Anda di halaman 1dari 16

View metadata, citation and similar papers at core.ac.

uk brought to you by CORE


provided by Jurnal Ilmiah Ilmu Administrasi Publik

nno Sahlania H./ Jurnal Administrasi Publik, Volume 4 No. 1 Thn. 2014

PERILAKU BIROKRASI PEMERINTAH DALAM PELAYANAN


PUSKESMAS DI KOTA MAKASSAR

ONNO SAHLANIA HAMZAH


Dosen Kopertis Wilayah IX Sulawesi

ABSTRAK

Puskesmas merupakan lembaga pemerintah yang berfungsi melakukan pelayanan


kesehatan dasar menuju paradigma sehat. Pelayanan kesehatan terdiri dari pelayanan
kesehatan perseorangan dan pelayanan kesehatan masyarakat dengan kegiatan bersifat
promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif. Penelitian ini bertujuan untuk: (1)
menganalisis dan menjelaskan perilaku birokrasi pemerintah dalam pelayanan Puskesmas
di kota Makassar, (2) menganalisis dan menjelaskan kualitas pelayanan Puskesmas di
kota Makassar, dan (3) menganalisis dan menemukan faktor yang berkaitan dengan
perilaku birokrasi Puskesmas di kota Makassar.
Lokasi penelitian dilakukan pada Puskesmas yang sudah berstandar ISO-9001
yaitu Puskesmas Kassi-Kassi dan belum berstandar ISO-9001 yaitu Puskesmas
Barombong di Kota Makassar, dengan jenis penelitian kualitatif. Sumber data diperoleh
dari informan dengan teknik wawancara, observasi dan dokumentasi. Informan terdiri
dari unsur birokrat puskesmas sebagai penyelenggara pelayanan dan unsur masyarakat
sebagai pengguna layanan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) perilaku birokrasi dengan prinsip
rasionalitas universal belum inovatif melakukan program-program pelayanan kesehatan
sehingga pelaksanaan tugas-tugas pelayanan kesehatan berlangsung apa adanya, perilaku
birokrasi dengan prinsip hirarki kurang terkoordinasi baik sehingga beban tugas ganda
menjadi kurang terkendali, dan perilaku birokrasi dengan prinsip diskresi kurang
memperoleh kebebasan menjalankan kewenangan sesuai kebutuhan riil Puskesmas dari
kebijakan yang bersifat top-down. (2) Aspek kualitas pelayanan puskesmas, tersedianya
sarana dan prasarana pendukung program pelayanan kurang terjangkau, kepuasan
masyarakat dari kualitas yang diterimanya ditentukan oleh kondisi masyarakat setempat.
(3) Faktor-faktor yang berkaitan dengan penerapan perilaku birokrasi puskesmas yang
dapat berlangsung efisien mendukung proses penyelenggaraan pelayanan melalui
kepemimpinan transformasional, birokrasi profesional dan kewenangan khusus.

Kata Kunci: Pelayanan Publik, Instansi Pemerintah

PENDAHULUAN masyarakat. Pembangunan sektor


kesehatan memberikan proporsi yang besar
Seiring dengan berlakunya Undang-
dalam perbaikan taraf kesejahteraan
Undang Otonomi Daerah Nomor 32 Tahun
masyarakat khususnya terjaminnya
2004 tentang Pemerintahan Daerah, maka
kesehatan masyarakat sesuai Undang-
sektor kesehatan termasuk yang
Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang
ditanamkan pengelolaannya, agar lebih
Kesehatan, yang perlu mendapat perhatian
efisiensi dan efektif layanannya terhadap
Onno Sahlania Hamzah/ Jurnal Administrasi Publik, Volume 4 No. 1 Thn. 2014 31

untuk ditingkatkan standar pelayanan mewujudkan suatu perilaku birokrasi yang


kesehatan yang tertuang pada Keputusan berkualitas, mampu menjamin
Menteri Kesehatan Nomor 741 terpenuhinya kepuasan pelayanan standar
Menkes/Per/VII/2008 tentang Standar kesehatan termasuk secara operasional
Pelayanan Minimal di Kabupaten/Kota dapat dilihat pada berbagai kegiatan
yang sejalan dengan Keputusan Menpan pelayanan yang bersentuhan langsung
Nomor 63/KEP./M.PAN/7/ 2003 tentang dengan publik, seperti halnya kegiatan
Pedoman Umum Penyelenggaraan pelayanan kesehatan yang dilakukan oleh
Layanan Publik. pihak Puskesmas.
Kepmenkes Nomor Mencermati pandangan tersebut jika
128/Menkes/SK/II/2004 tentang Kebijakan dilihat dari kenyataan dalam pelayanan
Daerah Pusat Kesehatan Masyarakat kesehatan Puskesmas masih jauh dari
(PUSKESMAS), dari sudut perspektif teori harapan terwujudnya kualitas pelayanan
organisasi mengandung makna perubahan yang menjamin terpenuhinya kepuasan
organisasi publik yang bersifat mendasar, masyarakat. Hal ini disadari bahwa
pergeseran paradigma pengelolaan perilaku birokrasi pada sektor kesehatan
birokrasi Puskesmas melalui pola perilaku masih perlu diperbaiki baik berupa
yang mampu beradaptasi dengan perilaku individu dan organisasi dalam
perubahan lingkungan sesuai tuntutan menjalankan kegiatan perilaku birokrasi
kebijakan Indonesia Sehat yang mencakup: untuk mewujudkan kualitas pelayanan
Pertama, penetapan Visi Kecamatan Sehat yang memuaskan. Pentingnya perilaku
menuju terwujudnya Indonesia Sehat. birokrasi dalam organisasi sebagai penentu
Kedua, Puskesmas merupakan unit aktivitas pelayanan untuk mencapai tujuan
pelaksana teknis Dinas Kesehatan organisasi, maka segala tindakan yang
Kabupaten/Kota disebut sebagai pusat berorientasi pada pencapaian tujuan harus
pelayanan kesehatan strata pertama yang sesuai dengan perilaku birokrasi. Dalam
bertanggung jawab menyelenggarakan penyelenggaraan pelayanan publik di
pembangunan dan pelayanan kesehatan, Indonesia menurut penelitian Dwiyanto
diberikan insentif dalam bentuk alokasi (2006:257) memberikan indikasi bahwa
kewenangan dan finansial untuk pada umumnya para pejabat birokrasi
menggerakkan pelayanan kesehatan belum mampu menempatkan para
primer. Ketiga, Puskesmas bekerja pengguna jasa birokrasi sebagai pelanggan
berdasarkan asas pertanggungjawaban yang memiliki kemampuan untuk
(asas akuntabilitas) dengan mendesain dan memperbaiki nasib diri dan birokrasinya.
melayani menurut Standar Pelayanan Pengguna jasa masih diperlakukan sebagai
Minimal (SPM) yang telah ditetapkan klien yang nasibnya ditentukan oleh
secara nasional dan lokal. Keempat, tindakannya, akibatnya diskriminasi dalam
Puskesmas menjadi pusat pemberdaya penyelenggaraan pelayanan publik masih
masyarakat (empowering) atau Usaha mudah dijumpai dalam birokrasi
Kesehatan Berbasis Masyarakat (UKBM), pelayanan.
baik dalam upaya preventif, promotif dan Dalam pandangan Thoha (2009)
kuratif. Kelima, adanya pergeseran dijelaskan bahwa birokrasi di Indonesia ada
orientasi dari pelayanan yang berpusat kecenderungan berkembang ke arah
pada penyedia pelayanan kepada ”parkinsonian” dimana terjadi proses
masyarakat sebagai customer, atau pertumbuhan jumlah personel dan
perubahan paradigma budaya birokrasi pemekaran struktur birokrasi secara tak
pelayanan. terkendali. Pemekaran yang terjadi bukan
Penjabaran dari peraturan karena adanya tuntutan fungsi, tetapi semata-
perundang-undangan tersebut memberikan mata adalah untuk memenuhi tuntutan
penguatan kepada suatu organisasi untuk struktur. Kecenderungan lain terjadinya
Onno Sahlania Hamzah/ Jurnal Administrasi Publik, Volume 4 No. 1 Thn. 2014 32

