Anda di halaman 1dari 60

BAB I

PENDAHULUAN

Penelitian yang dilakukan ini memiliki langkah-langkah yang digunakan sebagai dasar
pelaksanaannya. Dalam bab ini menjelaskan tentang latar belakang masalah yang menjadi
dasar penelitian, idetifikasi masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat
penelitian, serta batasan masalah yang diteliti.

1.1 Latar Belakang


Kemajuan teknologi saat ini telah mendorong berkembangnya dunia industri dan
manufaktur. Penggunaan alat-alat berat dan mesin-mesin yang serba canggih dapat
merubah bentuk, sifat dan proses pekerjaan menjadi lebih mudah. Namun disisi lain
penggunaan alat berat turut menjadi penyebab masalah pada keselamatan dan kesehatan
kerja karena semakin meningkatnya aktivitas produksi. Berbagai sumber bahaya di tempat
kerja baik karena faktor fisik, kimia, biologis, psikologi, fisiologis atau tindakan dari
manusia sendiri merupakan penyebab terjadinya kecelakaan akibat kerja yang harus
ditangani secara dini (Budiono, 2008).
Kecelakaan kerja merupakan salah satu faktor yang menyebabkan kerugian bagi
perusahaan, Hal ini yang mengakibatkan pentingnya pemahaman dan penerapan konsep
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) di dalam perusahaan. Dengan penerapan konsep
K3 ini diharapkan dapat mengurangi dan bahkan menghilangkan potensi-potensi bahaya
dalam proses produksi. Sehingga mencegah terjadinya kerugian secara langsung bagi
perusahaan seperti penurunan produktivitas, terhentinya proses produksi akibat operator
yang mengalami kecelakaan ataupun mesin yang mengalami kerusakan. Dalam proses
produksinya perusahaan yang banyak menggunakan mesin-mesin modern yang serba
otomatis serta mesin-mesin pemotong harus menyediakan Alat Pelindung Diri (APD) guna
mencegah terjadinya kecelakaan.
Dalam penelitian ini perusahaan yang diteliti adalah CV. Cahaya Abadi merupakan
perusahaan yang bergerak dalam bidang produksi boks nasi dan kue. Perusahaan ini
memproduksi boks nasi dan kue dengan bahan baku yang dibuat sendiri berupa kertas
lembaran yang selanjutnya akan dilaminasi sehingga menghasilkan kertas berjenis duplex.
Dimana kertas duplex inilah yang akan menjadi bahan baku dalam pembuatan boks nasi

1
2

dan kue tersebut. Perusahaan ini memilki 50 orang pegawai dimana 20 diantaranya masuk
pada proses produksi. Proses produksi di perusahaan ini memiliki 3 workstation antara lain
laminasi, pencetakan, dan packaging. Dalam workstation Laminasi terdapat 2 mesin yang
digunakan yakni mesin cutting dan mesin laminasi. Pada workstation pencetakan terdapat
mesin roll dan mesin cetak yang menggunakan papan pisau untuk mencetak bahan menjadi
boks nasi sedangkan pada workstation packaging terdapat mesin pres plastik untuk
membungkus hasil cetakan boks nasi. Setiap 1 pack boks nasi berisi 100 lembar yang
kemudian akan dimasukkan kedalam plastik dan di pres menggunakan mesin pres plastik.
Penerapan K3 dalam perusahaan ini tergolong sangat minim, hal ini dapat dilihat dari
tingginya frekuensi terjadinya kecelakaan kerja yang dialami oleh karyawan selama proses
produksi. Tabel 1.1 menjelaskan jenis kecelakaan kerja yang terjadi tiga tahun terakhir.
Tabel 1.1
Jenis Kecelakaan Kerja Perusahaan Boks Nasi dan Kue
No Jenis Kecelakaan Jumlah Tahun
1 Tangan tergores pisau cutting
2 Mata terkena debu kertas roll mesin cutting
3 Tangan tertimpa kertas roll
4 Mata terkena cipratan lem mesin laminasi
5 Tangan terjepit mesin laminasi 39 2014
6 Persendian tangan keseleo di mesin roll
7 Tangan tergores pisau papan cetak
8 Tangan terjepit di mesin cetak
9 Tangan terpotong di mesin cetak
1 Tangan terbakar mesin las plastik
2 Kaki kejatuhan papan pencetak
3 Terpeleset di workstation laminasi
4 Mata terkena debu kertas roll mesin cutting 32 2015
5 Tangan terjepit mesin laminasi
6 Persendian tangan keseleo di mesin roll
7 Mata terkena cipratan lem mesin laminasi
1 Tangan tergores pisau cutting
2 Kaki kejatuhan papan pencetak
3 Tangan tertimpa kertas roll
4 Terpeleset di workstation laminasi
5 Tangan terjepit mesin laminasi
6 Persendian tangan keseleo di mesin roll 45 2016
7 Tangan tergores pisau papan cetak
8 Tangan terjepit di mesin cetak
9 Tangan terpotong di mesin cetak
10 Tangan terbakar mesin las plastik
11 Mata terkena debu kertas roll mesin cutting
Sumber: CV. Cahaya Abadi
Dari Tabel 1.1 dapat disimpulkan bahwa jumlah kecelakaan kerja yang terjadi masih
sangat besar dan cenderung terjadi peningkatan pada tahun 2016. Pada tahun 2014 terjadi
39 kasus kecelakaan kerja sedangkan pada tahun 2015 terjadi penurunan angka kecelakaan
3

menjadi 32 kasus kecelakaan kerja. Tetapi pada tahun 2016 terjadi peningkatan yang
cukup siginifikan yakni menjadi 45 kasus kecelakaan kerja. Dan dari jumlah tersebut,
diketahui bahwa semua kasus terjadi dalam departemen produksi yang bersinggungan
langsung dengan mesin dan alat-alat berbahaya. Selain itu, juga dilakukan wawancara
dengan kepala produksi yang bertugas disana dan diketahui bahwa sampai saat ini memang
belum parnah diadakan evaluasi dan perbaikan terhadap masalah kecelakaan kerja yang
terjadi serta belum adanya SOP pada semua proses produksi. Hal ini yang mengakibatkan
perlunya penanganan secara serius untuk mengurangi jumlah kecelakaaan kerja yang
terjadi
Pendekatan yang digunakan untuk menanggulangi masalah ini adalah dengan
menggunakan metode JSA (Job Safety Analysis). Job Safety Analysis (JSA) merupakan
metode analisis untuk mengidentifikasi tindakan-tindakan kontrol yang diperlukan untuk
menghilangkan atau mengurangi resiko yang ada (Rijanto, 2010). Kemudian FMEA
(Failure Mode and Effect Analysis) untuk mengetahui tingkat resiko pekerjaan dan
menentukan poses mana saja yang perlu penanganan secara cepat dan diprioritaskan untuk
ditangani. Dari penilaian FMEA maka akan didapatkan penyebab kecelakaan kerja dan
masalah kecelakaan kerja yang perlu dilakukan penanganan dilihat dari nilai Risk Priority
Number (RPN) yang masuk pada prioritas kritis. Masalah kecelakaan kerja tersebut yang
akan dilakukan evaluasi dan dianalisis menggunakan Job Safety Analysis (JSA). Setelah
mengetahui prioritas, penyebab, dan potensi kecelakaan kerja, selanjutnya dilakukan
rekomendasi perbaikan untuk mencegah terjadinya kecelakaan kerja.

1.2 Identifikasi Masalah


Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dijelaskan, maka permasalahan yang
dapat diidentifikasi adalah:
1. Jumlah kecelakaan kerja pada perusahaan produsen boks nasi dan kue masih terjadi
dengan frekuensi yang fluktuaftif pada tahun 2014, 2015, dan 2016.
2. Berdasarkan hasil wawancara dengan manajemen perusahaan, bahwa perusahaan
belum pernah melakukan upaya pencegahan kecelakaan kerja serta belum adanya
prosedur kerja yang aman di perusahaan produsen boks nasi dan kue sehingga masih
terjadi kecelakaan kerja di perusahaan.
4

1.3 Rumusan Masalah


Rumusan masalah yang diperoleh dari identifikasi masalah adalah:
1. Apa saja potensi bahaya yang dapat terjadi pada setiap pekerjaan?
2. Apa saja kasus kecelakaan kerja pada perusahaan yang harus diprioritaskan untuk
dilakukan penanganan?
3. Bagaimana solusi pencegahan dan pengendalian terhadap potensi bahaya tersebut?

1.4 Tujuan Penelitian


Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah:
1. Mengidentifikasi potensi bahaya pada setiap pekerjaan menggunakan metode JSA.
2. Menentukan kecelakaan kerja yang harus diprioritaskan untuk dilakukan penanganan
menggunakan metode FMEA.
3. Memberikan usulan rekomendasi perbaikan sebagai solusi pencegahan dan
pengendalian terhadap potensi bahaya tersebut.

1.5 Manfaat Penelitian


Manfaat yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah:
1. Dapat mengidentifikasi potensi bahaya atau kecelakaan kerja pada setiap pekerjaan.
2. Dapat menentukan kecelakaan kerja yang diprioritaskan untuk ditangani.
3. Dapat memberikan solusi pencegahan dan pengendalian dengan membuat tabel Job
Safety Analysis (JSA) dan memberikan rekomendasi perbaikan secara teknis yang bisa
dipakai sebagai pertimbangan bagi perusahaan.

1.6 Batasan Masalah


Batasan masalah pada penelitian ini adalah:
1. Penelitian ini dilakukan pada Departemen Produksi perusahaan produsen boks nasi
dan kue.
2. Data kecelakaan kerja yang digunakan pada tahun 2014, 2015, dan 2016.
5

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Dalam penelitian yang dilaksanakan, diperlukan dasar–dasar ilmiah yang berhubungan


dengan konsep–konsep yang dipermasalahkan. Sehingga dapat dilakukan penelitian dan di
analisis. Dalam bab ini akan dijelaskan beberapa dasar–dasar teori atau tinajauan pustaka
yang digunakan.

2.1 Penelitian Terdahulu


Penelitian terdahulu merupakan penelitian yang telah dilakukan sebelumnya dan akan
dijadikan acuan untuk penelitian yang akan dilaksanakan. Penelitian terdahulu yang
digunakan sebagai acuan penelitian ini disajikan pada Tabel 2.1.
Tabel 2.1
Perbandingan Penelitian Terdahulu dan Penelitian Saat Ini
Metode
No. Peneliti Keterangan
JSA FMEA HIRA FTA
Dalam penelitian ini, identifikasi risiko
dilakukan dengan pendekatan job safety
Yuliawati analysis (JSA), sedangkan untuk penilaian
1. V V
(2010) risiko menggunakan FMEA. Untuk mencari
akar permasalahan menggunakan Ishikawa
Diagram
Pada penelitian ini menggunakan JSA,
HIRA dan FTA. JSA digunakan untuk
Fasrul mengetahui potensi bahaya apa saja yang
2. V V V
(2013) ada pada aktivitas cleaning sedangkan
penilaian tingkat risiko dengan
menggunakan HIRA.
Dalam penelitian ini upaya untuk
pencegahan terjadinya kecelakaan kerja
Andhini
3. V V akan dilakukan dengan pendekatan FMEA
(2015)
(Failure Mode and Effect Analysis) dan JSA
(Job Safety Analysis).
Penulis menggunakan pendekatan JSA
untuk mengidentifikasi potensi bahaya yang
Penelitian ada, sedangkan untuk penilaian risiko
4. V V
ini menggunakan FMEA. Dengan penelitian ini
akan menghasilkan output rekomendasi
yang tepat dan terarah.
Tabel 2.1 menunjukkan perbedaan antara seluruh penelitian terdahulu. Pada penelitian
terdahulu, terdapat 2 peneliti yaitu Yuliawati dan Andhini yang menggunakan pendekatan
Job Safety Analysis (JSA) dengan pengembangan Failure Mode And Effect Analysis
(FMEA). Pada penelitian tersebut Failure Mode And Effect Analysis (FMEA) digunakan
6

untuk menghitung nilai Risk Priority Number (RPN) yang berfungsi untuk mendapatkan
tingkat risiko tertinggi. Selain Failure Mode And Effect Analysis (FMEA), Fasrul
menggunakan metode HIRA sebagai pengganti Failure Mode And Effect Analysis (FMEA)
dengan tujuan yang hampir sama dan ditambah dengan analisis akar penyebab masalah
dengan Fault Tree Analysis (FTA). Sedangkan pada penelitian ini, penulis menggunakan
Job Safety Analysis (JSA) untuk mengidentifikasi potensi bahaya dan Failure Mode And
Effect Analysis (FMEA) untuk mencari potensi bahaya yang harus diprioritaskan
penanganannya.

2.2 Ergonomi
Menurut Tarwaka (2010) ergonomi adalah sebuah penggabungan antara ilmu, seni,
ilmu dan penerapan teknologi dengan tujuan untuk menyeimbangkan antara fasilitas yang
digunakan baik itu ketika istirahat ataupun bekerja dengan seluruh kebolehan, kemampuan
dan keterbatasan pekerja sehingga dapat mencapai kualitas hidup yang lebih baik.
Sedangkan tujuan dari ergonomi ini adalah menciptakan sebuah kombinasi antara manusia
sebagai pelaku kerja dengan sub sistem peralatan kerjanya. Adapun tujuan utama ergonomi
ada 4 (Santoso, 2004; Notoatmodjo, 2003), yaitu:
1. Merekomendasikan pekerja untuk bekerja lebih nyaman, aman dan bersemangat
2. Memperbaiki hal-hal terkait kesehatan dan keselamatan kerja
3. Memaksimalkan efisiensi karyawan
4. Memaksimalkan bentuk kerja yang ada
Prinsip ergonomi adalah suatu pedoman dalam menerapankan ergonomi di tempat
kerja. Menurut Baiduri, prinsip ergonomi diantaranya:
1. Mengurangi beban berlebihan
2. Mencakup jarak ruang
3. Minimalisasi gerakan statis
4. Membuat agar display dan contoh mudah dimengerti
5. Bekerja dalam posisi atau postur normal
6. Menempatkan peralatan berada dalam jangkauan
7. Mengurangi gerakan berulang dan berlebihan
8. Menciptakan lingkungan kerja yang nyaman
9. Meminimalisasi titik beban
10. Melakukan gerakan, olahraga dan peregangan saat bekerja
11. Bekerja sesuai dengan ketinggian dimensi tubuh
7

2.3 Kesehatan dan Keselamatan Kerja


Menurut OSHA (2003), Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) adalah sebuah
multidisiplin ilmu yang memiliki fokus pada penerapan prinsip-prinsip ilmiah dalam
mendapatkan risiko yang turut mempengaruhi aktivitas dan keselamatan pekerja baik itu
dalam lingkungan industri dan di dalam lingkungan industri. Sedangkan menurut Jackson
(1999), Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) merujuk pada kondisi pekerja baik itu fisik
maupun psikologi tenaga kerja yang diakibatkan oleh lingkungan kerja di dalam
perusahaan. Menurut Rika (2009), Keselamatan kerja adalah sebuah proses perencanaan
ataupun pengendaian keadaan yang memiliki potensi terjadinya kecelakaan kerja melalui
sebuah standar operasional prosedur kerja. Sedangkan menurut Malthis dan Jackson
(2002), keselamatan kerja juga dapat memperlihatkan pada seberapa jauh perlindungan
perusahaan terhadap kesejahteraan fisik pekerja dengan cara melakukan upaya untuk
mencegahnya.

2.3.1 Tujuan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)


Tujuan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) secara umum adalah menciptakan
lingkungan kerja yang sehat dan aman untuk mencegah terjadinya kecelakaan kerja.
Sedangkan tujuan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) menurut Mangkunegara (2004)
adalah sebagai berikut.
1. Agar setiap pekerja mendapatkan jaminan keselamatan dan kesehatan kerja baik
secara fisik, sosial, dan psikologis.
2. Agar setiap peralatan kerja digunakan sebaik-baiknya.
3. Agar seluruh hasil produksi dipelihara keamanannya.
4. Agar adanya jaminan pemeliharaan dan peningkatan atas kesehatan gizi pekerja.
5. Agar meningkatkan kegairahan, keserasian, dan partisipasi kerja.
6. Agar terhindar dari gangguan kesehatan yang disebabkan lingkungan kerja.
7. Agar setiap pekerja meraa aman dan terlindungi dalam bekerja.

