Anda di halaman 1dari 26

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

“Kampung Wisata Jodipan di Kota Malang, Jawa Timur atau yang dikenal
sebagai Kampung warna-warni yang dulu merupakan 'permukiman kumuh'
sekarang menjadi lokasi yang banyak dikunjungi wisatawan. Tiap akhir pekan
diperkirakan jumlah pengunjung yang datang mencapai ratusan orang” (Widianto,
2016). Sekitar 107 rumah warga di sina tampak dicat dengan 17 warna, dengan
gambar yang dilukis komunitas mural. Inisiatif untuk mencat kampung ini muncul
dari sejumlah mahasiswa mahasiswa Ilmu Komunikasi Universitas
Muhammaidyah Malang yang tergabung dalam kelompok guyspro.

Widianto (2016) menjelaskan bahwa tujuan awal membuat Kampung Warna-


warni Jodipan (KWJ) itu ingin mengubah perilaku warga di bantaran sungai yang
membuang sampah ke sungai. Jodipan dipilih karena terlihat memiliki lanskap
yang bagus dilihat dari jembatan Jalan Gatot Subroto. Awalnya pengecatan
kampung dilakukan agar rumah-rumah di sana tak terlihat kusam dan agar
masyarakat memperhatikan masalah sanitasi. Usulan itu pun disampaikan kepada
Soni Parin selaku ketua RT, yang kemudian meminta persetujuan dari tokoh
masyarakat di kampung tersebut.

Pengecatan dilakukan oleh masyarakat dengan bantuan tentara dan juga bantuan
salah satu produsen cat di Malang yaitu PT. Inti Daya Guna Aneka Warna pada
Juni 2016 dan diresmikan pada september 2016. Meski secara fisik kondisi rumah
warga di kampung ini sudah diperbaiki dan temboknya dicat warna-warni, tetapi
masalah utama di permukiman ini yaitu sanitasi belum dapat teratasi pada awalnya.
“Tidak semua rumah memiliki toilet dan warga sering membuang sampah di
sungai. Tetapi rupanya, kedatangan para wisatawan justru mengubah perilaku
warga.” (FItria, 2016)

1
Fitria (2016) menjelaskan bahwa Kedatangan wisatawan mengubah perilaku
warga Kampung Jodipan Malang. Sebuah toilet umum yang sejak dulu memang
sudah tersedia disana memang jarang dipergunakan. Warga lebih memilih mandi
dia area sungai Berantas. Namun, sejak banyak wisatawan yang berdatangan,
warga sudah mau menggunakan toilet tersebut karena secara bertahap mereka
merasa malu. Begitu juga dengan kebiasaan membuang sampah disungai yang
akhirnya tidak ditemukan lagi.

“Selain kepedulian sanitasi meningkat, kunjungan wisatawan ke kampung ini


memberikan dampak terhadap perekonomian warga. Mereka pun berjualan
minuman dan makanan ringan, hasta karya untuk oleh-oleh dan mengelola parkir
kendaraan. Padahal, sebagian warganya dulu banyak yang tidak memiliki
pekerjaan bahkan di kampung ini terkenal juga dengan sebutan kampung Preman.”
(Widiyanto, 2016).

Kampung Jodipan memang dihuni warga pendatang yang mendirikan rumah di


tanah milik Negara tersebut kampung ini terancam digusur dan warga akan
direlokasi ke rumah susun. Kampung ini memang berdiri diatas tanah negara, tapi
setiap tahun warga tetap membayar pajak bumi dan bangunan, warga juga banyak
yang nyaman dan kerasan tinggal di kawasan bantaran sungai Brantas itu.
(Widiyanto, 2016).

Sulitriarmi (2016) menjelaskan bahwa setelah kampung ini di Branding


menjadi tempat wisata, Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Basuki
Hadimulyono akhirnya mengunjungi kampung warna-warni pada 23 September
2016. Kabar baiknya, toleransi untuk tinggal di titik tertinggi di sekitar Daerah
Aliran Sungai DAS Brantas akhirnya diberikan.

Setelah Jodipan diresmikan dan viral di media sosial, pengunjungpun


berdatangan mulai dari wisatawan domestik hingga mancanegara. Tidak berhenti
disitu, rupanya kampung kumuh disekitar KWJ ikut berbenah dengan
membranding kampung dengan tema-tema tertentu seperti kampung 3D dan
Kampung Arema. Bahkan kini dibangun Jembatan kaca yang unik untuk
menhubungkan wisatawan yang hendak berkunjung ke KWJ dan Kampung Tridi
2
(kampung dengan banyak mural 3 dimensi disetiap tembok rumahnya).
“Keberadaan Kampung Warna-Warni yang tersohor itu menjadi stimulan bagi
daerah lain untuk mewujudkan kampung yang sama baik di Jawa Timur maupun
di luar Jawa Timur. Ada berbagai kampung bertema warna-warni layaknya
Kampung Warna-Warni Jodipan” (Anggraeni, 2018).

Keberhasilan Guyspor dalam mengubah kebiasaan buruk warga kampung


Jodipan kini berbuah hasil. Dalam dunia ilmu komunikasi, hal terebut seiring
dengan konsep komunikasi pembangunan. Seperti yang disebutkan oleh Quebral
dan Gomez (dikutip di Nasution, 1992, h. 82) yang mengatakan bahwa komunikasi
pembangunan adalah komunikasi yang dilakukan untuk melaksanakan rencana
pembangunan suatu negara.

Dalam penjelasan tersebut, tujuan komunikasi pembangunan disebutkan untuk


mencapai pembangunan yang berkelanjutan. Pembangunan menginginkan bahwa
sekelompok massa orang-orang dengan tingkat literasi dan penghasilan yang
rendah, dan atribut-atribut sosio-ekonomi bahwa mereka harus berubah, pertama-
tama semua menjadi terbuka tentang informasi dan dimotivasi untuk menerima dan
menggunakan secara besar-besaran ide-ide dan keterampilan-keterampilan yang
tidak familiar dalam waktu singkat dibanding proses yang diambil dalam keadaan
normal. Secara singkat tujuan komunikasi pembangunan adalah untuk menemukan
gagasan-gagasan, sikap mental, dan mengajarkan keterampilan yang dibutuhkan
oleh suatu negara berkembang.

Menurut Schramm (dikutip di Nasution, 1992, h. 55), tugas pokok komunikasi


dalam suatu perubahan sosial dalam rangka pembangunan nasional, yaitu; 1)
menyampaikan kepada masyarakat informasi tentang pembangunan nasional, agar
mereka memusatkan perhatian pada kebutuhan akan perubahan, kesempatan dan
cara mengadakan perubahan, sarana-sarana perubahan dan membangkitkan
aspirasi nasional, 2) memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk
mengambil bagian secara aktif dalam proses pembuatan keputusan, mendidik
tenaga kerja yang diperlukan pembangunan.

