PENDAHULUAN
Dari unsur pemerintah, salah satu upaya yang dilakukan adalah dengan merevisi
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup
menjadi Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup. Dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009
diamanatkan kepada Pemerintah Kabupaten/Kota untuk menyusun Rencana
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (RPPLH) yang disusun berdasarkan
RPPLH Provinsi, inventarisasi tingkat pulau/kepulauan dan inventarisasi tingkat region.
RPPLH tingkat Kabupaten/Kota adalah sebagai dasar penyusunan dan dimuat dalam
Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) dan Rencana Pembangunan Jangka
Menengah (RPJM) Kabupaten/Kota.
RPPLH selanjutnya digunakan sebagai dasar dalam pemanfaatan sumber daya alam
yang ada di Kabupaten/Kota. Namun demikian, apabila RPPLH belum tersusun, maka
pemanfaatan sumber daya alam dilaksanakan berdasarkan daya dukung dan daya
tampung lingkungan hidup, dengan memperhatikan keberlanjutan proses dan fungsi
lingkungan hidup, keberlanjutan produktivitas lingkungan hidup, dan keselamatan mutu
hidup, dan kesejahteraan masyarakat.
Dalam UU No.32 Tahun 2009 pasal 12 ayat (3) butir c, dinyatakan bahwa daya dukung
dan daya tampung lingkungan hidup ditetapkan oleh bupati/walikota untuk daya
dukung dan daya tampung lingkungan hidup kabupaten/kota. Disamping itu, dalam
Peraturan Daerah Kota Tangerang Nomor 2 Tahun 2009 tentang Pengelolaan
Lingkungan Hidup pasal 6 ayat (1) dinyatakan, bahwa Pemerintah Daerah wajib
menetapkan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup untuk melestarikan
fungsi lingkungan hidup. Dengan amanat tersebut, maka fungsi daya dukung dan daya
Bandara Soekarno-Hatta B T
Kec. Neglasari
DKI Jakarta S
Kab. Tangerang Kec. Benda
0,4 1,2 2
9320000 mU
9320000 mU
Km
932000 0 932 0000 0 0,8 1,6
LEGENDA
Batas propinsi
Batas kabupa ten
Kec. Batuceper Batas kecamatan
Batas kelurahan
Sun gai
Jalan
Kec. Periuk Batas DAS
Rawa
9316000 mU
Kali Sabi
9312000 mU
9312000 mU
Pasarbaru
931200 0 931 2000 Perumnas
Poriste ngah
Rawabesar
Rawacipondoh
Sumurpacing
Kab. Tangerang Tanahtinggi
672000
672000 m T 676
676 000
000 mT 680000
680000 mT 684 000
684000 mT 688000
688000 mT
Sumber : Int er p re tas i Cit r a Ikon os lip u tan ta hu n 2 002
Ce k lap an gan Sep te mb er 200 4
M os aik K ot a T an ger an g B ada n P er ta na ha n Nas ion al s kala 1 :15 .00 0
2. Stratigrafi
Hampir seluruh dari daerah Kota Tangerang ditutupi oleh batuan volkanik yang
berasal dari Gunung Gede - Pangrango dan Gunung Salak serta sebagian kecil
ditutupi oleh endapan aluvial. Deskripsi singkat mengenai satuan batuan yang terdapat
di daerah kajian adalah sebagai berikut :
a. Endapan Aluvium
Endapan ini terdiri atas lempung, lanau, pasir, kerikil, kerakal dan bongkah
yang berumur Kuarter. Tersebar pada daerah pedataran serta sekitar aliran sungai.
b. Endapan Pematang Pantai
Endapan batuan ini berasal dari material batuan yang terbawa oleh aliran
sungai dan berumur antara 20.000 tahun yang lalu hingga saat ini. Endapan tersebut
tersusun oleh material lempung, pasir halus dan kasar, dan konglomerat serta
mengandung cangkang molusca. Endapan aluvial tersebut dapat membentuk endapan
delta, endapan rawa, endapan gosong pasir pantai, dan endapan sungai dengan
bentuk meander atau sungai teranyam.