birokrasi ”orrwellian” yaitu proses diberikan, atau kalaupun diberikan


pertumbuhan kekuasaan birokrasi atas jumlahnya sangat sedikit. Sebaliknya, ada
masyarakat, sehingga kehidupan masyarakat yang tidak diminta justru terus menerus
menjadi dikendalikan oleh birokrasi. diberikan, akibatnya semua pasien diberi
Akibatnya birokrasi Indonesia semakin obat yang sama.
membesar dan cenderung tidak efektif dan
tidak efisien. Kondisi seperti ini KAJIAN PUSTAKA
menyebabkan sangat sulit diharapkan 1. Konsep dan Teori Perilaku Birokrasi
birokrasi siap dan mampu melaksanakan Birokrasi pemerintah merupakan suatu
kewenangan barunya secara optimal. Gejala organisasi yang memiliki struktur dan
demikian ini menunjukkan bahwa birokrasi prosedur dalam mencapai tujuannya. Hal ini
dan birokratisasi tidak pernah tampil dalam mengindikasi bahwa birokrasi merupakan
bentuk idealnya. organisasi yang didesain untuk
Berkaitan dengan kondisi pelayanan menyelesaikan tugas administrasi secara
publik yang diselenggarakan di Puskesmas sistematis berdasarkan urutan pekerjaan
sebagai tempat rujukan pertama dalam individu. Struktur birokrasi banyak diwarnai
pelayanan prima, terdapat beberapa fakta oleh karakteristik dan kapabilitas individu
yang menggambarkan bahwa perilaku atau aparat selaku abdi negara atau
birokrasi kurang profesional dalam pemerintah dan pelayan masyarakat yang
pelayanan. Hal ini dapat dilihat dari hasil secara hirarki sesuai dengan fungsi dan
survey Ombudsman (Fajar, 2011) bahwa tanggung jawab dalam tata administrasi.
lambatnya pelayanan mendominasi keluhan Dengan demikian, dihadapkan dan dituntut
masyarakat, akibatnya sistem dan prosedur menampilkan perilaku yang sesuai dengan
kerja belum optimal. Sebanyak 54 persen peranannya selaku abdi negara.
Konsep perilaku birokrasi dalam
dari 278 responden mengeluhkan antrian
pandangan Thoha (2002) dapat dipakai
panjang dalam pelayanan, lambatnya
bersama dengan konsep perilaku organisasi
prosedur layanan registrasi pasien karena pada dasarnya birokrasi maupun
Puskesmas Kota Makassar juga disebabkan organisasi adalah merupakan suatu sistem
oleh jumlah tenaga kesehatan dan tenaga yang ditopang oleh manusia yang berusaha
medis di 37 unit Puskesmas belum mencapai tujuan dan selalu berperilaku.
berimbang dengan kunjungan pasien yang Konsep perilaku organisasi menurut Robbins
tercatat sebanyak 841 orang tenaga (2008:11) merupakan perilaku organisasi
Puskesmas dengan jumlah kunjungan pasien sebagai bidang studi yang menyelidiki
2.143.523 orang (Dinas Kesehatan Kota pengaruh yang dimiliki individu, kelompok,
Makassar, 2010). dan struktur terhadap perilaku dalam
Fenomena lain yang terjadi pada organisasi, yang bertujuan menerapkan ilmu
pelayanan Puskesmas di Kota Makassar pengetahuan semacam ini guna
dalam hal kebijakan dan kewenangan yang meningkatkan keefektifan suatu organisasi.
sering menimbulkan distorsi. Kondisi Sedangkan Davis (1989:5) berpendapat
lemahnya kebijakan dimana unit pelayanan bahwa perilaku organisasi adalah telaah dan
menjadi unit birokrasi (kantor). Salah satu penerapan pengetahuan tentang bagaimana
hal adanya distorsi kebijakan berdasarkan orang-orang bertindak di dalam organisasi.
penjelasan Ruby (2011) bahwa ketersediaan Dalam organisasi, hasil yang
obat di Puskesmas berdasarkan pemesanan diinginkan dari setiap perilaku adalah
obat dari Puskesmas terlambat diajukan performanya sebagaimana Winardi
(2004:199) menyatakan bahwa, perilaku
sehingga lambat diproses. Kurangnya
yang berkaitan dengan performa, yaitu
ketersediaan obat karena tidak sesuai dengan
perilaku yang langsung berkaitan dengan
permintaan obat dari Puskesmas dengan tugas-tugas pekerjaan, dan yang perlu
suplay obat dari gudang farmasi. Ada obat dilaksanakan guna mencapai sasaran-sasaran
yang diminta berkali-kali tetapi tidak sesuatu tugas.
Onno Sahlania Hamzah/ Jurnal Administrasi Publik, Volume 4 No. 1 Thn. 2014 33

Perilaku birokrasi tercermin dari perlakuan istimewa karena adanya


perilaku manusia (birokrat), dimana kepentingan didalamnya, di samping itu
seperangkat perbuatan individu kemudian setiap layanan yang dijalankan sebaiknya
menjelma menjadi perilaku kelompok, dan melibatkan semua fungsi dalam struktur
akhirnya menjadi representasi perilaku organisasi, dan terakhir ialah semua tindakan
organisasi yang kemudian dimaknai sebagai dan keputusan didasarkan pada kebijakan
perilaku birokrasi. Perilaku birokrasi pimpinan atau tujuan layanan publik.
menurut Ndraha (2003:521) terbentuk dari Teori perilaku birokrasi merupakan
interaksi antara karakteristik individu, dan pertemuan antara elemen organisasi sebagai
karakteristik birokrasi (organisasi) atau lebih kelembagaan dan perilaku manusia yang
spesifik lagi antara struktur dan aktor menjalankan organisasi tersebut (Heady,
(pejabat). 1966:516). Adapun elemen perilaku manusia
Dalam hubungannya dengan dalam birokrasi ialah objektif, tepat, dan
pemerintah, perilaku birokasi lebih konsisten lebih lanjut Friedrich menyatakan
ditekankan pada pemberian pelayanan yang bahwa perilaku birokrasi merupakan perilaku
ditampilkan oleh orang-orang dalam yang selalu mencapai kondisi normal, layak
organisasi untuk mencapai tujuan dan tepat. Teori ini mengindikasikan perilaku
pemerintah. Perilaku birokrasi pada birokrasi untuk mengungkapkan fakta secara
hakekatnya merupakan hasil interaksi antara transparan, kemudian menyesuaikan antara
individu-individu dengan organisasinya. kualitas layanan dengan tingkat kebutuhan
Oleh karena itu untuk memahami perilaku masyarakat, terakhir ialah menekankan pada
birokrasi sebaiknya diketahui terlebih dahulu ketepatan waktu, dimana ketepatan waktu
individu-individu yang mendukung adalah momentum yang membutuhkan
organisasi itu. Individu membawa ke dalam layanan, apabila tertunda maka dianggap
tatanan birokrasi, kemampuan, kepercayaan layanan sudah tidak berlaku lagi.
pribadi, pengharapan, kebutuhan, dan Sejalan dengan pemikiran Berger dan
pengalaman, dan sebagainya. Ini semua Friedrich, konsep perilaku birokrasi menurut
merupakan karakteristik individu, dan Aucoin (1991:26) yangmerupakan perpaduan
karakteristik ini akan memasuki lingkungan antara konsep kinerja dan konsep layanan
baru, misalnya birokrasi. publik. Kinerja birokrasi dapat meningkatkan
Adapun birokrasi yang dipergunakan kualitas layanan publik, kemudian oleh
sebagai suatu sistem untuk merasionalkan Rainey dan Steinbauer (2007:99)
organisasi itu juga mempunyai karakteristik mengatakan bahwa perilaku birokrasi
sendiri. Jika karakteristik individu merupakan hubungan antara tindakan
berinteraksi dengan karakteristik birokrasi birokrasi dengan kepentingan publik yang
tersebut, maka timbullah perilaku birokrasi. lebih menitik beratkan pada perilaku
Suatu birokrasi merupakan suatu organisasi prevalensi, yaitu perilaku penyamaan hak
yang memiliki struktur dan prosedur dalam masyarakat terhadap pelayanan publik yang
mencapai tujuannya. Berdasarkan hal diterima dan tidak melakukan diskriminasi.
tersebut maka teori birokrasi menurut Marx
(1957) merupakan organisasi yang didesain 2. Aspek-aspek Perilaku Birokrasi
untuk menyelesaikan tugas administrasi Pemerintah
secara sistematis berdasarkan urutan
Dalam penelitian ini, aspek perilaku
pekerjaan individu. Dalam menjalankan
birokrasi merujuk pada pandangan Berger
tugas layanan publik, maka terdapat tiga
(Heady, 1966), bahwa perilaku birokrasi
model perilaku birokrasi sebagai pola
pemerintah yang sangat diharapkan adalah
perilaku yang spesifik berdasarkan hasil
perilaku yang profesional dalam
temuan Berger dalam Heady (1966:513)
mewujudkan aspirasi rakyatnya yang
yaitu rasionalitas dan universal, hirarki dan
tercermin dalam bentuk pelayanan yang baik,
diskresi. Indikator tersebut menunjukkan
sehingga akan meningkatkan kepercayaan
bahwa perilaku birokrasi tidak dapat
dari masyarakat kepada para penyelenggara
melakukan diskriminasi atau memperlakukan
pemerintahan di daerah. Wujud perilaku
khusus golongan tertentu atau memberi
Onno Sahlania Hamzah/ Jurnal Administrasi Publik, Volume 4 No. 1 Thn. 2014 34

