Diajukan Oleh
dr. Sutriono
14/374057/PKU/14874
i
ii
KATA PENGANTAR
Segala Puji hanya kepada Allah SWT yang telah melimpahkan hidayah
dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini. Penyusunan
tesis ini merupakan salah satu syarat untuk mencapai derajat spesialisasi di
bidang Ilmu Penyakit Dalam di Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat dan
Keperawatan Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.
Penulisan tesis ini dapat terlaksana dengan baik atas bimbingan dan bantuan dari
berbagai pihak, oleh karena itu penulis mengucapkan banyak terima kasih
kepada yang terhormat :
1. dr. Iri Kuswadi, Sp.PD - KGH, selaku pembimbing I yang telah
memberikan arahan konsep, membimbing, dan mendorong dalam
penulisan ini.
2. dr. R. Heru Prasanto, SpPD - KGH, selaku pembimbing II yang telah
membimbing dan memberikan dorongan dalam penulisan karya tulis ini.
3. dr. Eko Aribowo, M.Kes, Sp.PD, KGer, yang telah membantu dalam
memberikan masukkan metode penelitian penulisan ini.
4. Dr. dr. I Dewa Putu Pramantara, Sp.PD, KGer, yang telah memberi
masukkan agar penelitian ini lebih baik lagi.
5. dr. Rizka Humardewayanti, Sp.PD, KPTI, yang telah memberikan
masukkan penulisan tesis ini dan persetujuan untuk mendapatkan ethical
Clearance dari komite etik.
6. Bu Tatik sebagai kepala ruangan hemodialisa RSUP Dr. Sardjito beserta
seluruf staf Nefrologi- Hipertensi yang telah membantu terlaksananya
penelitian ini.
7. Kepala bagian, Ketua program studi, seluruh kepala Sub Bagian beserta
staf pendidik Bagian Ilmu Penyakit Dalam, Fakultas Kedokteran,
Kesehatan Masyarakat dan Keperawatan Universitas Gadjah Mada
Yogayakarta.
8. Seluruh staf pendukung di Bagian Ilmu Penyakit Dalam, Fakultas
Kedokteran, Kesehatan Masyarakat dan Keperawatan Universitas Gadjah
Mada Yogayakarta.
v
9. Pasien Gagal Ginjal Kronik yang menjalani Hemodialisa rutin dan secara
sukarela membantu terlaksananya penelitian ini.
10. Kepada istriku, Ollin Nostalgia, SE, dan anak- anakku tersayang, Farrel
Pratama, Syifa Zhafira, Nadhif Azzam Pranaja, yang selalu memberikan
dukungan dan semangat sehingga penulis dapat menempuh dan
menyelesaikan karya tulis ini.
11. Kepada orang tua saya, Wagimin (alm), Suyani, Azwir Khan (alm) dan
Erlina yang selalu mendoakan dan memberikan dukungan serta dorongan
selama menempuh pendidikan dan dalam menyelesaikan karya tulis ini.
12. Kepada saudara- saudara ku Susiani, Joko Irwanto, Yusniarti SPd, Andri
Sahputra, SE, atas bantuan dan supportnya selama ini.
13. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah
membantu dan bekerjasama dengan baik selama pendidikan dan dalam
menyelesaikan karya tulis ini.
Akhirnya semoga Allah SWT selalu melimpahkan karunia dan rahmat-Nya,
serta memberi balasan yang lebih baik atas segala kebaikan yang penulis terima.
Sutriono
vi
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL i
LEMBAR PERSETUJUAN ii
PERNYATAAN iii
KATA PENGANTAR iv
DAFTAR ISI vi
DAFTAR TABEL viii
DAFTAR LAMPIRAN ix
DAFTAR DIAGRAM x
DAFTAR SINGKATAN xi
INTISARI xii
ABSTRACT xiii
BAB 1. PENDAHULUAN 14
A. Latar Belakang 14
B. Perumusan Masalah 20
C. Tujuan Penelitian 21
D. Manfaat Penelitian 21
E. Keaslian Penelitian 22
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 25
A. Gagal ginjal kronik 25
B. C-reactive protein, inflamasi serta hubungannya dengan
gagal ginjal kronik 28
C. CRP sebagai marker inflamasi dan pengaruhnya terhadap tubuh 32
D. Pengukuran Kadar CRP 34
E. Hemodialisis 35
F. Adekuasi hemodialisis 37
vii
G. Kerangka Teori 43
H. Kerangka Konsep 44
F. Hipotesis 44
BAB 3. METODE PENELITIAN 45
A. Jenis dan Rancangan Penelitian 45
B. Lokasi dan tempat penelitian 45
C. Subyek Penelitian 45
D. Variabel Penelitian 46
E. Definisi Operasional 46
F. Tempat dan Waktu Penelitian 50
G. Protokol Penelitian 50
H. Besar sampel 52
I. Tenik Pengambilan Sampel 53
J. Jenis dan Analisa Data 53
K. Pertimbangan Etik 54
BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 55
BAB V. SIMPULAN DAN SARAN 69
DAFTAR PUSTAKA 70
Lampiran 75
viii
DAFTAR TABEL
ix
DAFTAR LAMPIRAN
x
DAFTAR DIAGRAM
xi
DAFTAR SINGKATAN
HD : Hemodilisis
IL-6 : Interleukin – 6
IL-10 : Interleukin – 10
Qd : Quick of Dialisate
xii
Analisis Kadar C-Reactive Protein Pasien Adekuasi Hemodialisis Dan
Tidak Adekuasi Hemodialisis Pada Penderita Gagal Ginjal Kronik Yang
Menjalani Hemodialisis Rutin di RSUP Dr. Sardjito
Sutriono1, Iri Kuswadi2, R. Heru Prasanto2
INTI SARI
xiii
Analysis levels C- Reactive Protein of Patients Hemodialysis adequacy
and inadequacy Hemodialysis in Patients with end Stage Renal Disease
with Routine Hemodialysis At Dr. Sardjito Hospital
ABSTRACT
Method. The study design was cross- sectional study. The subject of this study
were patients end stage renal disease undergoing routine hemodialysis in HD
units sardjito hospital who met the inclusion and exclusion criteria. The
relationship between levels of C- Reactive Protein and Adequacy hemodialysis
were analyzed using Fisher Exact test.analized of the data is computerized.
