Perilaku Puskesmas
Perilaku Puskesmas
nno Sahlania H./ Jurnal Administrasi Publik, Volume 4 No. 1 Thn. 2014
ABSTRAK
birokrasi sesuai dengan aspek rasionalitas di dalamnya terdapat pejabat, tugas serta
dan universal, hirarki, serta diskresi. Untuk wewenang tertentu menurut kedudukannya
lebih jelasnya diuraikan sebagai berikut : dari atas ke dalam fungsi tertentu. Pejabat
yang berada pada tingkat yang lebih atas
a. Rasionalitas dan Universal
mengawasi para pejabat yang berkedudukan
Perilaku rasional diartikan sebagai
pada tingkat di bawahnya dan seterusnya,
tindakan perilaku yang dilaksanakan dan bisa
hingga hubungan yang dilakukan antara para
diterima oleh akal sehat sesuai logika.
pejabat selayaknya melewati tingkat yang
Pengertian ini dimaksudkan bahwa dalam
telah ditentukan.
birokrasi terdapat unsur rasionalitas
Prinsip hirarki dengan pembagian
administrasi sesuai pandangan Weber.
tugas yang jelas, pendelegasian yang tepat
Rasionalitas yang diciptakan adalah untuk
dan adanya tanggung jawab membutuhkan
menjamin kepastian administrasi dan
koordinasi agar kesenjangan dan duplikasi
keteraturan. Birokrasi pada dasarnya selalu
dalam tugas-tugas pelayanan menjadi kecil.
berkonotasi pekerjaan dan organisasi besar.
Dengan koordinasi tugas-tugas pelayanan
Karenanya semua hal diatur dalam sistem
akan menjadi efisien dan kecepatan memberi
birokrasi yang dapat merasionalisasikan
respon jika terjadi masalah sehingga mudah
seluruh jenis dan tingkatan pekerjaan dengan
untuk mengambil keputusan dengan tepat
alur, tanggung jawab pelaksana dan
dan cepat. Dengan koordinasi maka saluran
mekanisme yang jelas.
komunikasi dalam organisasi dapat berjalan
Perilaku rasional dalam sistem
baik dan dapat membentuk team work yang
birokrasi dapat diasosiasikan sebagai sebuah
solid yang dapat menyelaraskan pekerjaan
sistem rasionalisasi struktur, pekerjaan,
pada tujuan yang sama. Menurut Nawawi
tanggung jawab dan mekanisme kerja. Hal
dan Hadari (1994:93) organisasi yang
ini dikemukakan oleh Said (2007:40) Hal
terkoordinir tidak boleh terjadi satu unit kerja
tersebut karena awal mula terbentuknya
dibiarkan bekerja sendiri. Tidak boleh terjadi
sistem birokrasi justru untuk
suatu unit/satuan kerja yang mengambil alih
merasionalisasikan pekerjaan sebagaimana
volume pekerja personel atau satuan kerja
yang sejak dulu digagas oleh konseptor
yang lain, sebaliknya tidak boleh terjadi
birokrasi. Pengertian bahwa rasionalitas
seseorang atau personel satuan kerja yang
adalah unsur utama birokrasi sebab memang
meninggalkan atau mengerjakan
birokrasi adalah rasionalitas dari hubungan
volume/beban kerja yang menjadi tanggung
antar elemen organisasi sehingga dapat
jawabnya.
diidentifikasikan apa, dikerjakan siapa,
Berdasarkan uraian tersebut diatas,
bertanggung jawab kepada siapa, kapan dan
prinsip hirarki dalam perilaku birokrasi
bagaimana tata caranya.
menghendaki adanya pembagian tugas yang
Berdasarkan penjelasan tersebut,
jelas baik secara horisontal maupun vertikal,
dapat disimpulkan bahwa perilaku birokrasi
pendelegasian tugas yang tepat dan tanggung
rasional dan universal dimaksudkan sebagai
jawab berdasarkan kemampuan untuk
suatu sikap atau tindakan yang dijalankan
melaksanakan tugas sesuai rencana dengan
oleh penyelenggara pelayanan publik yang
tepat waktu dan tepat sasaran.