birokrasi sesuai dengan aspek rasionalitas di dalamnya terdapat pejabat, tugas serta
dan universal, hirarki, serta diskresi. Untuk wewenang tertentu menurut kedudukannya
lebih jelasnya diuraikan sebagai berikut : dari atas ke dalam fungsi tertentu. Pejabat
yang berada pada tingkat yang lebih atas
a. Rasionalitas dan Universal
mengawasi para pejabat yang berkedudukan
Perilaku rasional diartikan sebagai
pada tingkat di bawahnya dan seterusnya,
tindakan perilaku yang dilaksanakan dan bisa
hingga hubungan yang dilakukan antara para
diterima oleh akal sehat sesuai logika.
pejabat selayaknya melewati tingkat yang
Pengertian ini dimaksudkan bahwa dalam
telah ditentukan.
birokrasi terdapat unsur rasionalitas
Prinsip hirarki dengan pembagian
administrasi sesuai pandangan Weber.
tugas yang jelas, pendelegasian yang tepat
Rasionalitas yang diciptakan adalah untuk
dan adanya tanggung jawab membutuhkan
menjamin kepastian administrasi dan
koordinasi agar kesenjangan dan duplikasi
keteraturan. Birokrasi pada dasarnya selalu
dalam tugas-tugas pelayanan menjadi kecil.
berkonotasi pekerjaan dan organisasi besar.
Dengan koordinasi tugas-tugas pelayanan
Karenanya semua hal diatur dalam sistem
akan menjadi efisien dan kecepatan memberi
birokrasi yang dapat merasionalisasikan
respon jika terjadi masalah sehingga mudah
seluruh jenis dan tingkatan pekerjaan dengan
untuk mengambil keputusan dengan tepat
alur, tanggung jawab pelaksana dan
dan cepat. Dengan koordinasi maka saluran
mekanisme yang jelas.
komunikasi dalam organisasi dapat berjalan
Perilaku rasional dalam sistem
baik dan dapat membentuk team work yang
birokrasi dapat diasosiasikan sebagai sebuah
solid yang dapat menyelaraskan pekerjaan
sistem rasionalisasi struktur, pekerjaan,
pada tujuan yang sama. Menurut Nawawi
tanggung jawab dan mekanisme kerja. Hal
dan Hadari (1994:93) organisasi yang
ini dikemukakan oleh Said (2007:40) Hal
terkoordinir tidak boleh terjadi satu unit kerja
tersebut karena awal mula terbentuknya
dibiarkan bekerja sendiri. Tidak boleh terjadi
sistem birokrasi justru untuk
suatu unit/satuan kerja yang mengambil alih
merasionalisasikan pekerjaan sebagaimana
volume pekerja personel atau satuan kerja
yang sejak dulu digagas oleh konseptor
yang lain, sebaliknya tidak boleh terjadi
birokrasi. Pengertian bahwa rasionalitas
seseorang atau personel satuan kerja yang
adalah unsur utama birokrasi sebab memang
meninggalkan atau mengerjakan
birokrasi adalah rasionalitas dari hubungan
volume/beban kerja yang menjadi tanggung
antar elemen organisasi sehingga dapat
jawabnya.
diidentifikasikan apa, dikerjakan siapa,
Berdasarkan uraian tersebut diatas,
bertanggung jawab kepada siapa, kapan dan
prinsip hirarki dalam perilaku birokrasi
bagaimana tata caranya.
menghendaki adanya pembagian tugas yang
Berdasarkan penjelasan tersebut,
jelas baik secara horisontal maupun vertikal,
dapat disimpulkan bahwa perilaku birokrasi
pendelegasian tugas yang tepat dan tanggung
rasional dan universal dimaksudkan sebagai
jawab berdasarkan kemampuan untuk
suatu sikap atau tindakan yang dijalankan
melaksanakan tugas sesuai rencana dengan
oleh penyelenggara pelayanan publik yang
tepat waktu dan tepat sasaran.
bersifat objektif dan terbuka (transparan),
perilaku dinamis yang senantiasa mengikuti c. Diskresi
perubahan dan perlakuan yang sama Diskresi dan kekuasaan dalam
sehingga tidak menimbulkan permasalahan. birokrasi berada pada koridor yang sama,
karena pada satu sisi merupakan wujud
penggunaan diskresi selama mematuhi dan
berada dalam aturan perundang-undangan
b. Hirarki atau kebijakan yang telah dibuat. Akan tetapi
Hirarki dalam istilah organisasi juga di sisi lain jika peraturan atau kebijakan yang
berarti jenjang organisasi. Menurut Sutarto ada diabaikan, maka diskresi bisa berubah
(1993:181) yang dimaksudkan dengan menjadi tindakan penyalahgunaan
hirarki adalah tingkat satuan organisasi yang kekuasaan. Kekuasaan adalah kapasitas yang
Onno Sahlania Hamzah/ Jurnal Administrasi Publik, Volume 4 No. 1 Thn. 2014 35

