Laporan 1 DPU Group A PDF
Laporan 1 DPU Group A PDF
2019
Laporan 1 Group A – AE4160 Desain Pesawat Udara
DAFTAR ISI
1.3.3 Regulation...................................................................................... 11
2|Page
Laporan 1 Group A – AE4160 Desain Pesawat Udara
Lampiran ...........................................................................................................81
3|Page
Laporan 1 Group A – AE4160 Desain Pesawat Udara
DAFTAR GAMBAR
4|Page
Laporan 1 Group A – AE4160 Desain Pesawat Udara
DAFTAR TABEL
5|Page
Laporan 1 Group A – AE4160 Desain Pesawat Udara
DAFTAR NOTASI
Tabel 1 Notasi
V Kecepatan m/s
MS Margin of safety -
6|Page
Laporan 1 Group A – AE4160 Desain Pesawat Udara
TO Take-off -
L Landing -
E Empty -
PL Payload -
S Stall -
A Approach -
OE Operating Empty -
i Induced -
7|Page
Laporan 1 Group A – AE4160 Desain Pesawat Udara
8|Page
Laporan 1 Group A – AE4160 Desain Pesawat Udara
BAB I
PENDAHULUAN
9|Page
Laporan 1 Group A – AE4160 Desain Pesawat Udara
Perancangan pesawat udara merupakan mata kuliah yang bertujuan untuk memberikan
pemahaman kepada mahasiswa dalam proses perancangan pesawat udara. Mahasiswa
diharapkan mampu mendesain pesawat sesuai dengan persyaratan yang telah diberikan.
Dengan menggunakan berbagai disiplin ilmu dalam teknik penerbangan, diharapkan
seluruh mahasiswa dapat mempertimbangkan banyak aspek dalam rancang bangun
pesawat udara.
1.3.1 General
1. Pesawat didesain untuk bisa take-off dan landing dari air dengan
minimum sea-state 2 condition.
2. Semua critical parts/systems aman dari percikan air dan Foreign
Object Damage (FOD) ketika take-off dan landing.
3. Engine dan Line Replaceable Unit (LRU) dari aircraft system yang
sudah tersedia di pasar dipertimbangakan ketika proses desain
pesawat.
4. Sistem propulsi menggunakan propeller.
5. Ground Power Unit (GPU) diasumsikan tidak berada di seaport.
6. Harga dari seaplane haruslah kompetitif dengan break-even point
ada pada penjualan 250 unit pesawat.
10 | P a g e
Laporan 1 Group A – AE4160 Desain Pesawat Udara
1. Take-off distance tidak boleh lebih dari 1,180 meter di laut (MTOW,
SL, ISA+20˚C).
2. Landing distance tidak boleh lebih dari 1,090 meter di laut (MTOW,
SL, ISA+20˚C)
3. Jarak minimum dengan payload maksimum adalah 320 nm pada
12,000 ft cruise altitude.
4. Cruise speed minimum adalah 280 km/h pada cruise altitude.
5. Rate of climb minimum pada kondisi All Engine Operated (SL,
ISA+20˚C) adalah 1,100 ft/min.
6. Rate of climb minimum pada kondisi One Engine Inoperative (SL,
ISA+20˚C) adalah 320 ft/min.
7. Pesawat harus memiliki reserve fuel untuk terbang ke Alternate
Aerodrome (ATA) lalu loiter.
8. Jarak terbang ke ATA adalah 100 nm dan waktu loiter adalah 45
menit.
1.3.3 Regulation
Berdasarkan DRO yang diberikan dan regulasi FAR dan CASR 23, beberapa
spesifikasi yang menjadi dasar perancangan pesawat dalam laporan ini yaitu :
11 | P a g e
Laporan 1 Group A – AE4160 Desain Pesawat Udara
1. Pesawat akan didesain untuk spesialisasi take-off dan landing hanya di laut. Hal
ini diindikasikan dari aturan DRO yang hanya mengatur take-off distance dan
landing distance di laut. Meskipun aturan tambahan untuk grounding
performance di darat ada di FAR 23, namun untuk segi efisiensi, analisis yang
dilakukan hanya dibatasi pada analisis performance di laut.
2. Pesawat akan didesain unpressurized karena tebang dengan ketinggian cruise
hanya 12.000 ft. Pada ketinggian ini, berdasarkan CASR 23, perbedaan tekanan
masih dalam batas aman.
3. Pesawat merupakan pesawat propeller dengan range maksimum dengan
maksimum payload 480nm, sehingga, pesawat ini akan dirancang untuk misi
transport antar pulau jarak dekat dengan sasaran pelabuhan – pelabuhan yang
ramai akan penumpang.
4. Pesawat dapat menampung 19 penumpang. Berdasarkan CASR 23, digunakan
asumsi seorang penumpang memiliki berat sekitar 170 lb dengan tambahan 30
lb barang bawaan. Selain itu, pesawat memiliki 2 cockpit crew dengan berat
sekitar 170 lb per crew.
12 | P a g e
Laporan 1 Group A – AE4160 Desain Pesawat Udara
BAB II
STUDI PERBANDINGAN DAN PERANCANGAN KONFIGURASI
2.1 Pendahuluan
Pada bagian ini akan dilakukan penentuan konfigurasi pesawat, dari wing,
fuselage, tail, serta landing gear yang akan digunakan pada proses perancangan kali
ini.
13 | P a g e
Laporan 1 Group A – AE4160 Desain Pesawat Udara
Dihedral • Memiliki
kestabilan lateral yang
lebih baik
• Kestabilan lateral
Unhedral • Gaya angkat lebih
kurang baik
besar
• Tidak stabil pada
High Aspect • Clmax yang
angle of attack tinggi.
Ratio dihasilkan sangat tinggi
14 | P a g e
Laporan 1 Group A – AE4160 Desain Pesawat Udara
15 | P a g e
Laporan 1 Group A – AE4160 Desain Pesawat Udara
• Pesawat masih
bisa terbang ketika salah
satu engine mati.
• Timbul
V-Tail • Mengurangi
kerumitan dalam
wetted area.
menentukan resultant
• Lebih ringan.
force dan vertical tail
Tail • Drag yang
dan horizontal tail.
dihasilkan lebih kecil.
•
Konvensional • Stability dan
control yang cukup kuat.
• Jika canard
Using canard • Menambah
mengalami stall setelah
kemampuan lift.
sayap, pesawat tidak
• Design canard
dapat dikontrol dan akan
yang sesuai dapat
menyebabkan pitch up
Canard menghasilkan trim lift to
yang berbahaya.
drag ratio yang lebih
• Sayap utama
baik.
harus didesain lebih
besar dari sayap
konvensional.
