Anda di halaman 1dari 2

Altruisme adalah perhatian terhadap kesejahteraan orang lain tanpa

memperhatikan diri sendiri. Perilaku ini merupakan kebajikan yang ada dalam
banyak budaya dan dianggap penting oleh beberapa agama. Gagasan ini sering
digambarkan sebagai aturan emas etika. Beberapa aliran filsafat, seperti
Objektivisme berpendapat bahwa altruisme adalah suatu keburukan. Altruisme
adalah lawan dari sifat egois yang mementingkan diri sendiri. Lawan dari altruisme
adalah egoisme.

Altruisme dapat dibedakan dengan perasaan loyalitas dan kewajiban. Altruisme


memusatkan perhatian pada motivasi untuk membantu orang lain dan keinginan
untuk melakukan kebaikan tanpa memperhatikan ganjaran, sementara kewajiban
memusatkan perhatian pada tuntutan moral dari individu tertentu (seperti Tuhan,
raja), organisasi khusus (seperti pemerintah), atau konsep abstrak (seperti
patriotisme, dsb). Beberapa orang dapat merasakan altruisme sekaligus kewajiban,
sementara yang lainnya tidak. Altruisme murni memberi tanpa memperhatikan
ganjaran atau keuntungan.

Konsep ini telah ada sejak lama dalam sejarah pemikiran filsafat dan etika, dan
akhir-akhir ini menjadi topik dalam psikologi (terutama psikologi evolusioner),
sosiologi, biologi, dan etologi. Gagasan altruisme dari satu bidang dapat
memberikan dampak bagi bidang lain, tapi metoda dan pusat perhatian dari bidang-
bidang ini menghasilkan perspektif-perspektif berbeda terhadap altruisme.

Istilah “altruisme” juga dapat merujuk pada suatu doktrin etis yang mengklaim
bahwa individu-individu secara moral berkewajiban untuk dimanfaatkan bagi orang
lain.

Suatu tindakan altruistik tidak berhenti pada perbuatan itu sendiri. Keberlanjutan
tindakan itu sebagai produknya dan bukan sebagai kebergantungan merupakan
salah satu indikasi dari moralitas altruistik. Moralitas altruistik tidak sekadar
mengandung kemurahan hati atau belas kasihan. Ia diresapi dan dijiwai oleh
kesukaan memajukan sesama tanpa pamrih. Karena itu, tindakannya menuntut
kesungguhan dan tanggung jawab yang berkualitas tinggi.

Altruistik diajarkan semua agama. Dari sudut pandang teologi, altruistik


merupakan suatu tindakan yang dijiwai oleh panggilan ilahi.
Kualitas iman atau agama justru harus diukur dari tindakan altruistik seseorang.
Seorang yang mengaku beragama atau beriman mestilah jiwa dan rohnya diresapi
kasih sayang terhadap sesama tanpa bersikap diskriminatif dan primordialistik.

Ciri utama moralitas altruistik adalah pengorbanan. Pemberian bantuan yang


didasarkan pada kebutuhan sesama disebut sebagai tindakan filantropik. Karena
itu, tindakan altruistik menjadi suatu yang diidealkan dalam ajaran-ajaran agama.
Bahwa sesama manusia harus dikasihi.

Altruisme adalah tindakan berkorban untuk menyejahterakan orang lain tanpa


menghiraukan balasan sosial maupun materi bagi dirinya sendiri. Dengan
pengertian yang lebih sederhana, altruisme dapat disamakan dengan menolong
orang lain. Dengan demikian begitu baiknya konsep altruisme jika diterapkan dalam
kehidupan sehari-hari. Namun, apakah konsep altruisme juga dapat diterapkan
dalam paham agama tertentu, sampai harus mengorbankan diri orang lain selain
dirinya sendiri.

Bangsa Indonesia memegang teguh altruisme dalam semboyan-semboyan seperti


“dahulukan kepentingan umum daripada kepentingan pribadi”, “gotong royong”,
“musyawarah untuk mufakat”. Dalam setiap ajaran agama manapun juga ditekankan
tentang altruisme, dimana kita harus saling menolong, saling mengasihi. Namun,
pada zaman sekarang nilai yang begitu penting dan dapat menjadi dasar untuk
membentuk suatu negara menjadi lebih baik sudah terkikis. Masyarakat mulai
melupakan dan meninggalkan nilai tersebut.

CONTOH:

Untuk menanggapi masalah yang terjadi dalam masyarakat sekarang ini, yaitu
semakin terkikisnya perilaku altruistik. Munculnya perilaku pengeboman bunuh diri
yang semakin mempertipis batas antara altruisme dengan fanatisme dan
ekstrimisme, perlu dijelaskan dan diluruskan kembali konsep altruisme itu seperti
apa sebenarnya. Untuk itu, Januar Rinaldo Pelokang, mewawancarai Sri Rahayu
Astuti, Dra., M.Si, pakar Psikologi Sosial dari Fakultas Psikologi Universitas
Padjadjaran di kampus Psikologi Universitas Padjadjaran, Jatinangor.

Anda mungkin juga menyukai