Anda di halaman 1dari 22

PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)

RUMAH SAKIT BAKTI TIMAH MUNTOK


Ilmu Jantung dan Pembuluh Darah
Gagal Jantung Kongestif ( Congestive Heart Failure/CHF)
1. Pengertian Gagagl jantung adalah berkurangnya kontraktilitas dan daya pompa
(Definisi) jantung untuk memompa darah ke jaringan untuk memenuhi
kebutuhan metabolisme tubuh.
Menurut paradigma baru (model neurohumoral), gagal jantung
adalah remodelling progresif akibat beban/ penyakit pada miokard
sehingga pencegahan progresifitas dilakukan dengan memberikan
penghambat neurohumoral.
Gagal jantung kongestif adalah keadaan di mana terjadi kegagalan
pada jantung kanan dan jantung kiri.
2. Anamnesis  Gagal jantung kiri :
o Dispnea
Dispnea saat beraktivitas menunjukkan gejala awal dari gagal
jantung kiri. Ortopnea (dispnea saat berbaring) terutama
disebabkan oleh redistribusi aliran darah dari bagian-bagian tubuh
yang di bawah ke arah sirkulasi sentral. Paroxysmal Nocturnal
Dyspnoe (PND) dipicu oleh timbulnya edema paru intertisial. PND
merupakan manifestasi yang lebih spesifik dari gagal jantung kiri
dibandingkan dengan dispnea atau ortopnea.
o Batuk
Terjadi akibat kongesti paru, terutama pada posisi berbaring.
Hemoptisis dapat disebabkan oleh perdarahan vena bronkial yang
terjadi akibat distensi vena.
o Mudah lelah
Terjadi karena curah jantung yang kurang menghambat jaringan
dari sirkulasi normal dan oksigen serta menurunnya pembuangan
sisa hasil katabolisme, juga terjadi karena meningkatnya energi
yang digunakan untuk bernafas dan insomnia yang terjadi karena
distress pernafasan dan batuk.
o Kegelisahan dan kecemasa
Terjadi akibat gangguan oksigenasi jaringan, stress akibat
kesakitan bernafas dan pengetahuan bahwa jantung tidak
berfungsi dengan baik.
 Gagal jantung kanan:
o Edema anasarka.
Edema ekstremitas bawah (edema dependen), biasanya edema
pitting disertai penambahan berat badan. Edema perifer terjadi
akibat penimbunan cairan dalam ruang interstisial. Edema mula-
mula tampak pada bagian tubuh yang tergantung, dan terutama
pada malam hari.
o Nokturia (diuresis malam hari)
Nokturia disebabkan oleh redistribusi cairan dan reabsorpsi pada
waktu berbaring, dan juga berkurangnya vasokontriksi ginjal pada
waktu istirahat.
o Anorexia dan mual
Terjadi akibat pembesaran vena dan statis vena dalam rongga
abdomen.

 Klasifikasi berdasarkan kapasitas fungsional menurut NYHA (New
York Heart Assosiation):
1. Kelas I
Tidak terdapat batasan dalam melakukan aktifitas fisik. Aktifitas
sehari-hari tidak menimbulkan kelelahan, palpitasi atau sesak nafas
2. Kelas II
Terdapat batasan aktifitas ringan. Tidak terdapat keluhan saat
istirahat, namun aktifitas fisik sehari-hari menimbulkan kelelahan,
palpitasi atau sesak nafas
3. Kelas III
Terdapat batasan aktifitas bermakna. Tidak terdapat keluhan saat
istirahat, tetapi aktifitas fisik ringan menyebabkan kelelahan,
palpitasi atau sesak
4. Kelas IV
 Tidak dapat melakukan aktifitas fisik tanpa keluhan. Terdapat
gejala saat istirahat. Keluhan meningkat saat melakukan aktifitas.

Gejala menuru klasifikasi lain untuk gagal jantung :


1. Tipikal
 Sesak nafas
 Ortopneu
 Paroxysmal nocturnal dyspnoe
 Toleransi aktifitas yang berkurang
 Cepat lelah
 Bengkak di pergelangan kaki
2. Non Tipikal
 Batuk di malam/dini hari
 Mengi
 Berat badan bertambah >2 kg/minggu
 Berat badan turun (gagal jantung stadium lanjut)
 Perasaan kembung/begah
 Nafsu makan menurun
 Depresi
 Pingsan
3. Pemeriksaan Fisik 1. Pemeriksaan TTV didapatkan takikardi, nadi irreguler, nafas
cepat
2. Peningkatan JVP
3. Apex jantung bergeser ke lateral
4. Terdapat rhonki basah di paru
5. Bunyi pekak di lapangan paru bawah tanda efusi pleura
6. Hepatomegali, acites
7. Edema perifer
8. Ditemukan bunyi jantung tambahan (bising jantung), suara
jantung gallop,
4. Kriteria Diagnosis Diagnosis dibuat berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik,
elektrokardiografi, foto toraks, ekokardiografi-doppler. Kriteria
Framingham dapat pula dipakai untuk diagnosis gagal jantung yaitu
dengan terpenuhinya 2 kriteria mayor atau 1 kriteria mayor dan 2
kriteria minor. Adapun kriteria Framingham sebagai berikut:

