diare, dapat

mencegah timbulnya diare dalam waktu dua sampai tiga bulan selanjutnya

setelah perawatan, kemudian memberikan penjelasan bahwa zink dapat

meningkatkan pertumbuhan dan nafsu makan anak (Depkes, 2011).

Pada pemberian zink, jika anak muntah dapat diulang kembali. Jik a anak

muntah, ditunggu 10 menit, kemudian berikan lagi zink, dengan potongan


117

yang lebih kecil dan berikan beberapa kali sampai dengan dosis penuh

(WHO, 2008). Dari hasil penelitian juga menunjukan hal yang sama, yang

mana perawat menganjurkan orang tua untuk meminumkan zink kembali

pada anak 10 menit setelah anak muntah.

Pada edukasi pemberian makan yang sudah dilakukan perawat adalah

menganjurkan untuk tidak memberikan makanan yang mengandung susu dan

menghindari buah-buahan. Hal tersebut tidak sesuai dengan W HO (2008)

pada buku saku pelayanan kesehatan anak di rumah sakit, yang menyebutkan

bahwa pada anak diare, makanan yang direkomendasikan adalah sereal atau

makanan lain yang mengandung zat tepung dicampur dengan kacang -

kacangan, sayuran dan daging atau ikan. Selain itu dapat diberikan sari buah

segar, seperti apel, jeruk manis dan pisang. M akanan tetap diberikan pada

anak dengan tujuan memberikan nutrisi agar anak tetap dapat bertumbuh dan

mencegah berkurangnya berat badan, serta mengganti nutris i yang hilang

(Kemenkes, 2011).

Dari hasil penelitian menunjukan bahwa perawat sudah memberikan

nasehat untuk kembali ke rumah sakit jika ada tanda bahaya dan untuk

kontrol. Hal tersebut sesuai dengan lintas diare dalam Depkes (2011) dan

Kemenkes (2011), yang menjelaskan bahwa dalam pemberian nasehat, orang

tua diberi penjelasan mengenai kapan harus membawa anaknya ke petugas.

Anak harus segera dibawa kembali ke petugas jika ditemukan gejala anak

lebih sering diare, muntah secara berulang, anak kehau san, makan minum

sedikit, demam, BAB disertai darah dan kondisi anak tidak membaik dalam
118

tiga hari. Pada pernyataan responden dan triangulasi, perawat sudah

memberikan nasehat kepada orang tua mengenai kapan harus kembali ke

rumah sakit, tetapi pada dokumentasi tidak terdapat pendokumentasian sudah

memberikan nasehat. Dokumentasi merupakan upaya untuk melindungi klien

terhadap kualitas pelayanan yang diterima dan perlindungan terhadap

keamanan perawat dalam melaksanakan tugasnya. Belum dilakukannya

pendokum entasian dari tindakan yang sudah dilakukan perawat, berarti

perawat kurang maksimal dalam upaya melaksanakan tanggung jawab

terhadap kinerja profesional yang sudah dilaksanakan (Handayaningsih,

2009)

4. Peran perawat sebagai pelindung

Sebagai pelindung, perawat memberikan perlindungan kepada klien,

dengan memberikan penjelasan sesuai dengan bahasa yang dimengerti klien

dan keluarga, serta mendukung klien dan keluarga dalam mengambil

keputusan (Jansen & Staucffacher, 2010). Pada hasil penelitian ini juga

sejalan dengan pernyataan tersebut. Hasil penelitian menunjukan bahwa

dalam tatalaksana diare akut pada anak, perawat sudah menjalankan perannya

sebagai pelindung, dengan melakukan informed consent atau memberikan

hak-hak pasien dengan meminta persetujuan kepada orang tua sebelum

diberikan antibiotik. M enurut Kusnanto (2004), perawat sebagai pelindung

atau pembela klien, berfungsi sebagai penghubung antara klien dengan tim

kesehatan lain dalam upaya pemenuhan kebutuhan klien, membela

kepentingan klien dan membantu klien dalam memahami semua informasi


119

yang berkaitan dengan pelayanan kesehatan. Peran sebagai pelindung,

mengharuskan perawat bertindak sebagai nara sumber dan fasilitator bagi

klien dalam pengambilan keputusan terhadap upaya kesehatan yang harus

dijalani. Selain hal tersebut, perawat juga harus melindungi hak -hak klien,

yang salah satunya adalah hak atas informasi, termasuk mendapatkan

informasi mengenai tindakan atau terapi yang akan diberikan. M enurut

Suhaemi (2004), informed consent adalah persetujuan yang diberikan oleh

pasien dan atau keluarganya atas dasar penjelasan mengenai tindakan medis

yang akan dilakukan terhadap dirinya serta resiko yang berkaitan dengan

tidakan tersebut. Semua tindakan medik atau keperawatan yang akan

diberikan kepada pasien harus mendapat persetujuan, baik tertulis ataupun

lisan. Informed consent dikatakan sah apabila memenuhi tiga kriteria, yaitu

informasi yang harus diberikan, telah diberikan kepada pasien dan keluarga,

persetujuan dibuat dengan sukarela dan pasien mempunyai kapasitas dan

kapabilitas untuk membuat keputusan.

