MODUL IV
Disusun untuk memenuhi tugas praktikum mata kuliah Gelombang Laut (OS3103)
Dosen Pengampu:
Dr. Eng. Hamzah Latief, M. Si
19631014 199103 1 002
Asisten:
Iqbal Ardiansyah
22419009
Disusun Oleh:
Azkal Fathurohman
12918041
1.2 Tujuan................................................................................................................................ 1
4.1 Hasil................................................................................................................................. 20
i
4.1.1 Hasil Visualisasi Tinggi Gelombang Signifikan .................................................................................... 20
4.1.3 Time Series Tinggi Gelombang Signifikan dan Kecepatan Angin ........................................................ 31
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................... 35
ii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.2 Pendefinisian Gelombang dengan Metode Downward Zero-Crossing dan Upward
Zero-Crossing ............................................................................................................................ 5
Gambar 3.2 Tampilan Awal dan Pemilihan Data Batimetri GEBCO ..................................... 11
Gambar 4.1 Tinggi Gelombng di Laut Sawu pada Waktu ke-0 ............................................... 20
Gambar 4.2 Tinggi Gelombang di Laut Sawu pada Waktu ke-24 ........................................... 20
Gambar 4.3 Tinggi Gelombng di Laut Sawu pada Waktu ke-48 ............................................ 21
Gambar 4.4 Tinggi Gelombng di Laut Sawu pada Waktu ke-72 ............................................ 21
Gambar 4.5 Tinggi Gelombng di Laut Sawu pada Waktu ke-96 ............................................ 22
Gambar 4.6 Tinggi Gelombng di Laut Sawu pada Waktu ke-120 .......................................... 22
Gambar 4.7 Tinggi Gelombng di Laut Sawu pada Waktu ke-144 .......................................... 23
Gambar 4.8 Tinggi Gelombng di Laut Sawu pada Waktu ke-168 .......................................... 23
Gambar 4.9 Tinggi Gelombng di Laut Sawu pada Waktu ke-192 .......................................... 24
Gambar 4.10 Tinggi Gelombng di Laut Sawu pada Waktu ke-216 ........................................ 24
Gambar 4.11 Tinggi Gelombng di Laut Sawu pada Waktu ke-240 ........................................ 25
Gambar 4.12 Vektor Angin di Laut Sawu pada Waktu ke-0 ................................................... 25
Gambar 4.13 Vektor Angin di Laut Sawu pada Waktu ke-24 ................................................. 26
iii
Gambar 4.14 Vektor Angin di Laut Sawu pada Waktu ke-48 ................................................. 26
Gambar 4.15 Vektor Angin di Laut Sawu pada Waktu ke-72 ................................................. 27
Gambar 4.16 Vektor Angin di Laut Sawu pada Waktu ke-96 ................................................. 27
Gambar 4.17 Vektor Angin di Laut Sawu pada Waktu ke-120 ............................................... 28
Gambar 4.18 Vektor Angin di Laut Sawu pada Waktu ke-144 ............................................... 28
Gambar 4.19 Vektor Angin di Laut Sawu pada Waktu ke-168 ............................................... 29
Gambar 4.20 Vektor Angin di Laut Sawu pada Waktu ke-192 ............................................... 29
Gambar 4.21 Vektor Angin di Laut Sawu pada Waktu ke-216 ............................................... 30
Gambar 4.22 Vektor Angin di Laut Sawu pada Waktu ke-240 ............................................... 30
Gambar 4.23 Time Series Tinggi Gelombang di Laut Sawu pada 15 – 25 Februari 1999 ...... 31
Gambar 4.24 Time Series Kecepatan Angin di Laut Sawu pada 15 – 25 Februari 1999 ........ 31
iv
DAFTAR SINGKATAN
BB : Bujur Timur
BT : Bujur Barat
LU : Lintang Utara
LS : Lintang Selatan
v
BAB I
PENDAHULUAN
Indonesia merupakan negara kepulauan dengan luas wilayah lautan meliputi hampir dua
per tiga bagian dari seluruh luas wilayahnya. Sebagai bagian dari sebuah negara kepulauan,
penting bagi kita untuk memahami berbagai macam fenomena yang terjadi di laut, salah
satunya adalah gelombang laut. Gelombang laut merupakan pergerakan naik turunnya
permukaan laut secara vertikal yang membentuk kurva sinusoidal. Salah satu faktor pembentuk
gelombang laut adalah angin. Gelombang laut yang dibangkitkan oleh angin menjadi faktor
yang paling sering terjadi dalam membangkitkan gelombang, karena frekuensinya yang
lumayan tinggi serta dapat terjadikapanpun baik didekat daratan maupun dilautan lepas. Dari
gelombang-gelombang yang dihasilkan tersebut, kita dapat menganalisis gelombang tersebut
melalui pendekatan statistika dan spectrum gelombangnya. Dinamika gelombang dapat
dimodelkan menggunakan berbagai cara dan alat bantu, salah satunya adalah SWAN
(Simulating Wave Near-Shore).