Kriteria Mayor
1. Paroksismal nocturnal dyspnea
2. Distensi vena leher
3. Ronki paru
4. Kardiomegali
5. Edema paru akut
6. Gallop S3
7. Peniggian tekanan vena jugularis
8. Refluk hepatojugular
Kriteria Minor :
1. Edema ekstrimitas
2. Batuk malam hari
3. Dispnea d’effort
4. Hepatomegali
5. Efusi pleura
6. Penurunan kapasitas vital 1/3 dari normal
7. Takikardia >120x/menit
5. Diagnosis Kerja Congestive Heart Failure NYHA I,II,III atau IV
6. Diagnosis Banding 1. Asma bronkial eksaserbasi akut
2. Pneumonia
3. Penyakit Paru Obstruktif Kronis
4. Gagal ginjal kronis
7. Pemeriksaan 1. Elektrokardiografi (EKG)
Penunjang EKG digunakan untuk menilai adanya sinus takikardi/bradikardi,
atrial takikardi/fluter/fibrilasi, aritmia ventrikel, iskemia/infark,
hipertrovi ventrikel, gelombang Q, Blok atrioventrikuler,
mikrovolatase, dan durasi QRS > 0,12 detik dengan morfologi
LBBB (Left Bundle Brunch Block)
2. Rontgen Thoraks
Rontgen untuk menilai adanya kardiomegali, hipertrofi ventrikel,
kongesti vena paru, efusi pleura, area paru hiperlusen, infeksi paru
dan infiltrat
3. Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium yang diperlukan adalah hemoglobin,
kadar elektrolit terutama natrium dan kalium, ureum, kreatinin, tes
fungsi hati (SGOT/SGPT), albumin, gula darah sewaktu.
4. Ekokardiografi
Penilaian yang dilakukan adalah fraksi ejeksi ventrikel kiri, fungsi
ventrikel kiri global dan fokal, diameter en diastolik, diameter end
sistolik, ukuran atrium kiri, ketebalan ventrikel kiri, struktur dan
fungsi katup, vena cava, dan lainnya yang mendukung.
8. Tatalaksana 1. Non Farmakalogi
 Edukasi
Terangkan hubungan keluhan, gejala dengan pengobatan.
Aktivitas sosial dan pekerjaan diusahakan agar dapat dilakukan
seperti biasa. Sesuaikan kemampuan fisik dengan profesi yang
masih bisa dilakukan.
 Tindakan Umum
 Diet (hindarkan obesitas, rendah garam 2 g pada gagal
jantung ringan dan 1 g pada gagal jantung berat, jumlah
cairan 1 liter pada gagal jantung berat dan 1,5 liter pada gagal
jantung ringan.
 Hentikan rokok
 Hentikan alkohol pada kardiomiopati. Batasi 20-30 g/hari
pada yang lainnya.
 Aktivitas fisik (latihan jasmani : jalan 3-5 kali/minggu selama
20-30menit atau sepeda statis 5 kali/minggu selama 20 menit
dengan beban 70-80% denyut jantung maksimal pada gagal
jantung ringan dan sedang).
 Istirahat baring pada gagal jantung akut, berat dan
eksaserbasi akut.
2. Farmakologik
Terapi farmakologik terdiri atas; panghambat ACE, Antagonis
Angiotensin II, diuretik, antagonis aldosteron, β-blocker,
vasodilator lain,digoksin, obat inotropik lain, anti-trombotik, dan
anti-aritmia.
 Diuretik.
Kebanyakan pasien dengan gagal jantung membutuhkan paling
sedikit diuretik reguler dosis rendah. Permulaan dapat
digunakan loop diuretik atau tiazid. Bila respon tidak cukup
baik, dosis diuretik dapat dinaikkan, berikan diuretik intravena,
atau kombinasi loop diuretik dengan tiazid. Diuretik hemat
kalium, spironolakton, dengan dosis 25-50mg/hari dapat
mengurangi mortalitas pada pasien dengan gagal jantung sedang
sampai berat (kelas fungsional IV) yang disebabkan gagal
jantung sistolik.
 Penghambat ACE
Bermanfaat untuk menekan aktivitas neurohormonal, dan pada
gagal jantung yang disebabkan disfungsi sistolik ventrikel kiri.
Pemberian dimulai dengan dosis rendah, dititrasi selama
beberapa minggu sampai dosis yang efektif.
 Angiotensin II antagonis reseptor
Dapat digunakan bila ada intoleransi terhadap ACE ihibitor.
 Penyekat Beta
Bermanfaat sama seperti penghambat ACE. Pemberian dimulai
dosis kecil, kemudian dititrasi selama beberapa minggu dengan
kontrol ketat sindrom gagal jantung. Biasanya diberikan bila
keadaan sudah stabil. Pada gagal jantung klas fungsional II dan
III. Penyekat Beta yang digunakan carvedilol, bisoprolol atau
metaprolol. Biasa digunakan bersama-sama dengan penghambat
ACE dan diuretik.
 Digoksin
Diberikan untuk pasien simptomatik dengan gagal jantung
disfungsi sistolik ventrikel kiri dan terutama yang dengan
fibrilasi atrial, digunakan bersama-sama diuretik, ACE inhibitor,
beta blocker.
 Antikoagulan dan antiplatelet
Aspirin diindikasikan untuk pencegahan emboli serebral pada
penderita dengan fibrilasi atrial dengan fungsi ventrikel yang
buruk. Antikoagulan perlu diberikan pada fibrilasi atrialkronis
maupun dengan riwayat emboli, trombosis dan Trancient
Ischemic Attacks, trombus intrakardiak dan aneurisma ventrikel.
 Antiaritmia
Tidak direkomendasikan untuk pasien yang asimptomatik atau
aritmia ventrikel yang menetap. Antiaritmia klas I harus
dihindari kecuali pada aritmia yang mengancam nyawa.
Antiaritmia klas III terutama amiodaron dapat digunakan untuk
terapi aritmia atrial dan tidak digunakan untuk terapi aritmia
atrial dan tidak dapat digunakan untuk mencegah kematian
mendadak.
 Antagonis kalsium
Umumnya dihindari kecuali CCB dengan efek rate control.
Jangan menggunakan kalsium antagonis untuk mengobati
angina atau hipertensi pada gagal jantung
9. Edukasi 1. Penjelasan tentang apa itu gagal jantung kongestif(Definisi)
(Hospital Health 2. Apa yang dilakukan selama dirumah sakit
Promotion) (Pengawasan/Monitoring, Pemeriksaan Penunjang,
Tatalaksana)
3. Berapa lama perawatan
4. Jelaskan terkait dengan kemungkinan prognosis dan perawatan
nanti saat di rumah
10. Prognosis Pasien dengan gagal jantung sangatlah sulit untuk ditentukan
prognosisnya, selain karena hal ini merupakan multifaktorial, juga
tidak semua prediktor dapat ditentukan dengan pasti.
11. Tingkat Evidens Level 1a, Level 1b, Level IIa, Level IIb, Level IIIa, Level IIIb, dan
Level IV
12. Tingkat
A,B,C
Rekomendasi
13. Penelaah Kritis Komite medik Rumah Sakit Bakti Timah Muntok
14. Indikator
15. Kepustakaan 1. Panduan Pelayanan Medik. PAPDI. 2009.
2. Usatine, R.P. The Color Atlas Of Family Medicine. 2009.
(Usatine, et al., 2008)
3. Rakel, R.E. Rakel, D.P.Textbook Of Family Medicine.2011. (RE
& Rakel, 2011)
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)
RUMAH SAKIT BAKTI TIMAH MUNTOK
Ilmu Penyakit Dalam
Asma Bronkial Eksaserbasi Akut
1. Pengertian Asma bronkial adalah gangguan inflamasi kronis saluran nafas yang
(Definisi) dihubungkan dengan hiperresponsif jalan nafas yang menimbulkan
gejala episodik berulang berupa mengi, sesak nafas, dada terasa berat
dan batuk terutama malam atau dini hari.
2. Anamnesis  Bersifat episodik, seringkali reversibel dengan atau tanpa
pengobatan
 Gejala berupa batuk, sesak nafas, rasa berat di dada dan berdahak
 Gejala timbul / memburuk terutama di malam/dini hari
 Diawali oleh faktor pencetus yang bersifat individu
 Respon terhadap pemberian obat-obat asma bronkodilator
 Riwayat alergi dan asma di keluarga
 Riwayat alergi dan asma pada pasien
 Penyakit lain yang menyertai
 Perkembangan penyakit dan pengobatan

