Anda di halaman 1dari 8

Seminar Nasional

Hasil Penelitian dan Pengabdian Pada Masyarakat IV Tahun 2019


“Pengembangan Sumberdaya menuju Masyarakat Madani Berkearifan Lokal”
LPPM - Universitas Muhammadiyah Purwokerto
ISBN: 978-602-6697-43-1

PENGEMBANGAN MODEL KELEMBAGAAN DESA WISATA BERKELANJUTAN


DI DESA TORONGREJO KOTA BATU
1)
Susenohaji, 2) Kariyoto, dan 3)Amelia Ika Pratiwi
1,2,3)
Program Studi Keuangan dan Perbankan
Universitas Brawijaya
Jl. Veteran No. 12-16, Malang Jawa Timur
*Email: susenohaji@ub.ac.id

ABSTRAK
Artikel ini adalah usulan konsep Pengabdian Masyarakat yang bertujuan menyusun dan
mengembangkan model Sistem Manajemen Kelembagaan Desa Agro Wisata Torongrejo, Kec. Junrejo, Kota
Batu. Metode kajian menggunakan participatory rural appraisal (PRA) dan Stakeholders Engagement Model
(SEM) yang dilakukan selama 4 bulan. Hasil penelitian menunjukkan pertama, identifikasi atas stakeholders
Desa Wisata mencakup yaitu Kepala dan Perangkat Desa, Badan Permusyawaratan Desa, Badan Usaha Milik
Desa, Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan), Satuan Perlindungan Masyarakat (Satlinmas), Karang Taruna
Desa, Kelompok PKK, dan Kelompok Sanggar Seni Desa. Kedua, pembagian peran secara umum adalah Badan
Usaha Milik Desa (BUMDesa) berperan sentral sebagai manajer umum sistem manajemen kelembagaan Desa
Wisata, Kepala Desa dan Badan Permusyawaratan Desa (BPD) sebagai pengawas (principal), dan kelompok-
kelompok sosial masyarakat lain berperan sebagai pengelola destinasi (obyek) dan atraksi wisata di bawah
koordinasi dan kendali BUMDesa. BUMDesa mengelola langsung Resto dan rest area dengan melibatkan
kelompok PKK, Gapoktan mengelola agrowisata, Karang taruna mengelola wisata sumber air (rafting, dll),
kelompok sadar wisata (pokdarwis) dan kelompok sanggar seni mengelola atraksi seni dan budaya lokal bagi
pengunjung. Ketiga, manajemen pelaporan dibangun dengan menempatkan BUMDesa sebagai entitas
pelaporan, sedangkan kelompok masyarakat pengelola sebagai entitas keuangan dan akuntansi. Sistem
manajemen kelembagaan Desa Wisata telah memenuhi 3 prinsip, pertama sistem kelembagaan Desa Wisata
sudah efektif, efisien, akuntabel, dan terkendali. Kedua, pembagian peran dan tugas (job description) setiap
kelompok sudah sesuai dengan kapabilitas masing-masing; dan ketiga, hubungan kerja antar kelompok sudah
memenuhi jaminan keberlanjutan (sustainability) dalam pengelolaan Desa Wisata. Model kelembagaan ini
menjadi kunci penting dalam bekerhasilan dan keberlanjutan pengelolaan desa wisata yang paritispatif.

Kata Kunci: Desa Wisata, Kelembagaan Desa Wisata, Stakeholders Desa Wisata, Desa Wisata Berkelanjutan,
Participatory Rural Appraisal (PRA), Stakeholders Engagement Model (SEM).

ABSTRACT
This study aims to arrange and develop an institutional management system model in the Torongrejo
Tourism Village, Kota Batu. The study method employed Participatory Rural Appraisal (PRA) and Stakeholders
Engagement Model (SEM). In addition, the study results identified are: first, identification of stakeholders in the
Tourism Village included the Village Head, Village-Owned Enterprises, Village Consultative Body, Farmers
Group Association, Community Protection Unit, Village Youth Organization, Family Welfare Program, and
Village Arts Group. Second, there was a role division. Village-Owned Enterprises played a central role as the
general manager of the Tourism Village institutional management system. Meanwhile, the Village Head and the
Village Consultative Body acted as supervisors (principals), and other social groups acted as object managers
and tourism attractions under the coordination and control of Village-Owned Enterprises. Third, reporting
management was established by placing the Village-Owned Enterprises as reporting entities, while community
management groups as financial and accounting entities. The Tourism Village institutional management system
has fulfilled the three principles; first, the Tourism Village institutional system has been effective, efficient,
accountable, and controlled. Second, the division of roles and tasks of each group based on their respective
capabilities; and third, working relationships between groups have fulfilled a sustainability guarantee in the
management of Tourism Villages.

Keyword: Tourism village, Tourism village an institutional management system model, Tourism stakeholders,
Sustainability tourism, Participatory Rural Appraisal (PRA), Stakeholders Engagement Model (SEM).