c. Endapan Kipas Aluvium Volkanik Muda
Endapan ini terdiri atas material batupasir dan batu lempung tufan, endapan
lahar, dan konglomerat. Ukuran butiran pada endapan kipas aluvial ini berubah
menjadi semakin halus ke arah utara. Satuan ini terbentuk oleh material endapan
volkanik yang berasal dari gunungapi di sebelah selatan Kabupaten Tangerang seperti
Gunung Salak dan Gunung Gede - Pangrango. Batuan ini diendapkan pada umur
Pleistosen (20.000 – dua juta tahun yang lalu). Kipas aluvial volkanik tersebut
terbentuk pada saat gunungapi menghasilkan material volkanik dengan jumlah besar.
Kemudian ketika menjadi jenuh oleh air, tumpukan material tersebut bergerak ke
bawah dan melalui lembah. Ketika mencapai tempat yang datar material tersebut akan
menyebar dan membentuk endapan seperti kipas yang disebut dengan kipas aluvial.
d. Satuan Batuan Tuf Banten Atas / Tuf Banten
Satuan ini terdiri atas lapisan tuf, tuf batu apung dan batu pasir tufaan yang
berasal dari letusan Gunung Rawa Danau. Tuf tersebut menunjukkan keadaan yang
lebih asam (pumice) dibandingkan dengan batuan vulkanik yang diendapkan
sesudahnya. Pada bagian atas satuan tersebut menunjukkan adanya perubahan
3. Struktur Geologi
Kota Tangerang berada pada suatu tinggian struktur yang dikenal dengan
sebutan Tangerang High (Suyitno dan Yahya, 1974). Tinggian ini terbentuk oleh batuan
Tersier yang memisahkan cekungan Jawa Barat Utara di bagian Barat dengan
cekungan Sunda di bagian Timur. Tinggian ini dicirikan oleh kelurusan struktur bawah
permukaan berupa lipatan dan patahan normal yang berarah Utara-Selatan. Di bagian
timur patahan normal tersebut terbentuk cekungan pengendapan yang disebut dengan
Jakarta Sub Basin.
Gambar 2.6. Profil Kualitas Air S.Cirarab, Parameter Bakteri Coliform, 2009
Salah satu anak sungai Cisadane adalah Kali Sabi. Daerah hulu Kali Sabi
berada di wilayah Kecamatan Legok, Kabupaten Tangerang, bertemu dengan Sungai
Cisadane di daerah kelurahan Priuk Jaya dan Nambo Jaya. Aliran Kali Sabi melalui
kawasan permukiman di Kabupaten Tangerang (Kecamatan Curug, Lippo Karawaci)
dan Kota Tangerang (Kecamatan Cibodas, Jatiuwung dan Periuk). Debit air Kali Sabi
sangat berfluktuasi antara musim kemarau dan musim hujan. Pada musim kemarau
debit air Kali Sabi relatif kecil, seolah-olah hanya sebagai saluran pembuangan
lingkungan permukiman yang dilalui. Pada musim hujan, debit air akan meningkat
tajam menampung limpasan air dari daerah permukiman yang dilalui. Sementara itu,
pada pertemuan Kali Sabi dengan Sungai Cisadane, aliran air Kali Sabi terhambat oleh
arus balik dari Sungai Cisadane yang muka airnya lebih tinggi pada musim hujan.
Kondisi tersebut menyebabkan air Kali Sabi meluap ke wilayah sekitarnya di kelurahan
Nambo Jaya dan Periuk Jaya Permai.
