a
I
a. l\
ry
4d
l
: t:rI rfr
*"*,#
E
I /
'AISY
*-J
September 2018
Eq!,t{H sAKtT UryrUM ,AtsytyAH PONOROGO
TERAKREDITASI TIl{GKAT PARIPURNA
UL-irii-NSSE
Jt. Dr. Sutomo No 18 - 2+ eonorogo --6i+iiij"il'ii.r, RT NO1 il12016
03s2)46 I s6o.( H untins) F-ax.
-a;i
I:-P1 tosst ra
yr?:,r" www.rcuaisyiyahponorogo.com
:
Emait : rsuap@yahoo.co.id
TENTANG
BISMILI.AHIRRAHMANIRRAHI IM
Menimbang a. Bahwa Rumah Sakit Umum 'Aisyiyah Ponorogo sebagai salah satu
fasilitas kesehatan yang memberikan pelayanan kesehahn kepada
masyarakat, sehingga rumah sakit berkewajiban untuk memberikan
Bantuan Hidup Lanjut (BHL) bagi pasien yang mengalami henti
t jantung;
b. Bahwa agar proses penanganan Resusitasi atau Bantuan Hidup Lanjut
dapat berlangsung aman dan lancar serta pelaksanaannya
memperhatikan keselamatan pasien serta sesuai dengan prosedur
yang telah ditebpkan, maka diperlukan Panduan Bantuan Hidup Lanjut
sebagai panduan pelaksanaan pemberian pertolongan kepada pasien
henti jantung baik delrrasa maupun anak-anak di Rumah Sakit Umum
'Aisyiyah Ponorogo yang dilakukan ohh tenaga medis;
c. Bahwa Panduan tersebut perlu ditetapkan melalui Peraturan Direklur
Rumah Sakit Umum 'Aisyiyah Ponorogo;
$nbayalGresiklLammganlBaffil$mhreplbtfiesuollubanl$dmriolMoiokstoliloioaourulJomhmllloaniuk
muhammadiyah KnhlGdrri l|{ab.l(diri li,ladiun lhnuogo lTulungagunglBtibr lt{hr4 lhoHiirggo llogoJamn lfufuiangi
Layananku Ibadahku
MEMUTUSKAN
Di pkan di : PONOROGO
P Tanggal : 02 Muha m 1440 H
12 September 2018 M
l
..i
q 871
TA mb usan :
.
1 Komite Medis
I. Komite Keperawatan
3. Satuan Pemeriksa lnternal
4. Kabag/Kabid terkait di RSU 'Aisyiyah Ponorogo
(. Arsip
KATA PENGANTAR
Puji syukur Alhamdulillah kami panjatkan kehadiat Allah SWT atas segala nikmatNya yang
telah diberikan kepada penyusun, sehingga Panduan Bantuan Hidup Lanjut di Rumah sakit umum
Buku panduan ini merupakan panduan kerja bagi semua pihak yang terkait dengan
pemberian Resusitasi atau penanganan pasien henfl janfung dan penanganan keadaan sebelum
Dalam panduan inidiuraikan tentang pengertian dan tatalaksana Resusitasi/ Bantuan Hidup
Tidak lupa penyusun menyampaikan terima kasih yang sedalam- dalamnya atas bantuan
semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan panduan Bantuan Hidup Lanjut di Rumah
Penyu su n
DAFTAR ISI
Peraturan Dlrektur Rumah Sakit Umum 'Aisyiyah Ponorogo tentang panduan Banfuan
Hidup Lanjut
KATA PENGANTAR I
DAFTAR ISI ii
BAB I PENDAHULUAN I
A. Latar Belakang I
B. Tujuan a
BAB II PENGERTIAN 3
BAB IV KEBIJAKAN 5
B, Penggunaan Defibrilator........,. 10
BAB VI DOKUMENTASI 24
BABVII PENUTUP......,.,.., 25
DAFTAR PUSTAKA 26
SPO
1I
Lampiran
PERATURAN DIREKTUR RUMAH SAKIT UMUM'AISYIYAH PONOROGO
l,lomor : RSU,A/0993iPER/|ll.6.AU/|/1X2018
Tertanggal : 02 Muhanan 1M0 H / 12 September 2018 M
Tentang : Peraturan Direktur Rumah Sakit Umum Aisyiyah Ponorogo tentang Panduan
Bantuan Hidup Lanjutan (BHL)
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BEI.AKANG
Keselamatan pasien (Patien safety) merupakan komponen dasar dari pelayanan kesehatan yang
berkualitas. Prinsip utama playanan kesehatan adalah {first, do no harm). Sehingga program
keselamatan pasien harus menjadi prioritas pengembangan untuk dapat dilakukan secara optimal
di rumah sakit, sehingga upaya-upaya dalam peningkatan keselamatan pasien harus dilaksanakan
Kejadian kegawatan medis termasuk hentijantung dapat terjadi kapan saja dan di mana saja, tidak
terbatas kepada pasien, tetapi dapat terjadi kepada keluarga pasien, bahkan karyawan rumah
sakit, Kebijakan rumah sakit dalam penanganan korban dengan henti jantung tetapijuga nreliputi
Sistem bantuan hidup lanjut adalah komponen dari rantai keselamatan ("dtain of survivaf'). Sistem
ini penting, mengingat banyaknya kegagalan rumah sakit karena kurang tepat dalam memberikan
banfuan hidup lanjut pada pasien, atau bereaksi lambat untuk mencEah kejadian hentijanfung.