Hal di atas sejalan dengan Kom isi Akreditasi Rumah Sakit pada standar

Hak Pasien dan Keluarga (HPK) pada standar HPK2. Pada standar HPK 2

disebutkan bahwa pasien dan keluarga berkontribusi dalam proses pelayanan

dengan turut serta dalam pembuatan keputusan tentang pelayanan,

mengajukan pertanyaan tentang pelayanan atau menolak prosedur

pengobatan. Rumah sakit juga memberitahu pasien dan keluarga mengenai

rencana pelayanan dan pengobatan yang akan diberikan dan jika pasien atau

keluarga menghendaki, dapat berpartisipasi dalam membuat keputusan


120

tentang pelayanan yang akan diterima (KARS, 2012). Hal serupa juga

disampaikan oleh JCI pada standar PFR (Patient and Family Rights) pada

standar PFR 2.1, yang menyebutkan bahwa pasien mendapatkan informasi

mengenai semua aspek yang berkaitan dengan perawatan medis dan

pengobatan. Di dalam standar PFR 2.1, pasien dan keluarga berpartisipasi

dalam pembuatan keputusan mengenai perawatan, pasien memiliki h ak untuk

diberi informasi tentang rencana perawatan dan pengobatan, dan semua

proses, baik tes, prosedur tindakan dan perawatan harus meminta persetujuan

pasien dan keluarga.

Perawat sudah melakukan informed consent dalam pemberian antibiotik,

tetapi belum diikuti dengan pendokumentasian mengenai tindakan yang

sudah dilakukan. Belum dilakukannya pemberian persetujuan secara tertulis

oleh perawat, karena dari hasil observasi, perawat mempunyai beban kerja

yang tinggi, dimana perawat tidak hanya merawa t anak sakit tetapi merawat

bayi baru lahir, yang menjadi satu dengan bangsal perawatan anak. Hal

tersebut akan mempengaruhi optimalisasi dari kinerja perawat dalam

pemberian informed consent. Dari hasil penelitian oleh Sinaga (2011),

menyebutkan bahwa beban kerja sebagai faktor eksternal yang

mempengaruhi kinerja perawat. Karena tingginya beban kerja perawat, maka

berpengaruh pada pelaksanaan tindakan perawat, yaitu belum melakukan

tindakan secara optimal, dengan belum dilaksanakannya informed consent

secara tertulis.
121

Belum dilakukannya dokumentasi pemberian informed consent tersebut,

menunjukan bahwa perawat belum maksimal dalam upaya melindungi klien

terhadap pelayanan atau tindakan yang didapatkan, karena dokumentasi

merupakan bentuk pertanggungjawaban perawat terhadap tindakan yang

sudah dilakukan (Handayaningsih, 2009). Selain hal tersebut, tidak adanya

dokumentasi membuat lemah suatu informed concent, karena dokumentasi

diperlukan jika terjadi suatu masalah yang berhubungan dengan profesi

keperawatan dimana perawat sebagai pemberi jasa dan klien sebagai

pengguna jasa, serta dokumentasi tersebut dapat dipergunakan sebagai barang

bukti di pengadilan (Handayiningsih, 2009).


BAB V

KESIM PULAN DAN SARAN

A. KESIM PULAN

Dari karakteristik responden penelitian, diketahui bahwa seluruh

responden belum pernah mengikuti pelatihan menganai tatalaksana diare pada

anak. Penelitian tentang peran perawat dalam tatalaksana diare akut pada anak

di Rumah Sakit dr. Soedjono M agelang dapat teridentifikasi mempunyai

empat peran. Empat peran tersebut yaitu peran perawat sebagai pemberi

pelayanan, peran perawat sebagai kolaborator, peran perawat sebagai

pendidik dan peran perawat sebagai pelindung. Selanjutnya bagaimana

perawat melaksanakan perannya dalam tata laksana diare pada anak, akan

dijelaskan seperti di bawah ini, pada masing-masing peran perawat.

1. Peran perawat sebagai pemberi pelayanan

Dalam melaksanakan peran seagai pemberi pelayanan, perawat melakukan

pengkajian, mendokumentasikan asuhan kepera watan dan evaluasi. Perawat

melakukan pengkajian dengan mengkaji kondisi diare, mengkaji dehidrasi dan

menentukan derajad dehidrasi ringan sedang dan berat. Selanjutnya perawat

mendokumentasikan asuhan keperawatan dengan merumuskan diagnosa

keperawatan dan intervensi. Dalam melakukan evaluasi, perawat memonitoring

diare dan rehidrasi. Perawat sudah melakukan perannya sebagai pemberi

pelayanan dan melaksanakan perannya sesuai dengan standar pelayanan

keperawatan dengan melakukan asuhan keperawatan dari mulai pengkajian,

diagnosis, intervensi, implementasi dan evaluasi.

122
123

Dari pelaksanaan peran perawat yang sudah tersebut di atas, terdapat

kekurangan pada beberapa hal. Kekurangan tersebut yaitu pada pengkajian

diare belum dilakukan pengkajian riwayat penyakit, seperti pengenalan

makanan baru, kontak dengan agen menular, wisata ke daerah suseptibilitas

tinggi dan menanyakan kontak dengan makanan terkontaminasi. Selanjutnya

dalam pendokumentasian perawat belum dilakukan secara terintegrasi dengan

profesi kesehatan lain. Kekurangan berikutnya adalah dalam penentuan

dehidrasi berat belum dilakukan dengan benar.

2. Peran perawat sebagai kolaborator

Dalam melaksanakan peran sebagai kolaborator, perawat melakukan

kolaborasi dengan dokter dan dengan analis kese hatan. Kolaborasi dengan

dokter dilakukan dengan berkonsultasi dengan dokter dari hasil pengkajian dan

melaksanakan instruksi dokter dalam memberikan cairan parenteral, oralit, zink

dan antidiare tidak diberikan serta pemberian prebiotik. Selanjutnya perawat

melakukan kolaborasi dengan analis kesehatan dengan melakukan pemeriksaan

laboratorium darah rutin dan feces. Hal tersebut menunjukan bahwa perawat

sudah memberikan asuhan keperawatan dengan bekerja sama dengan tim

kesehatan lain, tetapi terdapat beberapa kekurangan dalam pelaksanaan peran

perawat yang belum sesuai dengan panduan nasional dan internasional yang

sudah terstandarisasi. Kekurangan tersebut yaitu masih diberikannya cairan

intravena pada semua anak dengan diare akut atas instruksi dokter, dengan

belum mempertimbangkan derajad dehidrasinya. Selanjutnya antibiotik masih


124

diberikan pada anak diare yang disertai panas dan masih diberikan prebiotik

pada anak diare akut.