bersifat objektif dan terbuka (transparan),
perilaku dinamis yang senantiasa mengikuti c. Diskresi
perubahan dan perlakuan yang sama Diskresi dan kekuasaan dalam
sehingga tidak menimbulkan permasalahan. birokrasi berada pada koridor yang sama,
karena pada satu sisi merupakan wujud
penggunaan diskresi selama mematuhi dan
berada dalam aturan perundang-undangan
b. Hirarki atau kebijakan yang telah dibuat. Akan tetapi
Hirarki dalam istilah organisasi juga di sisi lain jika peraturan atau kebijakan yang
berarti jenjang organisasi. Menurut Sutarto ada diabaikan, maka diskresi bisa berubah
(1993:181) yang dimaksudkan dengan menjadi tindakan penyalahgunaan
hirarki adalah tingkat satuan organisasi yang kekuasaan. Kekuasaan adalah kapasitas yang
Onno Sahlania Hamzah/ Jurnal Administrasi Publik, Volume 4 No. 1 Thn. 2014 35
melebihi harapan (Goetsch dan Davis, 2002). b. Reliability (kemampuan dan keandalan
Oleh karenanya kualitas pelayanan untuk menyediakan pelayanan yang
berhubungan dengan pemenuhan harapan terpercaya);
atas kebutuhan publik. Berkaitan dengan c. Responsiveness (kesanggupan untuk
penelitian ini, maka penelitian tentang membantu dan menyediakan pelayanan
perilaku birokrasi pelayanan kesehatan jika secara cepat dan tepat, serta tanggap
dikaitkan dengan kualitas pelayanan terhadap keinginan konsumen);
kesehatan adalah merupakan suatu layanan d. Assurance (kemampuan dan keramahan,
jasa. Jasa menurut Tjiptono (1996:23), serta sopan santun aparat dalam
diartikan sebagai setiap tindakan atau meyakinkan kepercayaan konsumen);
perbuatan yang ditawarkan oleh suatu pihak e. Emphaty (sikap tegas tetapi penuh
kepada pihak lain yang pada dasarnya perhatian dari aparat terhadap konsumen).
bersifat tidak berwujud fisik (intangible) atau Kualitas pelayanan menurut konsep
tidak menghasilkan suatu kepemilikan. diatas, mengkaitkan dua dimensi sekaligus,
Kualitas pelayanan publik merupakan yaitu di satu pihak penilaian kualitas
hasil interaksi dari berbagai aspek. Albrecht pelayanan pada dimensi konsumen,
dan Zemke (Dwiyanto, 2008:41) sedangkan di pihak lain penilaian juga dapat
beranggapan bahwa pemberian pelayanan dilakukan pada dimensi provider atau secara
kepada masyarakat seyogyanya lebih dekat lagi adalah terletak pada
memperhatikan aspek sistim pelayanan, kemampuan kualitas pelayanan yang
sumber daya manusia pemberi layanan, disajikan petugas pelayanan dari tingkat
strategi pelayanan, dan publik (costumers) manajerial hingga ke tingkat front line
yang disebut sebagai segitiga pelayanan service. Pendekatan untuk menilai kualitas
publik. pelayanan Puskesmas mengunakan model
Sistem pelayanan yang baik dapat ”the gaps model of service quality”. Model
menghasilkan kualitas pelayanan publik yang ini merujuk pada teori Zeithaml, et.al
baik pula. Suatu sistem pelayanan yang baik (1990:18) karena pada kedua dimensi
pada dasar akan melakukan strategi tersebut dapat saja terjadi kesenjangan atau
pelayanan yang jelas dengan mekanisme gap antara haraan-harapan dan kenyataan-
kontrol yang ada di dalamnya, sehingga kenyataan yang dirasakan oleh konsumen,
apapun bentuk penyimpangan yang akan dengan persepsi manajemen hingga front line
terjadi dapat diketahui dengan mudah. service terhadap harapan-harapan konsumen
Adapun sumber daya manusia yang tersebut. Konsep kualitas pelayanan diukur
dibutuhkan dalam proses pelayanan adalah dari pelayanan yang dapat memenuhi atau
yang mempunyai kemampuan melebihi harapan pelanggan terhadap
mengoperasionalkan sistem pelayanan yang pelayanan. Setiap pelanggan mempunyai
baik, serta memahami kebutuhan dan harapan terhadap pelayanan, sehingga atas
keinginan publik. dasar harapan tersebut mereka merumuskan
Konsep kualitas pelayanan dapat derajat kualitas. Hasil penelitian Zeithaml,
dipahami pula melalui perilaku konsumen et.al (1990), menggambarkan gap-gap
(Consumer Behavior), yaitu suatu perilaku tersebut:
yang dimainkan oleh konsumen dalam a. Kesenjangan antara harapan publik
mencari, membeli, menggunakan, dan (expected service) dengan persepsi
mengevaluasi suatu produk maupun manajemen (Management Perception of
pelayanan yang diharapkan dapat Costumer Expectation).
memuaskan kebutuhan. Zeithaml, et.al b. Kesenjangan antara persepsi manajemen
(1990:26), menyederhanakan menjadi lima (Management Perception of Costumer
dimensi yang dinyatakan dengan Expectation) dengan spesifikasi kualitas
SERVQUAL Dimensions, yaitu: pelayanan (Service Quality
a. Tangibles (kualitas pelayanan yang Specification).
