Alih Kelola PKB
Alih Kelola PKB
Vita Listiani
Pascasarjana Sosiologi di FISIP, Universitas Indonesia
Kampus Baru Universitas Indonesia Depok Jawa Barat
e-mail: vitalist20@gmail.com
Abstrak
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui bentuk kerangka institusional sebuah kebijakan negara dan bentuk
tindakan kolektif unit kerja pada instansi pelaksana kebijakan tersebut. Studi ini merupakan upaya mengkaji
organisasi pemerintah dalam kerangka institusional dengan metodologi penelitian Soft Systems Methodology
(SSM) berorientasi research interest. Penelitian ini dilakukan pada Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana
Nasional (BKKBN) yang telah diberi wewenang untuk mengelola Penyuluh Keluarga Berencana (Penyuluh KB)
sebagai konsekuensi dari pemberlakuan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.
Penyuluh KB yang dialihkan status kepegawaiannya dari PNS pemerintah kabupaten/kota menjadi PNS BKKBN
ini jumlahnya mencapai 15.000an orang, tersebar di seluruh penjuru Indonesia dengan karakteristik geografis dan
kapasitas SDM yang bervariasi serta unit pengelola terbawahnya ada di level provinsi. Kondisi yang demikian
tersebut mendorong BKKBN untuk merumuskan infrastruktur kebijakan yang dapat dijadikan pedoman dalam
pelaksanaan tata-kelola Penyuluh KB. Secara empiris, kerangka kelembagaan alih kelola Penyuluh KB tersebut
dikaji dengan perspektif New Institutionalism yang lebih berfokus pada level organisasi.
Kata kunci: pengelolaan penyuluh KB, BKKBN, new institusionalism, soft systems methodology
Abstract
This research aims to determine the form of institutional framework of state policy and the collective action of
work units in the implementing agencies. It was an effort to examined government organizations in an institutional
framework using Soft Systems Methodology (SSM) with research interest orientation. The data was collected at
the National Population and Family Planning Board (BKKBN), which is an institution that has been authorized
to manage Family Planning (FP) field workers as a consequence of the enactment of a legislation about Regional
Government. The number of FP field workers who employment status were being transferred from district /
city government civil servants to BKKBN civil servants have reached approximately 15,000. They were spread
throughout Indonesia with varying geographical characteristics and HR capacity. Their lowest management unit
was at the provincial level. This condition drove BKKBN to formulate a policy infrastructure that could be a
guidance in the implementation of the governance of FP field workers. Empirically, this study was examined
through the perspective of New Institutionalism which focuses more on organizational level
Keywords: management of FP field workers, BKKBN, new institusionalism, soft systems methodology
81
Civil Service VOL. 13, No.1, Juni 2019 : 81 - 92
telah dua kali diubah dengan Undang- berencana melalui penetapan UU No.23
Undang Nomor 9 Tahun 2015 (UU tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.