3. Peran perawat sebagai pendidik

Peran sebagai pendidik dlakukan perawat dengan memberikan edukasi

dalam pemberian rehidrasi oral, edukasi dalam pemberian zink, edukasi dalam

pemberian makan dan pemberian nasehat. Dari hal tersebut menggambarkan

bahwa perawat sudah memberikan asuhan keperawatan dengan memberikan

informasi yang dibutuhkan anak dan keluarga. Selain itu, dengan

memberdayakan keluarga dengan memberikan edukasi, perawat sudah

menjalankan perawatan yang berpusat pada keluarga. Selain daripada hal

sudah dilakukan oleh perawat dalam menjalankan perannya sebagai pendidi k,

masih terdapat kekurangan di dalamnya. Kekurangan tersebut adalah edukasi

yang diberikan perawat tentang pemberian makan masih belum tepat.

Selanjutnya perawat belum memberikan edukasi kepada orang tua mengenai

lama pemberian zink, yaitu 10 hari dan belum memberikan penjelasan

mengenai manfaat zink untuk jangka pendek dan panjang.

4. Peran perawat sebagai pelindung

Dalam melaksanakan peran sebagai pelindung, perawat sudah melakukan

informed consent dalam pemberian terapi antibiotik, tetapi terdapat ke lamahan

pada pemberian informed consent tersebut, yaitu perawat belum melakukan

pendokumentasian dari informed consent yang sudah diberikan.


125

B. Saran

1. Bagi keilmuan keperawatan anak

Hasil penelitian ini dapat diterapkan dalam pengembangan keilmuan

keperawatan anak yaitu dalam pembuatan prosedur atau panduan dalam

pelaksanaan peran perawat dalam tatalaksana diare akut pada anak di rumah

sakit.

2. Bagi Pelayanan

a. Bagi rumah sakit

1) Rumah sakit hendaknya memfasilitasi perawat anak untuk melakukan

pelatihan tentang diare untuk meningkatkan pengetahuan dan

keterampilan perawat dalam melakukan perannya dalam tatalaksana

diare akut pada anak, seperti pengkajian diare, penentuan derajad

dehidrasi, pemberian edukasi lama pemberian zink dan pemberian

nasehat. Dengan hal tersebut diharapkan anak dan keluarga

mendapatkan penanganan secara optimal dan dapat meningkatkan

pemberian pelayanan kepada anak dengan diare akut beserta keluarga.

2) Rumah sakit dan tim dokter serta perawat sebaiknya meninjau ulang

standar operasio nal prosedur dalam tatalaksana diare sesuai dengan

panduan yang sudah terstandarisasi, sehingga dapat memberikan

penatalaksanaan secara tepat dan optimal.

3) Pada ruang anak sebaiknya disediakan ruang khusus untuk pemberian

oralit, sehingga anak mendapatkan penanganan diare akut secara

optimal.
126

4) Rumah sakit hendaknya memberikan kebijakan dalam

pendokumentasian pemberian pelayanan kepada pasien secara

terintegrasi untuk meningkatkan kom unikasi antar profesi dan

mengoptimalkan pemberian pelayanan kepada pasien da n keluarga.

b. Bagi perawat

1) Dalam melakukan pengkajian, hendaknya perawat mengkajian

riwayat penyakit, seperti pengenalan makanan baru, kontak dengan

agen menular, wisata ke daerah suseptibilitas tinggi dan menanyakan

kontak dengan makanan terkontaminasi. Dalam menentuan derajad

dehidrasi berat, hendaknya dilakukan dengan benar, yaitu dengan

melihat keadaan umum, mata, turgor dan keinginan minum, sehingga

anak akan mendapatkan tatalaksana diare seara tepat.

2) Dalam melakukan kolaborasi dengan dokter, hendaknya perawat

menyampaikan kejelasan mengenai kondisi dehidrasi anak dan tipe

diare, sehingga dalam pemberian cairan intravena diberikan sesuai

kebutuhan anak, yaitu pada dehidrasi berat. Selanjutnya antibiotik

diberikan pada anak diare dengan ada darah, lendir atau kolera, dan

prebiotik diberikan secara tepat sesuai dengan kebutuhan anak, yaitu

pada diare karena antibiotic Acociated D iarrhea (AA D).

3) Dalam pemberian edukasi pemberian zink, sebaiknya perawat

memberikan penjelasan kepada orang tua mengenai lama pem berian

zink, yaitu 10 hari dan memberikan penjelasan kepada orang tua


127

mengenai manfaat zink untuk jangka pendek dan jangka panjang,

sehinggga manfaat dari zink tersebut akan didapatkan anak secara

maksimal.

4) Dalam setiap meminta persetujuan terhadap tindakan atau pengobatan

yang akan diberikan kepada pasien, khususnya persetujuan dalam

pemberian antibiotik, perawat hendaknya tidak hanya melakukan

informed consent secara lisan, tetapi juga tertulis, dengan

pendokumentasian, sehingga fungsi dari informed consent itu sendiri

akan kuat.

3. Bagi Perkembangan Riset Keperawatan A nak

Hasil penelitian ini dapat digunakan untuk perkembangan riset

keperawatan anak baik melalui penelitian kualitatif maupun kuantitatif.