16 | P a g e
Laporan 1 Group A – AE4160 Desain Pesawat Udara
Viking Twin-
Pembanding N-219 Nomad N24A
Otter 400
Crew 2 2 2
Capacity 19 passengers 19 passengers 16 passengers
Lenght (m) 16.49 15.77 14.3
Span (m) 19.5 19.81 16.46
Height (m) 6.18 5.94 5.52
Wing Area (m2) 41.6 39 30.1
Empty Weight (kg) 4309 3363 2377
MTOW (kg) 7030 5670 4264
Fuel Capasity (kg) 1600 1175
Payload (kg) 7500
2 x Pratt & 2 x Pratt &
2 x Allison
Powerplant Whitney Canada Whitney Canada
250B17B/C
PT6A-42 PT6A-34
3-bladed
4-bladed Hartzell
Propeler Hartzell
Propeller
Propeller
Max. Velocity (m/s) 390 337
Cruise Speed (m/s) 310 311
Range (km) 890 1352
Ferry Range (km) 1533 1480
Service Ceiling (m) 3000 7620 7600
Rate of Climb (m/s) 9.85 8.1 7.4
Take off run (m) 366 320
Landing run (m) 320 226
17 | P a g e
Laporan 1 Group A – AE4160 Desain Pesawat Udara
Sayap • High Wing Pesawat ini akan didesain untuk memiliki attitude
yang naturally stable , karna jika konfigurasi
• Straight wing
awalnya memberikan nilai stabilitas yang buruk,
18 | P a g e
Laporan 1 Group A – AE4160 Desain Pesawat Udara
Fuselage Wing Mounted Kebutuhan akan stabilias natural yang baik menjadi
alasan utama pemilihan wing mounted engine ,
Puller
selanjutnya puller propeller dipilih karna jenis ini
Propeller
memberikan efektifitas yang baik pada kecepatan
rendah, karna propeller akan memberikan aliran
udara yang baik pada sayap, dan alasan lain ialah
untuk meminimalisi produksi noise, sehingga
penumpang dalam cabin lebih nyaman
19 | P a g e
Laporan 1 Group A – AE4160 Desain Pesawat Udara
20 | P a g e
Laporan 1 Group A – AE4160 Desain Pesawat Udara
BAB III
PENENTUAN UKURAN AWAL DAN PEMILIHAN SISTEM
PROPULSI
3.1 Pendahuluan
Bab ini berisi tentang langkah awal dalam proses perancangan pesawat udara untuk
mendapatkan angka-angka yang dijadikan pedoman awal untuk mengerjakan langkah
desain selanjutnya. Langkah awal tersebut berisi proses penentuan ukuran awal
berdasarkan DR&O yang diberikan. Penentuan ukuran awal meliputi profil misi,
estimasi berat, dan pembuatan matching chart. Hasil yang diperoleh dari proses ini
berupa parameter-parameter sebagai berikut, yaitu:
21 | P a g e
Laporan 1 Group A – AE4160 Desain Pesawat Udara
Profil misi merupakan misi yang ingin dilakukan oleh pesawat selama beroperasi.
Sehingga dalam perancangannya nanti dapat lebih detail dan spesifik mengenai apa-
apa saja yang harus pesawat penuhi.
Memiliki ribuan pulau berarti memiliki ribuan potensi tersembunyi, akan tetapi
juga memiliki ribuan permasalahan pula. Kesenjangan sosial, kualitas hidup yang
masih bisa ditingkatkan, kurang tersedianya kebutuhan baik dari primer hingga
pelengkap, dan lainnya merupakan sedikit dari permasalahan yang harus dihadapi oleh
bangsa ini untuk mendapatkan ribuan potensi-potensi tersembunyi.
Salah satu alasan utama mengapa terjadi berbagai permasalahan seperti yang telah
dibahas sebelumnya adalah sulitnya transportasi. Tersedianya moda transportasi yang
baik dan nyaman akan membuat roda ekonomi berputar semakin cepat, selain itu akses
antar tempat semakin mudah sehingga jika terjadi musibah atau suatu kebutuhan
mendadak, hal tersebut dapat terpenuhi.
Badan Pusat Statistik (BPS) pada September 2018 melakukan survey tentang
presentase penduduk miskin di Indonesia. Hasilnya adalah sebagai berikut.
22 | P a g e
Laporan 1 Group A – AE4160 Desain Pesawat Udara
Dari foto diatas dapat dilihat lima daerah tersebut adalah daerah Indonesia bagian
timur dimana lanskap daerah tersebut adalah kepulauan. Ironisnya, daerah tersebut
memiliki pesona alam yang mendunia untuk yang sudah terjelajahi, sedangkan masih
banyak daerah yang belum terjelajahi dan terkenal yang memiliki banyak potensi. Oleh
karena itu, desain dari pesawat ini juga mempertimbangkan dan menyesuaikan daerah-
daerah tersebut, oleh karena itu didapat perumusan rute penerbangan yang
memungkinkan dengan Pulau Seram yang merupakan pulau besar di Maluku yang juga
memiliki letak strategis karena berada di tengah penyebaran pulau-pulau di Indonesia
bagian timur sebagai pusat dari rute penerbangan hub and spoke.
23 | P a g e
Laporan 1 Group A – AE4160 Desain Pesawat Udara
Menggunakan Pulau Seram sebagai HUB utama membuka banyak jalur baru ke
berbagai pulau dan daerah tepatnya di Kota Amahai di selatan pulau yang merupakan
kota dengan salah satu pelabuhan utama di Pulau Seram. Selain itu, Amahai juga
memiliki Bandara untuk memudahkan akses menuju Bandara utama seperti di Bali,
Makassar, Manado, dll.
Berikut adalah beberapa rute ke daerah terluar Indonesia dan juga lokasi strategis
dari sisi wisata dengan Amahai sebagai Hub-nya
1. Amahai – Yamdena
Jarak dari Amahai ke Yamdena adalah 539km atau 291Nm. Rute ini dipilih
karena Yamdena merupakan salah satu pulau terluar di Indonesia. Selain itu
Yamdena memiliki banyak situs wisata seperti daerah Kepulauan Tanimbar,
Pantai Sembunyi, Pantai Weluan, Pulau Asutubun, dan lainnya.