380
Seminar Nasional
Hasil Penelitian dan Pengabdian Pada Masyarakat IV Tahun 2019
“Pengembangan Sumberdaya menuju Masyarakat Madani Berkearifan Lokal”
LPPM - Universitas Muhammadiyah Purwokerto
ISBN: 978-602-6697-43-1

A. PENDAHULUAN
Kota Batu telah menjadi Kota Pariwisata Nasional yang kini mulai bergerak menuju ke Kota
Wisata Internasional. Jenis pariwisata Kota Batu secara umum dapat dibagi menjadi 3, yaitu wisata
alam (coban rondo, coban rais, selecta, dll), wisata buatan atau artificial (jatim park, museum angkut,
batu night spectaculer, dll), serta wisata kreatif (petik strawberry, paralayang, kampung lampion, dll).
Perkembangan pariwisata Kota Batu mulai signifikan pada awal tahun 2001 yang ditandai dengan
dibangunnya destinasi wisata artificial (buatan) yaitu Jawa Timur Park 1 (satu). Tahun berikutnya
berbagai destinasi buatan mulai bermunculan, Batu Night Spectacular (BNS) tahun 2008, Jatim Park 2
(dua) atau Batu Screet Zoo tahun 2010, Museum Angkut Tahun 2014, dan seterusnya. Konsep wisata
berkembang menggantikan destinasi tradisional seperti Selecta dan Songgoriti.
Pertumbuhan destinasi wisata buatan tersebut juga mulai diikuti oleh perkembangan wisata
alam dan wisata berbasis kreatifitas. Wisata Coban Rais di Desa Oro-oro ombo dan Coba Talun di
Desa Tulungrejo adalah wisata alam yang mulai difasilitasi pengembangannya oleh Pemerintah Kota
Batu, dengan pengelolaan bersama antara Perhutani, Pemerintah Desa dan masyarakat. Bahkan, tahun
2017, wisata alam Batu Flower Garden mampu menyabet juara 1 (satu) anugerah wisata Jawa Timur
kategori wisata alam. Awal tahun 2010, masyarakat bergerak dengan membangun destinasi wisata
campuran antara wisata kreatif dan wisata alam, antara lain rumah apache indian di Coban Talun,
wisata petik apel, petik strawberry dan bahkan wisata petik mawar. Maka, sejak tahun 2010 an, wisata
Kota Batu sudah mulai bergerak selaras antara wisata buatan, wisata alam dan wisata kreatif.
Percepatan pembangunan pariwisata Kota Batu yang pesat tidak lepas dari dukungan
kekayaan geografis alam dan posisi strategis Kota Batu. dalam persimpangan kota-kota yang sedang
tumbuh di Jawa Timur. Kota Batu adalah daerah plateu (dataran tinggi) dengan ketinggian 1200 –
2.000 di atas permukaan laut yang dikeliligi perbukitan dan pegunungan, Gunung Panderman dan
Gunung Kawi di sebelah selatan, Gunung Welirang dan Gunung Banyak di sebelah barat, dan
Gunung Arjuno dan Gunung Anjasmoro di utaranya, sehingga memberikan kesejukan udara antara 11
– 170C dengan pemandangan (panorama) alam yang indah dikelilingi pegunungan. Secara geografis,
Kota Batu berada pada titik persimpangan kota-kota yang sedang tumbuh wilayah di Jawa Timur
bagian selatan, yaitu Kota Malang, Kabupaten Malang, Kabupaten Mojokerto dan Kabupaten Kediri.
Pariwisata telah menjadi prioritas pembangunan daerah sejak tahun 2010. RPJMD periode
2018 – 2023 ini, Pemerintah Kota Batu menetapkan Visi Kota Batu adalah Desa Berdaya Kota
Berjaya. Visi ini secara eksplisit menempatkan keberdayaan desa sebagai pemacu kejayanan kota.
Pembangunan desa secara terintegrasi, baik fisik maupun mental, dan sinergis antara pemerintah desa
dan Pemerintah Kota Batu, menjadi arah kebijakan pembangunan daerah. Desa Mandiri (Sembada)
yang bertumpu pada pengelolaan kekayaan potensi lokal menjadi atraksi wisata menjadi sasarannya.
Maka, terbangunnya desa-desa wisata yang mendiri berbasis potensi lokal dan berkelanjutan menjadi
indikator kinerja (luaran) utama dalam Pembangunan Daerah. Beberapa desa sudah ditetapkan
sebagai Desa Wisata dengan ikon dan brandingnya masing-masing, Desa “Petik Apel” Tulungrejo,
Desa “Petik Strawberry” Pandanrejo, Desa “Petik Mawar” Gunungsari, Desa “Kaki Langit” Sumber
Brantas dan beberapa desa mulai beranjak menyusul menjadi desa-desa wisata.
Desa Torongrejo, Kecamatan Junrejo, Kota Batu, adalah salah satu desa yang menjadi sasaran
berikutnya sebagai Desa Agro Wisata. Faktor-faktor pemilihan branding antara lain faktor lahan dan
hasil pertanian, dukungan sumber daya manusia, dan kondisi geografis. Hasil pertanian Desa
Torongrejo didominasi tanaman hortikultura antara lain bawang prei, bunga kol, seledri, dan tomat.
Dukungan sumber daya manusia ditunjukkan dari sebanyak 1.765 orang 3.581 usia kerja (sekitar 50%
lebih penduduk) menggantungkan hidupnya (livelihood) pada pertanian. Faktor dukungan geografis
bahwa Desa Torongrejo berada di dalam lingkaran destinasi wisata yang sudah terkenal, yaitu Jatim
Park III (tiga) “Dino Park”, Predator Fun Park, Coba Putri, dan Rafting Kali Brantas, dll.
Pertimbangan posisi strategis tersebut, pemangku kepentingan (stakeholders) Desa Torongrejo
memilih sebagai Desa Agro Wisata yang melengkapi kawasan wisata sekitar yang berbasis pada
wisata buatan (artificial).
Pengembangan desain Desa Agro Wisata Torongrejo, dimotori oleh Badan Usaha Milik Desa
(BUM Desa) sebagai lembaga monopoli pengelolaan kekayaan desa dan sekaligus soko guru