Hasil pemantauan Sungai Cisadane tahun 2009 di titik-titik 1.Jembatan Gading
Serpong, 2. Saluran Pembuangan Cicayur, 3.Eretan Panunggangan, 4.Jembatan
Cikokol, 5 Saluran Pembuangan UNIS, 6. Saluran Pembuangan Sari Asih, 7.Jembatan
Robinson, 8. Saluran Pembuangan Benteng Jaya, 9. Saluran Pembuangan Leda
Dadang, 10.Jembatan Satria, 11. Pintu Air X, 12. Eretan III Sewan. memperlihatkan
status mutu pada umumnya tercemar sedang. Pencemaran terjadi pada musim
kemarau. Pemantauan bulan Juli 2009 ini menunjukkan kondisi awal musim kemarau.
Beberapa parameter yang menunjukkan pencemaran adalah: Oksigen terlarut atau
DO, BOD, COD, Minyak dan Lemak, Detergen atau Surfaktan (MBAS), dan Bakteri
Coli.
Kadar BOD dan COD pada semua lokasi tidak memenuhi Kelas 2. Kadar tinggi
berada pada lokasi 1 sampai 6, yang menyebabkan kadar DO menurun drastis dan
tidak memenuhi Kelas 2 pada Lokasi 5 dan 6. Kadar Minyak & Lemak tidak memenuhi
Sementara itu status mutu Sungai Sabi pada umumnya tercemar sedang pada
beberapa lokasi dan tercemar berat pada beberapa lokasi lain, berdasarkan hasil
pemantauan tanggal 23 Juni 2009 yang menunjukkan kondisi akhir musim hujan dan
menjelang musim kemarau. Beberapa parameter yang menunjukkan pencemaran
karena tidak memenuhi syarat Kelas 2 adalah: Oksigen terlarut atau DO yang sangat
rendah atau anaerobik hampir pada semua lokasi, adanya gas Sulfida karena proses
anaerob, serta tingginya kadar Minyak dan Lemak serta Detergen/Surfaktan atau
Parameter MBAS.
3. Saluran Mookervart.
Saluran Mookervaart adalah saluran pembuang yang berasal dari S Cisadane
dengan panjang Saluran 6,5 km, lebar 30 meter dan kedalaman 3,5 meter, seperti
tabel berikut :
Tabel 2.5. Dimensi dan Debit Saluran Mokervart
Saluran ini merupakan suplesi sumber daya air untuk DKI Jakarta. Saluran ini
menyambung ke S.Cisadane dan Kali Angke. Dari hasil pemantauan di beberapa
lokasi berikut: 1.SP RSU, 2.Jembatan Baru, 3.SP Tanah Tinggi, 4.SP PAP, 5..Jembatan
Tanah Tinggi, 6.Jembatan Ampera,7.SP Cipondoh, 8.Jembatan Tatung, diketahui
bahwa status mutu Saluran Mookervart pada umumnya tercemar sedang pada
beberapa lokasi dan berat pada beberapa lokasi. Beberapa parameter yang
menunjukkan pencemaran karena tidak memenuhi syarat Kelas 2 antara lain adalah:
Oksigen terlarut atau DO yang kadarnya rendah pada enam lokasi, sehingga
menimbulkan kadar Ammonia yang tinggi karena proses peruraian limbah Nitrogen
(meskipun kadarnya tidak disyaratkan pada Kelas 2). Kadar BOD dan COD jauh
melebihi syarat Kelas 2 pada semua lokasi akibat beban pencemaran yang tinggi dari
limbah industri dan penduduk.
Lokasi 2 sampai 7 menunjukkan tingkat pencemaran yang tinggi, dimana kadar
parameter PO4, Minyak dan Lemak serta Detergen/Surfaktan atau Parameter MBAS
jauh diatas syarat Kelas 2. Kandungan bakteri Total Coliform dan Fecal Coliform tidak
memenuhi syarat Kelas 2 pada enam lokasi di hilir Saluran Mookervart, yang
menunjukkan tingginya beban pencemaran limbah penduduk.