Pemda) yang cenderung resentralisasi. Ada dua poin penting dalam pembagian
Salah satu program yang terdampak sub-urusan Penyuluh KB, pertama
pasang surut pengelolaan pemerintahan fungsi pengelolaan dan pendayagunaan
tersebut ialah bidang penyuluhan Keluarga Penyuluh KB yang awalnya dijalankan oleh
Berencana (KB). Sejak terjadinya perubahan pemerintah kabupaten/kota, kini wewenang
lingkungan strategis nasional yang ditandai tersebut dibagi dimana fungsi pengelolaan
dengan pergeseran sistem pemerintahan dijalankan oleh BKKBN sedangkan fungsi
sentralistik menuju ke desentralistik sesuai pendayagunaan oleh pemerintah kabupaten/
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 kota; kedua, dari pembagian wewenang
tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana tersebut maka alih-kelola dari pemerintah
diubah dengan Undang-Undang Nomor 32 kabupaten/kota ke BKKBN sebatas pada
Tahun 2003 atau yang lebih dikenal dengan pengalihan personil tenaga lapangannya,
UU Otda, secara langsung maupun tidak yaitu penyuluh KB-nya saja, sementara
langsung berdampak terhadap pengelolaan instansi yang sebelumnya mewadahi
dan mekanisme operasional Penyuluh penyuluh KB berikut perangkatnya tidak
Keluarga Berencana dan Petugas Lapangan diikutsertakan. Kedua poin tersebut menjadi
Keluarga Berencana (Penyuluh KB) serta “Pekerjaan Rumah (PR)” yang cukup berat
kesinambungan Program Kependudukan bagi BKKBN karena selaku pemerintah pusat
dan Keluarga Berencana (KKB). yang menyelenggarakan urusan pemerintah
Selama program KKB ikut serta konkuren, ia diberi kewenangan menetapkan
diotonomikan, angka merah kerap berbanjar norma, standar, prosedur dan kriteria yang
mewarnai rapor Program KB pada semua berupa ketentuan peraturan perundang-
indikator capaian pengendalian pertumbuhan undangan sebagai pedoman pelaksanaan
penduduk. Hal tersebut juga nampak pada pendayagunaan dan pengelolaan Penyuluh
Evaluasi Rencana Pembangunan Jangka KB.
Menengah Nasional (RPJMN) 2010- Beranjak dari dua konsekuensi kon-
2014. Dan yang menjadi faktor utama dari stitusi tersebut, penelitian ini berargumen
ketidak-tercapaian indikator pengendalian bahwa UU Pemda tentang Pemerintahan
pertumbuhan penduduk tersebut ialah ber- Daerah sebagai representasi perubahan
kurangnya jumlah Penyuluh KB yang sejak lingkungan institusi dalam implementasinya
dialihkan menjadi pegawai pemerintah perlu didukung infrastruktur kebijakan
kabupaten/kota, para kepala daerah begitu yang kuat. Kuat lemahnya sebuah kebijakan
leluasa memindahkan mereka ke jabatan di bergantung pada relasi dan interaksi
luar Penyuluh KB. Apabila kondisi tersebut kooperatif para perumus kebijakan dalam
tetap dibiarkan tanpa ada upaya penanganan melakukan tindakan kolektif dengan melobi,
serius dari pemerintah, dikhawatirkan mempengaruhi struktur makro agar dapat
eksistensi program KKB di Indonesia tidak menjembatani kepentingan organisasi.
dapat dipertahankan lagi dan semakin Menjadi hal menarik jika permasalahan
bersumbangsih terhadap ancaman ledakan tersebut dilihat dalam kerangka kelem-
bayi (baby boom) kedua setelah sebelumnya bagaannya, bukan semata-mata dalam
terjadi di tahun 1950 (Mardiya, 2011). konteks organisasinya. Oleh karena itu,
Para eksekutif dan legislatif penelitian ini bermaksud mengajukan
selaku representasi negara akhirnya pertanyaan “Bagaimana bentuk kerangka
merespon permasalahan tersebut dan institusional proses alih-kelola Penyuluh
menindaklanjutinya dengan membagi ulang KB sebagai implementasi Undang-Undang
urusan pemerintahan antara pemerintah Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan
pusat dan pemerintah daerah dalam bidang Daerah?”.