1.2 Tujuan
Pada modul ini, ruang lingkup yang digunakan adalah hubungan antara angin dan tinggi
gelombang signifikan di Laut Sawu pada tanggal 15 – 25 Februari 1999. Digunakan juga data
batimetri yang didapatkan dari situs GEBCO dan data angin yang telah disediakan. Hubungan
antara keduanya dihitung menggunakan model SWAN dan hasil perhitungannya
divisualisasikan menggunakan Matlab dan Excel.
1
1.4 Sistematika Penulisan
Untuk memahami lebih jelas mengenai laporan ini, maka materi-materi yang terdapat pada
laporan ini dikelompokkan menjadi beberapa bab dan sub bab dengan sistematika penulisan
yang disusun sebagai berikut:
1. BAB I PENDAHULUAN, Berisi latar belakang, tujuan, ruang lingkup bahasan, dan
sistematika penulisan.
2. BAB II TEORI DASAR, Berisi mengenai definisi, pengertian, dan teori mengenai
gelombang yang diambil dari literatur yang relevan dalam laporan ini yaitu konsep
pemodelan gelombang oleh SWAN.
3. BAB III METODOLOGI, Berisi langkah-langkah yang dilakukan dalam pengerjaan
tugas praktikum, yaitu langkah pengerjaan.
4. BAB IV HASIL DAN ANALISIS, Berisi analisis dari hasil pengolahan data pada
tugas praktikum.
5. BAB V KESIMPULAN, Berisi beberapa kesimpulan dari hasil praktikum.
2
BAB II
TEORI DASAR
Gelombang laut adalah bentuk permukaan laut yang berupa punggung atau puncak
gelombang dan palung atau lembah gelombang oleh gerak ayun (oscillatory movement) akibat
tiupan angin, erupsi gunung api, pelongsoran dasar laut, atau lalu lintas kapal (Sunarto, 2003).
Gelombang laut memiliki dimensi yaitu periode gelombang, panjang gelombang, tinggi
gelombang, dan cepat rambat gelombang.
Periode gelombang (T) adalah waktu tempuh di antara dua puncak atau dua lembah
gelombang secara berurutan pada titik yang tetap (satuan detik). Panjang gelombang (L) adalah
jarak horizontal antara dua puncak atau dua lembah yang berurutan (satuan meter). Tinggi
gelombang (H) adalah jarak vertikal antara puncak gelombang dan lembah gelombang (satuan
meter). Cepat rambat gelombang (C) adalah kecepatan tempuh perjalanan suatu gelombang,
yang dapat diperoleh dengan pembagian panjang gelombang (L) dengan periode gelombang
(T) atau C=L/T.
Holthuijsen (2007) menjelaskan bahwa gelombang laut adalah pergerakan naik dan
turunnya air laut dengan arah tegak lurus permukaan air laut yang membentuk kurva/grafik
sinusoidal. (Nichols et al., 2009 dalam Bagus, 2014) menjelaskan bahwa gelombang laut
timbul karena adanya gaya pembangkit yang bekerja pada laut. Gelombang yang terjadi di
lautan dapat diklasifikasikan menjadi beberapa macam berdasarkan gaya pembangkitnya, gaya
pembangkit tersebut terutama berasal dari angin, dari gaya tarik menarik Bumi - Bulan-
Matahari atau yang disebut dengan gelombang pasang surut dan gempa bumi.