3. Pemeriksaan  Lebih nyaman dengan posisi duduk tegak


Fisik  Frekuensi nafas (Respiratory Rate/RR) >30x/menit pada serangan
asma ringan sampai berat
 Takikardi >120x/menit pada serangan asma berat
 Adanya penggunaan otot bantu nafas yakni retraksi otot
sternokleidomasteoideus dan suprasternal pada serangan asma berat
 Mengi di saat akhir ekspirasi
 Sianosis, gelisah dan sukar bicara pada serangan berat
 Terdapat hiperinflasi paru pada serangan berat
 Saturasi oksigen perifer bisa tetap terjaga >92% ataupun lebih
rendah yang menunjukkan ciri gagal nafas
4. Kriteria Klasifikasi berat serangan asma akut :
Diagnosis 1. Serangan ringan
 Sesak nafas saat berjalan
 Posisi dapat tidur terlentang
 Mampu berbicara dalam bentuk kalimat penuh
 Kesadaran mungkin gelisah
 Frekuensi nafas <20x/menit, nadi <100x/menit
 Pulsus paradoksus 10 mmhg
 Otot bantu nafas dan retraksi suprasternal tidak ada
 Mengi di akhir ekspirasi paksa
 APE >80%, PaO2 >80mmhg, PaCO2<45mmhg, SaO2 >95%
2. Serangan Sedang
 Sesak nafas saat berbicara
 Posisi duduk
 Mampu berbicara dalam beberapa kata
 Kesadaran gelisah
 Frekuensi nafas 20-30x/menit, nadi 100-120x/menit
 Pulsus paradoksus ±10-20 mmhg
 Otot bantu nafas dan retraksi suprasternal ada
 Mengi di akhir ekspirasi
 APE 60-80%, PaO2 80-60mmhg, PaCO2 <45mmhg, SaO2
91-95%
3. Serangan Berat
 Sesak nafas saat istirahat
 Posisi duduk membungkuk
 Mampu berbicara kata demi kata
 Kesadaran gelisah
 Frekuensi nafas <30x/menit, nadi <120x/menit
 Pulsus paradoksus >25 mmhg
 Otot bantu nafas dan retraksi suprasternal ada
 Mengi saat inspirasi dan akhir ekspirasi
 APE <60%, PaO2 <60mmhg, PaCO2>45mmhg, SaO2 <90%
4. Mengancam nyawa
 Mengantuk, gelisah, kesadaran turun
 Kelelahan otot torakoabdominal
 Silent Chest
5. Diagnosis Kerja Asma bronkial eksaserbasi akut serangan ringan
Asma bronkial eksaserbasi akut serangan sedang
Asma bronkial eksaserbasi akut serangan berat
6. Diagnosis 1. Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK)
Banding 2. Bronkitis Kronis
3. Gagal Jantung Kongestif
4. Obstruksi Mekanis (Tumor )
5. Emboli Paru
7. Pemeriksaan Pemeriksaan yang diperlukan :
Penunjang  AGD (Analisa Gas Darah)
Hanya dilakukan untuk asma serangan berat dan mengancam nyawa.
Namun dengan pulse oksimetri sudah dapat dinilai derajat serangan
asma serta kemungkinan adanya distres.
 Foto thoraks
Dilakukan jika terdapat kecurigaan adanya pneumothorak, emfisema
subkutis, suara nafas yang asimetris dan instabilitas kardiovaskular
 Monitor irama jantung
Dilakukan pada pasien dengan riwayat jantung sebelumnya. Karena
jika gangguan irama jantung disebabkan oleh asma, diharapkan jika
serangan asma di atasi irama jantung kembali normal
8. Tatalaksana Pengobatan Awal
 Oksigenasi dengan nasal kanul
 Inhalasi agonis beta-2 kerja singkat (nebulisasi) setiap 20 menit
dalam 1 jam atau agonis beta-2 injeksi (Terbutalin 0,5 ml subkutan
atau adrenalin 1/1000 0,3 ml subkutan)
 Kortikosteroid sistemik
o Serangan asma berat
o Tidak ada respon segera dengan pengobatan bronkodilator
 Antibiotik tidak rutin diberikan kecuali disertai dengan infeksi
bakteri yakni sputum purulen dan demam
 Mukolitik tidak menunjukkan manfaat berarti pada serangan asma
bahkan memperburuk batuk dan obstruksi jalan nafas