Sebagian besar kasus cardio+espkatory anest yang terjadi di rumah sakit secara umum didahului
dengan periode penurunan kondisi klinis yang harus secara dini dikenali.
setiap rumah sakit harus rnemiliki sistem rcspons yang optimal terhadap penurunan kordisi
(pasien kritis) untuk mencegah terjadinya henti jantung baik pada area parawatan maupun non
perawatan. Kementerian Kesehatan Rl dalam petunjuk akreditasi rumah sakit juga memberikan
amanat bahwa pelayanan resusitasi harus seragam di rumah sakit dan diarahkan oleh kebijakan
Diperlukan sistem atau strategi terhadap penurunan kondisi pasien di rumah sakit, resusitasi
secara optimal dan memastikan bahwa tindakan bantuan hidup dasar dan lanjut dilakukan seffira
efektif terhadap pasien dengan kegawatan medis termasuk kejadian henti jantung. Kejadian ini
prosedur operasional yang baku, yang disebut code blue sysfem. Aktifitas wde btue sysfem yang
ideal harus mampu memfasilitasi resusitasi pada pasien dengan kegawatan medis dan kondisi
hentijantung dengan respon yang dekuat. Meliputi response lrine standar tim resusitasi, standar
peralatan, dan standar perawatan paska resusitasi.
B. TUJUAN
1. Membantu dalam resusitasi pasien hentijanfung dan henti nafas di rumah sakit.
2. Meningkatkan ketampilan dalam penanganan pasien hentijantung dan henti nafas serta
penanganan keadaan sebelum henti jantung.
3. Memperbaiki mutu pelayanan yang diberikan terhadap pasien dewasa yang mengalami
henti jantu ng atau kondisi darurat kardiopulmoner lain nya,
1. Cardiapulmonary resuscitaf,on (CPR) atau ResusitasiJantung Paru (RJP) adalah suatu teknik
tahapan bantuan hidup yang dapat meningkatkan harapan hidup akibat ardiac arrest atau
hentijantung. Tindakan ini bertujuan untuk mengembalikan sirkulasi yang spontan {return of
spo rta rre ou s ci rcul atio n), oksigen asi serta ventilasi ya ng efe Kif.
2. Defrbrillation adalah alat defibrilasi elektrik sebagai alat kejut jantung yang digunakan pada
pasien hentijantung.
3. Tenaga kesehatan adalah seorang yang dalam masa menempuh pendidikan secara formal
dibekali dengan materi ilmu anatomi dan fisiologi manusia serta pelatihan BHL. Antara lain
4. Tenaga medis adalah sebutan lain untuk dokter yang mempunyai kemampuan menangani
pasien secara medis dan telah nenyebsaikan pendidikan di Fakultas Kedokteran.
5. Tenaga kesehatan adalah seorang yang dalam masa menempuh pendidikan secara formal
dibekali dengan materi ilmu anatomi dan fisiologi manusia serta pelatihan BHD. Antara lain
dokter, dokter gigi, tenaga keperawatan, dan tenaga kesehatan lain (Sarjana kesehatan
masyarakat, D3 gizi, D3 radiologi, D3 laboratorium, apteker, D3 rekam medis, spK, spKG,
fisioterapi).
6. Cade Blue adalah isyarat yang digunakan di rumah sakit yang menandakan seorang yang
mengalami suatu kondisi kegawatan hentijantung dan henti nafas.
Panduan bantuan hidup lanjut kegawatan jantung yang dipakai ini berdasarkan Amerian Heart
Assoaafibn Guidelines for Cardiopulmonary Resuscttation and Emergency Cardiovasaiar Care
tahun 2015. AHA Guidelines for CPR and ECC 2015 ini berdasarkan kajian terkini dan
komprehensif dari literatur tentang resusitasi yang dipublikasikan, rekomendasi dari ILCOR
lntemational&nsensls on CPR and ECC Ssenoe 2015, Panduan ini merupakan gurdelrne BHL
orang dewasa dan anak-anak tahun 2015 yang ditujukan untuk tenaga kesehatan di Rumah Sakit
Umum'Aisyiyah Ponorogo.
KEBIJAKAN
2. Setiap staf yang memberikan asuhan kepada pasien dan staf yang ditentukan oleh RS dilatih
3. Rumah Sakit Umum 'Aisyiyah Ponorogo nengadakan pelatihan teknik resusitasi tingkat dasar
untuk seluruh staf dan tingkat lanjut untuk staf lGD, lBS, lPl, dan Tim Code Blue;
4. Pelatihan BHD dan BHL dilakukan refteshing secara berkala setiap 2 (dua)tahun sekali;
5. Pelayanan resusitasi diberikan sesuai indikasi kepada pasien dengan mempertimbangkan
asas emergensi dan kebutuhan pasaien oleh staf yang terlatih dan pelayanan tersebut
tersedia diseluruh area rumah sakit selama 24 jansetiap hari;
6. Peralatan resusitasi dan obat yang dibutuhkan harus dimonitoring supaya selalu dalam
keadaan siap.