Differences were considered significant if the obtained p > 0,05 with 95%
confidence intervals.
Conclusion. The levels of CRP in patients end stage renal disease undergoing
routine hemodialysis statistically not significant with adequacy hemodialysis.
Key words: The levels of CRP- End stage renal disease- adequacy
hemodialysis
xiv
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
pada umumnya berakhir dengan gagal ginjal. Selanjutnya, gagal ginjal adalah
suatu keadaan klinis yang ditandai dengan penurunan fungsi ginjal yang
ireversibel, pada suatu derajat yang memerlukan terapi pengganti ginjal yang
dunia terkait dengan morbiditas dan mortalitas yang tinggi dan meningkatnya
kematian no.12 dan penyebab disabilitas ke-17 didunia. (Abravkar et al, 2013).
Penyakit gagal ginjal kronik saat ini sudah menjadi epidemi global dan
(KV), hanya sebagian kecil yang mencapai terminal (PGK tahap 5) yang
tahun, sebagaimana data yang dikelola oleh IRR jumlah pasien baru dan aktif dari
tahun 2007 sampai tahun 2014 adalah untuk pasien baru pada tahun 2007
sebanyak 4.977 orang, dan pada tahun 2014 sebanyak 17.193 orang, sedangkan
pasien yang aktif untuk periode yang sama adalah pada tahun 2007 sebanyak
1.885 orang dan pada tahun 2014 sebanyak 11.689 orang. Sedangkan data Jumlah
penderita PGK di Jogja pada tahun 2014 untuk pasien baru adalah sebanyak 852
orang dan yang aktif adalah sebanyak 564 orang. Jumlah pasien baru terus
meningkat dari tahun ke tahun, tetapi pasien yang kemudian masih aktif pada
Pasien dengan gagal ginjal kronik menderita inflamasi kronik. Pada studi
sebelumnya, indikator untuk inflamasi kronik pada kondisi gagal ginjal kronik
adalah meningkatnya level sitokin pro inflamasi dan C-reative protein (CRP).
Pada kondisi uremik, peningkatan sitokin proinflamasi akan memicu onset dan
progresifitas dari aterosklerosis ( Borazan et al, 2004; Wong et al, 2007). Zadeh &
dengan dialisis. Peningkatan kadar stress oksidatif dan proses inflamasi adalah
dua kondisi umum yang terjadi pada penderita gagal ginjal kronik stadium akhir.
Proses inflamasi dan stress oksidatif berkaitan dengan banyak faktor penyebab,
peningkatn CRP di dalam darah. Peningkatan kadar CRP dinilai sebagai salah satu
prediktor penting pada infark miokard, stroke, kematian vaskular dengan nilai
inflamasi endotel dengan menyebabkan aktivasi leukosit dan proliferasi otot polos
al, 2003).
penderita gagal ginjal kronik. Terdapat lebih dari 2 juta pasien yang saat ini
Serikat yang mencapai sekitar 350.000 orang, Jepang 300.000 orang, sedangkan
4
di Indonesia mendekati 15.000 orang. Data yang dikeluarkan oleh lembaga resmi
Indonesian Renal Registry tentang jenis pelayanan pada renal unit di Indonesia
renal replacement therapy (CRRT) sebesar 2,3%. Menurut data statistik yang
gagal ginjal di Indonesia mencapai 70.000 orang dan hanya sekitar 13.000 pasien
yang melakukan cuci darah atau hemodialisis (Roesli, 2005; Simatupang, 2006;
sebanyak 4.699 pasien (37%). Hal ini perlu evaluasi yang mendalam apakah
hipertensi pada kelompok ini merupakan etiologi atau penyakit penyerta, karena
bila sudah tercatat sebagai etiologi maka tidak seharusnya lagi dianggap penyakit
penyerta. Begitu pula dengan diabetes melitus dimana sebagai penyebab PGK
dikatakan sebesar 27% (3.401 pasien) dan sebagai penyerta penyakit PGK pada
pasien hemodialisis adalah 1.389 pasien (23%). Untuk wilayah D.I. Yogykarta
pasien dan disebabkan oleh diabetes melitus sebanyak 173 pasien. Sedangkan
hipertensi pada gagal ginjal terminal hal ini kontradiktif dengan salah satu
kardiovaskuler, yaitu sebanyak 59% (1.090 pasien), sepsis sebanyak 12% (257
pasien) dan masih cukup banyak penyebab kematian pasien tidak diketahui
sebanyak (388 pasien) karena pasien meninggal di luar rumah sakit. Untuk
kerusakan ginjal, sehingga morbiditas dan mortalitas pasien gagal ginjal makin
6
mempertimbangkan berat badan, jenis kelamin, volume cairan dalam tubuh, jenis
dialiser, kecepatan aliran darah (Qb), kecepatan aliran dialisat (Qd), jenis dialisat,
lama waktu hemodialisis, dan ultrafiltrasi yang dilakukan (Gatot, 2003). Hasil
dapat dicapai dengan jumlah dosis hemodialisis 10-12 jam per minggu.
kecukupan dialisis ditentukan atas dasar kriteria klinis, kemudian atas dasar
formula Kt/V, suatu formula yang didapatkan atas analisis penelitian National
dari dialiser, t lama dialisis, dan V adalah volume distribusi urea (Suhardjono,
berkala setiap bulan sekali atau minimal setiap 6 bulan sekali. Adekuasi diukur
secara kuantitatif dengan menghitung Kt/V atau URR (Urea Reduction Rate).
Kt/V merupakan rasio dari bersihan urea dan waktu hemodialisis dengan volume
distribusi urea dalam dalam cairan tubuh pasien, yang menunjukkan keefektifan
URR adalah persentasi dari ureum yang dapat dibersihkan dalam sekali tindakan
1,2 dengan target 1,4. Kt/V yang lebih tinggi tidak menurunkan survival lebih
lanjut. Guna keperluan praktis saat ini dipakai juga URR (% urea reduction rate),
x seminggu target URR setiap kali HD adalah diatas 65% (Suhardjono, 2014).
yang dalam hal ini berdasarkan hasil pemeriksaan kadar CRP. Dengan
hemodialisis rutin menjadi target terapi agar dapat membantu dalam pemantauan
B. Perumusan Masalah
menjadi capaian yang akan membantu optimalisasi kondisi dan kualitas hidup
pasien. Ketidak adekuatan hemodialisis yang dapat dinilai dari bersihan urea yang
ginjal, sehingga morbiditas dan mortalitas pasien gagal ginjal makin meningkat.