Nilai kembali setelah 1 jam yakni pemeriksaan fisik, saturasi O2 dan


pemeriksaan lain sesuai indikasi. Jika :
 Respon baik
o Respon baik dan stabil dalam 60 menit
o Pemeriksaan fisik normal
o Saturasi O2 >90%
o APE >70% prediksi/nilai terbaik
o Pasien dapat dipulangkan dengan pengobatan inhalasi agonis
beta-2 dilanjutkan, kortikosteroid oral
o Edukasi pasien cara memakai obat yang benar di rumah
 Respon tidak sempurna
o Resiko tinggi untuk distres
o Pemeriksaan fisik ditemukan gejala ringan-sedang
o APE >50% tetapi < 70%
o Saturasi O2 tidak ada perbaikan
o Pasien harus dirawat di RS dengan terapi :
 Inhalasi agonis beta-2 + antikolinergik
 Kortikosteroid sistemik
 Aminofilin drip
 Terapi oksigen dengan nasal kanul atau masker
 Pantau APE, SaO2, Nadi
o Jika ada perbaikan maka pasien dapat di pulangkan dengan
melanjutkan pengobatan oral. Jika tidak perbaikan makan
pasien harus dirawat di ruang ICU
 Respon buruk
o Resiko tinggi distres
o Pemeriksaan fisik ditemukan berat, gelisah dan kesadaran
menurun
o APE <30%, PaCO2 >45%, PaO2 <60%
o Pasien harus dirawat di ruang ICU dengan terapi :
 Inhalasi beta-2 agonis + antikolinergik
 Kortikosteroid IV
 Pertimbangkan beta-2 agonis injeksi SC/IM/IV
 Terapi oksigen dengan NRM
 Aminofilin drip
 Mungkin perlu intubasi dan ventilasi mekanik sesui
kondisi

Jenis obat-obatan dalam penanganan asma:


