Anda di halaman 1dari 66

BAB 1.

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah


Permasalahan lingkungan di Indonesia semakin hari mendapatkan perhatian yang
serius dari seluruh masyarakat dikarenakan kondisi lingkungan dirasakan kualitasnya
tidak meningkat. Dipicu oleh kekhawatiran akan semakin memburuknya kualitas
lingkungan hidup, maka diperlukan upaya-upaya dari pemerintah, masyarakat, maupun
pihak swasta/pengusaha untuk turut serta dalam upaya pelestarian dan pengelolaan
lingkungan hidup.

Dari unsur pemerintah, salah satu upaya yang dilakukan adalah dengan merevisi
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup
menjadi Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup. Dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009
diamanatkan kepada Pemerintah Kabupaten/Kota untuk menyusun Rencana
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (RPPLH) yang disusun berdasarkan
RPPLH Provinsi, inventarisasi tingkat pulau/kepulauan dan inventarisasi tingkat region.
RPPLH tingkat Kabupaten/Kota adalah sebagai dasar penyusunan dan dimuat dalam
Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) dan Rencana Pembangunan Jangka
Menengah (RPJM) Kabupaten/Kota.

RPPLH selanjutnya digunakan sebagai dasar dalam pemanfaatan sumber daya alam
yang ada di Kabupaten/Kota. Namun demikian, apabila RPPLH belum tersusun, maka
pemanfaatan sumber daya alam dilaksanakan berdasarkan daya dukung dan daya
tampung lingkungan hidup, dengan memperhatikan keberlanjutan proses dan fungsi
lingkungan hidup, keberlanjutan produktivitas lingkungan hidup, dan keselamatan mutu
hidup, dan kesejahteraan masyarakat.

Dalam UU No.32 Tahun 2009 pasal 12 ayat (3) butir c, dinyatakan bahwa daya dukung
dan daya tampung lingkungan hidup ditetapkan oleh bupati/walikota untuk daya
dukung dan daya tampung lingkungan hidup kabupaten/kota. Disamping itu, dalam
Peraturan Daerah Kota Tangerang Nomor 2 Tahun 2009 tentang Pengelolaan
Lingkungan Hidup pasal 6 ayat (1) dinyatakan, bahwa Pemerintah Daerah wajib
menetapkan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup untuk melestarikan
fungsi lingkungan hidup. Dengan amanat tersebut, maka fungsi daya dukung dan daya

LAPORAN PENDAHULUAN PENGKAJIAN DAMPAK LINGKUNGAN 1


tampung lingkungan hidup menjadi sangat penting dalam rangka pembangunan
daerah yang berwawasan lingkungan hidup. Penyusunan daya dukung dan daya
tampung lingkungan hidup di wilayah Kabupaten/Kota diperlukan pengkajian yang
sinergis untuk media air, udara dan lahan.

Pemerintah Kota Tangerang melalui Badan Pengendalian Lingkungan Hidup (BPLH)


memandang bahwa pengkajian daya dukung dan daya tampung untuk media air
permukaan menjadi prioritas yang harus dilaksanakan. Pada tahun 2005, Dinas
Lingkungan Hidup telah melakukan pengkajian daya dukung dan daya tampung beban
pencemaran di Sungai Cisadane, Mookervart, Cirarab, Kali Angke dan Kali Sabi. Hasil
pengkajian tersebut diharapkan dapat dijadikan dasar pijakan dalam melakukan
pengkajian daya dukung dan daya tampung air permukaan di tahun 2010 ini. Studi
daya tampung merupakan langkah lanjut sebagai implementasi peraturan pemerintah
dan peraturan daerah, yang perlu dilakukan untuk penentuan alokasi beban
pencemaran dari berbagai sektor kegiatan. Studi ini berguna untuk kesinambungan
pemanfaatan sungai antara lain untuk air baku, air pertanian dan juga perikanan.Lebih
lanjut, dalam Peraturan Pemerintah No.82 tahun 2001 memberikan wewenang kepada
Pemerintah Kabupaten/ Kota melakukan upaya pengendalian pencemaran air pada
sumber air yang berada di wilayahnya (Pasal 18, ayat 3). Upaya pengendalian
pencemaran air tersebut antara lain dilakukan dengan penetapan daya tampung beban
pencemaran air (Pasal 20). Dengan pengkajian daya dukung dan daya tampung air
permukaan diharapkan dapat digunakan sebagai dasar pertimbangan penetapan tata
ruang daerah, lokasi industri dan perijinan pembuangan air limbah industri.

LAPORAN PENDAHULUAN PENGKAJIAN DAMPAK LINGKUNGAN 2


Peta Sub DAS Sungai Cisadane, Kali Sabi, dan Mookervaart
Kota Tangerang
U
672000 m T 676 000 mT 680000 mT 684000 mT 688000 mT
672000 676 000 680000 684 000 688000

Bandara Soekarno-Hatta B T

Kec. Neglasari
DKI Jakarta S
Kab. Tangerang Kec. Benda
0,4 1,2 2
9320000 mU

9320000 mU
Km
932000 0 932 0000 0 0,8 1,6

LEGENDA
Batas propinsi
Batas kabupa ten
Kec. Batuceper Batas kecamatan
Batas kelurahan
Sun gai
Jalan
Kec. Periuk Batas DAS

Rawa

Daerah Aliran Sungai


Cisadan e
9316000 mU

9316000 mU
Kali Sabi

931600 0 Kec. Karawaci 931 6000 Mookervaart

Kec. Tangerang Kec. Cipondoh Sub Daerah Aliran Sungai


Babakan
Bencongan
Cibatuceper
Kec. Jatiuwung Rawa Ci pondoh Cibatujaya
Cibodas
Cicayur
Cikokol
Kec. Cibodas Cipabuaran
Kec. Karangtengah Cisarung
Koang
Kobar

Kec. Pinang PAP


Pasaranyar

9312000 mU
9312000 mU

Pasarbaru
931200 0 931 2000 Perumnas
Poriste ngah
Rawabesar
Rawacipondoh
Sumurpacing
Kab. Tangerang Tanahtinggi

Pemerintah Kota Tangerang


Kec. Ciledug
Dinas Lingkungan Hidup
Gedung Puspem lt. IV
Jln. Satria Sudirman no.1 Tangerang

672000
672000 m T 676
676 000
000 mT 680000
680000 mT 684 000
684000 mT 688000
688000 mT
Sumber : Int er p re tas i Cit r a Ikon os lip u tan ta hu n 2 002
Ce k lap an gan Sep te mb er 200 4
M os aik K ot a T an ger an g B ada n P er ta na ha n Nas ion al s kala 1 :15 .00 0

Sumber: BPLH Kota Tangerang

Gambar 1.1. Sub-DAS Sungai-Sungai di Kota Tangerang

LAPORAN PENDAHULUAN PENGKAJIAN DAMPAK LINGKUNGAN 3


1.2 Maksud dan Tujuan
Maksud dari pelaksanaan pekerjaan ini adalah melakukan kajian terhadap
sumber-sumber pencemar dan perhitungan daya tampung beban pencemaran air
(DTBP) sungai dan anak sungai yang termasuk dalam wilayah Kota Tangerang untuk
mengetahui kemampuan perairan tersebut dalam menampung beban pencemaran air
yang berasal dari berbagai kegiatan baik secara langsung maupun tidak langsung.
Adapun tujuan dari Kegiatan Pengkajian Dampak Lingkungan adalah :
a. Menginventarisasi sumber-sumber pencemar yang mempengaruhi kualitas air
sungai dan situ di Kota Tangerang
b. Menentukan daya tampung beban pencemaran air sungai dan situ serta daya
dukung sungai dan situ
c. Memperoleh beban dalam pengambilan keputusan untuk penyusunan kebijakan
pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air, termasuk kebijakan
pengelolaan DAS dan pemilikan prioritas upaya pengendlian pencemaran air.

1.3 Landasan Hukum


Aspek hukum yang melandasi kegiatan Pengkajian Dampak Lingkungan ini
adalah:
a. Undang–Undang No.32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah;
b. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup;
c. Peraturan Daerah Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan
Pengendalian Pencemaran Air;
d. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 110/MENLH/2003 tentang
Pedoman Penetapan Daya Tampung Beban Pencemaran Air Pada Sumber Air;
e. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No 1 Tahun 2010 tentang Tata Laksana
Pengendalian Pencemaran Air.
f. Peraturan Daerah Kota Tangerang Nomor 2 Tahun 2009 Tentang Pengelolaan
Lingkungan Hidup.

1.4 Lokasi Studi


Pekerjaan studi Daya Tampung Beban Pencemaran Air dilakukan pada :
a. Sungai: Sungai Cisadane, Sungai Mookervart, Kali Cirarab, Kali Angke, dan
Kali Sabi
b. Situ-situ di Kota Tangerang: Situ Cipondoh, Situ Gede, Situ Bulakan, dan Situ
Cangkring.

LAPORAN PENDAHULUAN PENGKAJIAN DAMPAK LINGKUNGAN 4


1.5 Ruang Lingkup Pekerjaan
Pekerjaan Studi Pengkajian Dampak Lingkungan ini meliputi beberapa tahapan
pekerjaan sebagai berikut:
1. Tahap Persiapan
Pada tahap persiapan dilakukan kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan
persiapan pelaksanaan pekerjaan, pengkoordinasian pelaksana kegiatan, dan rapat
koordinasi yang menyangkut persiapan pelaksanaan kegiatan.

2. Tahap Pengumpulan data sekunder dan primer


Pengumpulan data sekunder, antara lain yaitu :
1.) Berbagai kegiatan atau sektor yang berpotensi membuang air limbah, untuk
perhitungan beban pencemaran air, terutama sektor industri dan permukiman
2.) Peta, data hidrologi (debit air, lebar dan kedalaman sungai dan situ), kualitas air
dan pemanfaatan air, serta data berbagai sumber air limbah
3.) Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tangerang, Rencana Detail Tata
Ruang (RDTR) Kecamatan, Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL)
lokasi studi
4.) Peraturan, studi, naskah akademis yang berkaitan dengan baku mutu air atau
kriteria kualitas air
Pengumpulan data primer, antara lain yaitu :
1.) Survey pendahuluan dan inventarisasi lokasi pengambilan contoh air dan
sumber-sumber pencemar, dengan menggunakan alat bantu peta digital
dan/atau alat Global Positioning System (GPS).
2.) Hasil survey pendahuluan, dilakukan penentuan segmentasi/zoning perairan
sungai dan situ, sebagai dasar lokasi pengambilan sampel uji air
3.) Pengukuran debit air pada sungai yang akan dihitung daya tampung beban
pencemarannya
4.) Pengambilan dan pengujian contoh air dengan menggunakan laboratorium
terakreditasi (diutamakan laboratorium penelitian) untuk pemodelan
(perhitungan koefisien peruraian zat pencemar dan reaerasi oksigen). Khusus
untuk pengujian paramater BOD dilakukan dengan pengukuran pada hari ke-0
sampai dengan minimal hari ke-5 (dapat pula sampai hari ke-8). Sedangkan
pengukuran untuk parameter lain seperti DO, COD, NH3, NO2, NO3 dan Bakteri
Coliform dilakukan dengan menggunakan metode yang sahih dan dapat
dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Selanjutnya penentuan koefisien
penguraian dan reaerasi pun dilakukan melalui analisis matematis/statistik
dengan metode yang dapat dipertanggungjawabkan secara imliah.

LAPORAN PENDAHULUAN PENGKAJIAN DAMPAK LINGKUNGAN 5


3. Tahap Analisis Data dan Informasi
Pada tahap ini dilakukan analisis data sekunder dan primer yang telah
dihasilkan termasuk melakukan analisis kualitas air sungai dan situ, analisis Tata
Ruang dan analisis spasial terhadap daerah tangkapan (catchment area) sungai dan
situ.

4. Tahap Perhitungan Beban Pencemaran Air


1.) Perhitungan beban pencemaran untuk tiap sektor sumber pencemaran air
(antara lain domestik, industri, peternakan dan pertanian) dan perkiraan
beban nilai timbulan atau emisi untuk masing-masing jenis dan macam
sumbernya.
2.) Beban pencemaran tiap sungai dan situ.

5. Tahap Perhitungan Daya Tampung Beban Pencemaran Air (DTBPA)


1.) Perhitungan DTBPA sungai mengacu pada Kepmen LH No.110/2003 tentang
Pedoman Penetapan Daya Tampung Beban Pencemaran Air Pada Sumber
Air. Perhitungan tersebut mengacu kepada debit air sungai dan Baku Mutu Air
sungai/ anak sungai atau Mutu Air Sasarannya atau kriteria kualitas air sesuai
dengan pemanfaatan air sungai. Alat atau tools yang digunakan untuk
menghitung DTBP adalah dengan cara perkiraan berbasis komputerisasi,
agar dapat disimulasikan dalam kondisi yang berbeda di masa yang akan
datang.
2.) Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No.1 Tahun 2010 tentang Tata Laksana
Pengendalian Pencemaran Air, yang dilengkapi dengan lampiran cara
perhitungan daya tampung beban pencemaran air sungai.
3.) Perhitungan DTBPA situ menggunakan peraturan/pedoman dari KLH atau
sumber lain (termasuk literatur dari luar negeri). Perhitungan tersebut
mengacu kepada morfologi situ, debit air yang keluar dari situ dan Baku Mutu
Air situ atau kriteria kualitas air sesuai dengan pemanfaatan air situ, antara
lain untuk air baku perikanan dan pariwisata; serta status trofik situ yang
direncanakan atau direkomendasikan. Seperti juga halnya dengan
perhitungan Beban Pencemar Air, maka perhitungan DTBPA adalah dengan
cara perkiraan berbasis komputerisasi, agar dapat disimulasikan dalam
kondisi yang berbeda di masa yang akan datang. Landasan yang digunakan
adalah Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 28 tahun 2009
dan Pedoman Pengelolaan Ekosistem Danau

LAPORAN PENDAHULUAN PENGKAJIAN DAMPAK LINGKUNGAN 6


6. Pekerjaan lapangan
 Perencanaan/penentuan lokasi pengukuran debit air pada sungai dan anak
sungai yang akan dihitung daya tampung beban pencemarannya.
 Perencanaan/penentuan lokasi pengambilan contoh air untuk pemodelan
(perhitungan koefisien penguraian zat pencemar dan reaerasi oksigen).
Penentuan lokasi dilakukan dengan alat GPS.
 Pengukuran kualitas air melalui pemodelan.

7. Analisis Koefisien Pemodelan di lapangan dan di Laboratorium Kualitas


Air
Pengukuran koefisien penguraian parameter kualitas air untuk pemodelan,
yaitu DO, BOD, COD, NH3, NO2, NO3 dan Bakteri Coliform.

8. Perhitungan Beban Pencemaran Air


 Perhitungan beban pencemaran untuk tiap sektor sumber pencemaran air
(antara lain domestik, industri, peternakan dan pertanian) dan perkiraan beban
pencemaran untuk periode perencanaan yang akan datang dengan
menggunakan nilai emisi untuk masing-masing jenis dan macam sumbernya.
 Beban pencemaran tiap sungai, anak sungai dan situ.

