Anda di halaman 1dari 12

Alih Kelola Penyuluh Kb Dalam Kerangka Institusional: Deskripsi Situasi Permasalahan Implementasi

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah di BKKBN


(Vita Listiani)

ALIH KELOLA PENYULUH KB DALAM KERANGKA


INSTITUSIONAL: DESKRIPSI SITUASI PERMASALAHAN
IMPLEMENTASI UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2014
TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH DI BKKBN

TRANSFERRED MANAGEMENT OF FP FIELD WORKERS IN


INSTITUTIONAL FRAMEWORK: DESCRIPTION OF SITUATION
PROBLEMS OF IMPLEMENTATION CONSTITUTION NUMBER 23 OF
2014 ABOUT REGIONAL GOVERNMENT IN BKKBN

Vita Listiani
Pascasarjana Sosiologi di FISIP, Universitas Indonesia
Kampus Baru Universitas Indonesia Depok Jawa Barat
e-mail: vitalist20@gmail.com

(Diterima 10 Mei 2019, Direvisi 12 Juni 2019, Disetujui 25 Juni 2019)

Abstrak
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui bentuk kerangka institusional sebuah kebijakan negara dan bentuk
tindakan kolektif unit kerja pada instansi pelaksana kebijakan tersebut. Studi ini merupakan upaya mengkaji
organisasi pemerintah dalam kerangka institusional dengan metodologi penelitian Soft Systems Methodology
(SSM) berorientasi research interest. Penelitian ini dilakukan pada Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana
Nasional (BKKBN) yang telah diberi wewenang untuk mengelola Penyuluh Keluarga Berencana (Penyuluh KB)
sebagai konsekuensi dari pemberlakuan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.
Penyuluh KB yang dialihkan status kepegawaiannya dari PNS pemerintah kabupaten/kota menjadi PNS BKKBN
ini jumlahnya mencapai 15.000an orang, tersebar di seluruh penjuru Indonesia dengan karakteristik geografis dan
kapasitas SDM yang bervariasi serta unit pengelola terbawahnya ada di level provinsi. Kondisi yang demikian
tersebut mendorong BKKBN untuk merumuskan infrastruktur kebijakan yang dapat dijadikan pedoman dalam
pelaksanaan tata-kelola Penyuluh KB. Secara empiris, kerangka kelembagaan alih kelola Penyuluh KB tersebut
dikaji dengan perspektif New Institutionalism yang lebih berfokus pada level organisasi.

Kata kunci: pengelolaan penyuluh KB, BKKBN, new institusionalism, soft systems methodology

Abstract
This research aims to determine the form of institutional framework of state policy and the collective action of
work units in the implementing agencies. It was an effort to examined government organizations in an institutional
framework using Soft Systems Methodology (SSM) with research interest orientation. The data was collected at
the National Population and Family Planning Board (BKKBN), which is an institution that has been authorized
to manage Family Planning (FP) field workers as a consequence of the enactment of a legislation about Regional
Government. The number of FP field workers who employment status were being transferred from district /
city government civil servants to BKKBN civil servants have reached approximately 15,000. They were spread
throughout Indonesia with varying geographical characteristics and HR capacity. Their lowest management unit
was at the provincial level. This condition drove BKKBN to formulate a policy infrastructure that could be a
guidance in the implementation of the governance of FP field workers. Empirically, this study was examined
through the perspective of New Institutionalism which focuses more on organizational level

Keywords: management of FP field workers, BKKBN, new institusionalism, soft systems methodology

PENDAHULUAN awal kemerdekaan hingga era orde baru,


kemudian berganti menjadi desentralisasi
Dinamika pengelolaan pemerintahan di era reformasi, hingga kini berlaku
di Indonesia telah melewati episode Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014
panjang, mulai dari sentralisasi sejak tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana

81
Civil Service VOL. 13, No.1, Juni 2019 : 81 - 92

telah dua kali diubah dengan Undang- berencana melalui penetapan UU No.23
Undang Nomor 9 Tahun 2015 (UU tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.
Pemda) yang cenderung resentralisasi. Ada dua poin penting dalam pembagian
Salah satu program yang terdampak sub-urusan Penyuluh KB, pertama
pasang surut pengelolaan pemerintahan fungsi pengelolaan dan pendayagunaan
tersebut ialah bidang penyuluhan Keluarga Penyuluh KB yang awalnya dijalankan oleh
Berencana (KB). Sejak terjadinya perubahan pemerintah kabupaten/kota, kini wewenang
lingkungan strategis nasional yang ditandai tersebut dibagi dimana fungsi pengelolaan
dengan pergeseran sistem pemerintahan dijalankan oleh BKKBN sedangkan fungsi
sentralistik menuju ke desentralistik sesuai pendayagunaan oleh pemerintah kabupaten/
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 kota; kedua, dari pembagian wewenang
tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana tersebut maka alih-kelola dari pemerintah
diubah dengan Undang-Undang Nomor 32 kabupaten/kota ke BKKBN sebatas pada
Tahun 2003 atau yang lebih dikenal dengan pengalihan personil tenaga lapangannya,
UU Otda, secara langsung maupun tidak yaitu penyuluh KB-nya saja, sementara
langsung berdampak terhadap pengelolaan instansi yang sebelumnya mewadahi
dan mekanisme operasional Penyuluh penyuluh KB berikut perangkatnya tidak
Keluarga Berencana dan Petugas Lapangan diikutsertakan. Kedua poin tersebut menjadi
Keluarga Berencana (Penyuluh KB) serta “Pekerjaan Rumah (PR)” yang cukup berat
kesinambungan Program Kependudukan bagi BKKBN karena selaku pemerintah pusat
dan Keluarga Berencana (KKB).   yang menyelenggarakan urusan pemerintah
Selama program KKB ikut serta konkuren, ia diberi kewenangan menetapkan
diotonomikan, angka merah kerap berbanjar norma, standar, prosedur dan kriteria yang
mewarnai rapor Program KB pada semua berupa ketentuan peraturan perundang-
indikator capaian pengendalian pertumbuhan undangan sebagai pedoman pelaksanaan
penduduk. Hal tersebut juga nampak pada pendayagunaan dan pengelolaan Penyuluh
Evaluasi Rencana Pembangunan Jangka KB.
Menengah Nasional (RPJMN) 2010- Beranjak dari dua konsekuensi kon-
2014. Dan yang menjadi faktor utama dari stitusi tersebut, penelitian ini berargumen
ketidak-tercapaian indikator pengendalian bahwa UU Pemda tentang Pemerintahan
pertumbuhan penduduk tersebut ialah ber- Daerah sebagai representasi perubahan
kurangnya jumlah Penyuluh KB yang sejak lingkungan institusi dalam implementasinya
dialihkan menjadi pegawai pemerintah perlu didukung infrastruktur kebijakan
kabupaten/kota, para kepala daerah begitu yang kuat. Kuat lemahnya sebuah kebijakan
leluasa memindahkan mereka ke jabatan di bergantung pada relasi dan interaksi
luar Penyuluh KB. Apabila kondisi tersebut kooperatif para perumus kebijakan dalam
tetap dibiarkan tanpa ada upaya penanganan melakukan tindakan kolektif dengan melobi,
serius dari pemerintah, dikhawatirkan mempengaruhi struktur makro agar dapat
eksistensi program KKB di Indonesia tidak menjembatani kepentingan organisasi.
dapat dipertahankan lagi dan semakin Menjadi hal menarik jika permasalahan
bersumbangsih terhadap ancaman ledakan tersebut dilihat dalam kerangka kelem-
bayi (baby boom) kedua setelah sebelumnya bagaannya, bukan semata-mata dalam
terjadi di tahun 1950 (Mardiya, 2011). konteks organisasinya. Oleh karena itu,
Para eksekutif dan legislatif penelitian ini bermaksud mengajukan
selaku representasi negara akhirnya pertanyaan “Bagaimana bentuk kerangka
merespon permasalahan tersebut dan institusional proses alih-kelola Penyuluh
menindaklanjutinya dengan membagi ulang KB sebagai implementasi Undang-Undang
urusan pemerintahan antara pemerintah Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan
pusat dan pemerintah daerah dalam bidang Daerah?”.
pengendalian penduduk dan keluarga

82
Alih Kelola Penyuluh Kb Dalam Kerangka Institusional: Deskripsi Situasi Permasalahan Implementasi
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah di BKKBN
(Vita Listiani)

METODE PENELITIAN Secara teoritis, pendekatan SSM


dalam action research dapat digunakan
Alih-kelola Penyuluh KB dengan untuk kepentingan penelitian itu sendiri
kompleksitasnya lebih tepat dianalisis (research interest), pemecahan masalah
dengan menggunakan metode yang dapat yang dikaji (problem solving interest), atau
menangkap kompleksitas tersebut. Soft bisa digunakan keduanya (dual imperative)
Systems Metodhology (SSM) menjadi satu (McKay & Marshall, 2001; Hardjosoekarto,
metode kualitatif yang dapat menangkap 2012). Mengingat penelitian ini bersifat
kompleksitas sebuah fenomena sehingga akademis dan bukan murni bertujuan untuk
digunakanlah Soft Systems Metodhology memecahkan masalah, maka penelitian
dalam mengkaji permasalahan dalam alih- ini lebih berfokus pada research interest-
kelola Penyuluh KB ini. cycle karena bertujuan untuk membangun
Dalam penelitian ini pendekatan SSM pengetahuan baru tentang teori kelembagaan
didasari Action Research (AR) yang biasa baru dalam ranah ilmu sosiologi organisasi.
digunakan untuk memfasilitasi sebuah Penelitian ini akan menjawab pertanyaan
siklus “learning by doing” dimana peneliti penelitian melalui penjelasan tentang
bertindak melakukan intervensi pada kondisi bagaimana bentuk kerangka institusional
yang dianggap problematik dalam situasi kebijakan alih-kelola Penyuluh KB dengan
nyata (real world) (Checkland dan Holwell, merujuk pada situasi dunia nyata BKKBN
2007). Maka dari itu, dalam model penelitian dalam tata-kelola Penyuluh KB pasca-
ini peneliti mengambil posisi sebagai subjek pengalihan dengan menggunakan perspektif
yang memperbaiki situasi nyata tersebut. New Institutionalism in Economic Sociology
AR merupakan jenis penelitian yang sangat yang diperkenalkan oleh (Nee, 2003; Nee
dekat kaitannya dengan pendekatan sistem. dan Swedberg, 2005). Serangkaian tahapan
Dalam AR, peneliti berada dalam posisi dalam siklus SSM digunakan dalam penelitian
ketidaktahuannya tentang apakah sistem ini. Namun, untuk mendeskripsikan situasi
benar-benar ada dalam real world atau permasalahan terkait pelaksanaan kebijakan
tidak. Karena yang paling penting bagi alih kelola Penyuluh KB, tahap yang
peneliti AR adalah bagaimana sistem dapat dijalankan sebatas pada tahap 1 (problem
dikonstruksikan dalam proses penelitian situation concidered problematic) dan tahap
dalam real world tersebut. 2 (problem situation expressed).