3
Keberhasilan pembangunan tidak terlepas dari peran komunikasi. Komunikasi
merupakan unsur penting dalam perubahan sosial. Rogers (dikutip di Dahnke,
1990, h. 260) mendefinisikan perubahan sosial merupakan proses perubahan yang
terjadi pada struktur dan fungsi suatu sistem sosial. Proses perubahan adalah proses
belajar, sehingga belajar harus dilihat bukan saja sebagai alat pendidikan tetapi
juga sebagai pengubah kebudayaan. Dalam kajian inilah,peneliti ingin
memfokuskan pada pendekatan komunikasi pembangunan di dalam kegiatan
Branding Kampung Warna-warni Jodipan yang diupayakan oleh Guyspro dengan
bantuan pendanaan yang diberikan oleh PT Inti Daya Guna Aneka Warna
(INDANA).

Keberhasilan komunikasi pembangunan menuju masyarakat yang lebih


beradab, tentunya tidak terlepas dari peran aktor pada subsistem-subsistem yang
ada, subsistem tersebut harus mampu bertahan untuk dapat menjalankan fungsinya.
Oleh karenanya tujuan penelitian ini selain untuk mengetahui pendekatan
komunikasi pembangunan yang dikembangkan oleh Guyspro dan juga untuk
mengetahui seberapa besar dampak branding terhadap terhadap perubahan sosial
yang terjadi di masyarakat Jodipan. Sedangkan, dalam penelitian sebelumnya yang
pernah dilakukan hanya seputar kegiatan menganalisis tentang Current Image
Berita CSR PT.Inti Daya Guna Aneka Warna Melalui Kampung Wisata Jodipan
yang ditulis oleh Salis Fitria (2016). Belum ada yang secara spesifik meneliti
tentang proses pendekatan komunikasi pembangunan melalui branding KWJ
sehingga dapat memberikan perubahan sosial yang cukup signifinak di kampung
Jodipan.

Ada beberapa penelitihan terdahulu terkait dengan penelitihan komunikasi


pembangunan yang dapat dijadikan sebagai refrensi atau acuhan seperti Peran
Komunikasi Pembangunan Badan Pemberdayaan Masyarakat (BPM) Dalam
Pembangunan Sosial Dan Keagamaan Di Kota Langsa yang ditulis oleh Syukur
Kholil, Sahrul dan Diaurrahman. Ataupun penelitihan tentang Literasi Sampah
Berbasis Komunikasi Pembangunan di Kabupaten Bantul yang ditulis oleh Titi
Antin, Hermin Indah Wahyuni dan Partini. Keduanya mengunakan teori
komunikasi pembangunan yang menghasilkan berbagai bentuk, peran dan faktor
pendukung sehingga terjadi perubahan sosial, namun belum ada yang meneilti
4
tentang pendekatan melalui branding didalamnya. Begitu juga dengan temuan
yang dilakukan oleh peneliti saat observasi awal yang mendapatkan hasil bahwa
bukan hanya guyspor saja yang menjadi faktor penentu terjadinya perubahan sosial
pada masyarakat Jodipan namun juga dilatar belakangi oleh banyak wisatawan
yang mengunjungi tempat tersebut sehingga perubahan sosial itu terjadi. Asumsi
ini perlu dikadikan pedoman dan perkuat melalui riset sehingga peneliti ingin
melakukan penelitihn lebih lanjut lagi.

1.2. Rumusan Masalah


Berdasarkan penjelasan latar belakang sebelumnya, peneliti memiliki
beberapa rumusan masalah, yaitu :
1. Bagaimana Pendekatan komunikasi pembangunan yang dikembangkan oleh
Guyspro?
2. Seberapa besarkah dampak branding terhadap terhadap perubahan sosial yang
terjadi di masyarakat Jodipan?
3. Bagaimana Proses Branding sebuah Kampung Wisata dapat menjadi faktor
penentu dalam Komunikasi Pembangunan yang terjadi dalam Perubahan
Sosial di kampung warna-warni Jodipan.
4. Faktor apa sajakah yang mendukung dan menghambat komunikasi
pembangunan Guyspro terhadap perubahan sosial yang terjadi di KWJ?

1.3. Tujuan Penelitihan


1. Untuk mengetahui dan menganalisis bentuk Komunikasi Pembangunan yang
dilakukan oleh Guyspro
2. Untuk dampak branding terhadap terhadap perubahan sosial yang terjadi di
masyarakat Jodipan
3. Untuk mengetahui peran komunikasi pembangunan Badan Pemberdayaan
Masyarakat dalam bidang sosial dan keagamaan di kota Langsa.
4. Untuk mengetahui faktor-faktor pendukung dan penghambat komunikasi
pembangunan Guyspro terhadap perubahan sosial yang terjadi di KWJ?

1.4. Manfaat Penelitihan


1. Manfaat praktis
5
Penelitian ini menyumbang kajian tentang komunikasi pembangunan
dalam perubahan sosial melalui Branding kampung wisata dapat menjadi
sebuah gagasan dan ide baru yang dapat dikomunikasikan pada sebuah kultur
atau kebudayaan yang dapat dan dimungkinkan diadopsi oleh suatu kelompok
sosial atau kebudayaan tertentu.

Penelitian ini akan mengupas apakah Guyspro sebagai inisiator KWJ ini
benar-benar menjadi satu-satunya faktor penentu dalam perubahan sosial yang
terjadi di masyarkat Jodipan.

2. Manfaat Akademis

6
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. DESTINATION BRANDING


Goeldner dkk dalam Iliachenko (2005, h. 4) mendefinisikan destination
branding sebagai seperangkat asosiasi merek yang dapat menjadi tanda pengenal atau
pembeda suatu lokasi dengan menawarkan pengalaman berwisata yang mengesankan
pada lokasi tersebut. Sementara Kaplanidou mendefinisikan (2003, h. 2) destination
branding sebagai kombinasi atribut sebuah daerah yang diwujudkan dalam satu konsep
yang dapat menyampaikan identitas unik dan kerakteristik lokasi yang berbeda dari
kompetitornya.