Adekuasi hemodialisa dapat dilihat melalui kontrol tekanan darah, nutrisi yang
baik, koreksi anemia, homeostasis cairan dan elektrolit, koreksi asidosis, dan lain
inflamasi yaitu CRP berbeda diantara adekuasi hemodialisis dan tidak adekuasi
C. Tujuan Penelitian
D. Manfaat Penelitian
dengan pemantauan kadar petanda inflamasi diperlukan pada pasien gagal ginjal
terhadap pasien gagal ginjal dengan hemodialisa rutin, dan diharapkan hasil
penelitian ini dapat menjadi acuan data untuk penelitian lebih lanjut.
5. Manfaat bagi institusi : Data dari hasil penelitian ini diharapkan dapat
sehingga dapat menjadi acuan dan pertimbangan bagi pemegang kebijakan untuk
dengan harapan tercapai kualitas hidup yang lebih baik dari pasien gagal ginjal
E. Keaslian Penelitian
perbandingan CRP dan Kt/V di Pakistan yang mendapatkan hasil bahwa CRP
kondisi inflamasi pada pasien yang menjalani hemodialisis tetapi masih banyak
kejadian yang terjadi sebaliknya dimana kondisi inflamasi yang tetap tinggi.
10
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Gagal ginjal kronik merupakan penyakit yang terjadi di seluruh dunia dan
mempengaruhi berbagai usia, ras, dan berbagai tingkat ekonomi. Prevalensi dan
insidensi dari penyakit ini sama dengan kondisi lainnya, seperti diabetes,
hipertensi dan obesitas (Porth, 2009). Pasien dengan PGK lebih cenderung
ginjal, bahkan pada tahap awal PGK dan akan lebih berat pada pasien end stage
renal disease (ESRD). Semua bukti yang ada menunjukkan bahwa inflamasi
tahunan pasien ESRD pada dialisis diperkirakan antara 14- 26 % di Eropah dan
tingkat kematian kardiovaskular 10- 20 kali lebih tinggi daripada populasi umum.
( Filiopoulos , 2008 )
Lama hidup pasien yang menjalani dialisis di Jepang paling panjang dan
Registry mencoba untuk melihat ketahanan hidup pasien baru yang terdata selama
13
tahun 2014. Setelah melalui proses pemilihan data didapatkan 3907 data yang
dapat dianalisis dengan hasil distribusi jenis kelamin, usia dan status serta menilai
peluang hidup 1 tahun dapat dilihat pada tabel 1 dan 2 berikut ini (Indonesian
Tabel 2. Distribusi jenis kelamin, usia dan status pasien hemodialisis tahun 2014
No Variabel Jumlah %
1. Jenis Kelamin
Laki- laki 2.179 55,77
Perempuan 1.728 44,23
2. Umur (tahun)
< 50 Tahun 1.875 47,99
> 50 Tahun 2.032 52,01
3. Status
Sensor 2.585 66,16
Event 1.322 33,84
(sumber: Indonesian renal registry)
Bulan Keseluruhan
% Survival CI 95 %
Pada tahun 2002, the kidney disease outcome quality intitiative (K/DOQI)
penyakit gagal ginjal kronik (tabel. 3) yang berfungsi untuk menetapkan status
yang dipakai untuk menilai penyakit ginjal, dan menghubungkan derajat fungsi
kerusakan ginjal atau GFR kurang dari 60 mL/min/1,73 m2 selama 3 bulan atau
lebih. Kondisi ini bisa disebabkan oleh permanent loss of nephron, meliputi
diabetes melitus, systemic lupus erimathosus, dan policystic kidney disease. NKF
1. GFR kurang dari 15 mL/min/1,73 m2, biasanya disertai dengan tanda dan
atau transplantasi).
15
Tanda dan gejala dari penyakit ginjal kronik terjadi secara bertahap dan
tidak nyata hingga penyakit ini berlanjut ke tahap yang lebih parah. Hal ini terjadi
karena mekanisme kompensasi dari ginjal. Saat struktur ginjal terdestruksi, nefron
masih baik akan menjadi hipertrofi secara struktural dan fungsional, dan masing-
C- reactive protein adalah suatu protein yang diproduksi oleh hati yang
akan meningkat pada kondisi inflamasi dan juga meningkat pada keadaan infeksi
atau injury, seperti arthritis rematoid dan penyakit pembuluh darah. Peningkatan
C- reactive protein merupakan protein fase akut yang disintesis di hepar dan
diregulasi oleh berbagai sitokin. Kadar serum pada kondisi penyakit aktif rendah,
tetapi akan meningkat 1000 kali lipat jika pasien mengalami proses inflamasi.
Disamping sebagai marker inflamasi, CRP sendiri mungkin memiliki zat yang
et al, 2004).
peningkatan kadar dalam plasma secara cepat (protein fase akut positif) atau
menurun (protein fase akut negatif) selama proses inflamasi. Protein fase akut
positif yang utama adalah CRP dan serum amyloid A (SAA) (Fluchart, 2003 &
podrid, 2004). berperan dalam sistem imun, karena CRP sebagai molekul
16
pengenal yang bergerak cepat dan mampu mengaktivasi komplemen untuk respon
Pada individu sehat, rerata kadar CRP adalah 0,8 mg/L. C -reactive protein
terutama diproduksi oleh sel hepatosit atas pengaruh IL-6 yang dilepas oleh lokal
inflamasi. Apabila ada stimulasi akut, kadarnya dapat meningkat dengan cepat
dan mencapai kadar puncak dalam 48 jam dan setelah itu, kadarnya perlahan akan
17
menurun. Pada penderita gagal hati dapat dijumpai gangguan produksi CRP
Penyakit inflamasi didapat dan Artritis reumatoid, artritis kronik pada anak-anak,
bawaan spondilitis ankilosis, artritis psoriasis, vaskulitis
sistemik, reumatika polimialgia, penyakit reiter,
penyakit crohn dan Familial mediterranean fever
disebabkan oleh pengeluaran IL-1, IL-6 dan TNF-a (Descamp et al, 1991).