Gambar 1. Tujuh tahapan SSM

Sumber: diolah dari Checkland dan Scholes (1990:27)

83
Civil Service VOL. 13, No.1, Juni 2019 : 81 - 92

PEMBAHASAN pihak yang berkepentingan atau terkena


dampak dari situasi problematis dunia nyata.
Untuk memahami situasi di dunia
nyata tentang bagaimana kerangka institusi Client (C) : Program Pascasarjana
dalam proses alih kelola Penyuluh KB, Sosiologi UI
tahapan ini meliputi 3 (tiga) jenis analisis Problem : Peneliti, Dosen Pembimbing
yang terdiri dari: Solver (P)
1. Analisis Satu (Intervensi); Problem : 1. Kementerian Dalam Negeri
2. Analisis Dua (Sistem Sosial); dan Owner (O) selaku pemrakarsa UU
3. Analisis Tiga (Analisis Politik). No.23 tahun 2014 (Makro)
a. BKKBN Pusat (Direk-
1. Analisis Satu (Intervensi) torat Bina Lini Lapa-
Analisis satu atau analisis intervensi ngan (Ditbinlap), Biro
ini dilakukan dengan mengidentifikasi Kepegawaian (Bipeg),
aktor-aktor yang terlibat dalam penelitian ini dan Biro Hukum, Orga-
seperti siapa yang berperan sebagai Client nisasi, dan Hubungan
(C), Practitioners/Problem Solver (P), dan Masyarakat (Bihom)
Problem Owner (O) (Sudarsono, 2012). selaku perumus infra-
Client adalah individu atau sekelompok struktur kebijakan in-
ternal pasca-pengalihan;
individu yang menyebabkan terjadinya
intervensi terkait dengan situasi problematis b. BKKBN Provinsi;
yang sedang diteliti. Sementara itu c. OPD-KB Kabupaten/
Practitioners adalah pihak yang melakukan Kota (Meso)
investigasi, dan Problem Owner merupakan
2. Penyuluh KB (Mikro)

2. Analisis Dua (Sistem Sosial)

Tabel 1. Analisis Sistem Sosial


Aktor Peran Norma Nilai

Makro
Kemendagri 1. Merumuskan rancangan UU 1. Sesuai dengan UUD 1945 1. Efektivitas
tentang Pemerintahan Daerah (Bab Pemerintahan Daerah)
2. Objektivitas
2. Mengkoordinasikan 2. Tidak bertentangan dengan
3. Ketelitian
pelaksanaan alih-kelola UU ASN dan peraturan
Penyuluh KB agar berjalan perundang-undangan lain 4. Keadilan
sesuai dengan UU Pemda
3. Terlaksananya alih-kelola 5. Saling
3. Memfasilitasi, memonitor Penyuluh KB sebagaimana menguntungkan
pelaksanaan pengalihan yang menjadi amanat
Penyuluh KB undang-undang;
4. Mengkonsepkan pola dan 4. Memastikan pemerintah
menetapkan kriteria urusan pusat melaksanakan
pemerintah mana yang dapat fungsinya sebagai
atau tidak dapat dibagi antara pengelola Penyuluh KB
pemerintah pusat dengan dan pemerintah kabupaten/
pemerintah daerah kota juga mendayagunakan
penyuluh KB sesuai aturan
5. Mengkaji konten urusan yang
pendayagunaan yang
diusulkan oleh K/L
ditetapkan melalui Perka
BKKBN Nomor 12 tahun
2017

84
Alih Kelola Penyuluh Kb Dalam Kerangka Institusional: Deskripsi Situasi Permasalahan Implementasi
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah di BKKBN
(Vita Listiani)

Meso

BKKBN Pusat Merumuskan kebijakan 1. Kepatuhan terhadap UU 23 1. Kerjasama, melayani


sekaligus pelaksana pengelolaan tahun 2014 dan turunannya 2. Koordinasi, satu
Penyuluh KB: pemahaman
3. Perhatian (Concern)
1. Menyusun Perka BKKBN
2. Tidak bertentangan dengan 4. Inisiatif
Nomor 12 Tahun 2017
dengan UU ASN No 5/2014
tentang Pendayagunaan
dan turunannya, serta
Tenaga Penyuluh KKBPK,
peraturan lainnya
PERMENPAN No. 21
Tahun 2018 tentang Jabatan
Fungsional Penyuluh KB
dan Perka lain (Ditbinlap)
2. Menyusun Perka BKKBN
Nomor 5 Tahun 2018
tentang Pengelolaan
Penyuluh KB (Bipeg)
3. Melakukan koordinasi
penelaahan dan penyusunan
peraturan perundang-
undangan (Bihom)

BKKBN Melaksanakan kebijakan


Provinsi pengelolaan dengan
melaksanakan tugas administrasi
kepegawaian Penyuluh KB

OPD-KB Mendayagunan tenaga Penyuluh 1. Kejelasan aturan


Kabupaten/ KB (Perka 12/2017) 2. Keikutsertaan
Kota 3. Jaminan ketersediaan
PKB
4. Fleksibilitas
Mikro