24 | P a g e
Laporan 1 Group A – AE4160 Desain Pesawat Udara
2. Amahai – Alor
Jarak dari Amahai ke Alor adalah 718km atau 387Nm. Pulau Alor adalah
salah satu pulau terluar yang berbatasan dengan Timor Leste. Selain itu, Alor
juga memiliki pontensi wisata seperti Scuba Diving, Snorkeling, dan lainnya
karena memiliki pantai dan perairan yang indah.
25 | P a g e
Laporan 1 Group A – AE4160 Desain Pesawat Udara
Jarak dari Amahai ke Raja Ampat adalah 331km atau 178Nm. Raja Ampat
adalah daerah perairan di ujung barat laut dari Papua Barat. Pesona
kecantikannya sudah mendunia, tapi akses menuju tempat itu masih cukup sulit
sehingga memiliki potensi untuk membuka jalur penerbangan langsung ke
pulau-pulau di daerah Raja Ampat.
Jarak dari Amahai ke Pulau Karakelong adalah 392km atau 211Nm. Sama
seperti Amahai, Pulau Karakelong adalah salah satu pulau terjauh yang terletak
di timur laut Pulau Sulawesi yang memiliki pesona alam yang indah.
26 | P a g e
Laporan 1 Group A – AE4160 Desain Pesawat Udara
5. Amahai – Trangan
Jarak dari Amahai ke Trangan adalah 665km atau 359Nm. Trangan juga
merupakan salah satu pulau terluar di Indonesia yang terletak di Timur
Yamdena.
27 | P a g e
Laporan 1 Group A – AE4160 Desain Pesawat Udara
Selain dari rute Hub and Spoke dari Amahai, Pulau Seram, terdapat pula
beberapa rute strategis yang bisa dikaji lebih jauh lagi.
1. Batam – Natuna
Jarak dari Pulau Batam ke Natuna adalah 565km atau 305Nm. Natuna
adalah salah satu pulau terluar di Indonesia yang terletak di barat laut Pulau
Kalimantan.
2. Kuta – Mataram
3. Kiluan – Jakarta
Perancangan rute lebih difokuskan terhadap daerah-daerah dengan jarak terjauh dari
pulau lain yang berpotensi sebagai rute, maka dari itu tidak menutupi kemungkinan
untuk membuka jalur penerbangan penerbangan lain yang lebih pendek.
Profil misi dalam rute digunakan untuk menentukan fase-fase terbang yang ingin
dilakukan selama misi berlangsung sehingga bisa diketahui fraksi bahan bakar (fuel
fraction) yang digunakan sehingga dapat diketahui perubahan berat pesawat dari waktu
ke waktu. Berikut adalah mission profile dari pesawat rancangan :
28 | P a g e
Laporan 1 Group A – AE4160 Desain Pesawat Udara
Berikut adalah data-data yang digunakan untuk proses perhitungan fuel fraction dan
juga proses perhitungan untuk setiap fase terbang dengan data-data perhitungan
sebagai berikut.
29 | P a g e
Laporan 1 Group A – AE4160 Desain Pesawat Udara
Saat engine start dan warm up dimulai berat pesawat adalah WTO, sedangkan berat
pesawat setelah warm up adalah W1. Untuk pesawat jenis Amphibious berdasarkan
tabel 2.1 Roskam didapat.
𝑊1
= 0.992
𝑊𝑇𝑂
Fase 2 : Taxi
Saat pesawat memulai taxi, berat pesawat adalah W1, sedangkat berat pesawat
setelah taxi adalah W2. Untuk pesawat jenis Amphibious berdasarkan tabel 2.1 Roskam
didapat.
𝑊2
= 0.99
𝑊1
30 | P a g e
Laporan 1 Group A – AE4160 Desain Pesawat Udara
Fase 3 : Take-off
Saat pesawat memulai take-off, berat pesawat adalah W2, sedangkat berat pesawat
setelah take-off adalah W3. Untuk pesawat jenis Amphibious berdasarkan tabel 2.1
Roskam didapat.
𝑊3
= 0.996
𝑊2
Fase 4 : Climb
Saat pesawat memulai climb, berat pesawat adalah W3, sedangkat berat pesawat
setelah climb adalah W4. Untuk pesawat jenis Amphibious berdasarkan tabel 2.1
Roskam didapat.
𝑊4
= 0.98
𝑊3
Fase 5 : Cruise 1
Perhitungan fuel fraction ketika pesawat memasuki fase cruise dilakukan dengan
menggunakan persamaan di bawah ini.
−𝑅
( 𝑉 𝑐𝑟𝑢𝑖𝑠𝑒
𝐿 )
𝑊5 × ×𝜂
𝐶𝑗 𝐷 𝑝
=𝑒 … (3.1)
𝑊4
Dengan
31 | P a g e
Laporan 1 Group A – AE4160 Desain Pesawat Udara
• Nilai L/D dipilih dari tabel 2.2 Roskam untuk pesawat amphibious, yaitu
sebesar 12.
• Nilai Ƞp berdasarkan Roskam part 1 tabel 2.2 didapat nilai Ƞ p yaitu 0.82
Sehingga berdasarkan persamaan 3.1 dan data diatas didapatkan besar dari rasio
berat setelah dan sebelum cruise adalah:
𝑊5
= 0.937
𝑊4
Fase 6 : Cruise 2
Fase cruise 2 ini adalah fase dimana pesawat mengalami keadaan dimana pesawat
harus mendarat di alternative aerodrome dengan jarak 100 nm dari tujuan awal. Untuk
fase ini digunakan data-data sebagai berikut.
• Rcruise = 100 nm
• Vcruise = 279.7 km/h (173.8 mph, 151 kn)
• cp = 0.7
• L/D = 11
• Ƞp = 0.82
Dengan menggunakan persamaan 3.1 didapat fraksi bahan bakar sesudah dan
sebelum cruise 2 yaitu:
𝑊6
= 0.980
𝑊5
Fase 7 : Loiter
Fase loiter adalah fase dimana pesawat menunggu (holding) untuk mendarat di
tujuan. Pada DR&O disebutkan bahwa waktu loiter pesawat yaitu 45 menit. Fraksi
bahan bakar untuk fase sesudah dan sebelum loiter dihitung menggunakan persamaan:
32 | P a g e
Laporan 1 Group A – AE4160 Desain Pesawat Udara
−𝐸.𝑐𝑝
( 𝐿 )
𝑊7
=𝑒 𝐷 … (3.2)
𝑊6
Dimana:
45 𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡
• E = 60 𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡 = 0.75 ℎ𝑟
Dari data-data diatas dimasukkan ke persamaan 3.2 sehingga didapat nilai L/D
yaitu:
𝑊7
= 0.99
𝑊6
Fase 8 : Descent
Berdasarkan Roskam tabel 2.1 untuk rasio fraksi bahan bakar sesudah dan sebelum
descent adalah
𝑊8
= 0.99
𝑊7
Fase 9 : Landing
Berdasarkan Roskam tabel 2.1 untuk rasio fraksi bahan bakar sesudah dan sebelum
descent adalah
𝑊9
= 0.99
𝑊8
33 | P a g e
Laporan 1 Group A – AE4160 Desain Pesawat Udara
Setelah mengetahui rasio fraksi bahan bakar untuk tiap fase, maka fraksi bahan
bakar sebelum take-off dan sesudah landing (Mf) dapat diketahui dengan menggunakan
persamaan sebagai berikut.