Dalam pembentukkan gelombang laut terdapat tiga faktor utama yang mempengaruhi
yaitu:
a. Besarnya kecepatan angin. Umumnya makin kencang angin yang bertiup makin besar
gelombang yang terbentuk dan gelombang ini mempunyai kecepatan yang tinggi dan
panjang gelombang yang besar.
b. Lamanya angin bertiup (durasi). Tinggi, kecepatan dan panjang gelombang seluruhnya
cenderung untuk meningkat sesuai dengan meningkatnya waktu pada saat angin
pembangkit gelombang mulai bergerak bertiup.
3
c. Panjang daerah/ area pengaruh angin (fetch). Fetch dapat digambarkan dengan
membandingkan gelombang yang terbentuk pada kolom air yang relatif kecil seperti
danau di daratan dengan yang terbentuk di lautan bebas. Gelombang yang terbentuk di
danau dimana fetch-nya kecil, biasanya mempunyai panjang gelombang hanya
beberapa centimeter, sedangkan yang di lautan bebas dimana fetch-nya kemungkinan
lebih besar, sering mempunyai panjang gelombang sampai beberapa ratusan meter.
Menurut Holthuijsen (2007), gelombang adalah pergerakan naik dan turunnya air laut
dengan arah tegak lurus permukaan air laut yang membentuk kurva sinusoidal dan dapat
didefinisikan melalui dua cara, yaitu: upward zero-crossing dan downward zero-crossing.
Metode upward zero-crossing mendefinisikan gelombang dari lembah ke puncak, sedangkan
4
metode downward zero-crossing mendefinisikan gelombang dari puncak ke lembah. Berikut
ini adalah ilustini adalah ilustrasi pendefinisian gelombang menurut Holthuijsen.
Setelah itu, dikembangkan metode lain yang mendefinisikan gelombang dari puncak
gelombang dan tinggi gelombang (H) merupakan jarak vertikal dari puncak ke lembah
sebelumnya, metode ini disebut metode crest to trough.
5
energi gelombang terhadap frekuensinya atau mencari tahu gelombang mana yang paling
dominan di suatu perairan.
Sifat gelombang laut adalah acak, baik besar maupun arahnya, sehingga karena sifat inilah
besar energi gelombang acak sulit untuk diukur. Gelombang acak merupakan gabungan dari
gelombang sinusoidal dengan panjang dan periode gelombang yang sangat bervariasi. Ukuran
intensitas komponen gelombang acak pada umumnya dinyatakan dalam bentuk spektrum
kepadatan amplitudo, kepadatan energi gelombang atau biasa disingkat dengan spektrum
energi gelombang. Dalam analisa spektrum energi gelombang diperlukan data pencatatan
gelombang selama 15-20 menit.
Salah satu metode analisis spectrum gelombang adalah menggunakan Fourier transform
yang berguna untuk mentransformasikan domain waktu ke domain frekuensi sehingga
dihasilkan sebuah spectrum gelombang. Deret Fourier dapat digunakan untuk menjumlahkan
gelombang-gelombang harmonik untuk menentukan elevasi permukaan air dengan persamaan
sebagai berikut.
𝑁
𝜂(𝑡) = ∑ 𝑎𝑖 cos(2𝜋𝑓𝑖 𝑡 + 𝛼𝑖 )
𝑖=1
Dengan ai dan αi adalah amplitudo dan fase gelombang untuk setiap frekuensi fi =i/D (i =
1,2,3, ...; sehingga interval frekuensi ∆f = 1/D). lalu data gelombang diuraikan menggunakan
analisis fourier berdasarkan nilai amplitudo dan fase untuk setiap frekuensi gelombang.
Sehingga dengan menggunakan proses spektrum gelombang, data time series dapat disusun
berdasarkan domain frekuensi.
′′
𝑎2
𝑚𝑛 = ∫ 𝑆(𝑓)𝑓 𝑑𝑓 𝑑𝑒𝑛𝑔𝑎𝑛𝑆(𝑓) =
2Δ𝑓
Dengan a adalah amplitudo spektrum (meter) dan S(f) adalah spektrumdensitas gelombang
(m2/Hz).
6
2.4 SWAN (Simulating Wave Near-Shore)
SWAN (Simulating Waves Nearshore) adalah model numerik untuk mendapatkan estimasi
parameter gelombang di wilayah pesisir, danau dan muara dari kondisi angin, dasar, dan arus
yang diberikan. SWAN digunakan untuk menyimulasikan pembangkitan gelombang oleh
angin, secara eksplisit menghitung inputan data angin, interaksi arus gelombang, interaksi antar
empat gelombang (quadruplets), interaksi tiga gelombang (triads), dan disipasi karena
whitecapping, gesekan dasar laut, dan gelombang pecah yang diinduksi dasar laut.