Penyuluh KB 1. Melaksanakan UU Pemda 1. Mematuhi aturan yang telah 1. Hak-hak


beserta turunannya, dan ditetapkan berdasarkan UU kepegawaian
peraturan lain terkait Pemda, terutama Perka terpenuhi
Penyuluh KB. BKKBN Nomor 12 Tahun
2. Kejelasan aturan
2017 tentang Pendayagunaan
2. Melaksanakan kegiatan
Penyuluh KB dan Perka 3. Aplikasi evisum
penyuluhan program
BKKBN Nomor 5 Tahun yang aksesabel
KKBPK
2018 tentang Pengelolaan
Penyuluh KB. 4. Jaminan perlakuan
baik oleh OPD-KB
2. Taat pada aturan main yang
diberlakukan pemerintah 5. Keadilan
daerah 6. Kebersamaan
7. Suasana kerja yang
nyaman
8. Hubungan kerja yang
baik
9. Transparansi
10. Solidaritas
(kebersamaan,
senasib
sepenanggungan)

Sumber: Olahan data hasil wawancara, FGD dan data sekunder (2019)

85
Civil Service VOL. 13, No.1, Juni 2019 : 81 - 92

3. Analisis Tiga (Sistem Politik)

Tabel 2. Analisis Tiga untuk Kerangka Institusi Alih Kelola Penyuluh KB

Disposition of Power Nature of Power

Makro Kemendagri/UU No. 23 tahun 2014 dan 1. Kemampuan untuk menginstruksikan bupati/
Peraturan Presiden Nomor 11 tahun 2015 walikota untuk segera mengalihkan Penyuluh
tentang Kementerian Dalam Negeri KB ke pemerintah pusat.
2. Kemampuan untuk mengkoordinir jalannya
pengalihan Penyuluh KB dari pemerintah
kabupaten/kota ke BKKBN.

Meso BKKBN /selaku pengelola Penyuluh KB 1. Kemampuan menentukan langkah awal


(UU No. 23 tahun 2014) dalam menindaklanjuti proses pengalihan
Penyuluh KB
2. Kemampuan menentukan untuk melakukan
atau tidak melakukan restrukturisasi
3. Kemampuan untuk merumuskan kebijakan
terkait pendayagunaan dan pengelolaan
Penyuluh KB

Mikro Penyuluh KB 1. Kemampuan menentukan pilihan


melaksanakan UU Pemda atau tidak, dengan
konsekuensi yang ada.

Sumber: Olahan data hasil wawancara, FGD dan data sekunder (2019)

4. Rich Picture Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri).


Rich Picture adalah gambaran yang Keberadaan Kemendagri selaku perumus
memuat struktur, proses, aktor dan unit kerja rancangan UU (RUU) tentang Pemerintah
(entitas utama), titik pandang tentang konflik Daerah sebagai pengganti Undang-Undang
yang terjadi dan issue yang berkembang pada Nomor 32 tahun 2004 berkaitan dengan
subyek penelitian yang akan diteliti. Rich pelaksanaan tugas yang melekat padanya
Picture dilakukan peneliti dan pembimbing sebagimana diatur dalam Peraturan Presiden
selaku problem solver sebagai langkah Nomor 11 Tahun 2015 tentang Kementerian
permulaan bagi peneliti dalam rangka Dalam Negeri (Perpres Kemendagri), dimana
menentukan relevant system bagi persoalan dalam perpres tersebut disebutkan bahwa
yang problematis tersebut. Dalam penelitian Kemendagri bertugas menyelenggarakan
ini pendeskripsian Rich Picture dilakukan urusan di bidang pemerintahan dalam negeri
berdasarkan model New Institutionalism in (Pasal 2).
Economic Sociology dengan meletakkan Dalam proses pengkajian terhadap
aktor-aktor yang terlibat dalam pelaksanaan persyaratan dasar kapasitas daerah, BKKBN
kebijakan alih kelola Penyuluh KB secara selaku instansi pusat yang melaksanakan
bertingkat mulai dari makro, meso sampai tugas pemerintahan di bidang pengendalian
mikro. penduduk dan penyelenggaraan keluarga
Pada tingkat makro, aktor utama yang berencana dipanggil untuk menyampaikan
bermain dalam perumusan kebijakan alih penyebab tingginya laju pertumbuhan
kelola melalui UU No. 23 tahun 2014 tentang penduduk dan angka kelahiran di Indonesia
Pemerintahan Daerah (UU Pemda) adalah sejak berakhirnya era orde baru. BKKBN
86
Alih Kelola Penyuluh Kb Dalam Kerangka Institusional: Deskripsi Situasi Permasalahan Implementasi
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah di BKKBN
(Vita Listiani)