7. Di seluruh area RSUA, bantuan hidup dasar diberikan segera saat dikenali henti jantung -
paru dan tindak lanjut diberikan kurang dari 5 menit.
Langkah '1 :
a. Pada saat menemukan korban dewasa yang tidak sadar, atau mendadak kolaps,
setelah memastikan lingkungan aman, tindakan pertama adalah memastikan respon
dari kotan,
b. Pasien yang tidak menuniukkan respons dan tidak bernafas atau bernafas tidak
c. Perika denyut nadi korban dengan merasakan arteri karolis,jika denyut nadi karotis
tidak teraba, maka murai sikrus kompresi dada dan bantuan pemafasan diberikan
dengan rasio 30 : 2.
- Tekan cepat (push fast) : berikan kompresi dada dengan frekuensi yarp
mencukupi (minimat 100 kati/menit letapi lidak bohh bbih dari 120 kali/menit).
- Tekan kuat (push hard) : untuk dewasa berikan kompresi dada dengan
kedalaman minimal 2 inchi (5 cm), tetapi tidak boleh lebih dari 2,4 inchi (6 cm)
e. RJP hanya dihentikan dalam waKu yang sesingkat mungkin yaitu pada saat menilai
irama jantung saat dilakukan defibrilasi pada VFM, saat menilai denyut nadi saat
irama jantung yang terorganisasi terdeteksi, alau saat memasang alat bantu jalan
napas.
Langkah 2:
a. Jika defibrillator telah tersedia, segera lakukan pemeriksaan irama jantung paslikan
b. PEA menunjukkan suatu grup heterogen irama ebktrik janfung yang dihubungkan
dengan tidak adanya aktivitas mekanikal ventrikel atau adanya aktivitas mekanikal
r/entikel tetapi tidak cukup untuk menyebabkan pulsasi nadi yang secara klinis atau
Langkah 3:
a. Saat irama jantung dinilai dengan manual defbrillator dan menunjukkan VF atau VT,
penolong lain harus tetap melanjutkan RJP, sedangkan penolong lain melakukan
monofasik digunakan maka shock awal dengan energi 360 Joule dan digunakan dosis
b. Saat pengisian energi defibrillator sudah penuh, RJP dihentikan, setelah memastikan
situasi pasien dear, penobng harus secepat mungkin memberi defibrillasj untuk
meminimalkan interupsi kompresi dada.
c. Penobng lain segera rnelanjutkan RJP setelah defribrilasi (tanpa melakukan penilaian
irama jantung atau nadi) dan memulai RJP dengan kompresi dada dan dilanjutkan
hingga 5 siklus (2 menit). Jika memungkinkan akses vaskular dapat dilakukan secara
Intravena atau infaosseus. Penolong yang melakukan kompresi dada harus bertukar
Langkah 4 :
a. Setelah 5 siklus (2 menit) RJP dan dilakukan penilaian irama iantung, jika VF /
pulseless W menetap, diberikan shock yang kedua dan dilanjutkan RJP selama 2
menit. Vasopresor dapat diberikan dengan tujuan uhma untuk meningkatkan aliran
darah otot iantung selama RJP. Efek puncak dari pemberian intravena dan
intaosseus vasopressor yang diberikan secara bolus selama RJP memerlukan waktu
-l
Palduan Bant\an Hidup Lanjut RSU'NWah Ponorogo
b. Pe(imbangkan untuk pemasangan alat bantu jalan napas adyan@ (pipa endotrakheal
atau supraglotic aimay / LMA), Keuntungan dari penggunaan jalan nafas definitif
ada[ah untuk menghilangkan jeda pada kompresi dada untuk pemberian bantuan
c. Jika akses intavena belum terpasang vasopressin dan lirdokain dapat diberikan lewat
tule endotrakheal tube. obat{batan harus dbncerkan !10 ml dengan air steril atau
normal salin dan diinjeksikan langsung melalui endotaklvalfube.
sebelum terpasang alat bantu jalan napas, secara sinkron rasio 30:2 direkomendasikan
dengan kecepatan kompresi dada minimal 100 kali/menit. Saat alat jalan napas adyanoe
terpasang (contoh: endotakheal tube atau supragloftic ainrvay), 2 penobng tidak lagi
melakukan siklus kompresi dengan jeda untuk ventilasi, tetapi penolong secara simullan
melakukan kompresi dda dengan kecepatan 100 kali/menit, secara kontinyu tanpa adanya
jeda untuk ventilasi, Penolong lain rnemberikan ventilasi 1 napas tiap 6 detik (&10 kali napas
Langkah 5 :
a. Setelah RJP selama 2 menit dilakukan cek irama iantung jika VFlpulseless W
renetap diberikan shock yang ket$a dan dilanjutkan RJp selama 2 rnenit. Berikan
antiaritmia dan terapi terhadap kemungkinan penyebab yang reversibel (meliputi
koroner).
b. Amiodaron merupakan antiaritmia pilihan utama pada pasien dengan henti jantung
dikarenakan terbukti secara klinis memperbaiki angka ROSC pada pasien dewasa
terhadap CPR, defibrilasi dan terapi vasopresor. Jika amiodaron tidak tersedia lidokain
dapat dipertimbangkan, tetapi secara studi klinis lidokain tidak terbukti meningkatkan
Saco.tdfid un6.$rf
3 to dos lrtqrd bo q*ya-
CPR 2 min 2 ht,rdHgnadc
Eph.drtr.6rsy $5 mer . UnO ecag trEy bs cdEidr€d.