Whitecapping merupakan faktor disipasi yang diinduksi oleh kecuraman gelombang (K.
Hasselmann, 1974).
Komputasi dalam model secara langsung mengatasi masalah mengenai elevasi atau
topografi yang sangat bervariasi dan memperhitungkan perambatan gelombang dan transisi
dari air yang dalam ke air yang dangkal di kedalaman yang terbatas dengan menyelesaikan
persamaan keseimbangan aksi gelombang spektral. Persamaan ini mencakup setiap istilah
sumber: input angin, interaksi non-linier, whitecapping, gesekan bawah, dan kedalaman yang
diinduksi putus.
SWAN model sangat baik digunakan untuk memodelkan gelombang dekat pantai.
Sedangkan, ketika digunakan untuk memodelkan perairan lepas pantai, maka terdapat
modifikasi dalam persamaan pembangunnya. Salah satu output dari pemodelan gelombang
SWAN adalah tinggi gelombang signifikan, periode puncak dan arah gelombang.
Skema diskritisasi numerik yang digunakan SWAN model adalah skema implisit dari
metode beda hingga (finite difference method) (Qin dkk, 2005).
Persamaan kesetimbangan aksi merupakan modal utama dalam perhitungan model SWAN.
Persamaan ini membahas mengenai perubahan spektrum energi gelombang yang memiliki
frekuensi dan arah tertentu pada lokasi dan waktu tertentu. Perubahan energi ini dirumuskan
7
berubah terhadap waktu, ruang, frekuensi, dan arahnya. Gelombang yang menjalar di laut
selama penjalarannya mengalami fenomena fisis yang dapat menambah maupun mengurangi
energi gelombang tersebut. Suku-suku dalam persamaan kesetimbangan aksi yang
mempengaruhi energi gelombang disebut sebagai suku source dan sink.
Keterangan:
𝑡 : Waktu
Suku di sebelah kiri pada persamaan kesetimbangan aksi menyatakan perubahan spektrum
energi gelombang. Suku pertama menjelaskan perubahan spektrum energi gelombang yang
memiliki frekuensi dan arah tertentu pada lokasi tertentu yang berubah terhadap waktu. Suku
kedua dan ketiga merupakan suku konvektif yang menjelaskan perubahan spektrum energi
gelombang yang memiliki frekuensi dan arah tertentu pada waktu tertentu yang dipengaruhi
kecepatan grup gelombang arah sumbu-x (suku kedua) dan sumbu-y (suku ketiga). Suku
keempat menjelaskan mengenai pengaruh pergeseran frekuensi relative akibat variasi
kedalaman dan arus (dengan propagasi kecepatan 𝐶𝜃 dalam ruang 𝜃). Sedangkan, suku kelima
8
menjelaskan mengenai refraksi gelombang akibat variasi kedalaman (dengan propagasi
kecepatan 𝐶𝜎 dalam ruang 𝜎 ).
Ruas kanan persamaan (1) merepresentasikan total source term dan sink term untuk
densitas energi. Total source ini merepresentasikan efek dari interaksi pembangkitan dan
disipasi nonlinier antar gelombang. Suku ini menyatakan perubahan spektrum energi
gelombang akibat fenomena-fenomena fisis yang mempengaruhi gelombang selama
penjalarannya. Suku-suku di ruas kanan dapat mengakibatkan penguatan energi (suku source)
dan dapat menghilangkan energi (suku sink). Perumusan suku-suku di sebelah kanan
dijabarkan sebagai berikut.
Dengan 𝑆𝑖𝑛 adalah suku pembangkitan gelombang oleh angin (suku source), 𝑆𝑛𝑙
merupakan suku interaksi gelombang non-linier (dapat menjadi suku source maupun sink), 𝑆𝑤𝑐
adalah suku disipasi akibat white capping (suku 𝑠𝑖𝑛𝑘), 𝑆𝑏𝑓𝑟 yaitu suku disipasi akibat gesekan
dasar, dan 𝑆𝑑𝑏 merupakan suku disipasi karena gelombang pecah akibat pengaruh kedalaman.