5. Situ
Situ/rawa sebagai bagian dari sistem DAS (daerah aliran sungai) memiliki
fungsi penting, baik sebagai tempat penampungan air guna pengendalian banjir,
konservasi sumberdaya air (pemasok air tanah), pengembangan ekonomi lokal
maupun tempat rekreasi. Terkait dengan penanggulangan banjir, situ memiliki peranan
yang penting sebagai daerah parkir air (retarding basins) untuk mengurangi banyaknya
air limpasan/penahan laju air (water retention)). Oleh karena itu menjaga kualitas
luasan dan kedalaman situ merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kegiatan
penanggulangan banjir.
Bertolak dari pentingnya menjaga kelestarian situ, maka keberadaan situ di
Kota Tangerang menunjukan penurunan kondisi. Hal ini, tercermin dari berkurangnya
jumlah dan luasan situ, dari yang semula terdata sebanyak 9 situ, saat ini hanya
tersisa 6 situ, dengan penyusutan luas areal situ berkisar sebesar 41%, yaitu dari 257
1. Situ Cipondoh
Situ Cipondoh yang memiliki fungsi sebagai tandon air, sumber air irigasi dan
pengendali banjir berlokasi di Kecamatan Cipondoh. Situ ini memiliki luas areal
eksisting 126,17 Ha, berkurang 15,83 Ha atau 11,2%, dari luas semula 142 Ha.
Pengurangan luas areal situ ini diduga akibat proses sedimentasi/pendangkalan atau
pengalihan fungsi lahan situ oleh masyarakat sekitar.
Secara yuridis, status lahan situ ini telah memiliki sertifikat, dengan
kewenangan pengelolaan pada Pemerintah Propinsi Banten. Akan tetapi kurangnya
komitmen dari pemerintah Propinsi Banten, membuat implementasi kewenangan
pengelolaan situ tidak berjalan
sebagaimana mestinya,
sehingga berdampak pada
tidak terawatnya situ Cipondoh.
Pada sisi lainnya, adanya
perjanjian kerjasama antara
Propinsi Jawa Barat dengan
pihak swasta1 untuk mengelola
situ Cipondoh, menambah
kompleksnya permasalahan
pengelolaan situ ini.
1
(a)
(c)
Gambar 2.13. Penjualan tanaman hias yang memperindah kawasan
Situ Cipondoh
Hasil pemantauan kualitas air Situ Cipondoh pada Juli 2009 dilakukan pada
delapan lokasi, yaitu:
1. Sebelah Utara
2. Sebelah Timur Laut
3. Sebelah Timur
4. Sebelah Tenggara,
5. Sebelah Selatan,
6. Bagian tengah
2. Situ Bulakan
Situ Bulakan yang berfungsi sebagai tandon air/reservor terletak di kelurahan
Periuk, kecamatan Periuk. Situ Bulakan saat ini memiliki luas 15 Ha, dari semula 30
Ha, sehingga telah terjadi pengurangan luas areal situ sebesar 15 Ha atau 50%. Hal ini
Gambar 2.14. Sebagian besar badan Situ Bulakan yang dipenuhi oleh eceng
gondok.
Secara umum, Situ Bulakan berada dalam kondisi rusak, yang antara lain
tercermin dari badan situ yang sebagian besar dipenuhi oleh tanaman air (eceng
gondok). Hal ini berdampak tidak berfungsinya situ secara optimal. Secara yuridis,
pengelolaan situ ini merupakan kewenangan Pemerintah Propinsi Banten.
Gambar 2.15. Pengalihan fungsi lahan situ Bulakan (pengurukan situ) menjadi
jalan
4. Situ Gede
Situ Gede yang berfungsi sebagai pengendalian
banjir, tandon air, dan reservoir berada di
kecamatan Tangerang. Situ Gede saat ini memiliki
luas 5,069 Ha, berkurang 1,8 Ha (26,5%) dari luas
semula sebesar 6,8 Ha. Situ ini secara tidak resmi
dikelola oleh PT.Modern Land dan penggarap liar,
meskipun secara yuridis pengelolaannya menjadi
kewenangan
Pemerintah Propinsi Banten. Kondisi Situ Gede, berdasarkan pengamatan makro
menunjukan kondisi fisik yang cukup terawat.