Co{BLar !6mcad attay. . tlomgh..fc 360 J
ep.togretry Orugllr.py
. Elh.smil/Poo*
I n0 qEy +5 r*rEa
Lo
. tlbe.*rlvioodc
Rhy,(,m ftrom !l$ loudts €n Eds
.hodia.? dcl€bb? liEtuudd@oa
qf.rDnrho
Y.t . Aillo(Lmlvrooo-r
, tlr€l
hdcUrlt!bor!
S@ld do$: t5O trq.
fdvirc.dAril,
. grpr#tic dv'lo.d
a it akway d axbh.cfi.d
CPB 2 min CPR 2 min mbaton
Adodarlna . TrElffiibloffi . tivrvdonn€aprlo{'*lry
T.tdEmiuadJr6 bs*mr|druk
ET tbe pbc.(si
. &10 b,€d! pi tr*nfr
wilh sr{ialouS dr6f
Co.rIlBt*m
xo
Bhy&r B.fi6aaC.ran
,p{rcDf.? - lnpoola{a
l2 - ,lyporde
- Xydogu bn {rcld6b)
. It m tSr! rdm ot
oa Ootot6, - ttypo-nyprrffsnn
Spo,risroor! cftdstirt - ltDdrstrth
$PSCI, !D lo t0 o. tt - terd(rr I,qfllothoas
. (pto
ItROSC, - l'flToncaro, cfifec
Poct€alleAmdCaI! - tdhr
O 2010 !16 Hs! Aedbn - 1llil6o.6, Bl&noarsy
- flxfilbolil"cssgy
1. Jika irama jantung shoc*able (asistole atau PEA) maka RJP dilanjutkan kompresi
dada dan dilanjutkan selama 2 menit hingga cek irama dilakukan kembali, petugas
medis dalam melakukan kompresi dada harus bertukar setiap 2 menit mencegah
terhadap penyebab yang mendasari kejadian henti jantung adalah sangat penting.
2. Vasopressor dapat diberikan sesegera mungkin jika tersedia, dengan tujuan utama
untuk meningkatkan aliran darah ke otot jantung dan otak selama RJP. Epinefiin
mempunyai efek yang mengunfungkan pada pasien dengan hentijantung, utamanya
1 rng lV/lo setiap 3 sampai 5 menit pada pasien dewasa yang mengalami henti
jantung. Dosis yang lebih besar mungkin diperlukan pada kondisi spesifik seperti
B. PENGGUNAAN DEFRIBRII-ATOR
Petugas kesehatan yang bertugas dalam resusitasi jantung paru harus terlatih dalam
menggunakan defibrillator dan direkomendasikan untuk melakukan defibrilasi sedini mungkin
baik pada pasien di dalam maupun di luar lnstalasi Gawat Darurat, Defibrilator dengan
gelombang monofasik atau bifasik dapat digunakan juga sebagai monitor irama jantung.
Defibrilator terdiridari manual maupun defibrilasi (asinkron), kardioversi (sinkron) dan sebagai
par- maker.
Persiapan :
--raG i
]f
I
resusitasi jantung di samping kiri korban, Posisi ini dapat disesuaikan dengan situasi dan
kondisi.
1, Lakukan RJP dengan kualitas tinggi, jika defibrilator telah tersedia segera tekan tombol
power dan pilih menu monitor, pasang elektroda defibrilator pada dada pasien, hentikan
RJP secara temporer dan lihat gambaran irama jantung pada layar.
2. Jika gambaran EKG pada monitor dan klinis menunjukkan Ventrikel fibrilasil/entrikel
takikardi tanpa nadi, lakukan pengisian energi 200 joule (tanda panah putih), sambil
menunggu pengisian energi RJP dilanjutkan.
4. Letakan paddle yang telah diberijelly di upper+ight sternat border (di bawah klavikula) dan
5. Pastikan penolong tidak bersentuhan langsung maupun tklak langsung dengan korban.
6. Tekan tombol sHocK pat'la paddte, dengan sebelumnya memastikan tidak da
seorangpun bersentuhan dengan korban dengan mengucapkan ol'm clear, you're clear,
A TAKIARITMIA
ldentilikasi dan terapi yang tepat dari aritmia pada pasien kritis dapat menc€gah terjadinya henti
iantung atau mencegah teriadinya henti jantung ulang pada pasbn yang telah berhasil paska
resusitasi awal. Algoritma ini harus mampu dilakukan oleh personel medis non spesialis untuk
melakukan terapi dengan efektif dan aman pada keadaan emergensi. Takikardia dideflnisikan
sebagai kondisi denyut jantung > 100 kali/menit. Denyut jantung yang cepat, normal pada kondisi
stess, seperti hipoksia, demam, rasa sakit, kekurangan r/lclume intravaskuler dan lain-lain. Tetapi
denyul iantung yang cepal dapat disebabkan oleh gangguan irama hntung (takiaritmia). Takikardia
diklasifikasikan berdasarkan gambaran kompleks QRS, laju lantung dan regularitas dari iramanya.
