Anda di halaman 1dari 10

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Selain menjadi negara dengan pulau terbanyak, Indonesia juga memiliki garis pantai
terpanjang nomor dua di dunia (setelah Kanada), dengan panjang 99.093 kilometer, telah
bertambah dari sebelumnya sekitar 91.000 kilometer, dengan garis pantai yang panjang tersebut
hampir semua pesisir kepulauan indonesia memiliki ekosistem hutan mangrove. Hutan mangrove
merupakan komunitas vegetasi pantai tropis, yang didominasi oleh beberapa spesies pohon
mangrove yang mampu tumbuh dan berkembang pada daerah pasang-surut pantai berlumpur.
Komunitas vegetasi ini umumnya tumbuh pada daerah intertidal dan supratidal yang cukup
mendapat aliran air, dan terlindung dari gelombang besar dan arus pasang-surut yang kuat.
Karena itu hutan mangrove banyak ditemukan di pantai-pantai teluk yang dangkal, estuaria, delta
dan daerah pantai yang terlindung.

Ekosistem Hutan Mangrove memiliki banyak manfaat, dari segi Ekologi akan mengurangi
dampak Abrasi pesisir, mengurangi angin yang bertiup dari laut dan menjadi benteng pertaman
kita mungkin akan terjadi bencana Tsunami. Manfaat ekonomi yang sering diambil bagian
batang dari Avicennia spp. sebagai bahan pembuatan arang atau untuk bahan bangunan, namun
manfaat ekonomi yang demikian merusak dari ekosistem hutan mangrove seperti yang banyak
terjadi di pesisir utara jawa, palembang, kalimantan, sulawesi, papua. Untuk mendapatkan
manfaat ekonomi tidak harus dengan menebang, tetapi dengan menjaga dan merawat kita akan
dapat manfaat ekonomi seperti buah dari api-api ini dijadikan tepung sebagai bahan makanan,
sebagai bahan pewarna batik untuk jenis Rhizophora spp. dan yang paling terkini yaitu eduwisata
atau eduekowisata susur ekosistem hutan mangrove yang saat ini mulai menggeliat di beberapa
daerah. Pemanfaatan berbagai jenis tumbuhan mangrove (terutama jenis pohon dari marga
Rhizophora, Bruguiera, Avicennia dan Sonneratia) secara tradisional oleh masyarakat pesisir di
Indonesia telah lama berlangsung sejak beberapa abad yang lalu. masyarakat pesisir di Indonesia
sudah sejak lama memanfaatkannya secara tradisional untuk memenuhi kebutuhan pangan dan
obat-obatan.

Salah satu tipe hutan yang berperan penting sebagai penyanggah ekosistem di pesisir
pantai dan memiliki nilai ekonomis yang cukup tinggi adalah hutan mangrove karena dapat
1
dimanfaatkan kayunya untuk bahan bangunan, meubel, arang/bahan bakar, bahan baku kertas
dan lain-lain. Selain itu merupakan habitat tempat berkembang biaknya ikan, udang, biota laut
serta jenis binatang lainnya. Sedangkan kulit batangnya dimanfaatkan sebagai bahan penyamak
kulit. Data dari Dinas Perikanan dan Kelautan (2004) Kalimantan Selatan memiliki wilayah
hutan mangrove seluas 18.459,11 ha yang tersebar di 5 Kabupaten, yaitu Kotabaru seluas
9.117,90 ha, Tanah Bumbu seluas 3.651,21 ha, Tanah Laut seluas 2.550,00 ha, Kabupaten Banjar
seluas 65,00 ha dan Barito Kuala seluas 3.105,00 ha. Pohon Api-api (Avicennia marina Vierh)
merupakan salah satu jenis yang mendominasi hutan mangrove. Jenis ini memiliki sistem
pengenceran (dilusi) dengan menyimpan banyak air untuk mengencerkan konsentrasi logam
berat dalam jaringan batangnya sehingga jenis ini dapat dikembangkan sebagai pengendali
pencemaran logam. Menurut informasi masyarakat sekitar hutan mangrove bahwa getah dari
pohon Api-api yang menempel di bagian kulit batangnya dapat digunakan sebagai obat penjarang
kehamilan dengan cara menelan getahnya secara langsung.

B. Tujuan

Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah diharapkan dapat memberikan informasi secara
kualitatif kandungan dari senyawa aktif getah pohon Api-api serta manfaatnya jika dibuat
menjadi sediaan farmasi.