Perkembangan riset yang dapat dilakukan antara lain adalah sebagai berikut:

a. Pengaruh pelatihan tatalaksana diare akut pada anak terhadap pelaksanaan

peran perawat

b. Pengaruh pemberian pelatihan tatalaksana diare akut pada perawat

terhadap lama rawat dan mutu pelayanan.

c. Evaluasi peran perawat dalam tatalak sana diare akut pada anak.
DAFTAR PUSTAKA

Aldeyab, M . A., KearneY. M. P., Scott. M . G., Aldiab. M . A., Alahmadi, Y. M.,
W. Feras., Elhajji, D., A. Fidelma., M agee., McElnay, J. C. 2012. An
evaluation of the impact of antibiotic stewardship on reducing the use of
high-risk antibiotics and its effect on the incidence of Clostridium difficile
infection in hospital settings. J Antimicrob Chem other 67: 2988–2996.

Asmadi (2008). Konsep Dasar Keperawatan. EGC. Jakarta

Bungin, B. 2012. Analisis D ata Penelitian Kualitatif. Edisi pertama. Cetakan ke-
delapan. RajaGrafindo Persada. Jakarta.

Delaune dan Ladner. 2011. Fundamental of Nursing Standard and Practice.


fourth Edition. Cengage Learning. Delmar.

Depkes. 2011. Buku Saku petugas Kesehatan. edisi 2011. Depkes RI.

Departemen Kesehatan RI. (2008). Buku Bagan Manajemen Terpadu Balita Sakit
(MTBS). Jakarta.

Emzir. (2012). M etodologi Penelitian Kualitatif Analisis Data. Cetakan ke - tiga.


rajaGrafindo. Jakarta.

Gormley, S. E., M artin, R., M isener, Downe, B., Wamboldt, DiCenso, A. 2011.
Factors affecting nurse practitioner role implementation in Canadian
practice settings: an integrative review . Journal of Advanced Nursing 67 (6):
1178–1190.

Hafizurrachman, Trisnantoro, T,. Bachtiar A . 2011. Beberapa Faktor yang


M emengaruhi Kinerja Perawat dalam M enjalankan Kebijakan Keperawatan
di Rumah Sakit Umum Daerah. J Indon Med Assoc 61 (10): 387-393.

Handayaningsih (2009). Dokumentasi Keperawatan “DAR” Panduan, Konsep


dan Aplikasi. M itra Cendekia. Jogjakarta.

Hockenberry, M .J., Wilson, D. 2011. Wong’s Book 2 Nursing Care of Infants and
Children. Edition 9. M osby Elseiver. USA.

Hockenberry, M . J., Wilson, D., Wong, D.L. 2009. Wong’s Essentials of Pediatric
Nursing. M osby Elseiver, Inc. St Louis.

Hoque et al. (2012). An assessment of the quality of care for children in eighteen
randoml selected district and subdistrict hospitals in Bangladesh. BMC
Pediatrics 12 (197): 1-10.

128
129

Informasi Layanan Rumah Sakit dr. Soedjono. 2013.

Jansen dan Stauffacher. 2010. Advanced Practice Nursing Core Concepts for
Proffessional Role Development. Fourth edition. Springer Publishing
Company. New York.

Joint Commission International (2013). Joint Comm ission International


Acredditation Standards for H ospitals. 5th edition. JCI. USA.

Kementrian Kesehatan RI. 2011. Situasi D iare di Indonesia. Triwulan II.


Kemenkes RI. Jakarta.

Keputusan M enteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1239 Tahun 2001


Registrasi dan Praktik Perawat. 22 November 2001. M enteri Kesehatan
Republik Indonesia. Jakarta.

Komisi Akreditasi Rumah Sakit (2012). Instrumen Akreditasi Rumah Sakit


Standar Akreditasi versi 2012, edisi 1. KARS.

Kozier, B. (2008). Fundamental Of Nursing ; Concept, Process and Practice .


Addison Wesley Nursing Cuming Publishing. New York.

Kusnanto. 2004. Pengantar Profesi dan Praktik Keperawatan Profesional. EGC.


Jakarta.

Kyle, T. (2008). Essentials of Pediatric Nursing. Lippincott Williams & Wilkins


L. Duijts, V. W. V. Jaddoe, A. Hofman. 2010. Breastfeeding Duration and
Exclusivity Decrease Infant Infections. Pediatrics. 126(1): e18-e25.

L. Duijts, L., V. W. Vincent., Jaddoe, Hofman A., dan M oll, H. A. 2010.


Prolonged and Exclusive Breastfeeding Reduces the Risk of Infectious
Diseases in Infancy. Pediatrics. 126 (1): e18-e25.

Luby, S. P., Halder, A. K., Huda, T., Unicomb, L., Johnston, R. B. 2011. The
Effect of Handwashing at Recommended Times with Water Alone and With
Soap on Child D iarrhea in Rural Bangladesh: An Observational Study. PLOS
Medicine 8 (6): 1-12.

M angkunegara. 2008. Perencanaan dan Pengembangan Sum ber Daya M anusia.


Refika Aditama. Bandung.

M ansyur, F. 2013. Faktor Risiko Kejadian Diare Akut pada Balita di Kabupaten
Magelang. Tesis. Universitas Gadjah M ada. Yogyakarta.
130

M azdumer et al. 2010. Effectiveness of zinc supplementation plus oral


rehydration salts for diarrhoea in infants aged less than 6 m onths in Haryana
state, India. Bull World Health O rgan. 88 (10.2471): 754–760.

M ubarak, W. I., dan Chayatin, N. 2009. Ilmu Keperawatan Komunitas Pengantar


dan Teori (Vol. 1). Jakarta: Salemba M edika.

NANDA International. 2011. Nursing Diagnoses: Definitions & Classification


2012-2014. Alih bahasa Sumarwati, Subekti. Diagnosis Keperawatan Definisi
dan Klasifikasi 2012-2014. Jakarta. EGC.