 Agonis beta-2 dengan inhalasi atau dengan spacer
Agonis beta-2 kerja singkat contonya yakni Terbutalin (0,25-0,5 mg
3-4x/hari), Salbutamol ( inhalasai 200mcg 3-4x/hari, oral 1-2 mg 3-
4x/hari), Fenoterol (200mcg 3-4x/hari).
Agonis beta-2 kerja lambat yakni metilxantin. Contohnya aminofilin
intravena dengan dosis 5-6 mg/kgBB/bolus dilarutkan dengan NaCL
0,9% atau dextrose 5% dengan perbandingan 1:1. Jika telah mendapat
aminofilin 6 jam sebelumnya maka dosis diturunkan setengahnya.
Pemberian lanjutan secara drip dosis 0,5-0,9 mg/kgBB/jam.
 Kombinasi agonis beta-2 dengan iprapatium bromida
Dosisnya IDT 40 mcg 3-4x/hari atau solutio (nebulisasi) 0,25 mg
setiap 6 jam
 Glukokortikoid
Metilprednisolon 60-80 mg atau hidrokortison 300-400 mg intravena
 Epinefrin
Dosisnya adalah adrenalin 1/1000 0,3 ml subkutan
9. Edukasi 1. Penjelasan tentang apa itu asma bronkial serangan akut (Definisi)
(Hospital Health 2. Apa yang dilakukan selama dirumah sakit
Promotion) (Pengawasan/Monitoring, Pemeriksaan Penunjang, Tatalaksana)
3. Apa yang dapat pasien lakukan untuk membantu diagnosis
(Memberitahukan apabila terdapat perburukan gejala)
4. Berikan inform consent tentang tindakan intubasi dan pemakaian
ventilator jika dibutuhkan
10. Prognosis Prognosis berdasarakan derajat dan ketepatan dalam penatalaksanaan.
Namun pada umunya :
o Ad vitam : dubia ad bonam
o Ad sanationam : dubia ad bonam
o Ad fungsionam : dubia ad bonam
11. Tingkat Evidens Level 1a, Level 1b, Level IIa, Level IIb, Level IIIa, Level IIIb, dan
Level IV
12. Tingkat
A,B,C,D
Rekomendasi
13. Penelaah Kritis Komite medik Rumah Sakit Bakti Timah Muntok
14. Indikator
15. Kepustakaan 1. Pedoman Diagnosis & Penatalaksanaan Asma di Indonesia
Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2003
2. Sedoyo, Ara W. Obstruksi Saluran Pernapasan Akut dalam Buku
Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II edisi V. 2008.Hal 2220-2225.
Semarang
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)
RUMAH SAKIT BAKTI TIMAH MUNTOK
Ilmu Penyakit Dalam
Diabetes Mellitus (DM) Tipe II
1. Pengertian Suatu kelompokpenyakit metabolik dengan karakteristik
(Definisi) hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja
insulin atau kedua-duanya. Hiperglikemia kronik pada DM
berhubungan dengan kerusakan jangka panjang, disfungsi atau
kegagalan beberapa organ tubuh seperti mata, ginjal, saraf, jantung,
dan pembuluh darah.
2. Anamnesis  Gejala khas DM yakni :
o Poliuria (sering buang air kecil)
o Polidipsi (sering minum)
o Polifagia (sering merasa lapar)
o Berat badan turun
 Gejala tidak khas DM yakni :
o Lemas, kesemutan, luka yang sulit sembuh
o Gatal, mata kabur, disfungsi ereksi pria dan priritus (gatal)
pada daerah vulva pada wanita
 Riwayat DM dari keluarga
3. Pemeriksaan Fisik  Penilaian berat badan
 Mata : Penurunan visus, lensa mata buram
 Ektrimitas : Uji sensibilitas kulit dengan mikrofilamen
4. Kriteria Diagnosis  Gejala khas DM + glukosa plasma sewaktu ≥ 200 mg/dl
(11,1mmol/L). Glukosa plasma sewaktu merupakan hasil
pemeriksaan sesaat pada satu hari tanpa memperhatikan waktu
makan terakhir. Atau
 Gejala khas DM + glukosa plasma puasa ≥ 126 mg/dl (7,0
mmol/L). Puasa diartikan pasien tidak mendapatkan kalori
tambahan sedikitnya 8 jam.
 Glukosa plasma 2 jam pada TTGO ≥200mg/dl (11,1mmol/L).
TTGO dilakukakan dengan standar WHO menggunakan beban
glukosa yang setara dengan 75 gram glukosa anhidrus yang
dilarutkan ke dalam air

Pemeriksaan penyaringan DM dilakukan pada individu dengan


Indeks Massa Tubuh (IMT) ≥25 kg/mm2 dengan faktor resiko di
bawah :
 Aktivitas fisik kurang
 Riwayat keluarga mengidap DM
 Masuk kelompok etnik resiko tinggi (African, American, Latino)
 Wanita dengan riwayat melahirkan bayi dengan berat ≥4000 gram
atau riwayat Diabetes Melitus Gestasional (DMG)
 Hipertensi (tekanan darah ≥ 140/90 mmhg) atau sedang dalam
terapi obat anti hipertensi
 Kolesterol HDL < 35 mg/dl dan atau trigliserida ≥250 mg/dl
 Wanita dengan sindrom polikistik ovarium
 RiwayatToleransi Gllukosa Terganggu (TGT) atau Gula Darah
Puasa (GDPT)
 Keadaan lain yang berhubungan dengan resistensi insulin
(obesitas)
 Riwayat penyakit kardiovaskuler

Pada penapisan dapat dilakukan pemeriksaan gula darah puasa atau


sewaktu atau TTGO. Untuk kelompok resiko tinggi yang hasilnya
pemeriksaan penyaring negatif, pemeriksaan ulang dilakukan tiap
tahun. Bagi mereka berusia ≥ 45 tahun tanpa faktor resiko,
pemeriksaan penyaring dilakukan setiap 3 tahun atau lebih cepat
tergantung klinis.
5. Diagnosis Kerja Diabetes Mellitus Tipe 2
6. Diagnosis Banding -
7. Pemeriksaan  Pemeriksaan gula darah
Penunjang Pemeriksaan gula darah dilakukan dengan memakai sample darah
utuh (whole blood), vena ataupun kapiler dengan memperhatikan
angka-angka kriteria diagnostik yang berbeda sesuai pembakuan
oleh WHO. Kriteria diagnostik DM dan gangguan toleransi glukosa
adalah :
o Konsentrasi glukosa darah sewaktu (plasma vena)
≥200mg/dl atau
o Konsentrasi glukosa darah puasa >126mg/dl atau
o Konsentrasi glukosa darah >200 mg/dl pada 2 jam setelah
beban glukosa 75 gram pada TTGO
 Pemeriksaan TTGO (Tes Toleransi Glukosa Oral)
Cara pemeriksaannya adalah :
o Tiga hari sebelum pemeriksaan tetap makan seperti biasa
(karbohidrat cukup) dan tetap melakukan kegiatan
jasmani seperti biasa
o Berpuasa paling sedikit 8 jam sebelum pemeriksaan,
minum air putih tanpa gula diperbolehkan.
o Diperiksa konsentrasi glukosa darah puasa
o Diberikan glukosa 75 gram (orang dewasa) atau 1,75
gram/kgBB (anak-anak), dilarutkan dalam air 250 ml dan
diminum dalam waktu 5 menit
o Berpuasa kembali sampai pengambilan sample untik
pemeriksaan 2 jam setelah minum larutan glukosa selesai
o Diperiksa glukosa darah 2 jam setelah beban glukosa
o Selama proses pemeriksaan subyek yang diperiksa tetap
istirahat dan tidak merokok
Hasil pemeriksaannya yakni :
o <140 mg/dl artinya normal
o 140-<200 mg/dl artinya toleransi gula terganggu (TGT)
o ≥ 200mg/dl artinya diabetes
 Indeks penetuan derajat kerusakan sel beta dan Indeks proses
diabetogenik. Kedua pemeriksaan ini tidak dapat dilakukan di RS
yang belum dilengkapi fasilitas laboratorium terkini
 Urinalisis untuk menilai kadar glukosa urin
 Funduskopi pada pasien dengan keluhan gangguan mata
 Pemeriksaan fungsi ginjal
 EKG
 Rontgen thoraks
8. Tatalaksana 1. Farmakologi
 Golongan Insulin Sensitizing
o Biguanid
 Farmakokinetik dan farmakodinamik
Golongan biguanid yang sering dipakai adalah metformin.
Terdapat dalam konsentrasi tinggi di usus dan hati, tidak
dimetabolisme tetapi secara cepat dikeluarkan melalui ginjal
sehingga diberikan 2-3 kali sehari. Mencapai kadar tertinggi
dalam darah setelah 2 jam dan diekskresi lewat urin dalam
keadaan utuh dengan waktu paruh 2,5 jam.