2
BAB II

PEMBAHASAN
A. Metode Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Dasar Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam Universitas Lambung Mangkurat Banjarbaru untuk menganalisis secara
kualitatif senyawa aktif dari getah pohon Api-api.
Peralatan yang digunakan adalah : Neraca/Timbangan(untuk menimbang ba-han uji), tabung
reaksi (untuk melarutkan sampel), water bath (untuk memanaskan sampel), hot plate (untuk
menguapkan etanol), plastik kecil (untuk menampung getah pohon Api-api), cutter (untuk
mengambil sampel dari pohon), penjepit, gelas ukur, labu Erlenmeyer, gelas Bekker, pipet tetes
dan pipet hisap, kertas saring, corong, tabung film, wrap kling (plastik penutup), oven, desikator,
kamera untuk dokumentasi dan alat tulis menulis.
Bahan penelitian yang digunakan adalah getah basah dan getah kering dari pohon Api-api
(Avicennia marina Vierh) yang berdiameter 10 – 20 cm. Bahan-bahan kimia yang digunakan
adalah: khloroform (CHCl3), amoniak (NH3), asam Sulfat (H2SO4) 2 N (normalitas), asam Sulfat
(H2SO4) pekat, etanol (C2H5OH) 95 %, asam Klorida (HCl) 1 %, asam Klorida (HCl) pekat,
natrium Hidroksida (NaOH) 1 N (normalitas), serbuk Magnesium (Mg), asam asetat glasial,
aquadest, pereaksi meyer, Wegner dan Dragendor.
Untuk mengetahui pengaruh keadaan getah (basah dan kering) terhadap produksi, kadar
ekstraktif dan kandungan senyawa aktifnya, digunakan rancangan acak lengkap dengan 3
ulangan. Bentuk umum dari percobaan Rancangan Acak Lengkap (RAL) menurut Hanafiah
(1997) adalah sebagai berikut :
Yij = µ + δi + ∈ ij
Dimana :
Yij = Nilai pengamatan yg ditimbulkan adanya pengaruh perlakuan ke-i dan ulangan ke-j
µ = Nilai rataan (mean) harapan
δi = Pengaruh perlakuan ke –i
∈ij = Pengaruh sisa yang terjadi pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j
i = Perlakuan (i =1,2)
j = Ulangan (j = 1,2, 3)
B. Hasil
1. Produksi
Hasil perhitungan produksi getah pohon Api-api (Avicennia marina Vierh) dalam keadaan
basah dan kering dengan jumlah ulangan sebanyak 3 pohon yang berdiameter 10 – 20 cm dapat
dilihat pada Tabel 1sebagai berikut :

3
Tabel 1. Hasil rata-rata produksi (gram) getah pohon Api-api (Avicennia marina Vierh) dalam keadaan
basah dan kering
Keadaan Ulangan Jumlah Rata-Rata
1 2 3 (gram) (gram)
Getah
Basah 33,4 25,6 31,5 90,5 30,17
Kering 6,7 5,5 3,7 15,9 5,3
Berdasarkan Tabel 1 kemudian dilakukan analisis sidik ragam pengaruh perlakuan terhadap
produksi getah dengan variasi getah basah dan getah kering pada pohon Api-api ( Avicennia
marina Vierh) pada diameter 10 -20 cm dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Daftar analisis sidik ragam pengaruh perlakuan getah pohon Api-api (Avicennia marina
Vierh) dalam keadaan basah dan kering
Sumber Derajat Jumlah Kuadrat F Hitung F Tabel
Keragaman Setengah 5% 1%
Bebas Kuadrat
Perlakuan T-1=1 927.527 927.527 98.1249 7.71 21.20
Galat T(r-1)=4 37,647 9.41175
Total (t.r-1)=5 965.174
Koefisien Keragaman yang didapatkan berdasarkan tabel diatas adalah 17,30%.
Berdasarkan hasil dari analisis sidik ragam pengaruh perlakuan didapatkan bahwa F hitung lebih
besar daripada F tabel 1 dan 5 % berarti pengaruh perlakuan terhadap keadaan getah basah dan
kering sangat berpengaruh nyata. Berdasarkan hasil perhitungan koefisien keragaman yang
didapatkan adalah 17,30 % hal ini berarti uji lanjutan yang dilakukan adalah uji beda nyata
terkecil. Seperti yang terlihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Hasil uji beda produksi getah basah dan getah kering pohon Api-api (Avicennia marina
Vierh)
Keadaan Getah Rata-Rata (%)
Basah(H0) Kering (H1)
Basah(H0) 30,17 -
Kering (H1) 5,5 24,87** -
BNT (5%) = 5,12
BNT (1%) = 8,48
Keterangan : ** = Berbeda sangat nyata