Nursalam. 2011. Manajemen Keperaw atan Aplikasi Dalam Praktik Keperawatan


Profesional edisi 3. Jakarta. Salemba M edika.

Pabundu. 2008. Budaya O rganisasi dan Peningkatan Kinerja Perusahaan . Bumi


Aksara. Jakarta.

Potter dan Perry. 2005. Fundamental Keperawatan Konsep Proses dan Praktik.
Edisi 4. EGC. Jakarta.

PPNI. 2005. Standar Praktik Keperawatan Indonesia. http://ww w.inna-


ppni.or.id/index.php/standar-praktek. diunduh 03 September 2014.

Priharjo, R. (2008). Konsep dan Prespektif Praktik Keperawatan Profesional.


Edisi 2. Cetakan pertama. EGC. Jakarta.

Profil Kesehatan Indonesia 2012. 2013. Kementrian Kesehatan RI. Jakarta.

Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah. 2012. http://www.dinkesjatengprov.go.id.


Diunduh 22 Desember 2013.

RISKESDAS. 2007. http://labdata.litbang.depkes.go.id. Diunduh 01 Januari 2014.

RISKESDAS. 2013. http://labdata.litbang.depkes.go.id. Diunduh 17 M aret 2014.

RISKESDAS Provinsi Jawa Tengah. (2007). http://grey.litbang.depkes.go.id.


Diunduh 22 Desember 2013.

Rocha, Carminate, Tibirica, Carvalho, Silva, Chebli . 2012. Acute Diarrhea in


Hospitalized Children of the M unicipality of Juiz de fora, mg, Brazil:
Prevalence and Risk factors associated w ith disease severity. Arq.
Gastroenterol. 49 (4): 259-265.

Sidik et al. (2013). Assessment of the quality of Hospital care for children in
Indonesia. Tropical Medicine and International Health. 18 (4): 407–415.
131

Sinaga, A. (2011). Pengaruh faktor internal dan eksternal terhadap kierja


perawat puskesmas dalam menunjang keberhasilan program posyandu di
kota Bandung. Tesis. Unpad

Sugiyono. (2013). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D . Cetakan ke-
19. Alfabeta. Bandung.

Suhaemi. (2005). Etika Keperawatan. EGC. Jakarta.

Suraatmaja. (2010). Kapita Selekta Gastroenterologi Anak. cetakan ketiga.


Sagung Seto. Jakarta.

Taylor. (2011). Fundamental of N ursing The Art and Science of Nursing Care.
Seventh Edition. Lippincott Williams & Wilkins.

Tomey, Alligood. (2010). Nursing Theorists and Their Work. Seventh Edition.
M osby elseiver. USA.

Walker, C. L. F., Fontaine, O., Young, W., dan Robert E Black, R. E. (2009). Zinc
and low osmolarity oral rehydration salts for diarrhoea: a renewed call to
action. Bull World Health Organ. 87 (10.2471/BLT.08.058990): 780–786.

Wake, M . M ., Tolessa, C. 2011. Reducing diarrhoeal diseases: lessons on


sanitation from Ethiopia and Haiti. International Council of Nurses. 59: 34-
39.

WGO. 2008. World G astroenterology Organisation practice guideline: Acute


diarrhea. WGO.

WHO. 2005. The Treatment of D iarrhoea, A manual for physicia ns and other
senior health workers. 4th rev. WHO. Geneva.

WHO, UNICEF. (2013). Ending Preventable Child Deaths from Pneumonia and
Diarrhoea by 2025 The integrated Global Action Plan for Pneum onia and
Diarrhoea (GAPPD). WHO. France.

WHO (2014). Intregated Management of Childhood Illness (IMCI). Distance


Learning Course, Modul 4 Diarrhoea. WHO. Switzerland.

WHO. 2012. Health topics: Diarrhoea. http://ww w.who.int/topics/diarrhoea/en/.


Diakses 12 Desember 2013.

Widayanti, E. (2013). Evaluasi Kerasionalan Pengobatan Diare (non Spesifik) Di


Puskesm as K abupaten Sleman Tahun 2011. Tesis. Fakultas Kedokteran
Universitas Gadjah M ada. Yogyakarta.
132

Wong, L. D. (2004). Pedoman K linis Perawatan Pediatrik (W ong and Whaley’s


Clinical Manual of Paediatric Nursing). A lih bahasa: M onica Ester, edisi 4.
EGC. Jakarta.

Wong, L. D. (2009). Pedom an Klinis Perawatan Pediatrik. EGC. Jakarta.

Yin, R. K. 2013. Case Study Research: Design and Methods. Studi Kasus Desain
dan Metode. Terjemahan M udzakir. 2013. Studi Kasus Desain dan M etode.
Cetakan ke-12. RajaGrafindo Persada. Jakarta.

Zhang, et al. 2013. Care-seeking and quality of care for outpatient sick children in
rural Hebei, China: a cross-sectional study. Croat Med J. 54: 541-549.
LAM PIRAN
LEM BAR PENJELAS AN UNTUK RESPONDEN

