net/publication/338048365
CITATIONS READS
0 29
1 author:
Syahrul Hindarto
Brawijaya University
3 PUBLICATIONS 0 CITATIONS
SEE PROFILE
Some of the authors of this publication are also working on these related projects:
All content following this page was uploaded by Syahrul Hindarto on 19 December 2019.
Abstrak
Pemukiman kumuh merupakan masalah yang banyak ditemukan di kawasan
perkotaan. Pertumbuhan penduduk perkotaan yang pesat berimplikasi pada
tingginya tekanan terhadap pemanfaatan ruang kota sebagai lahan pemukiman yang
seakan tumbuh secara sporadis. Kota Malang saat ini menjadi wilayah yang ramai
disoroti oleh masyarakat luas karena pariwisatanya. Salah satu kawasan wisata
yang menarik masyarakat luas adalah adanya kampung wisata tematik. Salah satu
kampung tematik pertama yang berhasil di menarik perhatian wisatawan adalah
kampung warna-warni Jodipan. Melihat keberhasilan kampung tersebut, Pemerintah
mulai menerapkan konsep pembangunan tersebut di wilayah yang memiki kondisi
serupa. Berawal dari hal tersebut banyak bermunculan kampung tematik yang salah
satu di sebelah kampung Warna-Warni yaitu Kampung Biru Arema. Kampung Biru
Arema merupakan kampung yang mengusung wisata tematik baru bernuasa biru
sebagai lambang klub sepakbola Arema. Untuk fenomena pengelolaan kampung
tersebut sebagai upaya masyarakat membangun hubungan resiprositas maka
penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan entografi. Hasil
yang didapatkan menunjukkan bahwa masyarakat mulai sadar dampak positif
kampung wisata tematik. Mereka mulai melakukan pemberian Pemerintah itu
dengan cara perawatan rutin setiap hari minggu dalam wujud kerja bakti. Mereka
memiliki kewajiban mengelola tersebut untuk dikembalikan kepada Pemerintah
dalam bentuk prestise. Selebihnya keuntungan ekonomi dari adanya wisata tematik
tersebut mampu meningkatkan kondisi kesejahteraan masyarakat Kampung Biru
Arema.
1. PENDAHULUAN
Pemukiman kumuh merupakan sebuah permasalahan yang banyak ditemukan di kawasan
perkotaan. Mereka yang tinggal di pemukiman kumuh pada umumnya adalah orang-orang dengan
kondisi ekonomi yang rendah. Kawasan perkotaan merupakan tempat terjadinya pola aktivitas
masyarakat dari berbagai aspek mulai sosial, ekonomi, budaya, dan politik. Keseimbangan antar
aspek dan hubungan yang saling berkaitan antara perencanaan dan penataan ruang kota
memperhatikan kualitas lingkungan, hubungan sosial budaya, pertumbuhan ekonomi dan pola
fisik ruang, yang akan membentuk proses mencapai suatu kawasan perkotaan yang layak huni.
Seiring perkembangannya, kawasan perkotaan cenderung mengalami permasalahan tipikal, yaitu
tingginya tingkat pertumbuhan penduduk terutama akibat arus urbanisasi yang menyebabkan
pengelolaan ruang kota semakin rumit. Pertumbuhan penduduk perkotaan yang pesat berimplikasi
pada tingginya tekanan terhadap pemanfaatan ruang kota sebagai lahan pemukiman yang seakan
tumbuh secara sporadis. Pada sudut-sudut tertentu, berdiri bangunan-bangunan modern dan
mewah yang menandakan bahwa pemiliknya adalah orang dari kelas atas. Di sisi lain, di antara
bangunan-bangunan ekslusif tersebut terselip ruang-ruang lain yang terpinggirkan, misalnya di
bantaran sungai yang kondisinya memprihatinkan dan menjadi penyebab terjadinya kesenjangan
sosial antara pemukiman kaum konglomerat dan kaum proletar (Pinandita & Subarsono, 2018:3).