Peningkatan CRP pada pasien gagal ginjal kronik tanpa terapi dialisis mungkin
disebabkan oleh aktivitas inflamasi dari penyakit ginjal yang mendasari ataupun
karena status uremia itu sendiri. Nilai CRP akan meningkat setelah inisiasi terapi
respon fase akut selama proses dialisis. Ditemukan juga adanya peningkatan
sekitar 50% dari nilai CRP setelah inisiasi dari terapi hemodialisis kronik ketika
memiliki kadar CRP yang meningkat secara patologis (Marion et al, 1996).
Pada penelitian Borazan et al, (2004), diamati kadar serum CRP dan
CRP meningkat pada gagal ginjal kronik dan memperlihatkan bahwa mungkin
progresif Pada kasus dialisis, kadar serum CRP dan protein fase akut ditemukan
berkorelasi dengan peningkatan tunika intima dan media arteri karotis, dan
reaktan fase akut lainnya seperti albumin, fibrinogen, dan Apo A-1. Kadar serum
Amyloid A berkorelasi dengan CRP dan beberapa protein ini mungkin menjadi
prediktor tambahan pada faktor risiko kardiovaskular baik untuk pasien yang
hemodialisis. Pada penelitian ini juga didapatkan variabilitas yang luas terhadap
CRP, TNF-a, IL-6 dan IL-10, walaupun tidak terdapat tanda-tanda infeksi pada
bukti bahwa interaksi antara darah dan membran dialisis menginduksi beberapa
sitokin dari sel mononuklear darah perifer. Sitokin ini mungkin akan relevan
dengan kondisi patologis dan klinis dari pasien gagal ginjal kronik yag menjalani
19
mortalitas dan morbiditas dari pasien yang menjalani dialisis (Wong et al, 2007).
tubuh
dengan jumlah kecil endotoksin dan penggunaan graft arterivena prostetik atau
kateter transkutaneus dan proses dialiser reuse (Memoli, 2000, Tielemans, 1996).
peningkatan ini kronik. Pada beberapa kasus, hemodialisis memicu inflamasi dan
inflamasi atau protein fase akut seperti hs-CRP yang tinggi pada penderita
mg/dL. Peningkatan konsentrasi hs-CRP tidak spesifik dan dapat terjadi pada
berbagai stimulasi, penyakit atau injury. Nilai dapat meningkat kurang dari 50
mg/dL sampai lebih dari 500 mg/dL. C – reactive protein plasma dihasilkan oleh
melalui stimulasi oleh IL-6. Secara de Novo, sintesis hepar dimulai sangat cepat
6 jam dan memuncak sekitar 48 jam dengan waktu paruh CRP plasma sekitar 19
jam (Tsirpanlis, 2005). Pada orang sehat kadar CRP dibawah 5 mg/dl ( Dati et al,
2001).
selama inflamasi dengan peningkatan kadar CRP, IL-6 menginduksi gen CRP.
kadar CRP hanya dipengaruhi oleh IL-6 saja. Meskipun IL-6 diperlukan untuk
menginduksi gen CRP, namun tidak hanya karena faktor IL-6 saja ( Weinhold et
al, 1997).
Obesitas adalah salah satu factor resiko yang dapat memodulasi respon
adipositas dengan CRP pada perempuan sehat usia pertengahan (Hak et al., 1999).
21
kemudian menginduksi produksi IL-6, sebagai stimulan utama pada sintesis CRP.
Hipotesis ini didukung oleh observasi bahwa pengurangan berat badan dapat
menurunkan ekspresi mRNA TNF- dan kadar TNF- pada penderita diabetes.
Selain itu, respon inflamasi dapat menunjukan suatu mekanisme dimana diet dan
penurunan berat badan akan mengurangi resiko PJK (Ziet et al., 2003).
untuk PJK baik pada wanita dan pria. Secara tradisional wanita dikatakan obese
jika ia mempunyai indeks massa tubuh > 27 kg/m2 (Nguyen & Mc Laughlin,
2002).
C – reactive protein adalah suatu reaktan fase akut yang merupakan protein
pentraxin yang disintesis dalam hati ( Abravkar PN, 2013). C – reactive protein
protein fase akut yang dikenal baik sebagai indikator marker sensitif yang
(CRP) dalam darah lengkap, serum, dan plasma. NycoCard CRP adalah pengujian
imunometrik fase solid dengan format sandwich. Dalam sumur uji perangkat ada
selaput yang dilapisi dengan antibodi monoklonal spesifik CRP. Sampel yang
protein C-reaktif ditangkap oleh antibodi. CRP yang terperangkap pada membran
kemudian akan mengikat konjugat gold antibodi yang ditambahkan, dalam reaksi
22
tipe sandwich. Konjugat yang tidak terikat dihilangkan dari membran dengan
berlebih. Kadar CRP dalam sampel dilihat pada membran dengan tampak warna
E. Hemodialisis
menambahkan komponen yang diinginkan. Aliran konstan darah dari satu sisi
produk buangan dalam cara serupa dengan filtrasi glomerulus (Suwitra, 2014).
sehingga tidak terjadi gejala uremia yang lebih berat. Pada pasien dengan fungsi
ginjal dengan Laju Filtrasi Glomerulus (LFG) <15 mK/menit, pasien dengan tes
TKK/LFG <5 mL/menit walaupun tanpa gejala. Pada TKK/LFG <5 mL/menit,
toksik dalam darah dan komplikasi yang membahayakan bila tidak dilakukan
dan memiliki fungsi seperti nefron ginjal. Bentuk seperti tabung yang terdiri dari
2 ruang yaitu kompartemen darah dan kompartemen dialisat yang dipisahkan oleh
membran semi permeabel. Di dalam dialiser cairan dan molekul dapat berpindah
dengan cara difusi, osmosis, ultrafiltrasi, dan konveksi. Dialiser yang mempunyai
(Black, 2005)
terdiri dari air dan elektrolit, yang dialirkan ke dalam dialiser. Dialisat digunakan
dan air yang berperan untuk mencegah asam dan basa. Untuk mengalirkan dialisat
menuju dan keluar dari dialiser memerlukan kecepatan aliran dialisat yang disebut
hasil yang optimal. Akses vascular dapat berupa kanula atau kateter yang
dimasukkan ke dalam lumen pembuluh darah seperti sub clavia, jugularis, atau
femoralis. Akses juga dapat berupa pembuluh darah buatan yang menyambungkan
vena dengan arteri yang disebut Arterio Venousus Fistula/Cimino (Pernefri, 2003;
Daugirdas, 2007).