381
Seminar Nasional
Hasil Penelitian dan Pengabdian Pada Masyarakat IV Tahun 2019
“Pengembangan Sumberdaya menuju Masyarakat Madani Berkearifan Lokal”
LPPM - Universitas Muhammadiyah Purwokerto
ISBN: 978-602-6697-43-1

pembangunan ekonomi desa. BUM Desa menjadi manajer umum yang mengkoordinir pengelolaan
berbagai potensi desa menjadi kawasan wisata desa. Partisipasi seluruh stakeholders akan dibangun
dengan sistem modern yang mengatur secara jelas hak dan kewajiban antara BUM Desa dan
kelompok sosial masyarakat atau individu yang diberikan kewenangan mengelola potensii desa.
Pemerintah Desa dan Badan Permusyawaratan Desa (BPD) menjadi institusi pengawas yang sekaligus
pemilik (principal) BUM Desa. Implementasi sistem manajemen menjadi dasar jaminan keberlanjutan
(sustainability) pengembangan desa agro wisata. Pemerataan kekayaan (distribution of wealth) kepada
seluruh masyarakat secara maksimal menjadi faktor penting dalam membangun Desa Mandiri
(Sembada). Desa Mandiri atau Sembada, mengacu pada definisi Peraturan Menteri Desa,
Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Nomor 2 Tahun 2016, adalah desa yang memiliki
ketahanan ekonomi, ketahanan sosial dan ketahanan ekologi (lingkungan).
Pengembangan desa agro wisata “Torongrejo” yang berbasis potensi lokal dan partisipasi
seluruh stakeholders sangat penting mewujudkan desa wisata mandiri yang berkelanjutan. Berdasar
pemikiran di atas, maka rumusan pengabdian masyarakat sebagai berikut:
1. Apa saja potensi destinasi wisata Desa Torongrejo sebagai basis pengembangan agro wisata?
2. Siapa saja pemangku kepentingan (stakeholders) dalam pengembangan desa agro wisata
Torongrejo?
3. Bagaimana model sistem manajemen pengelolaan kawasan desa agro wisata Torongrejo yang
partisipatif dan berkelanjutan?
Tujuan dari kajian pengabdian masyarakat ini adalah untuk menemukan model Sistem
Manajemen Kelembagaan Desa Agro Wisata “Torongrejo” yang tepat dan efektif dalam konteks
sosial dan ekonomi masyarakat setempat. Hasil kajian bermanfaat bagi berbagai stakeholders, antara
lain : (1) bagi Kepala Desa sebagai dasar memformulasikan arah kebijakan dalam pembangunan desa
wisata yang dituangkan dalam Peraturan Desa tentang Desa Agro Wisata Torongrejo; (2) bagi Badan
Permusyawaratan Desa (BPD) sebagai masukan informasi dalam mengawasi BUM Desa terkait
pengelolaan kawasan Desa agro wisata Torongrejo; (3) bagi BUM Desa sebagai pedoman dalam
mengembangkan dan menerapkan model sistem manajemen kelembagaan Desa agro wisata
Torongrejo; (4) bagi masyarakat dan kelompok masyarakat desa, menjadi pedoman dalam proses
membangun kontrak kerja pengelola destinasi wisata dengan BUMDesa; dan (5) bagi kalangan
Akademisi dan Peneliti, menjadi salah satu pengayaan model sistem kelembagaan pengembangan
kawasan desa agro wisata di tempat lain.