2. Kandungan Kimia
a. Kadar Ekstraktif

4
Berdasarkan hasil perhitungan kadar ekstraktif getah pada pohon Api-api (Avicennia
marina Vierh) dalam keadaan basak dan kering pada diameter 10 -20 cm dengan jumlah ulangan
sebanyak 3 kali dapat dilihat pada Tabel 4 berikut ini :
Tabel 4. Hasil rata-rata kadar ekstraktif (%) getah pohon Api-api (Avicennia marina vierh) dalam keadaan
basah dan kering
Keadaan Ulangan Jumlah Rata-rata (%)
1 2 3
Getah
Basah 44,8 48,8 48,8 142,4 47,67
Kering 10 14 13,6 37,6 12,53
Berdasarkan Tabel 4 kemudian dilakukan analisis sidik ragam untuk mengetahui
pengaruh perlakuan terhadap keadaan getah dengan variasi getah basah dan getah kering pada
Pohon Api-api pada diameter 10-20 cm dapat dilihat pada Tabel 5 berikut:

Tabel 5. Daftar analisis sidik ragam pengaruh perlakuan getah pohon Api-api (Avicennia marina Vierh)
dalam keadaan basah dan kering.
Sumber Derajat Jumlah Kuadrat F Hitung F Tabel
Kuadrat Tengah 5% 1%
Keragaman Bebas
Perlakuan T-1=1 1830.507 1830.507 359.39267 ** 7.71 21.20
Galat T(r-1)=4 20.373 5.0935
Total (t.r-1)=5 1850.88
Koefisien Keragaman yang didapatkan berdasarkan tabel diatas adalah 7.52 %.
Berdasarkan hasil analisis sidik ragam pengaruh perlakuan terhadap keadaan getah basah
dan kering didapatkan F Hitung lebih besar dibandingkan dengan F Tabel 1 % dan 5 % berarti
pengaruh perlakuan terhadap keadaan getah basah dan kering sangat berpengaruh nyata sehingga
perlu dilakukan uji lanjutan. Berdasarkan perhitungan nilai koefisien keragaman yaitu 7,52 %,
maka uji lanjutan yang dilakukan adalah uji beda nyata terkecil seperti yang terlihat pada Tabel
6.
Tabel 6. Hasil uji beda getah basah dan getah kering pohon Api-api (Avicennia marina Vierh)
Keadaan Getah Rata-Rata (%) Nilai Beda
Basah (H0) Kering (H1)
Basah (H0) 47,67 -
Kering (H1) 12,53 35,52** -
BNT (5%) = 5,12
BNT (1%) = 8,48
Keterangan : ** = Berbeda sangat nyata

b. Analisis Fitokimia

5
Berdasarkan hasil analisis senyawa kimia yang dilakukan dengan melakukan pengujian
fitokimia dapat ditabelkan dengan teknik skoring seperti yang terlihat pada Tabel 7. Untuk
penulisan tabel hasil pengamatan senyawa kimia yang diamati apabila ditemukan maka ditandai
dengan (+) apabila senyawa kimia yang diamati tidak ditemukan maka ditandai dengan (-).
Tabel 7. Rancangan tabulasi data hasil uji kandungan senyawa kimia
No. Keadaan Ulangan Kandungan Senyawa Fitokimia
A F S St T Q
Getah
1. Getah 1 + + - - - +
2 + - - - - -
Basah
3 + + - - - +
2. Getah 1 - + + - - +
2 - + + - - +
Kering
3 - + + - - +
Keterangan :
A : Alkoloid F : Flavonoid S : saponin
St : SteroidT : Triterpenoid Q : Quinon.
- = Tidak mengandung senyawa kimia

C. Pembahasan
1. Produksi
Rata-rata setiap pohon Api-api menghasilkan getah basah 30,17 gram dan getah kering
sebanyak 5,3 gram. Namun tidak semua pohon dapat menghasilkan getah, pohon yang
menghasilkan getah hanya yang berdiameter 10 sampai 20 cm, berkulit mulus, sedikit beralur
dan berwarna cokelat muda kehijauan. Pohon Api-api yang mempunyai kulit kasar, berwarna
cokelat tidak lagi menghasilkan getah.
Tingginya produksi (berat) getah basah dibanding getah kering disebabkan oleh beberapa
faktor, antara lain kadar air. Kadar air pada getah basah lebih banyak dibandingkan pada getah
kering, sehingga beratnya menjadi lebih besar. Selain itu, getah tersebut mudah sekali meleleh
jika terkena air hujan, sehingga getah-getah tersebut banyak yang larut (menetes) ke bawah
pohon. Getah kering yang berhasil diperoleh hanya getah yang masih menempel pada pohon saat
terjadi proses kelarutan tersebut.
Produksi getah yang dihasilkan berkisar antara 30 sampai 40 gram pada pohon yang
sebagian getahnya dijadikan sampel uji, yang berarti bahwa getah pohon Api-api (Avicennia
marina Vierh) berpotensi dijadikan sebagai pohon penghasil getah yang dibudidayakan, dan
dapat dimanfaatkan sebagai obat-obatan tradisional, terutama sebagai obat penjarang kehamilan