𝑊9 𝑊8 𝑊7 𝑊6 𝑊5 𝑊4 𝑊3 𝑊2 𝑊1
𝑀𝑓 = = 0.853
𝑊8 𝑊)7 𝑊)6 𝑊5 𝑊4 𝑊3 𝑊2 𝑊1 𝑊𝑇𝑂
34 | P a g e
Laporan 1 Group A – AE4160 Desain Pesawat Udara
• Menghitung Take-off Gross Weight, WTO, yang besarnya didapatkan dari nilai
tebakan awal berdasarkan data dari pesawat pembanding dan disesuaikan dengan
payload yang kita bawa.
• Menghitung Empty Weight, WE .
• Menghitung Fuel Weight, Wf.
35 | P a g e
Laporan 1 Group A – AE4160 Desain Pesawat Udara
𝑊𝑓 = (1 − 𝑀𝑓 ) × 𝑊𝑇𝑂−𝑔𝑢𝑒𝑠𝑠
Dimana
• WOE-tent = 7007.44 lb
• Wtfo merupakan berat dari semua fuel dan oli yang terkurung dan tidak
digunakan. Dalam perhitungan ini besarnya atau faktor Wtfo adalah
0.005 WTO = 0.005 x 12390.17 = 61.95 lb.
• Wcrew merupakan berat crew pesawat. Berdasarkan buku Roskam Part I,
subab 2.2 mengenai berat crew untuk tipe penumpang adalah sebesar
170 lb. Lalu mengingat bahwa dalam konfigurasi perancangan pesawat
ini banyaknya crew yang dirancang adalah sebanyak 2 crew, sehingga
WCrew = 2 x 170 lb = 340 lb.
Sehingga
36 | P a g e
Laporan 1 Group A – AE4160 Desain Pesawat Udara
log10 𝑊𝑇𝑂−𝑔𝑢𝑒𝑠𝑠 −𝐴
( 𝐵 )
𝑊𝐸 = 10 … (3.3)
37 | P a g e
Laporan 1 Group A – AE4160 Desain Pesawat Udara
log10 12390.17−0.1703
( )
1.0083
𝑊𝐸 = 10
𝑊𝐸 = 7771.17 𝑙𝑏
Pada langkah 5 telah didapat besar WE-tent yaitu sebesar 6605.49 lb, dan pada
langkah 6 telah didapat juga besar allowable value of WE yaitu sebesar 7771.17
lb. Sehingga perhitungan besar error perbedaan kedua nilai diatas dapat dihitung
dengan menggunakan persamaan berikut.
|7771.17 − 6605.49|
𝐸𝑟𝑟𝑜𝑟(%) = × 100% = 15%
7771.17
38 | P a g e
Laporan 1 Group A – AE4160 Desain Pesawat Udara
MTOW 12390.17268
39 | P a g e
Laporan 1 Group A – AE4160 Desain Pesawat Udara
Penentuan titik desain dilakukan dengan metode matching chart. Matching Chart
adalah kumpulan beberapa grafik untuk beberapa performance pesawat yang
membandingkan antara Power Loading dan Wing Loading. Penentuan design point ini
bertujuan untuk memenuhi semua persyaratan performance baik yang disyaratkan oleh
DRO maupun regulasi. Dalam pembuatan matching chart digunakan data dari
performance berikut :
• Kecepatan stall
• Take-off distance length
• Landing distance length
• Cruise speed
• Climb rate
• Luas sayap
• Aspect Ratio sayap.
• Span sayap
• Thrust yang diperlukan
• Rentang CLmax saat kondisi clean (CLmax), rentang CLmax saat kondisi take-off
(CLmax TO), dan rentang CLmax saat kondisi Landing (CLmax L)
Data luas sayap, aspect ratio sayap, span sayap, serta thrust yang diperlukan,
digunakan luas sayap sebesar 42.5 m2, Aspect ratio sayap sebesar 9.16, Span sayap
sebesar 19.5 m, dan digunakan engine yang dapat menghasilkan 850 Hp (1700 Hp
untuk 2 engine) daya. Untuk nilai rentang dari CLmax, CLmax-TO, dan CLmax-L untuk
pesawat amphibious, digunakan data dari buku Roskam part 1 tabel 3.1 yaitu:
40 | P a g e
Laporan 1 Group A – AE4160 Desain Pesawat Udara
Untuk menentukan harga wing loading (W/S) pada saat take-off, diambil
suatu parameter sebagai acuan sesuai dengan persamaan 3.2 yang disebutkan
pada buku Roskam part 1 page 95 yaitu:
(𝑊 ⁄𝑆) 𝑇𝑂 (𝑊 ⁄𝑃) 𝑇𝑂
𝑇𝑂𝑃23 = … (4)
𝜎. 𝐶𝐿𝑚𝑎𝑥−𝑇𝑂
Dimana :
41 | P a g e
Laporan 1 Group A – AE4160 Desain Pesawat Udara
Untuk pesawat yang didesain kali ini hanya dipertimbangkan untuk kondisi
ketika take-off dan landing di air. Untuk mencari nilai dari TOP23 digunakan
persamaan 3.4 dan 3.5 dari buku Roskam part 1 page 95 yaitu sebagai berikut.
𝑆𝑇𝑂 = 1.66𝑆𝑇𝑂𝐺
Lalu dengan memasukkan nilai STO = 615.16 m maka kita dapatkan nilai
dari TOP23 yaitu:
185.22 × 𝐶𝐿𝑚𝑎𝑥−𝑇𝑂
(𝑊 ⁄𝑆 ) 𝑇𝑂 =
(𝑊 ⁄𝑃) 𝑇𝑂
Dari persamaan diatas didapat tabulasi untuk nilai (W/P)TO yang dibutuhkan
untuk tiap nilai (W/S)TO.