Gambar 2.16. Pemanfaatan Situ Gede sebagai lokasi rekreasi dan pemancingan
BOD COD
No SITU GEDE COLIFORM
mg/L mg/L
Apartemen Modern 5 (3) 40 (25) 4600 (1000)
1.
Mall Metropoli 5 (3) 45 (25)
2. 4600 (1000)
STMIK Raharja
3. 5 (3) 41 (25) 2400 (1000)
Tengah
4. 9 (3) 75 (25) 4600 (1000)
Keterangan : (angka ) : BM Air Kelas II,
Sumber : SLHD Kota Tangerang 2009
Tabel 2.12. Data Curah Hujan Stasiun BMG Tangerang 1994 – 2003 (mm)
TAHUN JAN FEB MAR APR MEI JUN JUL AUG SEP OKT NOP DES TOTAL
1994 416 288 253 246 7 39 0 0 1 3
1995 549 292 233 123 70 135 116 29 207 90
1996 267 599 129 198 80 71 40 110 46 182
1997 521 122 80 127 3 70 15 0 0 0
Pada musim kemarau, debit Sungai Cirarab kecil karena hanya menampung
aliran air buangan dari aktifitas masyarakat di daerah hulu. Masyarakat pada
permukiman dan industri sepanjang Sungai Cirarab seringkali membuang limbah
(limbah industri, limbah domestik dan sampah) ke Sungai Cirarab sehingga
menyebabkan pencemaran dan sedimentasi sungai. Sementara pada musim hujan
debit air akan meningkat tajam karena air limpasan (run off water) dari catchment area
yang sebagian besar merupakan daerah terbangun, baik di daerah hulu maupun hilir.
Tabel 2.15. Nama PDAM dan Debit Sungai Yang Dimanfaatakan untuk Air Baku air
Minum
No Nama
Alamat Debit Air
Perusahaan
1 PDAM Ds.Kranggan Kec. Serpong 3000 L/dt
2 PDAM Ds.Renged Kec.Kresek 120 L/dt
3. PDAM Ds.Bojong Renged,Kec.Teluk Naga 100 L/dt
Ds.Kisamaun No 204,Ds Suradita Kec 50 L/dt
4. PDAM
Cisauk
Jumlah 3270 L/dt
Sementara pengambilan air untuk industri pada umumnya lebih banyak terjadi
di daerah hilir, yaitu di Kota Tangerang dan Kabupaten Tangerang. Seperti pada tabel
berikut ini.
Selain sebagai air baku air minum dan keperluan industri, sungai-sungai yang
ada di Kota Tangerang juga dimanfaatkan sebagai air irigasi. Luas Lahan sawah yang
memelukan air irigasi di Kota Tangerang terlihat pada tabel berikut ini.
Untuk memperjelas bagaimana gambaran DAS Cisadane dan Skema Tata Air
Sungai di Kota Tangerang, berikut ini ditampilkan skema DAS Cisadane dan skema
Tata Air tersebut pada Gambar 2.19 dan 2.20.
Gambaran titik-titik pemantauan kuantitas dan kualitas air sungai Cisadane
diperlihatkan pada tabel 2.18 di bawah ini. Sementara kuantitas air Sungai Cisadane
di Bendung Pasar Baru yang dipantau dari tahun 2004 sampai 2008 digambarkan
pada Gambar 2.21 di bawah ini.