6
karena mengandung alkoloid yang dapat menekan sekresi hormon reproduksi yang diperlukan
untuk berlangsungnya spermatogenesis.

2. Kandungan Kimia
a. Kadar Ekstraktif
Hasil pengujian yang telah dilakukan (Tabel 4) menunjukkan bahwa kadar ekstraktif yang
ada pada getah basah (47,67 %) lebih banyak dibandingkan dengan kadar ekstraktif yang ada
pada getah kering (12,53 %). Berdasarkan hasil analisis sidik ragam ragamnya (Tabel 5),
keadaan getah tersebut sangat berpengaruh nyata terhadap kadar ekstraktif yang dihasilkan.
Tingginya kadar ekstraktif getah basah kemungkinan disebabkan oleh menguapnya
beberapa jenis ekstraktif tertentu saat getah tersebut mengering, atau beberapa zat ekstraktif
tertentu telah terlarut ketika getah tersebut meleleh terkena air hujan. Terjadinya proses oksidasi
pada getah kering diduga ikut menyebabkan berkurangnya kandungan zat ekstraktifnya. Jika
dibandingkan dengan skreening hasil uji kandungan kimia (seperti yang tertera pada Tabel 7)
komponen kimia yang hilang saat getah mengering tersebut adalah alkaloid, dimana pada Tabel 7
terlihat bahwa komponen kimia alkaloid tidak ditemukan lagi pada getah kering.
b. Senyawa Kimia (Fitokimia)
Berdasarkan hasil skreening fitokimia, komponen senyawa aktif yang ditemukan pada
getah kering dan getah basah mempunyai kandungan senyawa yang berbeda, getah basah
mengandung tiga senyawa yang terdiri dari alkoloid, quinon, dan flavonoid dan getah kering
mengandung tiga senyawa aktif yaitu saponin, quinon, dan flavonoid.
Kandungan senyawa aktif yang berbeda adalah alkoloid yang terdapat pada getah basah
dan dapat digunakan sebagai Alat perangsang (stimulan) pada sistem syaraf autonom, bahan
analgesik, bahan insektisida, dan bahan anti kanker. Senyawa alkoloid yang berupa reseprine,
deseprine, anjamin, terpentin dan rescinnanine berkhasiat untuk memperlancar aliran darah
melalui jaringan dan organ, sebagai antikermik, sedatif dan hipotensif. Senyawa alkaloid
memiliki efek fisiologis yang kuat sehingga telah dikenal sejak manusia primitif untuk proses
pengobatan. Alkoloid menurut Daintith (2000) kebanyakan digunakan dalam obatobatan sebagai
analgesik (sejenis obat-obatan yang berkhasiat untuk menahan rasa sakit) atau anastetik (sejenis
obat bius seperti kloroform/eter). Alkoloid yang beracun seperti strilenin, konirn, dan kolkisin,
dapat menghambat pembelahan sel.. Selain itu golongan alkoloid dapat mempengaruhi spermato-
genesis contohnya, cucurbitasin dan Luffa acutangula Roxb dapat menekan sekresi hormon
7
reproduksi yang diperlukan untuk berlangsungnya spermatogenesis. Obat kontrasepsi
mempengaruhi pada 3 bagian proses reproduksi pria yang dapat dipengaruhi obat yaitu proses
spermatogenesis, proses maturbasi sperma dan transportasi sperma. Sedang kontrasepsi yang
mempengaruhi reproduksi wanita antara lain, menghambat ovulasi, menghambat penetrasi
sperma, menghambat fertilisasi dan menghambat implantasi. Enam tanaman yaitu, Sapindus
rarac DC, Avicennia L, Costus speciosusi J.SM., Momoedica charantica L., Ruta gtaveolens L.,
dan T rigonella feonum graecun L. mungkin dapat digunakan sebagai kontrasepsi pria dan
wanita, karena dalam penelitian mepunyai efek anti implantasi, efek estrogenik dan efek anti
spermatogenesis (Winarno dan Sundari, 1997) dalam cermin dunia kedokteran. Hal inilah yang
menyebabkan hanya getah basah yang digunakan masyarakat sekitar pantai sebagai alat
kontrasepsi karena mengandung senyawa alkoloid sedangkan pada getah kering tidak
mengandung alkoloid.
Senyawa yang ditemukan pada getah basah dan getah kering adalah flavonoid menurut
Robinson (1995) merupakan alasan mengapa tumbuhan yang mengandung senyawa tersebut
banyak digunakan sebagai obat tradisional karena antara lain berfungsi sebagai inhibitor kuat
pernapasan, menghambat reaksi oksidasi secara enzim/non enzim, bertindak sebagai penampung
radikal hidroksi dan super oksidasi sehingga melindungi lipid membran terhadap reaksi-reaksi
yang masuk, gula yang terikat pada flavonoid cenderung menyebabkan flavonoid mudah larut
dalam air, dan aktivitas anti oksidan flavonoid dapat menjelaskan komponen aktif tumbuhan
yang digunakan secara tradisional untuk mengobati gangguan fungsi hati. Senyawa flavonoid
dapat menurunkan permeabilitas pembuluh kapiler dan berkhasiat sebagai anti kanker. Flavonoid
tertentu dalam makanan dapat menurunkan agregasi platelet sehingga dapat mengurangi
pembekuan darah, tetapi jika dipakai pada kulit dapat menghambat pendarahan. Golongan
flavonoid dapat menghambat enzim yang berfungsi mengkatalis tujuan konversi androgen
menjadi estrogen yang akan meningkatkan hormon testosteron. Tingginya konsentrasi testosteron
akan berefek umpan balik negatif ke hipofisis yaitu FSH atau L, sehingga akan menghambat
spermatogenesis. Enzim aromatase juga mengkatalis perubahan testosteron ke estradiol sehingga
akan mempengaruhi proses ovulasi (Winarno dan Sundari, 1997) dalam cermin dunia
kedokteran.
Senyawa yang ditemukan pada getah basah dan getah kering adalah quinon, pada bakteri,
fungus dan lumut, quinon berperan sedikit dalam mewarnai makhluk tersebut misalnya badan
buah kebanyakan Basidiomycete diwarnai oleh quinon. Pada tumbuhan tinggi telah diteliti
8
terdapatnya antra quinon dalam biji Cassia dan kulit Rhamnus yang berkhasiat sebagai bahan
pencahar (Harborne, 1987). Senyawa yang ditemukan pada getah kering adalah saponin. Saponin
pada konsentrasi yang rendah sering menyebabkan himolisis sel darah merah. Dalam larutan
yang sangat encer, saponin sangat beracun untuk ikan dan tumbuhan yang mengandung saponin
telah digunakan sebagai racun ikan selama beratus-ratus tahun. Beberapa saponin juga bekerja
sebagai antimikroba. Beberapa tahun terakhir ini saponin tertentu menjadi penting karena dapat
diperoleh dari beberapa tumbuhan dengan hasil yang baik dan digunakan sebagai bahan baku
untuk sintesis hormon steroid yang digunakan dalam bidang kesehatan.