Kota Malang saat ini menjadi wilayah yang ramai disoroti oleh masyarakat luas karena
pariwisatanya. Banyak ragam destinasi pariwisata yang ditawarkan Kota Malang. Mulai dari
keindahan bentang alamnya, kebudayaan, ruang publik yang dikemas dengan menarik, hingga
adanya kampung tematik. Kampung tematik merupakan sebuah perkampungan yang
menawarkan spot foto yang eye-catching dan instagramable. Salah satu kampung tematik
pertama yang berhasil di menarik perhatian wisatawan adalah kampung warna-warni Jodipan.
Kampung Warna-Warni Jodipan proses pembentukannya berawal dari kondisi Jodipan yang
kumuh dan bahkan telah dinominasikan sebagai 11 perkampungan terkumuh di Indonesia. seperti
yang diberitakan oleh (Phinemo.com, 2017) berawal dari ide mahasiswa yang melakukan tugas
praktikum public relations dari Universitas Muhammadiyah Malang (UMM). Ide tersebut
terinspirasi dari Kampung Warna di Rio de Jaineiro, Brazil. Awalnya Kampung Jodipan hanya
beberapa rumah saja yang di cat. Namun sekarang semua rumah dicat dan digambari mural,
kemudian juga ditambahi jembatan kaca sebagai penghubung antara Kampung Jodipan dengan
Kampung Tridi yang terpisah oleh sungai Brantas. Setelah di resmikan pada tanggal 4 September
2016 oleh Pemerintah Kota Malang, karena dirasa hasilnya cukup bagus yang membuat
masyarakat menjadi sadar lingkungan. Pekampungan Warna-Warni yang indah ini juga semakin
banyak di buru oleh wisatawan lokal dan macanegara. Kemudian Pemerintah Kota Malang ikut
andil dalam perkembangannya dan berupaya membangun kampung-kampung di Kota Malang
dengan konsep serupa. Berawal dari hal tersebut banyak bermunculan kampung tematik yang
salah satu di sebelah kampung Warna-Warni yaitu Kampung Biru Arema.
Kampung Biru Arema merupakan salah satu kampung tematik yang dibentuk oleh Pemerintah
Kota Malang yang letaknya di dekat Kampung Warna-Warni. Pembangunan Kampung Biru Arema
sebagai bentuk pengembangan kawasan dan pembangunan suatu wilayah untuk meningkatkan
kesejahteraan masyarakat. Nuasa pernuh warna biru dan mural logo Arema, singo edan, dan foto
pemain Arema menandakan sebuah gambaran sederhana keadaan lokasi. Pemerintah Kota
Malang mengusung wisata tematik baru yang bernuasa biru sebagai lambang klub sepakbola
Arema. Kampung tersebut merupakan kelanjutan program penataan kawasan dari Pemerintah
Kota Malang. Keberadaan kampung ini semakin melengkapi wisata kampung tematik. Sebanyak
500 rumah yang dicat warna biru dan selesai proses pembangunannya pada akhir tahun 2017.
Mereka mendapat bantuan dari program Corporate Social Rensponsibility (CSR) dari PT. Indana
Paint. Hal tersebut membuat warga juga melakukan swadaya seperti perbaikan sarana dan
prasarana sebelum dicat (Kumparan.com). Beberapa fasilitas umum dibenahi oleh masyarakat
secara gotong royong. Perlahan kampung yang dulunya terkenal kumuh sekarang menjadi salah
satu ikon destinasi wisata baru di Kota Malang. Hal tersebut juga membuat warga untuk terus
menjaga kebersihan (Okezone.com, 2018a).
Gotong royong sebagai bentuk kolektif merupakan salah satu ciri khas masyarakat Indonesia
untuk melakukan sebuah kegiatan bersama-sama dengan satu tujuan. Unsur penting gotong
royong sebenarnya merupakan perasaan yang saling membutuhkan dan terdapat dalam jiwa
masyarakat (Koentjaraningrat, 1997:4). Bentuk-bentuk resiprositas untuk kegiatan yang bersifat
sosial dan komunal memang sangat banyak dilakukan. Resiprositas yang dipaparkan oleh Polanyi
(1968) adalah pertukaran timbal balik dari kelompok-kelompok yang berhubungan secara simetris.