dimiliki seseorang untuk mempengaruhi usaha untuk membantu menyiapkan


orang lain sehingga orang mau tidak mau (mengurus) apa yang diperlukan orang lain.
harus melakukannya dan hanya orang yang Sedangkan pengertian service dalam Oxford
memiliki kekuasaan yang dapat membuat (2000) didefinisikan sebagai “a system that
suatu keputusan atau kebijakan. provides something that the public needs,
Meskipun kebijakan publik dibuat organized by the government or a private
pada area politik, namun perencanaan dan company”. Oleh karenanya, pelayanan
implementasinya tetap pada area birokrasi, berfungsi sebagai sebuah sistem yang
sehingga birokrasi lebih banyak memegang menyediakan apa yang dibutuhkan oleh
peranan dalam pembuatan maupun masyarakat. Sementara istilah publik, yang
pelaksanaan kebijakan. Besarnya kekuasaan berasal dari bahasa Inggris (public), terdapat
birokrasi tidak dapat dipersamakan dengan beberapa pengertian, yang memiliki variasi
tingginya diskresi birokrasi. Dalam arti dalam bahasa Indonesia, yaitu umum,
pelayanan publik kewenangan diskresi masyarakat, dan negara. Public dalam
diperlukan walaupun sebenarnya tidak diatur pengertian umum atau masyarakat dapat kita
dalam undang-undang atau kebijakan temukan dalam istilah public offering
tertentu. Hal ini diperlukan karena tidak (penawaran umum), public ownership (milik
semua undang-undang mampu umum), dan public utility (perusahaan
mengantisipasi semua kejadian-kejadian dan umum), public relations (hubungan
konsekuensi yang tidak diinginkan, oleh masyarakat), public service (pelayanan
karenanya eksekutif perlu mendapat ruang masyarakat), public interest (kepentingan
dimana mereka mengambil keputusan. umum) dan lain-lain.
Berkaitan dengan pelayanan publik, Dalam konsep pelayanan, dikenal dua
pendapat Scott (Wibawa, 2009) menyatakan jenis pelaku pelayanan, yaitu penyedia
bahwa ketiadaan atas terbatasnya ruang layanan dan penerima layanan. Penyedia
diskresi berarti dapat menghambat layanan atau service provider (Barata,
fleksibilitas dan mengekang profesionalisme 2003:11) adalah pihak yang dapat
birokrat yang berdampak pada rendahnya memberikan suatu layanan tertentu kepada
kualitas pelayanan publik. konsumen, baik berupa layanan dalam
Kewenangan diksresi adalah bentuk penyediaan dan penyerahan barang
merupakan respon terhadap situasi yang (goods) atau jasa-jasa (services). Penerima
tidak menentu seiring dengan dinamika layanan atau service receiver adalah publik
perkembangan tuntutan publik yang semakin (customer) atau konsumen (consumer) yang
pesat dan beragam yang kurang diimbangi menerima layanan dari para penyedia
dengan kecepatan perkembangan di bidang layanan. Adapun berdasarkan status
hukum dan peraturan perundang-undangan, keterlibatannya dengan pihak yang melayani
sehingga dimungkinkan bagi birokrat untuk terdapat dua golongan publik, yaitu:
menempuh kebijakan diskretif sepanjang a. Publik internal, yaitu orang-orang yang
berada pada koridor tugas dan tanggung terlibat dalam proses penyediaan jasa atau
jawabnya untuk masalah-masalah yang proses produksi barang, sejak dari
berkembang di masyarakat. perencanaan, pencitaan jasa atau
pembuatan barang, sampai dengan
3. Konsep dan Teori Pelayanan Publik pemasaran barang, penjualan dan
Dalam konteks keIndonesiaan, pengadministrasiannya.
penggunaan istilah pelayanan publik (public b. Publik eksternal, yaitu semua orang yang
service) dianggap memiliki kesamaan arti berada di luar organisasi yang menerima
dengan istilah pelayanan umum atau layanan penyerahan barang atau jasa.
pelayanan masyarakat. Oleh karenanya
ketiga istilah tersebut dipergunakan secara 4. Kualitas Pelayanan Publik
bergantian, dan dianggap tidak memiliki Kualitas pelayanan didefinisikan
perbedaan mendasar. Dalam Kamus Besar sebagai suatu kondisi dinamis yang
Bahasa Indonesia dinyatakan pengertian berhubungan dengan produk jasa, manusia,
pelayanan bahwa “pelayanan adalah suatu proses dan lingkungan yang memenuhi atau
Onno Sahlania Hamzah/ Jurnal Administrasi Publik, Volume 4 No. 1 Thn. 2014 36

melebihi harapan (Goetsch dan Davis, 2002). b. Reliability (kemampuan dan keandalan
Oleh karenanya kualitas pelayanan untuk menyediakan pelayanan yang
berhubungan dengan pemenuhan harapan terpercaya);
atas kebutuhan publik. Berkaitan dengan c. Responsiveness (kesanggupan untuk
penelitian ini, maka penelitian tentang membantu dan menyediakan pelayanan
perilaku birokrasi pelayanan kesehatan jika secara cepat dan tepat, serta tanggap
dikaitkan dengan kualitas pelayanan terhadap keinginan konsumen);
kesehatan adalah merupakan suatu layanan d. Assurance (kemampuan dan keramahan,
jasa. Jasa menurut Tjiptono (1996:23), serta sopan santun aparat dalam
diartikan sebagai setiap tindakan atau meyakinkan kepercayaan konsumen);
perbuatan yang ditawarkan oleh suatu pihak e. Emphaty (sikap tegas tetapi penuh
kepada pihak lain yang pada dasarnya perhatian dari aparat terhadap konsumen).
bersifat tidak berwujud fisik (intangible) atau Kualitas pelayanan menurut konsep
tidak menghasilkan suatu kepemilikan. diatas, mengkaitkan dua dimensi sekaligus,
Kualitas pelayanan publik merupakan yaitu di satu pihak penilaian kualitas
hasil interaksi dari berbagai aspek. Albrecht pelayanan pada dimensi konsumen,
dan Zemke (Dwiyanto, 2008:41) sedangkan di pihak lain penilaian juga dapat
beranggapan bahwa pemberian pelayanan dilakukan pada dimensi provider atau secara
kepada masyarakat seyogyanya lebih dekat lagi adalah terletak pada
memperhatikan aspek sistim pelayanan, kemampuan kualitas pelayanan yang
sumber daya manusia pemberi layanan, disajikan petugas pelayanan dari tingkat
strategi pelayanan, dan publik (costumers) manajerial hingga ke tingkat front line
yang disebut sebagai segitiga pelayanan service. Pendekatan untuk menilai kualitas
publik. pelayanan Puskesmas mengunakan model
Sistem pelayanan yang baik dapat ”the gaps model of service quality”. Model
menghasilkan kualitas pelayanan publik yang ini merujuk pada teori Zeithaml, et.al
baik pula. Suatu sistem pelayanan yang baik (1990:18) karena pada kedua dimensi
pada dasar akan melakukan strategi tersebut dapat saja terjadi kesenjangan atau
pelayanan yang jelas dengan mekanisme gap antara haraan-harapan dan kenyataan-
kontrol yang ada di dalamnya, sehingga kenyataan yang dirasakan oleh konsumen,
apapun bentuk penyimpangan yang akan dengan persepsi manajemen hingga front line
terjadi dapat diketahui dengan mudah. service terhadap harapan-harapan konsumen
Adapun sumber daya manusia yang tersebut. Konsep kualitas pelayanan diukur
dibutuhkan dalam proses pelayanan adalah dari pelayanan yang dapat memenuhi atau
yang mempunyai kemampuan melebihi harapan pelanggan terhadap
mengoperasionalkan sistem pelayanan yang pelayanan. Setiap pelanggan mempunyai
baik, serta memahami kebutuhan dan harapan terhadap pelayanan, sehingga atas
keinginan publik. dasar harapan tersebut mereka merumuskan
Konsep kualitas pelayanan dapat derajat kualitas. Hasil penelitian Zeithaml,
dipahami pula melalui perilaku konsumen et.al (1990), menggambarkan gap-gap
(Consumer Behavior), yaitu suatu perilaku tersebut:
yang dimainkan oleh konsumen dalam a. Kesenjangan antara harapan publik
mencari, membeli, menggunakan, dan (expected service) dengan persepsi
mengevaluasi suatu produk maupun manajemen (Management Perception of
pelayanan yang diharapkan dapat Costumer Expectation).
memuaskan kebutuhan. Zeithaml, et.al b. Kesenjangan antara persepsi manajemen
(1990:26), menyederhanakan menjadi lima (Management Perception of Costumer
dimensi yang dinyatakan dengan Expectation) dengan spesifikasi kualitas
SERVQUAL Dimensions, yaitu: pelayanan (Service Quality
a. Tangibles (kualitas pelayanan yang Specification).
berupa sarana fisik perkantoran, c. Kesenjangan antara spesifikasi kualitas
komputerisasi administrasi, ruang tunggu, pelayanan (Service Quality Spesification),
tempat informasi, dan sebagainya);
Onno Sahlania Hamzah/ Jurnal Administrasi Publik, Volume 4 No. 1 Thn. 2014 37