Pefugas medis harus mampu mengenali dan membedakan antara sinus takikardi, komplels
supraventrikuler sempit dan kompleks takikardia yang lebar. Langkah-langkah evaluasi dan lerapi
Saat menjumpai pasien dengan takikardia, harus dipastikan apakah takikardia sebagai
penyebab primer gejala yang mungll atau sekunder dikarenakan terdapat kondisi yang
mendasari yang menyebabkan timbulnya geiala dan laju jantung yang tinggi. Takiaritmia
yang ekstrim (150 kali/menit) dapat menimbuikan ge.iala klinis yang disebabkan oleh
menurunnya curah jantung dan meningkahya kebufuhan oksigen miokardium. Jika laju
ventrikel rEnunjukkan 150 kali/menit dengan tidak ditemukannya disfungsi ventrikel, maka
takikardia yang terjadi lebih menunjukkan efek sekunder dari kondisi yang mendasari
dibandingkan sebagai penyebab instabilitas. Sinus takikardia umum te{adi dan biasa
timbul akibat stimulus fisiobgi seperti demam, anemia, atau hipotensi. Takikardia
didefinisikan sebagai denyut jantung > 100 kalilmenit. pada sinus takikardia tidak
diperlukan terapi obat untuk mengatasi irama tersebul. Terapi diarahkan pada identifikasi
dengan monitor, evaluasi tekanan darah, dan berikan akses lV. Jika tersedia pasarg EKG
12 lead untuk melihat ritme yang lebih baik, tetapi tidak boteh menghambal kardioversiiika
pasien tidak stabil. Lakukan pemeriksaan lisik dan riwayat pasien, cari dan terapi faKor-
Jika gejala dan tanda tetap persisten dengan pemberian oksigen suplemen dan support
jalan nafas dan ventilasi, petugas medis harus menilai deraiat ketidakstabilan pasien dan
- Syok, hal ini lermasuk kulit yang pucat, berkeringat, ekstremitas dirgin,
penurunan kesadaran (menurunnya aliran darah otak), dan hipotensi (TD sistolik
90 mmHg).
- lskhemia miokard ) hal ini brjadi apabila konsumsi oksigen jantung melebihi
kecukupan penghantarannya. lskhemik miokard muncul dengan tand+tanda nyeri
Jika terdapat salah satu dari kriteria tersebut malG dikategoril€n takikardia tidak
stabil dan
membutuhkan kardioversi lersinkronisasi secepafrya. pasien yang tidak stabil
dengan
gambaran irama takikardia kompleks QRS lebar harus
dianggap sebagai w dan segera
kardioversi. Pada pasien tidak stabir dengan takikardia eRS sempit
terafur, sambir
mempersiapkan kardioversi dapat dipertlmbangkan pemberian
adenosin, terutama bira
Jika memungkinkan, buat akses lV sebelum kardbversi dan berikan sedasi jika pasien
dalam kondisi sadar. Jangan menunda kardioversi jika pasien tidak stabil. shock listrik
dapat memperbaiki takiaritmia ini dengan memutuskan penyebab jalur re€nfy yang
bertanggung jawab untuk itu. W polimorfik (kompbks eRS lebar dan ineguler)
membutuhkan defibrilasi segera sama seperti strategi unfuk VF. penanganan farmakologi
untuk nEncegah W polimorfik langsung ke penyebab W dan ada atau tiCak adanya
pemanjangan QT interval selama ritme sinus. Jika pemanjangan eT interval diobservasi
selama ritme sinus (VT torsade de pointes), langkah pertama adalah stop obat-obatan
yang diketahui memanjangkan QT interval. perbaiki ketidalGeimbangan elektrolit dan
faktor presipitasi lainnya (overdosis obat atau keracunan). pemberian magnesium sering
Kardioversi biasanya dimulai dengan memberikan dosis inisial energi kecil, kemudiafi
ditingkatkan bertahap bila dosis inisial tidak berhasil. Besar energi yang diberikan sebagai
a. SW tidak stabil
b. Atrialfibrilasi tidak stabil
Rekornendasi awal dosis energi kardioversi bifasik untuk ahial flbrilasi adalah 120 Joub
dan 200 Joule jika monofasik. Jika gagal dapat ditingkatkan. Kardioversi untuk atrial flutter
dan sw lainnya yang membutuhkan energi lebih sedikit, inisial 5G100 Joule ditingkatkan.
Pada W monomorfik dengan nadi berespons baik terhadap monofasik atau bifasik
kardioversi tersinkronisasi dengan dosis inisial 100 Joule. sedangkan bila aritmia bersifat
stabil, kardioversi tidak dapat dilakukan. Lakukan shock listrik tidak tersinkronisasi dosis
5. Jika Kondisi Pasien Stabil dan Kompleks QRS Lebar (> 0,12 detik)
Jika pasien dengan takikardia dengan kondisi stabil (tidak ada tanda serius berkaihn
dengan takikardi), maka petugas rnedis harus melakukan pemeriksaan EKG 12lead dan
analisa irama, untuk menentukan kompleks QRS apakah > 0.12 detik, dan renentukan
0p$ 5. Jika kondisi pasien shbil, lakukan penilaian kompleks QRS melebar atau tidak.