2.3.2 Komponen System Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)


Reese dan Eidson (2006) mengatakan, tinjauan ringkas untuk program keselamatan
dan kesehatan kerja, yakni :
1. Komunikasi
a. Ada kebijakan tertulis mengenai keselamatan kerja
b. Ada daftar dari perusahaan mengenai ketentuan problem K3
8

c. Seringkali diselenggarakan pertemuan mengenai K3


2. Mempraktekkan bekerja dengan aman
a. Melatih tiap-tiap individu dalam melakukan pekerjaan/pekerjaan yang penuh
resiko
b. Mesin dan daftar pemeliharaannya digunakan
c. Memakai alat pelindung diri seperti jaket safety, helm safety dan sepatu safety
3. Pengawasan keselamatan kerja
a. Pemeriksaan keselamatan dengan formal diadakan sedikitnya mingguan
b. Dikerjakan kontrol keselamatan dengan visual keseharian
c. Ikuti atas semuanya saran keselamatan kerja
d. Penilaian pekerjaan diadakan oleh pengawas
e. Ketentuan keselamatan dan kesehatan kerja mesti diperkuat
4. Latihan
a. Memiliki satu gagasan kursus keselamatan kerja
b. Memiliki garis-garis besar untuk session pelatihan
c. Memiliki satu pendekatan systematis untuk pekerjaan pelatihan
d. Memiliki analisis keselamatan kerja/pekerjaan atau prosedur operasional
keselamatan untuk tiap-tiap klasifikasi pekerjaan
e. Penyelidikan Kecelakaan
f. Semuanya kecelakaan mesti diselidiki
g. Memakai format penyelidikan kecelakaan

2.4 Pengertian Kecelakaan Kerja dan Jenis-Jenisnya


Menurut Rika (2009), kecelakaan kerja dapat diartikan sebagai kondisi celaka
seseorang ataupun kelompok ketika melakukan aktivitas kerja dalam lingkungan
perusahaan dimana hal itu terjadi secara mendadak atau tidak terduga yang dapat
menyebabkan kerugian mulai dari yang paling ringan hingga yang paling berat dan bisa
saja justru menghentikan seluruh aktivitas kerja.
Menurut Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) dalam Arizal (2009), ada
beberapa klasifikasi kecelakaan akibat kerja antara lain:
1. Klasifikasi menurut jenis kecelakaan
a. Terkena arus listrik
b. Tertumbuk atau terkena benda-benda
c. Gerakan-gerakan melebihi kemampuan
9

d. Terjepit oleh benda


e. Kontak bahan-bahan berbahaya atau radiasi
f. Tertimpa benda
g. Terjatuh
h. Pengaruh suhu tinggi
2. Klasifikasi menurut penyebab
a. Mesin, misalnya mesin pemotong kayu dan penyerut kayu
b. Alat angkut, alat angkut air, dan bebatuan
c. Peralatan lain seperti instalasi pendingin dan alat-alat listrik
d. Bahan-bahan, zat-zat, dan radiasi seperti bahan peledak berupa gas
e. Lingkungan kerja
3. Klasifikasi menurut sifat luka atau kelainan
a. Patah tulang
b. Dislokasi (keseleo)
c. Regang otot (urat)
d. Memar dan luka dalam yang lain
e. Amputasi
f. Luka di permukaan
g. Gegar dan remuk
h. Luka bakar
i. Keracunan-keracunan mendadak
j. Pengaruh radiasi
4. Klasifikasi menurut letak kelainan atau luka di tubuh
a. Leher
b. Badan
c. Anggota di bawah
d. Anggota di atas
e. Kepala
f. Letak lain yang tidak termasuk dalam klasifikasi tersebut.

2.5 Pengertian Hazard dan Jenis-Jenisnya


Hazard dapat diartikan sebagai sebuah potensi (belum terjadi) yang dapat berdampak
bahaya pada lingkungan, kesehatan maupun harta benda (Majid, A.2005). Adapun
beberapa dampak buruk hazard pada lingkungan kerja yaitu:
10

1. Hazard kimia dapat berupa larutan, uap, dan debu.


2. Hazard fisik dapat berupa tekanan, getaran, suhu, radiasi, pencahayaan dan
kebisingan.
3. Hazard ergonomi atau fisikologi
4. Hazard Psikososial
5. Hazard biologi dapat berupa penyakit jamur dan anthrak

2.6 Failure Mode And Effect Analysis


Menurut John (1997), Failure Modes And Effect Analysis (FMEA) adalah sebuah
metode yang berguna untuk mengidentifikasi berbagai bentuk kegagalan yang terjadi dan
dapat menyebabkan kegagalan fungsi dan juga untuk mengetahui apakah pengaruh
kegagalan berhubungan dengan bentuk kegagalan yang ada.

2.6.1 Mode Kegagalan (Failure Mode)


Failure mode adalah keadaan dimana sebuah proses berpotensi mengalami kegagalan
dalam memenuhi syarat desain ataupun proses. Suatu mode kegagalan tidak terlepas dari 2
faktor utama yaitu penyebab dan akibat. Penyebab tunggal pasti memiliki akibat jamak.
Suatu kombinasi penyebab mungkin menimbulkan berbagai akibat. Terkadang pada suatu
kasus terdapat penyebab yang memiliki penyebab lain yang dapat menjadi suatu mode
kegagalan. Sedangkan suatu kejadian tunggal juga dapat menjadi penyebab sebuah dampak
dan sebuah failure mode. Adapun failure mode dapat dibagi menjadi 5 golongan antara
lain:
1. Complete failure, merupakan kegagalan fungsional secara keseluruhan dimana obyek
sama sekali tidak dapat dioperasikan.
2. Partial Failure, merupakan kegagalan pada kondisi obyek yang tidak dapat bekerja
dengan optimal.
3. Intermittent failure, merupakan sebuah kegagalan yang dapat terjadi sewaktu-waktu
ketika pengoperasian baik itu dalam intensitas rendah ataupun tinggi.
4. Failure over time, merupakan penurunan kegagalan yang terjadi seiring dengan
pertambahan usia pakai sebuah obyek.
5. Over performance of function, merupakan kondisi ketika obyek sebelum mengalami
salah satu dari keempat mode diatas memiliki ternyata mampu melebihi fungsi kinerja
yang sudah ditetapkan (Wenda, 2008).
11

2.6.2 Tahapan FMEA


Berikut adalah langkah-langkah dalam melakukan FMEA (Yumaida, 2011).
1. Identifikasi proses atau produk/jasa
2. Identifikasi mode kegagalan potensial selama proses
3. Identifikasi akibat kegagalan
4. Menentukan nilai severity tiap risiko
5. Menentukan nilai occurance tiap risiko
6. Menentukan nilai detection tiap risiko
7. Hitung nilai RPN untuk menentukan prioritas tindakan yang harus diambil
Rating dan RPN hanya digunakan untuk meranking kelemahan proses untuk
mempertimbangkan tindakan yang mungkin untuk mengurangi kekritisan dan
membuat proses lebih baik.
RPN = severity x occurence x detection (2-1)
Sumber: Stamatis, DH (1995)
Selanjutnya penentuan risiko kritis. Suatu risiko dikategorikan risiko kritis jika
memiliki nilai RPN diatas nilai kritis.
Total RPN
Nilai kritis RPN = (2-2)
Jumlah Risiko
Sumber: Stamatis, DH (1995)
8. Mengambil tindakan untuk mengurangi atau menghilangkan risiko kritis

2.6.3 Skala Penilaian FMEA


Berikut adalah daftar skala penilaian pada FMEA:
1. Severity
Severity merupakan penilaian seberapa serius pengaruh bentuk kegagalan yang terjadi.
Severity terdiri dari penilaian skala 1 sampai 10. Ranking severity oleh Priest dalam
Febri (2011) ditunjukkan pada Tabel 2.2.
Tabel 2.2
Severity
Rangking Kriteria
1 Iritasi ringan
2 Alergi dan luka memar
3 Pegal, terkilir dan tergores
4 Luka robek, luka bakar, iritasi berat dan hipetermia
5 Patah tulang ringan
6 Patah tulang berat, operasi dan amputasi
7 Penderita hipetermia kehilangan kesadaran
8 Kerusakan tulang belakang
9 Trauma setelah kejadian
10 Kejadian fatal seperti kematian
12

Sumber: Priest (1996) dalam Febri (2011)


2. Occurence
Occurence merupakan frekuensi atau seberapa sering penyebab kegagalan dari suatu
proyek tersebut terjadi dan menghasilkan bentuk kegagalan. Occurance menggunakan
bentuk penilaian dariskala dari 1 sampai dengan 10. Rating occurance oleh Caymon
Business Systems dijelaskan pada Tabel 2.3.
Tabel 2.3
Occurance Rating
Probabilitas Probabilitas terjadinya Possible Failure Rate Rank
Kegagalan kegagalan per tahun
Hampir selalu >500 > 1 dalam 2 10
Sangat tinggi 366 – 500 1 dalam 3 9
Tinggi 300 – 365 1 dalam 8 8
Agak tinggi 250 – 300 1 dalam 20 7
Medium 150 – 249 1 dalam 80 6
Rendah 50 – 149 1 dalam 400 5
Sedikit 10 – 49 1 dalam 2000 4
Sangat sedikit 5–9 1 dalam 15000 3
Sangat sedikit sekali 1–4 1 dalam 150000 2
Hampir tidak pernah <1 1 dalam 1500000 1
Sumber: Cayman Business Systems (2002)
3. Detection
Detection merupakan pengukuran yang berhubungan dengan kemampuan untuk
mendeteksi kegagalan yang berpotensi terjadi. Detection menggunakan penilaian dari
skala 1 hingga 10. Rating detection secara lebih lengkap dijelaskan pada Tabel 2.4.
Tabel 2.4
Detection Rating
Detection Kriteria Rank
Tidak Tidak ada alat pengontrol yang mampu mendeteksi 10
mendeteksi
Sangat Alat pengontrol saat ini sangat sulit mendeteksi bentuk dan 9
sedikit penyebab kegagalan
kemungkinan
Sedikit Alat pengontrol saat ini sulit mendeteksi bentuk dan penyebab 8
kemungkinan kegagalan
Sangat Kemampuan alat kontrol untuk mendeteksi bentuk dan penyebab 7
rendah sangat rendah
Rendah Kemampuan alat kontrol untuk mendeteksi bentuk dan penyebab 6
rendah
Cukup Kemampuan alat kontrol untuk mendeteksi bentuk dan penyebab 5
sedang
Cukup tinggi Kemampuan alat kontrol untuk mendeteksi bentuk dan penyebab 4
sedang sampai tinggi
Tinggi Kemampuan alat kontrol untuk mendeteksi bentuk dan penyebab 3
tinggi
Sangat tinggi Kemampuan alat kontrol untuk mendeteksi bentuk dan penyebab 2
sangat tinggi
Hampir pasti Kemampuan alat kontrol untuk mendeteksi bentuk dan penyebab 1
hampir pasti
Sumber: Y.M Wang et al (2009) dalam Febri (2011)
13

4. Risk Priority Number (RPN)


Risk Priority Number (RPN) merupakan produk matematis dari severity, occurence,
dan detection. Untuk mendapatkan nilai RPN, dapat ditunjukkan dengan persamaan:
RPN = S x O x D (2-3)
Sumber: Stamatis, DH (1995)
Dimana:
S = Severity
O = Occurance
D = Detection
Melalui RPN ini akan memberikan informasi bentuk kegagalan kecelakaan kerja yang
mendapatkan prioritas penanganan.

2.7 Job Safety Analysis


Job Safety Analysis (JSA) merupakan sebuah prosedur untuk suatu tugas yang
diberikan yang mengintegrasikan semua bahaya yang diketahui dan potensi yang terkait
dengan setiap langkah tugas tersebut (Ashley, 2015). Dalam analisis keselamatan kerja
dilakukan peninjauan terhadap metode kerja dan menemukan bahaya yang mungkin
diabaikan dalam proses design peralatan, pemasangan mesin dan proses kerja. Melalui
penerapan analisis keselamatan kerja dapat dilakukan perubahan prosedur kerja menjadi
lebih aman (Greenwood, 2006). Selain itu JSA juga sudah diakui secara luas sebagai alat
untuk identifikasi bahaya, pelatihan pekerja dan investigasi kecelakaan (David, 2011).
Adapun hal positif yang dapat diperoleh dari pelaksanaan JSA (Rijanto, 2010) antara lain:
1. Membantu dalam upaya pencegahan terhadap kecelakaan kerja
2. Menjadi alat bantu yang safety khusunya pada pekerja baru
3. Melakukan evaluasi ulang pada prosedur kerja setelah kecelakaan kerja
4. Untuk memberikan intruksi awal pada pekerjaan baru
5. Sebagai bahan latihan personal kepada pekerja
6. Mengevaluasi SOP setelah kecelakaan
7. Meninjau ulang SOP sesudah kecelakaan atau nearmiss accident terjadi
Pada intinya JSA memiliki tujuan untuk mengidentifikasi potensi bahaya pada setiap
pekerjaan secara lebih detail. Dengan begitu, diharapkan potensi bahaya dapat
dikendalikan secara lebih optimal dan dapat mencegahnya.
14

2.7.1 Manfaat JSA


Menurut (Arizal, 2009) dalam pelaksanaannya, JSA memiliki beberapa manfaat yaitu:
1. Dapat dijadikan sebagai bahan studi pada pekerjaan yang memungkinkan untuk
diperbaiki metode kerjanya
2. Dapat meningkatkan tingkah laku positif pekerja dan produktivitas pekerja.
3. Dapat digunakan sebagai acuan dalam memberikan training prosedur kerja yang aman.
4. Dapat digunakan untuk meninjau ulang prosedur kerja yang mengakibatkan terjadinya
kecelakaan kerja.
5. Dapat digunakan sebagai acuan dalam memberikan training kepada pekerja baru.
6. Dapat mengidentifikasi alat pelindung diri apa saja yang harus dipakai ketika bekerja.
7. Dapat digunakan untuk memberikan instruksi kerja awal khusunya pada pekerjaan
yang tak tetap.