CSN.26-S.Cisadane,
Kota Tangerang Hilir
2 6 13 39.41 106 38 4.18 15 654.51
industri (kanan), hilir
permukiman (kiri)
CSN.27-S.Cisadane,
3 6 13 24.10 106 37 47.07 14 777 Kota Tangerang hilir
permukiman
CSN.28-S.Cisadane,
4 6 13 1.22 106 37 44.35 17 768.84
Kota Tangerang
CSN.29-S.Cisadane,
5 6 12 46.76 106 37 11.13 16 1,117.28
Kota Tangerang
CSN.30-S.Cisadane,
6 6 12 6.15 106 37 26.44 12 1,668.67
Kota Tangerang
CSN.31-S.Cisadane,
Kota Tangerang
Jembatan Cikokol ,
7 6 11 45.17 106 37 33.34 15 726.24 hilir permukiman
kanan dan kiri, hilir
industri kanan dan
kiri
CSN.32-S.Cisadane,
8 6 11 19.86 106 38 5.56 13 1,523.81
Kota Tangerang
CSN.33-S.Cisdane
9 6 10 6.94 106 37 58.69 14 3,119.90
Kota Tangerang
CSN.34-S.Cisadane
10 6 9 35.95 106 37 40.52 13 1,197.98
Bendung Pasar Baru
CSN.34a-
6 9 22.95 106 36 49.58 9 2,192.59 S.Cisadane, hilir
muara Cisabi
CSN.34b-
6 8 21.83 106 36 51.44 8 2,066.16
S.Cisadane
CSN.35-S.Cisadane
11 6 7 15.77 106 37 22.02 9 2,968.65
hilir, Kota Tangerang
CSN.36-S.Cisadane
12 6 6 20.92 106 38 9.40 6 2,495.76 hilir, Neglasari,
Kota Tangerang
Slope sungai I =
21,277.39 10/21,277.39 =
10
0.00047
Sumber data: Hasil pengolahan data citra satelit dan digitasi di lapangan Tahun...?
Pada peraturan tersebut penetapan daya tampung sumber daya air diperlukan
untuk konservasi dan upaya pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air
melalui mekanisme perijinan
Dalam Pengaturan Pengelolaan Kulitas Air Pada PP NO.82/2001, lingkup kajian
adalah yang memerlukan dasar peraturan perundang-undangan adalah
a) Kelas Air
b) Mutu Air Sasaran
c) Baku Mutu Air
d) Pemantauan air
Kelas Air dan Baku Mutu Air yang diatur pada berbagai pasal pada PP No. 82
tahun 2001 tentang pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air, seperti
tercantum pada Tabel 3.1. Sedangkan pasal-pasal yang berkaitan dengan daya tampung
beban pencemaran air tercantum pada Tabel 3,2. Pengaturan DTBPA disajikan pada
Gambar 3.1.
PENDUDUK
PENDUDUK JUMLAH LIMBAH
PENDUDUK PENDUDUK
RR
UU
AA DEBIT AIR/
PERTANIAN LUAS LAHAN LIMBAH ALIRAN AIR
PERTANIAN PERTANIAN SS
SS DAYA
UU DAYA
TAMPUNG
PETERNAKAN
PETERNAKAN JUMLAH & LIMBAH TAMPUNG
NN PERAIRAN
PERAIRAN
JENIS TERNAK TERNAK SUNGAI
GG SUNGAI
AA
II
INDUSTRI JENIS, PROSES LIMBAH
INDUSTRI KAPASITAS,
JUMLAH INDUSTRI
PEMANFAATAN
EROSI
EROSI&& LIMBAH AIR / BMA
PELUMPURAN LUAS LAHAN PELUMPURAN
PELUMPURAN
LIMBAH
BUDIDAYA
IKAN KJA
DAYA
DAYA
DAYA
MORFOLOGI
MORFOLOGI & TAMPUNG
DAYA
TAMPUNG
TAMPUNG
DAN DANAU
HYDROLOGI DANAU
SITU
SITU
PERAIRAN
TAMPUNG
PERAIRAN
PERAIRAN
HIDROLOGI DANAU
PERAIRAN
DANAU
SITU
SITU SITU
Xc = tc.v....................................................................................................(4)
Tabel 3 .3. Rangkuman Rumus Perhitungan Beban dan Daya Tampung Pencemaran Air
Sungai (lanjutan)
No Parameter Rumus Parameter Koefisien Keterangan Keterangan
1. Metode Perhitungan
PENGUMPULAN
Rumus perhitunganDATA PENGUKURAN
telah dikembangkan PENGUMPULAN
oleh Badruddin M, et al (2007) pada DATA
SEKUNDER LAPANGAN SUMBER DAN BEBAN
studi Ecoterra Multiplan untuk Kementrian
KARAKTERISTIK Lingkungan
Debit
Debit Air SungaiHidup.