Morgan & Pritchard (dalam Murfianti, 2010) menyarankan lima tahapan untuk
melakukan destination branding dalam merubah image sebuah daerah, yakni sebagai
berikut:
a. Market investigation, analysis and strategic recommendations
Tahapan ini menurut Murfianti (2010) dilakukan kegiatan riset pemetaan
potensi pasar, hal-hal apa saja yang dapat dikembangkan serta menyusun
strategi. Hal tersebut menunjukan bahwa fungsi dari kegiatan market
investigation, analysis and strategic recommendation adalah untuk menemukan
dan menyusun strategi apa saja yang dapat dikembangkan oleh destinasi.
b. Brand identity development
Brand identity menurut Morgan & Pritchard (dalam Murfianti, 2010), “Brand
identity development dibentuk berdasarkan visi, misi dan image yang ingin
dibentuk daerah tersebut”. Konsep tersebut menunjukan bahwa tahap brand
identity development adalah tahap menentukan identitas daerah yang bersifat
intagible yang diperkenalkan kepada publik, untuk menggambarkan daerah
tersebut.
c. Brand launch and introduction: communicating the vision
Langkah selanjutnya setelah tagline dibuat adalah memperkenalkan brand,
menurut Morgan & Pritchard (dalam Murfianti, 2010) menjelaskan bahwa
brand launch dapat dilakukan melalui berbagai media sebagai berikut, “media
relations seperti advertising, direct marketing, personal selling, website,
brochures, atau event organizer, film-makers, destination marketing

7
organization (DMOs) serta journalist”. Tahapan ini merupakan tahap
mengkomunikasikan brand melalui berbagai media yang tersedia.
d. Brand implementation
Selanjutnya Morgan & Pritchard (dalam Murfianti, 2010) menjelaskan bahwa
brand implementation merupakan sutau usaha untuk mengintegrasikan semua
pihak yang terlibat dalam pembentukan merek, sehingga destination branding
dapat berhasil.
e. Monitoring, evaluation and review
Tahap ini dijelaskan oleh Morgan & Pritchard (dalam Murfianti, 2010) sebagai
sebuah usaha untuk monitoring apakah ada penyimpangan, kekurangan dan
sebagainya. Hasil monitoring tersebut kemudian dievaluasi dan di-review untuk
perbaikan selanjutnya.

i. Elemen Destination Branding


Kaplanidou (2003, h. 3) menjelaskan bahwa branding bukan hanya
merupakan merk, brandingmenggabungkan enam elemen yang kemudian
diformulasi menjadi sebuah konsep destination brand. Elemen tersebut terdiri dari:
a. Brand identity: Konsep identity merupakan serangkaian strategi yang diwujudkan
dalam bentuk asosiasi yang merepresentasikan barang atau jasa tersebut. Brand
identity dapat merefleksikan produk dan jasa yang ditawarkan lokasi destinasi
b. Brand essence atau brand soul: Konsep brand essence merupakan suatu hal yang
dapat mewakili elemen emosional dan nilai brand tersebut.
c. Brand character: Konsep brand character menunjukkan hubungan antara
pengalaman berwisata para wisatawan dengan terbentuknya karakter merek.
d. Brand personality: Merupakan seperangkat kepribadian merek yang sifatnya
sama dengan kondisi sentimentil yang dimiliki oleh manusia.
e. Brand culture: Menunjukan bahwa budaya pada merk merupakan serangkaian
sistem nilai yang saling terintegrasi satu sama lain, sehingga dapat
menggambarkan budaya pada kawasan tersebut.
f. Brand image: Merupakan komponen utama pembentukan identitas merek yang
mudah dikenali, sehingga konsumen dapat mengapresiasi merek tersebut.

2.2.KOMUNIKASI PEMBANGUNAN

8
2.2.1 PENGERTIAN dan PERAN

Quebral dan Gomez (dikutip di Nasution, 1992, h. 82) yang mengatakan bahwa
komunikasi pembangunan adalah komunikasi yang dilakukan untuk melaksanakan
rencana pembangunan suatu negara. Effendy (h. 92) menyebutkan juga bahwa
Komunikasi pembangunan adalah proses penyebaran pesan oleh seseorang atau
sekelompok orang kepada khalayak guna mengubah sikap, pendapat, dan perilakunya
dalam rangka meningkatkan kemajuan lahiriah dan kepuasan batiniah, yang dalam
keselarasannya dirasakan secara merata oleh seluruh rakyat.

Dalam penjelasan tersebut, Komunikasi pembangunan memiliki dua pengertian,


baik secara luas maupun secara sempit. Pengertian komunikasi pembangunan secara
luas adalah peran dan fungsi komunikasi (sebagai aktivitas pertukaran pesan secara
timbal balik) di antara semua pihak yang terlibat dalam usaha pembangunan, terutama
masyarakat dan pemerintah, sejak dari proses perencanaan, pelaksanaan dan penilaian
terhadap pembangunan. Sedangkan dalam arti sempit, komunikasi pembangunan
merupakan segala upaya dan cara, serta teknik penyampaian gagasan, dan
keterampilan-keterampilan penbangunan yang bersal dari pihak yang memprakarsai
pembangunan yang ditujukan pada masyarakat luas.

Komunikasi pembangunan dalam pengertian yang sempit menurut Nasution


(1996, h. 92) merupakan segala upaya dan cara, serta teknik penyampaian gagasan, dan
keterampilan-keterampilan pembangunan yang berasal dari pihak yang memprakarsai
pembangunan dan ditujukan kepada masyarakat luas, dengan tujuan agar masyarakat
memahami, menerima, dan berpartisipasi dalam melaksanakan gagasan-gagasan yang
disampaikan. Sedangkan dalam arti yang luas, komunikasi pembangunann meliputi
peran dan fungsi komunikasi (sebagai suatu aktivitas pertukaran pesan secara timbal
balik) di antara semua pihak yang terlibat dalam usaha pembangunan, terutama antara
masyarakat dengan pemerintah, sejak dari proses perencanaan, pelaksanaan, dan
penilaian terhadap pembangunan. “Keberhasilan pembangunan berawal dari adanya
komunikasi dalam pembangunan. Komunikasi memiliki peran dalam pelaksanaan
pembangunan” (Nasution, h, 95).

Hedebro (1979) mengidentifikasi tiga aspek komunikasi dan pembangunan yang


berkaitan dengan tingkat analisanya, yaitu;1). Pendekatan yang berfokus pada
pembangunan suatu bangsa, dan bagaimana media massa dapat menyumbang dalam

9
upaya tersebut. Di sini, politik dan fungsi-fungsi media massa dalam pengertian yang
umum merupakan objek studi, sekaligus masalah-masalah yang menyangkut struktur
organisasional dan pemilikan, serta kontrol terhadap media. Untuk studi jenis ini,
sekarang digunakan istilah kebijakan komunikasi dan merupakan pendekatan yang
paling luas dan bersifat general (umum). 2). Pendekatan yang juga dimaksudkan untuk
memahami peranan media massa dalam pembangunan nasional, namun lebih jauh
spesifik. Persoalan utama dalam studi ini adalah bagaimana me dia dapat dipakai secara
efisien, untuk mengajarkan pengetahuan tertentu bagi masyarakat suatu bangsa. 3).
Pendekatan yang berorientasi kepada perubahan yang terjadi pada suatu komunitas
lokal atau desa. Studi jenis ini mendalami bagaimana aktivitas komunikasi dapat
dipakai untuk mempromosikan penerimaan yang luas akan ide-ide dan produk baru.