2.7.2 Langkah Pelaksanaan JSA


Dalam penerapan JSA, terdapat 4 langkah yang harus dilakukan (Arizal, 2009):
1. Menentukan dan mendeskripsikan pekerjaan yang dianalisis
Langkah ini dapat dikatakan sangat penting karena menyangkut analisis tugas atau
pekerjaan di perusahaan. Inti dari langkah ini adalah untuk mengkelompokkan
pekerjaan mana saja yang layak dikategorikan mengakibatkan kecelakaan kerja.
Dalam menentukan pekerjaan/tugas kritis ada beberapa hal yang harus diperhatikan
yaitu:
a. Frekuensi kecelakaan kerja
Semakin sering terjadi kecelakaan kerja pada suatu pekerjaan, maka semakin
layak pekerjaan tersebut untuk dianalisis dengan menggunakan JSA.
b. Kecelakaan yang mengakibatkan luka
Tidak semua kecelakaan kerja yang membuat suatu pekerjaan layak untuk
dinalisa, melainkan hanya kecelakaan yang dapat dikatakan parah atau berdampak
sangat signifikan terhadap pekerja seperti menyebabkan luka, cacat atau bahkan
kematian.
c. Pekerjaan dengan potensi kerugian yang tinggi
Semakin tinggi kerugian yang diakibatkan oleh kecelakaan kerja maka semakin
perlu adanya JSA pada sebuah pekerjaan baik itu kerugian individu ataupun
kerugian pada perusahaan.
d. Pekerjaan baru
15

Apabila terdapat pekerjaan baru tentu akan berkaitan dengan mesin ataupun
peralatan baru yang sangat mungkin menimbulkan kecelakaan kerja karena
pekerja belum terbiasa dengan hal tersebut.
2. Menguraikan pekerjaan menjadi langkah-langkah dasar
Dalam setiap pekerjaan akan diuraikan menjadi langkah ataupun tahapan dan
runtun. Hal ini nantinya akan digunakan sebagai acuan untuk membuat prosedur kerja.
Selain untuk membuat prosedur yang aman, juga dapat terlihat apakah prosedur yang
selama ini dikerjakan sudah efektif atau belum. Tahapan kerja yang dimaksud
bukanlah urutan kerja yang paling dasar melainkan sebuah rangkaian dari setiap
pekerjaan.
Agar tahapan sesusai dengan kondisi nyata, maka perlu dilakukan observasi ke
tempat kerja. Dalam menulis tahapan kerja sebenarnya tidak ada ukuran pasti terkait
seberapa detail suatu pekerjaan diuraikan. Setelah melakukan obsevrasi, maka perlu
dilakukan diskusi dengan foreman/supervisor untuk mengetahui apakah semua
tahapan yang ditulis sudah sesuai atau tidak sekaligus untuk mendapat persetujuan
tentang pembuatan JSA.
3. Mengidentifikasi bahaya pada masing-masing pekerjaan
Berdasarkan langkah pembuatan tahapan kerja, maka dapat dilakukan identifikasi
bahaya pada tiap tahapan kerja tersebut. Dengan mengidentifikasi dengan cara ini,
diharapkan semua bahaya dapat dikendalikan dengan cara dihilangkan ataupun
diminimalisir.
4. Mengendalikan Bahaya
Langkah paling akhir adalah pengendalian bahaya dengan cara pengembangan
prosedur kerja yang aman dan dapat mencegah terjadinya kecelakaan kerja sedini
mungkin. Ada beberapa cara yang dapat dijadikan acuan untuk pengendalian bahaya
itu sendiri yaitu:
a. Mencari cara baru untuk melakukan pekerjaan
Solusi ini dapat dilakukan dengan cara menentukan tujuan kerjanya, kemudian
membuat analisis terkait cara yang paling aman untuk mencapai tujuan kerja itu
sendiri.
b. Mengubah kondisi fisik yang mengakibatkan kecelakaan kerja
Cara ini biasanya dilakukan dengan cara mengubah kondisi fisik seperti
perubahan material, perkakas, desain mesin ataupun layout pabrik yang sekiranya
dinilai lebih aman dibandingkan sebelumnya. Hal ini sebenarnya cukup sulit
16

karena harus benar-benar berpengaruh terhadap beberapa hal seperti produktivitas


kerja dan keuntungan perusahaan. Sehingga apabila ingin melakukan perubahan,
maka dianjurkan untuk berkonsultasi dengan manajemen yang lebih tinggi.
c. Menghilangkan bahaya dengan cara mengganti atau mengubah prosedur kerja.
Prosedur kerja harus didiskusikan langsung dengan pengawas dengan
mempertimbangkan solusi pada setiap potensi bahaya. Hal ini bertujuan agar
prosedur kerja yang baru dapat menjawab permasalahan pengendalian bahaya.
d. Mengurangi frekuensi terkait tindakan perbaikan
Solusi ini dilakukan dengan tujuan agar dapat membantu keselamatan para
pekerja dan juga membatasi pemaparan terhadap mereka.
e. Meninjau kembali rancangan pekerjaan yang ada
Perubahan proses kerja tentu akan berdampak kepada pekerja yang kembali harus
beradaptasi dengan pekerjaannya. Oleh karena itu sebaiknya perusahaan meninjau
terlebih dahulu apakah rancangan kerja yang ada masih bisa dipakai atau tidak.
Apabila masih, maka dapat dilakukan tinjauan atau kajian untuk rancangan kerja
yang lebih baik.
17

BAB III
METODE PENELITIAN

Pada bab ini akan dijelaskan bagaimana kajian dalam penelitian ini dilakukan. Metode
dalam penelitian ini terdiri dari tahapan dalam penelitian, data-data yang digunakan, serta
urutan langkah-langkah yang dilakukan atau diagram alir penelitian.

3.1 Jenis Penelitian


Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian deskriptif.
Penelitian deskriptif merupakan salah satu jenis penelitian yang bertujuan menyajikan
gambaran data dengan analisis metode tertentu sehingga dapat mengeksplorasi,
mengklarifikasi dan menginterpretasikan suatu fenomena maupun kenyataan sosial
berdasarkan kenyataan yang sedang berlangsung. Penelitian ini digunakan untuk
menganalisis dan memberikan gambaran secara akurat tentang permasalahan yang ada dan
kemudian disimpulkan sesuai dengan tujuan yang ditentukan.

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian


Penelitian ini dilaksanakan di perusahaan produsen boks nasi dan kue yang berlokasi
di Sidoarjo, Jawa Timur. Penelitian dilakukan mulai bulan Maret 2017 hingga Mei 2019.
Objek penelitian ini merupakan proses produksi pada perusahaan yang disesuaikan dengan
pedoman keselamatan kerja guna mencegah terjadinya kecelakaan kerja pada pegawai.

3.3 Tahap Penelitian


Berikut merupakan langkah-langkah yang dilakukan pada penelitian ini:
1. Studi Lapangan
Studi lapangan dilakukan dengan cara peneliti secara langsung terjun pada proyek
penelitian dan melihat kondisi yang ada di lapangan. Adapun cara yang dilakukan
dalam studi lapangan ini adalah:
a. Interview, yaitu dengan cara melakukan wawancara dengan kepala HRD tentang
profil perusahaan dan kepala produksi berdiskusi tentang masalah kecelakaan
kerja yang ada di perusahaan.
18

b. Observasi, yaitu melakukan pengamatan langsung di perusahaan boks nasi dan


kue.
c. Dokumentasi, yaitu dengan memanfaatkan catatan dan laporan yang ada di
perusahaan untuk digunakan dalam proses penelitian.
2. Studi Literatur
Studi literatur yang digunakan adalah buku, jurnal, data tentang kecelakaan kerja,
metode Job Safety Analysis (JSA), dan Failure Mode And Effect Analysis (FMEA).
Studi literatur ini akan menjadi landasan teori untuk menunjang penelitian ini.
3. Identifikasi Masalah
Identifikasi masalah dilakukan pada Departemen Produksi di perusahaan boks nasi dan
kue berdasarkan kondisi yang sebenarnya.
4. Perumusan Masalah
Perumusan masalah merupakan hasil pengidentifikasian masalah yang ada serta
menunjukkan permasalahan yang dikemukakan.
5. Penetapan Tujuan
Tujuan penelitian yaitu melakukan identifikasi, analisis, dan melakukan perbaikan
untuk mencegah terjadinya kecelakaan kerja.
6. Pengumpulan Data
Pada tahap ini data yang dikumpulkan terdiri dari dua jenis, yaitu:
a. Data Primer
Data primer merupakan data yang diperoleh secara langsung di perusahaan
dimana peneliti langsung terjun ke lapangan untuk mengumpulkan data yang
dibutuhkan pada penelitian. Data yang diambil meliputi urutan proses produksi yang
ada di lapangan dan data potensi bahaya yang ada di setiap proses pekerjaan.
b. Data Sekunder
Data sekunder merupakan data historis yang didapatkan dari perusahaan tanpa
melakukan observasi secara langsung. Data sekunder yang dibutuhkan meliputi data
jumlah kecelakaan kerja, data profil perusahaan, nama mesin dan peralatan yang
digunakan.
7. Pengolahan Data
Setelah memperoleh data yang diperlukan kemudian melakukan proses pengolahan
data dengan menggunakan metode sesuai untuk memecahkan permasalahan. Pada
penelitian ini dilakukan pengolahan data untuk mendapatkan Risk Priority Number
(RPN) kritis yang dijadikan sebagai acuan prioritas penanganan masalah. Pengolahan
19

data menggunakan metode Failure Mode And Effect Analysis (FMEA). Berikut ini
merupakan langkah pengolahan data yang dilakukan:
a. Identifikasi Failure Mode
b. Identifikasi Failure Effect
c. Identifikasi Severity
d. Perhitungan Occurance
e. Perhitungan Detection
f. Perhitungan RPN
g. Menentukan RPN kritis
Setelah didapatkan nilai Risk Priority Number (RPN) kritis, lalu dilakukan analisis
dengan menggunakan pendekatan Job Safety Analysis (JSA). Berikut adalah tahapan
analisis penelitian:
a. Menentukan dan mendeskripsikan jenis pekerjaan
b. Menguraikan pekerjaan menjadi langkah-langkah dasar
c. Mengidentifikasi bahaya pada masing-masing pekerjaan
d. Membuat rancangan rekomendasi perbaikan
8. Analisis dan Pembahasan
Analisis dan pembahasan dilakukan untuk menentukan rekomendasi yang sesuai untuk
setiap proses produksi dan menghasilkan instruksi kerja yang aman bagi pekerja.
9. Rekomendasi perbaikan
Rekomendasi perbaikan merupakan hasil dari identifikasi potensi kecelakaan dan nilai
resiko dari proses kerja yang berupa tabel Job Safety Analysis (JSA). Selain tabel Job
Safety Analysis (JSA) juga dapat dihasilkan usulan rekomendasi perbaikan secara
teknis pada risiko kerja yang masuk dalam Risk Priority Number (RPN) kritis dengan
mempertimbangkan hasil identifikasi Failure Mode And Effect Analysis (FMEA).
pada failure causes.
10. Kesimpulan dan Saran
Tahap kesimpulan dan saran merupakan rangkuman dari semua proses penelitian yang
meliputi pengumpulan, pengolahan dan analisis data yang menjawab tujuan dari
penelitian serta memberikan saran yang semoga dapat menjadi pertimbangan bagi
perusahaan.
20

3.4 Diagram Alir Penelitian


Diagram penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 3.1
Mulai

Studi Lapangan

Studi Literatur

Identifikasi Masalah

Perumusan Masalah

Penetapan Tujuan

Pengumpulan Data
Data Primer:
1. Potensi bahaya pada proses produksi
2. Urutan proses produksi pada perusahaan
Data Sekunder:
1. Data kecelakaan kerja
2. Profil perusahaan dan struktur organisasinya
3. Nama mesin dan peralatan

Pengolahan Data
1. Menentukan prioritas kecelakaan kerja dengan
menggunakan FMEA
2. Mengidentifikasi potensi kecelakaan kerja dan
pencegahan dengan JSA

Analisis dan Pembahasan

Rekomendasi perbaikan

Kesimpulan dan Saran

Selesai

Gambar 3.1 Diagram alir penelitian


21

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini akan dijelaskan tetang profil perusahaan, struktur organisasi serta proses
produksi. Setelah itu, dijelaskan mengenai penelitian mulai dari pengumpulan data,
pengolahan data, analisis dan pembahasan yang menghasilkan kesimpulan untuk
menjawab rumusan masalah dan tujuan penelitian yang sudah ditetapkan.

4.1 Profil Perusahaan


Profil perusahaan dari CV. Cahaya Abadi adalah sebagai berikut.

4.1.1 Gambaran Umum CV. Cahaya Abadi


CV. Cahaya Abadi merupakan perusahaan yang bergerak dalam bidang produksi boks nasi
dan kue.. Pada tahun 2010, CV. Cahaya Abadi resmi berdiri dan berkembang sejak saat itu.
CV. Cahaya Abadi terletak di daerah Sidoarjo tepatnya di Jalan Raya Mayjend Bambang
Yuwono, Kemangsen, Balongbendo-Sidoarjo 61263. Sejak dibangunnya pabrik ini mulai
bermunculan pabrik-pabrik lain yang bediri disekitar daerah ini. Dengan didirikannya
perusahaan ini sangat membantu perekonomian warga disekitar pabrik karena banyak
merekrut karyawan dari desa disekitarnya.

4.1.2 Visi dan Misi CV. Cahaya Abadi


Visi dan misi yang ada pada CV. Cahaya Abadi adalah sebagai berikut.
1. Visi Perusahaan:
Menjadi perusahaan yang profesional dan guyup, sehingga dapat selalu menjadi lebih baik
lagi di segala bidang dalam lingkungan kerja maupun masyarakat.
2. Misi Perusahaan:
a. Meningkatkan kualitas SDM, terutama di dalam lingkungan kerja.
b. Menghasilkan produk yang berkualitas yang sesuai dengan permintaan pelanggan.
c. Menjaga nama baik Perusahaan dan segala sesuatu yang termasuk di dalamnya.
d. Menjaga hubungan dan kerjasama yang baik, dengan pihak-pihak yang terkait.
e. Selalu bertanggung jawab penuh terhadap semua perbuatan, tingkah laku, dan
kata-kata masing-masing pribadi.
f. Bekerja dengan sepenuh hati dan berusaha untuk menjadi yang terbaik, sehingga
22

bisa memuaskan semua pihak.

4.1.3 Struktur Organisasi CV. Cahaya Abadi


Struktur organisasi di CV. Cahaya Abadi sesuai dengan yang dibutuhkan. Hierarki mulai
dari top management sampai dengan bagian produksi memiliki susunan yang sesuai. Di
CV. Cahaya Abadi memiliki 5 Departemen utama yaitu Departemen Gudang, Departemen
Produksi, Departemen Marketing, Departemen Mekanik, Departemen Accounting, dan
satpam. Dalam penelitian ini dilakukan pengamatan pada departemen produksi dimana
pada departemen produksi ini memiliki 3 workstation yaitu Produski A merupakan
workstation laminasi, produksi B merupakan workstation pencetakan, dan produksi C
merupakan workstation pengemasan.
Berikut ini merupakan struktur organisasi dari CV. Cahaya Abadi.

Direktur
Utama

Personalia

Satpam Gudang Produksi Marketing Mekanik Accounting

Bahan Baku Produksi A Produksi B Produksi C

Barang Jadi Potong Rol Pengemasan

Laminasi Cetak

Gambar 4.1 Strukur organisasi CV. Cahaya Abadi


Sumber: Kepala Personalia CV. Cahaya Abadi
Dari struktur organisasi Gambar 4.1 diatas dapat dijabarkan sebagai berikut ini.
1. Direktur Utama dari UD. Cahaya Abadi adalah Bapak Suryani Nasution, beliau
merupakan CEO dari perusahaan ini.
2. Personalia yang dipimpin oleh Bapak Martino SH.,MH. beliau bertindak untuk
mengatur seluruh personil atau karyawan yang ada di CV. Cahaya Abadi mulai dari
kesehatan, jaminan sosial, kesejahteraan keluarga sampai dengan orang tua karyawan.
Bapak Martino juga bertanggung jawab untuk mengatur seluruh staf yang berada di
CV. Cahaya Abadi mulai dari satpam, Departemen Gudang, Departemen Mekanik,
Departemen Produksi, Departemen Marketing, Departemen Accounting.
23

3. Departemen Gudang bertanggung jawab atas segala kegiatan yang ada di kedua
gudang tersebut mulai dari barang masuk sampai dengan keluar harus dicatat secara
detail agar tidak terjadi kesalahan.
4. Departemen Produksi bertanggung jawab terhadap semua aktivitas yang berhubungan
dengan proses produksi mulai dari jumlah yang akan diproduksi, bahan mana yang
akan diproduksi, dll.
5. Departemen Marketing bertanggung jawab terhadap request dari customer yang
meminta produk dengan jumlah tertentu.
6. Departemen Mekanik bertanggung jawab untuk memperbaiki apabila terjadi
kerusakan pada mesin, selain memperbaiki juga selalu maintenance mesin agar tidak
terjadi kerusakan yang fatal.
7. Departemen Accounting bertanggung jawab pada seluruh aliran kas uang yang ada di
CV. Cahaya Abadi
8. Satpam bertugas untuk mengamankan seluruh pabrik dan juga mengawasi semua
aktivitas didalam maupun disekitar perusahaan. Satpam ini dipimpin oleh Bapak
Sulistyo dan mempunyai pesonil 2 orang.

4.2 Proses Produksi


Proses produksi pada CV. Cahaya Abadi ini memiliki 3 workstation yang masing-masing
workstation menggunakan mesin dan peralatan yang berbeda-beda. Pada sub bab ini akan
dijelaskan tentang bagaimana proses produksi boks nasi dan kue serta mesin apa saja yang
digunakan pada proses produksi tersebut.