Air Sungai PENCEMARAN AIR
SUNGAI Kualitas
Kualitas Air
Air Point
Point Source
Source
Morfology dan hydrology situ Koefisien Penguraian
Debit
Debit Air
Air Koefisien Penguraian Non
Non Point
Point Source
Source (DAS)
(DAS)
Ž = 100 x V / Air
Kualitas
Kualitas A Zat
Zat Pencemaran
Pencemaran Air
Air .........................................................................
Air (6)
Pemanfaatan
Pemanfaatan Air
Air
Ž - Kedalaman rata-rata situ (m)
V - Volume air situ (juta m3)
PENGOLAHAN DATAsitu (Ha)
A - Luas perairan PENGOLAHAN DATA
PERHITUNGAN DEBIT PERHITUNGAN BEBAN
ρ = QPERENCANAAN
AIR o/ V ...................................................(7) PENCEMARAN AIR
Debit
ρ Minimal Periodik
- Laju pembilasan air situ (1/tahun) Beban Pencemaran Sungai
PERHITUNGAN
PERHITUNGAN
DAYA TAMPUNG
LAPORAN PENDAHULUAN PENGKAJIAN DAMPAK LINGKUNGAN 54
DAYA TAMPUNG
SUNGAI
SUNGAI
Berdasar Ruas Sungai
Berdasar Ruas Sungai
Point Source
REKOMENDASI
PERSYARATAN ALOKASI
ALOKASI BEBAN
BEBAN
KUALITAS AIR PENCEMARAN
PENCEMARAN SUNGAI SUNGAI
KELAS
KELAS AIR
AIR Segmen:
Segmen: Kecamatan
Kecamatan
BAKU
BAKU MUTU
MUTU AIR
AIR Ruas:
Ruas: Sungai
Sungai &Anak
&Anak Sungai
Sungai
Sektor:
Sektor: Limbah
Limbah Penduduk,
Penduduk,
Industri,
Industri, dll
dll
Prioritas
Prioritas Pengendalian
Pengendalian
Alokasi beban pencemaran parameter P Pencemaran
Pencemaran Sungai
Sungai
Pemanfaatan situ serbaguna termasuk penampung limbah DAS dan kadar parameter P
dibatasi Baku Mutu Air atau Kelas Air
Gambar 3.3. Skema Metode Kajian DTBPA Sungai
Δ [P] = [P]STD – [P]DAS - [P]i ...................................(8)
Δ [P] - Alokasi beban pencemaran parameter P (mg P/m3)
[P]STD - Syarat kadar parameter P maksimal sesuai Baku Mutu Air atau Kelas
Air (mg P/m3)
[P]DAS - Alokasi beban parameter P dari DAS dan perairan situ (mg P/m3)
PERHITUNGAN
PERHITUNGAN
DAYA TAMPUNG
DAYA TAMPUNG
SITU
SITU
Non Point Source (DAS)
Non Point Source (DAS)
Pakan Budidaya Ikan
Pakan Budidaya Ikan
PERSYARATAN REKOMENDASI
KUALITAS AIR REKOMENDASI
ALOKASI BEBAN
Kelas
Kelas Air
Air ALOKASI BEBAN
PENCEMARAN SITU
Baku
Baku Mutu
Mutu Air
Air PENCEMARAN SITU
Segmen: Kecamatan
Status
Status Trofis
Trofis Situ
Situ Segmen: Kecamatan
Sektor: Limbah Perikanan,
Sektor: Limbah Perikanan,
Penduduk, Dll.
Penduduk, Dll.