 Mekanisme kerja
Metformin meningkatkan pemakaian glukosa oleh sel usus
sehingga menurunkan glukosa darah, menghambat absorbsi
glukosa di usus sesudah asupan makan, tidak memiliki efek
stimulasi pada sel beta pankreas sehingga tidak
mengakibatkan hipoglikemia. Dapat digunakan sebagai
monoterapi ataupun terapi kombinasi dengan obat lainnya.
Paling efektif untuk DM pada orang gemuk karena metformin
berfungsi mengurangi resistensi insulin, mencegah
penambahan berat badan dan memperbaiki profil lipid.
 Efek samping dan kontraindikasi
Efek samping ke gastrointestinal tidak jarang. Tidak boleh
diberikan pada gangguan ginjal, gangguan hati, infeksi berat,
pengguna alkohol, dan usia >80 tahun
o Glitazon
 Farmakokinetik dan farmakodinamik
Diabsorbsi dengan cepat dan mencapai konsentrasi tertinggi
setelah 1-2 jam. Waktu paruh rosiglitazon 3-4 jam dan
pioglitazon 3-7 jam
 Mekanisme kerja
Tidak menstimulasi sel beta pankreas dan memetabolisme
glukosa dan lipid. Rosiglitazon meningkatkan LDL dan HDL
tidak trigliserida. Pioglitazon netral pada LDL, menurunkan
trigliserida dan menaikkan HDL. Dosis rosiglitazon 4-8
mg/hari.
 Efek samping dan kontraindikasi
Dapat menyebabkan peningkatan berat badan dan edema
akibat retensi cairan jika bersama insulin. Infeksi saluran
nafas ats, sakit kepala, anemia dilusional merupakan efek
samping. Tidak boleh diberikan pada pasien jantung dan
gangguan hati
 Golongan sekretagok insulin
o Sulfonilurea (SU)
 Farmakokinetik dan farmakodinamik
Waktu paruh 4 jam pada masa akut dan 12 jam pada pemakaian
jangka panjang > 12 minggu.
 Mekanisme kerja
Merangsang sel beta pankreas untuk mengeluarkan insulin
sehingga tidak bisa diberikan pada DM tipe 1. SU terdiri dari
3 generasi yaitu generasi 1 (acetohexamide, tolbutamide,
chlorpropamide), generasi 2 (glibenklamid, glipizide,
glicazide) dan generasi 3 (glimepirid). Dapat dikombinasi
dengan insulin. Efektif diberikan 30 menit sebelum makan.
 Efek samping dan kontraindikasi
Dapat meningkatkan berat badan, gangguan pencernaan,
gangguan enzim hati dan flushing. Tidak boleh diberikan pada
gangguan ginjal, hati, hamil dan menyusui.
o Glinid
Cara kerja mirip SU namun waktu paruh pendek dan langsung
dimetabolisme di hati sehingga hanya menurunkan gula darah
prandial. Contohnya adalah repaglinid dan nateglinid.
 Penghambat alfa oksidase
o Farmakokinetik dan farmakodinamik
Acarbose dimetabolisme dalam saluran pencernaan. Waktu paruh
2 jam dan sebagian besar diekskresi di feses. Berfungsi
menurunkan penyerapan glukosa dan menurunkan hiperglikemia
postprandial. Tidak berpengaruh terhadap kadar insulin.
o Mekanisme kerja
Berfungsi memperlambat pemecahan dan penyerapan karbohidrat
di usus halus, menghambat dan memperpanjang peningkatan gula
darah postprandial.
o Efek samping dan kontraindikasi
Gejala gastrointestinal seperti meteorismus, flatulence, dan diare.
Tidak boleh diberikan pada obstruksi daluran cerna, sirosis hati
dan gangguan ginjal.
2. Non Farmakologi
o Diet Makan
Jenis bahan makanan yakni
 Karbohidrat
Sumber energi karbohidrat sebesar 55-65% dari total
kebutuhan energi dan tidak boleh >70%
 Protein
Dianjurkan 10-15% dari total kalori per hari. Pembatasan
asupan sampai 40 gram per hari.
 Lemak
Pembatasan konsumsi lemak jenuh sampai 10% dari total
kalori per hari
Perhitungan jumlah kalori harus di hitung dulu status gizi pasien
dengan rumus Brocca. Langkah nya yakkni :
 Hitung berat badan idaman
Berat Badan Idaman : (TB cm -100)-10%
Pada laki-laki <160 cm dan wanita <150 cm tidak dikurangi
10%.
 Penentuan status gizi
Berat Badan kurang : BB <90 % BBI
Berat Badan Normal : BB 90-110% BBI
Berat badan lebih : BB 110-120% BBI
Gemuk : BB > 120% BBI
 Penentuan kebutuhan kalori
- Kebutuhan basal:
Laki-laki : BBI (kg) x 30 kal
Wanita : BBI (kg) x 25 kal
- Penyesuaiana :
Umur di atas 40 tahun : -5%
Altivitas ringan (duduk,nonton) : +10%
Aktifitas sedang (kantoran,rumah tangga) : +20%
Aktifitas berat (olahragawan, becak) : +30%
Berat badan gemuk :-20%
Berat badan lebih : -10%
Berat badan kurus : +20%
- Stres metabolik (infeksi,stroke) : +10-30%
- Kehamilan trimester I dan II : +300kal
- Kehamilan trimester III dan menyusui : +500 kal
Makanan dibagi dalam 3 porsi besar untuk makan pagi (20%),
siang (30%), malam (25%) serta 2-3 porsi ringan (10-15%)