Tanpa adanya syarat simetris antar kelompok atau individu tersebut, maka kelompok-kelompok
atau individu-individu tersebut cenderung menempatkan diri dalam kedudukan dan peranan yang
sama ketika proses pertukaran berlangsung (Hudayana, 1991). Di Kampung Biru Arema juga ada
beberapa bentuk resiprositas yang tercermin dalam kegiatan-kegiatan sosial yang dilakukan
masyarakat sekitar. Kegiatan-kegiatan sosial yang dimaksudkan adalah salah satunya seperti
upaya kolektif masyarakat melakukan perbaikan sarana dan prasarana sebelum dicat, dan
melakukan pengelolaan kampung wisata pasca di cat dengan bentuk membuat mekanisme
pembagian sistem kerja loket, kerja bakti mempercantik kampung dengan tanaman, dan
pemuculan usaha kecil menengah (UKM). Dalam aktivitas tersebut mereka tidak menempatkan
diri pada kedudukan sosial yang berbeda, mereka sama-sama sebagai warga kelompok
masyarakat kampung. Meskipun sebagai warga kampung mereka memiliki derajat kekayaan dan
prestise sosial yang berbeda-beda. Dalam peristiwa tersebut mereka perannya sama, yaitu
memiliki tanggung jawab untuk mengelola kampung dan melayani wisatawan.
Berawal dari beberapa bentuk resiprositas tersebut, saya kemudian ingin mengetahui lebih
lengkap mengenai bentuk-bentuk resiprositas. Selain itu, di Kampung Biru Arema sekarang
masyarakat mulai diupayakan sadar dalam kegiatan sosial untuk tujuan pengelolaan kampung
wisata. Beberapa hal yang menjadi pertanyaan saya adalah Bagaimana latar belakang dan
gambaran masyarakat Kampung Biru Arema saat ini? Bagaimana upaya pembangunan hubungan
resiprositas yang ada dalam kehidupan sosial ekonomi masyarakat Kampung Biru Arema?
2. METODOLOGI
Untuk menjawab masalah yang telah dirumuskan, kerangka kegiatan yang akan berhubungan
langsung dengan informan yakni masyarakat di Kampung Biru Arema. Pembangunan kampung
wisata tersebut dilandaskan pada premis resiprositas yang secara sederhana diartikan sebagai
proses pertukaran timbal balik antara individu atau antar kelompok (Hudayana, 1991).
Resiprositas atau hubungan timbal balik adalah sesuatu yang peting untuk dilakukan dalam
kehidupan sosial masyarakat. Berkaitan dengan konsep tersebut, bahwa setiap manusia pasti
membutuhkan hubungan timbal balik yang saling menguntungkan satu sama lain. Hubungan
resiprositas yang dibangun di masyarakat Kampung Biru Arema adalah adanya kewajiban
Pemerintah untuk memberi kesejahteraan ekonomi warga, dan masyarakat memiliki kewajiban
untuk menerima, kemudian masyarakat melalui upaya kegiatan pengelolaan yang dilakukannya
memiliki kewajiban untuk mengembalikan namun bukan dalam bentuk materi, melainkan dalam
bentuk prestise. Hal tersebut senada dengan yang dijelaskan oleh (Dalton, 1968) bahwa
resiprositas merupakan pola pertukaran sosial-ekonomi. Dalam pertukaran tersebut, individu
memberikan dan menerima pemberian barang atau jasa karena kewajiban sosial. Terdapat
kewajiban orang untuk memberi, menerima, dan mengembalikan kembali pemberian dalam
bentuk yang sama atau berbeda. Dengan melakukan resiprositas orang tidak hanya mendapatkan
barang tetapi dapat memenuhi kebutuhan sosial yaitu penghargaan baik ketika berperan sebagai
pemberi atau pun penerima.