pengendalian penduduk dan keluarga
82
Alih Kelola Penyuluh Kb Dalam Kerangka Institusional: Deskripsi Situasi Permasalahan Implementasi
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah di BKKBN
(Vita Listiani)
83
Civil Service VOL. 13, No.1, Juni 2019 : 81 - 92
Makro
Kemendagri 1. Merumuskan rancangan UU 1. Sesuai dengan UUD 1945 1. Efektivitas
tentang Pemerintahan Daerah (Bab Pemerintahan Daerah)
2. Objektivitas
2. Mengkoordinasikan 2. Tidak bertentangan dengan
3. Ketelitian
pelaksanaan alih-kelola UU ASN dan peraturan
Penyuluh KB agar berjalan perundang-undangan lain 4. Keadilan
sesuai dengan UU Pemda
3. Terlaksananya alih-kelola 5. Saling
3. Memfasilitasi, memonitor Penyuluh KB sebagaimana menguntungkan
pelaksanaan pengalihan yang menjadi amanat
Penyuluh KB undang-undang;
4. Mengkonsepkan pola dan 4. Memastikan pemerintah
menetapkan kriteria urusan pusat melaksanakan
pemerintah mana yang dapat fungsinya sebagai
atau tidak dapat dibagi antara pengelola Penyuluh KB
pemerintah pusat dengan dan pemerintah kabupaten/
pemerintah daerah kota juga mendayagunakan
penyuluh KB sesuai aturan
5. Mengkaji konten urusan yang
pendayagunaan yang
diusulkan oleh K/L
ditetapkan melalui Perka
BKKBN Nomor 12 tahun
2017
84
Alih Kelola Penyuluh Kb Dalam Kerangka Institusional: Deskripsi Situasi Permasalahan Implementasi
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah di BKKBN
(Vita Listiani)
Meso
Sumber: Olahan data hasil wawancara, FGD dan data sekunder (2019)
85
Civil Service VOL. 13, No.1, Juni 2019 : 81 - 92
Makro Kemendagri/UU No. 23 tahun 2014 dan 1. Kemampuan untuk menginstruksikan bupati/
Peraturan Presiden Nomor 11 tahun 2015 walikota untuk segera mengalihkan Penyuluh
tentang Kementerian Dalam Negeri KB ke pemerintah pusat.
2. Kemampuan untuk mengkoordinir jalannya
pengalihan Penyuluh KB dari pemerintah
kabupaten/kota ke BKKBN.
Sumber: Olahan data hasil wawancara, FGD dan data sekunder (2019)
pun menyampaikan bahwa banyak faktor Pemda sebagai bentuk market mechanism,
yang melatarbelakangi permasalahan ter- Kemendagri melanjutkan perannya dengan
sebut. Dari hasil kajian tim independen, mengeluarkan surat edaran menteri dalam
maka disimpulkan bahwa faktor utama negeri yang ditujukan kepada gubernur dan
yang menjadi penyebab tingginya laju bupati/walikota, serta surat yang ditujukan
pertumbuhan penduduk dan angka kelahiran kepada 10 K/L salah satunya BKKBN, yang
anak adalah minimnya tenaga Penyuluh KB mendorong pelaksanaan alih kelola personil
yang menggerakkan program KB di daerah. yang telah ditentukan.
Selama program pengendalian penduduk Selanjutnya, tingkat meso ialah
diotonomikan, kepala daerah secara tingkatan yang paling banyak aktor di
leluasa memutasi Penyuluh KB ke jabatan dalamnya dengan peran, norma dan nilainya
lainnya. Gayung bersambut, Penyuluh KB masing-masing serta terdapat berbagai
pun enggan untuk tetap dalam jabatannya disharmoni relasi sosial antar komponen
karena ia menganggap bahwa Penyuluh terkait. Disini ada BKKBN, yang terdiri
KB bukanlah pekerjaan yang presticious. dari BKKBN Pusat, BKKBN Provinsi dan
Sehingga semakin lama jumlah Penyuluh OPD-KB kabupaten/kota. BKKBN sendiri
KB semakin berkurang dan akhirnya ada tiga unit kerja yang berperan dalam
program KB semakin terbengkalai karena pelaksanaan kebijakan alih kelola Penyuluh
kekurangan tenaga penggeraknya. Padahal KB, yaitu Direktorat Bina Lini Lapangan
segala bentuk upaya untuk mempertahankan (Ditbinlap), Biro Kepegawaian (Bipeg),