Jenis diet untuk diabetes mellitus:


 Diet DM I
Jumlah energi 1100 kkal, karbohidrat 172 gr, protein 43 gr,
lemak 30 gr
 Diet DM II
Jumlah energi 1300 kkal, karbohidrat 192 gr, protein 45 gr,
lemak 35 gr
 Diet DM III
Jumlah energi 1500 kkal, karbohidrat 237 gr, protein 51,5 gr,
lemak 36,5 gr
 Diet DM IV
Jumlah energi 1700 kkal, karbohidrat 275 gr, protein 55,5 gr,
lemak 36,5 gr
 Diet DM V
Jumlah energi 1900 kkal, karbohidrat 299 gr, protein 60 gr,
lemak 48 gr
 Diet DM VI
Jumlah energi 2100 kkal, karbohidrat 319 gr, protein 62 gr,
lemak 53 gr
 Diet DM VII
Jumlah energi 2300 kkal, karbohidrat 369 gr, protein 73 gr,
lemak 59 gr
 Diet DM VIII
Jumlah energi 2500 kkal, karbohidrat 396 gr, protein 80 gr,
lemak 62 gr
Keterangan :
Diet tipe I-III untuk penderita DM dengan obesitas
Diet tipe IV-V untuk penderita DM tanpa komplikasi
Diet tipe VI-VIII untuk penderita DM dengan komplikasi, kurus

o Latihan jasmani
Prinsip latihan jasmani pada DM :
 Frekuensi per minggu sebaiknya teratur 3-5 kali
 Intensitas ringan dan sedanng
 Durasi 30-60 menit
 Jenis latihan jasmani endurans seperti jogging, renang dan
sepeda
9. Edukasi 1. Penjelasan tentang apa itu diabetes melitus (Definisi)
(Hospital Health 2. Apa yang dilakukan selama dirumah sakit
Promotion) (Pengawasan/Monitoring, Pemeriksaan Penunjang,
Tatalaksana)
3. Berapa lama perawatan
10. Prognosis o Ad vitam : dubia ad bonam
o Ad sanationam : dubia ad bonam
o Ad fungsionam : dubia ad malam jika sudah ada komplikasi
11. Tingkat Evidens Level 1a, Level 1b, Level IIa, Level IIb, Level IIIa
12. Tingkat
A,B,C
Rekomendasi
13. Penelaah Kritis Komite medik Rumah Sakit Bakti Timah Muntok
14. Indikator
15. Kepustakaan 1. Sedoyo, Ara W. Diabetes Melitus dalam Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam Jilid II edisi V. 2008.Hal 1875-1899. Semarang
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)
RUMAH SAKIT BAKTI TIMAH MUNTOK
Ilmu Bedah
Appendisitis Akut
1. Pengertian Apendisitis akut adalah radang yang timbul secara mendadak pada
(Definisi) apendik, merupakan salah satu kasus akut abdomen yang paling
sering ditemui, dan jika tidak ditangani segera dapat menyebabkan
perforasi
2. Anamnesis  Tidak nafsu makan (anoreksia), mual dan muntah yang timbul
beberapa jam sesudahnya, merupakan kelanjutan dari rasa nyeri
yang timbul saat permulaan.
 Nyeri saat buang air kecil juga timbul apabila peradangan
apendiks dekat dengan kantung kemih
 Sebelum datangnya rasa nyeri dan beberapa penderita mengalami
diare
 Demam yang tidak terlalu tinggi yaitu suhu antara 37,50C -
38,50C tetapi bila suhu lebih tinggi, diduga telah terjadi perforasi
 Variasi lokasi anatomi apendiks akan menjelaskan keluhan lokasi
nyeri yang beragam. Sebagai contoh apendiks yang panjang
dengan ujung yang mengalami peradangan di kuadran kiri bawah
akan menyebabkan nyeri di daerah tersebut, apendiks retrosekal
akan menyebabkan nyeri pinggang atau punggung, apendiks
pelvikal akan menyebabkan nyeri pada supra pubik dan apendiks
retroileal bisa menyebabkan nyeri testikuler, mungkin karena
iritasi pada arteri spermatika dan ureter
3. Pemeriksaan  Inspeksi
Fisik o Penderita berjalan membungkuk sambil memegangi perutnya
yang sakit
o Kembung bila terjadi perforasi
o Penonjolan perut kanan bawah terlihat pada appendikuler
abses.
 Palpasi
o Terdapat nyeri tekan Mc Burney
o Adanya rebound tenderness (nyeri lepas tekan)
o Adanya defans muscular
o Rovsing sign positif
o Psoas sign positif
o Obturator Sign positif
 Perkusi
Nyeri ketok (+)
 Auskultasi
Peristaltik normal, peristaltik tidak ada pada illeus paralitik karena
peritonitis generalisata akibat appendisitis perforata.
 Colok dubur
Nyeri tekan pada jam 9-12