Penelitian di Kampung Biru Arema, Kelurahan Kidul Dalem, Kecamatan Klojen, Kota Malang ini
menggunakan jenis penelitian kualitatif dengan metode pendekatan enografi. Penelitian kualitatif
berusaha membangun realitas dan memahami makna yang tersirat dalam sebuah fenomena
maupun teks dengan memperhatikan proses peristiwa serta otentisnya (Soemantri, 2005).
Penelitian kualitatif meliputi porses pengumpulan materi-materi empiris, termasuk studi kasus,
pengalaman pribadi, life story, wawancara, teks-teks, observasi (Denzin & Lincoln, 2011).
Singkatnya penelitian kualitatif berupaya memperoleh data dalam bentuk kata-kata dan gambar.
Dalam penelitian kualitatif ini diharapkan mampu melakukan interpretasi fenomena yang terjadi
untuk mendapatkan pemahaman mendalam. Melalui penelitian lapangan yang dilakukan, sumber
data dibagi menjadi dua yaitu data primer yang berasal dari wawancara peneliti dengan informan
dan observasi partisipasi. Sedangkan data sekunder akan diperoleh melalui studi pustaka dan
beberapa data statistik lapangan sebagai penguat dan penunjang data-data primer. Sementara itu
pendekatan entografi digunakan untuk mendeskripsikan suatu kebudayaan dari sudut pandang
masyarakat yang diteliti (Spradley, 1997). Sehingga dapat diperoleh pengertian yang benar-benar
dipahami masyarakat, karena masyarakat itu sendiri yang menjelaskan. Artinya akan memperoleh
suatu data etik dan emik dalam masyarakat. Berdasarkan pendapat di atas, maka dalam
pengumpulan data lapangan perlu memperhatikan beberapa hal yaitu menggunakan:
a. Observasi
Kegiatan ini dilakukan untuk menghimpun data penelitian melalui pengamatan dan
penginderaan, di mana peneliti terlibat dalam keseharian informan (Bungin, 2007).
Pengamatan serta perencanaan aktivitas respon subjek penelitian dilakukan untuk
mendapatkan lokasi yang sesuai dengan tujuan peneliti.
b. Wawancara
Metode pengumpulan melalui wawancara diperlukan untuk mendapatkan data primer,
yakni data yang diperoleh langsung dari subyek penelitian. Dalam penelitian ini wawancara
dilakukan kepada pihak-pihak yang dipandang bersangkutan dengan permasalahan dan
sasaran yang hendak dicapai. Cara mendapatkan data dari informan yaitu dengan
melakukan interaksi secara bertatap muka, baik dengan menggunakan panduan
wawancara maupun tanpa panduan wawancara dengan melibatkan diri langsung dalam
kehidupan informan sehingga suasana menjadi hidup dan dilakukan berkali-kali (Rahardjo,
2011).
c. Studi Pustaka
Studi pustaka dilakukan untuk mencari data skunder melalui penelusuran literatur, yaitu
lewat buku-buku, artikel, penelitian ilmiah, dan tulisan-tulisan yang sekiranya mendukung
terhadap permasalah yang dikaji. Data tersebut dimanfaatkan sebagai pelengkap data
primer yang diperoleh melalui wawancara dan observasi.
Data yang diperoleh selama penelitian lapangan dari keterangan-keterangan informan
kemudian dianalisis, analisis data dalam penelitian ini adalah dengan menganalisis data yang
muncul berupa gagasan-gagasan informan. Proses analisi merupakan proses penyeleksian data,
reduksi yang dilakukan dengan penyederhanaan keterangan dari data yang ada. Kemudian data
tersebut dikelompokkan secara terpisah antara latar belakang dan gambaran masyarakat
Kampung Biru Arema serta upaya pembangunan hubungan resiprositas yang ada dalam
kehiduapan sosial ekonomi masyarakat Kampung Biru Arema. Kalimat-kalimat yang disajikan
dilokuskan pada hal yang diteliti, kemudian disimpulkan.