Jika kondisi pasien stabil dan kompleks QRS lebar > 0.12 detik, lakukan kardio\ersi
tersinkronisasi atau detibrilasi dan pemberian adenosine jika ritme regular dan nDnomorfik
tersebut, dibutuhkan konsultasi dengan doKer spesialis. Jika pasien menjadi tidak stabil
pada suatu kondisi tersinkronisasi pada VF atau jika pasien stabil lakukan pemeriksaan
EKG 12 lead unfuk evaluasi ritme. Pada saat W polimorfik. Takikardia QRS lebar
didefinisikan dengan QRS > 0,12 detik. Pertimbangkan untuk pasien yang stabil dengan
W, obat anti-aritmia atau kardbversi elektif lebih dipilih. Jika lV antiaritmia diberikan,
prokainamid atau amiodaron dapat dipertimbangkan. Lidokain dipertimbangkan rneniadi
lini ke{ua terapi antiaritmia untuk W monomorfik. Lidokain dapat diberikan pada dosis 1-
Jika pasien tidak hipotensi, dengan hama komplelG SW sempit maka pemberian obat-
obatan seperti beta bbcker, Ca Channel bbcker, dan adenosine (lika kama regular)
direkomendasikan, maneuver vagal direkomendasikan sebagai terapi awal unfuk
supraventrikular takikardia. Jika tidak berespon terhadap manuve' vagal, berikan adenosin
metode yang sama. Konversi PSW menggunakan adenosin atau penghambat kanal
kalsium (Ca channel blocker) memberikan hasil yang sama, tetapi adenosin tidak memiliki
efek yang lebih cepat dan efek samping yang lebih sedikit dibandingkan verapamil.
Amiodaron dapat digunakan untuk terminasi psw tetapi awitan kerja amiodaron lebih
lambat dibanding dengan adenosin. Efek samping adenosin yang umum terjadi bersifat
sementara, yang paling sering terjdi adalah flushing, dispnea, dan nyeri dada. Adenosin
tidak dapat diberikan pada pasien dengan asma dan aman untuk kehamilan.
setelah konversi, observasi pasien unfuk kemungkinan rekurensi. Jika teriadi rekurensi
dapat diberikan adenosin ulang atau diberikan obat penghambat nodus AV yang rnemiliki
dan labetolol). Obat penghambat beta mempunyai mekanisme kerja dengan melawan
tonus simpatis pada jaringan nodus yang akan menghasilkan perlambatan konduksi. Obat
ini juga rnempunyai efek inotropik negatif dan akan menurunkan curah jantung pada
pasien gagal jantung. Efek samping obat ini meliputi bradikardia, perlambatan konduk$
AV, dan hipotensi. Dan harus diberikan secara hati-hati pada penyakit asma obstruksi
atau gagaljantung kongestif, Peffmbangkan untuk konsultasi dengan ahli.
B. TAKIKARDIAIRREGULER
Takikardi kompleks sempit atau lebar paling banyak atrial ftbdlasi (dengan atau tanpa konduksi
aberan) dengan respon r/.entkel tliak terkontrol. Manajemen umum atrial fibrilasi harus fokus
pada kontrol kecepatan denyut venfikel yang cepat (rate control) konversi atrial fibrilasi
menjadi ritme sinus. Pasien dengan atrial fibrilasi durasi 48 jam meningkatkan resiko
kardioemboli, walaupun durasi pendek dad AF. pemberian kardioversi elekfik atau
famakobgi tidak boleh diberikan keorali pasien tidak stabil. strategi altematif untuk
melakukan kardioversi harus diikuti dengan antikoagulan seperti heparin dan lakukan
ekokardbgrafi trans€sofageal untuk meyakinkan tidak adanya trombus di atrjal kiri .
tepat. Penghambat lv dan penghambat kanal kalsium seperti diltiazem adalah pilihan obat
untuk kontrol rate pada rapid ventiwlar response. Digoxin dan amiodaron dapat digunakan
untuk kontrol rate pila pasien dengan gagal jantung kongestil dimana resiko potensial dari
Kontrol Ritme
Berbagai agen menuniukkan sebagai agen efektif untuk terminasi atrial fibrirasi
(farmakobgiUelektrik).
W POUMORFIK
isoproterenol alau wntidlar pacjng etektrt unfuk terminasi totsde de po,rfes yang
berhubungan dengan bradikardia dan pemanjangan eT karena obat. W polimorfik yang
ini, amiodaron lV dan B - bbd<er dapat menurunkan ftekuensi aritmia yang berulang.
Penyebab lain W polimorfik selain itu adalah katekolamin W (yang respons terhadap p -
blockeQ dan Sindrom Brugada (respons terhadap isoprotenol).