B. METODE
Kajian pengabdian masyarakat ini menggunakan metode participatory rural appraisal (PRA)
dan Stakeholders Engagement Model (SEM) yang dilakukan selama 4 bulan. Dengan PRA
masyarakat ditempatkan sebagai subyek pembangunan untuk dapat berdaya secara berkelanjutan.
Sedangkan, model SEM digunakan untuk menggali, menganalisis dan kemudian memformulasikan
kesepakatan-kesepakatan (engagement) apa saja yang paling efektif dan produktif antar stakeholders
dalam bersama-sama mengembangkan pengelolaan destinasi wisata secara berkelanjutan.
Data yang digunakan adalah data sekunder dan primer. Data Sekunder yang diambil antara
lain struktur organisasi desa, Peraturan Desa tentang pembentukan BUM Desa Berkah Torongrejo dan
pengangkatan pengurus, struktur organisasi BUM Desa, Visi dan Misi BUM Desa, nama-nama
kelompok sosial masyarakat yang terdata di kantor desa, data potensi ekonomi destinasi wisata desa,
data laporan pengelolaan dana desa dipisahkan di BUM Desa. Data sekunder diperoleh melalui arsip
(dokumentasi) dan interview untuk memperjelas informasi data sekunder. Sedangkan, data primer
dalam kajian ini antara lain komitmen institusi desa dalam mengembangkan desa wisata, harapan
seluruh stakeholders dalam pengembangan desa wisata, hubungan sosial dan ekonomi institusi desa
dan masyarakat, tingkat kekuatan hubungan politik antara institusi desa dan kelompok masyarakat,
tingkat pemahaman stakeholders terhadap mekanisme hubungan kelembagaan dalam mengelola desa
wisata, dan kekuatan brand BUM Desa dalam pemasaran kepada masyarakat. Data primer diambil
melalui interview langsung dengan pimpinan lembaga, rapat-rapat resmi lembaga terkait, dan focus
group discussion (FGD) tokoh-tokoh formal dan non formal masyarakat desa. Data diolah secara

382
Seminar Nasional
Hasil Penelitian dan Pengabdian Pada Masyarakat IV Tahun 2019
“Pengembangan Sumberdaya menuju Masyarakat Madani Berkearifan Lokal”
LPPM - Universitas Muhammadiyah Purwokerto
ISBN: 978-602-6697-43-1

kualitatif baik dengan model tabulasi data sederhana maupun analisis deskriptif. Analisis dilakukan
dengan menarik simpulan dari seluruh informasi yang diperoleh untuk kemudian digunakan
memformulasikan model sistem manajemen, kemudian dipaparkan untuk memperoleh masukan dan
dilakukan pembenahan, demikian terus menerus sampai dirasakan dapat ditemukan model sistem
kelembagaan yang efektif, sinergis dan akuntabel.