WP (N/hp)
WL
(N/m2)
CL_TO=1.7 CL_TO=1.8 CL_TO=1.9 CL_TO=2 CL_TO=2.1 CL_TO=2.2
42 | P a g e
Laporan 1 Group A – AE4160 Desain Pesawat Udara
𝑆𝐿 = 550 𝑚 = 1804 𝑓𝑡
2
𝑆𝐿 = 0.5136 𝑉𝑆𝐿 … (5)
43 | P a g e
Laporan 1 Group A – AE4160 Desain Pesawat Udara
2
(𝑊 ⁄𝑆)𝐿 = 0.5 × 𝜌 × 𝑉𝑆𝐿 × 𝐶𝐿𝑚𝑎𝑥−𝐿 … (6)
WL [N/m2]
WP [N/hp]
CLmax-L = 2.1 CLmax-L =2.2 CLmax-L =2.3
Configuration : gear up, take-off flaps, max. cont. power on all engine
44 | P a g e
Laporan 1 Group A – AE4160 Desain Pesawat Udara
𝜂𝑝 √(𝑊 ⁄𝑆)
𝑅𝐶𝑃 = − … (8)
𝑊 1.5
( 𝑃 ) 19 (𝐶𝐿 ) √𝜎
𝐶𝐷
𝐶𝐺𝑅 + (𝐿⁄𝐷)−1
𝐶𝐺𝑅𝑃 = … (10)
√𝐶𝐿
18.9𝜂𝑝 √𝜎
𝐶𝐺𝑅𝑃 = … (11)
(𝑊 ⁄𝑃) √(𝑊⁄𝑆)
Dimana :
RC = Rate of Climb.
45 | P a g e
Laporan 1 Group A – AE4160 Desain Pesawat Udara
Asumsi drag polar parabolik, sehingga koefisien gaya hambat pesawat dapat
dituliskan sebagai berikut.
𝐶𝐿2
𝐶𝐷 = 𝐶𝐷0 + … (12)
𝜋𝐴𝑒
𝑓
𝐶𝐷0 = … (13)
𝑆
Hubungan antara equivalent parasite area (f), dengan wetted area (Swet)
diberikan dalam persamaan berikut.
Dimana a dan b adalah fungsi dari koefisien gesek skin pesawat. Pada buku
Roskam part 1 tabel 3.4 telah disebutkan nilai dari a dan b untuk tiap nilai cf. pada
pesawat yang akan dirancang ini diambil nilai cf = 0.005 sebagai koefisien gesek,
berikut disajikan tabel 3.4 dari Roskam.
46 | P a g e
Laporan 1 Group A – AE4160 Desain Pesawat Udara
Dari data-data pesawat yang sudah ada, didapatkan hubungan antara Swet dan
WTO yaitu:
Dimana harga c dan d adalah harga regresi dari data-data tersebut, dari buku
Roskam didapatkan harga c dan d untuk pesawat amphibious. Berikut tabel 3.5
dari Roskam.
47 | P a g e
Laporan 1 Group A – AE4160 Desain Pesawat Udara
Maka didapat nilai c dan d untuk pesawat amphibious yaitu c = 0.6295 dan d =
0.6708.
Adanya konfigurasi pesawat yang berbeda-beda akibat adanya flap dan landing
gear membutuhkan estimasi ∆CD0 dan e. Estimasi awal disajikan dari buku Roskam
part 1 tabel 3.6.
48 | P a g e
Laporan 1 Group A – AE4160 Desain Pesawat Udara
Dengan memodifikasi persamaan 15 maka dapat diperoleh besar dari Swet yaitu:
𝑆𝑤𝑒𝑡 = 2372 𝑓𝑡 2
𝑓 = 10(𝑎+𝑏×log10 𝑆𝑤𝑒𝑡 )
𝑓 = 10(−2.301+1×2372)
𝑓 = 11.86 𝑓𝑡 2
Lalu dengan menggunakan persamaan 13 maka dapat diperoleh besar dari CD0 yaitu:
𝑓 11.86
𝐶𝐷0 = = = 0.0259
𝑆 457.47
Dengan menggunakan desain aspect ratio (A) yaitu A = 9.16, maka diperoleh:
49 | P a g e
Laporan 1 Group A – AE4160 Desain Pesawat Udara
o Gears up.
o Flaps most favorable.
o Stopped propeller feathered.
o Take-off power on operating engine.
Dengan mengambil CLmax = 1 pada kondisi tersebut dan ρclimb = 0.00205 slugs/ft3
(pada ketinggian 5000 ft) dan menggunakan persamaan:
0.5
𝑊
2[ 𝑆 ]
𝑉𝑠𝑜 = { }
𝜌𝑐𝑙𝑖𝑚𝑏 . 𝐶𝐿𝑚𝑎𝑥
RC = 0.027 Vso2
RCP = (33000)-1RC
Vso
RCP
WL psf RC (fpm)
(hp/lbs)
ft/s Kts
50 | P a g e
Laporan 1 Group A – AE4160 Desain Pesawat Udara
Dengan memasukkan harga ∆CD0 = 0.005 persamaan drag polar untuk kondisi
clean menjadi:
Untuk memenuhi rate of climb requirement diperlukan persamaan dari buku Roskam
pers. 3.27 yaitu:
Kemudian digunakan persamaan 8 untuk mencari hubungan W/S dan W/P sebagai
berikut:
51 | P a g e
Laporan 1 Group A – AE4160 Desain Pesawat Udara
𝜂𝑝 √𝑊/𝑆
𝑅𝐶𝑃 = { − }
(𝑊/𝑃) 𝐶𝐿1.5
19 × [ 𝐶 ] × √𝜎
𝐷
Dengan sigma adalah rasio densitas udara pada ketinggian 5000 ft maka persamaan
tersebut menjadi:
0.8 √𝑊/𝑆
𝑅𝐶𝑃 = { − }
(𝑊/𝑃) 19 × 14.95 × √0.8617
Dengan besar RCP yang telah ditentukansebelumnya, akan diperoleh tabel sebagai
berikut:
Tabel 12 Hubungan W/S terhadap W/P untuk berbagai kondisi engine saat take-off
52 | P a g e
Laporan 1 Group A – AE4160 Desain Pesawat Udara
o RC ≥ 30 fpm
o CGR ≥ 1/12 fpm
o Konfigurasi yang digunakan : Gear up, take-off flaps, max cont. power on all
engine.
[CL3/2/CD]max = 13.76
0.8 √𝑊/𝑆
0.0091 = { − }
(𝑊/𝑃) 19 × 13.76 × √1
Untuk rasio PTO/Pmax cont = 1.1, (W/P)cont dibagi dengan 1.1 akan menghasilkan
(W/P)TO, hasil perhitungan dapat dilihat pada tabel berikut.