5. Quick of blood, adalah banyaknya darah yang dapat dialirkan dalam satuan
menit dan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi bersihan ureum.
sehingga bersihan ureum juga meningkat. Dasar pengaturan kecepatan aliran (Qb)
rata-rata adalah 4 kali berat badan pasien. Qb yang disarankan untuk pasien yang
F . Adekuasi hemodialisis
direkomendasikan untuk mendapat hasil yang adekuat pada pasien gagal ginjal
dilakukan. Hemodialisis yang adekuat akan memberikan manfaat yang besar dan
memungkinkan pasien gagal ginjal tetap bisa menjalani aktivitasnya seperti biasa.
Terdapat hubungan yang kuat antara adekuasi hemodialisis dengan morbiditas dan
338 pasien hemodialisis di Iran, dan dari hasil penelitian disimpulkan bahwa
bersihan urea yang tidak optimal pada hemodialisis yang tidak adekuat akan
seperti bersihan ureum yang tidak optimal, waktu dialisis yang kurang, dan
mengemukakan bahwa adekuasi dipengaruhhi oleh tipe akses vaskular, blood flow
(Qb), dialyzer urea cllearance, dan waktu dialisis. Li (2000) mengemukakan hasil
jenis membran dialisis, blood flow (Qb), dan dialyzer clereance. Dewi (2010)
Penelitian ini menyebutkan tidak ada hubungan yang bermakna antara usia, jenis
Daugirdas, 2007)
lama waktu tiap kali hemodialisis adalah 5-6 jam, sedangkan bila dilakukan 3
26
kali/minggu maka waktu tiap kali hemodialisis adalah 4-5 jam. Lama waktu
hemodialisis dilakukan 3 kali/minggu dengan durasi 4-5 jam setiap sesi, akan
3. Quick of Blood (Blood flow), adalah besarnya aliran darah yang dialirkan
Kecepatan aliran darah (Qb) rata-rata 4 kali berat badan pasien, ditingkatkan
menuju dan keluar dari dialiser yang dapat mempengaruhi tingkat bersihan yang
dicapai, sehingga perlu diatur sebesar 400-800 ml/menit dan biasanya sudah
diselesaikan dengan jenis atau merk mesin. Daugirdas (2007) menyebutkan bahwa
pencapaian bersihan ureum yang optimal dapat dipengaruhi oleh kecepatan aliran
darah (Qb), kecepatan aliran dialisat (Qd), dan koefisien luas permukaan dialiser.
dialiser untuk membersihkan darah cairan dan zat terlarut, dan besarnya klirens
27
dipengaruhi oleh bahan, tebal, dan luasnya membran. Luas membran berkisar
antara 0,8-2,2 m2. KoA merupakan koefisien luas permukaan transfer yang
diperlukan KoA yang tinggi diimbangi dengan Qb yang tinggi pula antara 300-
6. Tipe akses vascular, yaitu akses vaskular cimino (Arterio Venousa Shunt)
vaskular cimino yang berfungsi dengan baik akan berpengaruh pada adekuasi
hemodialisis.
antara kompartemen dialisis (Pd) dan kompartemen darah (Pb) yang diperlukan
agar terjadi proses ultrafiltrasi. Nilainya tidak boleh kurang dari 50 dan Pb harus
lebih besar daripada Pd serta dapat dihitung secara manual dengan rumus :
menghitung Kt/V yang merupakan rasio dari bersihan urea dan waktu
28
hemodialisis dengan volume distribusi urea dalam cairan tubuh pasien (Eknoyan,
sebagai berikut :
BB post dialisis
Keterangan :
K : Klirens dialiser yaitu darah yang melewati membran dialiser dalam mL/menit
V : Volume cairan tubuh dalam liter (laki-laki 65% BB/berat badan dan wanita
Selain rumus Kt/V, adekuasi HD dapat dihitung dengan rumus URR. URR
mengukur jumlah reduksi ureum pasien HD dari pre HD sampai post HD, dengan
adekuasi hemodialisis dapat dicapai dengan jumlah dosis hemodialisis 10-12 jam
perminggu yang diberikan 2-3 kali perminggu dengan lama HD antara 4-5 jam
perkali HD. Target Kt/V yang ideal pada pasien yang menjalani hemodialisis 3
29
kali/minggu diberi target Kt/V 1,2 (URR 65%) sedangkan pasien yang menjalani
minimal 1,2 (URR 65%) dengan target adekuasi 1,4 (URR 70%).
hemodialisis diukur secara berkala setiap bulan sekali atau minimal setiap 6 bulan
sekali. Secara klinis hemodialisis dikatakan adekuat bila tidak ada manifestasi
G. Kerangka Teori
PGK
- Adekuasi
hemodialisis
(adekuasi: tipe
CRP akses vascular,
waktu dialisis, jarak
interdialisis, Quick
of blood, Quick of
dialyzer, klirens
dialiser, jenis
membran)
Outcome pasien - Karakteristik pasien
(Usia, jenis
Hospitalisasi events
kelamin, lama
Morbiditas menjalani terapi,
konsumsi obat)
Rehabilisasi
Mortalitas - Status kesehatan
(Anemia)
Kualitas Hidup
H. Kerangka Konsep
Adekuasi hemodialisis
Kadar CRP < 5
Variabel Perancu
- Usia
- Jenis kelamin
- Kadar Hb
- Quick of blood
- Durasi hemodialisis
I. Hipotesis
Hipotesis : ada perbedaan kadar marker inflamasi (C- reactive protein) antara
BAB III
METODE PENELITIAN
rancangan studi potong lintang pada pasien gagal ginjal kronik yang menjalani
mengukur kadar CRP terhadap adekuasi hemodialisis pada pasien gagal ginjal
C. Subyek Penelitian
Subyek yang mengikuti penelitian ini adalah penderita gagal ginjal kronik
stabil yang menjalani hemodialisis rutin di Instalasi dialisis RSUP dr. Sardjito
Yogyakarta.