4.2.1 Mesin Proses Produksi


Terdapat beberapa mesin yang digunakan untuk memproduksi boks nasi dan kue ini antara
lain:
1. Mesin Cutting
Mesin cutting merupakan mesin potong untuk memotong kertas roll yang akan dilaminasi
sesuai dengan ukuran yang ditentukan.
2. Mesin Laminasi
Mesin laminasi merupakan mesin otomatis yang digunakan untuk melapisi kertas duplex
roll dimana hasil dari laminasi ini akan dijadikan sebagai bahan baku pembuatan boks nasi
dan kue.
24

3. Mesin Roll
Mesin roll merupakan mesin yang digunakan untuk memotong hasil dari mesin laminasi
berupa kertas roll laminasi perak sesuai dengan ukuran yang akan dicetak di mesin cetak.
4. Mesin Cetak
Mesin cetak merupakan mesin yang digunakan untuk mencetak kertas potong laminasi
perak sesuai dengan ukuran boks nasi dan kue yang akan diproduksi.
5. Mesin Las Plastik
Mesin las plastik merupakan mesin yang digunakan untuk mengemas hasil dari cetakan
kertas laminasi perak dimana dalam 1 kemasan berisi 100 lembar.

4.2.2 Proses Produksi Boks Nasi dan Kue


Proses produksi boks nasi dan kue memiliki 5 proses yang harus dilakukan untuk
mengubah raw material menjadi barang jadi yang siap dipasarkan. Berikut merupakan
penjelasan tentang proses produksi yang ada di perusahaan.
1. Proses Cutting
Proses cutting merupakan proses pemotongan bahan kertas roll duplex yang akan
dimasukkan ke mesin laminasi dimana kertas duplex ini akan dipotong sesuai dengan
ukuran yang telah ditentukan.
2. Proses Laminasi
Proses laminasi dilakukan dengan cara menyatukan antara kertas roll duplex dengan plastik
metalising silver. Kertas duplex dan plastik metalising silver dimasukkan kedalam mesin
laminasi yang kemudian akan diproses secara otomatis oleh mesin laminasi. Untuk dapat
menyatukan dua bahan ini digunakan lem khusus agar proses laminasi ini dapat menyatu
secara rapi dan kuat. Dari proses ini akan dihasilkan kertas roll laminasi silver yang akan
dijadikan sebagai bahan baku untuk pembuatan boks nasi dan kue.
3. Proses Rolling
Proses rolling merupakan proses untuk mengolah kertas roll laminasi perak dimana kertas
tersebut akan di roll sesuai dengan ukuran yang akan diproduksi di mesin cetak. Cara awal
proses rolling ini adalah dengan mengatur ukuran mesin roll sesuai dengan ukuran produk
yang akan dicetak, kemudian kertas laminasi perak dimasukkan kedalam mesin lalu
dipotong. Dari proses ini akan dihasilkan potongan kertas laminasi perak sesuai dengan
ukuran produk yang akan dicetak.
25

4. Proses Pencetakan
Proses pencetakan merupakan proses untuk menghasilkan boks nasi dan kue yang akan
diproduksi. Proses ini dilakukan dengan cara mengambil kertas potongan laminasi perak
yang dihasilkan dari proses rolling yang kemudian diletakkan di atas papan pencetak lalu
dimasukkan kedalam mesin pencetak. Dari hasil pencetakan ini akan dihasilkan produk
boks nasi dan kue dengan berbagai ukuran yang nantinya akan dilanjutkan ke proses
pengemasan.
5. Proses Pengemasan
Proses pengemasan merupakan proses akhir dari pembuatan boks nasi dan kue. Proses
pengemasan ini dilakukan dengan menghitung boks nasi dan kue sesuai ukuran masing-
masing tiap 100 lembar. Setelah dihitung per 100 lembar lalu dimasukkan kedalam plastik
lalu di pres menggunakan mesin pres plastik. Jadi hasil akhir dari proses ini adalah berupa
kemasan-kemasan plastik boks nasi dan kue dengan berbagai ukuran dan dalam 1 kemasan
berisi 100 lembar.

4.3 Pengumpulan Data


Data yang dibutuhkan untuk penelitian ini merupakan data kecelakaan kerja yang ada di
perusahaan. Data yang diperoleh dari perusahaan ini merupakan data kecelakaan kerja
yang terjadi selama 3 tahun yaitu pada tahun 2014-2016.

4.3.1 Data Kecelakaan Kerja Tahun 2014


Data jenis kecelakan kerja serta jumlah masing-masing kasus kecelakaan pada tahun 2014
dapat dilihat pada Tabel 4.1.
Tabel 4.1
Jenis Kecelakaan Kerja Pada Tahun 2014
No. Jenis Kecelakaan Jumlah
1 Tangan tergores pisau cutting 2
2 Mata terkena debu kertas roll duplex mesin cutting 5
3 Tangan tertimpa kertas roll 4
4 Mata terkena cipratan lem mesin laminasi 2
5 Tangan terjepit mesin laminasi 3
6 Persendian tangan keseleo di mesin roll 2
7 Tangan tergores pisau papan cetak 6
8 Tangan terjepit di mesin cetak 10
9 Tangan terpotong di mesin cetak 5
Jumlah 39
Sumber: CV. Cahaya Abadi
Pada tahun 2014 terjadi 39 kasus kecelakaan kerja. Dari jumlah kecelakaan yang
terjadi di tahun 2014 terdapat beberapa jenis kecelakaan kerja yang salah satunya adalah
26

tangan terjepit di mesin cetak. Tangan terjepit di mesin cetak ini merupakan jenis
kecelakaan yang memiliki jumlah terbesar selama tahun 2014 yaitu sebanyak 10 kasus.
Sedangkan kasus yang paling sedikit terjadi adalah tangan tergores pisau cutting, mata
terkena cipratan lem mesin laminasi, dan persendian tangan keseleo di mesin roll yaitu
sebanyak 2 kasus.

4.3.2 Data Kecelakaan Kerja Tahun 2015


Data jenis kecelakan kerja serta jumlah masing-masing kasus kecelakaan pada tahun 2014
dapat dilihat pada Tabel 4.2.
Tabel 4.2
Jenis Kecelakaan Kerja Pada Tahun 2015
No. Jenis Kecelakaan Jumlah
1 Tangan terbakar mesin las plastic 3
2 Kaki kejatuhan papan pencetak 6
3 Terpeleset di workstation laminasi 4
4 Mata terkena debu kertas roll mesin cutiing 5
5 Tangan terjepit mesin laminasi 8
6 Persendian tangan keseleo di mesin roll 4
7 Mata terkena cipratan lem mesin laminasi 2
Jumlah 32
Sumber: CV. Cahaya Abadi
Pada tahun 2015 terjadi 32 kasus kecelakaan kerja. Dari jumlah kecelakaan yang
terjadi di tahun 2015 jenis kecelakaan kerja yang paling banyak terjadi adalah tangan
terjepit mesin laminasi yaitu 8 kasus kecelakaan. Sedangkan kasus yang paling sedikit
terjadi adalah mata terkena cipratan lem mesin laminasi yaitu sebanyak 2 kasus selama
satu tahun.

4.3.3 Data Kecelakaan Kerja Tahun 2016


Data jenis kecelakan kerja serta jumlah masing-masing kasus kecelakaan pada tahun 2016
dapat dilihat pada Tabel 4.3.
Tabel 4.3
Jenis Kecelakaan Kerja Pada Tahun 2016
No. Jenis Kecelakaan Jumlah
1 Tangan tergores pisau cutting 7
2 Kaki kejatuhan papan pencetak 4
3 Tangan tertimpa kerts roll 3
4 Terpeleset di workstation laminasi 2
5 Tangan terjepit mesin laminasi 3
6 Persendian tangan keseleo di mesin roll 3
7 Tangan tergores pisau papan cetak 6
8 Tangan terjepit di mesin cetak 9
9 Tangan terpotong di mesin cetak 3
10 Tangan terbakar mesin las plastik 1
27

No. Jenis Kecelakaan Jumlah


11 Mata terkena debu kertas roll mesin cutting 4
Jumlah 45
Sumber: CV. Cahaya Abadi
Pada tahun 2016 terjadi 45 kasus kecelakaan kerja. Dari jumlah kecelakaan yang
terjadi di tahun 2016 terdapat beberapa jenis kecelakaan kerja yang salah satunya adalah
tangan terjepit di mesin cetak. Tangan terjepit di mesin cetak ini merupakan jenis
kecelakaan yang memiliki jumlah terbesar selama tahun 2016 yaitu sebanyak 9 kasus.
Sedangkan kasus kecelakaan yang paling sedikit terjadi adalah kasus tangan terbakar
mesin las plastik yaitu sebanyak 1 kasus.

4.4 Pengolahan Data


Pada tahap pengolahan data, data kecelakaan kerja yang ada diolah menggunakan metode
JSA (Job Safety Analysis). Tahapan awal analisis dimulai dari memperoleh prioritas
pekerjaan berdasarkan pertimbangan kecelakaan kerja yang pernah terjadi menggunakan
analisis FMEA (Failure Mode dan Effect Analysis). Tahap selanjutnya adalah membagi
pekerjaan dalam beberapa langkah. Tahap ini biasanya menerangkan urutan langkah-
langkah dalam melakukan perkerjaan tersebut. Dari urutan langkah-langkah tersebut
kemudian diidentifikasi potensi bahaya yang mungkin terjadi. Tahap terakhir adalah
memberikan rekomendasi pengembangan prosedur yang aman berupa tabel JSA (Job
Safety Analysis).

4.4.1 Analisis Failure Mode dan Effect Analysis (FMEA)


Tahap FMEA ini dilakukan untuk menentukan prioritas pekerjaan yang akan ditangani.
Tahapan analisis FMEA adalah sebagai berikut.

4.4.1.1 Penentuan Nilai Severity


Langkah pertama dalam analisis FMEA adalah menentukan nilai severity. Severity adalah
penilaian seberapa buruk atau serius pengaruh bentuk kegagalan yang terjadi. Severity
menggunakan penilaian dari skala 1 sampai 10. Ranking severity oleh Priest dalam Febri
(2011) ditunjukkan pada Tabel 2.2. Rangking severity mengacu pada kecelakaan kerja yang
pernah terjadi sebelumnya. Dari kecelakaan tersebut dapat dicari nilai severity yang sesuai
dengan tingkat keparahan kecelakaan tersebut. Nilai severity dapat dilihat pada Tabel 4.4.
28

Tabel 4.4
Nilai Severity
No. Jenis Kecelakaan Failure Mode Effect Failure Severity
Tangan tergores pisau Kontak dengan mesin yang Luka gores pada
1 3
cutting bergerak tangan
Mata terkena debu kertas Terkena benda asing dari Mata merah dan
2 1
roll mesin cutting mesin iritasi
Tangan tertimpa kertas Benda kerja jatuh saat
3 Tangan bengkak 3
roll proses pekerjaan
Mata terkena cipratan Terkena benda asing saat Mata merah dan
4 1
lem mesin laminasi melakukan pekerjaan iritasi
Tangan terjepit mesin Kontak dengan mesin yang Tangan gepeng dan
5 4
laminasi bergerak robek
Persendian tangan Pergerakan kerja yang
6 Tangan terkilir 3
keseleo di mesin roll salah saat bekerja
Tangan tergores pisau Bersentuhan dengan alat Luka gores pada
7 3
papan cetak kerja yang tajam tangan
Tangan terjepit di mesin Kontak dengan mesin yang Jari tangan robek
8 5
cetak bergerak dan tulang retak
Tangan terpotong di Kontak dengan mesin yang Jari tangan putus
9 9
mesin cetak bergerak dan trauma
Tangan terbakar mesin Terkena benda panas saat Luka bakar pada
10 4
las plastik bekerja tangan
Kaki kejatuhan papan Alat kerja jatuh saat
11 Kaki bengkak 2
pencetak bekerja
Terpeleset di workstation Area kerja licin dan kurang Lengan dan kaki
12 2
laminasi bersih lebam
Dari Tabel 4.4 didapatkan nilai severity pada masing-masing kecelakaan kerja.
Penentuan nilai severity mengacu pada Tabel 2.2, dimana dari effect failure disesuaikan
dengan referensi pada Tabel 2.2. Misalnya pada kecelakaan kerja nomor 7 yaitu tangan
tergores pisau papan cetak yang menyebabkan luka gores pada tangan. Berdasarkan tabel
severity pada Tabel 2.2 maka nilai severity untuk luka gores adalah 3 karena pada tabel
severity kriteria rank 3 adalah pegal, terkilir, dan tergores.
Dilihat dari hasil penentuan nilai severity pada tabel 4.4 diketahui nilai severity teringgi
ada pada failure nomor 9 yaitu tangan terpotong di mesin pencetak dengan nilai severity 9.
Sedangkan nilai severity terkecil terdapat pada failure nomor 2 dan 4 yaitu mata terkena
debu kertas roll mesin cutting serta mata terkena cipratan lem mesin laminasi dengan nilai
severity 1.

4.4.1.2 Penentuan Nilai Occurrence


Setelah menentukan severity, langkah selanjutnya adalah menentukan nilai
occurrence. Occurrence adalah frekuensi atau seberapa sering penyebab kegagalan dari
suatu proyek terjadi dan menghasilkan bentuk kegagalan. Occurrence menggunakan
penilaian dengan skala dari 1 (hampir tidak pernah) sampai dengan 10 (hampir sering).
29

Namun untuk menyesuaikan dengan permasalahan di perusahaan maka ukuran occurrence


paling tinggi menjadi 19 yaitu pada kasus tangan terjepit di mesin cetak. Untuk
menghitung tiap kriteria menggunakan perhitungan interpolasi. Berikut adalah contoh
perhitungan interpolasi pada ranking 3:
rank tertinggi - rank terendah nilai tertinggi - nilai terendah
Rangking 3 = =
rank x - rank terendah nilai x - nilai terendah
10-1 19-0
= =
3-1 x-0
9 19 19×2
=2 = X= = 4,22 = 4
x 9

Dengan menggunakan perhitungan interpolasi maka diperoleh tabel rating occurrence yang
sesuai dengan permasalahan pada perusahaan boks nasi dan kue. Perhitungan interpolasi
diperoleh dari akumulasi data kecelakaan kerja yang terjadi pada tahun 2013-2015. Untuk
sistem ranking dapat dilihat pada Tabel 4.5.
Tabel 4.5
Occurrence Rating
Probabilitas Kegagalan Probabilitas Terjadinya Kegagalan (3 tahun) Rank
Hampir selalu 18-19 10
Sangat tinggi 16-17 9
Tinggi 14-15 8
Agak tinggi 12-13 7
Medium 9-11 6
Rendah 7-8 5
Sedikit 5-6 4
Sangat sedikit 3-4 3
Sangat sedikit sekali 1-2 2
Hampir tidak pernah 0 1
Setelah ditentukan tabel occurrence yang baru, selanjutnya tabel tersebut digunakan untuk
menentukan nilai occurrence pada masing-masing kecelakan kerja. Penentuan nilai
occurrence dapat dlihat pada Tabel 4.6.
Tabel 4.6
Nilai Occurrence Tiap Kecelakaan Kerja
No. Jenis Kecelakaan Jumlah Kecelakaan (3 tahun) Rank
1 Tangan tergores pisau cutting 9 6
2 Mata terkena debu kertas roll mesin 14 8
cutting
3 Tangan tertimpa kertas roll 7 5
4 Mata terkena cipratan lem mesin laminasi 4 3
5 Tangan terjepit mesin laminasi 14 8
6 Persendian tangan keseleo di mesin roll 9 6
7 Tangan tergores pisau papan cetak 12 7
8 Tangan terjepit di mesin cetak 19 10
9 Tangan terpotong di mesin cetak 8 5
10 Tangan terbakar mesin las plastik 7 5
11 Kaki kejatuhan papan pencetak 7 5
12 Terpeleset di workstation laminasi 6 4
30

Dari Tabel 4.6 didapatkan hasil penilaian masing-masing kecelakaan kerja. Hasil
penilaian tersebut berdasarkan jumlah kecelakaan kerja yang terjadi selama 3 tahun
kemudian diberi ranking sesuai dengan tabel occurrence pata Tabel 4.5. Misal pada failure
nomor 3 yaitu tangan tertimpa kertas roll yang terjadi sebanyak 7 kali dalam 3 tahun.
Berdasarkan Tabel 4.5 maka failure tersebut masuk pada ranking 5 dengan probabilitas
kegagalan rendah. Hasil penentuan nilai occurrence pada Tabel 4.6 diketahui bahwa rank
tertinggi adalah 10 terdapat pada failure nomor 8 yaitu tangan terjepit di mesin cetak
sebanyak 19 kejadian dalam 3 tahun. Sedangkan rank terkecil adalah 3 terdapat pada
failure nomor 4 yaitu mata terkena cipratan lem mesin laminasi sebanyak 4 kejadian dalam
3 tahun.