9
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil dari penelitian yang telah dilakukan, dapat ditarik kesimpulan
diantaranya sebagai berikut:
1. Produksi getah yang dihasilkan rata-rata setiap pohon Api-api menghasilkan getah basah
30,17 gram dan getah kering sebanyak 3,3 gram
2. Kadar ekstraktif pada getah basah (47,67 %) lebih banyak dibandingkan dengan kadar
ekstraktif yang ada pada getah kering (12,53 %)
3. Getah basah pada pohon Api-api mengandung alkaloid, flavonoid dan quinon sedangkan
getah kering pada pohon Api-api mengandung saponin, flavonoid dan quinon
4. Getah basah pohon Api-api secara ilmiah dapat digunakan sebagai kontrasepsi pria dan
wanita karena mengandung sengawa alkoloid yang dapat mempengaruhi spermatogenesis
dan menekan sekresi hormon reproduksi pada pria dan dapat menghambat ovulasi,
penetrasi sperma dan implantasi pada wanita. Demikian pula kandungan flavonoidnya
dapat menghambat proses spermatogenesis
5. Getah kering pohon Api-api dapat digunakan sebagai bahan baku produk kosmetik,
antiseptik dan minuman kesehatan karena kandungan saponinnya.

10

Anda mungkin juga menyukai