9
BAB III
METODOLOGI
Daerah kajian dalam modul ini adalah Laut Sawu dengan koordinat 8.7 – 10oLS dan 120 –
122.5oBT dengan waktu kajian pada tanggal 15 – 25 Februari 1999.
Data input yang digunakan adalah data batimetri yang diunduh dan data angin yng telah
disediakan. Berikut ini langkah pengunduhan data batimetri.
1. Dibuka website https://download.gebco.net/
2. Dimasukkan batas luasan daerah kajian. Luasan data batimetri yang diunduh lebih besar
dengan daerah yang akan dimodelkan.
10
Gambar 3.2 Tampilan Awal dan Pemilihan Data Batimetri GEBCO
Nama Keterangan
$START UP
11
SET maxerr=1 NAUT maxerr: maksimum error yang diterima
oleh model SWAN adalah 1
NAUT: Nautical Convention untuk arah
angin dan gelombang
$MODEL DESCRIPTION
CGRID REG 120 -10 0 2.5 1.3 199 103 REG: model yang dibuat dengan grid
CIRCLE 24 0.05 1 kotak-kotak seragam
xpc: longitude pojok kiri bawah domain
model
ypc: latitude pojok kiri bawah domain
model
alpc: default [alpc] =0.0
xlenc: panjang sumbu-x (resolusi ×
(mxc+1))
xlenc= 122.5 − 120 = 2. 5
ylenc: panjang sumbu-y (resolusi ×
(myc+1))
ylenc= −8.7 − (−10) = 1.3
mxc: jumlah grid sumbu-x (dikurangi 1)
mxc= (𝑥𝑙𝑒𝑛𝑐 × 80) − 1 = (2.5 × 80) −
1 = 199
myc: jumlah grid sumbu-y (dikurangi 1)
myc= (𝑦𝑙𝑒𝑛𝑐 × 80) − 1 = (1.3 × 80) −
1 = 103
mdc: pembagian sudut dalam model
(360/mdc)
flow: frekuensi paling rendah (dalam Hz)
fhigh: frekuensi paling tinggi (dalam Hz)
$INPUT BATHYMETRY
INPGRID BOT REGular 119 -11 0 1439 BOT: pendefinisian untuk data batimetri
719 0.004166666667 0.004166666667 &
12
READINP BOT -1.00 'LautSawu2.asc' 2 0 xpinp: longitude data batimetri (pojok kiri
FREE bawah)
ypinp: latitude data batimetri (pojok kiri
bawah)
alpinp: default [alpinp]=0.0
mxinp: jumlah grid sumbu-x (kurangi 1)
mxinp= 1440 − 1 = 1439
myinp: jumlah grid sumbu-y (kurangi 1)
myinp= 720 − 1 = 719
dxinp: ukuran/resolusi grid batimetri
sumbu-x
dyinp: ukuran/resoulasi grid batimetri
sumbu-y
idla: cara pembacaan data
‘batim laut Sulawesi.asc’: nama file
batimetri
$INPUT WIND
INPGRID WIND REGular 84.125 -24.125 WIND: pendefinisian untuk data angin
0 284 193 0.25 0.25 & xpinp: longitude data batimetri (pojok kiri
NONSTAT 19990215.000000 6 HR bawah)
19990225.180000 ypinp: latitude data batimetri (pojok kiri
READINP WIND 1.00 SERI bawah)
'Windforce_1999_.wxy' 1 0 FREE alpinp: default [alpinp]=0.0
mxinp: jumlah grid sumbu-x (kurangi 1)
myinp: jumlah grid sumbu-y (kurangi 1)
dxinp: ukuran/resolusi grid batimetri
sumbu-x
dyinp: ukuran/resoulasi grid batimetri
sumbu-y
idla: cara pembacaan data
‘Windforce_199_wxy’: nama file angin
NONSTAT: mode angin non-stasioner
19990215.000000: waktu awal data
6 HR: interval data
19990225.180000: waktu akhir data
$BOUNDARY CONDITION
13
!BOUND SHAPE JON JON: spektrum JONSWAP (default)
!BOUNndest1 NEst 'bound2_2' CLOSed Boundary condition dapat menggunakan
parameter JONSWAP hasil ekstrak model
WW3 atau spektrum hasil model besar
(nested grid)
$INITIAL CONDITION