Dari sekian banyak ulasan para ahli mengenai peran komunikasi pembangunan,
Hedebro mendaftar 12 peran yang dapat dilakukan komunikasi dalam pembangunan,
yakni:

1. Komunikasi dapat menciptakan iklim bagi perubahan dengan membujukkan nilai-


nilai, sikap mental, dan bentuk perilaku yang menunjang modernisasi.
2. Komunikasi dapat mengajarkan keterampilan-keterampilan baru, mulai dari baca-
tulis ke pertanian, hingga ke keberhasilan lingkungan, hingga reparasi mobil.
3. Media massa dapat bertindak sebagai pengganda sumber-sumber daya
pengetahuan.
4. Media massa dapat mengantarkan pengalaman-pengalaman yang seolah-olah
dialami sendiri, sehingga mengurangi biaya psikis dan ekonomis untuk
menciptakan kepribadian yang mobile .
5. Komunikasi dapat meningkatkan aspirasi yang merupakan perangsang untuk
bertindak nyata.
6. Komunikasi dapat membantu masyarakat menemukan norma-norma baru dan
keharmonisan dari masa transisi.
7. Komunikasi dapat membuat orang lebih condong untuk berpartisipasi dalam
pembuatan keputusan di tengah kehidupan masyarakat.
8. Komunikasi dapat mengubah struktur kekuasaan pada masyarakat yang bercirikan
tradisional, dengan membawa pengetahuan kepada massa. Mereka yang beroleh
informasi akan menjadi orang yang berarti, dan para pemimpin tradisional akan

10
tertantang oleh kenyataan bahwa ada orang-orang lain yang juga mempunyai
kelebihan dalam hal memiliki informasi.
9. Komunikasi dapat menciptakan rasa kebangsaan sebagai sesuatu yang mengatasi
kesetiaan-kesetiaan lokal.
10. Komunikasi dapat membantu mayoritas populasi menyadari pentingnya arti
mereka sebagai warga negara, sehingga dapat membantu meningkatkan aktivitas
politik.
11. Komunikasi memudahkan perencanaan dan implementasi program-program
pembangunan yang berkaitan dengan kebutuhan penduduk.
12. Komunikasi dapat membuat pembangunan ekonomi, sosial, dan politik menjadi
suatu proses yang berlangsung sendiri ( self-perpetuating ).

Agar komunikasi pembangunan lebih berhasil mencapai sasarannya, serta dapat


menghindarkan kemungkinan efek-efek yang tidak diinginkan. Kesenjangan efek
ditimbulkan oleh kekeliruan caracara komunikasi, hal ini bisa diperkecil bila memakai
strategi komunikasi pembangunan yang dirumuskan sedemikian rupa, yang mencakup
prinsip-prinsip berikut:

a. Pengunaan pesan yang dirancang secara khusus ( tailored message ) untuk


khalayak yang spesifik.
b. Pendekatan “ ceiling effect ” yaitu dengan mengkomunikasikan pesan-pesan yang
bagi golongan yang dituju (katakanlah golongan atas) merupakan redudansi
(tidak lagi begitu berguna karena sudah dilampaui mereka atau kecil manfaatnya,
namun tetap berfaedah bagi golongan khalayak yang hendak dicapai.
c. Penggunaan pendekatan “ narrow casting ” atau melokalisir penyampaian pesan
bagi kepentingan khalayak .
d. Pemanfaatan saluran tradisional, yaitu berbagai bentuk pertunjukkan rakyat yang
sejak lama berfungsi sebagai saluran pesan yang akrab dengan masyarakat
setempat.
e. Pengenalan para pemimpin opini di kalangan lapisan masyarakat yang
berkekurangan ( disadvantage ), dan meminta bantuan mereka untuk menolong
mengkomunikasikan pesan-pesan pembangunan.
g. Mengaktifkan keikutsertaan agen-agen perubahan yang berasal dari kalangan
masyarakat sendiri sebagai petugas lembaga pembangunan yang beroperasi di
kalangan rekan sejawat mereka sendiri.

11
h. Diciptakan dan dibina cara-cara atau mekanisme keikutsertaan khalayak (sebagai
pelaku-pelaku pembangunan itu sendiri) dalam proses pembangunan, yaitu sejak
tahap perencanaan sampai evaluasinya (Nasution, 2004:163-164).

Menurut AED (1985), ada empat strategi komunikasi pembangunan yang telah
digunakan selama ini, yaitu:

a. Strategi-strategi yang didasarkan pada media yang dipakai ( media based strategy
).
b. Strategi-strategi disain instruksional.
c. Strategi-strategi partisipatori.
d. Strategi-strategi pemasaran. Masing-masing strategi mencerminkan suatu
rangkaian prioritas tertentu mengenai bagaimana menggunakan komunikasi
untuk mencapai kebutuhan-kebutuhan pembangunan.

Dalam komunikasi pembangunan ada lima gagasan penting menurut Waisbord


(2013), yaitu:
1) Fokus pada individu dan faktor-faktor kontekstual dalam perubahan perilaku;
pendekatan komprehensif yang ditujukan kepada faktor-faktor yang dapat
mempengaruhi perilaku, diantaranya yaitu fokus pada individu, keluarga,
masyarakat, dan pada tingkat kebijakan.
2) Mengintegrasikan top-down dan bottomup; merupakan tindakan gabungan yang
dilakukan oleh pemerintah, swasta, dan masyarakat sipil, serta menggabungkan
beberapa strategi komunikasi di berbagai tingkatan.
3) Menggunakan pendekatan perangkat komunikasi; menggunakan beberapa
teknik komunikasi yang berbeda-beda sesuai dengan konteks permasalahannya,
skala prioritas, maupun pada kelompok sasarannya.
4) Menggabungkan antara media dan komunikasi interpersonal
5) Pemberdayaan masyarakat; merupakan tujuan yang akan dicapai.

Selain beberapa pendekatan yang telah dijelaskan, menurut Tufte (2009:12-13)


strategi yang baik dalam menumbuhkan partisipasi masyarakat adalah dengan
penggunaan media yang memungkinkan lebih banyak dialog seperti media berbasis
masyarakat atau media komunitas. Tufte menguraikan tentang pentingnya kombinasi

12
antara komunikasi monologis dan komunikasi dialogis dalam komunikasi pembangunan
yang tergambar dalam Multi-Track Model.

Model ini berawal dari adanya kebutuhan untuk menggabungkan kekayaan dan
kompleksitas dalam pendekatan operasional dan tantangan pembangunan dalam
kerangka metodologi komunikasi yang konsisten. Model ini dianggap fleksibel di dalam
berbagai situasi, pendekatan komunikasinya dibagi menjadi dua kategori, yaitu
pendekatan komunikasi monologis dan komunikasi dialogis. Komunikasi monologis
terdiri dari pendekatan komunikasi satu arah seperti diseminasi informasi, kampanye
media, dan pendekatan difusi lainnya. Pendekatan komunikasi dialogis mengacu pada
komunikasi dua arah, di mana proses dan hasil serta ruang lingkupnya terbuka untuk
membahas masalah, menghasilkan pengetahun dan mencari solusi baru, bukan sekedar
mentransmisikan informasi.