Sebagai kampung wisata tematik, di setiap dinding-dinding rumah warga dihiasi dengan
gambar-gambar Arema serta tokoh-tokoh pemain sepakbola club Arema. Sekarang di Kampung
Biru Arema dilengkapi dengan pengembangan budi daya ikan dan tanaman organik, seperti
bunga hias, serta pengelolaan limba air rumah tangga yang ramah lingkungan. Perkembangan
Kampung Biru Arema sangat cepat dan mampu mengimbangi dan mampu mengimbangi kampung
tematik lain di Kota Malang.
Ketika Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Biru Langit di Kampung Biru Arema telah
mengadakan kegiatan talk show yang mengangkat isu-isu tentang kepedulian lingkungan. Hal
tersebut mampu memotivasi semangat warga untuk lebih peduli dengan lingkungar sekitar mereka
dan meninggalkan kebiasaan-kebiasaan buruk mereka. Di Kampung Biru Arema ini lebih
mengedepankan wisata edukasi lingkungan sehingga diharapkan wisatawan juga dapat belajar
tentang tata kelola lingkungan. Bentuk-bentuk tata kelola lingkungan tersebut dicerminkan oleh
warga sekitar melalui tanaman yang ada di sekitar pinggir-pinggir lorong rumah. Setiap rumah di
kawasan Kampung Biru Arema dipasang tanaman hidroponik. Penanamanya sendiri dikelola oleh
anggota kelompok PKK. Jadi setiap rumah yang tidak ikut kerja bakti di hari minggu didenda
dengan memberikan dua buah pot beserta tanaman. Selain itu, warga sekitar Kampung Biru
Arema diwajibkan untuk mengeluarkan tanaman di depan rumahnya. Tanaman-tanaman tersebut
seringkali digunakan untuk memperindah tampilan sebuah ruang maupun halaman rumah.
Di sisi lain, ketika saya berada di samping loket, saya melihat ada tanaman budidaya
kangkung dan cabe. Setelah saya bertanya kepada ibu yang jaga di loket, tanaman tersebut
merupakan tanaman budidaya yang dikelola oleh ibu-ibu PKK.
(Gambar 2: Budidaya tanaman milik warga Kampung Biru Arema)
Sebagai kawasan destinasi wisata, masyarakat sekitar mulai aktif untuk menjadikan
kampung tersebut sebagai kampung mandiri. Upaya budidaya tanaman tersebut merupakan
bentuk gotong-royong anggota kelompok untuk merawat kampungnya agar terlihat lebih asri.
Sehingga pemandangan tanaman-tamanan yang ada di lorong-lorong rumah warga menambah
kesan yang sejuk untuk dipandang wisatawan.
4. KESIMPULAN
Kampung Biru Arema merupakan salah satu kampung wisata tematik yang digagas oleh
Pemerintah Kota Malang untuk meningkatkan kesejahteraan warga masyarakat. Pemukiman
warga secara fisik sudah dikemas dengan cukup menarik. Awalnya kampung ini terlihat kumuh,
sehingga pemerintah melirik keberhasilan kampung sebelah, yaitu Kampung warna-warni. Oleh
sebab itu, Pemerintah Kota Malang mulai menerapkan konsep yang sama di Kampung Biru
Arema. Keberadaan kampung ini semakin melengkapi wisata kampung tematik.
Prosesnya dari awal sebelum terbentuknya wisata hingga terbentukan wisata Kampung
Biru Arema beberapa stakeholder ikut andil berperan dan berpartisipasi dalam mensukseskan
tujuan-tujuan pembuatan kampung wisata tersebut. Peran terbesar dari perencanaan kampung
wisata tersebut dipegang oleh Pemerintah, karena ia yang memiliki otoritas yang tinggi.
Pemerintah mulai terinspirasi dari adanya kesuksesan pembangunan kawasan kumuh Jodipan
menjadi Kampung wisata Warna-warni yang sekarang bisa dinikmati oleh wisatawan domestik
maupun mancanegara. Sehingga Pemerintah Kota Malang menerapkan konsep yang sama di
Kampung Biru Arema. Keberadaan kampung ini semakin melengkapi wisata kampung tematik.