C. BRADIARITMh
Bradikardia didefinisikan sebagai lalu nadi < 60 kali/menit. Secara umum bradikardia
disebabkan oleh kegagalan pembentukan impuls oleh nodus sinoafial (sinoatrial node - SA
node) atau kegagalan penghantaran (konduksi) impuls dari nodus SA ke ventrikel pada
Atrbventrikular - AV node (AHA 2005; Mansioer, 2007), Hambatan cardiac ou@tt ditenlul,an
oleh denpt iantung dan sboke wlume venfikel kiri. Bradikardia dapat menghasilkan laiu
jantung yang tijak cukup untuk mempertahankan adiac outr/ut dan pengangkutan oksigen
ke jaringan.
ldentifikasi apakah bradikardia terjadi dengan rnelihat laju lantung < 60 kali/menit.
ldentifikasi apakah terjadi kondisi yang tidak adekuat dari pasien (tungsionat atau rclatiD.
Selanfutnya lakukan Dasc life support, pimary wrvey, ACLS dan secondary suvey
termasuk:
c. Monitor tekanan darah dan lalu jantung, lakukan pengamatan 12 lead EKG
d. Lakukan pemeriksaan fisik dan riwayat pasien, cari dan terapi faktor-faktor yang
berkonfibusi terhdap teriadinya bradikardia (meriputi hiporaia, hipovoremia, hidrogen
a. Gejala: nyeri dada, napas yang pendek, penurunan kesadaran, pingsan dan hampir
pingsan
Kita harus menentukan apakah perfusi pasien adekuat atau buruk. Jika pasien
mempunyai perfusi yang adekuat maka lakukan observasi dan rnonitoring.
5. Ringkasan Langkah-LangkahTerapi
Pasien mempunyai perfusi yang buruk sekunder tefiadap bradikadia maka langkah-
langkah selaniufrya adalah sebagai berikut:
Siapkan untuk fransa/tareous paclhg OCP) Siapkan dan gunakan TCP tanpa
derajat tiga)
dopamin 2 sampai 10 mikro saat nenunggu menunggu pacemaker atau pacing tidak
pacemaker atau pacing tijak efeKif eEktif
LangkahJangkah terapi ditentukan oleh berahya kondisi klinis pasien yang terlihat. Untuk
ATROPINE
Gunakan transwtaneous pacing tanpa penundaan untuk blok derajat tinggi (derajat dua
atau derajat tiga) yang simptomatik. Dosis atropine yang direkomendasikan unfuk
brdikardia adalah 0,5m9 intravena setiap 3 sampai 5 menit hingga maksimum totaldosis
3mg. Dosis atropine sulfate . 0,5rq mungkin secara paradoksal menghasilkan
perlambatan denyut nadi lebih lanjul Pemberian atropine seharusnya tidak menunda
Terapi di bawah ini bukan merupakan agen lini pertama untuk penatalaksanaan
simptomatik bradikardia. Obatobat ini dipertimbangkan jika bradikardia tkjak respons
Epinefrine
Epinefine mungkin dapat digunakan untuk pasien-pasien dengan bradikardia simptomatik
atau hipotensi setelah atropine atau pacing tidak efektif (Class ll B), Mulai dengan 2-10
mikro mg/menit dan titrasi sesuai respons pasien. Nilai redistributif volume dan supporl
Dopamin
Dopamin hidroklorida mempunyai efek baik alfa maupun beta adrenergik. Dopamine
Langkah 1 :
a. PNa saat menemukan anak yang tidak respons dan tidak bemapas, segera neminta
bantuan/rnengakliftan sistem emergensi untuk menyiapkan defibrilator (manual atau
AED), dan memulai RJP (resusitasi jantung paru) dengan suplemen oksigen jika
tersedia. Lakukan R.lP dengan kualitas tinggi (kompresi dada dengan kuat dan cepat,
b. ldealnya interupsi kompresi dada hanya dilakukan saat pemberian banfuan napas
(sampai alat jalan napas advance terpasang), pengecelGn irama jantung dan saat
pemberian shock.
c. Pasang monitor EKG atau paddle deflbrilator/AED secara cepal. pada saat RJp
dilakukan mungkin diperlukan interupsi secara temporer untuk melihat irama jantung
anak dari EKG, jika menggunakan AED maka alal akan memberitahu apakah irama
jantung -shockable- (VF atau VI) atau "not Shockabte" (asistole atau pEA).
Langkah 2 :
Untuk irama jantung 'shockable" (Venfikel fibrilasi dan ventrikel takikardia tanpa nadi)
a. Jika irama shodable terlihat, laniutkan kompresi dada jika memungkinkan sambil
mengisi eneqi dari defibrillator. Berikan 1 shock (2 Jftg) secepat mungkin dan segera
b. Defibrilasi merupakan terapi definitif untuk ventrikel fibrilasi dengan angka harapan
dilakukan RUP dan defibrilasi. Angka harapan hidup tebih baik apabila RJp dilakukan
sedini mungkin dan RJP kualitas tinggi dilakukan dengan meminimalkan interupsi.
c. Direkonpndaslkan dosis yang dapat digunakan pada pasien anak dengan dosis awal
a. Laniut RJP selama 2 rnenit, jika jumlah penolong mencukupi, pasang akses vaskular
(intresseus atau inlravena). Setelah 2 menit R",p, cek irama jantung, isi kembali
energi defibrillator dengan dosis yang lebih tinggi (a J/kgBB).