dengan penyampaian pelayanan (Service 6. Pelayanan Kesehatan


Delivery). Sektor kesehatan juga merupakan
d. Kesenjangan antara komunikasi eksternal salah satu sektor publik yang menerapkan
kepada publik (External Communication konsep pelayanan yang berwawasan
to Costumers) dengan proses masyarakat. Undang-Undang Nomor 36
penyampaian pelayanan (Service Tahun 2009 tentang Kesehatan menyatakan
Delivery). bahwa “Setiap orang berhak atas taraf hidup
e. Kesenjangan antara pelayanan yang yang memadai bagi kesehatan termasuk
diharapkan publik (Expected Service) perawatan kesehatan dan berhak atas
dengan pelayanan yang dirasakan oleh jaminan di saat menderita sakit”. Setiap
publik (Perceived Service). orang mempunyai hak yang sama dalam
memperoleh derajat kesehatan yang optimal.
5. Konsep Kepuasan Sektor kesehatan dapat dikatakan merupakan
Kepuasan masyarakat merupakan sektor yang unik, karena kinerjanya tidak
faktor yang sangat penting dan menentukan dapat diukur secara ekonomis saja, karena
keberhasilan suatu layanan publik, karena syarat dengan aspek sosial kemanusiaan.
masyarakat adalah konsumen dari produk Birokrasi Puskesmas yang melakukan
yang dihasilkannya, tanpa publik berarti pelayanan jasa juga adalah organisasi
lembaga tersebut tidak ada. Kepuasan pelayanan publik yang berada pada tingkat
masyarakat menurut Mowen (1995:39) daerah/kecamatan yang berfungsi
adalah seluruh perilaku masyarakat terhadap menyelenggarakan pelayanan kesehatan.
penggunaan barang dan jasa, oleh karena itu Secara teoritik menurut Lipsky (David,
pencapaian pemenuhan memenuhi 2010), birokrasi Puskesmas dikategorikan
kebutuhan dan keinginan masyarakat sebagai street level bureaucracy, yaitu
sehingga mencapai kepuasan masyarakat dan birokrasi yang menjalankan tugas berhadap-
lebih jauh lagi ke depannya dapat dicapai hadapan dengan masyarakat dimana karena
kesetiaan masyarakat. Sebab, bila tidak dapat peran dan kedudukannya itu birokrasi
memenuhi kebutuhan dan kepuasan menjadi representase pemerintah dimata
masyarakat sehingga menyebabkan publik, operasi birokrasi pada level terbawah
ketidakpuasan masyarakat mengakibatkan menyangkut urusan kebutuhan dasar
kesetiaan masyarakat akan hilang dan beralih masyarakat.
ke layanan swasta. Perkembangan Puskesmas untuk
Kotler (1997:15) menyebutkan bahwa menata lembaganya searah dengan
masyarakat akan puas apabila harapannya paradigma pembangunan kesehatan yaitu
dilebihkan. Harapan yang dimaksud ialah ”paradigma sehat” dengan tujuan untuk
sesuai dengan persepsi awal akan kualitas peningkatan mutu, pemerataan dan efisiensi
produk tersebut, dan persepsi tersebut mendorong Puskesmas untuk senantiasa
disesuaikan dengan pengalaman masa lalu. berupaya melakukan reformasi. Salah satu
Konsep dan teori mengenai kepuasan publik cara pencapaian reformasi birokrasi pada
telah berkembang pesat dan telah mampu instansi pelayanan kesehatan adalah
diklasifikasikan atas beberapa pendekatan. penerapan standar ISO-9001. Menurut Van
Salah satu pendekatan yang paling populer den Heuvel (2005), standar ISO-9001
yang berhubungan dengan kepuasan publik merupakan standar internasional tentang
adalah teori The Expectancy Disconfirmation sistem manajemen mutu dimana sebuah
Model dari Zeithaml et.al (1990:167). organisasi dapat mewakili sebuah konsensus
Teori ini menekankan bahwa internasional tentang praktek-praktek
kepuasan atau ketidakpuasan ditentukan oleh manajemen yang baik dengan tujuan untuk
suatu proses evaluasi publik, dimana persepsi memastikan bahwa organisai dapat secara
tersebut mengenai hasil suatu jasa atau jasa berkesinambungan menghasilkan produk
dibandingkan dengan standar yang atau jasa yang memenuhi persyaratan
diharapkan. Proses inilah yang disebut perundangan, meningkatkan kepuasan
dengan proses diskonfirmasi. pelanggan dan mencapai perbaikan
Onno Sahlania Hamzah/ Jurnal Administrasi Publik, Volume 4 No. 1 Thn. 2014 38

berkesinambungan dalam mencapai tujuan- Puskesmas walaupun masih terbatas pada


tujuan tersebut. dimensi obyektif terbuka dan tanpa
Penyelenggaraan pelayanan kesehatan diskriminasi, dalam hal ini dijalankan
berdasarkan Undang-Undang Nomor 36 berdasarkan apa yang menjadi acuan
Tahun 2009 tentang Kesehatan disebutkan secara administratif sesuai aturan
bahwa pelayanan kesehatan terdiri atas pemerintah dan dilaksanakan tanpa melihat
pelayanan kesehatan perseorangan dan perbedaan-perbedaan dalam masyarakat.
pelayanan kesehatan masyarakat. Pelayanan Namun dari dimensi dinamis, birokrasi
kesehatan sebagaimana dimaksud meliputi belum optimal mengantisipasi setiap
kegiatan dengan pendekatan promotif,
perubahan-perubahan yang terjadi baik
preventif, kuratif dan rehabilitatif.
dalam organisasi maupun diluar organisasi.
Menjalankan prinsip rasionalitas universal
METODE PENELITIAN
secara dinamis aparat pelayanan kurang
Jenis Penelitian ini adalah penelitian
fleksibel mengikuti perkembangan yang
kualitatif dengan menggunakan
cepat dalam masyarakat, akibatnya proses
pendekatan fenomenologi. Sumber data
penyelenggaraan pelayanan puskesmas
diperoleh melalui: Data Primer:
berlangsung kurang “inovatif”.
keterangan, pernyataan dari informan. Data
Secara teoritis prinsip rasional
Sekunder: studi dokumentasi, dokumen
universal dari aspek obyektif terbuka
dari Dinas Kesehatan Kota Makassar dan
sejalan dengan pandangan Rainey dan
Puskesmas terpilih masing-masing
Steinbauer (2007) bahwa perilaku birokrasi
Puskesmas terdiri dari informan: 1 orang
merupakan hubungan antara tindakan
kepala Puskesmas, 1 orang bidan, 3 orang
birokrasi dengan kepentingan publik yang
tenaga medik, 1 orang tenaga penyuluh, 1
menitikberatkan pada perilaku prevalensi,
orang tenaga pelaksana laboratorium, 1
yaitu perilaku penyamaan hak masyarakat
orang staf administrasi dan 3 orang
terhadap pelayanan publik yang diterima
masyarakat, 1 orang informan pendukung.
dan tidak melakukan diskriminatif. Disisi
Jumlah informan 23 orang. Sebagai
lain temuan ini belum sejalan dengan
informan kunci Kepala Puskesmas dan
pandangan Lauer (Rohman, 2010) bahwa
Dokter Senior di Poli Umum.
salah satu strategi yang tepat untuk
Intrumen penelitian adalah Peneliti
mengoptimalkan layanan publik
sendiri dengan pedoman wawancara,
dibutuhkan pelayanan melalui adopsi
catatan lapangan dan alat penunjang lain.
inovasi program, dimana adopsi suatu
Teknik pengumpulan data dan
inovasi akan menunjukkan suatu
pengabsahan data mencakup Pengamatan,
perubahan sosial yang dapat dilihat dalam
wawancara mendalam, teknik dokumentasi
kehidupan individu maupun masyarakat,
Kepercayaan, keteralihan, kebergantungan,
dalam arti sebagai suatu pembentukan
kepastian.Teknik analisis data yaitu Tahap
struktur sosial baru dalam mencari tujuan
Pengumpulan Data, Tahap Reduksi Data,
yang diharapkan yaitu optimalisasi
Tahap Penyajian Data dan Menarik
pelayanan publik. Pandangan ini
Kesimpulan.
dimaksudkan agar aparat birokrasi lebih
profesional dalam memberikan pelayanan
HASIL PENELITIAN DAN
dan dapat menjadi acuan untuk berperilaku
PEMBAHASAN
dan bersikap dalam pelayanan.
1. Perilaku Birokrasi Pemerintah Perilaku birokrasi dalam
dalam Pelayanan Puskesmas di Kota menerapkan prinsip hirarki merupakan
Makassar prinsip utama untuk melakukan pelayanan
Penerapan perilaku birokrasi yang kesehatan. Berger (1966) berpendapat
berprinsip rasionalitas universal sudah bahwa birokrasi dalam pemberian
dijalankan oleh birokrasi pelayanan pelayanan hendaknya melakukan
Onno Sahlania Hamzah/ Jurnal Administrasi Publik, Volume 4 No. 1 Thn. 2014 39