gagal ginjal kronik yang rutin menjalani hemodialisis 2 kali per minggu dan
minimal telah menjalani selama tiga bulan, kesadaran kompos mentis, mampu
penyakit kardiovaskular, BMI < 20 kg/m2 dan > 30 kg/m2, Hb< 7 mg/ml serta
D. Variabel Penelitian
penelitian ini yang menjadi variabel bebas adalah adekuasi hemodialisis. Variabel
terikat adalah variabel yang dipengaruhi oleh variabel lain, dalam penelitian ini
yang menjadi variabel terikat adalah kadar CRP (kontrol infeksi dan kontrol
inflamasi).
E. Definisi Operasional
Faktor Perancu
( Imelda,2017)
35
( Imelda,2017)
G. Protokol Penelitian
1. Pasien yang menjadi subyek penelitian adalah pasien gagal ginjal kronik
fisik dan pemeriksaan penunjang lainnya yang berkaitan dengan faktor prediksi
hemodialisis.
Protokol Penelitian
meng
Inform consent
Analisis
39
H. Besar Sampel
n
Z1 / 2 2 P1 P Z1 P11 P1 P21 P22
P1 P 22
Keterangan :
- n = besar sampel
(Septiwi, 2010) dan P1-P2 adalah 20%, maka jumlah sampel dalam penelitian ini
adalah :
N = 49
40
penelitian.
a Data Primer
Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari sumber data, yaitu
dengan pengisian kuesioner oleh responden yang dilakukan secara langsung oleh
b Analisa Data
variabel penelitian:
menentukan nilai mean, standar deviasi, nilai minimal maksimal, dan Confidence
interval.
nilai p ≤ α maka hipotesis diterima/gagal ditolak, yang artinya tidak ada hubungan
antara kedua variabel (Hastono, 2007). Analisis bivariat yang digunakann dalam
penelitian ini adalah Chi-Square dan Fisher Exact test jika ada sel kurang dari 5.
K. Pertimbangan Etik
no.: KE/FK/ 0760/ EC/ 2019 serta ijin dari Direktur RSUP Dr. Sardjito
Yogyakarta.
42
BAB IV
A. HASIL PENELITIAN
untuk mengukur dan menganalisa ureum pre dan post hemodialisis dan kadar C –
reactive protein pada pasien Gagal Ginjal Kronik yang menjalani hemodialisis
rutin. Subyek penelitian sebesar 49 orang penderita gagal ginjal kronik di RSUP
Dr. Sardjito. Dari hasil pemeriksaan didapatkan dua kelompok penelitian, yaitu
dari 9 orang pasien yang terperiksa adekuat hemodialisis dan 35 pasien yang
Dari 49 orang penderita gagal ginjal kronik yang memenuhi kriteria untuk
dilakukan pemeriksaan ureum pre dan post hemodialisis serta pemeriksaan kadar
menolak diperiksa, 2 orang penderita tidak datang dan 1 orang penderita rawat
inap. Waktu penelitian dimulai dari April 2019 sampai Juli 2019.
Dalam bab ini peneliti juga akan menguraikan hasil penelitian yang telah
dilakukan meliputi analisis univariat dan bivariat yang meliputi analisis variabel
protein), dan potensial konfonder yang terdiri dari karakteristik responden jenis
kelamin, usia, status pekerjaan, tingkat pendidikan, hipertensi, BMI, anemia dan
Karakteristik n (%)
Jenis Kelamin Laki- laki 28 (63,8)
Perempuan 16 (36,4)
Usia < 40 Tahun 8 (18,2)
40-49 tahun 6 (13,6)
≥ 50 tahun 30 (68,2)
Pekerjaan PNS 4 (9,1)
Wiraswasta 11 (25,0)
Tidak Bekerja 17 (38,6)
Pensiunan 11 (25,0)
Petani 1 (2,3)
Pendidikan Dasar 12 (27,3)
Menengah 13 (29,5)
Tinggi 19 (43,2)
Hipertensi Tidak 21 (47,7)
Ya 23 (52,3)
BMI Overweight 15 (34,1)
Normal 29 (65,9)
Anemia Tidak 6 (13,6)
Ya 38 (86,4)
Akses Vascular Cimino 43 (97,7)
Non Cimino 1 (2,3)
sebesar 43,2%, dan yang berpendidikan dasar (SD dan SMP) sebesar 27,3%.
44
Responden yang masih aktif bekerja sebesar 61,4% dan yang tidak bekerja
4,5 jam (54,5%) dan 4 jam (20,5%). Lebih dari separuh pasien tidak hipertensi
(52,3%). Sebagian besar pasien memiliki BMI normal (65,9%). Sebesar 86,4%
responden anemia dan sebagian kecil yang tidak anemia (13,6%). Sebagian besar
reponden sudah terpasang cimino (97,7%) dan 2,3% yang belum menggunakan
cimino.
45.50%
54.50%
besar 79,5% responden tidak adekuat hemodialisis dan sisanya 20,5% dapat
20.50%
79.50%
protein di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Bulan April - Juli 2019 (n = 44)
CRP
Normal<5 Tinggi≥5 p OR (CI 95%)
n (%) n (%)
Adekuasi Adekuat (>1,8) 6 (66.7) 3 (33.3) 0,477 1,89 (0,41-8,78)
Tidak adekuat <1,8 18 (51.4) 17 (48.6)
Fisher exact test
46
responden yang mencapai adekuasi mempunyai peluang sebesar 1,89 kali dengan
mencapai adekuasi .