berupa sarana fisik perkantoran, c. Kesenjangan antara spesifikasi kualitas
komputerisasi administrasi, ruang tunggu, pelayanan (Service Quality Spesification),
tempat informasi, dan sebagainya);
Onno Sahlania Hamzah/ Jurnal Administrasi Publik, Volume 4 No. 1 Thn. 2014 37
pembagian tugas yang sesuai dan benar bahwa melaksanakan suatu pembagian
dengan membagi tugas-tugas pekerjaan kerja tanpa melaksanakan asas koordinasi
secara terurai, mendelegasikan tugas-tugas akan menimbulkan suatu satuan organisasi
pekerjaan kepada orang-orang secara tepat, atau tiap-tiap pejabat berjalan sendiri-
dan bertanggung jawab terhadap pekerjaan sendiri tanpa adanya kesatuan arah,
yang diembannya. Dengan cara seperti ini kemudian Davis (1992) berpendapat
maka pelayanan kesehatan diharapkan bahwa untuk mencapai hasil maksimal
dapat berlangsung efektif. Dalam hasil suatu organisasi perlu ada keseimbangan
analisis informan, dimaknai bahwa antara tugas, wewenang dan tanggung
perilaku birokrasi menerapkan prinsip jawab.
hirarki dengan melakukan pembagian Perilaku birokrasi menjalankan
tugas, pendelegasian tugas, dan tanggung prinsip diskresi diperlukan untuk
jawab pada dasarnya sudah dilaksanakan mengupayakan peningkatan kualitas
sesuai tupoksi masing-masing bagian. pelayanan diharapkan mempunyai
Adapun pembagian tugas tersebut kemampuan menerapkan aturan sesuai
dibarengi dengan adanya beban tugas yang dengan konteks pelayanan yang
cukup tinggi, dan pada umumnya petugas berlangsung, mengambil inisiatif untuk
memiliki tugas ganda. menjalankan wewenang dan kemampuan
Hasil pengamatan peneliti menerjemahkan aturan sesuai kondisi dan
menemukan adanya perbedaan, dimana konteks pelayanan sehingga dapat
pembagian tugas-tugas di Puskesmas mempercepat proses pelayanan secara
Kassi-Kassi nampaknya berjalan cukup administratif dan fungsional.
normal, namun di Puskemas Barombong Hasil analisis dari temuan penelitian
pembagian tugas dengan beban kerja yang bahwa kewenangan yang diterima dari
tinggi, belum berjalan normal. Hal ini kebijakan dan peraturan yang
dikarenakan terdapat petugas dioperasionalkan di Puskesmas ternyata
melaksanakan fungsi pelayanan belum kurang sesuai dan tidak menjawab
sesuai dengan keahliannya. Indikasi kebutuhan masyarakat secara riil.
temuan ini dimaknai bahwa birokrasi Ketidaksesuaian tersebut bukan saja karena
dalam pembagian tugas pekerjaan belum kebijakan yang ditentukan dari pusat
terurai dengan baik. Uraian tugas sebagai (kebijakan sentralistis) dengan penerapan
pedoman untuk melaksanakan tugas pola “fit for all” (sama untuk semua
pelayanan kurang jelas, pimpinan wilayah), tetapi karena masih terdapat
melakukan pendelegasian tugas-tugas pejabat birokrasi pemerintah yang
hanya pada orang-orang tertentu sehingga sepenuhnya belum mempunyai visi dan
kurang tepat peruntukannya, akibatnya komitmen untuk memberdayakan pegawai,
tanggung jawab aparat kadang terlihat organisasi dan masyarakat. Diskresi untuk
lemah. Keadaan seperti ini disebabkan oleh menjalankan kewenangan yang dimiliki
kurangnya “koordinasi” secara internal Puskesmas pada kenyataannya belum
maupun eksternal, dalam arti bahwa unsur optimal karena kewenangan yang
pimpinan kurang melakukan komunikasi diterimanya masih terbatas untuk
langsung kepada unsur aparat bawahan memberikan pelayanan sesuai nilai-nilai
maupun kepada unsur masyarakat sebagai dasar puskesmas. Namun demikian
mitra kerja. birokrasi pelayanan di Puskesmas cukup
Berkaitan dengan penelitian ini, mampu mengambil inisiatif terutama
Berger (1966) belum melihat prinsip tindakan-tindakan yang bersifat darurat.
koordinasi sebagai unsur penting Berkaitan dengan penelitian ini,
keberhasilan birokrasi dalam tindakan perilaku yang berprinsip diskresi dalam
pelayanan. Temuan penelitian ini belum pelayanan akan bermakna apabila perilaku
sejalan dengan pendapat Sutarto (1993) yang terdesentralisasi melakukan
Onno Sahlania Hamzah/ Jurnal Administrasi Publik, Volume 4 No. 1 Thn. 2014 40