9. Perhitungan Daya Tampung Beban Pencemaran Air (DTBPA)


 Perhitungan DTBPA sungai mengacu pada Kepmen LH No.110/2003 tentang
Pedoman Penetapan Daya Tampung Beban Pencemaran Air Pada Sumber Air.
Perhitungan tersebut mengacu kepada debit air sungai dan Baku Mutu Air
sungai/anak sungai atau Mutu Air Sasarannya atau kriteria kualitas air sesuai
dengan pemanfaatan air sungai.
 Perhitunga DTBPA situ menggunakan peraturan/ pedoman dari KLH.
Perhitungan tersebut mengacu kepada morfologi situ dan debit air yang keluar
situ dan Baku Mutu Air situ atau kriteria kualitas air sesuai dengan pemanfaatan
air situ, antara lain untuk air baku, perikanan dan pariwisata; serta status trofik
situ yang direncanakan atau direkomendasikan

10. Hasil Kajian


Pengkajian Daya Tampung Beban Pencemaran Air Sungai dan Situ
memberikan beberapa hasil keluaran, yaitu:

LAPORAN PENDAHULUAN PENGKAJIAN DAMPAK LINGKUNGAN 7


 Perkiraan beban pencemaran air ruas sungai atau anak sungai serta
sumbernya.
 Daya tampung beban pencemaran air sungai dan anak sungai.
 Perkiraan beban pencemaran air situ.
 Daya tampung beban pencemaran air situ dan daya dukungnya untuk
perikanan budidaya.
 Rekomendasi pengendalian pencemaran air tiap sungai/anak sungai dan situ.
 Prioritas sektor yang dikendalikan.
 Program pengendaliaan pada tiap sungai/anak sungai serta situ.
 Peta hasil kajian daya tampung sungai dan situ

11. Tahap Pelaporan


Hasil pengkajian disampaikan dalam laporan akhir yang menjadi bahan bagii
penetapan Peraturan Walikota mengenai Penetapan Daya Tampung Beban
Pencemaran Air Pada Sumber Air.

BAB 2. GAMBARAN UMUM DAERAH

LAPORAN PENDAHULUAN PENGKAJIAN DAMPAK LINGKUNGAN 8


2.1 Kondisi Geografis
Kota Tangerang secara geografis terletak antara 6O6' Lintang Selatan sampai dengan
6O13’ Lintang Selatan dan 106O36' Bujur Timur sampai dengan 106O42' Bujur Timur.
Luas wilayah Kota Tangerang adalah 183,78Km2, termasuk luas Bandara Soekarno-
Hatta sebesar 19,69 Km2. Batas wilayahnya adalah sebagai berikut:

o Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Teluknaga dan Kecamatan Sepatan


Kabupaten Tangerang.
o Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Curug, Kecamatan Serpong dan
Kecamatan Pondok Aren Kabupaten Tangerang.
o Sebelah Timur berbatasan dengan DKI Jakarta.
o Sebelah Barat, berbatasan dengan Kecamatan Cikupa Kabupaten Tangerang.

Kota Tangerang yang berjarak sekitar 60 Km dari Kota Serang Ibukota


Propinsi Banten dan sekitar 27 Km dari DKI Jakarta terletak pada jalan negara yang
menghubungkan daerah PANTURA Pulau Jawa dengan Pulau Sumatera. Letak
geografis yang sedemikian itu sangat menguntungkan pengembangan ekonomi Kota
Tangerang.

Wilayah Kota Tangerang meliputi 13 Kecamatan yaitu Kecamatan Ciledug,


Larangan,Karang Tengah, Cipondoh, Pinang, Tangerang, Karawaci, Jatiuwung,
Cibodas, Periuk, Batuceper, Neglasari dan Kecamatan Benda. Luas Kota Tangerang
termasuk bandara Soekarno-Hatta adalah 184,24 Ha (Tabell 2.1)

LAPORAN PENDAHULUAN PENGKAJIAN DAMPAK LINGKUNGAN 9


Gambar 2.1. Peta Administrasi Kota Tangerang

Tabel 2.1. Luas Kota Tangerang Tahun 2009


Luas
No Kecamatan
(Km2)
1 Ciledug 8,77
2 Larangan 9,40
3 Karang Tengah 10,47
4 Cipondoh 17,91
5 Pinang 21,59
6 Tangerang 15,79
7 Karawaci 13,48
8 Cibodas 9,61
9 Jatiuwung 14,41
10 Periuk 9,54
11 Neglasari 16,08
12 Batuceper 11,58
13 B e n d a *) 5,92
Jumlah 164,55
Sumber : Kota Tangerang Dalam Angka, 2009
*) Tidak termasuk luas Bandara Soekarno-Hatta = 19,69 Km2

2.2. Kondisi Demografi

LAPORAN PENDAHULUAN PENGKAJIAN DAMPAK LINGKUNGAN 10


Jumlah penduduk Kota Tangerang tahun 2009 (KTDA 2009) sebesar 1525534
jiwa, dengan kepadatan 9271 jiwa/km2. Kecamatan terpadat adalah Kecamatan Benda
dengan kepadatan penduduk per km2 sebanyak 22091 jiwa. Sementara kecamatan
paling jarang penduduknya pada tahun 2009 adalah Cipondoh dengan jumlah
penduduk 3789 jiwa/km2.

Tabel 2.2. Jumlah dan Kepadatan Penduduk di Kota Tangerang 2009


Luas Jumlah Kepadatan
No Kecamatan
(Km2) Penduduk Penduduk/km2
1 Ciledug 8,77 127.442 14.532
2 Larangan 9,40 99.199 10.553
3 Karang Tengah 10,47 83.251 7951
4 Cipondoh 17,91 67.859 3789
5 Pinang 21,59 166.141 7695
6 Tangerang 15,79 111.791 7080
7 Karawaci 13,48 166.458 12.349
8 Cibodas 9,61 112.393 11.695
9 Jatiuwung 14,41 126.760 8797
10 Periuk 9,54 99.285 10.407
11 Neglasari 16,08 134.433 8360
12 Batuceper 11,58 99.741 8613
13 B e n d a *) 5,92 130.781 22.091
Jumlah 164,55 1.525.534 9271
Sumber : Kota Tangerang Dalam Angka, 2009
*) Tidak termasuk luas Bandara Soekarno-Hatta = 19,69 Km2

LAPORAN PENDAHULUAN PENGKAJIAN DAMPAK LINGKUNGAN 11


Sumber : BPLH Kota Tangerang 2009

Gambar 2.2. Kepadatan Penduduk Kota Tangerang 2009

2.3. Kondisi Geologi


1. Morfologi
Geomorfologi Kota Tangerang terdiri dari tiga satuan geomorfologi, yaitu
satuan dataran aluvium pantai, satuan dataran aluvium sungai, dan satuan dataran
vulkanik seperti dalam uraian berikut:
a. Satuan Dataran Aluvium Pantai
Satuan ini terbentuk dari endapan pematang pantai, endapan rawa pasang
surut, dan endapan dataran banjir. Sebaran satuan ini terhampar seluas sekitar 10% di
bagian utara Kota Tangerang. Topografi yang terdapat pada satuan ini cukup landai
dengan kemiringan sekitar 5% dan tersusun oleh endapan lempung lanauan, lanau
pasiran, dan pasir.
b. Satuan Dataran Aluvium Sungai
Satuan ini terdapat di bagian barat Kota Tangerang seluas sekitar 5%. Satuan
bentang alam ini merupakan dataran bergelombang dengan kemiringan lereng
umumnya kurang dari 5%, kecuali pada lembah sungai dengan kemiringan mencapai
30%. Aliran sungai berarah selatan-utara, setempat membentuk pola dendritik dan
secara umum berpola sejajar. Satuan inii terbentuk oleh endapan batuan sedimen
berupa lempung lanauan, tuf, dan batupasir tufan.

LAPORAN PENDAHULUAN PENGKAJIAN DAMPAK LINGKUNGAN 12


c. Satuan Dataran Vulkanik
Satuan ini terdapat pada bagian tengah, selatan dan timur dari Kota Tangerang
seluas hampir 85%. Satuan ini membentuk dataran bergelombang dengan kemiringan
lereng kurang dari 5%, kecuali pada lembah sungai yang mencapai 30%. Satuan ini
terbentuk oleh batupasir tufan, endapan lahar, dan batupasir.

2. Stratigrafi
Hampir seluruh dari daerah Kota Tangerang ditutupi oleh batuan volkanik yang
berasal dari Gunung Gede - Pangrango dan Gunung Salak serta sebagian kecil
ditutupi oleh endapan aluvial. Deskripsi singkat mengenai satuan batuan yang terdapat
di daerah kajian adalah sebagai berikut :
a. Endapan Aluvium
Endapan ini terdiri atas lempung, lanau, pasir, kerikil, kerakal dan bongkah
yang berumur Kuarter. Tersebar pada daerah pedataran serta sekitar aliran sungai.
b. Endapan Pematang Pantai
Endapan batuan ini berasal dari material batuan yang terbawa oleh aliran
sungai dan berumur antara 20.000 tahun yang lalu hingga saat ini. Endapan tersebut
tersusun oleh material lempung, pasir halus dan kasar, dan konglomerat serta
mengandung cangkang molusca. Endapan aluvial tersebut dapat membentuk endapan
delta, endapan rawa, endapan gosong pasir pantai, dan endapan sungai dengan
bentuk meander atau sungai teranyam.
c. Endapan Kipas Aluvium Volkanik Muda
Endapan ini terdiri atas material batupasir dan batu lempung tufan, endapan
lahar, dan konglomerat. Ukuran butiran pada endapan kipas aluvial ini berubah
menjadi semakin halus ke arah utara. Satuan ini terbentuk oleh material endapan
volkanik yang berasal dari gunungapi di sebelah selatan Kabupaten Tangerang seperti
Gunung Salak dan Gunung Gede - Pangrango. Batuan ini diendapkan pada umur
Pleistosen (20.000 – dua juta tahun yang lalu). Kipas aluvial volkanik tersebut
terbentuk pada saat gunungapi menghasilkan material volkanik dengan jumlah besar.
Kemudian ketika menjadi jenuh oleh air, tumpukan material tersebut bergerak ke
bawah dan melalui lembah. Ketika mencapai tempat yang datar material tersebut akan
menyebar dan membentuk endapan seperti kipas yang disebut dengan kipas aluvial.
d. Satuan Batuan Tuf Banten Atas / Tuf Banten
Satuan ini terdiri atas lapisan tuf, tuf batu apung dan batu pasir tufaan yang
berasal dari letusan Gunung Rawa Danau. Tuf tersebut menunjukkan keadaan yang
lebih asam (pumice) dibandingkan dengan batuan vulkanik yang diendapkan
sesudahnya. Pada bagian atas satuan tersebut menunjukkan adanya perubahan

LAPORAN PENDAHULUAN PENGKAJIAN DAMPAK LINGKUNGAN 13


kondisi pengendapan dari di atas permukaan air menjadi di bawah permukaan air.
Satuan ini berumur Plio – Pleistosen atau sekitar dua juta tahun yang lalu.

3. Struktur Geologi
Kota Tangerang berada pada suatu tinggian struktur yang dikenal dengan
sebutan Tangerang High (Suyitno dan Yahya, 1974). Tinggian ini terbentuk oleh batuan
Tersier yang memisahkan cekungan Jawa Barat Utara di bagian Barat dengan
cekungan Sunda di bagian Timur. Tinggian ini dicirikan oleh kelurusan struktur bawah
permukaan berupa lipatan dan patahan normal yang berarah Utara-Selatan. Di bagian
timur patahan normal tersebut terbentuk cekungan pengendapan yang disebut dengan
Jakarta Sub Basin.

2.4. Kondisi Topografi


Topografi Kota Tangerang relatif datar berada pada ketinggian 10 s.d 20 meter
di atas permukaan laut, dengan kemiringan rata-rata sekitar 0,2 - 0,5 %. Wilayah Kota
Tangerang termasuk dalam 3 Daerah Aliran Sungai yang bermuara ke Laut Jawa, yaitu
DAS Cirarab, DAS Cisadane dan DAS Angke. Secara keseluruhan, terdapat 47 buah
sungai/saluran pembuang dan 6 situ/rawa di wilayah Kota Tangerang.

2.5. Kualitas Air


1. Sungai Cirarab
Sungai Cirarab merupakan sungai perbatasan Kabupaten Tangerang dan Kota
Tangerang. Sebagai sungai pembatas Kota Tangerang dan Kabupaten Tangerang,
maka Kali Cirarab menjadi penampung beban pencemaran air dari kedua daerah
tersebut. Hasil pemantauan Sungai Cirarab yang dilakukan pada 23 Juni 2009, yang
meliputi delapan lokasi yaitu:1.Jembatan Desa Bundeelah, 2.Jembatan Industri II,
3.Jembatan Siliwang,4.Komplek Permis, 5.Jembatan Regency, 6.Perum Total
Persada, 7.Jembatan Tomang,8.Jembatan Cangkring, menunjukkan Status mutu
Sungai Cirarab pada umumnya tercemar berat. Beberapa parameter menunjukkan
telah terjadi pencemaran karena tidak memenuhi syarat Kelas 2. Kadar Oksigen
terlarut atau DO adalah rendah pada lima lokasi, disebabkan kadar BOD dan COD
jauh melebihi syarat Kelas 2 pada semua lokasi. Kondisi tersebut disebabkan beban
pencemaran yang tinggi dari limbah industri dan penduduk.

Tabel 2. 3 Karakteristik Umum Daerah Aliran Sungai Cirarab


Daerah Dominasi Intensitas
No Kecamatan
Administrasi Guna Lahan Kegiatan

LAPORAN PENDAHULUAN PENGKAJIAN DAMPAK LINGKUNGAN 14


1 Kab. Bogor Parung Panjang Permukiman, perkebunan, ladang Rendah
Rumpin Permukiman, Perkebunan, ladang Rendah
2 Kab. Tangerang Serpong Permukiman, ladang, lahan kosong Sedang
Curug Permukiman Sedang
Cikupa Industri Tinggi
Sepatan Permukiman, sawah, ladang Sedang
3 Kota Tangerang Jatiuwung Industri, permukiman Sangat Tinggi
Periuk Industri, permukiman Tinggi
Sumber : Kajian Bencana Banjir Kota Tangerang 2007, BAPEDA Kota Tangerang 2007

Sumber : SLHD Kota Tangerang 2009


Gambar 2.3. Profil Kualitas Air Sungai Cirarab Untuk DO dan pH

Parameter pH meningkat menjadi basa pada lokasi 5 dan lokasi 7 sebagai


akibat limbah industri; demikian juga kadar Sulfida pada lokasi 3 jauh melebihi syarat
Kelas 2.

LAPORAN PENDAHULUAN PENGKAJIAN DAMPAK LINGKUNGAN 15


Sumber : SLHD Kota Tangerang 2009
Gambar 2.4. Profil Kualitas Air S Cirarab Untuk BOD, COD dan Sulfida

Semua lokasi menunjukkan tingkat pencemaran parameter PO4 yang tinggi


melebihi syarat Kelas 2, sedangkan parameter MBAS hanya pada lokasi 3 tidak
memenuhi syarat. Kandungan bakteri Total Coliform dan Fecal Coliform tidak
memenuhi syarat Kelas 2 pada semua lokasi S.Cirarab, yang menunjukkan tingginya
beban pencemaran limbah penduduk.