pun menyampaikan bahwa banyak faktor Pemda sebagai bentuk market mechanism,
yang melatarbelakangi permasalahan ter- Kemendagri melanjutkan perannya dengan
sebut. Dari hasil kajian tim independen, mengeluarkan surat edaran menteri dalam
maka disimpulkan bahwa faktor utama negeri yang ditujukan kepada gubernur dan
yang menjadi penyebab tingginya laju bupati/walikota, serta surat yang ditujukan
pertumbuhan penduduk dan angka kelahiran kepada 10 K/L salah satunya BKKBN, yang
anak adalah minimnya tenaga Penyuluh KB mendorong pelaksanaan alih kelola personil
yang menggerakkan program KB di daerah. yang telah ditentukan.
Selama program pengendalian penduduk Selanjutnya, tingkat meso ialah
diotonomikan, kepala daerah secara tingkatan yang paling banyak aktor di
leluasa memutasi Penyuluh KB ke jabatan dalamnya dengan peran, norma dan nilainya
lainnya. Gayung bersambut, Penyuluh KB masing-masing serta terdapat berbagai
pun enggan untuk tetap dalam jabatannya disharmoni relasi sosial antar komponen
karena ia menganggap bahwa Penyuluh terkait. Disini ada BKKBN, yang terdiri
KB bukanlah pekerjaan yang presticious. dari BKKBN Pusat, BKKBN Provinsi dan
Sehingga semakin lama jumlah Penyuluh OPD-KB kabupaten/kota. BKKBN sendiri
KB semakin berkurang dan akhirnya ada tiga unit kerja yang berperan dalam
program KB semakin terbengkalai karena pelaksanaan kebijakan alih kelola Penyuluh
kekurangan tenaga penggeraknya. Padahal KB, yaitu Direktorat Bina Lini Lapangan
segala bentuk upaya untuk mempertahankan (Ditbinlap), Biro Kepegawaian (Bipeg),
Penyuluh KB agar tetap pada jabatannya Biro Hukum, Organisasi dan Hubungan
sudah ditempuh. Masyarakat (Bihom). Masing-masing unit
Dari persoalan di atas, maka dalam tersebut, secara spontan melaksanakan tugas
hal ini pemerintah kabupaten kota dianggap dan kewenangan yang kira-kira menjadi
gagal menjalankan fungsinya mengelola tanggung jawab unit kerjanya. Pada saat
program pengendalian penduduk dan KB. persiapan hingga proses pengalihan, Bipeg
Dan informan ahli menyampaikan bahwa dan Bihom mengkoordinir pelaksanaan
dalam prinsip negara kesatuan, apabila satu inventarisasi data Penyuluh KB, penentuan
urusan pemerintahan diserahkan kepada kelas jabatan Penyuluh KB, pelaksanaan
daerah namun ia gagal dalam menjalankan penandatanganan berita acara serah
urusan tersebut maka negara menggambil terima, hingga penetapan SK penempatan
alih kembali. Penyuluh KB pasca-dialihkan. Selanjutnya,
Beranjak dari simpulan ini, maka Ditbinlap segera merumuskan peraturan
ketentuan pengalihan Penyuluh KB dari Kepala BKKBN tentang Pendayagunaan
pemerintah kabupaten/kota ke pemerintah Penyuluh KB yang mengatur kewenangan
pusat (BKKBN) tercetus. Secara awam, pendayagunaan OPD-KB pasca pengalihan
banyak yang mempertanyakan mengapa Penyuluh KB. Hal tersebut dilaksanakan
yang dialihkan hanya personil Penyuluh Ditbinlap atas arahan dari Sekretaris Utama
KBnya saja, sementara fungsi pengelolaan BKKBN untuk mengedam euvoria di
program masih diberikan kepada peme- lapangan. Sebelum adanya perka tersebut,
rintah kabupaten/kota. Dari hasil kajian baik Penyuluh KB maupun OPD-KB seperti
tim independen, disampaikan bahwa kehilangan arah karena mereka belum
antara fungsi dan manajemen dari urusan meme-gang pedoman apapun sehingga
pengendalian penduduk dan KB ditemukan mereka tidak mengetahui batasan-batasan
bahwa unsur manajemennya yang ber- apa yang menjadi kewenangan kedua belah
masalah. Apabila urusan beserta fungsi pihak. Ditbinlap dengan menggandeng
dan manajemen semua ditarik ke BKKBN, Kemendagri duduk bersama merumuskan
sangat banyak pertimbangan yang akan hal-hal yang menjadi kewenangan OPD-KB
memberatkan BKKBN. Ketika pengalihan dan akhirnya ditetapkanlah Perka BKKBN
Penyuluh KB telah diundangkan melalui UU Nomor 12 Tahun 2017. Dalam perka