pembagian tugas yang sesuai dan benar bahwa melaksanakan suatu pembagian
dengan membagi tugas-tugas pekerjaan kerja tanpa melaksanakan asas koordinasi
secara terurai, mendelegasikan tugas-tugas akan menimbulkan suatu satuan organisasi
pekerjaan kepada orang-orang secara tepat, atau tiap-tiap pejabat berjalan sendiri-
dan bertanggung jawab terhadap pekerjaan sendiri tanpa adanya kesatuan arah,
yang diembannya. Dengan cara seperti ini kemudian Davis (1992) berpendapat
maka pelayanan kesehatan diharapkan bahwa untuk mencapai hasil maksimal
dapat berlangsung efektif. Dalam hasil suatu organisasi perlu ada keseimbangan
analisis informan, dimaknai bahwa antara tugas, wewenang dan tanggung
perilaku birokrasi menerapkan prinsip jawab.
hirarki dengan melakukan pembagian Perilaku birokrasi menjalankan
tugas, pendelegasian tugas, dan tanggung prinsip diskresi diperlukan untuk
jawab pada dasarnya sudah dilaksanakan mengupayakan peningkatan kualitas
sesuai tupoksi masing-masing bagian. pelayanan diharapkan mempunyai
Adapun pembagian tugas tersebut kemampuan menerapkan aturan sesuai
dibarengi dengan adanya beban tugas yang dengan konteks pelayanan yang
cukup tinggi, dan pada umumnya petugas berlangsung, mengambil inisiatif untuk
memiliki tugas ganda. menjalankan wewenang dan kemampuan
Hasil pengamatan peneliti menerjemahkan aturan sesuai kondisi dan
menemukan adanya perbedaan, dimana konteks pelayanan sehingga dapat
pembagian tugas-tugas di Puskesmas mempercepat proses pelayanan secara
Kassi-Kassi nampaknya berjalan cukup administratif dan fungsional.
normal, namun di Puskemas Barombong Hasil analisis dari temuan penelitian
pembagian tugas dengan beban kerja yang bahwa kewenangan yang diterima dari
tinggi, belum berjalan normal. Hal ini kebijakan dan peraturan yang
dikarenakan terdapat petugas dioperasionalkan di Puskesmas ternyata
melaksanakan fungsi pelayanan belum kurang sesuai dan tidak menjawab
sesuai dengan keahliannya. Indikasi kebutuhan masyarakat secara riil.
temuan ini dimaknai bahwa birokrasi Ketidaksesuaian tersebut bukan saja karena
dalam pembagian tugas pekerjaan belum kebijakan yang ditentukan dari pusat
terurai dengan baik. Uraian tugas sebagai (kebijakan sentralistis) dengan penerapan
pedoman untuk melaksanakan tugas pola “fit for all” (sama untuk semua
pelayanan kurang jelas, pimpinan wilayah), tetapi karena masih terdapat
melakukan pendelegasian tugas-tugas pejabat birokrasi pemerintah yang
hanya pada orang-orang tertentu sehingga sepenuhnya belum mempunyai visi dan
kurang tepat peruntukannya, akibatnya komitmen untuk memberdayakan pegawai,
tanggung jawab aparat kadang terlihat organisasi dan masyarakat. Diskresi untuk
lemah. Keadaan seperti ini disebabkan oleh menjalankan kewenangan yang dimiliki
kurangnya “koordinasi” secara internal Puskesmas pada kenyataannya belum
maupun eksternal, dalam arti bahwa unsur optimal karena kewenangan yang
pimpinan kurang melakukan komunikasi diterimanya masih terbatas untuk
langsung kepada unsur aparat bawahan memberikan pelayanan sesuai nilai-nilai
maupun kepada unsur masyarakat sebagai dasar puskesmas. Namun demikian
mitra kerja. birokrasi pelayanan di Puskesmas cukup
Berkaitan dengan penelitian ini, mampu mengambil inisiatif terutama
Berger (1966) belum melihat prinsip tindakan-tindakan yang bersifat darurat.
koordinasi sebagai unsur penting Berkaitan dengan penelitian ini,
keberhasilan birokrasi dalam tindakan perilaku yang berprinsip diskresi dalam
pelayanan. Temuan penelitian ini belum pelayanan akan bermakna apabila perilaku
sejalan dengan pendapat Sutarto (1993) yang terdesentralisasi melakukan
Onno Sahlania Hamzah/ Jurnal Administrasi Publik, Volume 4 No. 1 Thn. 2014 40

“pemberdayaan” (empowering) sebagai karena kebutuhan yang dirasakan sudah


upaya melakukan perubahan perilaku terpenuhi, disamping itu lingkungan
melalui strategi kekuasaan yang Puskesmas yang jauh dari jangkauan
dikembangkan oleh Osborne dan Plastrik masyarakat dan tidak punya pilihan lain.
(1997) yaitu merubah struktur birokrasi Berbeda dengan Puskesmas di pusat kota,
yang bersifat sentralistik dan top-down masyarakatnya mempunyai kemampuan
menjadi terdesentralisasi dan partisipatif. dan pemahaman tentang kesehatan lebih
baik, sehingga kepuasan dari kualitas yang
2. Kualitas Pelayanan Puskesmas diterimanya belum melebihi keinginannya.
Kualitas pelayanan Puskesmas Selain itu masyarakat dapat menentukan
diukur melalui penilaian masyarakat dari pilihan ke layanan swasta karena aksesnya
dimensi terjangkau, handal, daya tanggap, banyak.
jaminan dan empati, masih terdapat Berkaitan dengan pendapat Engel
kesenjangan antara pelayanan yang et.al (1990) bahwa kepuasan adalah
diharapkan oleh masyarakat dengan perasaan senang atau kecewa seseorang
pelayanan yang dirasakan oleh masyarakat. yang berasal dari perbandingan antara
Kesenjangan ini menunjukkan dan kesannya terhadap hasil suatu jasa dan
menggambarkan suatu ukuran bahwa harapan-harapannya. Kepuasan merupakan
tingkat kepuasan masyarakat terhadap fungsi dari kesan kinerja dan harapan, jika
perilaku pelayanan yang ditampakkan oleh kinerja berada dibawah harapan publik
birokrasi belum maksimal. Kualitas akan tidak puas. Jika kinerja melebihi
pelayanan kesehatan ditinjau dari aspek harapan, maka publik merasa amat puas
keterjangkauan berkaitan dengan atau senang. Pendapat ini belum sejalan
tersedianya sarana dan prasarana dengan temuan penelitian karena kepuasan
penunjang pelayanan, kurang mendukung masyarakat dengan kualitas yang
kelancaran program-program Puskesmas. diterimanya sangat dipengaruhi oleh
Kondisi fisik bangunan yang sempit, tingkat pengetahuan tentang jasa pelayanan
peralatan medis seadanya dan penggunaan kesehatan. Masyarakat perkotaan yang
teknologi informasi belum cukup tersedia memiliki tingkat pengetahuan luas tentang
untuk melakukan pelayanan kesehatan kesehatan tidak cepat merasakan kepuasan
prima. Dalam hal kualitas pelayanan atas pelayanan yang diterimanya,
Puskesmas ditinjau dari aspek kehandalan, sebaliknya masyarakat pinggiran kota yang
daya tanggap, jaminan dan empati, masih rendah tingkat pengetahuan tentang
penilaian masyarakat cukup bervariasi. kesehatan akan cepat merasakan kepuasan
Persepsi masyarakat terhadap kualitas dari kualitas pelayanan yang diterimanya.
pelayanan berbeda antara Puskesmas Dengan demikian lingkungan masyarakat
Kassi-Kassi dan Puskesmas Barombong, ikut mempengaruhi tingkat kepuasan.
karena dipengaruhi oleh tingkat
pengetahuan dan pemahaman tentang 3. Faktor-Faktor Berkaitan dengan
kesehatan, termasuk pengaruh lingkungan Perilaku Birokrasi Puskesmas
wilayah kerja Puskesmas. Pada aspek Berdasarkan temuan dari informan
kehandalan, daya tanggap, jaminan dan dan hasil pengamatan penelitian, maka
empati tampaknya berlangsung belum aspek-aspek yang mendukung perilaku
maksimal. birokrasi dalam pelayanan Puskesmas di
Mencermati hal tersebut, kepuasan Kota Makassar adalah faktor
masyarakat terhadap kualitas pelayanan kepemimpinan transformasional, birokrasi
yang diterimanya tergantung dari profesional dan adanya kewenangan
pemahaman masyarakat akan kesehatan. khusus. Ketiga faktor ini saling
Masyarakat yang berada pada wilayah mendukung untuk mewujudkan
pinggiran kota akan cepat merasa puas penyelenggaraan pelayanan kesehatan
Onno Sahlania Hamzah/ Jurnal Administrasi Publik, Volume 4 No. 1 Thn. 2014 41