2.3 IMPLEMENTASI KOMUNIKASI PEMBANGUNAN

Hal terpenting yang menjadi perhatian dalam komunikasi pembangunan secara


praktis, yakni bagaimana pembangunan itu dilaksanankan sesuai konsep, program,
teknik, dan strategi yang relevan. Implementasi komunikasi pembangunan dalam
masyarakat, secara faktual dan kontekstual, dalam banyak halmengikuti kebijakan
negara masing-masing. Bahkan tak jarang hal ini selalu dikaitkan dengan kebijakan
suatu rezim penguasa, seperti yang terjadi di Indonesia. Dengan kebijakan tersebut,
pemerintah dapat mengendalikan dan mengarahkan setiap aktivitas administrasi,
birokrasi, pembangunan, termasuk media-media komunikasi masyarakatnya.
Pengalaman pemerintahan orde baru menunjukkan bahwa kebijakan yang dibuat
pemerintah yang mendukung dalam pemberdayaan masyarakatnya boleh dibilang tidak
menyentuh akar persoalan. Pasca reformasi, kondisi ini mulai mengubah semua aspek
kehidupan termasuk komunikasi pembangunan. Namun, prestasi itu belum pantas
dibanggakan, dimana pemerintah agak kerepotan mengendalikan euphoria reformasi.

Sering ditengarai, pemberitaan media tidak sejalan dengan agenda


pembangunan. Sehingga untuk kepentingan di lapangan, penerapan komunikasi
pembangunan memerlukan penelaan yang cermat dan mendalam dalam memilih dan
memilah pendekatan yang relevan dan tepat guna. Yang bpasti, tujuan seluruh aktivitas

13
komunikasi pembangunan adalah untuk menggerakkan dan memberdayakan
masyarakat secara mandiri. Peran utama dukungan komunikasi adalah membantu
menciptakan lingkungan manusiawi (human environment) yang diperlukan untuk
keberhasilan suatu proyek atau program pembangunan. Lebih spesifik lagi,
menyelenggarakan aktivitas informasi, motivasi, dan edukasi untuk mengubah segala
ketidakpedulian terhadap program untuk kepentingan masyarakat, ketidaktahuan
terhadap pengetahuan terhadap pengetahuan, dan mengubah sikap mental atau
kebiasaan menentang perubahan menuju sikap dan kebiasaan yang menerima
perubahan baru.

Penafsiran konsep dan penerapan komunikasi pembangunan tampak pada


sejumlah bentuk ataupun unit aktivitas meskipun mengenakan label yang berbeda.
Bseperti yang diungkapkan oleh Quebral (1979) dalam ilustrasinya : “sekiranya riwayat
komunikasi pembangunan pernah ditulis, maka salah satu sumbangannya yang pantas
dicatat adalah mempopulerkan ide pembangunan di kalangan komunikator profesional
profesional sekaligus di tengah orang awam”. Penerapan komunikasi dalam
pembangunan menunjukkan keterkaitan di berbagai sektor yang pada hakikatnya
memiliki misi di beberapa kegiatan yang menonjol, yakni mengomunikasikan ide-ide
danng menjadi sasaran. program pembangunan kepada khalayak yang menjadi sasran.
Konsepsi dan penerapan komunikasi pembangunan memang belum dirasakan sebagai
sesuatu yang sempurna. Karena itu, baik sebagai suatu konsepsi maupun dalam
penerapannya, komunikasi pembangunan akan terus berkembang. Perkembangan
komunikasi pembangunan akan ditentukan oleh kecendrungan dalam pembangunan
yang berlaku di kalangan para perencana dan para pelaksana pembangunan itu sendiri,
bersama para ilmuwan yang bergerak di bidang ini.

Setelah berkembang kurang lebih tigapuluh tahun, komunikasi pembangunan


menunjukkan suatu kecenderungan yang menggembirakan. Diantaranya, sekarang ini
komunikasi pembangunan telah dikenal, diyakini hasil dan manfaatnya, serta
diharapkan oleh banyak penerapannya dalam di segala bidang kehidupan. Salah satu
indikasi yang menunjukkan peningkatan kepercayaan terhadap eksistensi komunikasi
pembangunan adalah seperti yang dinyatakan oleh Perrett (1982) bahwa komunikasi
pembangunan mengalokasikan kegiatan secara komparatif dan komprehensif, dengan
mencantumkan berbagai startegi komunikasi yang relevan. Eksperimentasi yang
berlangsung selama dua dekade memperkaya pengertian kita tentang bagaimana

14
mengorganisasi dan menggunakan komunikasi pada rangkaian latar dan kondisi yang
luas. Banyak prinsip-prinsip komunikasi lama yang telah terbukti baik, sementara yang
lain diperluas dan dibuat lebih efektif

2.3.1. KOMUNIKASI PEMBANGUNAN DAN PERENCANAAN KOMUNIKASI

Sebagai sebuah pendekatan dan strategi, komunikasi pembvangunan senantiasa


memerlukan perencanaan komunikasi yang baik. Dengan perencanaan komunikasi
akan menentukan evektivitas keberhasilan pembangunan. Seringkali penerapan
komunikasi pembangunan dalam berbagai hal selalu dihadapkan dengan berbagai
hambatan dan kendala. Untuk mengatasi hal tersebut, aspek perencanaan komunikasi
menduduki peran yang menentukan sebagai suatu proses menyeluruh, integral dan
otomatis tentang pemahaman unsur-unsur yang terlibat dalam proses komunikasi.
Perencanaan komunikasi dimaksud berkaitan dengan strategi-stategi yang terpilih,
sumber, pembuatan pesan, penyebaran, penerimaan, umpan balik terhadap pesan-
pesan, ataupun menerima pesan.

Dengan demikian, kajian komunikasi pembangunan, khususnya dalam


perencanaan komunikasi, bukan hanya menyangkut bagaimana melakukan
transformasi ide dan pesan melalui penyebarluasan informasi, melainkan juga
memerlukan analisis atas sifat sumber, pesan, saluran, dan karakteristik lapisan
khalayak penerima ide baru (difusi-inovasi). Sehingga suatu perencanaan komunikasi
selalu dikonsentrasikan pada pendayagunaan unsur-unsur tersebut sebagai pendekatan
komunikasi partisipatoris antara pemerintah, agen perubahan, dan masyarakat. Para ahli
umumnya melihat kajian komunikasi pembangunan menitikberatkan perhatiannya pada
studi tentang efek komunikasi sehingga memerlukan persiapan dan perencanaan yang
matang dalam menganalisisnya. Konsep tentang efek komunikasi ini dalam komunikasi
pembangunan didefinisikan sebagai situasi komunikasi yang memungkinkan
munculnya partisispasi masyarakat secara sadar, kritis, sukarela, murni, dan
bertanggung jawab (Hamijoyo, 2005).