87
Civil Service VOL. 13, No.1, Juni 2019 : 81 - 92

tersebut juga diatur mengenai beberapa dengan fungsi unit kerja atau fungsi jabatan
mekanisme kepegawaian seperti penilaian mereka. Dengan meminjam istilah yang
kinerja dan mutasi wilayah kerja Penyuluh kerap dibawakan DiMaggio dan Powell
KB, yang nantinya juga diatur dalam perka (1983), mereka seperti terjebak dalam iron
lain yaitu perka pengelolaan dan perka cage birokrasi. Relasi antar-kelompok yang
penilaian prestasi kerja penyuluh KB yang terjalin pun tampak kaku dan terbatas pada
digawangi Bipeg. tugas dan fungsi unit kerja yang ada dan
Pada saat Ditbinlap sibuk merumuskan cenderung terjadi disharmoni pada relasi
perka pendayagunaan, di waktu yang sama informal mereka. Temuan ini diperkuat
Bipeg menyusun perka pengangkatan pula pada analisis sosial dan politik, dimana
PNS dalam jabatan Penyuluh KB melalui peran yang dijalankan oleh Bipeg maupun
penyesuaian/inpassing karena pada saat Ditbinlap lebih pada atas kesadaran masing-
itu pula KemenPAN-RB menginstruksikan masing dengan melihat tugas fungsi yang
kepada instansi pembina jabatan fungsional melekat pada unit kerja sebagaimana telah
untuk segera melaksanakan inpassing ter- diatur dalam Perka BKKBN Nomor 72/
sebut. Sementara itu, Perka pengelolaan PER/B5/2011.
jabatan fungsional ditunda pelaksanaannya Dengan ditetapkannya aturan formal
menunggu proses inpassing selesai. Ketika mengenai pendayagunaan dan pengelolaan
Perka BKKBN Nomor 12 tahun 2017 Penyuluh KB, BKKBN Provinsi selaku unit
tentang Pendayagunaan diundangkan, maka kerja yang melaksanakan sebagian tugas
Perka tentang pengelolaan Penyuluh KB BKKBN di level terbawah dan sekaligus
mulai dirumuskan. Dari kedua aturan formal sebagai pengelola teknis Penyuluh KB dengan
ini diketahui adanya butir aturan yang kondisi sumber daya manusia yang terbatas
tumpang tindih bahkan bertolak belakang merasa kewalahan dengan bertambahnya
yang memunculkan kebingungan pengelola fungsi jabatan dan beban kerja. Membentuk
teknis maupun pendayaguna Penyuluh KB unit kerja baru di level kabupaten/kota untuk
dalam mengimplementasikannya. meminimalisir permasalahan administrasi
Dari tindakan-tindakan yang diambil kepegawaian Penyuluh KB pun bukan
terkait tata-kelola Penyuluh KB, diketahui solusi yang mudah untuk dilaksanakan dan
bahwa masing-masing baik Bipeg maupun memang dikhawatirkan terjadi tumpang
Ditbinlap memiliki kepentingan yang berbeda tindih fungsi dengan OPD-KB kabupaten/
namun diperjuangkan dalam bentuk tindakan kota. Penyesuaian tata kelola Penyuluh KB
kolektif. Mereka nampak menempuh jalan dengan kondisi kelembagaan yang demikian
sendiri-sendiri untuk memenuhi kepentingan ini membutuhkan waktu yang panjang untuk
masing-masing. Bipeg berkepentingan mencapai kata tertib. Modernisasi tata-
kebijakan-kebijakan yang dirumuskan kelola melalui digitalisasi sistem informasi
terkait pengelolaan kepegawaian Penyuluh kepegawaian dan monitoring kinerja menjadi
KB harus sesuai dengan UU Nomor 5 satu-satunya keniscayaan yang menjadi
Tahun 2014 tentang ASN dan aturan-aturan harapan pelaksanaan pengelolaan Penyuluh
kepegawaian lain, sementara Ditbinlap KB dapat terkendali.
berkepentingan mengakomodir seluruh OPD-KB sebagai salah satu aktor pada
persoalan yang dihadapi Penyuluh KB dan tingkat meso yang melepaskan Penyuluh KB
melakukan berbagai upaya penyelesaian dari strukturnya untuk dikelola BKKBN,
melalui pembaharuan-pembaharuan sistem mereka mempunyai masalah enforcement
dan perumusan aturan-aturan. sendiri yang lebih krusial terkait status
Gap (perbedaan) yang terbentuk Penyuluh KB sebagai pegawai pusat yang
akibat sejarah pembagian tugas fungsi yang didayagunakan di daerah. Dalam Perka
dilembagakan, akhirnya memenjarakan Pendayagunaan memang telah disebutkan
tindakan-tindakan mereka karena apa yang bahwa mereka berwenang melakukan
dilakukan mereka berpatokan harus sesuai pembinaan disiplin Penyuluh KB. Namun,

88
Alih Kelola Penyuluh Kb Dalam Kerangka Institusional: Deskripsi Situasi Permasalahan Implementasi
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah di BKKBN
(Vita Listiani)

aturan tersebut terkesan begitu normatif pengelolaan dan pendayagunaan. Dari


karena batasan pembinaan disiplinnya tidak sisi Penyuluh KB, mereka merasa sejak
dijelaskan secara teknis. OPD-KB ragu-ragu bukan menjadi pegawai daerah, kepedulian
untuk memberlakukan disiplin PNS seperti OPD-KB cenderung berkurang. Hal ter-
jam masuk dan pulang kerja, pakaian dinas, sebut dicontohkan dengan tidak diikut-
apel pagi dan sebagainya kepada Penyuluh sertakannya Penyuluh KB dalam rapat-
KB sesuai dengan aturan yang berlaku di rapat program yang sebelumnya selalu
daerahnya. Hal ini menyebabkan OPD dilibatkan, kemudian pada saat perayaan
merasa belum diberi kewenangan untuk hari jadi kota/kabupaten, mereka tidak
memberi perintah kepada pada Penyuluh diberi seragam kegiatan, atau pada saat
KB. mereka ingin mengusulkan cuti, atau
Sama halnya dengan pemberian kebutuhan administrasi kepegawaian,
kewenangan, monitoring kinerja Penyuluh OPD-KB tidak memfasilitasi.
KB juga tidak diatur secara jelas batasannya. Hal ini tidak bisa digeneralisasikan.
Sebagaimana telah disampaikan bahwa Ada juga OPD-KB dan Penyuluh KB yang
pasca dialihkan sebagai pegawai BKKBN, tetap menjalin hubungan kerja dengan baik
laporan kinerja Penyuluh KB disampaikan meskipun status hubungan mereka berubah.
oleh Penyuluh KB yang bersangkutan Namun, data hasil penelitian menunjukan
melalui aplikasi e-visum langsung kepada ada permasalahan-permasalahan yang
BKKBN. OPD-KB beranggapan jika menunjukkan adanya disharmoni dalam
mekanismenya demikian maka mereka tidak relasi sosial Penyuluh KB dengan pihak-
bisa menjalankan kewenangannya untuk pihak lain yang terkait.
mengontrol kinerja Penyuluh KB karena Situasi permasalahan di atas di-
mereka tidak ditembusi laporan tersebut. gambarkan dalam Rich Picture (RP) yang
Meskipun sebenarnya BKKBN sudah tertera pada gambar 2. Potongan-potongan
menyediakan media bagi OPD-KB untuk kalimat dalam RP merupakan cuplikan hasil
melihat rekapitulasi kegiatan Penyuluh wawancara dan FGD dari berbagai aktor
KB yang telah dilaksanakan, namun yang terlibat dalam pelaksanaan alih kelola
nampaknya belum tersosialisasikan secara Penyuluh KB.
menyeluruh karena masih banyak OPD- Dalam prosesnya, setelah membuat
KB yang belum mengetahui dirinya dapat Rich Picture maka peneliti memilih sistem
mengakses rekapitulasi e-visum Penyuluh yang dianggap relevan untuk memperbaiki
KB di daerahnya. Kedua persoalan terkait situasi permasalahan dalam alih kelola
enforcement dan monitoring inilah yang Penyuluh KB sebelum memasuki tahap
menjadi efek dari pelaksanaan infrastruktur perumusan model konseptual. Dalam
kebijakan yang belum matang. merumuskan conceptual model, peneliti
Sementara pada tingkat mikro, terdapat membandingkan model yang telah di-
kelompok Penyuluh KB sebagai aktor konsepkan dengan situasi dunia nyata
yang dialihkan dari pemerintah kabupaten/ dalam tata kelola BKKBN. Perbandingan
kota untuk dikelola oleh BKKBN. Mereka dilakukan dengan melakukan refleksi
berperan sebagai pelaksana UU Pemda per aktivitas dari model konseptual yang
berikut peraturan yang ditetapkan oleh terbentuk dengan konsep dari teori NIES.
BKKBN terkait dengan pendayagunaan Selanjutnya, dilakukanlah perubahan
dan pengelolaan. Seperti yang disampaikan berupa implikasi teoritis yang menjelaskan
di atas, setelah Penyuluh KB dialihkan bagaimana teori NIES diaplikasikan dalam
menjadi PNS pemerintah pusat, terutama di tata kelola Penyuluh KB.
awal-awal masa pengalihan terdapat gejala
disharmoni dalam relasi sosial Penyuluh
KB dengan OPD-KB yang lagi-lagi berakar
dari kurangnya pemahaman tentang arti