Penyuluh KB agar tetap pada jabatannya Biro Hukum, Organisasi dan Hubungan
sudah ditempuh. Masyarakat (Bihom). Masing-masing unit
Dari persoalan di atas, maka dalam tersebut, secara spontan melaksanakan tugas
hal ini pemerintah kabupaten kota dianggap dan kewenangan yang kira-kira menjadi
gagal menjalankan fungsinya mengelola tanggung jawab unit kerjanya. Pada saat
program pengendalian penduduk dan KB. persiapan hingga proses pengalihan, Bipeg
Dan informan ahli menyampaikan bahwa dan Bihom mengkoordinir pelaksanaan
dalam prinsip negara kesatuan, apabila satu inventarisasi data Penyuluh KB, penentuan
urusan pemerintahan diserahkan kepada kelas jabatan Penyuluh KB, pelaksanaan
daerah namun ia gagal dalam menjalankan penandatanganan berita acara serah
urusan tersebut maka negara menggambil terima, hingga penetapan SK penempatan
alih kembali. Penyuluh KB pasca-dialihkan. Selanjutnya,
Beranjak dari simpulan ini, maka Ditbinlap segera merumuskan peraturan
ketentuan pengalihan Penyuluh KB dari Kepala BKKBN tentang Pendayagunaan
pemerintah kabupaten/kota ke pemerintah Penyuluh KB yang mengatur kewenangan
pusat (BKKBN) tercetus. Secara awam, pendayagunaan OPD-KB pasca pengalihan
banyak yang mempertanyakan mengapa Penyuluh KB. Hal tersebut dilaksanakan
yang dialihkan hanya personil Penyuluh Ditbinlap atas arahan dari Sekretaris Utama
KBnya saja, sementara fungsi pengelolaan BKKBN untuk mengedam euvoria di
program masih diberikan kepada peme- lapangan. Sebelum adanya perka tersebut,
rintah kabupaten/kota. Dari hasil kajian baik Penyuluh KB maupun OPD-KB seperti
tim independen, disampaikan bahwa kehilangan arah karena mereka belum
antara fungsi dan manajemen dari urusan meme-gang pedoman apapun sehingga
pengendalian penduduk dan KB ditemukan mereka tidak mengetahui batasan-batasan
bahwa unsur manajemennya yang ber- apa yang menjadi kewenangan kedua belah
masalah. Apabila urusan beserta fungsi pihak. Ditbinlap dengan menggandeng
dan manajemen semua ditarik ke BKKBN, Kemendagri duduk bersama merumuskan
sangat banyak pertimbangan yang akan hal-hal yang menjadi kewenangan OPD-KB
memberatkan BKKBN. Ketika pengalihan dan akhirnya ditetapkanlah Perka BKKBN
Penyuluh KB telah diundangkan melalui UU Nomor 12 Tahun 2017. Dalam perka
87
Civil Service VOL. 13, No.1, Juni 2019 : 81 - 92
tersebut juga diatur mengenai beberapa dengan fungsi unit kerja atau fungsi jabatan
mekanisme kepegawaian seperti penilaian mereka. Dengan meminjam istilah yang
kinerja dan mutasi wilayah kerja Penyuluh kerap dibawakan DiMaggio dan Powell
KB, yang nantinya juga diatur dalam perka (1983), mereka seperti terjebak dalam iron
lain yaitu perka pengelolaan dan perka cage birokrasi. Relasi antar-kelompok yang
penilaian prestasi kerja penyuluh KB yang terjalin pun tampak kaku dan terbatas pada
digawangi Bipeg. tugas dan fungsi unit kerja yang ada dan
Pada saat Ditbinlap sibuk merumuskan cenderung terjadi disharmoni pada relasi
perka pendayagunaan, di waktu yang sama informal mereka. Temuan ini diperkuat
Bipeg menyusun perka pengangkatan pula pada analisis sosial dan politik, dimana
PNS dalam jabatan Penyuluh KB melalui peran yang dijalankan oleh Bipeg maupun
penyesuaian/inpassing karena pada saat Ditbinlap lebih pada atas kesadaran masing-
itu pula KemenPAN-RB menginstruksikan masing dengan melihat tugas fungsi yang
kepada instansi pembina jabatan fungsional melekat pada unit kerja sebagaimana telah
untuk segera melaksanakan inpassing ter- diatur dalam Perka BKKBN Nomor 72/
sebut. Sementara itu, Perka pengelolaan PER/B5/2011.