Akibat kompleksitas permasalahn yang dihadapi individu, masyarakat, dan


pemerintah dalam hubungannya dengan pembangunan, maka dianggap perlu

15
disusunsuatu pola perencanaan komunikasi yang strategis, baik, dan logis. Perencanaan
tersebut dimaksudkan agar mampu memberikan peta jalan yang terarah dan efektif bagi
perlaksanaan pembangunan. Pengertian perencanaan memiliki banyak makna sesuai
dengan pandangan masing-masing ahli dan belum terdapat batasan yang dapat diterima
secara umum. “Planning is nothing but palnning is everything”, rencana tidak ada apa-
apanya, tetapi perencanaan adalah segalanya. Pada kalimat tersebut ditekankan bahwa
yang paling penting adalah perencanaan, lebih tegasnya adalah proses perencanaan itu
sendiri. Berikut ini bebrapa batasan perencanaan dan pengelolaan menurut para ahli :

1. Perencanaan adalah pemikiran rasional berdasarkan fakta-fakta dan atau perkiraan


yang dekat (estimate) sebagai persiapan untuk melaksanakan tindakan-tindakan
kemudian (Abdurachman, 1973).
2. Prencanaan dan pengelolaan adalah keseluruhan proses pengukuran dan penetuan
secara matang mengenai hal-hal yang akan dikerjakan di masa yang akan datang
dalam rangka pencapaian yang telah ditentukan (Siagian, 19994).
3. Perencanaan adalah memilih dan menghubungkan fakta-fakta, membuat serta
menggunakan asumsi-asumsi yang berkaitan dengan masa yang akan datang dengan
menggambarkan dan merumuskan kegiatan-kegiatan tertentu yang diyakini
diperlukan untuk mencapai hasil tertentu (Terry, 1975).
4. Pengelolaan adalah proses dasar yang kita gunakan untuk memilih tujuan-tujuan dan
menguraikan bagaimana cara pencapaiannya serta bagaiaman menerapkan hal-hal
yang menjadi perencanaan tersebut (Stoner and Wankel, 1986 dalam kusmiadi,
1995).
5. Perencanaan adalah pemilihan alternatif atau pengalokasian berbagai sumberdaya
yang tersedia (Soekarwati, 2000).

Untuk membuat sebuah perencanaan dan pengelolaan komunikasi yang mantap,


dibutuhkan suatu pemahaman yang mendalam terhadap beberapa pendekatan atau
faktor yang terlibat. Midelton memberikan beberapa pendekatan dalam prencanaan
komunikasi, yaitu: pendekatan proses, pendekatan sistem, pendekatan teknologi,
pendekatan ekonomi, pendekatan evaluasi, dan beberapa pendekatan lain (politik,
etika/norma, klien, sektoral, dan internasional). Pendekatan-pendekatan ini harus
diperhatikan dalam sebuah perencanaan dan pengelolaan komunikasi dalam
pembangunan.
16
2.2.2 SASARAN PERUBAHAN BERORIENTASI PADA KHALAYAK

Prespektif difusi-inovasi klasik, yang diusung paradigma dominan pembangunan,


memiliki perhatian pada proses komunikasi yang bersifat linier, one-dimensional, dan
one-way. Dalam proses ini, posisi lebih ditekankan pada sumber komunikasi ketimbang
penerima, yang biasanya mengarah pada ketidakseimbangan dalam proses komunikasi,
khususnya dalam program-program pembangunan (Rogers and Adhikarya, 1979). Hal
terpenting yang mesti diperhatikan setelah menetukan komunikator pembangunan
adalah menentukan segemntasi audiens berdasarkan kebutuhannya. Hal ini dapat
mempermudah penilaian kebutuhan secara lebuh spesifik. Dalam penelitin komunikasi
pembangunan, tidak ada ide yang jelas tentang permasalahan pembangunan yang
dihadapi, selain proses komunikasi linier. Dan karena terdapat sedikit komunikasi
partisipatori dua-arah, maka terdapat sedikit (pula) saluran, dimana para agen
pembangunan dapat mengerti dan menghargai upaya audiens saat mengadopsi ragam
inovasi. Oleh karena itu, menjadi suatu kebutuhan yang besar akan studi penilaian
kebutuhan yang efektif dan reliable para audiens. Jika informasi di dorong melalui
proses komunikasi partisipatori dua arah, proses komunikasi dapat mengarah pada
tindakan penyempitan jurang pemisah keuntungan sosial-ekonomi.

Dengan menilai kebutuhan kelompok status ekonomi yang lebih rendah,


merumuskan pesan dan strategi komunikasi terhadap kebutuhan dan kapasitas
kelompok ini, menanggulangi bias pro-literacy, dan mengurangi jurang-jurang pemisah
pengetahuan,b akan memudahkan upaya untuk mencapai perubahan sebagai proses
pembangunan yang selayaknya. Jika komunikasi dipahami sebagai proses perubahan
dalam rangka pembangunan, sejatinya perubahan tersebut harus berorientasi kepada
khalayak. Pada tahap ini, perubahan berlangsung baik dalam diri (pikiran, sikap, dan
tindakan) khalayak, dalam ruang sosial yang lebih besar. Dalam kaitan tersebut, strategi
komunikasi harus mampu menjangkau, menggerakkan, mengarahkan, dan membentuk
perubahan sesuai dengan keinginan masyarakat. Masyarakat yang dimaksud dalam hal
ini seperti yang dikemukakan Pierre James(1990), dipahami sebagai komunitas
audeiens yang menjadi tujuan dari proses komunikasi bermedia ataupun tidak.

Dengan demikian, strategi komunikasi sebagai suatu proses sosial, pemilihan


prioritas isi (content) untuk difusi informasi menjadi pertimbangan khusus sehingga ide
17
pembangunan dapat menargetkan ruang kesempatan berpartisipasi masyarakat dalam
setiap program pembangunan. Jadi, pesan-pesan yang disajikan harus dianalisis dari
prespektif khalayak dan di desain secara hati-hati untuk menjamin bahwa hasil yang
kelihatan akan di persepsikan oleh khalayak sebagai suatu yang menguntungkan.
Artinya, bahwa suatu strategi komunikasi yang komprehensif harus dapat membantu
masayarakat menyelesaikan masalahnya secara mudah dengan menawarkan jalan
keluar.

Suatu pesan yang baik selalu mempertimbangkan kebutuhan khalayak yang


menjadi sasarannya. Kekuatan pesan pada proses komunikasi terletak pada ide, dan
gagasan yang tertuang di dalamnya. Dengan kata lain, ide atau gagasan yang
disampaikan mampu mengeksplorasi daya imajinatif dan kreativitas seseorang
sehingga mau bergerak dan bertindak.

18
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

3.1. PARADIGMA DAN JENIS PENELITIAN


Peneliti menggunakan metodologi kuantitatif berdasarakan paradigmapositivistik.
Paradigma positivistik berpusat pada hal-hal yang dapat diukur secara pasti atau positif
sehingga dapat dikuantifikasikan (Suyanto, 2005). Muhajir (2007) menjelaskan bahwa
paradigm positivistik dalam metodologi penelitian muantitatif menuntut adanya
gambaran penelitian yang memfokuskan objeknya secara ekplisit, dipisahkan dari
objek-objek lain yang tidak diteliti.