Saya, Ns. Septi Wardani, S.Kep dari Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah
M ada (UGM ) akan melakukan penelitian kualitatif dengan pendekatan studi kasus
dengan judul Peran Perawat dalam Tatalak sana Dare Akut pada Anak.
Penelitian ini bertujuan untuk menggali apa dan bagaimana peran perawat
dalam tatalaksana diare akut pada anak.
Peneliti mengajak Bapak/ Ibu untuk ikut serta dalam penelitian ini. Subjek/
Partisipan dalam penelitian ini adalah perawat yang bekerja di bangsal anak.
pengumpulan data dilakukan sampai dengan data tersaturasi. Data dikumpulkan
dengan cara wawancara, melihat dokumen dan observasi.
A. Kesukarelaan untuk ikut penelitian
Bapak/ Ibu bebas mem ilih keikutsertaan dalam penelitian ini tanpa ada paksaan.
Jika Bapak/ Ibu sudah memutuskan untuk ikut, Bapak/ Ibu juga bebas untuk
mengundurkan diri/ berubah pikiran setiap saat tanpa dikenai denda ataupun
sanksi apapun.
B. Prosedur Penelitian
Apabila Bapak/ Ibu/ Saudara bersedia berpartisipasi dalam penelitian ini, Bapak/
Ibu/ Saudara dim inta untuk menandatangani lembar persetujuan ini rangkap dua,
satu untuk Bapak/ Ibu simpan, dan satu untuk peneliti.
Prosedur selanjutnya adalah:
Bapak/ Ibu/ Saudara akan diwawancarai oleh peneliti untuk dilakukan wawancara.
Dokumen dilihat dari SPO, laporan dan rekam medis. Rekaman arsip
dikum pulkan dari jumlah anak dengan diare akut selama dilakukan penelitian.
Observasi langsung dilakukan terhadap tindakan perawat dalam menangani anak
dengan diare akut. Pengumpulan perangkat fisik dilakuakan dengan melakukan
observasi terhadap alat atau instrumen yang tersedia di bangsal anak.
C. Kewajiban subjek penelitan
Sebagai subjek penelitian, Bapak/ Ibu/ Saudara berkewajiban untuk m engikuti
aturan atau petunjuk penelitian seperti yang tertulis di atas. A pabila ada hal yang
belum jelas, Bapak/ Ibu/ Saudara bisa bertanya lebih lanjut kepada peneliti
sejelas-jelasnya sebelum memutuskan keikutsertaan Bapak/ Ibu/ Saudara dalam
penelitian ini.
D. Resiko, efek samping dan penanganannya
Tidak ada resiko dan efek samping dari prosedur penelitian yang akan dijalani,
karena penelitian ini bukan merupakan penelitian intervensi.
E. Manfaat
M anfaat yang bisa diperoleh dari penelitian ini adalah dapat diketahui peran
perawat dalam tatalaksana diare akut pada anak, sehingga pelaksanaan tatalaksana
diare akut dapat optimal dan perawat dapat memberikan perannya dengan benar
dan maksimal.
F. Kerahasiaan
Semua informasi yang berkaitan dengan identitas subjek pen elitian akan
dirahasiakan dan hanya diketahui oleh peneliti. Hasil penelitian ini akan
dipublikasikan tanpa identitas subjek penelitian.
G. Kompensasi
Bapak/ Ibu/ Saudara akan mendapatkan souvenir tanda terima kasih telah ikut
berpartisipasi dalam penelitian ini.
H. Pembiayaan
Semua pembiayaan yang terkait dengan penelitian akan ditanggung oleh peneliti.
I. Informasi tambahan
Bapak/ Ibu/ Saudara diberi kesempatan untuk menanyakan semua hal yang belum
jelas sehubungan dengan penelitian ini. Bila sewaktu -waktu membutuhkan
penjelasan lebih lanjut, Bapak/ Ibu/ Saudara dapat menghubungi Ners. Septi
Wardani, S.Kep pada no. HP 085290522363 di Fakultas Kedokteran Universitas
Gadjah M ada. Bapak/ Ibu/ Saudara juga dapat menanyakan tentang penelitian
kepada Komite Etik Penelitian Kedokteran dan Kesehatan Fakultas Kedokteran
UGM (Telp. 0274-7134955 atau email: (mhrec_fmugm@ ugm..ac.id).
PERSETUJUAN KEIKUTSERTAAN DALAM PENELIT IAN

Semua penjelasan tersebut telah disampaikan kepada saya dan semua pertanyaan
saya telah dijawab oleh peneliti. Saya mengerti bahwa bila memerlukan
penjelasan, saya dapat menanyakan kepada [Ns. Septi Wardani, S.Kep]

Dengan menandatangani formulir ini, saya setuju untuk ikut serta dalam
penelitian ini

Tandatangan pasien/subyek: Tanggal:

(Nama jelas :................................................)

Tanda Tangan saksi :

(Nama jelas :................................................)


PEDOM AN WAWA NCARA UNTUK
PERAN PERAWAT DALAM TATA LAKSAN A DIARE AKU T
PADA ANAK DI RUM AH SAKIT DR SOED JON O M AGELA NG