LAPORAN PENDAHULUAN PENGKAJIAN DAMPAK LINGKUNGAN 16


Gambar 2.5. Profil Kualitas Air S.Cirarab, Parameter Phosphat dan Detergen
(MBAS), 2009

Gambar 2.6. Profil Kualitas Air S.Cirarab, Parameter Bakteri Coliform, 2009

2. DAS Sungai Cisadane dan Kali Sabi


Sungai Cisadane merupakan sungai besar yang membelah Kota Tangerang
menjadi dua bagian wilayah Barat dan Timur. Hulu Sungai Cisadane berasal dari
daerah Danau Lido, Kabupaten Bogor. Selain itu, sungai-sungaii kecil di sepanjang
lereng Utara dan Timur Gunung Salak merupakan anak Sungai Cisadane yang secara
kontinyu mensuplai air. Aliran Sungai Cisadane sangat panjang melintasi daerah
administrasi Kabupaten dan Kota Bogor, Kabupaten dan Kota Tangerang dan akhirnya
bermuara di Laut Jawa. Karakteristik Daerah Aliran Sungai (DAS) Cisadane dapat
dilihat pada Tabell sebagai berikut:

LAPORAN PENDAHULUAN PENGKAJIAN DAMPAK LINGKUNGAN 17


Aliran Sungai Cisadane yang panjang membentuk DAS yang sangat luas
dengan karakteristik daerah yang sangat beragam, mulai dari kawasan hutan dan
ladang di daerah hulu Gunung Salak, permukiman (perkampungan dan perumahan
formal) dan ladang-ladang di bagian Tengah, permukiman dan kegiatan perkotaan di
daerah hilir. Sumber air di daerah hulu sekitar Lido dan lerang Gunung Cisalak
menjamin suplai air Sungai Cisadane cukup stabil di musim kemarau. Sementara pada
musim hujan, DAS Cisadane yang sangat luas dengan sebagian besar karaketeristik
daerah sudah mulai beralih menjadi daerah terbangun, merupakan catchment area
yang dapat mengalirkan volume air limpasan sangat besar.
Sungai Cisadane mengalir di tengah Kota Tangerang sepanjang 15 km. Lebar
sungai Cisadane sekitar 40-70 m dengan debit air dalam kondisi normal sekitar 70
m3/det. Bendungan Pintu 10 di Kelurahan Mekarsari Kecamatan Neglasari merupakan
bendungan untuk mengendalikan debit air Sungai Cisadane ke arah hilir Kabupaten
Tangerang dan dimanfaatkan untuk irigasi teknis. Beberapa saluran yang berfungsii
sebagai jaringan irigasi teknis antara lain adalah Kali Mokervart, Cisadane Barat,
Cisadane Timur dan Siphoon.

Tabel 2.4. Karakteristik Umum Daerah Aliran Sungai Cisadane


No Daerah Kecamatan Dominasi Guna Lahan Intensitas
Administrasi Kegiatan
1 Kab. Bogor Cijeruk Hutan, ladang, permukiman Rendah
Caringin Hutan, ladang, perkebunan, Rendah
permukiman
Ciampea Hutan, ladang, perkampungan Rendah
Ciomas Permukiman, ladang, Rendah –
perkebunan sedang
Dermaga Permukiman, ladang Sedang
Parung Permukiman, ladang Sedang
Gunung Sindur Permukiman, ladang Sedang

LAPORAN PENDAHULUAN PENGKAJIAN DAMPAK LINGKUNGAN 18


2 Kota Bogor Bogor Selatan Pemukiman, Tinggi
kegiatan perkotaan
Bogor Barat Permukiman, kegiatan Tinggi
Perkotaan
3 Kab. Tangerang Serpong, BSD, Permukiman, ladang, lahan Sedang
Gading Serpong kosong
Sepatan Permukiman, sawah, ladang Sedang
4 Kota Tangerang Cibodas Permukiman Tinggi
Pinang Permukiman, ladang, lahan Sedang
kosong.
Karawaci Permukiman, Tinggi
kegiatan pekotaan
Tangerang Permukiman, kegiatan Sangat Tinggi
perkotaan
Neglasari Permukiman, ladang Sedang
Sumber : Kajian Bencana Banjir Kota Tangerang 2007, Bapeda Kota Tangerang 2007

Salah satu anak sungai Cisadane adalah Kali Sabi. Daerah hulu Kali Sabi
berada di wilayah Kecamatan Legok, Kabupaten Tangerang, bertemu dengan Sungai
Cisadane di daerah kelurahan Priuk Jaya dan Nambo Jaya. Aliran Kali Sabi melalui
kawasan permukiman di Kabupaten Tangerang (Kecamatan Curug, Lippo Karawaci)
dan Kota Tangerang (Kecamatan Cibodas, Jatiuwung dan Periuk). Debit air Kali Sabi
sangat berfluktuasi antara musim kemarau dan musim hujan. Pada musim kemarau
debit air Kali Sabi relatif kecil, seolah-olah hanya sebagai saluran pembuangan
lingkungan permukiman yang dilalui. Pada musim hujan, debit air akan meningkat
tajam menampung limpasan air dari daerah permukiman yang dilalui. Sementara itu,
pada pertemuan Kali Sabi dengan Sungai Cisadane, aliran air Kali Sabi terhambat oleh
arus balik dari Sungai Cisadane yang muka airnya lebih tinggi pada musim hujan.
Kondisi tersebut menyebabkan air Kali Sabi meluap ke wilayah sekitarnya di kelurahan
Nambo Jaya dan Periuk Jaya Permai.
Hasil pemantauan Sungai Cisadane tahun 2009 di titik-titik 1.Jembatan Gading
Serpong, 2. Saluran Pembuangan Cicayur, 3.Eretan Panunggangan, 4.Jembatan
Cikokol, 5 Saluran Pembuangan UNIS, 6. Saluran Pembuangan Sari Asih, 7.Jembatan
Robinson, 8. Saluran Pembuangan Benteng Jaya, 9. Saluran Pembuangan Leda
Dadang, 10.Jembatan Satria, 11. Pintu Air X, 12. Eretan III Sewan. memperlihatkan
status mutu pada umumnya tercemar sedang. Pencemaran terjadi pada musim
kemarau. Pemantauan bulan Juli 2009 ini menunjukkan kondisi awal musim kemarau.
Beberapa parameter yang menunjukkan pencemaran adalah: Oksigen terlarut atau
DO, BOD, COD, Minyak dan Lemak, Detergen atau Surfaktan (MBAS), dan Bakteri
Coli.
Kadar BOD dan COD pada semua lokasi tidak memenuhi Kelas 2. Kadar tinggi
berada pada lokasi 1 sampai 6, yang menyebabkan kadar DO menurun drastis dan
tidak memenuhi Kelas 2 pada Lokasi 5 dan 6. Kadar Minyak & Lemak tidak memenuhi

LAPORAN PENDAHULUAN PENGKAJIAN DAMPAK LINGKUNGAN 19


Kelas 2 hanya pada lokasi 5 dan 6, sedangkan kadar detergen/surfaktan (MBAS) tidak
memenuhi Kelas 2 hanya pada lokasi 6.
Kandungan bakteri Total Coliform memenuhi syarat Kelas 2 pada semua lokasi,
akan tetapi kandungan bakteri Fecal Coliform tidak memenuhi syarat Kelas 2 pada
beberapa lokasi Mengingat S.Cisadane digunakan untuk air baku PDAM, maka
diperlukan pengawasan yang lebih ketat, baik pada air baku maupun pada proses
disinfeksi pada instalasi PDAM.

Sumber : SLHD Kota Tangerang 2009


Gambar 2.7. Profil DO, COD dan BOD S Cisadane, Juli 2009

Sumber : SLHD Kota Tangerang 2009


Gambar 2.8. Profil Minyak, detergen dan Bakteri S Cisadane, Juli 2009

Sementara itu status mutu Sungai Sabi pada umumnya tercemar sedang pada
beberapa lokasi dan tercemar berat pada beberapa lokasi lain, berdasarkan hasil
pemantauan tanggal 23 Juni 2009 yang menunjukkan kondisi akhir musim hujan dan
menjelang musim kemarau. Beberapa parameter yang menunjukkan pencemaran
karena tidak memenuhi syarat Kelas 2 adalah: Oksigen terlarut atau DO yang sangat
rendah atau anaerobik hampir pada semua lokasi, adanya gas Sulfida karena proses
anaerob, serta tingginya kadar Minyak dan Lemak serta Detergen/Surfaktan atau
Parameter MBAS.

LAPORAN PENDAHULUAN PENGKAJIAN DAMPAK LINGKUNGAN 20


Kadar BOD dan COD jauh melebihi syarat Kelas 2 pada semua lokasi akibat
beban pencemaran yang tinggi; selain itu juga terdapat indikasi pencemaran logam Zn
pada empat lokasi.
Kandungan bakteri Total Coliform dan Fecal Coliform tidak memenuhi syarat
Kelas 2 pada lima lokasi di hilir S.Sabi, yang menunjukkan tingginya beban
pencemaran limbah penduduk.

3. Saluran Mookervart.
Saluran Mookervaart adalah saluran pembuang yang berasal dari S Cisadane
dengan panjang Saluran 6,5 km, lebar 30 meter dan kedalaman 3,5 meter, seperti
tabel berikut :
Tabel 2.5. Dimensi dan Debit Saluran Mokervart

NAMA SALURAN PEMBUANG / PANJANG LEBAR TINGGI DEBIT


NO.
IRIGASI (Km') (M') (M') (M3/det)

1 PEMBUANG MOOKERVAART 6.50 30.00 3.50 4.00

Saluran ini merupakan suplesi sumber daya air untuk DKI Jakarta. Saluran ini
menyambung ke S.Cisadane dan Kali Angke. Dari hasil pemantauan di beberapa
lokasi berikut: 1.SP RSU, 2.Jembatan Baru, 3.SP Tanah Tinggi, 4.SP PAP, 5..Jembatan
Tanah Tinggi, 6.Jembatan Ampera,7.SP Cipondoh, 8.Jembatan Tatung, diketahui
bahwa status mutu Saluran Mookervart pada umumnya tercemar sedang pada
beberapa lokasi dan berat pada beberapa lokasi. Beberapa parameter yang
menunjukkan pencemaran karena tidak memenuhi syarat Kelas 2 antara lain adalah:
Oksigen terlarut atau DO yang kadarnya rendah pada enam lokasi, sehingga
menimbulkan kadar Ammonia yang tinggi karena proses peruraian limbah Nitrogen
(meskipun kadarnya tidak disyaratkan pada Kelas 2). Kadar BOD dan COD jauh
melebihi syarat Kelas 2 pada semua lokasi akibat beban pencemaran yang tinggi dari
limbah industri dan penduduk.
Lokasi 2 sampai 7 menunjukkan tingkat pencemaran yang tinggi, dimana kadar
parameter PO4, Minyak dan Lemak serta Detergen/Surfaktan atau Parameter MBAS
jauh diatas syarat Kelas 2. Kandungan bakteri Total Coliform dan Fecal Coliform tidak
memenuhi syarat Kelas 2 pada enam lokasi di hilir Saluran Mookervart, yang
menunjukkan tingginya beban pencemaran limbah penduduk.

LAPORAN PENDAHULUAN PENGKAJIAN DAMPAK LINGKUNGAN 21


Sumber : SLHD Kota Tangerang 2009
Gambar 2.9. Profil Kualitas Air Saluran Mookervart, Parameter DO, NH3, BOD
dan COD,2009

Sumber : SLHD Kota Tangerang 2009


Gambar 2.10. Profil Kualitas Air Saluran Mookervart, Parameter PO4, Minyak &
Lemak dan MBAS, 2009

LAPORAN PENDAHULUAN PENGKAJIAN DAMPAK LINGKUNGAN 22


Juni 2009

Sumber : SLHD Kota Tangerang 2009


Gambar 2.11. Profil Kualitas Air Saluran Mookervart, Parameter B Coliform, 2009

4. DAS Kali Angke


Kali Angke mengalir di bagian Timur Kota Tangerang. Hulu Kali Angke berasal
dari daerah Semplak, Kabupaten Bogor. Aliran Kali Angke melintasi 4 daerah
administrasi, yaitu Kabupaten Bogor, Kabupaten Tangerang, Kota Tangerang dan
Jakarta Barat, berakhir di Saluran Pembuang Cengkareng Drain, Jakarta Barat.
Sebagian besar Daerah Aliran Sungai (DAS) Angke merupakan kawasan
terbangun intensitas sedang-tinggi, yaitu kegiatan permukiman dan kegiatan
perkotaan. Karakteristik DAS Angke dapat dilihat pada Tabel sebagai berikut :

Tabel 2.6. Karakteristik Umum Daerah Aliran Sungai Angke


No Daerah Kecamatan Dominasi Intensitas
Administrasi Guna Lahan Kegiatan
Semplak Permukiman, ladang, sawah Sedang
1 Kab. Bogor Bojong Gede Permukiman, ladang, sawah Sedang
Parung Permukiman, ladang Sedang
Pamulang Permukiman, ladang Tinggi
2 Kab. Tangerang Permukiman, ladang lahan Sedang
Serpong
kosong
Permukiman, Sangat Tinggi
Ciledug
kegiatan perkotaan
Permukiman, Tinggi
3 Kota Tangerang Kr. Tengah
kegiatan perkotaan
Permukiman, ladang, lahan Tinggi
Pinang
kosong
Permukiman, Tinggi
Duri Kosambi
kegiatan perkotaan
4 Jakarta Barat
Permukiman, Sangat Tinggi
Kembangan
kegiatan perkotaan
Sumber : Kajian Bencana Banjir Kota Tangerang 2007, BAPEDA Kota Tangerang 2007

LAPORAN PENDAHULUAN PENGKAJIAN DAMPAK LINGKUNGAN 23


Kali Angke melalui wilayah Kota Tangerang sepanjang 10 km dengan lebar
sungai sekitar 12 m pada kawasan terbuka dan menyempit menjadi 3-4 meter pada
kawasan terbangun/perkotaan. Debit air Kali Angke pada kondisi normal tercatat
sekitar 18 m3/det.
Kondisi DAS Kali Angke sebagian besar merupakan daerah terbangun kawasan
permukiman. Terjadi pendangkalan akibat sedimentasi dan sampah yang dibuang
masyarakat pada kawasan permukiman sepanjang Kali Angke. Pada musim kemarau,
Kali Angke merupakan penampung air buangan domestik dari kawasan perumahan
sehingga debit air relatif kecil dan kualitas air buruk. Pada musim hujan, Kali Angke
menjadi sungai penampung air limpasan dari DAS dengan kondisi sebagian besar
merupakan kawasan terbangun. Dengan demikian dapat diperkirakan bahwa debit air
pada musim hujan akan sangat melonjak, baik dari air limpasan daerah hulu maupun
dari kawasan-kawasan permukiman di dalam DAS Kali Angke.
Beberapa anak sungai Kali Angke, seperti Kali Serua, Wetan, Pesanggrahan
dan Cantiga berasal dari daerah Bintaro dan Ciputat dimana kondisi saat ini
merupakan kawasan permukiman dan kegiatan perkotaan. Sama halnya dengan Kali
Angke, pada musim kemarau debit air sungai-sungai tersebut relatif kecil karena hanya
berfungsi sebagai saluran pembuangan lingkungan permukiman. Namun pada musim
hujan, debit air akan meningkat tajam akibat menampung limpasan air dari daerah
permukiman. Dengan semakin intensifnya pengembangan daerah terbangun dan
semakin minimnya ruang terbuka hijau pada DAS Angke dan anak sungainya, maka
dapat diprediksi debit air akan semakin meningkat bahkan tidak terkendali dan
menyebabkan banjir.