b. Jika irama 'shockable' menetap, berikan shock yang kedua (4 J/kgBB). Jika irama
jantung menunjukkan "non shockable", lanjut RJp sesuai alogritme asistole/pE*
c. Lanjutkan RJP selama 2 menit Selama RJp berikan epinephrine dosis 0.01 mg/kg
supragl0ftic/LlvlA). Pada saat alat jalan nagas advan@ sudah lerpasang, 1 penobrg
melakukan kompresi dada secara kontinyu dengan kecepatan minimal 100 kali/menit
tanpa pda untuk ventilasi. Penolong kedua memberikan ventilasi dengan kecepahn 1
napas tiap 6 sampai 8 detik (kira-kira &10 napas per menit). Lakukan otasi
kompresor setiap 2 menit untuk mencegah penolong kelelahan dan penurunan
kualitas dari kompresi dada
Langkah 4 :
a. Setelah RJP 2 menit, cek irama jantung, jika irama iantung shockable berikan shock
dengan dosis yang dinaikkan (4 JAg atau lebih dengan dosis maksimum [Jak
melebihi 10 Jlkg atau dosis dewasa) dan segera dilakukan R.lp dengan dimulai dari
kompresi dada.
b. Saat melanjutkan RJP berikan ami(rarone atau lidokain iika amiodarone tidak
tersedia.
Langkah 5:
-Asystole/PEA
Untuk kama
a. Jika hama non shockabre terrihat (pEl/asistore) maka ranjutkan RJp dengan
meminimalkan interupsi komprcsi dada. penorong rain mencari
akses vaskurar dan
memberikan epinephilne 0,01 nrgftg (0.1 mukg dari 1:10000
sorutbn) maksimar 1 ru
(10 mL). Dosis urangan epinefrin diberikan sama
setiap 3 sampai 5 menit. Tidak ada
keuntungan angka harapan hidup pada pemberian
epinefrin dosis tinggi, dan hal ifu
mungkin menimbulkan efek yang merugikan terutama pada
henti jantung dengan
b. Pada saat alat jalan napas advance sudah terpasang, 1 penolong melakukan
kompresi dada secara kontinyu dengan kecepatan minimal 100 kali/menit tanpa jeda
6 sampai 8 detik (kira-kira &10 napas per menit). Lakukan rotasi kompresor setiap 2
menit untuk mencegah penolong kelelahan dan penurunan kualitas dari kompresi
dada. Cek irama jantung setiap 2 nenit dengan minimal interupsi pada kompresi
dada,
c. Jika irama jantung menunjukkan "non shockable' lanjutkan siklus RJP dan pemberian
Revergible Ceusos
llo . Hypot,olemia
Rhylhm o lfypoxb
shockable? o Hydrogen ion (acidosisi
l2 . l{ypogl}€emia
. Hypo-/hyporkeldmia
o llypothermia
. ,qsystobr'PEA l0 or
- ll Goto5orT . Tersion pneumothorax
. Orgarxzed rhytfm -
check pulse . Tamponade, cardiac
. Pulse present (FIOSC)
- . ?oxins
O 2015 A.nerb@ post-{ardiac arest caE . fhrombosis, pulmonary
l.hslAssiatiff . fhrombosis, coronary
Gambar. 1.2
Dengan semakin meningkafrya funtutan masyarakat terhadap pelayanan di rumah sakit maka
pelaksanaan kegiatan keselamatan pasien rumah sakit sangatlah penting. Melalui kegiatan ini
termasuk motivasi yang cukup tinggi untuk bersedia melaksanakan program ini secara
berkelanjutan dan berkesinambungan.
di PONOROGO
Tanggal 02 Muhanam 1440 H
12 2018 M
1. American Heart Assosiation (2015), Adult Advane Cardiac Lifu Support: G.rkjellines for
Cardiopulrnonary Resuscitation and Energency Cardiovasculare Care, 122;7N-767.
Ditetapkan
'Aisyiyah
STANDAR PROSEDUR Tanggalterbit
OPERASIONAL 12 September
-
saat dikenali hentijantung paru dan tindak lanjut diberikan
kurang dari5 menit.
Prosedur 1. Pastikan keamanan bagi penolong dan korban.
2. Periksa kesadaran korban dengan menepuk bahu dan
memanggil korban secara keras misal: ,,pak.. pak..!,,sambil
melihat napas korban dengan tehnik euick Look apakah
ada
napas atau tlCak, nafas gasprng atau megap megap.
-
Ditetapkan
RSU'AISYIYAH PONOROGO
No. Dokurnen No. Revisi Halaman
Jl. Dr. Sutomo 18 - 24
RS U//1 50tS P O fiI txt 201 8 0 314
n
,l
STANDAR PROSEDUR Tanggal terbit: h 0
OPERASIONAL 12 September 2018
RSU'AISYIYAH PONOROGO
No. Dokurnen No. Revisi Halaman
Jl. Dr. Sutomo 18 - 24
RSUF/151/SPOilfiXt2A18 0 3t4
OPERASIONAL 12 SeptemberNlS