53 | P a g e
Laporan 1 Group A – AE4160 Desain Pesawat Udara
Untuk Climb Gradient (CGR) dapat dihitung menggunakan persamaan 3.29 dan
persamaan 3.30 Roskam yaitu:
Diasumsikan untuk konfigurasi take-off flap dan landing gear up, CLmax = 1.8. dan
diketahui bahwa CLclimb = CLmax – 0.2 maka CLclimb = 1.6.
54 | P a g e
Laporan 1 Group A – AE4160 Desain Pesawat Udara
Kita sudah mengetahui persamaan drag polar untuk konfigurasi Take-off flap dan
Landing gear up yaitu CD = 0.0359 + 0.0434 CL2. Masukkan nilai CLclimb ke persamaan
drag polar tersebut dan diapat (L/D)climb = 10.88
Maka diperoleh:
1
{0.083 + }
𝐶𝐺𝑅𝑃 = 10.88 = 0.138
√1.6
Maka:
Dengan rasio Pmaxout/PTO = 0.9, hasil perhitungan dapat dilihat pada tabel berikut.
(W/P)cont (W/P)TO
WL psf
(lb/hp) (lb/hp)
55 | P a g e
Laporan 1 Group A – AE4160 Desain Pesawat Udara
Untuk konfigurasi seperti pada kriteria maka digunakan drag polar landing sebagai
berikut.
Masukkan nilai CL ke persamaan drag polar landing dan didapat nilai (L/D)climb =
7.76
Dengan cara yang sama seperti pada perhitungan FAR 23.65 maka didapat:
(𝑊/𝑃)(𝑊/𝑆)0.5 = 143.26
WL (W/P)TO
(psf) (lbs/hp)
2.089 99.11872955
56 | P a g e
Laporan 1 Group A – AE4160 Desain Pesawat Udara
6.0581 58.20452212
10.0272 45.24130337
13.9963 38.29290598
17.9654 33.79920624
21.9345 30.58870403
25.9036 28.14782772
29.8727 26.21124852
33.8418 24.62624635
37.8109 23.2978819
41.78 22.16362171
(W/S)TO (W/P)TO (lbs/hp) (RC = 1100 fpm (W/P)TO (lbs/hp) (RC = 320 fpm
(psf) 2E) 1E)
57 | P a g e
Laporan 1 Group A – AE4160 Desain Pesawat Udara
Kondisi Cruise
Pesawat dirancang mampu melakukan cruise pada ketinggian 12000 ft, maka:
σ12000 ft = 0.629
Berikut disajikan grafik hubungan antara Vcr terhadap power indeks pesawat.
58 | P a g e
Laporan 1 Group A – AE4160 Desain Pesawat Udara
Dapat dilihat bahwa untuk Vcr = 174 mph, nilai power index adalah Ip = 1. Dengan
menggunakan persamaan :
Dan dengan memasukkan data-data yang kita dapatkan ke persamaan tersebut sehingga
didapat persamaan:
Hasil perhitungan secara lengkap dapat dilihat pada tabel dibawah ini.
(W/S)TO (W/P)TO
(psf) (lbs/hp)
2.089 3.321144674
6.0581 9.631319555
10.0272 15.94149444
59 | P a g e
Laporan 1 Group A – AE4160 Desain Pesawat Udara
13.9963 22.25166932
17.9654 28.5618442
21.9345 34.87201908
25.9036 41.18219396
29.8727 47.49236884
33.8418 53.80254372
37.8109 60.1127186
41.78 66.42289348
Dari hasil perhitungan secara keseluruhan diperoleh hasil akhir sebagai berikut.
60 | P a g e
Laporan 1 Group A – AE4160 Desain Pesawat Udara
Matching Chart
140
120
Power Loading (W/P) [N/hp]
100
80
60
40
20
0
500 700 900 1100 1300 1500 1700 1900 2100
Wing Loading (W/S) [N/m2]
Berdasarkan design point dari matching chart diatas, maka dapat dikatakan design
point masih memenuhi DRO dan regulasi, serta masih kompetitif jika dibandingkan
pesawat pembanding lain.
61 | P a g e
Laporan 1 Group A – AE4160 Desain Pesawat Udara
Berdasarkan penentuan titik desain pada Matching Chart, beberapa hal sudah bisa
ditentukan. Diantaranya adalah :
1. Konfigurasi Sayap
Berdasarkan data pesawat pembanding, maka dipilih airfoil LS-0417. Berikut
karakteristik aerodinamis airfoil tersebut :
62 | P a g e
Laporan 1 Group A – AE4160 Desain Pesawat Udara
Namun, dengan desain diatas, untuk mendapatkan nilai CLmax untuk kondisi
take-off dan landing, maka diperlukan defleksi flap tambahan. Berikut nilai defleksi
flap dengan skema Plain Flap untuk kedua kondisi tersebut :
𝛿𝑇𝑂 = 15𝑂
𝛿𝐿 = 30𝑂
63 | P a g e
Laporan 1 Group A – AE4160 Desain Pesawat Udara
2. Konfigurasi Fuselage
64 | P a g e
Laporan 1 Group A – AE4160 Desain Pesawat Udara
3. Konfigurasi Stabilizer
4. Pemilihan Engine
Pada mesin pesawat, nilai dari thrust-to-weight ratio (T/W) adalah sangat
penting karena nilai itu yang menggambarkan perbandingan dari daya suatu mesin
berbanding dengan berat pesawat secara keseluruhan. Akan tetapi, untuk pesawat
yang menggunakan propeller, nilai perbandingan tersebut disebut power loading.
Power loading berkebalikan dengan thrust-to-weight ratio karena nilai dari power
65 | P a g e
Laporan 1 Group A – AE4160 Desain Pesawat Udara
loading menggambarkan seberapa besar mesin. Semakin besar nilai power loading
maka mesinnya semakin kecil secara umum, khususnya dalam menghasilkan daya.
Dimana
Pesawat dengan mesin jet dapat terbang dengan cepat disbanding dengan
pesawat bermesin turboprop. Akan tetapi, mesin turboprop dapat bekerja lebih
efektif pada kecepatan terbang dibawah 805km/jam.
66 | P a g e
Laporan 1 Group A – AE4160 Desain Pesawat Udara
Homebuilt 0.08 12
Agricultural 0.09 11
67 | P a g e
Laporan 1 Group A – AE4160 Desain Pesawat Udara
Berikut adalah tabel mengenai daftar alternatif yang bisa digunakan untuk
pesawat desain ini.