5. Situ
Situ/rawa sebagai bagian dari sistem DAS (daerah aliran sungai) memiliki
fungsi penting, baik sebagai tempat penampungan air guna pengendalian banjir,
konservasi sumberdaya air (pemasok air tanah), pengembangan ekonomi lokal
maupun tempat rekreasi. Terkait dengan penanggulangan banjir, situ memiliki peranan
yang penting sebagai daerah parkir air (retarding basins) untuk mengurangi banyaknya
air limpasan/penahan laju air (water retention)). Oleh karena itu menjaga kualitas
luasan dan kedalaman situ merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kegiatan
penanggulangan banjir.
Bertolak dari pentingnya menjaga kelestarian situ, maka keberadaan situ di
Kota Tangerang menunjukan penurunan kondisi. Hal ini, tercermin dari berkurangnya
jumlah dan luasan situ, dari yang semula terdata sebanyak 9 situ, saat ini hanya
tersisa 6 situ, dengan penyusutan luas areal situ berkisar sebesar 41%, yaitu dari 257

LAPORAN PENDAHULUAN PENGKAJIAN DAMPAK LINGKUNGAN 24


Ha menjadi 152 Ha seperti tercantum pada Tabel 2.7. Kondisi ini berdampak pada
tidak optimalnya fungsi situ sebagai pengendali banjir, yang antara lain ditunjukan dari
semakin meluasnya lokasi, tinggi dan lamanya genangan banjir yang terjadi di Kota
Tangerang.
Beberapa permasalah yang berkaitan degan pengelolaan situ antara lain
adalah:
• Adanya alih fungsi lahan di sekitar situ
• Pendangkalan perairan situ akibat kegiatan di sekitarnya
• Permasalahan batasan kewenangan dalam pengelolan situ antara Pemerintah
Pusat, Propinsi, dan Pemerintah Kota
• Kurangnya pemeliharaan dan/atau eutrofikasi sehingga situ dipenuhi oleh
gulma air (eceng gondok) dan rerumputan
• Penyalahgunaan wewenang pemberian izin pemanfaatan/pengelolaan situ
• Kurangnya partisipasi dan pemahaman masyarakat terhadap pentingnya
menjaga kelestarian situ
• Adanya buangan limbah dari perumahan di sekitar situ tanpa diolah terlebih
dahulu

Tabel 2.7. Luas Situ Eksisting di Kota Tangerang

No NAMA SITU LOKASI LUAS KEDALAMAN (m)


Asal (Ha) Eksisting (Ha)
1 Cipondoh Kec.Cipondoh 142 126,17 3
Kec.Pinang
2 Gede Kel.Cikokol 6,8 5,07 3
Kec.Tangerang
3 Cangkring Kec.Periuk 6 5,17 3
4 Bulakan Kec.Periuk 30 15 3
5 Kunciran Kel.Kunciran 3 0,4 2,5
Kec.Pinang
6 Bojong Kel.Kunciran 6 0,2 3
Kec.Pinang
7 Kompeni Kel.Rawa Bokor 70 Menjadi jl. tol -
Kec.Benda
8 Plawad Kec.Cipondoh 6,5 - -
9 Kambing Kec.Karang Tengah 2,7 lap. bola -
Jumlah Luas Situ 257 152
Sumber : BAPEDA Kota Tangerang, 2007

LAPORAN PENDAHULUAN PENGKAJIAN DAMPAK LINGKUNGAN 25


Gambar 2.12. Lokasi Situ di Kota Tangerang

1. Situ Cipondoh
Situ Cipondoh yang memiliki fungsi sebagai tandon air, sumber air irigasi dan
pengendali banjir berlokasi di Kecamatan Cipondoh. Situ ini memiliki luas areal
eksisting  126,17 Ha, berkurang 15,83 Ha atau 11,2%, dari luas semula 142 Ha.
Pengurangan luas areal situ ini diduga akibat proses sedimentasi/pendangkalan atau
pengalihan fungsi lahan situ oleh masyarakat sekitar.
Secara yuridis, status lahan situ ini telah memiliki sertifikat, dengan
kewenangan pengelolaan pada Pemerintah Propinsi Banten. Akan tetapi kurangnya
komitmen dari pemerintah Propinsi Banten, membuat implementasi kewenangan
pengelolaan situ tidak berjalan
sebagaimana mestinya,
sehingga berdampak pada
tidak terawatnya situ Cipondoh.
Pada sisi lainnya, adanya
perjanjian kerjasama antara
Propinsi Jawa Barat dengan
pihak swasta1 untuk mengelola
situ Cipondoh, menambah
kompleksnya permasalahan
pengelolaan situ ini.
1

LAPORAN PENDAHULUAN PENGKAJIAN DAMPAK LINGKUNGAN 26


Melihat kondisi situ yang terbengkalai dan tidak terawat, maka pada tahun 2005
dilakukan upaya revitalisasi Situ Cipondoh yang dirintis/diprakasai oleh swadaya
masyarakat Kecamatan Cipondoh dan Pinang untuk membersihkan Situ Cipondoh dari
eceng gondok, rumput dan ilalang yang dilakukan
rutin setiap hari sabtu dan minggu. Kegiatan ini
didukung oleh Pemerintah Daerah Kota
Tangerang dengan menyediakan truk sampah,
untuk pengangkutan sampah situ (Eceng gondok)
Hasil dari revitalisasi tersebut, sudah
Wisata air Situ Cipondoh
terlihat keberhasilannya, dimana secara fisik, situ
Cipondoh menunjukan kondisi yang terawat, dan
saat ini dimanfaatkan sebagai lokasi wisata air. Hal ini memberikan nilai tambah Situ
Cipondoh, karena selain berfungsi sebagai sarana pengendali banjir dan pasokan
airtanah, pemanfaatan situ untuk kegiatan wisata/rekreasi dan pemancingan, dapat
menambah income bagi masyarakat sekitar kawasan situ. Sebagai pelengkap kegiatan
wisata air di Situ Cipondoh, beberapa sarana rekreasi seperti bebek-bebekan dan Jet
ski telah tersedia dan dapat digunakan untuk menikmati pemandangan Situ Cipondoh.
Modal pengadaan sarana ini berasal dari masyarakat dan saat ini pengelolaannya
diketuai oleh RW 01 Kelurahan Cipondoh Kecamatan Cipondoh dengan penanggung
jawab, Camat Cipondoh.

(a)

LAPORAN PENDAHULUAN PENGKAJIAN DAMPAK LINGKUNGAN 27


(b)

(c)
Gambar 2.13. Penjualan tanaman hias yang memperindah kawasan
Situ Cipondoh

Hasil pemantauan kualitas air Situ Cipondoh pada Juli 2009 dilakukan pada
delapan lokasi, yaitu:
1. Sebelah Utara
2. Sebelah Timur Laut
3. Sebelah Timur
4. Sebelah Tenggara,
5. Sebelah Selatan,
6. Bagian tengah

LAPORAN PENDAHULUAN PENGKAJIAN DAMPAK LINGKUNGAN 28


7. Sebelah Barat Daya / Perum PDK,
8. Sebelah Barat Daya/RM. Putri Sunda,
menunjukkan kulitas yang tidak seragam, sehingga sebagian menunjukkan
pencemaran dan sebagian tidak teremar. Perbedaan tersebut disebabkan perbedaan
sumber pencemaran yang mengalir kedalam perairan situ, dan karakteristik arus air
situ. Bagian situ yang menunjukkan pencemaran adalah sebagai berikut:
a. Lokasi sebelah Utara: kadar BOD dan COD sedikit tidak memenuhi syarat
Kelas 2.
b. Lokasi sebelah Tenggara: juga kadar BOD dan COD tidak memenuhi syarat
Kelas 2. Demikian juga kandungan bakteri Coliform tidak memenuhi syarat
Kelas 2
c. Lokasi sebelah Barat Daya/Perum PDK: Hanya kandungan bakteri Coliform
yang tidak memenuhi syarat Kelas 2
d. Lokasi sebelah Selatan: juga hanya kandungan bakteri Coliform yang tidak
memenuhi syarat Kelas 2
e. Lokasi sebelah Barat Daya/RM. Puri Sunda: hanya kandungan bakteri Coliform
yang tidak memenuhi syarat Kelas 2
Tabel 2.8 Parameter Yang Melebihi Baku Mutu di Situ Cipondoh

No SITU CIPONDOH BOD COD COLIFORM

mg/L mg/L MPN/100ml


Sebelah Utara 4 30
1.
Sebelah Timur Laut,
2.
Sebelah Timur
3.
Sebelah Tenggara, 6 48
4.
Sebelah Selatan 1.500
5.
Bagian tengah
6.
Sebelah Barat Daya / Perum PDK
7. 1500
Sebelah Barat Daya/RM. Puri Sunda
8. 1500
Sumber : SLHD Kota Tangerang 2009

2. Situ Bulakan
Situ Bulakan yang berfungsi sebagai tandon air/reservor terletak di kelurahan
Periuk, kecamatan Periuk. Situ Bulakan saat ini memiliki luas 15 Ha, dari semula 30
Ha, sehingga telah terjadi pengurangan luas areal situ sebesar 15 Ha atau 50%. Hal ini

LAPORAN PENDAHULUAN PENGKAJIAN DAMPAK LINGKUNGAN 29


diduga akibat proses sedimentasi dan pengalihan fungsi lahan situ (antara lain dibuat
jalan).

Gambar 2.14. Sebagian besar badan Situ Bulakan yang dipenuhi oleh eceng
gondok.

Secara umum, Situ Bulakan berada dalam kondisi rusak, yang antara lain
tercermin dari badan situ yang sebagian besar dipenuhi oleh tanaman air (eceng
gondok). Hal ini berdampak tidak berfungsinya situ secara optimal. Secara yuridis,
pengelolaan situ ini merupakan kewenangan Pemerintah Propinsi Banten.

Gambar 2.15. Pengalihan fungsi lahan situ Bulakan (pengurukan situ) menjadi
jalan

Dari hasil pemantauan terhadap Situ Bulakan dilakukan di 5 lokasi, dimana


terdapat beberapa parameter yang melebihi Baku Mutu .
Tabel 2.9. Parameter Yang Melebihi Baku Mutu di Situ Bulakan

No SITU BULAKAN/ BOD COD COLIFORM

KOORDINAT mg/L mg/L MNN/100 ml


Tepi Timur Laut 10 (3) 89(26)
1.
Tepi Barat Laut 7(3) 64(26)
2.

LAPORAN PENDAHULUAN PENGKAJIAN DAMPAK LINGKUNGAN 30


Tengah
3. 6(3) 52(26)
Tepi Barat Daya 14(3) 118(26) 1500 (1000)
4.
Tepi Utara 14(3) 119(26)
5.
Keterangan : (angka ) : BM Air Kelas II,
Sumber : SLHD Kota Tangerang 2009
3. Situ Cangkring
Situ Cangkring yang berfungsi
sebagai tandon air /reservoir terletak di
kelurahan Periuk Jaya kecamatan Periuk.
Situ ini memiliki luas 5 Ha, berkurang 1 Ha
( 14% ) dari luasan awal sebesar 6 Ha. Saat
ini kondisi situ dalam keadaan rusak, yang
tercermin dari dipenuhinya badan situ oleh
eceng gondok. Pengelolaan situ ini secara yuridis merupakan kewenangan Pemerintah
Propinsi Banten.

Tidak adanya pengaman situ


(sempadan/patok batas situ),
menjadikan Situ Cangkring yang
berbatasan langsung dengan
pabrik dan permukiman,
menjadi sangat rentan terhadap terjadinya pengurangan luasan dan kedalaman situ
serta penurunan kualitas air situ (pencemaran air)
Hasil pemantauan Kualitas Air Situ Cangkring pada tahun 2009 menunjukkan
bahwa terjadi pencemaran oleh beberapa parameter seperti BOD, COD, dan Coliform
seperti pda table berikut.

Tabel 2.10. Parameter Yang Melebihi Baku Mutu di Situ Cangkring

BOD COD COLIFORM


No SITU CANGKRING/KOORDINAT
mg/L mg/L MPN/100 ml
Tepi Timur 9 (3) 80 (25)
1.
Tengah 8 (3) 77 (25)
2.
Selatan
3. 9 (3) 80 (25)
Tepi Barat Daya 13 (3) 115 (25) 4600 (1000)
4.

LAPORAN PENDAHULUAN PENGKAJIAN DAMPAK LINGKUNGAN 31


Tepi Barat Laut 14 (3) 121 (25)
5. 4600 (1000)
Keterangan : (angka ) : BM Air Kelas II,
Sumber : SLHD Kota Tangerang 2009

4. Situ Gede
Situ Gede yang berfungsi sebagai pengendalian
banjir, tandon air, dan reservoir berada di
kecamatan Tangerang. Situ Gede saat ini memiliki
luas 5,069 Ha, berkurang 1,8 Ha (26,5%) dari luas
semula sebesar 6,8 Ha. Situ ini secara tidak resmi
dikelola oleh PT.Modern Land dan penggarap liar,
meskipun secara yuridis pengelolaannya menjadi
kewenangan
Pemerintah Propinsi Banten. Kondisi Situ Gede, berdasarkan pengamatan makro
menunjukan kondisi fisik yang cukup terawat.

Gambar 2.16. Pemanfaatan Situ Gede sebagai lokasi rekreasi dan pemancingan

LAPORAN PENDAHULUAN PENGKAJIAN DAMPAK LINGKUNGAN 32


Pemantauan terhadap Situ Gede yang dilakukan pada bulan Juni 2009 pada 4 lokasi
lokasi menunjukkan bahwa telah terjadi pencemaran di lokasi pemantauan tersebut
terutama disebabkan oleh BOD, COD dan Coliform, seperti pada tabel berikut.

Tabel 2.11. Parameter Yang Melebihi Baku Mutu di Situ Gede

BOD COD
No SITU GEDE COLIFORM
mg/L mg/L
Apartemen Modern 5 (3) 40 (25) 4600 (1000)
1.
Mall Metropoli 5 (3) 45 (25)
2. 4600 (1000)
STMIK Raharja
3. 5 (3) 41 (25) 2400 (1000)
Tengah
4. 9 (3) 75 (25) 4600 (1000)
Keterangan : (angka ) : BM Air Kelas II,
Sumber : SLHD Kota Tangerang 2009

2.6. Curah Hujan


Siklus curah hujan dalam satu tahun meningkat pada bulan Nopember sampai
dengan April. Puncak musim hujan berada pada bulan Januari–Pebruari. Berdasarkan
tabel data curah hujan, terjadi siklus peningkatan volume curah hujan pada bulan
Januari-Pebruari yaitu tahun 1996/1997, 2002 dan saat ini curah hujan Pebruari 2007
yang menyebabkan bencana banjir pada wilayah yang lebih luas. Fenomena ini perlu
menjadi perhatian dalam mengantisipasi lebih awal kemungkinan bencana banjir di
masa yang akan datang. Selama tahun 2008, hampir seluruh kecamatan di Kota
Tangerang mengalami banjir, kecuali Kecamatan Tangerang, Neglasari, dan Batuceper.
Secara umum, wilayah Kota Tangerang berada 14 meter di atas permukaan laut, curah
hujan tertinggi terjadi pada bulan Pebruari yaitu sebanyak 286 mm dimana pada saat
itu terjadi pula intensitas matahari minimum. Sedangkan rata-rata kelembaban udara
79,10 %.