Tanggal wawancara :
Tempat wawancara :
Waktu wawancara : jam.... s/d....
I. PETUNJUK UM UM WAWANCARA
1. M emperkenalkan diri pewawancara kepada INFORM AN
2. Waktu dan tempat dilakukannya wawancara sesuai dengan kesepakatan
dengan informan sebelumnya
3. M engemukakan maksud dan tujuan wawancara
4. M eminta ijin kepada informan untuk melakukan wawancara secara verbal
dan merekam percakapan
5. Pernyataan bahwa hasil wawancara akan dirahasiakan, digunakan untuk
kepentingan penelitian dan tidak akan disebarluaskan
6. Peraturan dalam wawancara:
a. Semua jawaban benar dan berharga
b. Semua jawaban harus diprobing
c. M elakukan wawancara sesuai dengan kesepakatan
7. Wawancara dilakuakn berulang-ulang
8. M engklarifikasi hasil wawancara kepada informan
9. M engakhiri wawancara dengan mengucapkan terima kasih.
II. KARAKTERISTIK INFORM AN
Kode :
Pendidikan :
Status : tetap tidak tetap
Lama bekerja :
Apakah pernah mengiku ti pelatihan diare : Ya Tidak
Jika ya, kapan waktu dilakukan pelatihan :
III. PERTANYA AN YANG A KAN DIA JUKA N PADA SAAT WA WANCARA
1. a. Apakah yang anda ketahui tentang tatalaksana diare akut?
b. Apakah anda mempunyai panduan dalam tatalaksana diare akut?
Jika ya, panduan apa yang anda terapkan?
2. a. Dapatkah anda ceritakan kepada saya, apa peran anda dalam melakukan
tatalaksana diare akut pada anak?
b. Bagaimana anda melakukan proses keperawatan atau asuhan
keperawatan pada anak dengan diare akut?
c. Bagaimana anda melakukan pengkajian pada anak dengan diare akut?
d. Dapatkah anda menjelaskan bagaimana anda memberikan cairan
tambahan pada anak dengan diare akut? Jenis cairan tambahan apa
yang anda berikan dan bagaimana cara memberikannya?
e. Bagaimana monitoring yang anda lakukan dalam pemberian rehidrasi?
f. Apakah anda memberikan edukasi kepada orang tua mengenai
penambahan cairan pada anak, tentang dosis dan caranya?
3. a. Bagaimana anda memberikan zink kepada anak?
b. Apakah anda memberikan edukasi kepada orang tua mengenai dosis
dan cara memberikan zink? Jika ya, jelaskan cara dan materi apa saja
yang diberikan. Jika tidak, mengapa?
4. Bagaimana anda memberikan nutrisi pada anak dan edukasi apa yang anda
berikan kepada orang tua?
5. Bagaimana dengan pemberian antibiotik dan antidiare? apakah anda
memberikanya? Jika ya, dapatkah anda menjelaskan bagaimana
pemberiannya? Jika tidak mengapa?
6. Apakah anda memberikan nasehat kepada orang tua mengenai kapan harus
kembali ke petugas? Jika ya, nasehat apa yan g anda berikan kepada orang
tua? Jika tidak mengapa?
PEDOM AN WAWA NCARA DEN GAN ORAN G TUA
(PENGECEKA N PEM AHAM AN ORAN G TUA M ENG ENAI
TATALAKSAN A DIARE AKUT PAD A ANAK)

1. Pemberian cairan tambahan


a. Apakah anak anda mendapatkan oralit?
b. Apakah anda mengetahui dosis pemberian oralit untuk anak anda? Jika
ya, berapa dosis oralit yang anda berikan? Darimana anda
mendapatkan informasi tersebut?
c. Apakah anda mengetahui cara pembuatan larutan oralit? Jika ya,
darimana anda mendapatkan informasi tersebut dan dapatkah an da
ceritakan kepada saya bagaimana cara membuatnya?
2. Pemberian zink
a. Apakah anak anda mendapatkan zink?
Jika ya, apakah anda tahu berapa dosis pemberian zink yang harus
diberikan kepada anak anda?
b. Bagaimana cara anda memberikan zink kepada anak anda?
c. Jika anak anda muntah ketika meminum zink, apa yang anda lakukan?
d. Dari siapa anda mendapatkan informasi di atas?
3. Pemberian ASI dan makan
a. Apakah anak anda mendapatkan ASI? (untuk orang tua dengan anak
usia kurang dari 2 tahun). Jika ya, bagaimana pemberian ASI pad a
anak anda selama diare?
b. Bagaimana anda memberikan makan pada anak anda selama diare?
c. Jenis makanan apa yang anda berikan kepada anak anda selama diare?
d. Darimana anda mendapatkan informasi tentang pemberian ASI
4. Pemberian antibiotik dan antidiare
a. Apakah anak anda mendapatkan obat antibiotik?
b. Apakah anak anda mendapat obat antidiare?
5. Nasihat
a. Apakah anda mengetahui kapan anda harus membawa anak anda
kembali ke rumah sakit ketika sudah pulang nanti? Jika ya, kondisi
seperti apa pada anak anda, yang mdiharuskan kembali lagi ke rumah
sakit?
b. Darimana anda mendapat informasi tersebut?
PEDOM AN WAWA NCARA DEN GAN KEPA LA RUANG
(TRIANGULASI SUM BER M ENGEN AI PERAN PERAWAT DA LAM
TATALAKSAN A DIARE AKUT PAD A ANAK)

1. Apakah anda mempunyai panduan dalam tatalaksana diare akut?


Jika ya, panduan apa yang anda terapkan?
2. a. Dapatkah anda ceritakan kepada saya, apa peran yang dilakuakan
perawat selama ini dalam melakukan tatalaksana diare akut pada anak?
g. Bagaimana perawat di ruang anak ini melakukan prose s keperawatan
atau asuhan keperawatan pada anak dengan diare akut?
h. Bagaimana perawat melakukan pengkajian pada anak dengan diare
akut?
i. Dapatkah anda menjelaskan bagaimana perawat memberikan cairan
tambahan pada anak dengan diare akut? Jenis cairan tambahan apa
yang berikan dan bagaimana cara memberikannya?
j. Bagaimana monitoring yang dilakukan perawat dalam pemberian
rehidrasi?
k. Apakah perawat memberikan edukasi kepada orang tua mengenai
penambahan cairan pada anak, tentang dosis dan caranya?
3. a. Bagaimana perawat memberikan zink kepada anak?
c. Apakah perawat memberikan edukasi kepada orang tua mengenai
dosis dan cara memberikan zink? Jika ya, jelaskan cara dan materi apa
saja yang diberikan. Jika tidak, mengapa?
4. Bagaimana perawat memberikan nutrisi pada anak dan edukasi apa yang
diberikan kepada orang tua?
5. Bagaimana dengan pemberian antibiotik dan antidiare? apakah perawat
memberikanya? Jika ya, dapatkah anda menjelaskan bagaimana
pemberiannya? Jika tidak mengapa?
6. Apakah perawat memberikan nasehat kepada orang tua mengenai kapan
harus kembali ke petugas? Jika ya, nasehat apa yang perawat berikan
kepada orang tua? Jika tidak mengapa?
PEDOM AN WAWA NCARA DEN GAN DO KTER
(TRIANGULASI SUM BER M ENGEN AI PERAN PERAWAT DA LAM
TATALAKSAN A DIARE AKUT PAD A ANAK)