89
Civil Service VOL. 13, No.1, Juni 2019 : 81 - 92

Gambar 2. Rich Picture Alih Kelola Penyuluh KB

Sumber: Olahan data primer wawancara dan FGD (2019)

PENUTUP pada pemerintah kabupaten/kota. Dalam


mekanisme alih kelola ini, baik BKKBN
Kesimpulan selaku pemeritah pusat yang membidangi
Alih kelola Penyuluh KB merupakan program pengendalian penduduk dan
amanat UU Pemda yang ditetapkan KB maupun pemerintah kabupaten/kota
guna memperbaiki kondisi capaian pro- masing-masing mempunyai kewenangan
gram kependudukan dan KB yang berbeda, dimana BKKBN melaksanakan
masih belum memenuhi target nasional fungsi pengelolaan sedangkan peme-
sebagai dampak dari berkurangnya rintah kabupaten/kota mendayagunakan
jumlah Penyuluh KB secara drastis penyuluh KB untuk menggerakkan
karena sebagian besar dipindahkan ke program kependudukan dan KB milik
jabatan lain sesuai kebutuhan jabatan pemerintah kabupaten/kota.

90
Alih Kelola Penyuluh Kb Dalam Kerangka Institusional: Deskripsi Situasi Permasalahan Implementasi
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah di BKKBN
(Vita Listiani)