Tabel 2.12. Data Curah Hujan Stasiun BMG Tangerang 1994 – 2003 (mm)

TAHUN JAN FEB MAR APR MEI JUN JUL AUG SEP OKT NOP DES TOTAL
1994 416 288 253 246 7 39 0 0 1 3
1995 549 292 233 123 70 135 116 29 207 90
1996 267 599 129 198 80 71 40 110 46 182
1997 521 122 80 127 3 70 15 0 0 0

LAPORAN PENDAHULUAN PENGKAJIAN DAMPAK LINGKUNGAN 33


1998 210 294 247 113 216 138 87 110 90 217
1999 326 259 91 42 166 56 126 18 22 224
2000 359 324 109 170 201 47 15 59 18 70
2001 233 175 259 209 93 146 114 15 133 195
2002 594 504 171 147 27 46 104 16 0 0
2003 121 478 148 33 101 21 0 23 62 88

Rata2 360 334 172 141 96 76 61 38 57 107 153 189 1.780


Sumber : Badan Meteorologi dan Geofisika Tangerang

Sementara data terakhir curah hujan Kota Tangerang diperlihatkan pada


gambar berikut ini.

Sumber : BMKG Kota Tangerang, 2009


Gambar 2.17. Curah Hujan Rata-Rata Bulanan Kota Tangerang Tahun 2009

2.7. Penggunaan Lahan Kota Tangerang


Kawasan perkotaan pada umumnya terjadi perubahan penggunaan lahan dari
kawasan ladang, perkebunan dan pertanian menjadi kawasan permukiman, industri
dan perdagangan/jasa. Perubahan penggunaan lahan wilayah Kota Tangerang sejak
tahun 1959-2004 dapat dilihat pada tabel sebagai berikut :
Tabel 2.13. Perbandingan Luas Lahan Terbangun dan Ruang Terbuka
PENGGUNAAN TAHUN 1959 TAHUN 1994 TAHUN 1999 TAHUN 2004
LAHAN
Lahan terbangun 37,18 ha 103,17 ha 111,68 ha 127,16 ha
(20%) (56%) (60%) (69%)
Ruang Terbuka 147.10 ha 81,11 ha 72,60 ha 57,12 ha
(80%) (44%) (40%) (31%)
184.28 ha 184.28 ha 184.28 ha 184.28 ha
Sumber : (A) Peta dasar AMS Tahun 1959
(B) RTRW Kota Tangerang Tahun 1994
(C) RTRW Kota Tangerang Tahun 2000

LAPORAN PENDAHULUAN PENGKAJIAN DAMPAK LINGKUNGAN 34


(D) Tangerang Dalam Angka Tahun 2004

Pada tahun 1959 pengunaan lahan di Kota Tangerang didominasi oleh


perkebunan karet, ladang dan pertanian (sawah). Pada awal pembentukan Kota
Tangerang tahun 1994 pola penggunaan lahan sudah jauh berubah, dimana lahan
terbangun kegiatan perkotaan semakin luas mencapai 56% dari luas wilayah Kota
Tangerang. Perkembangan kegiatan perkotaan tersebut sebagian besar adalah
kegiatan perumahan, industri dan perdagangan/jasa. Pada tahun 2004, perkembangan
lahan terbangun semakin mendominasi wilayah Kota Tangerang mencapai 127,16 Ha
(69%) terutama perkembangan kegiatan permukiman dan industri/pergudangan.
Perkembangan kegiatan perkotaan yang pesat memperlihatkan tingginya daya
tarik nilai investasi kegiatan ekonomi di wilayah Kota Tangerang. Tuntutan kebutuhan
lahan pada kawasan perkotaan, mengakibatkan pergeseran pemanfaatan lahan dari
kegiatan pertanian/ladang menjadi kegiatan perkotaan yang lebih produktif. Kondisi ini
merupakan konsekuensi dari tuntutan pasar.
Penggunaan lahan Kota Tangerang tahun 2008 sebagian besar digunakan
sebagai kawasan budidaya untuk pertanian,industri, pariwisata, perumahan,
perdagangan dan jasa, ruang terbuka hijau, ruang terbuka non hijau, fasilitas
pelayanan, transportasi, dan prasarana lain yang luasnya tidak kurang dari 17.874,07
Ha atau sekitar 98,27% dari 18.188,94 Ha luas total Kota Tangerang. Sedangkan
penggunaan lahan untuk kawasan lindung sebesar 314,87 Ha atau 1,73% dari luas
total lahan kota.

Sumber : Dinas Tata Kota, Kota Tangerang, 2009


Gambar 2.18. Penggunaan Lahan Eksisting Kota Tangerang 2008

2.8. Tata Air Sungai Di Kota Tangerang


1. Sungai/Kali

LAPORAN PENDAHULUAN PENGKAJIAN DAMPAK LINGKUNGAN 35


Sungai yang melintas di Kota Tangerang yang menjadi kajian dalam pekerjaan
ini meliputu Sungai Cirarab, Sungai Cisadane, Kali Sabi, Saluran Mookervart dan Kali
Angke.
Hulu sungai Kali Cirarab berada di bagian Utara Kabupaten Bogor sekitar
Kecamatan Rumpin. Aliran Kali Cirarab berkelok-kelok, melintasi 3 daerah
administrasi, yaitu Kabupaten Bogor, Kabupaten Tangerang dan Kota Tangerang.
Sebagian besar Daerah Aliran Sungai (DAS) Cirarab merupakan kawasan budidaya
daerah terbangun. Karakteristik DAS Cirarab dapat dilihat pada Tabel di bawah ini.
emperhatikan kondisi DAS Cirarab, maka dapat diperkirakan bahwa debit air Kali
Cirarab sangat berfluktuasi. Hal ini karena daerah tangkapan air (catchment area)
sebagian besar merupakan kawasan budidaya daerah terbangun.

Tabel 2.14. Dimensi dan Debit Sungai Cirarab

Panjang Lebar (M) Kedalaman Debit (M3/dtk)


No Nama Sungai
(KM) Permukaan Dasar (M) Max Min
I DAS Cisadane
1 Cisadane 3.20 100.00 70.00 12.50 2500.00 6.70
2 Jaletreng 4.90 7.50 6.00 2.00 5.00 0.60
3 Kali Sabi 2.80 7.00 5.00 3.80 1.20 0.30
4 Cihuni 1.20 3.00 2.00 2.00 3.00 0.13
5 Cisalak 2.50 4.00 3.00 2.00 2.00 0.10
II DAS ANGKE
1 Angke 45.00 12.00 11.00 5.50 105.00 42.00
2 Sarua 3.50 2.00 1.00 2.50 2.00 0.50
3 Parigi 28.00 5.00 4.00 3.00 2.00 0.50
4 Ciputat 5.50 2.00 1.00 2.00 5.00 1.50
5 Ciledug 3.00 4.00 3.00 3.00 1.00 0.25
6 Ciater 6.50 10.00 7.50 2.00 2.00 0.40
III DAS Cirarab
1 Cirarab 21.00 16.00 14.50 5.00 30.50 1.30
2 Pemb. Kroncong 2.50 5.00 4.00 2.00 1.00 0.10
3 Pemb. Cilongok 10.00 7.00 6.00 5.50 3.75 1.25
Sumber : BPLH Kota Tangerang, 2009

Pada musim kemarau, debit Sungai Cirarab kecil karena hanya menampung
aliran air buangan dari aktifitas masyarakat di daerah hulu. Masyarakat pada
permukiman dan industri sepanjang Sungai Cirarab seringkali membuang limbah
(limbah industri, limbah domestik dan sampah) ke Sungai Cirarab sehingga
menyebabkan pencemaran dan sedimentasi sungai. Sementara pada musim hujan
debit air akan meningkat tajam karena air limpasan (run off water) dari catchment area
yang sebagian besar merupakan daerah terbangun, baik di daerah hulu maupun hilir.

LAPORAN PENDAHULUAN PENGKAJIAN DAMPAK LINGKUNGAN 36


Pendangkalan (sedimentasi) dan penyempitan sungai yang terjadi menyebabkan
sungai tidak mampu menampung debit air pada musim hujan, sehingga meluap
membanjiri kawasan sekitar aliran sungai.
Sungai Cirarab melintasi wilayah administrai Kota Tangerang sekitar 7 km, di
daerah perbatasan barat dengan Kabupaten Tangerang. Lebar Sungai Cirarab sekitar
7 m dengan debit air dalam kondisi normal 12 m3/dtk. Daerah sempadan Kali Cirarab
telah banyak dimanfaatkan oleh permukiman liar, sehingga terjadi penyempitan badan
sungai.
Selama ini sungai Cisadane dimanfaatkan untuk berbagai keperluan antara lain
air baku air minum, air baku untuk industri, keperluan pertanian dan rumah tangga.
Pengambilan air baku untuk keperluan PDAM Kabupaten Tangerang yang berasal dari
Sungai Cisadane dilakukan di 4 titik seperti terlihat pada Tabel

Tabel 2.15. Nama PDAM dan Debit Sungai Yang Dimanfaatakan untuk Air Baku air
Minum
No Nama
Alamat Debit Air
Perusahaan
1 PDAM Ds.Kranggan Kec. Serpong 3000 L/dt
2 PDAM Ds.Renged Kec.Kresek 120 L/dt
3. PDAM Ds.Bojong Renged,Kec.Teluk Naga 100 L/dt
Ds.Kisamaun No 204,Ds Suradita Kec 50 L/dt
4. PDAM
Cisauk
Jumlah 3270 L/dt

Sementara pengambilan air untuk industri pada umumnya lebih banyak terjadi
di daerah hilir, yaitu di Kota Tangerang dan Kabupaten Tangerang. Seperti pada tabel
berikut ini.

LAPORAN PENDAHULUAN PENGKAJIAN DAMPAK LINGKUNGAN 37


Tabel 2.16. Nama Perusahaan dan Debit air Yang Dimanfaatkan Oleh Industri

Selain sebagai air baku air minum dan keperluan industri, sungai-sungai yang
ada di Kota Tangerang juga dimanfaatkan sebagai air irigasi. Luas Lahan sawah yang
memelukan air irigasi di Kota Tangerang terlihat pada tabel berikut ini.

LAPORAN PENDAHULUAN PENGKAJIAN DAMPAK LINGKUNGAN 38


Tabel 2.17. Luas Lahan Sawah Menurut Jenis Pengairan di Kota Tangerang
Tahun 2007 Ha.
No. Kecamatan Irigasi Tehnis Irigasi 1/2 tehnis Tadah Hujan Lainnya Jumlah
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)
1 Ciledug
- - - - 15.00
2 Larangan
- - - - -
Karang
3
Tengah - - 14.00 - 14.00
4 Cipondoh
255.00 122.00 50.00 - 427.00
5 Pinang
- 50.00 198.00 - 248.00
6 Tangerang
- - 10.00 - 10.00
7 Karawaci
- - 34.00 - 34.00
8 Cibodas
- - - - -
9 Jatiuwung
- - - - -
10 Periuk
70.00 - - - 70.00
11 Neglasari
301.00 - 15.00 - 316.00
12
Batuceper 15.00 9.00 - 0 24.00
13
Benda 116.00 - 8.00 - 124.00
Kota Tangerang
757.00 181.00 344.00 - 1,282.00
2006
791.00 67.00 471.00 - 1,329.00
Sumber : Dinas. Pertanian Kota Tangerang

Untuk memperjelas bagaimana gambaran DAS Cisadane dan Skema Tata Air
Sungai di Kota Tangerang, berikut ini ditampilkan skema DAS Cisadane dan skema
Tata Air tersebut pada Gambar 2.19 dan 2.20.
Gambaran titik-titik pemantauan kuantitas dan kualitas air sungai Cisadane
diperlihatkan pada tabel 2.18 di bawah ini. Sementara kuantitas air Sungai Cisadane
di Bendung Pasar Baru yang dipantau dari tahun 2004 sampai 2008 digambarkan
pada Gambar 2.21 di bawah ini.

LAPORAN PENDAHULUAN PENGKAJIAN DAMPAK LINGKUNGAN 39


(Sumber: BBWS Ciliwung-Cisadane, 2010)
Gambar 2.19. Skema DAS Cisadane

LAPORAN PENDAHULUAN PENGKAJIAN DAMPAK LINGKUNGAN 40


(Berdasarkan Presurvey Tim Ecoterra Di Lapangan, Mei 2010)
Gambar 2.20. Skema Tata Air Sungai di Kota Tangerang

LAPORAN PENDAHULUAN PENGKAJIAN DAMPAK LINGKUNGAN 41


Tabel 2.18.Tabel Titik Pemantauan Kualitas dan Kuantitas Sungai Cisadane

LAPORAN PENDAHULUAN PENGKAJIAN DAMPAK LINGKUNGAN 42


Elevasi
No Kordinat LS Kordinat BT Jarak (m) Keterangan
(m)
Derajat Menit Detik Derajat Menit Detik
CSN.25-S.Cisadane,
Serpong Utara
Hilir Kota TANGSEL ,
1 6 13 51.66 106 38 21.30 16 0 perbatasan Kota
Tangerang & Kota
TANGSEL

CSN.26-S.Cisadane,
Kota Tangerang Hilir
2 6 13 39.41 106 38 4.18 15 654.51
industri (kanan), hilir
permukiman (kiri)
CSN.27-S.Cisadane,
3 6 13 24.10 106 37 47.07 14 777 Kota Tangerang hilir
permukiman
CSN.28-S.Cisadane,
4 6 13 1.22 106 37 44.35 17 768.84
Kota Tangerang
CSN.29-S.Cisadane,
5 6 12 46.76 106 37 11.13 16 1,117.28
Kota Tangerang
CSN.30-S.Cisadane,
6 6 12 6.15 106 37 26.44 12 1,668.67
Kota Tangerang
CSN.31-S.Cisadane,
Kota Tangerang
Jembatan Cikokol ,
7 6 11 45.17 106 37 33.34 15 726.24 hilir permukiman
kanan dan kiri, hilir
industri kanan dan
kiri
CSN.32-S.Cisadane,
8 6 11 19.86 106 38 5.56 13 1,523.81
Kota Tangerang
CSN.33-S.Cisdane
9 6 10 6.94 106 37 58.69 14 3,119.90
Kota Tangerang
CSN.34-S.Cisadane
10 6 9 35.95 106 37 40.52 13 1,197.98
Bendung Pasar Baru
CSN.34a-
6 9 22.95 106 36 49.58 9 2,192.59 S.Cisadane, hilir
muara Cisabi
CSN.34b-
6 8 21.83 106 36 51.44 8 2,066.16
S.Cisadane
CSN.35-S.Cisadane
11 6 7 15.77 106 37 22.02 9 2,968.65
hilir, Kota Tangerang
CSN.36-S.Cisadane
12 6 6 20.92 106 38 9.40 6 2,495.76 hilir, Neglasari,
Kota Tangerang
Slope sungai I =
21,277.39 10/21,277.39 =
10
0.00047

Sumber data: Hasil pengolahan data citra satelit dan digitasi di lapangan Tahun...?