$PHYSICAL PARAMETER
$NUMERICAL SCHEME
$OUTPUT LOCATION
$OUTPUT SPECTRUM 1D
!SPECout 'Loc1' SPEC1D ABSolute ‘Loc1’: merujuk pada nama file output
'1D_Loc1.txt' Output 19990215.000000 1
HR
14
‘1D_Loc1.txt’: nama file yang akan di-
output-kan
19990215.000000 : waktu awal data yang
akan di-output-kan (15 Februari 1999,
00:00:00)
1 HR: interval data yang di-output-kan
$OUTPUTSPECTRUM 2D
!SPECout 'Loc1' SPEC2D ABSolute ‘Loc1’: merujuk pada nama file output
'2D_Loc1.txt' Output 19990215.000000 1 ‘2D_Loc1.txt’: nama file yang akan di-
HR
output-kan
19990215.000000 : waktu awal data yang
akan di-output-kan (15 Februari 1999,
00:00:00)
1 HR: interval data yang di-output-kan
$OUTPUT SPASIAL
BLOCK 'COMPGRID' NOHEAD 'HS.mat' ‘HS.mat’: Nama file yang akan di-output-
LAY 1 HS OUTPUT 19990215.000000 1 kan
HR 1: idla
HS: jenis data yang akan di-output-kan
19990215.000000: waktu awal data yang
akan di-output-kan
1 HR: interval data yang di di-output-kan
Table 'Loc1' NOHEAD 'Loc1.tbl' TIME XP ‘Loc1’: merujuk pada output location
YP HS TM01 DIR WIND WATLEV ‘Loc1.tbl’: nama file yang akan di-output-
OUTPUT 19990215.000000 1 HR kan
TIME XP YP HS TM01 DIR WIND
WATLEV: data-data yang di-output-kan
timeseries di lokasi tersebut
19990215.000000: waktu awal data yang
akan di-output-kan
1 HR: interval data yang di-output-kan
$TIME SIMULATION
15
19990225.000000: waktu akhir simulasi (2
Maret 1999, 00:00:00)
STOP
6. Ditunggu running program SWAN hingga terdapat keterangan “Normal end of run”.
16
Gambar 3.5 Akhir Perhitungan SWAN
17
5. Script diatur dengan rincian sebagai berikut.
6. Script program di-run. Hasil visualisasi yang diperoleh akan tersimpan secara otomatis.
7. Dilakukan hal yang sama untuk script program “Spasial_Wind_model.m”.
18
Gambar 3.8 Data Output Dipindahkan ke Excel
Gambar 3.9 Dibuat Grafik Time Series Tinggi Gelombang Signifikan dan Kecepatan Angin
19
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
20
Gambar 4.3 Tinggi Gelombng di Laut Sawu pada Waktu ke-48
21
Gambar 4.5 Tinggi Gelombng di Laut Sawu pada Waktu ke-96
22
Gambar 4.7 Tinggi Gelombng di Laut Sawu pada Waktu ke-144
23
Gambar 4.9 Tinggi Gelombng di Laut Sawu pada Waktu ke-192
24
Gambar 4.11 Tinggi Gelombng di Laut Sawu pada Waktu ke-240
25
Gambar 4.13 Vektor Angin di Laut Sawu pada Waktu ke-24
26
Gambar 4.15 Vektor Angin di Laut Sawu pada Waktu ke-72
27
Gambar 4.17 Vektor Angin di Laut Sawu pada Waktu ke-120
28
Gambar 4.19 Vektor Angin di Laut Sawu pada Waktu ke-168
29
Gambar 4.21 Vektor Angin di Laut Sawu pada Waktu ke-216
30
4.1.3 Time Series Tinggi Gelombang Signifikan dan Kecepatan Angin
Gambar 4.23 Time Series Tinggi Gelombang di Laut Sawu pada 15 – 25 Februari 1999
Gambar 4.24 Time Series Kecepatan Angin di Laut Sawu pada 15 – 25 Februari 1999
Pada modul ini dibahas tentang bagaimana pengaruh atau hubungan antara angin dan
gelombang. Seperti yang sudah diajarkan sebelumnya, gelombang dibangkitkan oleh angin.