4.4.1.3 Penentuan Nilai Detection


Detection adalah penilaian terhadap kemampuan untuk mendeteksi kegagalan yang
berpotensi tejadi. Skala yang digunakan dalam penilaian detection ini adalah 1 sampai 10.
Penentuan nilai detection ini dilakukan dengan mengacu pada detection rating pada Tabel
2.4.
Sebelum menentukan nilai detection pada masing-masing kecelakaan kerja, harus
diidentifikasi terlebih dahulu penyebab kecelakaan lalu dicari pendeteksian yang sudah
dilakukan oleh perusahaan. Untuk penentuan nilai detection secara lengkap dapat dilihat
pada Tabel 4.7.
Tabel 4.7
Nilai Detection
No. Jenis Kecelakaan Failure Causes Pengendalian Sekarang Rank
1 Tangan tergores pisau Pekerja tidak berhati- Perusahaan sudah 3
cutting hati dan APD tidak menyiapkan APD berupa
digunakan sarung tangan
2 Mata terkena debu APD tidak digunakan Perusahaan sudah 2
kertas roll mesin menyiapkan APD berupa
cutting kacamata
3 Tangan tertimpa kertas Pekerja tidak berhati- Perusahaan belum memiliki 10
roll hati prosedur kerja
4 Mata terkena cipratan APD tidak digunakan Perusahaan sudah 2
lem mesin laminasi menyiapkan APD berupa
kacamata
5 Tangan terjepit mesin Tidak ada alat kontrol Perusahaan belum memiliki 10
laminasi pada mesin dan tidak prosedur kerja
ada prosedur kerja
6 Persendian tangan Pekerja tidak berhati- Perusahaan sudah memasang 3
keseleo di mesin roll hati peringatan
7 Tangan tergores pisau APD tidak digunakan Perusahaan sudah 2
papan cetak dan kurang menyiapkan APD berupa
konsenterasi sarung tangan
31

No. Jenis Kecelakaan Failure Causes Pengendalian Sekarang Rank


8 Tangan terjepit di Tidak ada prosedur Perusahaan belum memiliki 10
mesin cetak kerja dan kurang prosedur kerja
konsenterasi
9 Tangan terpotong di Tidak ada prosedur Perusahaan belum memiliki 10
mesin cetak kerja dan belum ada prosedur kerja
alat kontrol pada mesin
10 Tangan terbakar mesin APD tidak digunakan Perusahaan sudah 2
las plastik menyiapkan APD berupa
sarung tangan
11 Kaki kejatuhan papan Pekerja tidak berhati- Perusahaan sudah memasang 2
pencetak hati peringatan
12 Terpeleset di Lingkungan kerja tidak Perusahaan sudah memasang 3
workstation laminasi bersih peringatan
Dari Tabel 4.7 didapatkan hasil penilaian masing-masing kecelakaan kerja. Hasil penilaian
tersebut berdasarkan seberapa tingkat pengendalian yang sudah dilakukan oleh perusahaan
terhadap penyebab kecelakaan terjadi. Misal pada failure nomor 2 yaitu mata terkena debu
kertas roll dimana perusahaan sudah menyiapkan APD berupa kacamata sehingga
perusahaan sudah bisa mendeteksi terjadinya kecelakaan dan memberikan sebuah
pendengalian. Dari pengendalian tersebut maka diberi rank sebesar 2 sesuai dengan Tabel
2.4.

4.4.1.4 Perhitungan Risk Priority Number (RPN)


Tahap setelah didapatkan nilai severity, occurrence, dan detection adalah perhitungan
nilai RPN (Risk Priority Number). Nilai RPN didapatkan dari perkalian antara nilai
severity (S), occurrence (O), dan detection (D). Berikut ini adalah contoh perhitungan
salah satu nilai RPN pada kecelakaan kerja tangan tergores pisau cutting.
1. Severity = 3
2. Occurrence = 6
3. Detection = 3
4. RPN = severity x occurrence x detection
= 3 x 6 x 3 = 54
Dari perhitungan diatas dapat diketahui bahwa nilai RPN untuk kecelakaan kerja
tangan tergores pisau cutting adalah 54. Perhitungan RPN setiap kecelakaan kerja dapat
dilihat pada Tabel 4.8.
Tabel 4.8
Perhitungan Risk Priority Number (RPN)
No Jenis Failure Failure Failure Pengendalia
S Jumlah O D RPN
. Kecelakan Mode Effect Causes n Sekarang
1 Tangan Kontak Luka 3 9 6 Pekerja Perusahaan 3 54
tergores dengan gores tidak sudah
32

No Jenis Failure Failure Failure Pengendalia


S Jumlah O D RPN
. Kecelakan Mode Effect Causes n Sekarang
pisau cutting mesin yang pada berhati-hati menyiapkan
bergerak tangan dan APD APD berupa
tidak sarung tangan
digunakan
2 Mata terkena Mata 1 14 8 APD tidak Perusahaan 2 16
Terkena
debu kertas merah digunakan sudah
benda
roll mesin dan menyiapkan
asing dari
cutting iritasi APD berupa
mesin
kacamata
3 Tangan Benda Tangan 3 7 5 Pekerja Perusahaan 10 150
tertimpa kerja jatuh bengkak tidak belum
kertas roll saat proses berhati-hati memiliki
pekerjaan prosedur kerja
4 Mata terkena Terkena Mata 1 4 3 APD tidak Perusahaan 2 6
cipratan lem benda merah digunakan sudah
mesin asing saat dan menyiapkan
laminasi melakukan iritasi APD berupa
pekerjaan kacamata
5 Tangan Tangan 4 14 8 Tidak ada Perusahaan 10 320
terjepit gepeng kontrol belum
Kontak
mesin dan pada mesin memiliki
dengan
laminasi robek dan tidak prosedur kerja
mesin yang
ada
bergerak
prosedur
kerja
6 Persendian Pergerakan Tangan 3 9 6 Pekerja Perusahaan 3 54
tangan kerja yang terkilir tidak sudah
keseleo di salah saat berhati-hati memasang
mesin roll bekerja peringatan
7 Tangan Luka 3 12 7 APD tidak Perusahaan 2 42
Bersentuha
tergores gores digunakan sudah
n dengan
pisau papan pada dan kurang menyiapkan
alat kerja
cetak tangan konsenteras APD berupa
yang tajam
i sarung tangan
8 Tangan Jari 5 19 10 Tidak ada Perusahaan 10 500
terjepit di Kontak tangan prosedur belum
mesin cetak dengan robek kerja dan memiliki
mesin yang dan kurang prosedur kerja
bergerak tulang konsenteras
retak i
9 Tangan Jari 9 8 5 Tidak ada Perusahaan 10 450
terpotong di Kontak tangan prosedur belum
mesin cetak dengan putus kerja dan memiliki
mesin yang dan belum ada prosedur kerja
bergerak trauma alat kontrol
pada mesin
10 Tangan Luka 4 7 5 APD tidak Perusahaan 2 40
Terkena
terbakar bakar digunakan sudah
benda
mesin las pada menyiapkan
panas saat
plastik tangan APD berupa
bekerja
sarung tangan
11 Kaki Kaki 2 7 5 Pekerja Perusahaan 2 20
Alat kerja
kejatuhan bengkak tidak sudah
jatuh saat
papan berhati-hati memasang
bekerja
pencetak peringatan
12 Terpeleset di Area kerja Lengan 2 6 4 Lingkungan Perusahaan 3 24
workstation licin dan dan kaki kerja tidak sudah
laminasi kurang lebam bersih memasang
33

No Jenis Failure Failure Failure Pengendalia


S Jumlah O D RPN
. Kecelakan Mode Effect Causes n Sekarang
bersih peringatan
Dari perhitungan nilai RPN pada Tabel 4.8, dapat diketahui bahwa nilai RPN tertinggi
terdapat pada kasus tangan terjepit di mesin cetak dengan nilai RPN sebesar 500. Penyebab
kecelakaan kerja ini adalah tidak adanya prosedur kerja dan kurangnya konsenterasi
pekerja. Sedangkan nilai RPN terendah terdapat pada kasus mata terkena cipratan lem
mesin laminasi dengan nilai RPN sebesar 6. Penyebab kecelakaan kerja ini adalah pekerja
tidak menggunakan APD yang sudah disediakan oleh perusahaan.

4.4.1.5 Penentuan Risk Priority Number (RPN) Kritis


Pada tahap ini dilakukan perhitungan RPN kritis dimana hasil dari RPN kritis ini
akan menjadi acuan untuk menentukan urutan prioritas penanganan kecelakaan kerja.
Berikut ini merupakan perhitungan RPN kritis.
Total RPN 1676
RPN kritis = = = 139,67
Jumlah risiko 12
Dari perhitungan diatas diketahui bahwa nilai RPN kritis adalah sebesar 139,67. Jadi
yang termasuk pada kecelakaan dengan prioritas penanganan adalah kecelakaan kerja yang
memiliki nilai RPN diatas nilai RPN kritis yaitu sebesar 139,67. Urutan prioritas
selengkapnya ada pada Tabel 4.9.
Tabel 4.9
Urutan Prioritas Berdasarkan RPN Kritis
Jenis Failure Failure Jumla Failure Pengendalia
No S O D RPN
Kecelakaan Mode Effect h Causes n Sekarang
1 Tangan Kontak Jari Tidak ada Perusahaan
terjepit di dengan tangan prosedur belum
mesin cetak mesin robek kerja dan memiliki
5 19 10 10 500
yang dan kurang prosedur
bergerak tulang konsenterasi kerja
retak
2 Tangan Kontak Jari Tidak ada Perusahaan
terpotong di dengan tangan prosedur belum
mesin cetak mesin putus kerja dan memiliki
9 8 5 10 450
yang dan belum ada prosedur
bergerak trauma alat kontrol kerja
pada mesin
3 Tangan Kontak Tangan Tidak ada Perusahaan
terjepit dengan gepeng kontrol pada belum
mesin mesin dan mesin dan memiliki
4 14 8 10 320
laminasi yang robek tidak ada prosedur
bergerak prosedur kerja
kerja
4 Tangan Benda Tangan Pekerja Perusahaan
tertimpa kerja bengkak tidak belum
kertas roll jatuh saat 3 7 5 berhati-hati memiliki 10 150
proses prosedur
pekerjaan kerja
34

Berdasarkan urutan prioritas menggunkan RPN kritis didapatkan 4 prioritas


penanganan dan rekomendasi perbaikan. Prioritas urutan pertama adalah kasus tangan
terjepit di mesin cetak dengan nilai RPN 500 dan terjadi sebanyak 19 kali selama 3 tahun.
Kecelakaan ini diakibatkan oleh tidak adanya prosedur kerja dan kurangnya konsenterasi
saat bekerja. Dari 4 prioritas kritis tersebut masuk pada 2 proses produksi yaitu proses
laminasi dan proses pencetakan. Kecelakaan kerja tangan terjepit mesin cetak dan tangan
terpotong di mesin cetak masuk pada proses pencetakan. Sedangkan kecelakaan tangan
terjepit mesin laminasi dan tangan tertimpa kertas roll masuk pada proses laminasi.

4.4.2 Analisis Job Safety Analysis (JSA)


Job safety analysis merupakan tahapan analisis terhadap potensi bahaya yang terjadi
yang selanjutnya dilakukan rekomendasi perbaikan serta pengendalian terhadap potensi
bahaya tersebut. Pada tahap ini terdapat 5 pekerjaan yang akan dianalisis yang dimulai dari
proses cutting hingga proses pengepakan. Pada masing-masing pekerjaan tersebut akan
diuraikan menjdai langkah-langkah dasar, kemudian diidentifikasi potensi bahaya yang
terjadi, lalu dilakukan pengendalian terhadap potensi bahaya dengan memberikan
rekomendasi perbaikan. Dari 5 pekerjaan yang akan dianalisis hanya ada 2 pekerjaan yang
akan diberikan rekomendasi perbaikan secara teknis dan diutamakan untuk ditangani
karena 2 pekerjaan tersebut masuk pada RPN kritis sesuai dengan hasil perhitungan yang
diperoleh dari analisis FMEA. Pekerjaan yang masuk pada RPN kritis tersebut adalah
proses laminasi dan proses pencetakan.

4.4.2.1 Proses Cutting


Proses cutting merupakan proses awal dalam pembuatan boks nasi dan kue. Proses ini
dilakukan untuk memotong kertas duplex roll sesuai dengan ukuran yang ditentukan.
Analisis JSA pada proses ini adalah sebagai berikut. Mesin cutting dapat dilihat pada
Gambar 4.2.
35

Gambar 4.2 Mesin cutting


1. Menentukan dan mendeskripsikan pekerjaan yang akan dianalisis
Pada proses cutting yang dilakukan adalah memotong kertas duplex roll sesuai dengan
ukuran yang akan dimasukkan ke dalam mesin laminasi. Biasanya ukuran pemotongan
disesuaikan dengan ukuran roll plastik silver yang akan digabungkan pada proses laminasi.
Proses pemotogan ini dimulai dengan mengambil kertas duplex roll secara manual
kemudian diletakkan secara horizontal dibawah mesin cutting kemudian dilakukan proses
pemotongan dengan mesin cutting.
2. Menguraikan pekerjaan menjadi langkah-langkah dasar
Langkah-langkah pada proses cutting antara lain:
a. Persiapan
1) Pekerja wajib menggunakan alat pelindung diri (APD) berupa sarung tangan,
masker, dan kacamata
2) Pekerja menyiapkan hand pallet yang akan digunakan
3) Pekerja menyusun kertas roll duplex di atas pallet
4) Pekerja membawa pallet menggunakan hand pallet menuju workstation
laminasi
b. Penyetelan
1) Pekerja menurunkan kertas duplex roll secara manual dari pallet
2) Pekerja memberi tanda pada kertas duplex roll sesuai dengan ukuran yang
dibutuhkan
3) Pekerja meletakkan kertas duplex roll secara horizontal dibawah mesin
cutting
4) Apabila kertas duplex roll sudah pada posisi yang tepat, kunci kertas duplex
roll agar tidak bergeser
36

c. Pemotongan
1) Pekerja menyalakan mesin cutting
2) Pekerja mulai memotong kertas duplex roll menggunakan mesin cutting
sesuai dengan tanda yang sudah ada pada kertas duplex roll
3) Pekerja mematikan mesin cutting saat kertas duplex roll sudah terpotong
sempurna
d. Akhir pekerjaan
1) Pekerja melepas kertas duplex roll yang sudah terpotong dari mesin cutting
2) Pekerja meletakkan kertas duplex roll yang sudah dipotong diatas pallet lalu
membawa menuju proses laminasi
3) Pekerja membersihkan debu hasil pemotongan kertas duplex roll yang ada
disekitar mesin cutting
4) Pekerja mengumpulkan sisa potong kertas duplex roll di tempat yang sudah
disediakan
5) Pekerja meletakkan kembali APD dan hand pallet pada posisi awal
3. Melakukan identifikasi terhadap potensi bahaya dan kecelakaan yang terjadi pada
keseluruhan proses produksi terdapat beberapa potensi bahaya antara lain:
a. Pada tahap persiapan terdapat potensi bahaya yaitu APD yang tidak layak
digunakan
b. Pada tahap penyetelan terdapat potensi bahaya berupa pergerakan kerja yang salah
saat memindahkan kertas duplex roll secara manual
c. Pada saat pekerja mulai memotong kertas duplex roll bisa terdapat potensi bahaya
berupa kontak dendan mesin yang bergerak dan tajam. Pada proses pemotongan
juga terdapat potensi bahaya berupa terkena benda asing saat bekerja karena saat
kertas roll mulai dipotong akan menghasilkan serbuk atau debu dari proses yang
sedang berjalan.
d. Pada tahap akhir pekerjaan terdapat potensi bahaya berupa menghirup benda asing
saat bekerja karena debu hasil pemotongan kertas roll berterbangan saat
dibersihkan.
4. Rekomendasi perbaikan
Rekomendasi perbaikan yang dapat diberikan pada proses ini adalah berupa tabel Job
Safety Analysis (JSA) yang nantinya dapat dijadikan sebagai prosedur kerja pegawai
sehingga pekerjaan dapat dilakukan secara aman dan dapat mengurangi terjadinya
kecelakaan kerja. Tabel Job Safety Analysis (JSA) untuk proses cutting dapat dilihat pada
37