C. HASIL DAN PEMBAHASAN


Desa Torongrejo, Kecamatan Junrejo, Kota Batu, adalah salah satu desa 14 desa di Kota Batu
yang sudah memperoleh sertifikat pertanian organik. Hasil pertanian yang utama adalah hortikultura,
antara lain bawang prei, bunga kol, seledri, dan tomat. Sebagian besar masyarakat usia kerja
menggantungkan mata pencaharian (livelihood) pada sektor pertanian, yaitu 1.765 jiwa dari 3.581
jiwa usia kerja (sekitar 50% lebih penduduk). Suasana agraris kental sekali dalam kehidupan sosial
dan ekonomi nya, meski jarak dengan ibukota pemerintahan Kota Batu hanya 5 km. Secara
demografis, piramida penduduknya sebagian kerja didominasi oleh struktur usia produktif sekitar
83% dengan tingkat pendidikan rata-rata SMA/SMK. Lokasi desa berada di jalan arteri poros
alternatif tengah yang menghubungkan Kota Batu dan Kota Malang. Geografis kawasan Desa
Torongrejo dekat dengan berbagai destinasi wisata yang sudah terkenal, yaitu Jatim Park III (tiga)
“Dino Park”, Predator Fun Park, Coba Putri, dan Rafting Kali Brantas, dll. Desa Torongrejo memiliki
beberapa cerita legenda yang unik yang ditunjukkan dengan sisa-sisa artefak budaya antara lain
banyaknya patung ganesha dan gunung wukir yang merupakan satu-satunya di tengah Kota Batu.
Komitmen dan dukungan kebijakan Pemerintah Desa terhadap pengembangan BUM Desa
sangat kuat. Peraturan Desa Nomor 5 Tahun 2018 tentang Pembentukan Badan Usaha Milik Desa
(BUM Desa) dengan nama Berkah Torongrejo (Bejo) ditetapkan. Kebijakan penyertaan modal
sebesar Rp. 100.000.000,00 (seratus juta) ditetapkan melalui Peraturan Desa Nomor 6 Tahun 2018
dan nilainya akan terus ditambah tahun depan. BUM Desa mengawali langkah bisnis dengan
menggandeng Gabungan Kelompok Petani (Gapoktan) Torongrejo untuk mempelopori pengelolaan
hasil pertanian Gapoktan, dilakukan packing dan dijual ke berbagai hotel dan supermarket di Kota
Batu. Sertifikat pertannian organik dan packing produk hortikultura kualitas terpilih menjadi nilai
bargaining pasar BUM Desa ke pelanggan. Perbaikan sistem manajemen melalui penguatan rantai
nilai (value chain) produksi dan pemasaran terus dilakukan.
BUM Desa sudah memiliki basis sistem manajemen dalam sinergi kerjasama antara BUM
Desa sebagai lembaga penampung dan pemasaran hasil hortikultra dengan Gapoktan sebagai lembaga
produksi. Kapasitas ini kemudian menyadarkan direktur dan jajaran pimpinan BUM Desa untuk
mengembangkan ekonomi desa dengan menjadikannya Desa agro wisata Torongrejo. Direktur BUM
Desa yang berpendidikan Magister Teknologi Pertanian mengajukan permohonan untuk
pendampingan pemberdayaan desa wisata kepada Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada
Masyarakat (LPPM) Universitas Brawijaya. Kerjasama dilakukan dengan skema Doktor Mengabdi
pada tahun anggaran 2019 yang dimulai dari pengembangan kajian model sistem kelembagaan
pengembangan desa wisata. Kajian dilakukan dengan fokus pada 3 proses penting, yaitu pertama,
identifikasi potensi ekonomi lokal desa yang dapat dikembangkan menjadi atraksi (desrinasi)
pariwisata; kedua, mengidentifikasi pemangku kepentingan (stakeholders) dan bargaining peran dan
kekuatan masing-masing dalam hubungan politik, ekonomi dan sosial desa; dan ketiga, melakukan
analisis desain, penyusunan, validasi dan revisi (penyempurnaan) model kelembagaan secara
partisipatif bersama stakeholders.
Identifikasi terhadap potensi ekonomi pariwisata di Desa Torongrejo secara umum dapat
dibagi menjadi 4 jenis wisata, yaitu potensi wisata pertanian, potensi wisata alam, potensi wisata
kuliner, dan potensi wisata budaya. Wisata pertanian yang potensial adalah tanaman hortikultura
antara lain bawang prei, bunga kol, seledri, dan tomat. Tanaman pertanian ini dikembangkan oleh
Gapoktan Torongrejo. Ruang lingkup kerja Gapoktan adalah pada upaya dan kegiatan meningkatkan
kualitas dan kuantitas produksi hortikultura. Hasil pertanian selama ini dijual langsung secara
langsung oleh petani ke pelanggan baik di bawa ke pasar Kota Batu maupun kepada wisatawan yang
lewat jalan desa. Hasil pertanian dijual dalam bentuk hasil panen segar dan dijual secara insidental

383
Seminar Nasional
Hasil Penelitian dan Pengabdian Pada Masyarakat IV Tahun 2019
“Pengembangan Sumberdaya menuju Masyarakat Madani Berkearifan Lokal”
LPPM - Universitas Muhammadiyah Purwokerto
ISBN: 978-602-6697-43-1