Terdapat juga beberapa faktor yang memperkuat dan melemahkan gelombang. Faktor yang
memperkuat gelombang (sources) adalah adanya tiupan angin di atas permukaan air dan
adanya interaksi gelombang-gelombang triad dan quadruplet yang bernilai positif. Sedangkan,
faktor-faktor yang melemahkan gelombang (sinks) antara lain adalah white-capping, surf-
31
breaking, gesekan dasar dan interaksi gelombang-gelombang triad dan quadruplet yang
bernilai negatif. Semakin kencang dan luas angin bertiup, maka amplitudo gelombang yang
dibangkitkan akan semakin tinggi. Hasil dari perhitungan SWAN divisualisasikan oleh Matlab
pada Gambar 4.1 – 4.11 untuk tinggi gelombang signifikan dan Gambar 4.12 – 4.22 untuk
vektor kecepatan angin. Kajian pada modul ini dilakukanpada tanggal 15 – 25 Februari 1999.
Pada waktu tersebut, diIndonesia sedang terjadi angin muson barat yang berhembus dari barat
ke timur. Hal ini menyebabkan gelombang yang dibangkitkan oleh angin tersebut menjalar dari
arah barat ke timur atau dalam gambar yang dihasilkan, arah penjalaran gelombang menuju
tenggara. Bila dilihat pada gambar, semakin menuju arah tenggara, tinggi gelombang
signifikan semakin besar. Pada kasus ini, dapat diperkirakan bahwa pembentukan gelombang
terjadi di wilayah pesisir dan arahnya menuju laut lepas sehinnga gelombang yang berada di
sebelah tenggara pada model termasuk ke dalam jenis gelombang swell atau gelombang alun
yang sudah berada di luar wilayah pembentukannya.
Angin pada waktu ke-0, 24 dan 48 menunjukkan kecepatan yang cukup tinggi sehingga
enghasilkan gelombang yang tinggi pula pada waktu ke-24, 48 dan 72. Terdapat lag waktu
yang terjadi antara angin yang berhembus dan gelombang merambat yang dibangkitkan. Hal
ini dapat terjadi karena energi dari angin yang disalurkan ke kolom air tidak langsung
dirambatkan kembali. Kemudian angin tersebut melemah seiring berjalannya simulasi
sehingga gelombang pun menjadi lemahdan konvergen. Dapat dilihat pada Gambar 4.23 dan
4.24 bahwa tinggi gelombang signifikan mengikuti magnitudo kecepatan angin. Lokasi
pengambilan data yang digunakan untuk membuat plot time series berada pada satu garis lurus
pada 9oLS, Lokasi 1 berada di titik paling barat dan titik selanjutnya bergerak ke timur hingga
Lokasi 5 yang berada di titik paling timur. Terlihat pada grafik time series, bahwa semakin
timur, maka kecepatan angin dan tinggi gelombang akan semakin besar. Terdapat nilai yang
konvergen setelah waktu ke-60. Hal ini seharusnya tak terjadi karena data yang disediakan
sudah mencukupi kebutuhan simulasi model. hal tersebut mengindiksikan bahwa masih
terdapat kesalahan dalam model yang dijalankan.
Pada kasus ini, terjadi perubahan batumetri yang tidak terlalu curam (dapat dilihat pada
Gambar 3.1). Perubahan yang landai tersebut tentunya memberikan pengaruh kepada
gelombang yang menjalar di atasnya. Semakin dalam batimetri suatu perairan, maka panjang
gelombang yang menjalar di atasnya akan semakin panjang. Begitu pula sebaliknya. Namun
dalam kasus ini, gelombang menjalar menuju perairan yang lebih dalam sehingga amplitudo
gelombang swell yang dihasilkan tidak terlalu tinggi atau perubahan tinggi gelombang yang
32
dialami pun landai seiring dengan perubahan batimetrinya. Dapat dilihat dari skala tinggi
gelombang yang digunakan yang bernilai 0 – 0.5 m. Skala kecepatan yang digunakan pun
berada pada selang 0 – 12.5 m/s.
33
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
5.2 Saran
Membaca lebih banyak referensi terutama literatur agar analisis hasil dan pembahasan yang
dihasilkan lebih dapat diketahui kebenarannya. Lebih banyak belajar tentang program
pemodelan gelombang SWAN.
34
DAFTAR PUSTAKA
Dean, R. G. dan R. A. Dalrymple, 2000, Water Wave Mechanics for Engineers and Scientists.
Vol 2, World Scientific, Singapore.
Holthuijsen, L. H. 2007. Waves in Oceanic and Coastal Waters. Cambridge University Press:
United Kingdom.
35