LAPORAN PENDAHULUAN PENGKAJIAN DAMPAK LINGKUNGAN 43


Hidrograf S.Cisadane di
Bendung Pasar Baru, Kota
Tangerang

Sumber: BBWS Ciliwung-Cisadane

Gambar 2.21 Hidrograf Sungai Cisadane di Bd Pasar Baru Tahun 2004-2008


(Pos Bd. Pasar Baru: konstan, debit rata-rata 80-90 m³/det, debit banjir 850
m³/det (Jan 2008)

LAPORAN PENDAHULUAN PENGKAJIAN DAMPAK LINGKUNGAN 44


BAB 3. METODOLOGI PEKERJAAN
3.1. Acuan Peraturan Perundang-Undangan
Pola pikir dan metode studi mengacu kepada peraturan perundang-undangan
tentang sumber daya air dan peraturan perundang-undangan tentang lingkungan hidup,
yaitu :
a) Undang-Undang No.7 Tahun 2004 tentang Pengelolaan Sumber Daya Air
b) Undang-Undang N0.32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup
c) Peraturan Pemerintah No.82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan
Pengendalian Pencemaran Air, antara lain ketentuan tentang Daya Tampung
Beban Pencemaran Air.
d) Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 115 Tahun 2003 tentang
Pedoman Penentuan Status Mutu Air.
e) Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No.110 Tahun 2003 tentang
Pedoman Penetapan Daya Tampung Beban Pencemaran Air pada Sumber Air

Pada peraturan tersebut penetapan daya tampung sumber daya air diperlukan
untuk konservasi dan upaya pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air
melalui mekanisme perijinan
Dalam Pengaturan Pengelolaan Kulitas Air Pada PP NO.82/2001, lingkup kajian
adalah yang memerlukan dasar peraturan perundang-undangan adalah
a) Kelas Air
b) Mutu Air Sasaran
c) Baku Mutu Air
d) Pemantauan air
Kelas Air dan Baku Mutu Air yang diatur pada berbagai pasal pada PP No. 82
tahun 2001 tentang pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air, seperti
tercantum pada Tabel 3.1. Sedangkan pasal-pasal yang berkaitan dengan daya tampung
beban pencemaran air tercantum pada Tabel 3,2. Pengaturan DTBPA disajikan pada
Gambar 3.1.

LAPORAN PENDAHULUAN PENGKAJIAN DAMPAK LINGKUNGAN 45


Tabel 3.1. Kelas Air, Baku Mutu Air dan Status Mutu Air
No Aspek Peraturan Lintas Propinsi Lintas Kab/ Kab/Kota
atau Lintas Kota
Negara
1 Wewenang a. Pengelolaan Kordinator Pengelola
Pengelolaan oleh Pemprov Pemkab/ Pemkota
Pasal 5 dan Pasal 6 Pem.Pusat
b. Penugasan
dp.kpd.
Pemprop atau
Pemkab/
Pemkota ybs.
2 Pendayagunaan Air Pem, Pemprov, Pem, Pemprov, Pem, Pemprov,
Pasal 7 dan Pemkab/ dan Pemkab/ dan Pemkab/
Pemkota Pemkota Pemkota
menyusun menyusun menyusun
bersama bersama bersama
3 Penetapan Kelas Air a. Keputusan Perdaprov Perdakab/
Pasal 9 Presiden, Perdakota
berdasar-kan
kajian
b. .Penugasan
kajian dp. kpd.
Pemprov ybs.
4 Baku Mutu Air / a. Kepmen, a. Perdaprop
Sumber Air (BMSA) dg saran b. Dapat lebih
Pasal 10, 11, 12 instansi terkait ketat atau
b. Dapat menambah
lebih ketat atau parameter
menambah
parameter
5 Pemantauan a. Wewenang a. Koordinasi Pelaksana
Kualitas Air Pasal 13 Pemerintah Pemprov Pemkab/
b. Pemerintah b. Pelaksana Pemkota
dapat Pemkab/ Laporan
menugaskan Pemkota kepada
Pemprov ybs. c. Laporan Menteri
kepada Menteri
6 Penetapan Status Pemerintah / Pemerintah Pemerintah
Mutu Air Sesuai keputusan Provinsi Kabupaten/Kota
Pasal 14 Menteri
7 Analisis Mutu Air Laboratorium Laboratorium Laboratorium yang
dan Mutu Air yang ditunjuk yang ditunjuk ditunjuk Gubernur
Limbah Menteri Gubernur atau atau laboratorium
Pasal 16 laboratorium yang yang ditunjuk
ditunjuk Menteri Menteri bila
bila Gubernur Gubernur belum
belum melakukan melakukan
penunjukkan penunjukkan

LAPORAN PENDAHULUAN PENGKAJIAN DAMPAK LINGKUNGAN 46


Tabel 3.2. Daya Tampung Beban Pencemaran Air
No. Aspek Peraturan Lintas Propinsi atau Lintas Kab/ Kota Kab/Kota
Lintas Negara
1 Wewenang a. PPA oleh Pem. PPA oleh Pemprop PPA oleh Pemkab/
Pasal 18 b. Penugasan kpd. Pemkota
Pemprop atau
Pemkab/Pemkota
ybs.
2 Baku Mutu Air Limbah a. Baku Mutu Air a. Baku Mutu Air
(BMAL) Limbah Daerah Limbah Daerah
Pasal 21, (1) dan (2) dg. Perdaprov dg. Perdaprop
b. Dapat lebih ketat dari b. Dapat lebih
pada nasional Ketat dari pada
nasional
3 Inventarisasi dan Pemerintah melakukan a. Pemdaprop a. Pemda kab/
Identifikasi Sumber inventarisasi Melakukan kota melakukan
Pencemar Air inventarisasi inventarisasi
Pasal 20 b, 21 (3), (4) b. Laporan kpd. Menteri, b.Laporan kpd.
min. setahun sekali Menteri, min.
setahun sekali
4 Kebijakan Nasional Ditetapkan oleh Menetari
Pengendalian
Pencemaran Air
Pasal 22
5 Daya Tampung Pemerintah menetapkan Pemdaprop Pemdakab/ kota
Beban Pencemaran daya tampung beban menetapkan daya menetapkan daya
Air (DTBPA) , 5 pencemaran air tampung beban tampung beban
tahun sekali pencemaran air pencemaran air
Pasal 20 a
6. Retribusi Air Limbah Pembuangan air
ke Sarana/ Prasarana limbah ke sarana/
PAL prasarana PAL
Pasal 24 Pemda kab/kota,
bayar retribusi

LAPORAN PENDAHULUAN PENGKAJIAN DAMPAK LINGKUNGAN 47


Gambar 3.1. Skema Pengaturan Penetapan Daya Tampung Beban Pencemaran Air

LAPORAN PENDAHULUAN PENGKAJIAN DAMPAK LINGKUNGAN 48


3.2. Pola Pikir & Pendekatan Studi
Sungai dan situ adalah sumber daya air yang saling berkaitan, namun memiliki
karakteristik yang berbeda. Sumber pencemaran sungai dan anak sungai serta situ
hampir sama, yaitu limbah penduduk, pertanian, peternakan, industria, pertambangan dan
erosi serta pelumpuran. Sumber pencemaran berada pada daerah aliran sungai dan
daerah tangkapan air dan bantaran sungai/situ. Tingkat pencemarannya tergantung
kepada tingginya beban pencemaran, yaitu jumlah penduduk dan tingkat pengolahan
limbahnya, luas lahan pertanian dan sistem pemupukan, jumlah dan jenis ternak serta
pengelolaan limbahnya, jumlah dan jenis industri serta tingkat pengolahan air limbahnya.
Demikian juga tingkat erosi yang tinggi menyebabkan tingkat pelumpuran yang tinggi
pula. Khususnya untuk situ menampung pula beban pencemaran lain yaitu limbah pakan
dari budi daya ikan. Daya tampung sungai tergantung kepada debit air dan kualitas
airnya, sedangkan daya tampung situ tergantung kepada volume air dan debit air yang
keluar serta kualitas airnya (Gambar 3.2). Oleh karena itu pemilihan metode kajian daya
tampung sungai dan situ memerlukan juga dukungan informasi dan kajian hidrologi serta
morfologi, disamping kajian kualitas air dan baku mutu air.

DAYA TAMPUNG BEBAN PENCEMARAN AIR

PENDUDUK
PENDUDUK JUMLAH LIMBAH
PENDUDUK PENDUDUK
RR
UU
AA DEBIT AIR/
PERTANIAN LUAS LAHAN LIMBAH ALIRAN AIR
PERTANIAN PERTANIAN SS

SS DAYA
UU DAYA
TAMPUNG
PETERNAKAN
PETERNAKAN JUMLAH & LIMBAH TAMPUNG
NN PERAIRAN
PERAIRAN
JENIS TERNAK TERNAK SUNGAI
GG SUNGAI
AA
II
INDUSTRI JENIS, PROSES LIMBAH
INDUSTRI KAPASITAS,
JUMLAH INDUSTRI

PEMANFAATAN
EROSI
EROSI&& LIMBAH AIR / BMA
PELUMPURAN LUAS LAHAN PELUMPURAN
PELUMPURAN

LIMBAH
BUDIDAYA
IKAN KJA
DAYA
DAYA
DAYA
MORFOLOGI
MORFOLOGI & TAMPUNG
DAYA
TAMPUNG
TAMPUNG
DAN DANAU
HYDROLOGI DANAU
SITU
SITU
PERAIRAN
TAMPUNG
PERAIRAN
PERAIRAN
HIDROLOGI DANAU
PERAIRAN
DANAU
SITU
SITU SITU

Gambar 3.2. Skema Jenis dan Beban Pencemaran Air


Sungai dan Situ

LAPORAN PENDAHULUAN PENGKAJIAN DAMPAK LINGKUNGAN 49


3.3. Metode Pengumpulan Data
Pengumpulan data meliputi :
 Data Primer
 Data sekunder
Data Primer dikumpulkan di lapangan meliputi: sampling terhadap kualitas dan
kuantitas (debit) air sungai dan situ. Sampling sungai dilakukan di beberapa titik pantau
(titik sampling baik sungai maupun situ (yang disesuaikan dengan titik pantau yang
sudah ditetapkan oleh BPLH Kota Tangerang sebelumnya atau melalui koordinasi dengan
instansi terkait lain). Hasil sampling air sungai dan situ selanjutnya dianálisis di
laboratorium untuk mengetahui kualitasnya. Penentuan koordinat kemungkinan titik-titik
pantau, lokasi inlet buangan industria, komplek perumahan, peternakan menuju sungai
dan situ dilakukan selama survey langsung ke lapangan. Pengamatan lapangan
menyangkut kondisi sekitar Sungai dan Situ juga dilakukan untuk memperkuat analisis
permasalahan. Klarifikasi ke industri dilakukan menyangkut antara lain air buangan
industri, (jenis industri, perkiraan kapasitas industri dan limbah cair serta outlet
pembuangan limbah cair).
Data sekunder dilakukan dengan mencari data-data dan informasi termasuk peta
terkait Sungai dan Situ ke Instansi-instansi yang berwenang di Kota Tangerang dan yang
lainnya. Data sekunder ini digunakan sebagai data dasar dan pelengkap dalam análisis
permasalahan.

3.4. Metode Analisis


3.4.1 Perhitungan Daya Tampung Beban Pencemaran Air
Penentuan daya tampung beban pencemaran dapat ditentukan dengan cara
sederhana yaitu dengan menggunakan metode neraca massa. Untuk sungai, model
matematika yang menggunakan perhitungan neraca massa dapat digunakan untuk
menentukan konsentrasi rata-rata aliran hilir (down stream) yang berasal dari sumber
pencemar point sources dan non point sources, perhitungan ini dapat pula dipakai untuk
menentukan persentase perubahan laju alir atau beban polutan.
Jika beberapa aliran tertentu bertemu menghasilkan aliran akhir, atau jika
kuantitas air dan massa konstituen dihitung secara terpisah, maka perlu dilakukan analisis
neraca massa untuk menentukan kualitas aliran akhir dengan perhitungan
 CiQi  Mi
CR   ………………………………..……………. (1)
 Qi  Qi
dimana CR : konsentrasi rata-rata konstituen untuk aliran gabungan
Ci : konsentrasi konstituen pada aliran ke-i
Qi : laju alir aliran ke-i

LAPORAN PENDAHULUAN PENGKAJIAN DAMPAK LINGKUNGAN 50


Mi : massa konstituen pada aliran ke-i
Metode neraca massa ini dapat juga digunakan untuk menentukan pengaruh erosi
terhadap kualitas air yang terjadi selama fasa atau operasional suatu proyek, dan dapat
juga digunakan untuk suatu segmen aliran, suatu sel pada situ, dan samudera. Tetapi
metoda neraca massa ini hanya tepat digunakan untuk komponen-komponen yang
konservatif yaitu komponen yang tidak mengalami perubahan (tidak terdegradasi, tidak
hilang karena pengendapan, tidak hilang karena penguapan, atau akibat aktivitas lainnya)
selama proses pencampuran berlangsung seperti misalnya garam-garam. Penggunaan
neraca massa untuk komponen lain, seperti DO, BOD, dan NH 3-N, hanyalah merupakan
pendekatan saja.
Suatu metoda pengelolaan kualitas air dapat dilakukan atas dasar defisit oksigen
kritis Dc, yaitu kondisi defisit DO terendah yang dicapai akibat beban yang diberikan pada
aliran tersebut.
K'
Dc  Lo e  k 'tc
K '2 ..................................................................................(2)

Dengan tc = waktu yang dibutuhkan untuk mencapai kritik


Lo= BOD ultimat pada aliran hulu setelah pencampuran, mg/L.

1 K'  Do( K ' 2  K ' )  


tc  1n  2 1    ...............................................(3)
K '2  K '  K ' K ' Lo 

Xc = tc.v....................................................................................................(4)

Dimana v = kecepatan aliran sungai

Persamaan tersebut merupakan persamaan yang penting untuk menyatakan defisit DO


yang paling rendah (kritis) dan waktu yang diperlukan untuk mencapai kondisi kritis
tersebut.
Persamaan lain yang penting adalah menentukan Beban maksimum yang diizinkan.
Persamaan tersebut adalah :
 K'  Do 
0 , 418
 K'
logLa = logDall + 1  1    log 2 ............................(5)
 K '2  K '  Dall   K'

Dengan : Dall : defisit DO yang diizinkan, mg/L = DO jenuh – DO baku mutu

LAPORAN PENDAHULUAN PENGKAJIAN DAMPAK LINGKUNGAN 51


Tabel 3 .3. Rangkuman Rumus Perhitungan Beban dan Daya Tampung Pencemaran Air
Sungai
No Parameter Rumus Parameter Koefisien Keterangan Keterangan
1 Semua Neraca beban - Perhitungan neraca
Parameter pencemaran beban pencemaran
Konservatif
2 BOD (L) dL/dt = -(K1 + K3 / H) * L K1, K3 K1 = koef. urai (1/hari) Modqual =
K3 = koef.pengendapan Qual 2E
BOD (1/hari)
H = kedalaman air (m)
3 COD (L2) dL2/dt = - K5L2 / H K5 K5 = koef.pengendapan
COD (1/hari)
4 Organik dNO/dt = -((bt0 - bt3 / H) bt0 , bt3 , bt0 = Koef.reaksi Modqual
partikulat N * N0 + al1 * (P - tt1) * A) al1 amonifikasi (-)
(NO) P , tt1 bt3 = Koef.pengendapan
(1/hari)
al1 = Masa Nitrogen
dalam algae (mgN/mgA)
tt1 = Koef.kematian
algae (1/hari)
dNO/dt = al1* P*A – Qual 2E
bt3*N0 – bt0*N0
5 Ammonium dN1/dt = -(bt1 * N1) + bt0, bt1, gm bt1 = Koef.reaksi = Model Qual
(N1) bt0 * N0 - gm * al1 * mu * al1, mu, tt4 nitrifikasi amonium (-) 2E, beda
A + tt4 / H gm = Fraksi konsumsi simbol
amonium oleh algae (-) koefisien
tt4 = Koef.pelepasan
benthos amonium
(mgN/m2/hari)
6 Nitrit (N2) dN2/dt = -(bt2 * N2) + bt1, bt2 bt2= Koef.reaksi = Model Qual
bt1 * N1 nitrifikasi nitrit (-) 2E
7 Nitrat (N3) dN3/dt = -(bt2 * N2) + bt2, gm, bt4 = Koef.reaksi Modqual
(1 - gm) * al1 * mu * A – al1, mu, bt4 denitrifikasi (-)
bt4 / H * N2
dN3/dt = -(bt2 * N2) + bt2, gm, Qual 2E
(1 - gm) * al1 * mu * A al1, mu

Tabel 3 .3. Rangkuman Rumus Perhitungan Beban dan Daya Tampung Pencemaran Air
Sungai (lanjutan)
No Parameter Rumus Parameter Koefisien Keterangan Keterangan

LAPORAN PENDAHULUAN PENGKAJIAN DAMPAK LINGKUNGAN 52


8 Ortho dPo/dt = -(al2 * mu * A) - al2, mu, al2 = masa P dalam Berbeda
Phosphat (PO) fde - fad - al4 / H + fde, fad, algae (mgP/mgA) dengan
al2 * P * A al4, P al4 = Produksi Oksigen Model Qual
karena pernafasan algae 2E
(mgO/mgA)
fde = Koef.desorpsi P
terlarut (mgP/m3/hari)
fad = Koef.adsorbsi P
terlarut (mgP/m3/hari)
dPo/dt = -(al2 * mu * A)
9 Organik dan dP1/dt = -(al2 / H * P1) + al2, tt1, Berbeda
part.Phosphat al2 * tt1 * A - fde - fad fde, fad dengan
(P1) Model Qual
2E
10 Bakteri (B) dB/dt = -(K6) * B K6 K6 = Koef.decay bakteri
(1/hari)
Keterangan: semua parameter menunjukkan dimensi kadar, yaitu fungsi beban pencemaran dan debit air.