Tanda Peritonitis umum (perforasi) :


 Nyeri seluruh abdomen
 Pekak hati hilang
 Bising usus hilang

Apendiks yang mengalami gangren atau perforasi lebih sering


terjadi dengan gejala-gejala sebagai berikut:
 Gejala progresif dengan durasi lebih dari 36 jam
 Demam tinggi lebih dari 38,5oC
 Lekositosis (AL lebih dari 14.000)
 Dehidrasi dan asidosis
 Distensi
 Menghilangnya bising usus
 Nyeri tekan kuadran kanan bawah
 Rebound tenderness sign
 Rovsing sign
 Nyeri tekan seluruh lapangan abdominal
4. Kriteria Riwayat penyakit dan pemeriksaan fisik masih merupakan dasar
Diagnosis diagnosis apendisitis akut.
Alvarado skor :
Gejala Nilai
 Anorexia 1
 Nausea,vomitting 1
 Migration of pain 1
 Tenderness in right lower quadrant 2
 Rebound pain 1
 Elevation of temperature 1
 Leukocytosis 2
 Shift to the left 1

Diagnosis appendisitis akut berdasarkan Alvarado skor :


 Skor alvarado ≤ 3 kemungkinan bukan appendisitis
 Skor alvarado 4-6 mungkin appendisitis
 Skor alvarado 6-8 kemungkinan besar appendisitis
 Skor alvarado 9-10 pasti appendisitis
5. Diagnosis Kerja Appendisitis akut
6. Diagnosis  Kolesistitis akut
Banding  Divertikel Mackelli
 Enteritis regional
 Pankreatitis
 Batu ureter
 Cystitis
 Kehamilan Ektopik Terganggu (KET)
 Salpingitis akut
7. Pemeriksaan  Laboratorium darah perifer lengkap
Penunjang o Pada apendisitis akut, 70-90% hasil laboratorium nilai leukosit
dan neutrofil akan meningkat.
o Pada anak ditemukan lekositosis 11.000-14.000/mm3, dengan
pemeriksaan hitung jenis menunjukkan pergeseran ke kiri
hampir 75%.
o Jika jumlah lekosit lebih dari 18.000/mm3 maka umumnya
sudah terjadi perforasi dan peritonitis.
 Pemeriksaan urinalisa
o Dapat digunakan sebagai konfirmasi dan menyingkirkan
kelainan urologi yang menyebabkan nyeri abdomen.
o Pengukuran kadar HCG bila dicurigai kehamilan ektopik pada
wanita usia subur.
 Foto polos abdomen
o Pada apendisitis akut, pemeriksaan foto polos abdomen tidak
banyak membantu..
o Pada peradangan lebih luas dan membentuk infiltrat maka usus
pada bagian kanan bawah akan kolaps.
o Dinding usus edematosa, keadaan seperti ini akan tampak pada
daerah kanan bawah abdomen kosong dari udara.
o Gambaran udara seakan-akan terdorong ke pihak lain.
o Proses peradangan pada fossa iliaka kanan akan menyebabkan
kontraksi otot sehingga timbul skoliosis ke kanan.
o Bila sudah terjadi perforasi, maka pada foto abdomen tegak
akan tampak udara bebas di bawah diafragma.
 Foto polos abdomen supine pada abses appendik kadang-kadang
memberi pola bercak udara dan air fluid level pada posisi
berdiri/LLD (dekubitus), kalsifikasi bercak rim-like (melingkar)
sekitar perifer mukokel yang asalnya dari appendik
8. Tatalaksana  Bed rest total posisi fowler (anti Trandelenburg)
 Pasien dengan dugaan apendisitis sebaiknya tidak diberikan
apapun melalui mulut.
 Penderita perlu cairan intravena untuk mengoreksi jika ada
dehidrasi
 Pipa nasogastrik dipasang untuk mengosongkan lambung agar
mengurangi distensi abdomen dan mencegah muntah
 Operasi appendiktomi
16. Edukasi  Penjelasan tentang apa itu appendisitis akut (Definisi)
(Hospital  Apa yang dilakukan selama dirumah sakit
Health (Pengawasan/Monitoring, Pemeriksaan Penunjang, Tatalaksana)
Promotion)  Berapa lama perawatan
 Informed consent rencana operasi apendiktomi
17. Prognosis o Ad vitam : dubia ad bonam
o Ad sanationam : dubia ad bonam
o Ad fungsionam : dubia ad bonam
18. Tingkat Evidens Level 1a, Level 1b, Level IIa, Level IIb, Level IIIa
19. Tingkat
A,B,C
Rekomendasi
20. Penelaah Kritis Komite medik Rumah Sakit Bakti Timah Muntok
21. Indikator
22. Kepustakaan  Sjamsuhidajat, R., Jong, W.D., editor., “Usus Halus, Apendiks,
Kolon, dan Anorektum”, dalam Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi 2.
EGC, Jakarta, 2005,hlm.639-645
 Schwartz, Seymour, (2000), Intisari Prinsip-Prinsip Ilmu Bedah,
Penerbit Buku Kedokteran, EGC. Jakarta. (Seymour, 2000).

Anda mungkin juga menyukai