sebagaimana yang diharapkan, namun dalam posisi apapun dalam birokrasi


untuk lebih efektif dan efisien maka perlu pemerintah, menerapkan prinsip
mempertimbangkan aspek inovatif dalam rasionalitas universal bukan hanya pada
program-program pelayanan, aspek obyektif terbuka dan tidak
meningkatkan prinsip koordinasi secara diskriminatif, tetapi mampu menerapkan
vertikal maupun horisontal serta pinrisp rasionaltas universal secara dinamis
melakukan pemberdayaan dalam dan fleksibel.
organisasi kepada masyarakat agar tujuan
program dapat dicapai secara optimal. SIMPULAN DAN SARAN
Kepemimpinan transformasional
a. Simpulan
dalam melakukan tugas pelayanan di
Berdasarkan hasil penelitian dan
Puskesmas belum terwujud. Kemampuan
pembahasan yang telah diuraikan, maka
unsur pimpinan dalam membangun sinergi
dapat disimpulkan beberapa hal sebagai
seluruh pegawai melalui pengaruh dan
berikut:
kewenangannya belum jelas sesuai visi dan
1. Perilaku birokrasi pemerintah yang
misi yang diharapkan. Secara teoritis jika
diterapkan oleh aparat birokrasi
dikaitkan dengan pandangan Bass (1990)
pelayanan Puskesmas di Kota Makassar
bahwa sebagai pemimpin Puskesmas,
dapat terlaksana baik dengan berprinsip
dibutuhkan kepemimpinan yang memiliki
secara rasionalitas universal, hirarki dan
visi ke depan dan mampu mengidentifikasi
diskresi, namun belum maksimal
perubahan lingkungan serta mampu
melaksanakan pelayanan kesehatan. Hal
mentransformasi perubahan tersebut ke
ini dapat dilihat pada aspek-aspek
dalam organisasi. Mempelopori perubahan
sebagai berikut:
dan memberikan motivasi dan inspirasi
a. Perilaku birokrasi yang berprinsip
kepada individu-individu aparat birokrasi
rasionalitas universal pada
untuk senantiasa bersikap kreatif dan
Puskesmas Kassi-Kassi (berstandar
inovatif, serta membangun team work yang
ISO-9001) maupun Puskesmas
solid. Sebagai agen perubahan, pemimpin
Barombong (belum berstandar ISO-
transformasional melibatkan semua
9001) menjalankan tugas-tugas
bawahan secara bersama sama untuk
pelayanan secara obyektif
melakukan perubahan, bekerja demi
berdasarkan aturan-aturan yang telah
kepentingan organisasi melebihi
ditetapkan tanpa diskriminasi yang
kepentingan pribadinya dalam melakukan
cukup berarti, hanya saja birokrasi
pelayanan kesehatan.
belum mampu mengatasi dinamika
Fakta di lapangan menunjukkan
perubahan yang terjadi sehingga
bahwa kualitas pelayanan kesehatan di
terkesan birokrasi dalam
Puskesmas kota Makassar masih belum
menyelenggarakan pelayanan
optimal, hal ini disebabkan karena aktivitas
kesehatan kurang inovatif.
pelayanan yang diberikan petugas/aparat
b. Perilaku birokrasi yang berprinsip
pelayanan belum sesuai dengan keinginan
hirarki pada Puskesmas Kassi-Kassi
masyarakat, menerapkan prinsip
(berstandar ISO-9001)
rasionalitas universal idealnya pemimpin
melaksanakan pembagian tugas
yang selalu berorientasi perubahan dalam
cukup baik, pendelegasian tugas
melaksanakan pelayanan. Proses pelayanan
yang sudah tepat, serta tanggung
yang masih dilaksanakan secara manual
jawab cukup baik. Namun
saat ini tidak mampu mendukung
Puskesmas Barombong (belum
kelancaran proses pelayanan, sehingga
berstandar ISO-9001) hirarki
perilaku yang demikian belum dapat
penyelenggaraan tugas-tugas
memberi kepuasan kepada masyarakat.
pelayanan dari segi pembagian tugas
Melalui kepemimpinan transformasional
terlihat belum jelas, pendelegasian
Onno Sahlania Hamzah/ Jurnal Administrasi Publik, Volume 4 No. 1 Thn. 2014 42

yang kurang tepat, serta tanggung kesehatan perorangan maupun upaya


jawab yang agak lemah. Tingginya kesehatan masyarakat dalam
beban tugas Puskesmas di Kota meningkatkan kualitas pelayanan.
Makassar yang kurang merata Adapun ketiga faktor yang berkaitan
karena koordinasi yang kurang dengan perilaku birokrasi yang
berjalan baik. merupakan hasil temuan peneliti
c. Perilaku birokrasi dengan prinsip tersebut, yaitu :
diskresi pada Puskesmas Kassi- a. Kepemimpinan transformasional,
Kassi (berstandar ISO-9001) dan berupaya melaksanakan tugas-tugas
Puskesmas Barombong (belum pelayanan dengan berprinsip
berstandar ISO-9001) berupaya rasional, universal, hirarki dan
melaksanakan kewenangan yang diskresi yang sudah dilaksanakan
diterimanya sesuai nilai-nilai dasar namun belum efektif disebabkan
Puskesmas. Dapat dipahami bahwa karena birokrasi dalam melakukan
pelayanan kesehatan belum dapat tugas-tugas pelayanan belum
dilaksanakan secara maksimal berorientasi perubahan, visi dan misi
karena kewenangan yang diterima sebagai komitmen pimpinan saja
masih terbatas dan belum sesuai karena belum diinternalisasikan.
dengan kondisi dan kebutuhan, b. Birokrasi profesional, berupaya
tetapi dalam hal mengambil inisiatif melaksanakan pelayanan kesehatan
nampak cukup maksimal sesuai kepada masyarakat namun belum
kemampuan teknis petugas yang dapat dilaksanakan sesuai SPM,
memang sudah dimiliki sebelumnya. disebabkan adanya beban kerja yang
2. Kualitas pelayanan Puskesmas dilihat berlebih yang tidak seimbang
dari aspek keterjangkauan nampaknya dengan jumlah petugas sehingga
kurang memadai, karena kurang terkesan penyelenggaraan pelayanan
mendukung program-program kesehatan kurang terkoordinasi
pelayanan. Pada aspek kehandalan, dengan baik. Kemampuan dan
daya tanggap, jaminan dan empati, keterampilan petugas dalam
kualitas pelayanan tampak belum menangani program-program
optimal. Kepuasan masyarakat dari pelayanan kesehatan terlihat pada
kualitas yang diterimanya ditentukan lemahnya upaya pelayanan
oleh pengetahuan masyarakat di masyarakat secara preventif dan
wilayah Puskesmas. Masyarakat yang promotif.
berada pada wilayah Puskesmas pusat c. Kewenangan khusus, kebijakan
kota memiliki tingkat pengetahuan otonomi pemerintah telah memberi
tentang kesehatan lebih luas dibanding kewenangan desentralisasi kepada
masyarakat di wilayah Puskesmas Puskesmas, ternyata kewenangan
pinggiran kota. Padatnya kunjungan yang ada sebagian masih bersifat top
karena kecenderungan masyarakat lebih down. Puskesmas sebagai lembaga
memilih ke Puskesmas daripada Pustu yang bersentuhan langsung dengan
dan Puskeskel. masyarakat membutuhkan
3. Terdapat tiga faktor yang berkaitan kekhususan tugas dan tanggung
dengan prinsip perilaku birokrasi jawab dalam penyelenggaraan
pemerintah dalam pelayanan pelayanan kesehatan, sehingga dapat
Puskesmas di kota Makassar. Ketiga memaksimalkan kepentingan
faktor tersebut secara bersama dapat masyarakat dan menumbuhkan
mendukung dan saling mengisi proses kepercayaan masyarakat.
berlangsungnya penyelenggaraan
pelayanan kesehatan, baik upaya
Onno Sahlania Hamzah/ Jurnal Administrasi Publik, Volume 4 No. 1 Thn. 2014 43