Tabel 4.10.
Tabel 4.10
Job Safety Analysis pada proses cutting
Job Title : Cutting Date : Desember 2018
CV. Cahaya Abadi Supervisor : Suyanto Analysis by : Meryne W.P
Department : Produksi Reviewed by : Suyanto
Required and/or Recommended Personal Protective Equipment:
kacamata, masker, sarung tangan
Recommended Action or
Sequence of Basic Job Steps Potential of Hazard
Procedure
1. Persiapan 1.1 APD tidak layak 1.1.1 Pastikan kacamata,
a. Pekerja wajib digunakan masker, dan sarung
menggunakan alat tangan tidak rusak
pelindung diri 1.1.2 Bersihkan kacamata
(APD) berupa apabila ada debu yang
sarung tangan, menempel pada lensa
masker, dan 1.1.3 Gunakan APD dengan
kacamata benar
b. Pekerja menyiapkan 1.1.4 Letakkan kembali APD
hand pallet yang pada tempat
akan digunakan penyimpanan
c. Pekerja menyusun
kertas roll duplex di
atas pallet
d. Pekerja membawa
pallet menggunakan
hand pallet menuju
workstation laminasi
2. Penyetelan 2.1 Pergerakan kerja yang 2.1.1 Pekerja berhati-hati saat
a. Pekerja menurunkan salah memindahkan kertas
kertas duplex roll duplex roll secara manual
secara manual dari 2.1.2 Menggunakan sarung
pallet tangan dengan benar
b. Pekerja memberi 2.1.3 Memastikan lingkungan
tanda pada kertas sekitar aman saat akan
duplex roll sesuai memindahkan
dengan ukuran yang
dibutuhkan
c. Pekerja meletakkan
kertas duplex roll
secara horizontal
dibawah mesin
cutting
d. Apabila kertas
duplex roll sudah
pada posisi yang
tepat, kunci kertas
duplex roll agar
tidak bergeser
3. Pemotongan 3.1 Kontak dengan mesin 3.1.1 Pekerja wajib
a. Pekerja menyalakan yang bergerak dan tajam menggunakan APD
mesin cutting (Alat Pelindung Diri)
b. Pekerja mulai yang sudah disediakan
memotong kertas 3.1.2 Menggunakan sarung
38

Job Title : Cutting Date : Desember 2018


CV. Cahaya Abadi Supervisor : Suyanto Analysis by : Meryne W.P
Department : Produksi Reviewed by : Suyanto
Required and/or Recommended Personal Protective Equipment:
kacamata, masker, sarung tangan
Recommended Action or
Sequence of Basic Job Steps Potential of Hazard
Procedure
duplex roll tangan dengan benar
menggunakan mesin agar tangan terlindungi
cutting sesuai dari kontak dengan
dengan tanda yang pisau cutting yang
sudah ada pada sangat tajam
kertas duplex roll 3.2 Terkena benda asing saat 3.2.1 Pekerja wajib
c. Pekerja mematikan bekerja menggunakan APD
mesin cutting saat (Alat Pelindung Diri)
kertas duplex roll yang sudah disediakan
sudah terpotong 3.2.2 Menggunakan kacamata
sempurna dengan benar agar mata
terlindungi dari debu
kertas yang bertebaran

4. Akhir Pekerjaan 4.1 Menghirup benda asing 4.1.1 Pekerja wajib


a. Pekerja melepas saat bekerja menggunakan APD (Alat
kertas duplex roll Pelindung Diri) yang
yang sudah sudah disediakan
terpotong dari mesin 4.1.2 Menggunakan masker
cutting dengan benar untuk
b. Pekerja meletakkan mencegah debu kertas
kertas duplex roll masuk terhirup pada
yang sudah dipotong saluran pernapasan
diatas pallet lalu
membawa menuju
proses laminasi
c. Pekerja
membersihkan debu
hasil pemotongan
kertas duplex roll
yang ada disekitar
mesin cutting
d. Pekerja
mengumpulkan sisa
potong kertas duplex
roll di tempat yang
sudah disediakan
e. Pekerja meletakkan
kembali APD dan
hand pallet pada
posisi awal

4.4.2.2 Proses Laminasi


Proses laminasi merupakan proses lanjutan setelah proses cutting. Proses ini dilakukan
untuk menyatukan antara kertas duplex roll dengan plastik metalising perak. Hasil dari
39

proses laminasi ini yang akan dijadikan sebagai bahan baku pembuatan boks nasi dan kue.
Analisis JSA pada proses ini adalah sebagai berikut. Mesin laminasi dapat dilihat pada
Gambar 4.3.

Gambar 4.3 Mesin laminasi


1. Menentukan dan mendeskripsikan pekerjaan yang akan dianalisis.
Pada proses laminasi ini dilakukan untuk menyatukan antara kertas duplex roll dengan
plastik metalising perak. Untuk menyatukan kedua bahan ini menggunakan mesin laminasi
roll to roll dimana bahan perekatnya berupa lem khusus untuk kertas duplex dan plastik
metalising. Hasil dari proses ini berupa kertas roll laminasi silver yang akan dijadikan
sebagai bahan baku untuk pembuatan boks nasi dan kue.
2. Menguraikan pekerjaan menjadi langkah-langkah dasar.
Langkah-langkah pada proses cutting antara lain:
a. Persiapan
1) Pekerja wajib menggunakan alat pelindung diri (APD) berupa sarung tangan
dan kacamata
2) Pekerja menyiapkan lem khusus yang akan digunakan
3) Pekerja menyiapkan hand pallet yang akan digunakan
4) Pekerja menyusun plastik roll metalising di atas pallet
5) Pekerja membawa pallet menggunakan hand pallet menuju workstation
laminasi
b. Penyetelan
1) Pekerja menaikkan kertas duplex roll yang sudah dipotong dan plastik roll
40

metalising secara manual ke atas mesin laminasi roll to roll


2) Pekerja memastikan posisi kertas duplex roll dan plastik roll metalising sudah
tepat
3) Pekerja mengunci kertas duplex roll dan plastik roll metalising agar tidak
bergeser
4) Pekerja memasukkan lem khusus kedalam tempat lem yang ada pada mesin
laminasi roll to roll
5) Pekerja memasang core pada batang besi tempat keluarnya hasil penyatuan
dari mesin laminasi roll to roll
c. Penyatuan
1) Pekerja menyalakan mesin laminasi roll to roll
2) Pekerja melakukan pengecekan secara berkala selama proses laminasi
berlangsung untuk menghindari bergesernya kertas duplex roll dan plastik roll
metalising
3) Pekerja mematikan mesin laminasi saat proses penyatuan sudah selesai
dengan sempurna
d. Akhir pekerjaan
1) Pekerja melepas core dari kertas duplex roll dan plastik roll metalising yang
ada pada batang besi mesin laminasi roll to roll
2) Pekerja menurunkan hasil penyatuan berupa kertas roll laminasi silver dari
mesin laminasi roll to roll
3) Pekerja membawa kertas roll laminasi silver menuju workstation pencetakan
4) Pekerja membersihkan mesin laminasi roll to roll dari sisa lem dan
membersihkan lingkungan sekitar mesin
5) Pekerja meletakkan kembali APD dan hand pallet pada posisi awal
3. Melakukan identifikasi terhadap potensi bahaya dan kecelakaan yang terjadi pada
keseluruhan proses produksi terdapat beberapa potensi bahaya antara lain:
a. Pada tahap persiapan terdapat potensi bahaya yaitu APD yang tidak layak
digunakan
b. Pada tahap penyetelan terdapat potensi bahaya berupa benda kerja jatuh saat
bekerja karena menaikkan kertas roll keatas mesin secara manual dan
menyebabkan tangan pekerja tertimpa kertas roll. Terdapat pula potensi bahaya
berupa terkena benda asing saat bekerja memasukkan lem kedalam mesin
c. Pada saat proses penyatuan berjalan muncul potensi bahaya berupa kontak dengan
41

mesin yang bergerak dan menyebabkan tangan terjepit saat melakukan proses
pengecekan secara berkala untuk memastikan tidak adanya pergeseran pada kertas
duplex roll dan plastik roll metalising selama mesin berjalan.
d. Pada tahap akhir pekerjaan terdapat potensi bahaya berupa pergerakan kerja yang
salah saat menurunkan hasil proses penyatuan berupa kertas roll laminasi silver.
Serta terdapat potensi bahaya berupa lantai licin di workstation laminasi.
Dari hasil identifikasi didapatkan 2 potensi bahaya yang masuk pada RPN kritis
berdasarkan perhitungan FMEA yang telah dilakukan sebelumnya yaitu pada tahap
penyetelan dan penyatuan. Pada tahap penyetelan terdapat potensi bahaya berupa benda
kerja jatuh saat bekerja karena menaikkan kertas roll keatas mesin secara manual,
sedangkan pada tahap penyatuan potensi bahaya kontak dengan mesin yang bergerak dan
menyebabkan tangan terjepit. Selain usulan pembuatan tabel JSA maka diperlukan pula
rekomendasi perbaikan secara teknis terhadap RPN kritis untuk mencegah timbulnya
kecelakaan.
4. Rekomendasi perbaikan secara teknis terhadap RPN kritis
Rekomendasi teknis merupakan pengendalian bahaya yang dapat dilakukan terhadap
sarana teknis yang ada di lingkungan kerja melalui perbaikan desain, penambahan dan
pemasangan peralatan pengaman. Rekomendasi perbaikan secara teknis dilakukan pada 2
potensi bahaya yang masuk pada RPN kritis yaitu tangan tertimpa kertas duplex roll dan
tangan terjepit mesin laminasi. Usulan perbaikan untuk masing-masing RPN kritis antara
lain:
a. Tangan tertimpa kertas duplex roll
Sesuai dengan identifikasi penyebab kecelakaan pada FMEA diketahui bahwa
kecelakaan tersebut disebabkan karena kurangnya konsenterasi pekerja serta
belum adanya prosedur kerja yang diberikan oleh perusahaan. Maka usulan
perbaikan untuk kasus tangan tertimpa kertas dupex roll adalah dengan
memberikan prosedur kerja yang nantinya digunakan oleh pekerja untuk
melakukan pekerjaan sesuai dengan langkah-langkah yang aman. Prosedur kerja
tersebut dapat berupa tabel JSA yang ditempel didekat area kerja agar pekerja
dapat dengan mudah melihatnya. Serta penambahan warning berupa simbol
utamakan kesehatan dan keselamatan kerja (K3) yang ditempel di sekitar
lingkungan kerja.
Diharapkan dengan adanya simbol K3 ini setiap pekerja serta semua orang yang
berada di area kerja supaya tertarik serta memperhatikan peringatan tersebut, sehingga
42

mereka selalu dalam kondisi waspada. Dengan sikap waspada maka diharapkan bisa
mengurangi terjadinya kecelakaan di area kerja yang tentunya tidak diinginkan. Simbol K3
dapat dilihat pada Gambar 4.4.

Gambar 4.4 Simbol K3


b. Tangan terjepit mesin laminasi
Sesuai dengan identifikasi penyebab kecelakaan pada FMEA diketahui bahwa kecelakaan
tersebut disebabkan tidak adanya alat kontrol pada mesin serta belum adanya prosedur
kerja yang diberikan oleh perusahaan. Maka usulan perbaikan untuk kasus tangan terjepit
mesin laminasi adalah dengan memberikan prosedur kerja yang nantinya digunakan oleh
pekerja untuk melakukan pekerjaan sesuai dengan langkah-langkah yang aman. Prosedur
kerja tersebut dapat berupa tabel JSA yang ditempel didekat area kerja agar pekerja dapat
dengan mudah melihatnya. Serta penambahan penambahan pelindung transparan pada
mesin laminasi. Pelindung transparan ini ditambahkan di bagian roll besi pada mesin
laminasi dimana fungsi dari pelindung ini adalah untuk melindungi agar tangan pekerja
tidak dapat masuk kedalam mesin laminasi yang beregerak ketika sedang melakukan
pemeriksaan. Pelindung transparan ini dipasang sesuai dengan batas aman yang sudah ada
pada mesin. Sehingga diharapakan dengan adanya penambahan peindung ini dapat
mengurangi terjadinya kecelekaan kerja tangan terjeit mesin laminasi. Ilustrasi mesin
laminasi dengan penambahan pelindung dapat dilihat pada gambar 4.5.
43

Gambar 4.5 Mesin laminasi dengan penambahan pelindung transparan

Setelah memberikan rekomendasi teknis kepada RPN kritis, selanjutnya diberikan


rekomendasi secara keseluruhan proses laminasi berupa tabel JSA. Tabel Job Safety
Analysis (JSA) untuk proses laminasi dapat dilihat pada Tabel 4.11.
Tabel 4.11
Job Safety Analysis (JSA) pada proses laminasi
Job Title : Laminasi Date : Desember 2018
CV. Cahaya Abadi Supervisor : Suyanto Analysis by : Meryne W.P
Department : Produksi Reviewed by : Suyanto
Required and/or Recommended Personal Protective Equipment :
Kacamata dan sarung tangan
Recommended Action or
Sequence of Basic Job Steps Potential of Hazard
Procedure
1. Persiapan 1.2 APD tidak layak 1.2.1 Pastikan kacamata dan
a. Pekerja wajib digunakan sarung tangan tidak rusak
menggunakan alat 1.2.2 Bersihkan kacamata
pelindung diri apabila ada debu yang
(APD) berupa menempel pada lensa
sarung tangan dan 1.2.3 Gunakan APD dengan
kacamata benar
b. Pekerja menyiapkan 1.2.4 Letakkan kembali APD
lem khusus yang pada tempat
akan digunakan penyimpanan
c. Pekerja menyiapkan
hand pallet yang
akan digunakan
44

Job Title : Laminasi Date : Desember 2018


CV. Cahaya Abadi Supervisor : Suyanto Analysis by : Meryne W.P
Department : Produksi Reviewed by : Suyanto
Required and/or Recommended Personal Protective Equipment :
Kacamata dan sarung tangan
Recommended Action or
Sequence of Basic Job Steps Potential of Hazard
Procedure
d. Pekerja menyusun
plastik roll
metalising di atas
pallet
e. Pekerja membawa
pallet menggunakan
hand pallet menuju
workstation laminasi
2. Penyetelan 2.1 Pergerakan yang salah 2.1.1 Pekerja wajib
a. Pekerja menaikkan saat bekerja menggunakan APD (Alat
kertas duplex roll Pelindung Diri) yang
yang sudah dipotong sudah disediakan
dan plastik roll 2.1.2 Menggunakan sarung
metalising secara tangan dengan benar agar
manual ke atas tangan terlindungi dari
mesin laminasi roll kontak langsung dengan
to roll kertas roll
b. Pekerja memastikan 2.1.3 Memperhatikan warning
posisi kertas duplex yang sudah ditempel
roll dan plastik roll disekitar lingkungan kerja
metalising sudah
tepat
c. Pekerja mengunci 2.2 Terkena benda asing saat 2.2.1 Pekerja wajib
kertas duplex roll bekerja menggunakan APD (Alat
dan plastik roll Pelindung Diri) yang
metalising agar tidak sudah disediakan
bergeser 2.2.2 Menggunakan kacamata
d. Pekerja dengan benar agar mata
memasukkan lem terlindungi dari cipratan
khusus kedalam lem
tempat lem yang ada
pada mesin laminasi
roll to roll
e. Pekerja memasang
core pada batang
besi tempat
keluarnya hasil
penyatuan dari
mesin laminasi roll
to roll
3. Penyatuan 3.1 Kontak dengan mesin 3.1.1 Memperhatikan garis
a. Pekerja menyalakan yang bergerak saat batas aman yang ada pada
mesin laminasi roll melakukan pengecekan mesin laminasi
to roll berkala
b. Pekerja melakukan
pengecekan secara
berkala selama
proses laminasi
45

Job Title : Laminasi Date : Desember 2018


CV. Cahaya Abadi Supervisor : Suyanto Analysis by : Meryne W.P
Department : Produksi Reviewed by : Suyanto
Required and/or Recommended Personal Protective Equipment :
Kacamata dan sarung tangan
Recommended Action or
Sequence of Basic Job Steps Potential of Hazard
Procedure
berlangsung untuk
menghindari
bergesernya kertas
duplex roll dan
plastik roll
metalising
c. Pekerja mematikan
mesin laminasi saat
proses penyatuan
sudah selesai dengan
sempurna
4. Akhir pekerjaan 4.1 Pergerakan yang salah 4.1.1 Pekerja berhati-hati saat
a. Pekerja melepas core saat bekerja menurunkan kertas roll
dari kertas duplex laminasi silver secara
roll dan plastik roll manual
metalising yang ada 4.1.2 Menggunakan sarung
pada batang besi tangan dengan benar
mesin laminasi roll 4.1.3 Memastikan lingkungan
to roll sekitar aman saat akan
b. Pekerja menurunkan memindahkan
hasil penyatuan 4.2 Lantai yang licin 4.2.1 Pekerja berhati-hati
berupa kertas roll dalam melakukan
laminasi silver dari pekerjaan
mesin laminasi roll 4.2.2 Menjaga lingkungan
to roll kerja aman dan bersih
c. Pekerja membawa
kertas roll laminasi
silver menuju
workstation
pencetakan
d. Pekerja
membersihkan
mesin laminasi roll
to roll dari sisa lem
dan membersihkan
lingkungan sekitar
mesin
e. Pekerja meletakkan
kembali APD dan
hand pallet pada
posisi awal

4.4.2.3 Proses Rolling


Proses rolling merupakan proses pemotongan kertas roll laminasi silver sesuai dengan
ukuran yang sudah ditentukan. Sebelum memotong kertas, harus dilakukan penyetelan
46

dahulu seberapa diameter putaran dari mesin roll. Ukuran diameter ini disesuaikan dengan
jenis produk yang akan diproduksi. Analisis JSA pada proses ini adalah sebagai berikut.
Mesin rolling dapat dilihat pada Gambar 4.6.