IV.B. PEMBAHASAN
Pada bagian ini penulis akan membahas mengenai hasil penelitian yang
keterbatasan penelitian.
jelas, tetapi dari penelitian sebelumnya disebutkan bahwa toksin dari ureum,
sitokin pro inflamasi, stress oksidatif, infeksi terutama dari akses dialisis, faktor
komorbid dan sistem imun serta overload cairan. Inflamasi kronis di nilai dari
dengan kadar C- reactive protein yang tinggi dan 17 orang (85,0%) responden
tinggi. Analisis lebih lanjut pada alpha 5% terdapat hubungan yang tidak
responden yang telah mencapai adekuasi mempunyai peluang sebesar 1,89 kali
dengan kadar C- reactive protein yang normal dibandingkan responden yang tidak
lebih tinggi pada kelompok dengan Kt/V ≥ 3,6 dibandingkan dengan kelompok
Kt/V ≤ 3,6 (r= - 0,212 p= 0,032). Selain itu dilaporkan beberapa penelitian
menjalani hemodialisis rutin dalam jangka waktu yang lama, tetapi tidak ada
reactive protein dan Kt/V pada pasien gagal ginjal kronik yang menjalani
hemodialisis yang adekuat, inflamasi kronis tidak ditemukan. Hal ini dapat
ureum dan sitokin pro inflamasi, dan yang kedua menjaga volume cairan di dalam
tubuh agar tidak overload yang berkontribusi pada inflamasi kronis, serta yang
Penggunaan membran high flux telah digunakan pada semua pasien dalam
penelitian ini. Penggunaan membran high flux saat dialisis dapat meningkatkan
protein inflamasi, β2 mikroglobulin (β2M), dan lipoprotein. Hal ini mungkin dapat
bersihan β2M selama periode pemantauan lebih besar pada high flux
49
dibandingkan low flux yaitu secara berturut-turut sebesar 33,8 (SB 11,4) ml/menit
High flux dialyzer adalah suatu metode dialisis yang efisien dan merupakan
berdaya hisap tinggi pada mesin hemodialisis. Tidak seperti low flux dialiyzer,
yang hanya menyaring toksin melalui dispersi, high flux dialyzer dapat menyaring
zat terlarut melalui 3 cara: dispersi, konveksi, dan adsorpsi. Dialyzer high flux
dengan daya saring difusi yang tinggi dan adanya membran polimer dengan
dan molekul besar serta partikel- partikel terlarut kecil ( Karkar et al,2015).
inflamasi yang berukuran sangat besar sehingga tidak dapat disaring oleh dialyzer
low flux konvensional karena batas ukuran pori membran. High flux dialyzer juga
( Abe et al, 2017). Pemakaian dialyzer high flux dapat mengurangi aktivasi
komplemen dan reaksi inflamasi pasien, pada saat yang sama juga, dapat
menurunkan kadar toksin molekul sedang dan besar, sedang secara in vivo dapat
menghambat ekspresi tinggi IL-6 dan TNF-α, dan menurunkan sintesis CRP; (2)
langsung menghilangkan IL-6, TNF-α, CRP dan toksin molekul besar dan
paratiroid serum.
menggunakan dialyzer High flux dan dialyzer low flux selama 6 bulan terhadap
efek CRP. Awal penelitian kadar CRP pada kelompok perlakuan lebih tinggi
dialyzer High flux kadar CRP lebih rendah dibandingkan kelompok dialyzer low
peran komplemen dan aktivasi leukosit. Sebagian besar membran sintetis dapat
marker inflamasi (CRP) selama 6 bulan yang diteliti setelah efek pergantian
dialyzer low flux ke high flux pada pasien yang dirawat di 39 pusat hemodialisis
di Spanyol. Kriteria inklusi untuk penelitian ini adalah pasien PGK yang
51
menjalani hemodialisis rutin dengan dialyzer low flux selama setidaknya enam
bulan sebelum beralih ke dialyzer high flux. Dari 1.543 pasien yang terdaftar
dalam penelitian ini antara tahun 2000 dan 2001, 1.046 pasien dianalisis.
Sebanyak 497 pasien dikeluarkan karena tidak ter follow up. Hasil penelitian
inflamasi (CRP).
dialyzer high flux, terhadap marker inflamasi dan profil lipid pada pasien
hemodialisis. Penggunaan membran polisulphone low flux dan high flux memiliki
efek yang sama yaitu penurunan marker inflamasi ( CRP). Penelitian El-Wakil et
al. mengamati efek hemodialisis High flux dan low flux terhadap β₂
protein karbonil.
trial ingin membuktikan dializer high-flux dapat memperbaiki anemia renal dan
anemia yang berhubungan dengan marker inflamasi, stres oksidatif dan status
lebih superior dilihat dari kadar hemoglobin, marker inflamasi, stres oksidatif,
dan status gizi. Data ini tidak mendukung hipotesis bahwa peningkatan
Penelitian dari Chu et al, 2008 menjelaskan bahwa responden yang menjalani
sintetik tidak memberikan hasil lebih baik untuk efek anti inflamasi atau anti
Sejak 1 Januari 2019 instalasi dialisis RSUP Dr. Sardjito menggunakan dialyzer
high flux. Hal ini mungkin dapat menerangkan bahwa hasil pemeriksaan CRP
perbedaan yang tidak bermakna. Pada penelitian ini juga sudah menggunakan
dialyzer high flux single use yang menurunkan risiko infeksi dan penggunaannya
untuk pasien yang menjalani hemodialisis 2 kali/minggu adalah 1,8 dan 1,2 untuk
dengan Kt/V 1,2. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa hanya 20,5%
responden yang dapat mencapai adekuasi minimal dengan Kt/V≥1,2 sesuai yang
53
direkomendasikan oleh K/DOQI, akan tetapi belum dapat mencapai target yang
ditetapkan oleh Pernefri. Hal yang sama juga ditemukan dalam penelitian Dewi
adalah 1,22.
hanya perburukan dari simptom azotemia tetapi juga peningkatan morbiditas dan
mortalitas. Hal ini sesuai dengan penelitian Ahmad dan Cole yang secara
berkisar 1,93 hari per tahun dibandingkan dengan Kt/V 1,29 ± 0,12 tanpa
hospitalisasi.