b. Saran 5. Untuk mengoptimalkan kepemimpinan


transformasional, birokrasi yang
1. Perilaku birokrasi Puskesmas dalam
profesional serta adanya kewenangan
menjalankan prinsip rasionalitas
khusus, disarankan untuk
universal sedapat mungkin memiliki
meningkatkan kapasitas birokrat
peran baru dalam mengelola
pelayanan melalui pengembangan diri
perubahan. Peran birokrasi Puskesmas
dalam hal kemampuan teknis
menjadi agen perubahan dalam
administrasi dan kemampuan teknis
menciptakan Puskesmas sebagai
medis. Selain itu, agar pemerintah
pencipta kesejahteraan (wealth-
mempunyai komitmen dalam sistem
creating institution) yang memiliki
rekruitmen sumber daya aparatur
kemampuan inovasi untuk ditularkan
secara kompetitif, terbuka, bebas dari
kepada aparat pelaksana birokrasi
pengaruh politik. Dengan demikian
dengan menguasai pelayanan yang
pola perilaku negatif aparat birokrasi
bersifat teknis medis yang selama ini
berangsur-angsur menjadi baik.
kurang digiatkan.
2. Perilaku birokrasi Puskesmas yang
menjalankan prinsip hirarki, selain DAFTAR PUSTAKA
melakukan pembagian tugas dengan
Albrow, Martin. 2005. Birokrasi. Alih
jelas, pendelegasian yang tepat disertai
Bahasa Rusli Karim dan Totok
adanya rasa tanggung jawab yang
Daryanto. Yogyakarta : PT. Tirta
tinggi dalam penyelenggaraan
Wacana.
pelayanan, perlu dibarengi dengan
koordinasi secara vertikal dan Bass, Bernard M. 1990. Handbook of
horizontal yang intensif. Beban kerja Leadership. New York: Free Press.
Puskesmas akan terurai apabila
koordinasi berjalan baik. Davis, Keith and John W. Newstrom.
3. Perilaku birokrasi yang menjalankan 1992. Perilaku dalam Organisasi
prinsip diskresi, diharapkan (Terjemahan Agus Dharma).
pemerintah dapat membuat regulasi Bandung : PT. Gelora Aksara
khusus untuk mengurangi kesenjangan Pratama.
antar Puskesmas perkotaan dengan Denhardt, Janet V. and Denhardt Robert B.
menata Puskesmas sesuai kondisi dan 2003. The New Public Service :
kebutuhan wilayah dan penduduk Serving Not Steering. New York, M.
berdasarkan beban penyakit. Tingkat E. Sharpe, Inc.
utilitas Puskesmas yang letaknya di
pusat kota berbeda dengan Puskesmas Dwiyanto Agus. 2006. Reformasi
yang berlokasi di jalan provinsi dengan Birokrasi Publik Di Indonesia.
penekanan insiden kecelakaan lalu Yogyakarta : Gadjah Mada
lintas. University Press.
4. Untuk meningkatkan kualitas
pelayanan Puskesmas, perlu Gartson, David and Debra Steward. 1993.
melakukan upaya pemenuhan Organization Behavior and Public
kebutuhan sarana dan prasarana yang Management. New York : Marcell
sesuai dengan pelayanan kesehatan Dekker Inc.
dasar yang ditunjang dengan kapasitas Gaspersz, Vincent. 1997. Manajemen
SDM yang tersedia. Selain itu Kualitas, Penerapan Konsep-konsep
memperkuat jaringan kemitraan yang dalam Manajemen Bisnis Total.
dapat mendukung kegiatan proses Jakarta : PT. Gramedia.
pelayanan agar fungsi promotif dan
preventif dapat dioptimalkan.
Onno Sahlania Hamzah/ Jurnal Administrasi Publik, Volume 4 No. 1 Thn. 2014 44

Gibson, James L, J.M Wancevich, J.N. Tingkat Pertama. Makalah Seminar


Donnelly. 1996. Organisasi : Internasional, Hotel Clarion
Perilaku Struktur dan Proses. Jakarta Makassar.
: Erlangga.
Said, M. Mas’ud. 2007. Birokrasi di
Heady, Ferrel. 1966. Public Negara Birokratis. Malang : Penerbit
Administration, Comparative UMM Press.
Perspective. New Jersey: Prantice-
Sugiyono. 2008. Metodologi Penelitian
Hall Inc.
Kualitatif – Kuantitatif (Edisi
Kotler, Philip. 1997. Manajemen Revisi). Bandung: CV. Alfabeta.
Pemasaran. Jakarta : Prenhalindo.
Sutarto. 1993. Dasar-dasar Organisasi.
Miles, M.B and Huberman A.M. 1992. Yogyakarta: Gadjah Mada
Analisis Data Kualititatif University Press.
(Penerjemah Tjetjep Rohendi
Thoha Miftah. 2002. Perspektif Perilaku
Rohidi, Jakarta: UI-Press.
Birokrasi. Jakarta : PT.
Moenir, H. A. S. 2006. Manajemen RadjaGrafindo Persada.
Pelayanan Umum di Indonesia.
Tjiptono, Fandy. 1996. Manajemen Jasa.
Jakarta: Bumi Aksara.
Yogyakarta : Andi Offset.
Moleong, Lexy. 2008. Metodologi
_____________. 2004. Administrasi
Penelitian Kualitatif (Edisi Revisi).
Pelayanan. Jakarta : Penerbit
Bandung : CV. Alfabeta.
Salemba Empat.
Mowen. 1995. Perilaku Konsumen. Jakarta
Weber, M. 1948. From Max Weber : Essay
: Penerbit Pustaka Ilmu.
in Sociology, Translated. Edited and
Nawawi, Hadari dan Martini Hadari. 1994. With Introduction by H. H. Gerth
Ilmu Administrasi. Jakarta : Ghalia and C. W. Mills. London :
Indonesia. Routledge and Keagen Paul.
Ndraha, Taliziduhi. 2003. Budaya Winardi, J. 2004. Manajemen Perilaku
Organisasi. Jakarta : PT. (Edisi Revisi). Jakarta : Kencana.
RadjaGrafindo Persada. Zeithaml, V.A. Parasuraman dan L. Berry.
1990. Delivering Quality Service:
Rainey, W dan Steinbauer, M. 2007. The
Balancing Customer Perception and
Element of Administration
Expectation. New York: The Free
Development. Ithaca: Cornell
Press.
University Press.
Dokumen-dokumen:
Robbins, S.P. dan Timothy A. J. 2008.
Perilaku Organisasi. Penerjemah Dinas Kesehatan Kota Makassar. 2010.
Diana Angelica. Jakarta : Salemba Profil Kesehatan Kota Makassar
Empat. Tahun 2009.
Rohman, Hermanto. 2010. Inovasi Undang-Undang Republik Indonesia
Program dalam Optimalisasi Kinerja Nomor 23 Tahun 1992 Tentang
Pelayanan Publik. Kesehatan.
http://www.facebook.com.note.php?
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004
note (14 Juni 2012).
tentang Pokok-pokok Pemerintah
Ruby, Mahlil. 2011. Eksistensi dan Daerah.
Peranan Puskesmas sebagai
Penyelenggara Upaya Kesehatan
Onno Sahlania Hamzah/ Jurnal Administrasi Publik, Volume 4 No. 1 Thn. 2014 45

Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 741


Menkes/Per/VII/2008 tentang
Standar Pelayanan Minimal di
Kabupaten/Kota.
Keputusan Menteri Pendayagunaan
Aparatur Negara Nomor
63/Kep/M.PAN/7/2003 tentang
Pedoman Umum Penyelenggaraan
Layanan Publik.
Keputusan Menteri Kesehatan
No.128/Menkes/SK/II/2004 Tentang
Kebijakan Dasar Puskesmas.
Keputusan Menpan No.63 Tahun 2004
Tentang Standar Pelayanan
Minimal.
Harian Fajar. Sabtu 5 Februari 2011
Surat Edaran Mendagri
No.100/957/OTDA/2002 Tentang
Standar Pelayanan Minimal.
Fajar Institute Pro Otonomi (FIPO). 2011.
Kinerja Pelayanan Kesehatan
Kabupaten/Kota di Sulawesi
Selatan. Laporan Hasil Penelitian.
Sulawesi Selatan.

Anda mungkin juga menyukai