Untuk mengatur pelaksanaan tata isomorphisme yaitu perubahan yang di-


kelola Penyuluh KB pasca dialihkan, lakukan organisasi dengan meniru praktik-
BKKBN pusat merumuskan infrastruktur praktik dari organisasi lain yang dinilai lebih
kebijakan yang terdiri dari peraturan pen- berhasil (DiMaggio dan Powell, 1983).
dayagunaan, pengelolaan, penilaian prestasi Mimetic isomorphisme yang dimaksud
kerja, organisasi profesi Penyuluh KB dapat dilakukan dengan membentuk
dan aturan-aturan lain untuk dipedomani Pusat Pembinaan Jabatan Penyuluh KB
para pengelola teknis penyuluh KB baik (Pusbinjap) sebagaimana telah dibentuk oleh
di BKKBN Pusat, Provinsi, Penyuluh instansi pembina jabatan fungsional lain
KB maupun OPD-KB. Karena tidak ada seperti Badan Kepegawaian Negara (BKN)
pembagian tugas dan fungsi yang jelas terkait dengan Pusat Pembinaan Jabatan Fungsional
orang-orang yang bertanggung jawab atas Kepegawaiannya, Lembaga Administrasi
perumusan aturan-aturan tersebut, maka dua Negara (LAN) dengan Pusat Pembinaan
unit kerja BKKBN yaitu Biro Kepegawaian Widya iswa r a nya , Ba da n Pe nga w a s
(Bipeg) dan Direktorat Bina Lini Lapangan Keuangan dan Pembangunan (BPKP)
(Ditbinlap) berdasarkan arahan lisan dari dengan Pusat Pembinaan Jabatan Fungsional
pejabat yang berwenang dan atas kesadaran Auditornya, dan lain sebagainya. Unit kerja
masing-masing mengambil tanggung Pusat Pembinaan Jabatan Fungsional Jabatan
jawab tersebut. Beranjak dari pemahaman Penyuluh KB inilah yang akan menjadi unit
yang berbeda tentang pendayagunaan dan kerja satu-satunya yang ditugasi merumuskan
pengelolaan pada UU Pemda, dan masing- kebijakan apapun yang berkaitan dengan
masing berpegang pada keyakinan bahwa jabatan fungsional Penyuluh KB. Bipeg dan
pemahaman mereka yang benar, maka hal Ditbinlap sekalipun jika tidak disesuaikan
tersebut berakibat pada melemahnya relasi nomenklaturnya apabila dibentuk pusat
sosial yang terjalin saat satu sama lain pembinaan ini, tidak diperkenankan
terlibat dalam proses perumusan kebijakan- menginisiasi perumusan kebijakan yang
kebijakan. Akhirnya, pada kebijakan- berkaitan dengan Penyuluh KB. Perumusan
kebijakan yang final ditemukan adanya kebijakan ditetapkan secara satu pintu untuk
perbedaan dalam mengatur hal yang sama menghindari adanya tumpang tindih aturan.
dan cenderung saling bertolak belakang, Sementara untuk meminimalisir
tumpang tindih dan ambigu. Hal tersebut penambahan fungsi dan beban kerja di
memunculkan reaksi kebingungan dan BKKBN Provinsi sebagai konsekuensi alih-
ketidakpastian bagi para pelaksana regulasi kelola Penyuluh KB yang tidak terhindarkan,
mengenai aturan yang dapat dijadikan perlu melakukan penambahan tenaga
pedoman. administrasi yang secara teknis mengelola
administrasi kepegawaian Penyuluh KB
Saran seperti dalam proses penilaian usulan angka
Untuk menyelesaikan permasalahan kredit, pembenahan arsip dan dokumentasi
tersebut, maka perlu dibangun sistem untuk Penyuluh KB, dan inventarisasi daftar
memperbaiki collective action dengan kehadiran kerja dan e-visum. Penambahan
melakukan konformitas terhadap aturan tenaga administrasi tersebut tidak perlu
main dan nilai yang berlaku di lingkungan melalui pengadaan Pegawai Negeri Sipil
organisasi dalam rangka tercapainya kese- (PNS) ataupun Pegawai Pemerintah dengan
larasan aturan formal dan penerapannya. Perjanjian Kontrak (PPPK), tapi bisa melalui
Sistem ini dipilih dan dianggap relevan pengadaan tenaga kerja lepas atau pegawai
untuk memperbaiki situasi permasalahan tidak lepas yang sistem rekrutmennya lebih
yang ada di level meso terutama bagi sederhana, efisien secara anggaran dan
perumus kebijakan, namun sistem ini sistem upahnya juga dapat dialokasikan
belum diujikan. Konformitas aturan main masing-masing BKKBN Provinsi serta tidak
yang dimaksud dilakukan melalui mimetic bertentangan dengan ketentuan yang ada.

91
Civil Service VOL. 13, No.1, Juni 2019 : 81 - 92

DAFTAR PUSTAKA _______________, Peraturan Presiden


Nomor 11 Tahun 2015 tentang
Checkland, P.B. and Scholes, J. 1990 Soft Kementerian Dalam Negeri
Systems Methodology in Action. John _______________, Peraturan Kepala
Wiley & Sons, Inc., New York. BKKBN Nomor 72/PER/B5/2011
Checkland P.B. and Holwell S. 2007 tentang Organisasi dan Tata Kerja Badan
Action Research. In: Kock N. (eds) Kependudukan dan Keluarga Berencana
Information Systems Action Research. Nasional sebagaimana telah diubah
Integrated Series in Information dengan Peraturan Kepala BKKBN
Systems, vol 13. Springer, Boston, MA Nomor 273/PER/B4/2014
DiMaggio, P. J. dan Powell. W. W. 1983. _______________, Peraturan Kepala
The Iron Cage Revisited: Institutional Badan Kependudukan dan Keluarga
Isomorphism and Collective Berencana Nasional Nomor 12 Tahun
Rationality in Organizational Fields. 2017 Tentang Pendayagunaan Penyuluh
American Sociological Review 48(2): Kependudukan, Keluarga Berencana
147- 160. dan Pembangunan Keluarga
DiMaggio, P. J. and W.W. Powell. _______________, Peraturan Kepala Badan
1991. The New Institutionalism In Kependudukan dan Keluarga Berencana
Organizational Analysis. Chicago: Nasional Nomor 5 Tahun 2018 tentang
University of Chicago Press. Pengelolaan Jabatan Fungsional
Hardjosoekarto, S. 2012. Soft Systems Penyuluh Keluarga Berencana
Methodology (Metode Serba Lunak). _______________, Evaluasi Rencana
Jakarta:UI Press Pembangunan Jangka Menengah
Mardiya. 2011. Menjadi Kader IMP Di Era Nasional (RPJMN) 2010 - 2014
Otonomi. https://mardiya.wordpress.
com/author/mardiya/page/11/
McKay,  Judy and Peter Marshall.
2001. The Dual Imperatives Of
Action Research. Information
Technology & People, Vol. 14
Issue: 1, pp.46-59, https://doi.
org/10.1108/09593840110384771
Nee, Victor. 2003. The New Institutionalism
in Economics and Sociology. Cornell
University. (http://citeseerx.ist.psu.edu/
viewdoc/d?doi=10.1.1.133.5475&rep
=rep1&ty pe=pdf) diunduh tanggal 3
Oktober 2018 Pukul 14.42)
Nee, Victor & Swedberg. 2005. Handbook
of New Institutional Economics:
Economic Sociology and New
Institutional Economics, 789-818. The
Netherlands:Springer.
Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor
5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil
Negara
_______________,Undang-Undang Nomor
23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan
Daerah sebagaimana telah dua kali
diubah dengan UU Nomor 9 Tahun 2015

92

Anda mungkin juga menyukai