dan eceran. BUM Desa melihat ini sebagai peluang peningkatan nilai hasil pertanian melalui sistem
manajemen modern dengan membuat pola pasar yang kontinyu dan pemenuhan skala yang besar,
dijual langsung kepada berbagai hotel, rumah makan, dan industri hasil pertanian dengan sistem
kontrak kerjasama. BUM Desa meminta hal privilege dari Gapoktan untuk memilih dan mensortir
hasil panen terlebih dahulu, dengan harga yang lebih mahal, agar mampu menjaga kualitas pasokan
kepada pelanggan. Potensi ini yang kemudian mendasari BUM Desa mengembangkan rest aera dan
cafe istirahat dengan sajian menu berbasis keragaan potensi lokal pertanian tersebut. Potensi pertanian
ini berencana dikembangkan BUM Desa menjadi wisata agro bagi pengunjung untuk dapat ikut
belajar bercocok tanam, memetik, dan mengolah (memasak) hasil pertanian untuk dimakan di resto
saung atau dibawa pulang sebagai oleh-oleh.
Potensi Wisata alam di Desa Torongrejo antara lain tracking ke puncak Gunung Wukir,
rafting di aliran Sungai Brantas, rest area dan resto di sekiling aktivitas petani menanam hortikultura
dengan latar belakang Gunung Arjuna, dan wisata cocok tanam dan panen hortikultura. Tracking ke
puncak Gunung Wukir menawarkan pemandangan eksotik Kota Batu di malam hari dari ketinggian
835 m dan mampu mencakup area putaran pandang seluas 1800 (berkeliling). Jalan naik gunung
dengan dihiasi pohon di sekelilingnya dan kicauan beragam burung, menambah pesona keindahan
alam tersendiri di tengah rimbun dan sejuknya Kota Batu. Turun dari Gunung Wukir, wisatawan
dapat beristirahat di rest area dan resto di atas saung tengah sawah sambil menikmati kuliner khas
Torongrejo dan berinteaksi syahdu dengan para petani yang bercocok tanam dan ditambah latar
belakang Gunung Arjuna yang gagah menawan. Bagi wisatawan yang punya nyali dapat segera
dijemput untuk olah raga rafting di aliran Sungai Brantas yang menawan start dari Dusun Klerek dan
finish di Dusun Wukir sepanjang kira-kira 5 km. Rafting dikelola secara profesional oleh Karang
Taruna Desa dengan berbagai peralatan keamanan yang terstandar.
Potensi Wisata Kuliner antara lain kuliner khas lokal masyarakat dari hasil pertaniannya.
Ragam kuliner yang ada tetap menggabungkan antara dengan bahan lokal dan bahan baku lainnya.
Kuliner yang menjadi andalan adalah sambal klotok, yaitu sambal bawang dan tomat yang dimasak
dengan aron (cobek) dan langsung disajikan panas-panas untuk lalapan. Atraksi menarik dari kuliner
adalah wisatawan dapat ikut bercocok tanam dan memetik hasil panen, tomat dan bawang misalnya,
dan membuat sambal bersama-sama dengan pihak resto yang dilakukan oleh ibu-ibu PKK desa. Hasil
petik tomat, kol, bawang dll dan sambal klotok dapat dibawa pulang sebagai oleh-oleh. Tempat
menyantap makanan di Saung tengah sawah menambah suasana makan menjadi lebih nyaman.
Potensi Wisata terakhir adalah Wisata Budaya. Beberapa jenis wisata ini antara lain foto selfi
kawasan patung ganesha sebagai simbol ilmu yang konon adalah kawasan padepokan perguruan ilmu
jaman kerajaan singosari, sajian pentas seni tari sanduk dan bantengan di pondok seni lereng gunung
wukir yang dilatarbelakngi cerita legenda Gunung Wukir yang dipercaya adalah puncak Gunung
Arjuna yang dibelah Kiai Semar, foto selfi Punden Wukir yang konon adalah tempat pertapaan para
ksatria, dan aneka dolanan anak-anak desa yang dapat dimainkan oleh anak-anak pengunjung bersama
anak-anak desa. Potensi wisata budaya ini akan dikelola langsung oleh kelompok sadar wisata
(pokdarwis) dan sanggar seni budaya desa di bawah koordinasi manajemen BUM Desa. Wisata
Budaya akan menggali dan mengedepankan nilai-nilai kearifan lokal masyarakat Desa Torongrejo
untuk didiseminasikan kepada pengunjung, melalui beragam jenis seni, budaya, dan dolanan yang
ditampilkan.
Tahap berikutnya adalah mengidentifikasi pemangku kepentingan (stakeholders) yang ada di
Desa Torongrejo. Jenis stakeholders secara umum dibagi menjadi 2, yaitu internal dan eksternal.
Identifikasi stakeholders akan diikuti dengan menganalisis peran yang dapat dijalankan masing-
masing sesuai dengan kapasitasnya. Analisi peran dan fungsi ini sangat penting agar dalam menyusun
desain model sistem manajemen agar dapat disusun sinergi kerja antar stakeholders secara efektif dan
akuntabel, serta tidak sampai terjadi tumpang tindih wewenang dan tugas operasionalnya. Analisis ini
juga menjadi dasar bagi tim pendamping dan BUM Desa dalam mendesain struktur kelembagaan
pengelolaan yang tepat dan efisien. Sehingga, BUM Desa sebagai manajer umum pengelolaan
kawasan desa agro wisata Torongrejo dapat menyusun sistem kerja dan kontrak kerja pengelolaan
dengan setiap stakeholders.

384
Seminar Nasional
Hasil Penelitian dan Pengabdian Pada Masyarakat IV Tahun 2019
“Pengembangan Sumberdaya menuju Masyarakat Madani Berkearifan Lokal”
LPPM - Universitas Muhammadiyah Purwokerto
ISBN: 978-602-6697-43-1