Faktor Quick of blood dan akses vaskular juga memegang peranan penting
yang optimal untuk meningkatkan kelancaran laju aliran darah (Qb) sehingga
bersihan ureum dalam darah juga makin optimal. Responden dalam penelitian ini
hanya 97,7% yang sudah dipasang Cimino dan Qb responden berkisar antara 200-
berkisar antara 168 mL/menit sampai dengan 340 mL/menit Pengaturan dan
dalam dialiser melalui akses vaskular yang berkisar antara 200-600 ml/menit yang
Keterbatasan Penelitian
a.Pemilihan sampel
adekuasi hemodialisis.
b.Penggunaan dialiser
dialiser high flux tanpa membedakan jenis membran dan hanya 1 jenis koefisien
ultrafiltrasi 1,3 (Kuf). Peneliti juga mengabaikan nilai koefisien luas permukaan
pasien.
a.Pelayanan Medis
Reactive Protein pasien hemodialisis, sehingga dapat dijadikan dasar bagi dokter
adekuasi, dimana hal itu merupakan cerminan kualitas unit hemodialisis dan mutu
kedokteran yang berfokus pada CRP dan pencapaian adekuasi hemodialisis untuk
Riset Penelitian
Hasil penelitian ini dapat menjadi dasar bagi penelitian selanjutnya yang
BAB V
V.1. SIMPULAN
tidak ada perbedaan yang bermakna antara adekuasi hemodialisis dengan kadar C-
V. 2. SARAN
Protein pada responden yang menjalani hemodialisis rutin sesuai dengan sample
size, populasi yang lebih homogen, dan mengevaluasi kontrol volume, status
(10-15 jam/minggu).
57
DAFTAR PUSTAKA
Suwitra, Ketut. 2014. Gagal Ginjal Kronik dalam Buku ajar ilmu penyakit dalam.
edisi ke-4. Jilid I. Jakarta : Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam
Indonesia.
Tielemans C, Husson C, schurmans T., 1996. Effect of Ultrapure and non- steril
dialysate on the inflammatory respon during in vitro hemodialysis.
International Society of Nephrology.; 49 (1):236-43.
61
Tsirpanlis, G., 2005. The pattern of inflamatio and a potential new clinical
meaning and usefullness of C-reactive protein in end stage renal failure
patients. Kidney blood Press Res 28 : 55-61.
Vincenzo Panichi, M.D., Massimilliano Migliori, M.D., Stefano De Pietro, M.D.,
Daniele Taccola, M.D., Maria Rita Matelli Ph.D., Luca Giovannini, M.D., et
al., 2001. C-Reactive Protein in Patient With Chronic Renal disease. Renal
Failure, London: Informa Healthcare, 23 (3&4) : 551-562.
Wasse. 2007. Association of initial hemodialysis vascular Acces with Quality of
Life. http://cjasn.asnjournals.org.
Weihong W., Zhengcong D., Longqian Li., Jie Li., Xueqin Jin.,2016. Association
of hyper-sensitive C-reactive protein with arterial stiffness and endothelial
function in patients with hyperlipidemia., Xinjiang China; School of
Medicine, Jianghan University, Wuhan 430056, Hubei, China., Int J Clin
Exp Med., ;9(12):23416-2342.
Weinhold B, Bader A, Valeria POLI, Rütehr U., 1997. Interleukin-6 is necessary,
but not sufficient, for induction of the human C-reactive protein gene in
vivo. Biochem J 325(3):617–21. doi:10.1042/bj3250617.
Zadeh, K., & Kople, J.D., 2006. Inflammation in Renal Insufficiency. Up to Date
14.3.
Zietz., B., Herfarth, H., Paul, G., 2003, Adiponectin Represents as Independent
Cardiovascular Risk Factor Predicting Serum HDL Cholesterol Level in
Type 2 Diabetes, FEBS Lett: 545: 103-4.
62
LAMPIRAN
LAMPIRAN 1
Saya, Sutriono dari Program Studi Spesialis I Ilmu Penyakit Dalam Fakultas
kadar CRP pada pasien dengan gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisis
Saya mengajak Anda untuk ikut serta dalam penelitian ini. Penelitian ini
Anda bebas memilih keikutsertaan anda dalam penelitian ini tanpa paksaan. Bila
Anda sudah memutuskan mengikuti penelitian ini, Anda juga bebas meminta
untuk mengundurkan diri / berubah pikiran setiap saat tanpa dikenai denda
B. Prosedur Penelitian
penelitian ini.
tertulis di atas. Bila ada yang belum jelas, Anda bisa bertanya lebih lanjut kepada
peneliti.
D. Manfaat
Bagi bidang pendidikan, penelitian ini dapat digunakan sebagai salah satu sumber
informasi untuk penyelenggaraan penelitian lainnya dengan metode yang baik dan
kronik pada pasien gagal ginjal yang menjalani hemodialisis rutin. Bidang
penelitian selanjutnya.
E. Kerahasiaan
dirahasiakan dan hanya akan diketahui oleh peneliti. Hasil penelitian akan
G. Pembiayaan
Semua biaya yang terkait penelitian akan ditanggung oleh peneliti tanpa ada pihak
sponsor tertentu.
H. Kompensasi
I. Informasi tambahan
Anda diberi kesempatan untuk menanyakan semua hal yang belum jelas
Fakultas Kedokteran UGM (Telp. 9017225 dari lingkungan UGM) atau 0274-
Yogyakarta, 2019
Peneliti
(Sutriono)
66
LAMPIRAN 2
INFORMED CONSENT
Nama :
Umur :
Menyatakan bahwa :
2. Setelah saya memahami penjelasan tersebut, dengan penuh kesadaran dan tanpa
paksaan dari siapapun bersedia ikut serta dalam penelitian ini dengan kondisi :
a. Data yang diperoleh dari penelitian ini akan dijaga kerahasiaannya dan hanya
digunakan untuk kepentingan ilmiah
b. Apabila saya inginkan, saya boleh memutuskan untuk keluar/tidak berpartisipasi
lagi dalam penelitian ini tanpa menyampaikan alasan apapun.
Yogyakarta, Juli 2019
(…………………………..) (……………………………….)
67
Lampiran 3
POTENSIAL PENGGANGGU
Lampiran 4
ADEKUASI HEMODIALISIS
BB post
HD
HD HD