Tabel 3. 4. Kriteria Kelas Air Pada PP 82/2001.


No Prameter Unit Kelas Mutu Air
I II III IV
Fisika
1 Temperatur C Deviasi 3 Deviasi 3 Deviasi 3 Deviasi 5
2 Residu Terlarut Mg/L 1000 1000 1000 2000
3 Residu Suspensi Mg/L 50 50 400 400
1. 1. Kimia Inorganik
4 pH 6-9 6-9 6-9 5-9
5 BOD Mg/L 2 3 6 12
6 COD Mg/L 10 25 50 100
7 DO Mg/L 6 4 3 0
8 Phosphate (PO4- P) Mg/L 0.2 0.2 1 5
9 Nitrat (NO3 – N) Mg/L 10 10 20 20
10 NH3-N Mg/L 0.5 (-) (-) (-)
11 Arsen Mg/L 0.05 1 1 1
12 Kobalt Mg/L 0.2 0.2 0.2 0.2
13 Barium Mg/L 1 (-) (-) (-)
14 Boron Mg/L 1 1 1 1
15 Selenium Mg/L 0.01 0.05 0.05 0.05
1. 2. Kimia Inorganik (lanjutan)
16 Kadmium Mg/L 0.01 0.01 0.01 0.01
17 Khrom (VI) Mg/L 0.05 0.05 0.05 1
18 Tembaga Mg/L 0.02 0.02 0.02 0.2
19 Besi Mg/L 0.3 (-) (-) (-)
20 Timbal Mg/L 0.03 0.03 0.03 1
21 Mangan Mg/L 0.1 (-) (-) (-)
22 Air raksa Mg/L 0.001 0.002 0.002 0.005
23 Seng Mg/L 0.05 0.05 0.05 2
24 Khlorida Mg/L 600 (-) (-) (-)
25 Sianida Mg/L 0.02 0.02 0.02 (-)
26 Fluorida Mg/L 0.5 1.5 1.5 (-)
27 Nitrit (NO2- N) Mg/L 0.06 0.06 0.06 (-)
28 Sulfat Mg/L 400 (-) (-) (-)
29 Khlorin bebas Mg/L 0.03 0.03 0.03 (-)
30 Sulfida (H2S) Mg/L 0.002 0.002 0.002 (-)

LAPORAN PENDAHULUAN PENGKAJIAN DAMPAK LINGKUNGAN 53


1. 3. Kimia Organik
31 Minyak dan lemak Ug/L 1000 1000 1000 (-)
32 MBAS Ug/L 200 200 200 (-)
33 Fenol Ug/L 1 1 1 (-)
34 BHC Ug/L 210 210 210 (-)
35 Aldrin Ug/L 17 (-) (-) (-)
36 Chlordane Ug/L 3 (-) (-) (-)
37 DDT Ug/L 2 2 2 2
38 Heptachlor Ug/L 18 (-) (-) (-)
39 Lindane Ug/L 56 (-) (-) (-)
40 Methoxychlor Ug/L 35 (-) (-) (-)
41 Endrin Ug/L 1 4 4 (-)
42 Toxaphan Ug/L 5 (-) (-) (-)
Mikrobiologi
43 Fecal coliform Jml/100 ml 100 1000 2000 2000
44 Total Coliform Jml/100 ml 1000 5000 10000 10000
Radioaktivitas
45 Gross-A Bq/L 0.1 0.1 0.1 0.1
46 Gross-B Bq/L 1 1 1 1
Keterangan:
Berbeda Kelas, namun kadar Parameter sama besarnya

3.4.2 Metode Kajian Perhitungan Daya Tampung Situ

1. Metode Perhitungan
PENGUMPULAN
Rumus perhitunganDATA PENGUKURAN
telah dikembangkan PENGUMPULAN
oleh Badruddin M, et al (2007) pada DATA
SEKUNDER LAPANGAN SUMBER DAN BEBAN
studi Ecoterra Multiplan untuk Kementrian
KARAKTERISTIK Lingkungan
Debit
Debit Air SungaiHidup.
Air Sungai PENCEMARAN AIR
SUNGAI Kualitas
Kualitas Air
Air Point
Point Source
Source
Morfology dan hydrology situ Koefisien Penguraian
Debit
Debit Air
Air Koefisien Penguraian Non
Non Point
Point Source
Source (DAS)
(DAS)
Ž = 100 x V / Air
Kualitas
Kualitas A Zat
Zat Pencemaran
Pencemaran Air
Air .........................................................................
Air (6)
Pemanfaatan
Pemanfaatan Air
Air
Ž - Kedalaman rata-rata situ (m)
V - Volume air situ (juta m3)
PENGOLAHAN DATAsitu (Ha)
A - Luas perairan PENGOLAHAN DATA
PERHITUNGAN DEBIT PERHITUNGAN BEBAN
ρ = QPERENCANAAN
AIR o/ V ...................................................(7) PENCEMARAN AIR
Debit
ρ Minimal Periodik
- Laju pembilasan air situ (1/tahun) Beban Pencemaran Sungai

Qo - Jumlah debit air keluar situ (Juta m3 / tahun)

PERHITUNGAN
PERHITUNGAN
DAYA TAMPUNG
LAPORAN PENDAHULUAN PENGKAJIAN DAMPAK LINGKUNGAN 54
DAYA TAMPUNG
SUNGAI
SUNGAI
Berdasar Ruas Sungai
Berdasar Ruas Sungai
Point Source
REKOMENDASI
PERSYARATAN ALOKASI
ALOKASI BEBAN
BEBAN
KUALITAS AIR PENCEMARAN
PENCEMARAN SUNGAI SUNGAI
KELAS
KELAS AIR
AIR Segmen:
Segmen: Kecamatan
Kecamatan
BAKU
BAKU MUTU
MUTU AIR
AIR Ruas:
Ruas: Sungai
Sungai &Anak
&Anak Sungai
Sungai
Sektor:
Sektor: Limbah
Limbah Penduduk,
Penduduk,
Industri,
Industri, dll
dll
Prioritas
Prioritas Pengendalian
Pengendalian
Alokasi beban pencemaran parameter P Pencemaran
Pencemaran Sungai
Sungai
Pemanfaatan situ serbaguna termasuk penampung limbah DAS dan kadar parameter P
dibatasi Baku Mutu Air atau Kelas Air
Gambar 3.3. Skema Metode Kajian DTBPA Sungai
Δ [P] = [P]STD – [P]DAS - [P]i ...................................(8)
Δ [P] - Alokasi beban pencemaran parameter P (mg P/m3)
[P]STD - Syarat kadar parameter P maksimal sesuai Baku Mutu Air atau Kelas
Air (mg P/m3)
[P]DAS - Alokasi beban parameter P dari DAS dan perairan situ (mg P/m3)

Beban parameter P yang masuk dan tinggal pada air situ


L = Δ [P] Ž ρ / (1- R)............................................... 9)
R = x + [(1-x)R] .....................................................10)
R = 1 / (1 + 0,747 ρ0.507).......................................... 11)
La = L x A ..............................................................12)

L - daya tampung parameter P per satuan luas situ (gr P/m2.tahun)


La - jumlah daya tampung parametr P pada perairan situ (gr P/tahun)
R - total parameter P yang tinggal bersama sedimen
R = proporsi parameter P yang larut ke sedimen
x = proporsi total parameter P yang secara permanen masuk ke dasar,
45-55%.
Mengingat situ banyak menampung beban pencemaran air dari penduduk dan dari sisa
pakan ikan . maka perlu dihitung daya tampung tiap situ.

Pakan dan limbah P budidaya ikan


PLP = FCR x Ppakan - Pikan .................................................(13)
FCR - Feed conversion ratio (ton pakan / ton ikan)
PLP - P yang msasuk situ dari limbah ikan (Kg P/ton ikan)
Ppakan - Kadar P dalam pakan (Kg P/ton pakan);
Pikan - Kadar P dalam ikan (Kg P/ton ikan);

Daya Dukung Perikanan


DDI = Laikan / PLP ..................................................(14)
DDP = DDI x FCR .................................................(15)
DDI - Daya dukung ikan (ton ikan/tahun)
DDP - Daya dukung pakan ikan (ton pakan/tahun)

LAPORAN PENDAHULUAN PENGKAJIAN DAMPAK LINGKUNGAN 55


2. Metode Kajian
Kajian daya tampung beban pencemaran air situ dan perhitungannya
digambarkan pada sekema Gambar 3.3. Langkah-langkah dilaksanakan untuk kajian ini
adalah sebagai berikut :
a). Pengumpulan data sekunder dan pengukuran data primer karakteristik situ
 Pemanfaatan air
 Morfologi situ (luas, volume dan kedalaman)
 Debit air
 Kualitas air
 Koefisien penguraian parameter pencemaran air
 Kegiatan perikanan budidaya KJA dan jumlah pemakaian pakan ikan
b). Perhitungan daya tampung beban pencemaran air situ
Penentuan daya tampung situ dan segmen daerah, berdasarkan hasil
perhitungan:
 Daya penggelontoran situ
 Beban pencemaran dari berbagai sumber
 Beban pencemaran non point source dari berbagai sumber pada Sub DAS
 Baku mutu air atau kelas air
c). Rekomendasi alokasi beban pencemaran air
Penentuan alokasi beban pencemaran air untuk berbagai sektor/sumber
pencemar sesuai dengan daya tampung situ :
 Alokasi beban pencemaran sesuai daya tampung segmen DAS
 Alokasi sektor sumber beban pencemaran air.
 Prioritas pengendalian pencemaran air

LAPORAN PENDAHULUAN PENGKAJIAN DAMPAK LINGKUNGAN 56


PENGUMPULAN DATA SURVEY LAPANGAN PENGUMPULAN DATA
KARAKTERISTIK SITU Debit
Debit Air
Air Situ
Situ SUMBER DAN BEBAN
Morfologi
Morfologi Situ
Situ (Volume,
(Volume, Kualitas
Kualitas Air
Air Situ
Situ PENCEMARAN AIR
Luas,
Luas, Debit
Debit Air)
Air) Koefisien
Koefisien Penguraian
Penguraian Zat
Zat Non
Non Point
Point Source
Source (DAS)
(DAS)
Kualitas
Kualitas Air
Air Pencemaran
Pencemaran AirAir Keramba
Keramba Jaring
Jaring Apung
Apung Ikan
Ikan
Pemanfaatan
Pemanfaatan Air
Air Jumlah
Jumlah KJA
KJA & & Pakan
Pakan (KJA)
(KJA)
Ikan
Ikan

PENGOLAHAN DATA PENGOLAHAN DATA


PERHITUNGAN DAYA PERHITUNGAN BEBAN
PENGGELONTORAN PENCEMARAN AIR
Daya Penggelontoran Beban Pencemaran Situ
(Flushing) Situ

PERHITUNGAN
PERHITUNGAN
DAYA TAMPUNG
DAYA TAMPUNG
SITU
SITU
Non Point Source (DAS)
Non Point Source (DAS)
Pakan Budidaya Ikan
Pakan Budidaya Ikan

PERSYARATAN REKOMENDASI
KUALITAS AIR REKOMENDASI
ALOKASI BEBAN
Kelas
Kelas Air
Air ALOKASI BEBAN
PENCEMARAN SITU
Baku
Baku Mutu
Mutu Air
Air PENCEMARAN SITU
Segmen: Kecamatan
Status
Status Trofis
Trofis Situ
Situ Segmen: Kecamatan
Sektor: Limbah Perikanan,
Sektor: Limbah Perikanan,
Penduduk, Dll.
Penduduk, Dll.
Prioritas Pengendalian
Prioritas Pengendalian
Pencemaran Situ
Pencemaran Situ

Gambar 3.4. Skema Metode Kajian DTBPA Situ

3. Baku Mutu Air Dan Kelas Air


Penentuan daya tampung sungai dan situ memerlukan Baku Mutu Air sebagai
dasar sasaran kualitas air yang ingin dicapai. Sungai dan situ yang dikaji memiliki Baku
Mutu Air, namun dengan terbitnya Peraturan Pemerintah No.82 Tahun 2001 maka perlu
diganti dengan Kelas Air.
Kelas air pada PP No.82 Tahun 2001 menentukan empat tingkat Kelas Air, yaitu :
a) Kelas satu, yaitu air yang peruntukannya dapat digunakan untuk air baku air
minum, dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama
dengan kegunaan tersebut;
b) Kelas dua, yaitu air yang peruntukannya dapat digunakan untuk prasarana/sarana
rekreasi air, pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi

LAPORAN PENDAHULUAN PENGKAJIAN DAMPAK LINGKUNGAN 57


pertamanan, dan atau peruntukan lain yang mengsyaratkan mutu air yang sama
dengan kegunaan tersebut;
c) Kelas tiga, yaitu air yang peruntukannya dapat digunakan untuk pembudidayaan
ikan air tawar peternakan, air untuk mengairi pertamanan, dan atau peruntukan
lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut;
d) Kelas empat, yaitu air yang peruntukannya dapat digunakan untuk mengairi
pertamanan dan peruntukkan lain dengan syarat kualitas yang sama.