Sebanyak 500 rumah yang dicat warna biru dan selesai proses pembangunannya pada
akhir tahun 2017. Mereka mendapat bantuan dari program Corporate Social Rensponsibility
(CSR) dari PT. Indana Paint. Hal tersebut membuat warga juga melakukan swadaya seperti
perbaikan sarana dan prasarana sebelum dicat.
Usaha yang dilakukan oleh masyarakat secara gotong royong untuk membangun kawasan
ini menjadi lebih menarik dan diminati oleh wisatawan dilakukan secara rutin. Gotong royong
sebagai bentuk kolektif merupakan salah satu ciri khas masyarakat Indonesia untuk melakukan
sebuah kegiatan bersama-sama dengan satu tujuan. Di Kampung Biru Arema juga ada beberapa
bentuk resiprositas yang tercermin dalam kegiatan-kegiatan sosial yang dilakukan masyarakat
sekitar. Kegiatan-kegiatan sosial yang dimaksudkan adalah salah satunya seperti upaya kolektif
masyarakat melakukan perbaikan sarana dan prasarana sebelum dicat, dan melakukan
pengelolaan kampung wisata pasca di cat dengan bentuk membuat mekanisme pembagian
sistem kerja loket, kerja bakti mempercantik kampung dengan tanaman, dan pemuculan usaha
kecil menengah.
Aktivitas pengelolaan kampung wisata tematik tersebut telah menjadi tanggung jawab
warga Kampung Biru Arema untuk melakukan perawatan kampungya. Beberapa usaha perawatan
kampung yang dilakukan oleh masyarakat yaitu seperti menambah spot foto untuk menikmati
suasana yang instagramable. Suasana tersebut diwujudkan oleh warga Kampung Biru melalui
mural logo-logo Arema, singo edan, dan foto pemain Arema. Hal tersebut sepenuhnya diberikan
untuk wisatawan. Kemudian, dalam pengelolaan wisata kampung tematik sangat menguntungkan
bagi masyarakat sekitar, terutama dari sektor wirausaha. Masyarakat sekitar tidak hanya
memperoleh keuntungan dari bergabung dengan kelompok, masyarakat sekitar yang tidak
tergabung dalam kelompok mereka dapat berwirausaha. Masyarakat yang berwirausaha
membuka toko, menjual makanan dan minuman, serta mengaplikasikan keahliannya dalam
membuat kerajinan buah tangan. Selanjutnya, salah satu prinsip pembentukan kampung wisata
tematik tersebut adalah pendistribusian (pembagian) keuntungan secara adil pada anggota
komunitas. Hal tersebut dilakukan dalam wujud pengelolaan sistem ticketing wisata. Yang terakhir,
sebagai kawasan destinasi wisata, masyarakat sekitar mulai aktif untuk menjadikan kampung
tersebut sebagai kampung mandiri. Upaya budidaya tanaman tersebut merupakan bentuk gotong-
royong anggota kelompok untuk merawat kampungnya agar terlihat lebih asri. Sehingga
pemandangan tanaman-tamanan yang ada di lorong-lorong rumah warga menambah kesan yang
sejuk untuk dipandang wisatawan.