Gambar 4.6 Mesin Rolling


1. Menentukan dan mendeskripsikan pekerjaan yang akan dianalisis.
Pada proses rolling yang dilakukan adalah memotong kertas roll laminasi silver sesuai
dengan ukuran produk yang akan diproduksi. Proses ini menggunakaan mesin rolling
manual. Proses ini diawali dengan menyetel ukuran diameter mesin roll sesuai dengan
ukuran produk yang akan diproduksi kemudian memasukkan kertas roll laminasi
silver lalu memutar mesin roll secara manual dan memotong kertas laminasi silver
menggunakan cutter.
2. Menguraikan pekerjaan menjadi langkah-langkah dasar.
Langkah-langkah pada proses rolling antara lain:
a. Persiapan
1) Pekerja wajib menggunakan alat pelindung diri (APD) berupa sarung tangan
2) Pekerja menyiapkan pallet yang akan digunakan
3) Pekerja menyiapkan hand pallet yang akan digunakan
4) Pekerja menyiapkan kertas roll laminasi silver yang akan dirolling
b. Penyetelan
1) Pekerja memasukkan kertas roll laminasi silver kedalam mesin roll
2) Pekerja mengatur ukuran diameter mesin roll sesuai dengan kebutuhan
produksi
3) Apabila ukuran sudah sesuai, kunci mesin roll agar ukuran tidak berubah
c. Rolling
1) Pekerja menjepit awalan kertas laminasi silver pada mesin roll
2) Pekerja memutar mesin roll secara manual sampai 5-10 putaran penuh
3) Pekerja memotong kertas laminasi silver menggunakan cutter
47

4) Pekerja meletakkan hasil potongan kertas laminasi silver diatas pallet


d. Akhir pekerjaan
1) Pekerja membawa pallet berisi potongan kertas laminasi silver menggunakan
hand pallet menuju proses pencetakan
2) Pekerja mengumpulkan sisa potong kertas laminasi silver di tempat yang
sudah disediakan dan membersihkan lingkungan area kerja
3) Pekerja meletakkan kembali APD dan hand pallet pada posisi awal
3. Melakukan identifikasi terhadap potensi bahaya dan kecelakaan yang terjadi pada
keseluruhan proses produksi terdapat beberapa potensi bahaya antara lain:
a. Pada tahap persiapan terdapat potensi bahaya yaitu APD yang tidak layak
digunakan
b. Pada tahap penyetelan terdapat potensi bahaya berupa pergerakan yang salah saat
bekerja sehingga persendian tangan keseleo saat memasukkan kertas roll laminasi
silver kedalam mesin roll.
c. Pada saat pekerja mulai memutar mesin roll terdapat potensi bahaya berupa
kesalahan pergerakan saat bekerja sehingga persendian tangan keseleo. Selain itu
terdapat potensi bahaya yang lain yaitu kontak dengan alat bantu kerja yang tajam
sehingga tangan tergores pisau cutter saat memotong kertas laminasi silver.
d. Pada tahap akhir pekerjaan terdapat potensi bahaya berupa kontak dengan kertas
sisa potong sehingga tangan tergores kertas sisa potong pada saat mengumpulkan
dan membersihkan lingkungan area kerja.
4. Rekomendasi perbaikan
Rekomendasi perbaikan yang dapat diberikan pada proses ini adalah berupa tabel Job
Safety Analysis (JSA) yang nantinya dapat dijadikan sebagai prosedur kerja pegawai
sehingga pekerjaan dapat dilakukan secara aman dan dapat mengurangi terjadinya
kecelakaan kerja. Tabel Job Safety Analysis (JSA) untuk proses rolling dapat dilihat pada
Tabel 4.12.
Tabel 4.12
Job Safety Analysis (JSA) pada Proses Rolling
Job Title : Rolling Date : Desember 2018
CV. Cahaya Abadi Supervisor : Suyanto Analysis by : Meryne W.P
Department : Produksi Reviewed by : Suyanto
Required and/or Recommended Personal Protective Equipment:
sarung tangan
Recommended Action or
Sequence of Basic Job Steps Potential of Hazard
Procedure
1. Persiapan 1.1 APD tidak layak 1.1.1 Pastikan sarung tangan
a. Pekerja wajib digunakan tidak rusak atau robek
48

Job Title : Rolling Date : Desember 2018


CV. Cahaya Abadi Supervisor : Suyanto Analysis by : Meryne W.P
Department : Produksi Reviewed by : Suyanto
Required and/or Recommended Personal Protective Equipment:
sarung tangan
Recommended Action or
Sequence of Basic Job Steps Potential of Hazard
Procedure
menggunakan alat 1.1.2 Gunakan APD dengan
pelindung diri benar
(APD) berupa 1.1.3 Letakkan kembali APD
sarung tangan pada tempat
b. Pekerja menyiapkan penyimpanan
pallet yang akan
digunakan
c. Pekerja menyiapkan
hand pallet yang
akan digunakan
d. Pekerja menyiapkan
kertas roll laminasi
silver yang akan
dirolling
2. Penyetelan 2.1 Kesalahan 2.1.1 Menggunakan sarung
a. Pekerja memasukkan pergerakan saat tangan dengan benar
kertas roll laminasi memasukkan kertas 2.1.2 Pekerja berhati-hati saat
silver kedalam mesin roll laminasi silver memasukkan kertas roll
roll laminasi silver secara
b. Pekerja mengatur manual
ukuran diameter 2.1.3 Memastikan lingkungan
mesin roll sesuai sekitar aman saat akan
dengan kebutuhan memindahkan
produksi
c. Apabila ukuran
sudah sesuai, kunci
mesin roll agar
ukuran tidak berubah
3. Rolling 3.1 Kesalahan 3.1.1 Pekerja melakukan
a. Pekerja menjepit pergerakan saat gerakan dengan benar
awalan kertas memutar mesin roll dan berhati-hati
laminasi silver pada
mesin roll 3.2 Kontak dengan alat 3.2.1 Pekerja wajib
b. Pekerja memutar bantu kerja yang menggunakan APD
mesin roll secara tajam (Alat Pelindung Diri)
manual sampai 5-10 yang sudah disediakan
putaran penuh 3.2.2 Menggunakan sarung
c. Pekerja memotong tangan dengan benar
kertas laminasi silver agar tangan terlindungi
menggunakan cutter
d. Pekerja meletakkan
hasil potongan kertas
laminasi silver diatas
pallet
4. Akhir pekerjaan 4.1 Kontak dengan 4.1.1 Pekerja wajib
a. Pekerja membawa kertas sisa potong menggunakan APD
pallet berisi (Alat Pelindung Diri)
potongan kertas yang sudah disediakan
49

Job Title : Rolling Date : Desember 2018


CV. Cahaya Abadi Supervisor : Suyanto Analysis by : Meryne W.P
Department : Produksi Reviewed by : Suyanto
Required and/or Recommended Personal Protective Equipment:
sarung tangan
Recommended Action or
Sequence of Basic Job Steps Potential of Hazard
Procedure
laminasi silver 4.1.2 Menggunakan sarung
menggunakan hand tangan dengan benar
pallet menuju proses agar tangan terlindungi
pencetakan
b. Pekerja
mengumpulkan sisa
potong kertas
laminasi silver di
tempat yang sudah
disediakan dan
membersihkan
lingkungan area
kerja
c. Pekerja meletakkan
kembali APD dan
hand pallet pada
posisi awal

4.4.2.4 Proses Pencetakan


Proses pencetakan merupakan proses lanjutan setelah proses rolling. Proses ini dilakukan
untuk membentuk potongan kertas silver laminasi menjadi produk boks nasi dan kue.
Proses pencetakan ini menggunakan mesin cetak semi otomatis dengan papan pisau
pencetak yang memiliki berbagai ukuran boks nasi dan kue. Analisis JSA pada proses ini
adalah sebagai berikut. Mesin cetak dapat dilihat pada Gambar 4.7.

Gambar 4.7 Mesin Cetak


1. Menentukan dan mendeskripsikan pekerjaan yang dianalisis
Pada proses pencetakan ini menggunakan mesin cetak semi otomatis dengan papan pisau
pencetak berbagai ukuran. Proses ini dimulai dengan menempatkan kertas laminasi silver
50

diatas papan pencetak lalu dimasukkan kedalam mesin cetak. Hasil dari keluaran mesin
cetak ini berupa bentuk boks nasi dan kue yang siap untuk di packing.
2. Menguraikan pekerjaan menjadi langkah-langkah dasar
Langkah-langkah pada proses pencetakan antara lain:
a. Persiapan
1) Pekerja wajib menggunakan alat pelindung diri (APD) berupa sarung tangan
2) Pekerja menyiapkan tempat hasil pencetakan diatas pallet
3) Pekerja menyiapkan hand pallet yang akan digunakan
4) Pekerja menyiapkan potongan kertas laminasi silver yang akan dicetak
5) Pekerja menyiapkan papan cetak yang akan digunakan sesuai dengan produk
yang akan diproduksi
b. Pencetakan
1) Pekerja menyalakan mesin cetak
2) Pekerja meletakkan papan pencetak diatas mesin cetak
3) Pekerja mengambil kertas potong laminasi silver lalu diletakkan diatas papan
pencetak
4) Pekerja mulai melakukan proses pencetakan dengan memasukkan papan
pencetak kedalam mesin cetak
5) Pekerja mengambil papan pencetak yang keluar dari mesin cetak
6) Pekerja memisahkan hasil pencetakan yang berbentuk boks nasi atau kue lalu
menaruhnya ditempat yang sudah disiapkan
7) Pekerja mematikan mesin cetak
c. Akhir pekerjaan
1) Pekerja mengumpulkan sisa hasil cetak di tempat yang sudah disiapkan
2) Pekerja membawa hasil cetakan menuju workstation pengepakan
3) Pekerja meletakkan kembali papan pencetak, APD dan hand pallet pada
posisi awal
3. Melakukan identifikasi terhadap potensi bahaya dan kecelakaan yang terjadi pada
keseluruhan proses produksi terdapat beberapa potensi bahaya antara lain:
a. Pada tahap persiapan terdapat potensi bahaya yaitu APD yang tidak layak
digunakan serta potensi bahaya yang lain yaitu kaki kejatuhan papan pencetak saat
persiapan awal sebelum memulai proses pencetakan .
b. Pada proses pencetakan terdapat beberapa potensi bahaya yaitu kontak secara
langsung dengan mesin yang bergerak dan peralatan yang tajam sehingga
51

menimbulkan tangan tergores pisau papan pencetak, tangan terjepit di mesin


cetak, dan tangan terpotong di mesin cetak.
c. Pada tahap akhir pekerjaan terdapat potensi bahaya berupa alat kerja jatuh saat
bekerja sehingga kaki kejatuhan papan pencetak ketika mengembalikan papan
pencetak pada posisi awal.
Dari hasil identifikasi didapatkan 2 potensi bahaya yang masuk pada RPN kritis
berdasarkan perhitungan FMEA yang telah dilakukan sebelumnya yaitu pada tahap
pencetakan. Potensi bahaya yang masuk pada RPN kritis di tahap pencetakan adalah
tangan terjepit di mesin cetak dan tangan terpotong di mesin cetak. Selain usulan
pembuatan tabel JSA maka diperlukan pula rekomendasi perbaikan secara teknis terhadap
RPN kritis untuk mencegah timbulnya kecelakaan.
4. Rekomendasi perbaikan secara teknis terhadap RPN kritis
Rekomendasi teknis merupakan pengendalian bahaya yang dapat dilakukan terhadap
sarana teknis yang ada di lingkungan kerja melalui perbaikan desain, penambahan dan
pemasangan peralatan pengaman. Rekomendasi perbaikan secara teknis dilakukan pada 2
potensi bahaya yang masuk pada RPN kritis yaitu tangan terjepit di mesin cetak dan tangan
terpotong di mesin cetak. Usulan perbaikan untuk masing-masing RPN kritis antara lain:
a. Tangan terjepit di mesin cetak
Sesuai dengan identifikasi penyebab kecelakaan pada FMEA diketahui bahwa
kecelakaan tersebut disebabkan karena tidak adanya prosedur kerja dari
perusahaan dan kurangnya konsenterasi. Maka usulan perbaikan untuk kasus
tangan terjepit di mesin laminasi adalah dengan memberikan prosedur kerja yang
nantinya digunakan oleh pekerja untuk melakukan pekerjaan sesuai dengan
langkah-langkah yang aman. Prosedur kerja tersebut dapat berupa tabel JSA yang
ditempel didekat area kerja agar pekerja dapat dengan mudah melihatnya. Serta
memperjelas batas area aman tangan pekerja saat melakukan proses pencetakan.
Karena batas yang ada pada mesin kurang diperhatikan oleh pekerja saat
melakukan proses pencetakan. Diharapkan dengan adanya penekanan pada batas
area aman tersebut menambah kewaspadaan pekerja saat melakukan aktivitas.
b. Tangan terpotong di mesin cetak
Sesuai dengan identifikasi penyebab kecelakaan pada FMEA diketahui bahwa
kecelakaan tersebut disebabkan tidak adanya alat kontrol pada mesin serta belum
adanya prosedur kerja yang diberikan oleh perusahaan. Maka usulan perbaikan
untuk kasus tangan terjepit mesin cetak adalah berupa prosedur kerja yang
52

nantinya digunakan oleh pekerja untuk melakukan pekerjaan sesuai dengan


langkah-langkah yang aman. Prosedur kerja tersebut dapat berupa tabel JSA yang
ditempel didekat area kerja agar pekerja dapat dengan mudah melihatnya. Selain
prosedur kerja diberikan pula usulan perbaikan dengan memberikan atau
menambahkan pagar pelindung yang diletakkan diatas meja papan cetak. Posisi
peletakkan pagar pelindung ini berada di depan meja mesin cetak sebelum papan
pencetak masuk kedalam mesin cetak. Penambahan pagar pelindung sangat
mungkin dilakukan karena mesin cetak ini merupakan mesin rakitan perusahaan
sendiri sehingga lebih mudah untuk dimodifikasi. Rancangan mesin sebelum dan
sesudah penambahan pagar pelindung dapat dilihat pada Gambar 4.8 dan 4.9.