Kriteria kualitas air sesuai dengan Kelasnya tercantum pada Tabel 1. Klasifikasi
parameter kualitas air dan kadarnya dapat dikategorikan sebagai berikut:
a) Parameter yang kadarnya sama untuk semua Kelas adalah Kobalt, Boron,
Kadmium, pestisida DDT, dan Radioaktivitas
b) Parameter yang nilainya atau kadarnya sama untuk Kelas 1, Kelas 2 dan Kelas 3
adalah Temperatur, Residu Terlarut, pH, Krom (VI), Tembaga, Timbal, Seng,
Sianida, Klorin Bebas, Sulfida, Minyak dan Lemak, Detergen atau MBAS dan
pestisida BHC
c) Parameter yang nilainya atau kadarnya sama untuk Kelas 1 dan Kelas 2 adalah
Phosphate dan Nitrat
d) Parameter sisanya adalah parameter yang kadarnya pada Kelas 1 lebih rendah
atau lebih ketat dari pada Kelas lainnya
PP No.82 Tahun 2001 Pasal 55 menentukan, apabila Kelas Air belum ditetapkan,
maka berlaku kriteria mutu air Kelas II sebagai Baku Mutu Air. Olehkarena itu kajian ini
akan mengacu kepada Baku Mutu Air Kelas II . Parameter yang tidak tercantum pada
Kelas Air namun tercantum pada Baku Mutu Air dan dianggap penting akan dikaji juga,
antara lain SAR dan % Na. Selain itu penentuan daya tampung situ memerlukan juga
penentuan Status Trofik, sehingga parameter Total P, Total N dan Chlorophyll-a akan
dipantau pada kajian ini karena tidak diatur pada Kelas Air.
Baku Mutu Air sangat berkaitan dengan Daya Tampung Beban Pencemaran Air.
Oleh karena itu Konsultan `akan memberikan bahan usulan atau rekomendasi
berdasarkan pertimbangan sebagai berikut :
a) Baku Mutu Air berbasis Kelas Air sesuai dengan Baku Mutu Air DAS (dalam
proses usulan)
b) Baku Mutu Air berbasis Kelas Air dan Status Trofik situ-situ.

LAPORAN PENDAHULUAN PENGKAJIAN DAMPAK LINGKUNGAN 58


BAB 4. RENCANA KERJA DAN JADWAL PEKERJAAN

4.1. Persiapan Studi


Kegiatan persiapan studi antara lain adalah:
a. Metode studi
b. Rencana kerja dan jadwal kegiatan
c. Tim studi
d. Peralatan lapangan

4.2. Pengumpulan Data Sekunder


Data sekunder yang akan dikumpulkan antara lain adalah:
a. Peta sungai dan peta situ
b. Debit sir sungai
c. Morfologi situ : luas, volume dan kedalaman
d. Kualitas air sungai dan situ
e. Pemanfaatan air sungai dan situ
f. Data sumber pencemaran, antara lain penduduk, industri, pertanian, peternakan,
Perikanan, dll

4.3. Survei Pendahuluan


Orientasi lapangan, untuk pengecekan atau penentuan lokasi pemantauan dan
pengambilan sample air, serta kondisi lingkungan secara umum.

4.4. Survey lapangan


Survei lapangan atau pengumpulan data primer, yaitu:
a. Pengukuran kecepatan aliran sungai dan debit airnya
b. Pengukuran luas dan kedalaman situ serta debit outlet situ
c. Pengambilan sampel air sungai dan situ, dan pengukuran kualitas air di lapangan
d. Pemetaan GPS lokasi pengambilan sampel
e. Pemetaan GPS lokasi industri

4.5. Pengujian Laboratorium


Pengujian sampel air dari lapangan di lakukan oleh Laboratorium Kualitas Air,
untuk parameter Fisika, Kimia dan Bakteriologi.
a. Kualitas air sungai dan situ
b. Daya urai zat pencemaran (koefisien penguraian untuk keperluan permodelan) pada
limbah spesifik, sungai dan situ

LAPORAN PENDAHULUAN PENGKAJIAN DAMPAK LINGKUNGAN 59


4.6. Pengolahan Data
Data primer dan data sekunder yang telah terkumpul diolah lebih lanjut agar
diperoleh parameter untuk permodelan dan visualisasi peta digital, yaitu:
a. Debit air sungai minimum
b. Daya penggelontoran situ
c. Beban pencemaran sungai
d. Beban pencemaran situ
e. Peta digital dan kordinat GPS untuk sungai, lokasi pengukuran dan pemantauan, dan
lokasi industri

4.7 . Perhitungan Dan Perumusan Serta Pemodelan


Hasil pengolahan data digunakan untuk perhitungan atau permodelan, sehingga
diperoleh informasi berikut:
a. Sumber dan beban pencemaran air
b. DTBP ruas sungai dan segmen Kota Tangerang
c. DTBP Situ

4.8. Rekomendasi Alokasi Beban Pencemaran Air & Pengendaliannya


Hasil pengolahan data, perhitungan dan permodelan digunakan sebagai dasar
pengusulan:
a. Alokasi Segmen Kota Tangerang
b. Alokasi sektor atau kegiatan sebagai sumber pencemaran air di Kota Tangerang
c. Prioritas pengendalian pencemaran air di Kota Tangerang

4.9. Laporan
Laporan studi yang akan disampaikan dan dibahas adalah sebagai berikut:
- Laporan Pendahuluan, yang berisi tahapan persiapan, pengumpulan data sekunder
dan survey pendahuluan;
- Konsep Laporan Akhir, konsep laporan secara lengkap, termasuk perhitungan dan
permodelan, dan rekomendasinya;
- Laporan Akhir/Final (Utama dan Executive Summary), berisi laporan lengkap yang
telah diperbaiki dan disempurnakan;
- Bahan presentasi : power point dan hand out
- Peta digital Daya Tampung Beban Pencemaran Air sungai dan situ di Kota Tangerang
dengan sekala 1 : 25.000

LAPORAN PENDAHULUAN PENGKAJIAN DAMPAK LINGKUNGAN 60


PERSIAPAN STUDI

PENGUMPULAN DATA
SEKUNDER
Peta, Pengairan Sungai, Situ,
Hidrologi, Kualitas Air, Sumber
Pencemaran Air

SURVEI PENDAHULUAN LAPORAN


Orientasi Lapangan PENDAHULUAN

PEMBAHASAN 1
SURVEY LAPANGAN
Pengukuran sungai dan situ,
pengambilan sampel air,
Pemetaan GPS

PENGUJIAN
LABORATORIUM
Pengujian kualitas air sungai,
situ, limbah spesifik, model

PENGOLAHAN DATA
Peta digital, Debit air, Kualitas
air, Beban pencemaran,
Permodelan utk. Sungai dan
situ

PERHITUNGAN &
PERUMUSAN
Beban pencemaran, DTBP
sungai dan situ, Tingkat
pengolahan air

REKOMENDASI
ALOKASI BEBAN
PENCEMARAN AIR SEGMEN KONSEP LAPORAN
DAN SEKTOR, PRIORITAS AKHIR
PENGENDALIAN
PENCEMARAN AIR,

PEMBAHASAN 3
PERBAIKAN LAPORAN

LAPORAN AKHIR

Gambar 4.1. Skema Rencana Kerja

LAPORAN PENDAHULUAN PENGKAJIAN DAMPAK LINGKUNGAN 61


4.10. Jadwal Pekerjaan dan Penugasan Tim
Pelaksanaan kegiatan secara keseluruhan dilakukan selama 5(lima) bulan yaitu
dimulai dari pekerjaan persiapan, pelaksanaan sampai penyerahan hasil pekerjaan
dengan rincian berikut (Tabel 4.1):
1. Persiapan, dilaksanakan pada dua minggu pertama
2. Pengumpulan data sekunder, penetapan titik pantau dgn GPS, memerlukan waktu
selama dua minggu, yang dilaksanakan pada bulan pertama
3. Survey Pendahuluan atau orientasi lapangan memerlukan waktu dua minggu, yang
dilaksanakan pada bulan pertama
4. Survey dan pengambilan sample air sungai memerlukan periode tiga minggu, yang
dilaksanakan pada bulan kedua;
5. Survey dan pengambilan sample air situ dilakukan pada akhir bulan kedua;
6. Pengujian kualitas air di Laboratorium memerlukan waktu satu bulan, dilakukan pada
setengah bulan kedua dan setengah bulan pertama;
7. Evaluasi data sekunder dan data primer sumber dan beban pencemaran air, data
hidrologi dan data kualitas air, dilakukan hampir sepanjang periode studi, yaitu bulan
kedua sampai pertengahan bulan kelima;
8. Proyeksi, Formulasi Model dan Analisis DTBP Sungai dilakukan pada pertengahan
bulan ketiga sampai pertengahan bulan kelima;
9. Proyeksi, Formulasi Model dan Analisis DTBP Situ, dilakukan pada pertengahan
bulan keempat sampai pertengahan bulan kelima;
10. Pembuatan dan pencetakan Peta DTBP Sungai dan Situ, dilakukan pada bulan
kelima;
11. Penyusunan Laporan dilaksanakan selama periode studi dari bulan pertama sampai
bulan kelima;
12. Pelaporan & Pembahasan
o Laporan Pendahuluan, diserahkan dan dibahas pada akhir bulan pertama
o Laporan Kemajuan, diserahkan dan dibahas pada akhir bulan ketiga
o Konsep Laporan Akhir, diserahkan dan dibahas pada pertengahan bulan kelima;
o Laporan Akhir, diserahkan pada akhir bulan kelima;
13. Serah Terima Pekerjaan, dilaksanakan pada akhir bulan kelima.

LAPORAN PENDAHULUAN PENGKAJIAN DAMPAK LINGKUNGAN 62


Tabel 4.1. Jadwal Pelaksanaan Kegiatan
BULAN I BULAN II BULAN III BULAN IV BULAN V BULAN VI
NO KEGIATAN
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
1 Tahap Persiapan
Rapat Koordinasi
2 Tahap pengumpulan data sekunder dan primer
3 Tahap analisis data dan informasi
4 Tahap perhitungan beban pencemaran air
5 Tahap perhitungan DTBPA
6 Tahap pelaporan
 Pembahasan Laporan Pendahuluan
 Penyampaian Laporan Pendahuluan
 Pembahasan Draft Laporan Akhir
 Penyampaian Draft Laporan Akhir
 Pembahasan Laporan Akhir
 Penyampaian Laporan Akhir
7 Perbaikan laporan

LAPORAN PENDAHULUAN PENGKAJIAN DAMPAK LINGKUNGAN 63


4.11. Tenaga Ahli, Uraian Tugas dan Penugasannya
1. Tenaga Ahli
Tenaga ahli yag diperlukan dalam kajian Perhitungan daya tampung sungai dan
situ prioritas adalah sebagai berikut :
1. Ketua Tim, Ahli Lingkungan (S3), 1 orang
2. Ahli Sumber Daya Air (S2), 1 orang
3. Ahli Planologi (S1), 1 orang
4. Ahli Pemetaan (S2), 1 orang
5. Ahli Kimia Air (S2), 1 orang
6. Surveyor (S1), 2 orang
7. Programmer (S1), 1 orang
8. Operator Komputer (S1), 1 orang

Uraian TugasTenaga Ahli Yang Terlibat


Tenaga Ahli yang diperlukan untuk pekerjaan ini adalah :
1. Tenaga ahli Lingkungan/Ketua Tim yaitu DR. Ir. Badruddin Machbub Dipl.SE.,
dengan pendidikan terakhir S-1 Teknik Kimia di ITB Bandung Tahun 1964, S-2
Teknik penyehatan/Lingkungan di Delft, The Netherlands Belanda Tahun 1970, S-3
Lingkungan pada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam di ITB Bandung
Tahun 1990 dan memiliki sertifikat keahlian LPJK – PII, Kualifikasi Insinyur
Profesional Madya teknik Lingkungan Mengkoordinir tim dalam pekerjaan,
Menyusun metodologi, kerangka pemikiran, rencana kegiatan, Melakukan survey
lapangan, Pengumpulan data primer dan sekunder, Analisa identifikasi dan
evaluasi, kajian perhitungan daya tampung beban pencemaran sungai dan situ,
Melakukan presentasi.
2. Tenaga Ahli Sumber Daya Air yaitu Endah Mubiarti, ST, MT dengan pendidikan
terakhir S-1 Teknik Lingkungan di ITB Bandung Tahun 1994, S-2 Teknik Lingkungan
ITB Bandung Tahun 1998 dan memiliki Sertifikat Keahlian LPJK-ATAKI dengan
kualifikasi sebagai Ahli Muda Perencana Teknik Lingkungan, bertugas Penyusunan
metodologi dan tahapan kegiatan, Kompilasi data primer (pengukuran GPS dan
kedalaman situ, lokasi pengambilan sampel) dan sekunder, Identifikasi daya
tampung sungai pada peta spatial melalui sistem informasi geografis, Penyusunan
layout peta daya tampung beban pencemaran air sungai serta Penyusunan
program/software perhitungan daya tampung sungai.
3. Tenaga Ahli Planologi yaitu Ir. Yudi Wiseno dengan pendidikan terakhir S-1 Teknik
Planologi di UNISBA Tahun 1994 yang bertugas Bersama tim menyusun
metodologi, Pengumpulan data primer dan sekunder, Identifikasi dan analisa

LAPORAN PENDAHULUAN PENGKAJIAN DAMPAK LINGKUNGAN 64


segmentasi wilayah adminitrasi dalam lingkup Daerah aliran sungai, dan situ,
Menganalisa besaran pengaruh penggunaan lahan terhadap pencemaran air sungai
dan situ, Kajian kebijaksanaan tata ruang dan Rencana Tata Ruang Wilayah pada
daerah studi, Kajian intensitas penggunaan lahan pada DAS dan situ, Penyuguhan
peta digital.
4. Tenaga Ahli Kimia yaitu Drs. Ibrahim Sumanta M.Si., dengan pendidikan terakhir
S-1 Kimia di UNPAD tahun 1987, S-2 Kimia di ITB Bandung 1995 bertugas
membantu team leader dalam menyusun program, melakukan survey data primer
dan sekunder mengenai kualitas air, mengkaji kualitas air sungai,memberikan
arahan hasil kajian laboratorium.
5. Tenaga Ahli Pemetaan yaitu Chairuddin, Ir., MT., dengan pendidikan terakhir S-1
Teknis Informatika ST.INTEN tahun 1993, S-2 Geodesi ITB 2006 yang bertugas
Penyusunan metodologi dan tahapan kegiatan ,Kompilasi data primer (pengukuran
GPS dan kedalaman Sungai dan situ, lokasi pengambilan sampel) dan sekunder,
Pemetaan Sub DAS, Penyusunan laporan pekerjaan Penyusunan bahan
presentasi.
6. Tenaga Survey yaitu Anong Sudarna, BE dan Ahmad Fahmi bertugas mencari
sumber data primer dan sekunder yang diperlukan, memiliki kemampuan untuk
mengenal daerah studi secara tepat, serta mampu mengambil keputusan di
lapangan yang terkait dengan kepentingan pengambilan data yang akurat.
7. Programmer yaitu Rudy winandar, S.Si., dengan pendidikan terakhir S-1 UNPAD
2004 bertugas Menyusun metode dan rencana kerja, Pembuatan flowchart,
Pengembangan sistem informasi data base, Penyusunan modul/pedoman,
Pelatihan penggunan software dengan instansi Pemerintah Kota Tangerang
8. Operator Komputer yaitu Adhita Adhitiya Sudrajat, Amd., tugas utamanya adalah
dapat mengoperasikan program-program komputer yang diperlukan dalam
penyusunan laporan.

3. Jadwal Penugasan Tenaga Ahli


Penugasan Tenaga Ahli yang terlibat dalam pekerjaan ini disusun sesuai
dengan tabel berikut.

LAPORAN PENDAHULUAN PENGKAJIAN DAMPAK LINGKUNGAN 65


Tabel 4.2. Jadwal Penugasan Tenaga Ahli Yang Bersangkutan
No Tenaga Ahli Man- Bulan
month 1 2 3 4 5
1 Ahli Lingkungan/Ketua tim 5
2 Ahli Sumber Daya Air 5
3 Ahli Planologi 3
4 Ahli Pemetaan 3
5 Ahli Kimia 3
6 Operator Komputer 5
7 Surveyor 3
8 Programmer 4

LAPORAN PENDAHULUAN PENGKAJIAN DAMPAK LINGKUNGAN 66

Anda mungkin juga menyukai