68 | P a g e
Laporan 1 Group A – AE4160 Desain Pesawat Udara
69 | P a g e
Laporan 1 Group A – AE4160 Desain Pesawat Udara
Sebagaimana telah dituliskan pada tabel (nomor berapa) mengenai tren power
loading untuk pesawat kategori flying boat yaitu 0.10, berarti untuk pesawat
desain konvensional sejauh ini, nilai power loading yang optimum adalah sekitar
0.10. Dari data yang tersaji pada tabel di atas, kita dapat menyatakan bahwa
mesin yang cocok untuk pesawat dengan berat 7800kg perlu menghasilkan daya
sekitar 850-900hp. Maka dari peninjauan desain mesin yang telah dilakukan,
70 | P a g e
Laporan 1 Group A – AE4160 Desain Pesawat Udara
dapat disimpulkan mesin yang paling potensial untuk bekerja optimum adalah
Pratt & Whitney PT6A-42.
Sebagai desain awal, Jason Cary dalam Tesisnya yang berjudul “Preliminary
Design Optimization of an Amphibious Aircraft” menjabarkan perhitungan kasar
untuk menghitung tinggi, lebar, dan panjang dari pontoon yang akan digunakan.
𝑊𝑒𝑠𝑡
𝐷𝑓𝑙𝑜𝑎𝑡 = 0.9
𝜌𝑤𝑎𝑡𝑒𝑟
Dimana :
Kemudian proporsi dan dimensi dari pontoon dapat ditentukan karena nilai dari
perpindahan volume telah diketahui. Lebar atau pada translasi ke bahasa inggris
biasa disebut dengan breadth atau beam dapat ditentukan melalui persamaan
berikut.
71 | P a g e
Laporan 1 Group A – AE4160 Desain Pesawat Udara
3 𝐷𝑓𝑙𝑜𝑎𝑡
𝑏𝑓𝑙𝑜𝑎𝑡 = √
9 ∙ 𝐶𝑏𝑙𝑜𝑐𝑘
Dalam ilmu perkapalan, ada satuan koefisien yang disebut dengan “Block
Coefficient”. Koefisien blok (𝐶𝑏𝑙𝑜𝑐𝑘 ) adalah rasio antara volume asli dari wahana
apung dengan volume dari wahana apung tersebut dalam bentuk tiga dimensi kasar
yang umumnya berbentuk balok baik segi empat ataupun segi tiga. Secara umum,
nilai Block Coefficient diasumsikan bernilai 0.5.
Kemudian untuk menentukan tinggi dan panjang dari pontoon tersebut, Jason
Cary mengutip dari buku karya Marcus Langley yang berjudul “Seaplane Float
and Hull Design” tentang perkiraan nilai tinggi dan panjang berdasarkan lebar dari
pontoon.
𝐷𝑒𝑝𝑡ℎ = 1.125𝑏𝑓𝑙𝑜𝑎𝑡
𝐿𝑒𝑛𝑔𝑡ℎ = 8𝑏𝑓𝑙𝑜𝑎𝑡
Setelah nilai ini di dapatkan, kita dapat mengira-ngira dimensi kasar secara
rektangular dari pontoon yang diperlukan untuk pesawat.
72 | P a g e
Laporan 1 Group A – AE4160 Desain Pesawat Udara
tidak berbeda terlalu jauh. Akan tetapi, dibutuhkan nilai transverse metacenter
yang lebih kecil dari longitudinal metacenter untuk menemui kestabilannya.
3
ℎ𝑀𝐶 = 𝐾 √𝑊
Dimana
Diehl yang juga pembuat dari NACA TN-183, yang dijadikan referensi utama
dalam perancangan seaplane menyatakan penghitungan transverse dan
longitudinal metacentric height sebagai berikut
73 | P a g e
Laporan 1 Group A – AE4160 Desain Pesawat Udara
19.5 ∙ 𝐵 ∙ 𝐿 ∙ 𝑠 3
ℎ𝑀𝐶𝑇 (𝑡𝑟𝑎𝑛𝑠𝑒𝑟𝑠𝑒 𝑚𝑒𝑡𝑎𝑐𝑒𝑛𝑡𝑟𝑖𝑐) =
𝑊0
2.1 ∙ 𝑛 ∙ 𝐵 ∙ 𝐿3
ℎ𝑀𝐶𝐿 =
𝑊0
0.2679 ∙ 𝑊0 2⁄3
𝑠=
√𝐿 ∙ 𝐵
𝐷𝑓𝑙𝑜𝑎𝑡 = 234.88
Lebar atau pada translasi ke bahasa inggris biasa disebut dengan breadth atau
beam adalah
3 𝐷𝑓𝑙𝑜𝑎𝑡
𝑏𝑓𝑙𝑜𝑎𝑡 = √
9 ∙ 𝐶𝑏𝑙𝑜𝑐𝑘
𝑏𝑓𝑙𝑜𝑎𝑡 = 3.27𝑓𝑡
𝐷𝑒𝑝𝑡ℎ = 1.125𝑏𝑓𝑙𝑜𝑎𝑡
𝐷𝑒𝑝𝑡ℎ = 3.67𝑓𝑡
74 | P a g e
Laporan 1 Group A – AE4160 Desain Pesawat Udara
𝐿𝑒𝑛𝑔𝑡ℎ = 8𝑏𝑓𝑙𝑜𝑎𝑡
𝐿𝑒𝑛𝑔𝑡ℎ = 26𝑓𝑡
0.2679 ∙ 𝑊0 2⁄3
𝑠=
√𝐿 ∙ 𝐵
𝑠 = 3.5 𝑚
19.5 ∙ 𝐵 ∙ 𝐿 ∙ 𝑠 3
ℎ𝑀𝐶𝑇 (𝑡𝑟𝑎𝑛𝑠𝑒𝑟𝑠𝑒 𝑚𝑒𝑡𝑎𝑐𝑒𝑛𝑡𝑟𝑖𝑐) =
𝑊0
2.1 ∙ 𝑛 ∙ 𝐵 ∙ 𝐿3
ℎ𝑀𝐶𝐿 =
𝑊0
75 | P a g e
Laporan 1 Group A – AE4160 Desain Pesawat Udara
Dengan konfigurasi pesawat diatas, berikut hasil isometric view desain pesawat :
76 | P a g e
Laporan 1 Group A – AE4160 Desain Pesawat Udara
Fuselage
77 | P a g e
Laporan 1 Group A – AE4160 Desain Pesawat Udara
Calculated parameters
Swept TE (deg) -
-5.90 -5.90 18.87
78 | P a g e
Laporan 1 Group A – AE4160 Desain Pesawat Udara
79 | P a g e
Laporan 1 Group A – AE4160 Desain Pesawat Udara
Daftar Pustaka
[1] Dr. Jan Roskam. 1985. Airplane Design Part 1. Kansas: University of Kansas.