Beberapa aktivitas yang dilakukan oleh warga Kampung Biru Arema merupakan usaha
mereka membangun hubungan resiprositas dengan individu maupun kelompok. Terlihat dari
aktivitas pengelolaan dan perawatan kampung wisata tematik tersebut, dikelola secara terorganisir
dan dilakukan dengan cara kerjasama dan gotong royong. Sehingga dalam hal ini terjadi
hubungan timbal balik antar sesama individu dan antar kelompok. Di mana kelompok masyarakat
di Kampung Biru Arema, mempunyai kewajiban untuk mengembalikan pemberian tersebut kepada
Pemerintah. Pengembalian tersebut bukan sepenuhnya diartikan dalam bentuk uang, namun
dalam resiporitas hal tersebut dapat dikembalikan oleh masyarakat Kampung Biru Arema dalam
bentuk prestise. Hal tersebut sudah dapat dibukitikan dengan adanya upaya masyarakat
mengelola kampungya dan masyarakat mulai sadar akan adanya dampak positif kampung wisata
tematik tersebut. Dengan demikian, eksistensi kota dalam setting kota tentunya sangat
bergantung pada peran warga dan aktor-aktor lain dalam memajukan kampungnya menjadi
kampung yang bermakna. Bermakna bagi warga penghuninya dan dalam tata ruang kota.
DAFTAR PUSTAKA
1. Bungin, B. (2007). Penelitian kualitatif: komunikasi, ekonomi, kebijakan publik,
dan ilmu sosial lainnya. Kencana.
2. Dalton, G. (1961). Economic Theory and Primitive Society 1. American anthropologist, 63(1), 1-25.
3. Denzin, N. K., & Lincoln, Y. S. (Eds.). (2011). The Sage handbook of qualitative
research. Sage.
4. Hudayana, B. (1991). Konsep resiprositas dalam antropologi ekonomi. Jurnal Humaniora, (3).
5. Koentjaraningrat, K. (2019). Sistem Gotong Royong dan Jiwa gotong Royong. Antropologi
Indonesia, 4-16.
6. Michi, S. A. (2018). Kampung Biru Arema: Dulu Kumuh Kini Jadi Lokasi Wisata Baru. Dikutip pada
tanggal 5 Desember 2019 dari https://kumparan.com/kumparantravel/kampung-biru-arema-dulu-
kumuh-kini-jadi-lokasi-wisata-baru
7. Midaada, A. (2018). Kampung Biru Arema, dari Wilayah Kumuh Menjadi Destinasi Wisata Kece.
Dikutip pada tanggal 5 Desember 2019 dari
https://lifestyle.okezone.com/read/2018/03/05/406/1867969/kampung-biru-arema-dari-wilayah-
kumuh-menjadi-destinasi-wisata-kece?page=2
8. Pemerintah, R. I. (2009). Undang-Undang RI Nomor 10 Tahun 2009 Tentang
Kepariwisataan. Jakarta: Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia.
9. Pinandita, I. S., & Subarsono, P. A. (2018). Kampung Wisata Sebagai Wujud Transformasi
Masyarakat Kampung Kumuh Jodipan (Studi Kasus: Kampung Warna-Warni Jodipan, Di
Kampung Juanda, Kelurahan Jodipan, Kecamatan Blimbing, Kota Malang) (Doctoral Dissertation,
Universitas Gadjah Mada).
10. Rahardjo, M. (2011). Metode pengumpulan data penelitian kualitatif.
11. Setiawan, F. N., Nufiarni, R., & Pujiyanti, F. (2019). Pemetaan Rute Wisata Kampung Biru Arema
(KBA) Kota Malang. Jurnal Surya Masyarakat, 2(1), 35-44.
12. Somantri, G. R. (2005). Memahami metode kualitatif. Makara, Sosial Humaniora,
9 (2), 57–65.
13. Wicaksono, S. (2018). Potret Kampung Biru Arema, Wisata Baru Kebanggaan Malang. Dikutip
pada tanggal 5 Desember 2019 dari https://phinemo.com/potret-kampung-biru-arema-
kebanggaan-malang/
14. Yachya, A. N., & Mawardi, M. K. (2016). Pengelolaan Kawasan Wisata Sebagai Upaya
Peningkatan Ekonomi Masyarakat Berbasis Cbt (Community Based Tourism)(Studi Pada
Kawasan Wisata Pantai Clungup Kabupaten Malang). Jurnal Administrasi Bisnis, 39(2), 107-116.
15. Yoeti, H. O. A. (1997). Perencanaan dan Pengembangan Pariwisata Penerbit PT. Pradnya
Paramita (cetakan pertama), Jakarta.