1. Apakah anda dan perawat di ruang anak ini mempunyai panduan dalam
tatalaksana diare akut? Jika ya, panduan apa yang anda dan perawat
terapkan?
2. a. Dapatkah anda ceritakan kepada saya, apa peran yang dilakuakan
perawat selama ini dalam melakukan tatalaksana diare akut pada
anak?
b. Bagaimana perawat di ruang anak ini melakukan proses keperawatan
atau asuhan keperawatan pada anak dengan diare akut?
c. Bagaimana perawat melakukan pengkajian pada anak dengan diare
akut?
d. Dapatkah anda menjelaskan bagaimana perawat memberikan cairan
tambahan pada anak dengan diare akut? Jenis cairan tambahan apa
yang berikan dan bagaimana cara memberikannya?
e. Bagaimana monitoring yang dilakukan perawat dalam pemberian
rehidrasi?
f. Apakah perawat memberikan edukasi kepada orang tua mengenai
penambahan cairan pada anak, tentang dosis dan caranya?
3. a. Bagaimana perawat memberikan zink kepada anak?
d. Apakah perawat memberikan edukasi kepada orang tua mengenai
dosis dan cara memberikan zink? Jika ya, jelaskan cara dan materi apa
saja yang diberikan. Jika tidak, mengapa?
4. Bagaimana perawat memberikan nutrisi pada anak dan edukasi apa yang
diberikan kepada orang tua?
5. Bagaimana dengan pemberian antibiotik dan antidiare? apakah perawat
memberikanya? Jika ya, dapatkah anda menjelaskan bagaimana
pemberiannya? Jika tida k mengapa?
6. Apakah perawat memberikan nasehat kepada orang tua mengenai kapan
harus kembali ke petugas? Jika ya, nasehat apa yang perawat berikan
kepada orang tua? Jika tidak mengapa?
PANDUAN OBSERV ASI PARTISIPATIF
Peneliti melakukan observasi partisipatif mengenai proses tatalaksana diare
akut pada anak oleh perawat. Observasi yang dilakukan meliputi:
1. Observasi penentuan tingkat dehidrasi:
a. Penilaian tingkat dehidrasi
b. Cara menentukan tingkat dehidrasi
c. Deskripsikan bagaimana cara perawat menentukan tingkat dehidrasi
2. Observasi pemilihan rencana rehidrasi:
a. Jenis cairan tambahan yang diberikan
b. Pemantauan rehidrasi, evaluasi dan tindak lanjut
Deskripsikan apakah pemantauan, evaluasi dan tindak lanjut dilakukan
oleh perawat
3. Obserasi pemberian oralit:
a. Dosis oralit yang diberikan pada anak
b. Penjelasan kepada orang tua mengenai dosis dan cara pemberian oralit
pada anak
c. Penjelasan kepada orang tua mengenai cara membuat larutan oralit
4. Observasi pemberian zink:
a. Dosis zink yang diberikan pada anak dan berapa lama harus diberikan
b. Penjelasan kepada orang tua tentang dosis dan cara pemberian zink pada
anak
c. Penjelasan kepada orang tua tentang pemberian zink jika anak muntah
5. Observasi pemberian nutrisi dan ASI:
a. Penjelasan kepada orang tua untuk tetap melanjutkan pemberian ASI dan
nutrisi
b. Penjelasan kepada orang tua tentang pemberian ASI pada anak yang masih
mendapatkan ASI ekslusif
c. Penjelasan kepada orang tua tentang pemberian ASI pada anak yang
mendapatkan susu formula
d. Penjelasan kepada orang tua tentang nutrisi yang harus diberikan pada
anak yang sudah menapatkan M PASI
6. Observasi pemberian antibiotik dan antidiare:
a. Pemilihan antibiotik dan antidiare
7. Observasi pemberian nasehat
a. Pemberian nasehat tentang pemberian cairan dan obat di rumah
b. Pemberian nasehat kepada orang tua mengenai kapan harus membawa
anak kembali ke petugas
8. Observasi tempat
a. Ketersediaan tempat cuci tangan/ wastafel
b. Ketersediaan ruangan khusus oralit
c. Ketersediaan oralit dan zink
d. Ketersediaan selang nasogastrik
e. Ketersediaan infuset dan cairan intravena
PANDUAN PEN GUM PULA N DOKUM EN TASI
Pengumpulan bukti dokumen dilakukan dengan observasi dokumen terkait
tatalaksana diare yaitu adanya SOP / SPM / SAK, dan dokumen pelaksanan asuhan
keperawatan. Pengumpulan dokumen tersebut yaitu:
1. SPO/ SAK mengenai tatalaksana diare akut pada anak

2. Dokumentasi pelaksanaan asuhan keperawatan (pengkajian, perumusan


diagnosa keperawatan, intervensi, implementasi, evaluasi).
Jadwal Penelitian

No Kegiatan Waktu
1 Penyusunan proposal penelitian Desember 2013 – Februari
2014
2 Ujian proposal penelitian 13 M aret 2014
3 Pengajuan ethical clearance 26 M aret 2014
4 Persetujuan komite etik 22 April 2014
5 Pengajuan permohonan ijin ke RS 28 April 2014
6 Kegiatan penelitian: mengeksplorasi April – Juli 2014
peran perawat dalam tatalaksana diare
akut pada anak di RS dr. Soedjono
M agelang dan analisis data
7 Penulisan hasil penelitian April – A gustus 2014
8 Ujian seminar hasil tesis 29 Agustus 2014
9 Ujian sidang tesis 11 September 2014

Anda mungkin juga menyukai