Gambar 4.8 Mesin cetak sebelum penambahan pagar pelindung

(a)
53

(b)
Gambar 4.9 Mesin cetak setelah penambahan pagar pelindung a) Tampak samping,
b) Tampak atas
Dengan ditambahkannya pagar pelindung ini berfungsi sebagai alat kontrol untuk
melindungi tangan agar tidak sampai masuk terlalu dalam mesin cetak sehingga
menyebabkan tangan pekerja terpotong. Karena selama ini pekerja sering tidak
konsenterasi saat melakukan pekerjaan yang repetitif atau berulang. Pagar pelindung ini
dapat dibongkar pasang dan pemasangannya kencang sehingga tidak akan bergeser atau
lepas saat proses pencetakan berlangsung. Diharapkan dengan penambahan pagar
pelindung ini dapat mengurangi potensi bahaya ataupun kecelakaan kerja yang terjadi.
Setelah memberikan rekomendasi teknis kepada RPN kritis, selanjutnya diberikan
rekomendasi secara keseluruhan proses laminasi berupa tabel JSA. Tabel Job Safety
Analysis (JSA) untuk proses laminasi dapat dilihat pada Tabel 4.13.
Tabel 4.13
Job Safety Analysis (JSA) pada proses pencetakan
Job Title : Pencetakan Date : Desember 2018
CV. Cahaya Abadi Supervisor : Suyanto Analysis by : Meryne W.P
Department : Produksi Reviewed by : Suyanto
Required and/or Recommended Personal Protective Equipment :
sarung tangan
Recommended Action or
Sequence of Basic Job Steps Potential of Hazard
Procedure
1. Persiapan 1.1 APD tidak layak 1.1.1 Pastikan sarung tangan
a. Pekerja wajib digunakan tidak rusak atau robek
menggunakan alat 1.1.2 Gunakan APD dengan
pelindung diri benar
(APD) berupa 1.1.3 Letakkan kembali APD
sarung tangan pada tempat
b. Pekerja menyiapkan penyimpanan
tempat hasil 1.2 Alat kerja jatuh saat 1.2.1 Pastikan sarung tangan
pencetakan diatas bekerja digunakan dengan benar
54

Job Title : Pencetakan Date : Desember 2018


CV. Cahaya Abadi Supervisor : Suyanto Analysis by : Meryne W.P
Department : Produksi Reviewed by : Suyanto
Required and/or Recommended Personal Protective Equipment :
sarung tangan
Recommended Action or
Sequence of Basic Job Steps Potential of Hazard
Procedure
pallet 1.2.2 Perhatikan lingkungan
c. Pekerja menyiapkan sekitar saat memindahkan
hand pallet yang papan pencetak
akan digunakan
d. Pekerja menyiapkan
potongan kertas
laminasi silver yang
akan dicetak
e. Pekerja menyiapkan
papan cetak yang
akan digunakan
sesuai dengan
produk yang akan
diproduksi
2. Pencetakan 2.1 Kontak langsung dengan 2.1.1 Menggunakan sarung
a. Pekerja menyalakan alat kerja yang tajam tangan dengan benar
mesin cetak untuk menghindari
b. Pekerja meletakkan tangan tergores pisau
papan pencetak papan pencetak
diatas mesin cetak 2.2 Kontak langsung dengan 2.2.1 Menggunakan sarung
c. Pekerja mengambil mesin yang bergerak tangan dengan benar
kertas potong 2.2.2 Pekerja memperhatikan
laminasi silver lalu garis batas yang ada pada
diletakkan diatas mesin
papan pencetak 2.3 Kontak langsung dengan 2.3.1 Menggunakan sarung
d. Pekerja mulai mesin yang memiliki tangan dengan benar
melakukan proses bagian yang tajam 2.3.2 Memasang pagar
pencetakan dengan pelindung pada mesin
memasukkan papan cetak untuk melindungi
pencetak kedalam tangan agar tidak masuk
mesin cetak terlalu dalam pada mesin
e. Pekerja mengambil cetak
papan pencetak yang
keluar dari mesin
cetak
f. Pekerja memisahkan
hasil pencetakan
yang berbentuk boks
nasi atau kue lalu
menaruhnya
ditempat yang sudah
disiapkan
g. Pekerja mematikan
mesin cetak
3 Akhir pekerjaan 3.1 Alat kerja jatuh saat 3.1.1 Pastikan sarung tangan
a. Pekerja bekerja digunakan dengan benar
mengumpulkan sisa 3.1.2 Perhatikan lingkungan
hasil cetak di tempat sekitar saat memindahkan
55

Job Title : Pencetakan Date : Desember 2018


CV. Cahaya Abadi Supervisor : Suyanto Analysis by : Meryne W.P
Department : Produksi Reviewed by : Suyanto
Required and/or Recommended Personal Protective Equipment :
sarung tangan
Recommended Action or
Sequence of Basic Job Steps Potential of Hazard
Procedure
yang sudah papan pencetak
disiapkan
b. Pekerja membawa
hasil cetakan menuju
workstation
pengepakan
c. Pekerja meletakkan
kembali papan
pencetak, APD dan
hand pallet pada
posisi awal

4.4.2.5 Proses Pengemasan


Proses pengemasan merupakan proses akhir dari pembuatan boks nasi dan kue. Proses ini
dilakukan dengan menghitung l00 lembar hasil pencetakan kemudian memasukkan 100
lembar hitungan tersebut kedalam plastik. Setelah itu menutup plastik menggunakan mesin
pres plastik agar hasil pengepakan rapi dan kuat. Analisis JSA pada proses ini adalah
sebagai berikut. Mesin pres plastik dapat dilihat pada Gambar 4.10.

Gambar 4.10 Mesin pres plastik


1. Menentukan dan mendeskripsikan pekerjaan yang akan dianalisis.
Proses pengemasan merupakan proses akhir dari pembuatan boks nasi dan kue. Proses
pengemasan ini dilakukan dengan menghitung boks nasi dan kue sesuai ukuran masing-
masing tiap 100 lembar. Setelah dihitung per 100 lembar lalu dimasukkan kedalam plastik
lalu di pres menggunakan mesin pres plastik. Jadi hasil akhir dari proses ini adalah berupa
kemasan-kemasan plastik boks nasi dan kue dengan berbagai ukuran dan dalam 1 kemasan
berisi 100 lembar.
2. Menguraikan pekerjaan menjadi langkah-langkah dasar.
56

Langkah-langkah pada proses rolling antara lain:


a. Persiapan
1) Pekerja wajib menggunakan alat pelindung diri (APD) berupa sarung tangan
2) Pekerja menyiapkan pallet yang akan digunakan
3) Pekerja menyiapkan hand pallet yang akan digunakan
4) Pekerja menyiapkan plastik yang akan digunakan
b. Pemanasan dan perhitungan
1) Pekerja memanaskan mesin pres plastik yang akan digunakan
2) Pekerja menghitung 100 lembar hasil cetakan sesuai ukuran
c. Pengepresan
1) Pekerja memasukkan 100 lembar hasil cetak kedalam plastik
2) Pekerja mengepres plastik yang berisi 100 lembar hasil cetak menggunakan
mesin pres plastik
3) Pekerja meletakkan hasil pengemasan diatas pallet yang sudah disipakan
4) Pekerja mematikan mesin pres plastik saat semua boks nasi atau kue sudah
selesai di kemas
d. Akhir pekerjaan
1) Pekerja membawa pallet berisi kemasan siap edar boks nasi atau kue menuju
gudang penyimpanan
2) Pekerja membersihkan lingkungan area kerja
3) Pekerja meletakkan kembali APD dan hand pallet pada posisi awal
3. Melakukan identifikasi terhadap potensi bahaya dan kecelakaan yang terjadi pada
keseluruhan proses produksi terdapat beberapa potensi bahaya antara lain:
a. Pada tahap persiapan terdapat potensi bahaya yaitu APD yang tidak layak
digunakan.
b. Pada tahap pemanasan dan perhitungan terdapat potensi bahaya yaitu kontak
dengan mesin yang panas sehingga tangan terbakar mesin las plastic.
c. Pada saat pekerja mulai melakukan pengepresan pada plastik terdapat potensi
bahaya berupa kontak dengan mesin panas yang terbuka.
d. Pada tahap akhir pekerjaan terdapat potensi bahaya berupa pergerakan yang salah
saat bekerja sehingga tangan keseleo saat menarik hand pallet menuju gudang
penyimpanan.
4. Rekomendasi perbaikan
Rekomendasi perbaikan yang dapat diberikan pada proses ini adalah berupa tabel Job
57

Safety Analysis (JSA) yang nantinya dapat dijadikan sebagai prosedur kerja pegawai
sehingga pekerjaan dapat dilakukan secara aman dan dapat mengurangi terjadinya
kecelakaan kerja. Tabel Job Safety Analysis (JSA) untuk proses pengemasan dapat dilihat
pada Tabel 4.14.
Tabel 4.14
Job Safety Analysis (JSA) pada proses pengemasan
Job Title : Pengemasan Date : Desember 2018
CV. Cahaya Abadi Supervisor : Suyanto Analysis by : Meryne W.P
Department : Produksi Reviewed by : Suyanto
Required and/or Recommended Personal Protective Equipment :
sarung tangan
Recommended Action or
Sequence of Basic Job Steps Potential of Hazard
Procedure
1. Persiapan 1.1 APD tidak layak 1.1.1 Pastikan sarung tangan
a. Pekerja wajib digunakan tidak rusak atau robek
menggunakan alat 1.1.2 Gunakan APD dengan
pelindung diri benar
(APD) berupa 1.1.3 Letakkan kembali APD
sarung tangan pada tempat
b. Pekerja menyiapkan penyimpanan
pallet yang akan
digunakan
c. Pekerja menyiapkan
hand pallet yang
akan digunakan
d. Pekerja menyiapkan
plastik yang akan
digunakan
2. Pemanasan dan 2.1 Kontak dengan mesin 2.1.1 Menggunakan sarung
perhitungan yang panas tangan dengan benar agar
a. Pekerja memanaskan tangan terhindar dari
mesin pres plastik sentuhan langsung
yang akan digunakan dengan mesin las plastic
b. Pekerja menghitung
100 lembar hasil
cetakan sesuai
ukuran
3. Pengepresan 3.1 Kontak dengan mesin 3.1.1 Menggunakan sarung
a. Pekerja memasukkan panas yang terbuka tangan dengan benar agar
100 lembar hasil tangan terhindar dari
cetak kedalam sentuhan langsung
plastik dengan mesin las plastik
b. Pekerja mengepres
plastik yang berisi
100 lembar hasil
cetak menggunakan
mesin pres plastik
c. Pekerja meletakkan
hasil pengemasan
diatas pallet yang
sudah disipakan
d. Pekerja mematikan
58

Job Title : Pengemasan Date : Desember 2018


CV. Cahaya Abadi Supervisor : Suyanto Analysis by : Meryne W.P
Department : Produksi Reviewed by : Suyanto
Required and/or Recommended Personal Protective Equipment :
sarung tangan
Recommended Action or
Sequence of Basic Job Steps Potential of Hazard
Procedure
mesin pres plastik
saat semua boks nasi
atau kue sudah
selesai di kemas
4. Akhir pekerjaan 4.1 Pergerakan yang salah 4.1.1 Pekerja melakukan
a. Pekerja membawa saat menarik hand pallet gerakan dengan benar
pallet berisi kemasan ke gudang penyimpanan dan berhati-hati
siap edar boks nasi
atau kue menuju
gudang
penyimpanan
b. Pekerja
membersihkan
lingkungan area
kerja
c. Pekerja meletakkan
kembali APD dan
hand pallet pada
posisi awal

4.4.3 Analisis JSA dan FMEA


Analisis FMEA dilakukan untuk mengetahui tingkat resiko pekerjaan dan menentukan
poses mana saja yang perlu penanganan secara cepat dan diprioritaskan untuk ditangani.
Dari hasil perhitungan FMEA (Failure Mode and Effect Analysis) dapat diketahui bahwa
kasus kecelakaan kerja yang masuk pada RPN kritis dan diprioritaskan untuk ditangani
terdapat 4 kasus antara lain tangan terjepit mesin cetak, tangan terpotong di mesin cetak,
tangan terjepit di mesin laminasi, dan tangan tertimpa kertas roll. Dari penilaian FMEA
didapatkan pula penyebab kecelakaan kerja. Dari penyebab kecelakaan kerja tersebut akan
dilakukan evaluasi dan dianalisis menggunakan Job Safety Analysis (JSA). Hasil dari
analisis JSA ini adalah rekomendasi perbaikan untuk mencegah terjadinya kecelakaan kerja
yang berupa Tabel JSA yang dapat digunakan sebagai acuan perusahaan untuk menentukan
prosedur kerja yang aman untuk pekerja. Selain itu juga terdapat rekomendasi teknis
berupa penambahan pagar pelindung pada mesin cetak, penambahan pelindung transparan
pada mesin laminasi, dan pemasangan simbol K3 pada lingkungan kerja.
59

BAB V
PENUTUP

Pada bab ini akan dijelaskan tentang kesimpulan dan saran yang diperoleh dari analisis
hasil dan pembahasan serta saran yang dapat diberikan dari penelitian yang telah
dilakukan.

5.1 Kesimpulan
Berdasarkan analisis hasil penelitian yang telah dilakukan, didapatkan kesimpulan
yang dapat diambil sebagai berikut.
1. Analisis JSA terkait potensi bahaya tidak hanya dilakukan pada semua proses produksi
yang ada. Terdapat beberapa potensi yang terjadi pada keseluruhan proses adalah APD
tidak layak, pergerakan kerja yang salah, kontak dengan mesin yang bergerak, terkena
benda asing saat bekerja, menghirup benda asing saat bekerja, lantai yang licin, kontak
dengan alat kerja yang tajam, kontak dengan kertas sisa potong, alat kerja jatuh saat
bekerja, dan kontak dengan mesin panas yang terbuka.
2. Terdapat 4 kecelakaan kerja yang masuk pada RPN kritis dan harus diprioritaskan
penanganannya yaitu tangan terjepit mesin cetak, tengan terpotong di mesin cetak,
tangan terjepit mesin laminasi, dan tangan tertimpa kertas roll. Keempat kasus tersebut
terjadi dalam 2 proses produksi yang berbeda yaitu proses laminasi dan proses
pencetakan.
3. Dari hasil analisa FMEA, terdapat beberapa penyebab masalah yang menjadi
penyebab kecelakaan kerja 4 RPN kritis. Salah satu masalah utamanya adalah tidak
adanya prosedur kerja. Rekomendasi perbaikannya adalah dengan pembuatan tabel
JSA pada semua proses produksi. Selain rekomendasi prosedur kerja, juga diteliti
terkait rekomendasi teknis yang sesuai dengan 4 RPN kritis tersebut. Pada kasus
tangan terjepit mesin cetak diberikan rekomedasi penekanan garis batas aman di mesin
cetak. Pada kasus tangan terpotong di mesin cetak diberikan rekomendasi berupa
penambahan pagar pelindung pada mesin cetak. pada kasus tangan terjepit mesin
laminasi diberikan rekomendasi berupa penambahan pelindung transparan di mesin
laminasi. Pada kasus tangan tertimpa kertas roll diberikan rekomendasi berupa
pemasangan simbol keselamatan dan kesehatan kerja (K3).
60

5.2 Saran
Saran yang dapat diberikan dalam penelitian ini untuk penelitian selanjutnya adalah
sebagai berikut.
1. Perusahaan lebih memperhatikan tentang penerapan keselamatan dan kesehatan kerja
(K3) pada proses produksi.
2. Penerapan keselamatan dan kesehatan kerja (K3) bukan hanya pada proses produksi
melainkan pada seluruh departemen agar menciptakan lingkungan kerja yang aman
dan nyaman.
3. Pembuatan rekomendasi yang lebih akurat dengan menggunakan metode-metode yang
lebih kompleks.

Anda mungkin juga menyukai