Kepala Desa adalah stakeholders internal pemerintahan desa yang merupakan ex officio
pemilik (principal) BUM Desa, yang memiliki tugas memberikan pengarahan dan pembinaan
terhadap jajaran pimpinan BUM Desa. Wewenang Kepala Desa adalah mengawasi secara langsung
kinerja dan meminta pertanggungjawaban pengelolaan BUM Desa kepada Direktur BUM Desa.
Stakeholders internal yang lain adalah Badan Permusyawaratan Desa (BPD) yang bertugas
memberikan saran masukan kepada BUM Desa melalui Kepala Desa dan memiliki wewenang
melakukan pengawasan tidak langsung terhadap kinerja BUM Desa.
Stakeholders utama dalam model ini adalah Badan Usaha Milik Desa (BUM Desa) Berkah
Torongrejo (Bejo). BUM Desa Bejo berperan sebagai manajer umum yang memegang kekuasaan
tertinggi dalam mengelola kawasan desa wisata. Kewenangan BUM Desa sangat sentral, yaitu
menunjuk dan melakukan kontrak kerja pengelolaan destinasi wisata dengan individu dan/atau
kelompok masyarakat, melakukan pengawasan kegiatan wisata, meminta pertanggungjawaban kepada
mitra pengelola, sampai dengan melakukan promosi pariwisata desa. BUM Desa menjadi pusat dari
seluruh kebijakan manajemen dalam pengelolaan desa wisata dan sekaligus sebagai penentu kebijakan
terhadap berbagai kerjasama dengan berbagai pihak. Beruntung Direktur BUM Desa adalah lulusan
Magister Teknologi Pertanian yang memiliki kapabilitas dalam mengelola sebuah organisasi.
Berikutnya, adalah stakeholders eksternal, yaitu individu atau kelompok organisasi sosial
masyarakat lokal yang ada di luar pemerintahan desa dan BUM Desa. Beberapa stakeholders tersebut
antara lain kelompok sadar wisata (pokdarwis), Gapoktan, karang taruna, ibu-ibu PKK, kelompok
sanggar seni budaya desa. Setiap kelompok memiliki kapabilitas dan kompetensi berbeda untuk
mengelola setiap jenis destinasi wisata di kawasan desa wisata. Stakeholders eksternal ini berperan
sebagai mitra kerja BUM Desa sebagai pengelola teknis operasional setiap destinasi wisata desa.
Pekerjaan mereka dilakukan atas dasar kontrak kerja pengelolaan dengan BUM Desa dan dievaluasi
oleh BUM Desa berdasarkan target kinerja yang ditetapkan BUM Desa. Meski demikian, setiap
pengelola diberikan keleluasaan wewenang yang cukup untuk dapat berinovasi dalam rangka
mendorong dan meningkatkan kualitas layanan destinasi wisata kepada pengunjung. Setiap kelompok
pengelola wajib memberikan laporan pertanggungjawaban pengelolaan destinasi wisata kepada BUM
Desa secara berkala.
Hasil analisis terhadap potensi ekonomi wisata desa yang akan menjadi destinasi/atraksi
wisata desa dan analisis terhadap peran, tugas, fungsi dan wewenang seluruh stakeholders, maka
dapat dirumuskan model sistem manajemen kelembagaan desa wisata agar dapat berjalan secara
berkelanjutan. Stakeholders internal berperan sebagai pengawas dan pengelola kawasan (manajer
umum), sedangkan stakeholders eksternal berperan sebagai pengelola destinasi wisata. Selain itu,
BUM Desa adalah sebagai investor atau pemilik modal yang membangun berbagai destinasi wisata,
sehingga modal di dalam BUM Desa adalah tetap modal penyertaan. Modal BUM Desa adalah modal
penyertaan Pemerintah Desa yang ditanamkan sebagai kekayaan daerah yang dipisahkan. Peran lain
yang dijalankan BUM Desa adalah sebagai kasir. Jadi, setiap pengunjung yang berwisata akan
ditawarkan beberapa jenis paket wisata. Pembayaran langsung ke BUM Desa dan mereka akan
memperoleh tiket wisata. Hal ini memudahkan pengendalian keuangan wisata dan sekaligus akan
memberikan rasa nyaman kepada wisatawan. Khusus untuk resto atau cafe, pengunjung akan
langsung membayar di cafe di mana orang BUM Desa akan menjadi kasir di sana.

385
Seminar Nasional
Hasil Penelitian dan Pengabdian Pada Masyarakat IV Tahun 2019
“Pengembangan Sumberdaya menuju Masyarakat Madani Berkearifan Lokal”
LPPM - Universitas Muhammadiyah Purwokerto
ISBN: 978-602-6697-43-1