jabatan fungsional ditunda pelaksanaannya Dengan ditetapkannya aturan formal
menunggu proses inpassing selesai. Ketika mengenai pendayagunaan dan pengelolaan
Perka BKKBN Nomor 12 tahun 2017 Penyuluh KB, BKKBN Provinsi selaku unit
tentang Pendayagunaan diundangkan, maka kerja yang melaksanakan sebagian tugas
Perka tentang pengelolaan Penyuluh KB BKKBN di level terbawah dan sekaligus
mulai dirumuskan. Dari kedua aturan formal sebagai pengelola teknis Penyuluh KB dengan
ini diketahui adanya butir aturan yang kondisi sumber daya manusia yang terbatas
tumpang tindih bahkan bertolak belakang merasa kewalahan dengan bertambahnya
yang memunculkan kebingungan pengelola fungsi jabatan dan beban kerja. Membentuk
teknis maupun pendayaguna Penyuluh KB unit kerja baru di level kabupaten/kota untuk
dalam mengimplementasikannya. meminimalisir permasalahan administrasi
Dari tindakan-tindakan yang diambil kepegawaian Penyuluh KB pun bukan
terkait tata-kelola Penyuluh KB, diketahui solusi yang mudah untuk dilaksanakan dan
bahwa masing-masing baik Bipeg maupun memang dikhawatirkan terjadi tumpang
Ditbinlap memiliki kepentingan yang berbeda tindih fungsi dengan OPD-KB kabupaten/
namun diperjuangkan dalam bentuk tindakan kota. Penyesuaian tata kelola Penyuluh KB
kolektif. Mereka nampak menempuh jalan dengan kondisi kelembagaan yang demikian
sendiri-sendiri untuk memenuhi kepentingan ini membutuhkan waktu yang panjang untuk
masing-masing. Bipeg berkepentingan mencapai kata tertib. Modernisasi tata-
kebijakan-kebijakan yang dirumuskan kelola melalui digitalisasi sistem informasi
terkait pengelolaan kepegawaian Penyuluh kepegawaian dan monitoring kinerja menjadi
KB harus sesuai dengan UU Nomor 5 satu-satunya keniscayaan yang menjadi
Tahun 2014 tentang ASN dan aturan-aturan harapan pelaksanaan pengelolaan Penyuluh
kepegawaian lain, sementara Ditbinlap KB dapat terkendali.
berkepentingan mengakomodir seluruh OPD-KB sebagai salah satu aktor pada
persoalan yang dihadapi Penyuluh KB dan tingkat meso yang melepaskan Penyuluh KB
melakukan berbagai upaya penyelesaian dari strukturnya untuk dikelola BKKBN,
melalui pembaharuan-pembaharuan sistem mereka mempunyai masalah enforcement
dan perumusan aturan-aturan. sendiri yang lebih krusial terkait status
Gap (perbedaan) yang terbentuk Penyuluh KB sebagai pegawai pusat yang
akibat sejarah pembagian tugas fungsi yang didayagunakan di daerah. Dalam Perka
dilembagakan, akhirnya memenjarakan Pendayagunaan memang telah disebutkan
tindakan-tindakan mereka karena apa yang bahwa mereka berwenang melakukan
dilakukan mereka berpatokan harus sesuai pembinaan disiplin Penyuluh KB. Namun,
88
Alih Kelola Penyuluh Kb Dalam Kerangka Institusional: Deskripsi Situasi Permasalahan Implementasi
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah di BKKBN
(Vita Listiani)
89
Civil Service VOL. 13, No.1, Juni 2019 : 81 - 92
90
Alih Kelola Penyuluh Kb Dalam Kerangka Institusional: Deskripsi Situasi Permasalahan Implementasi
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah di BKKBN
(Vita Listiani)
91
Civil Service VOL. 13, No.1, Juni 2019 : 81 - 92
92