Berdasarkan deskripsi di atas, peneliti menggunakan paradigma positivistik


untuk melihat objek dalam penelitian ini yaitu perubahan sosial yang terjadi di
Masyarakat Jodipan.Jenis penelitian ini adalah kuantitatif eksplanatif. Peneliti dalam
hal ini dituntut bersikap objektif dan memisahkan diri dari data dalam penelitian, hal
tersebut dilakukan untuk menjaga keobjektifan data analisis (Kriyantono, 2008).
Neuman (2014) menjelaskan bahwa penelitiandeskriptif diawali dengan masalah yang
terdefinisi dengan baik dan mencoba menggambarkan secara akurat, hasil penelitian ini
adalah gambaran detail dari masalah atau jawaban ataa pertayaanpenelitian.
Berdasarkan, deskrpsi tersebut, peneliti menggunakan jenis penelitian eksplanatif
dengan tujuan menggambarkan secara rinci faktor penentu dalam perubahan sosial di
Masyarakat Jodipan.

Penelitian ini lebih menekankan analisisnya pada proses penyimpulan deduktif


dan induktif serta analisis terhadap dinamika hubungan antar fenomena yang diamati,
dengan menggunakan logika ilmiah. Pada penelitian eksplanatif menurut Krantono
(2009, h. 68), metode yang digunakan untuk menjelaskan hubungan kausal antara
variabel-variabel melalui pengujian hipotesis. Menurut Kriyanto peneliti perlu
melakukan kegiatan berteori untuk mengahasilkan dugaan awal (hipotesis) antar
variabel yang satu dengan yang lainnya. Sama halnya dengan Bungin (2011, h. 29) yang
menjelaskan bahwa kuantitatif eksplanatif adalah penelitian yang bertujuan untuk
menjelaskan hubungan suatu variabel dengan variabel yang lain untuk menguji suatu
hipotesis. Penelitian eksplanatif dilakukan terhadap sample dan hasil penelitian tersebut
dapat digeneralisasikan terhadap populasinya.
19
3.2. VARIABEL, INDIKATOR DAN INSTRUMEN PENELITIAN
3.2.1. VARIABEL
“Variabel penelitian adalah segala sesuatu yang berbentuk apa saja yang
ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari sehingga diperoleh informasi tentang hal
tersebut, kemudian ditarik kesimpulannya” (Sugiyono, 2013, h. 2).

penelitian ini digunakan dua variabel yaitu:


a. Satu variabel bebas (X) yaitu Branding Kampung-Warna Wani Jodipan
b. Satu variabel terikat (Y) yaitu Komunikasi Pembangunan

3.2.2. INDIKATOR
a. Tahapan Destination Branding
1. Market investigation, analysis and strategic recommendations
2. Brand identity development
3. Brand launch and introduction: communicating the vision
4. Brand implementation
5. Monitoring, evaluation and review

b. Prinsip Komunikasi Pembangunan


1. Pengunaan pesan yang dirancang secara khusus ( tailored message ) untuk
khalayak yang spesifik.
2. Pendekatan “ ceiling effect ” yaitu dengan mengkomunikasikan pesan-pesan yang
bagi golongan yang dituju (katakanlah golongan atas) merupakan redudansi
(tidak lagi begitu berguna karena sudah dilampaui mereka atau kecil manfaatnya,
namun tetap berfaedah bagi golongan khalayak yang hendak dicapai.
3. Penggunaan pendekatan “ narrow casting ” atau melokalisir penyampaian pesan
bagi kepentingan khalayak .
4. Pemanfaatan saluran tradisional, yaitu berbagai bentuk pertunjukkan rakyat yang
sejak lama berfungsi sebagai saluran pesan yang akrab dengan masyarakat
setempat.

20
5. Pengenalan para pemimpin opini di kalangan lapisan masyarakat yang
berkekurangan ( disadvantage ), dan meminta bantuan mereka untuk menolong
mengkomunikasikan pesan-pesan pembangunan.
6. Mengaktifkan keikutsertaan agen-agen perubahan yang berasal dari kalangan
masyarakat sendiri sebagai petugas lembaga pembangunan yang beroperasi di
kalangan rekan sejawat mereka sendiri.
7. Diciptakan dan dibina cara-cara atau mekanisme keikutsertaan khalayak (sebagai
pelaku-pelaku pembangunan itu sendiri) dalam proses pembangunan, yaitu sejak
tahap perencanaan sampai evaluasinya (Nasution, 2004:163-164).

3.2.3. INSTRUMEN PENELITIHAN


Instrumen penelitian adalah alat atau fasilitas yang digunakan oleh peneliti
dalam mengumpulkan data agar pekerjaannya lebih mudah dan hasilnya lebih baik,
dalam arti lebih cermat, lengkap, dan sistematis sehingga lebih mudah diolah
(Arikunto 1997, h.136) .

Dalam metode penelitian ini instrumen yang digunakan antara lain berupa
Handphone, chek list, arsip lembaga, pedoman wawancara.

3.3. POPULASI DAN SAMPEL


3.3.1. POPULASI
Arikunto (1997, h. 108) mengatakan populasi adalah keseluruhan subyek
penelitian. Sugiyono (2013, h. 61) mengatakan populasi adalah wilayah generalisasi
terdiri atas objek atau subjek mempunyai kuantitas serta karakteristik tertentu yang
ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari kemudian ditarik kesimpulannya.
Berdasarkan penjelasan tersebut populasi merupakan objek penelitian atau sesuatu
yang diteliti. Populasi dalam penelitian ini adalah beberapa masyarakat yang terdapat
di Kampung Jodipan RT 06, 07, dan 09, RW 02.

a. Jenis dan Sumber Data


Dalam penelitian ini peneliti menggunakan jenis data kualitatif dari sumber primer
dan sumber sekunder. Data kualitatif, yaitu data yang berhubungan dengan

21
katagirisasi, karakteristik, atau sifat sesuatu, misalnya baik, sedang, kurang baik dan
tidak baik. Data kualitatif dalam penelitian ini adalah data yang dihasilkan melalui
observasi seputar keadaan masyarakat jodipan yakni hasil observasi perubahan sosial
yamh terjadi dan hasil dokumentasi berupa foto kegiatan tes dan observasi.

b. Teknik Sampling
Teknik sampling adalah teknik pengambilan sampel.Untuk menentukan sampel dalam
penelitian, terdapat berbagai teknik sampling yang digunakan. Dalam penelitian ini,
peneliti melakukan penelitian dengan menggunakan teknik yaitu Stratified
Proportional Quota Random Sampling dengan cara Undian. Menurut Arikunto( 2006,
h. 124) pengertian dari teknik Stratified Proportional Quota Random Sampling
dengan cara undian, terdiri dari beberapa pengertian, yaitu:
1) Stratified Sample (Sampel Berstrata) adalah teknik pengambilan sampel dengan
memperhatikan tingkatan-tingkatan dalam populasi .
2) Proportional Sample (Sampel Proporsi) adalah tenik pengambilan sampel dengan
memperhatikan proporsi dalam wilayah.
3) Quota Sample (Sampel Kuota) adalah teknik pengambilan sampel berdasarkan
jumlah yang telah ditentukan.
4) Random sampling yaitu teknik pengambilan sampel dimana semua individu
dalam populasi baik secara sendiri-sendiri atau bersamasama diberi kesempatan
yang sama untuk dipilih sebagai anggota sampel.
5) Cara undian yaitu teknik sampling dengan mengundi setiap kelompok untuk
dijadikan sampel.