Gambar 1.
Model Hubungan Kelembagaan Desa Wisata Torongrejo
Berdasarkan kerangka konsep di atas, maka dapat ditarik kesimpulan, bahwa model kelembagaan
pengelolaan kawasan Desa agro wisata Torongrejo adalah sebagai berikut:
1. Pemerintah Desa adalah pemilik (principal) yang akan menanamkan modal ke BUM Desa untuk
digunakan membangun berbagai destinasi/atraksi wisata di desa. Pemilik memiliki peran
melakukan pembinaan dan memberikan pengarahan terhadap kebijakan BUM Desa dalam
pengembangan desa wisata. Pemerintah Desa berwenang meminta pertanggungjawaban dari
Direktur BUM Desa terhadap pengelolaan kawasan desa wisata,
2. Badan Permusyawaratan Desa (BPD) sebagai lembaga pengawas pemerintahan desa memiliki
peran dan tugas memberikan saran masukan kepada BUM Desa melalui Kepala Desa dan
memiliki wewenang melakukan pengawasan tidak langsung terhadap kinerja BUM Desa,
3. Badan Usaha Milik Desa (BUM Desa) Berkah Torongrejo berperan dan bertugas sebagai
manajer umum yang memegang kekuasaan tertinggi dalam mengelola kawasan desa wisata.
BUM Desa bertugas sebagai investor untuk membangun destinasi wisata, melakukan promosi
wisata, menerima pembayaran paket-paket wisata, dan melaporkan serta mempertanggung-
jawabkan hasil pengelolaan kawasan desa wisata kepada Kepala Desa. Kewenangan BUM Desa
sangat sentral, yaitu menunjuk dan melakukan kontrak kerja pengelolaan destinasi wisata dengan
individu dan/atau kelompok masyarakat, melakukan pengawasan kegiatan wisata, meminta
pertanggungjawaban kepada mitra pengelola, sampai dengan membeerikan sanksi atau teguran
kepada pengelola,
4. Berikutnya, adalah stakeholders eksternal, yaitu individu atau kelompok organisasi sosial
masyarakat lokal yang ada di luar pemerintahan desa dan BUM Desa. Beberapa stakeholders
tersebut antara lain kelompok sadar wisata (pokdarwis), Gapoktan, karang taruna, ibu-ibu PKK,
kelompok sanggar seni budaya desa, dan Satuan Perlindungan Masyarakat (Satlinmas). Setiap
kelompok memiliki kapabilitas dan kompetensi berbeda untuk mengelola setiap jenis destinasi
wisata di kawasan desa wisata. Stakeholders eksternal ini berperan sebagai mitra kerja BUM
Desa sebagai pengelola teknis operasional setiap destinasi wisata desa. Pekerjaan mereka
dilakukan atas dasar kontrak kerja pengelolaan dengan BUM Desa dan dievaluasi oleh BUM
Desa berdasarkan target kinerja yang ditetapkan BUM Desa. Meski demikian, setiap pengelola
diberikan keleluasaan wewenang yang cukup untuk dapat berinovasi dalam rangka mendorong
dan meningkatkan kualitas layanan destinasi wisata kepada pengunjung. Setiap kelompok
pengelola wajib memberikan laporan pertanggungjawaban pengelolaan destinasi wisata kepada
BUM Desa secara berkala.
5. Kelompok karang taruna bertugas mengelola destinasi rafting Sungai Brantas, Tracking Gunung
Wukir, dan Tracking jalan pertanian; kelompok Gapoktan bertugas mengelola wisata agro
hortikultura mulai tanam sampai paneh sayur; kelompok PKK bertugas mengelola resto dan cafe
yang mana kasir dan pengelolanya langsung di tim manajemen BUM Desa; Pokdarwis bertugas
mengelola wisata religius yaitu kawasan ilmu patung ganesha dan punden pertapaan lengkap
dengan cerita sejarahnya; kelompok sanggar senin bertugas mengelola pementasan seni tari

386
Seminar Nasional
Hasil Penelitian dan Pengabdian Pada Masyarakat IV Tahun 2019
“Pengembangan Sumberdaya menuju Masyarakat Madani Berkearifan Lokal”
LPPM - Universitas Muhammadiyah Purwokerto
ISBN: 978-602-6697-43-1

sanduk dan bantengan lengkap dengan cerita legendanya, dan terakhir adalah Satlinmas bertugas
mengamankan kawasan parkir pengunjung.
6. Adapun sistem reward and punishment dilakukan berdasarkan penerimaan pendapatan dari
masing-masing destinasi yang dikelola yang diberikan dalam bentuk insentif bagi hasil, sehingga
semua pihak sama-sama termotivasi untuk melakukan promosi dan menjaga kualitas pelayanan.

DAFTAR PUSTAKA
Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Nomor 2 Tahun 2016
tentang Indeks Desa Membangun (IDM), http://www.keuangandesa.com/wp-content/,
Tanggal 20 September 2019.
Peraturan Desa Nomor 5 Tahun 2018 tentang Pembentukan Badan Usaha Milik Desa (BUM Desa)
Berkah Torongrejo (Bejo). https://www.bumdesbejo.com/tentang-kami/ tanggal 5
September 2019.
Peraturan Desa Nomor 6 Tahun 2018 tentang Penyertaan Modal pada Badan Usaha Milik Desa (BUM
Desa) Berkah Torongrejo (Bejo). https://www.bumdesbejo.com/tentang-kami/ tanggal 5
September 2019.
Adimihardja, Kusnaka & Harry Hikmat. 2003. Participatory Research Appraisal : Pengabdian dan
Pemberdayaan Masyarakat, Penerbit Humaniora, Bandung.

387

Anda mungkin juga menyukai