Prioritas Pengendalian
Prioritas Pengendalian
Pencemaran Situ
Pencemaran Situ
Kriteria kualitas air sesuai dengan Kelasnya tercantum pada Tabel 1. Klasifikasi
parameter kualitas air dan kadarnya dapat dikategorikan sebagai berikut:
a) Parameter yang kadarnya sama untuk semua Kelas adalah Kobalt, Boron,
Kadmium, pestisida DDT, dan Radioaktivitas
b) Parameter yang nilainya atau kadarnya sama untuk Kelas 1, Kelas 2 dan Kelas 3
adalah Temperatur, Residu Terlarut, pH, Krom (VI), Tembaga, Timbal, Seng,
Sianida, Klorin Bebas, Sulfida, Minyak dan Lemak, Detergen atau MBAS dan
pestisida BHC
c) Parameter yang nilainya atau kadarnya sama untuk Kelas 1 dan Kelas 2 adalah
Phosphate dan Nitrat
d) Parameter sisanya adalah parameter yang kadarnya pada Kelas 1 lebih rendah
atau lebih ketat dari pada Kelas lainnya
PP No.82 Tahun 2001 Pasal 55 menentukan, apabila Kelas Air belum ditetapkan,
maka berlaku kriteria mutu air Kelas II sebagai Baku Mutu Air. Olehkarena itu kajian ini
akan mengacu kepada Baku Mutu Air Kelas II . Parameter yang tidak tercantum pada
Kelas Air namun tercantum pada Baku Mutu Air dan dianggap penting akan dikaji juga,
antara lain SAR dan % Na. Selain itu penentuan daya tampung situ memerlukan juga
penentuan Status Trofik, sehingga parameter Total P, Total N dan Chlorophyll-a akan
dipantau pada kajian ini karena tidak diatur pada Kelas Air.
Baku Mutu Air sangat berkaitan dengan Daya Tampung Beban Pencemaran Air.
Oleh karena itu Konsultan `akan memberikan bahan usulan atau rekomendasi
berdasarkan pertimbangan sebagai berikut :
a) Baku Mutu Air berbasis Kelas Air sesuai dengan Baku Mutu Air DAS (dalam
proses usulan)
b) Baku Mutu Air berbasis Kelas Air dan Status Trofik situ-situ.
4.9. Laporan
Laporan studi yang akan disampaikan dan dibahas adalah sebagai berikut:
- Laporan Pendahuluan, yang berisi tahapan persiapan, pengumpulan data sekunder
dan survey pendahuluan;
- Konsep Laporan Akhir, konsep laporan secara lengkap, termasuk perhitungan dan
permodelan, dan rekomendasinya;
- Laporan Akhir/Final (Utama dan Executive Summary), berisi laporan lengkap yang
telah diperbaiki dan disempurnakan;
- Bahan presentasi : power point dan hand out
- Peta digital Daya Tampung Beban Pencemaran Air sungai dan situ di Kota Tangerang
dengan sekala 1 : 25.000
PENGUMPULAN DATA
SEKUNDER
Peta, Pengairan Sungai, Situ,
Hidrologi, Kualitas Air, Sumber
Pencemaran Air
PEMBAHASAN 1
SURVEY LAPANGAN
Pengukuran sungai dan situ,
pengambilan sampel air,
Pemetaan GPS
PENGUJIAN
LABORATORIUM
Pengujian kualitas air sungai,
situ, limbah spesifik, model
PENGOLAHAN DATA
Peta digital, Debit air, Kualitas
air, Beban pencemaran,
Permodelan utk. Sungai dan
situ
PERHITUNGAN &
PERUMUSAN
Beban pencemaran, DTBP
sungai dan situ, Tingkat
pengolahan air
REKOMENDASI
ALOKASI BEBAN
PENCEMARAN AIR SEGMEN KONSEP LAPORAN
DAN SEKTOR, PRIORITAS AKHIR
PENGENDALIAN
PENCEMARAN AIR,
PEMBAHASAN 3
PERBAIKAN LAPORAN
LAPORAN AKHIR