80 | P a g e
Laporan 1 Group A – AE4160 Desain Pesawat Udara
Lampiran
6000
WE-corrected 6605.493177 lb WE= 6690.693 lb
4000
Wcomposite/WE0.85 2000
delta WE -5.10165E-07 lb <<< USE GOAL SEEK DATA TOOLS 0
0 5000 10000
81 | P a g e
Laporan 1 Group A – AE4160 Desain Pesawat Udara
0
Take Off Field Length [m] [ft] 500 700 900 1100 1300 1500 1700
TOgroundDist (STOG) [m] 370.5772142 1215.493262 Wi ng Loa di ng (W/S) [N/m2]
TODist (STO) [m] 615.1581755 2017.718816
TODist as constraint [m] 615.1581755 2017.718816 CL_TO=1.6 CL_TO=1.7 CL_TO=1.8 CL_LD G=2. 1 CL_LD G=2. 2
Clmax Take Off Variation 1.6 1.7 1.8 CL_LD G=2. 3 FAR23.65 AEOa FAR23.65 AEOb FAR23.65 AEOc FAR23.67 OEIa
FAR23.67 OEIb FAR23.67 OEIc FAR23.77 AEOa
MaxC ruise Stall Clean Stall LDGflap Twin Otter-400
Landing Requirement
GAF NOM AD N219 Design P oint R/C @SL+store Ser v Ceil
Landing Weight (WLDG/WTO) 0.89
altitude SL
temperature ISA
rho at landing [kg/m3] 1.225
LDGDist (SL) [m] 550 1804
Clmax Landing Variation 2.1 2.2 2.3
Climb Requirement
Climb Speed AEO (FAR23.65)
condition : cont power, TO flap LG retract
a) R/C min>=300 [fpm] SL
b) steady climb 1:12 land planes and 1:15 seaplane
c) for turboprop : min climb grad 4% at 5000ft 81F
PERHITUNGAN
STALL
WL-stall-clean 603.1741574 N/m2
WL-stall-fullflap 405.2500386
[N/hp] WL [N/m2]
VSL Stall Clean Stall LDGflap
[m/s] 1 2.2
31.38111111 0 603.1741574 1326.983
782.676627 603.1741574 1326.983
WL [psf]
0 12.60030815 27.72068
175.9527059 12.60030815 27.72068
TAKE OFF
TOP23 185.2180411 lbs2/ft2/hp WP(lb/hp)
CL1 CL2 CL3
WL WP (N/hp) 1.6 1.7 1.8
N/m2 CL_TO=1.6 CL_TO=1.7 CL_TO=1.8 psf CL_TO=1.6CL_TO=1.7CL_TO=1.8
100 695.7125573 739.1945921 782.676627 2.089 156.4024 166.1776 175.9527059
290 239.9008818 254.8946869 269.8884921 6.0581 53.93186 57.30261 60.67334686
480 144.9401161 153.9988734 163.0576306 10.0272 32.58383 34.62032 36.65681373
670 103.8376951 110.3275511 116.817407 13.9963 23.34364 24.80262 26.2615979
860 80.89680899 85.95285955 91.00891011 17.9654 18.18633 19.32297 20.45961697
1050 66.25833879 70.39948496 74.54063114 21.9345 14.89547 15.82643 16.75740056
1240 56.10585139 59.61246711 63.11908282 25.9036 12.6131 13.40142 14.18973435
1430 48.65122778 51.69192952 54.73263126 29.8727 10.93723 11.62081 12.30438503
1620 42.94521959 45.62929581 48.31337203 33.8418 9.654469 10.25787 10.86127814
1810 38.43715786 40.83948023 43.24180259 37.8109 8.641017 9.18108 9.721143972
2000 34.78562786 36.95972961 39.13383135 41.78 7.82012 8.308878 8.797635295
LANDING
[N/hp] WL [N/m2]
VSL CL_LDG=2.1 CL_LDG=2.2CL_LDG=2.3
[m/s] 2.1 2.2 2.3
30.48907444 0 1343.457284 1407.431 1471.406
782.676627 1343.457284 1407.431 1471.406
CLIMB
Cdo AR e Clmax Clrcmax Cdrcmax CLCD (CL^(3/2)/CD)max
RC [fpm] Grad [rad] sigma P/Pto
display Cruise 0.03 10 0.8 0.6 0.044324 13.5367
1 Rcmax FAR23.65 a 0.0359 9.16 0.8 1.574619112 0.1436 10.96531 13.7597 300 na 0.9
1 b 1.574619112 0.1436 10.96531 13.7597 na 0.083333 1 0.9
1 c 1.574619112 0.1436 10.96531 13.7597 na 0.04 0.77551 0.72
1 Rcmax FAR23,67 a 0.0759 9.16 0.85 1 2.360008957 0.3036 7.773416 11.94177 calculated na 0.861224 0.81
1 shall be 0.2 less
b than Clmax 2.360008957 0.3036 7.773416 11.94177 ma 0.012 0.861224 0.81
1 c 2.360008957 0.3036 7.773416 11.94177 calculated na 0.861224 0.81
0 d 2.360008957 0.3036 7.773416 11.94177 na 0.006 0.861224 0.72
0 e 2.360008957 0.3036 7.773416 11.94177 calculated na 0.861224 0.72
1 FAR 23.77 a 0.0959 9.16 0.75 2.491857688 0.3836 6.495979 10.25431 na 0.033333 1 1
0 b 2.491857688 0.3836 6.495979 10.25431 na 0 0.77551 1
1 R/C@SL+store 0.0259 9.16 0.85 1.378613876 0.1036 13.30708 15.62443 1100 1 0.95
0 T climb 0.0259 9.16 0.85 1.378613876 0.1036 13.30708 15.62443 0.464 1
0 SEP at 40kft 0.0259 9.16 0.85 1.378613876 0.1036 13.30708 15.62443 0.935 0.185185
1 Serv Ceil 0.0259 9.16 0.85 1.378613876 0.1036 13.30708 15.62443 100 0.738 0.636989
0 Cruise Ceil 0.0259 9.16 0.85 1.378613876 0.1036 13.30708 15.62443 0.738 0.85
82 | P a g e
Laporan 1 Group A – AE4160 Desain Pesawat Udara
83 | P a g e