3.3.2. SAMPEL
Sugiyono (2013, h. 62) mengatakan sampel adalah sebagian dari jumlah serta
karakteristik dimiliki oleh populasi. Apabila populasi besar sedangkan peneliti tidak
mungkin mempelajari semuanya, maka peneliti dapat menggunakan sampel dari
populasi tersebut. Pengambilan sampel harus representatif dalam artian harus dapat
mewakili seluruh populasi yang ada agar kesimpulan yang diambil benar.

22
Dalam penelitian ini digunakan Rumus Slovin untuk menentukan ukuran
sampel minimal (n) jika diketahui ukuran populasi (N) pada taraf signifikansi α (5%)
adalah:

Keterangan : n = Besaran sampel N = Besaran populasi e = Nilai kritis (batas


ketelitian) yang diinginkan (persen kelonggaran ketidaktelitian karena kesalahan
penarikan sampel)

Jenis penelitian ini adalah penelitian lapangan atau kancah (field research), yaitu
penelitian yang pengumpulan datanya dilakukan di lapangan, seperti di lingkungan
masyarakat, lembaga-lembaga dan

3.4. Teknik Pengumpulan Data


Dalam Penelitian ini, peneliti menggunakan Focus Group Discussion untuk
memahami sikap dan perilaku khalayak. Peneliti memilih orang-orang yang dianggap
mewakili sejumlah publik atau populasi yang berbeda, biasanya terdiri dari sejumlah
orang (antara 6-12 orang), yang secara bersamaan dikumpulkan dan diwawancarai
dengan dipandu oleh seorang moderator (Kriyantono, 2008: 118). FGD yang
dilakukan dalam penelitian ini melibatkan 6 orang informan per kelompok yang
homogen, dari 17 orang informan terbagi
menjadi tiga kelompok. Sebagai data pendukung peneliti menggunakan observasi
data, wawancara pengunjung dan dokumentasi.

3.5. Teknik Analisis Data


Analisis data dilakukan dengan melalui proses reduksi data, penyajian data,
dan melakukan verifikasi. Ketiga komponen tersebut terlibat dalam proses dan saling
berkaitan serta menentukan hasil akhir analisa (Sutopo, 1996). Tahap verifikasi
dimaksudkan untuk menghindari kesalahan dalam interpretasi dari hasil wawancara

23
dengan informan. Ketiga komponen tersebut, meliputi langkah-langkah analisis
sebagaimana dalam Model Interaktif yang menggambarkan komponen-komponen
analisis data.

24
DAFTAR PUSTAKA
Buku
Ali, M. (1993). Strategi Penelitian Pendidikan. Bandung: Angkasa.
Abdurachman. (1973). Kerangka Pokok-Pokok Manajemen Umum. Jakarta: Ichtiar Baru-Van
Koeve.
Arikunto, S. (2006). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta : Rineka Cipta.
Bungin, B. (2011). Metodelogi Penelitian Kualitatif. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada.
Dahnke, G. & and Clatterbuck G.W. (1990). Human Communication : Theory and Research.
California: Wadsworth Publishing Company.
Effendy, O.U. (2017). Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek. Bandung : Remaja Rosdakarya
Kriyantono, R. (2009). Teknik Praktis Riset Komunikasi. Malang : Kencana Prenada Media
Group.
Nasution, Z. 1992. Komunikasi Pembangunan, Pengenalan Teori dan Penerapannya. Jakarta
: PT. Rajawali Press.
Nasution, Z. 1996. Komunikasi Pembangunan : Pengenalan Teori dan Penerapannya. Jakarta
: Raja Grafika Persada.
Siagian, S.P. (1994). Filsafat Administrasi. Jakarta : Prenada Media.
Soekartawi. (1990). Prinsip Dasar Perencanaan Pembangunan Dengan Pokok Bahasan
Khusus Perencanaan Pembangunan Daerah. Jakarta : Rajawali.
Sugiyono. (2013). Statistika untuk Penelitian. Bandung : Alfabeta.
Sukardi. (2011). Metodologi Penelitian Pendidikan. Jakarta : PT. Bumi Aksara

Jurnal
Murfianti. (2010). Membangun City Branding Melalui Solo Batik Carnival. Jurnal Penelitian
Seni dan Budaya, 2 (1), 14-20.
Utami. Strategi Penguatan Kampung Go Green (3G) Strategi Penguatan Kampung Glinting
Go Green (3G) sebagai Destination Branding Obyek Edukasi Wisata di Malang, 97-106.

Sumber lain :
Anggraeni, P. (Pewarta) & Heryanto (Editor). (2018, Desember 5). Kampung Warna -Warni
Mulai Menjamur di Indonesia Sejarahnya Berawal Dari Kota Malang. Diakses dari
https://www.malangtimes.com/baca/33850/20181205/174100/kampung-warna-warni-
mulai-menjamur-di-indonesia-sejarahnya-berawal-dari-kota-malang

25
Eko Widianto, E. (2016, 16 Oktober). Majalah Kampung Warna-Warni Malang. Diakses dari
https://www.bbc.com/indonesia/majalah/2016/10/161016_majalah_kampung_warna_w
arni_malang
Fitria, S. (2016). Current Image Berita CSR PT. Inti Daya Guna Aneka Warna Melalui
Kampung Wisata Jodipan, digilib UMM
Hedebro. (1979). Communication and Social Change in Developing Nations; a Critical View
Part I and Part II Stockholm: Ekonomska Forskining-Institute.
James, P. (1990). "State Theories and New Order Indonesia". Dalam Budiman, Arief (ed).
State and Civil Society in Indonesia. Monash Papers on South East Asia No 22.
Melbourne.
Siagian, S.P. (1994). Filsafat Administrasi. Jakarta : Prenada Media.
Sulitriarmi, W. (2016). Asal Muasal Mengapa Kampung Warna-Warni Bisa Hits di Indonesia.
Diakses dari https://phinemo.com/asal-muasal-mengapa-kampung-warna-warni-bisa-
hits-di-indonesia/
Sutoro, E. (2002). Pemberdayaan Masyarakat Desa. Materi Diklat Pemberdayaan Masyarakat
Desa (yang diselenggarakan Badan Diklat Provinsi Kaltim, Samarinda.
Waisbord, S. (2003). Fifty Years of Development Communication : What Works. Makalah IDB
Forum on the Americas: United States of America.

26

Anda mungkin juga menyukai