Anda di halaman 1dari 39

REFERAT

DERMATITIS

Disusun oleh:
Arliza Prasetyawati
406172031

Pembimbing:
dr. Sri Ekawati, Sp. KK
dr. Erna Kristiani, Sp. KK

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TARUMANAGARA

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KULIT DAN KELAMIN

PERIODE 19 MARET 2018 – 21 APRIL 2018

RSUD RAA SOEWONDO PATI


DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI 2

BAB I. PENDAHULUAN 3

BAB II. ANATOMI DAN FISIOLOGI KULIT 4

BAB III. DERMATITIS 10

BAB IV. DERMATITIS KONTAK 12

1. DERMATITIS KONTAK IRITAN 12


2. DERMATITIS KONTAK ALERGI 16

BAB V. DERMATITIS ATOPIK 22

BAB VI. DERMATITIS NUMULARIS 29

BAB VII. NEURODERMATITIS SIRKUMSKRIPTA 31

BAB VIII. DERMATITIS STASIS 33

BAB IX. DERMATITIS SEBOROIK 35

KESIMPULAN 38

DAFTAR PUSTAKA 39

2
BAB I

PENDAHULUAN

Penyakit dermatitis atau yang lebih dikenal secara luas adalah penyakit eksim,
menjadi salah satu kasus penyakit kulit terbanyak di Indonesia.

Penyakit eksim terjadi karena gejala reaksi peradangan kulit terhadap berbagai faktor,
yang ditandai dengan berbagai macam bentuk kelainan pada kulit, seperti contohnya pruritus
menjadi keluhan tersering pasien. Sedangkan pada penemuan objektif dapat berupa eritema,
edema, papul, vesikel, skuama dan likenifikasi. Penyakit eksim ini apabila tidak diobati akan
mengakibatkan peningkatan derajat keparahan gejala klinis pada kulit yang dapat berujung
pada kejadian terinfeksi.

Penyebab penyakit ini kadang-kadang tidak diketahui, akan tetapi sebagian besar kasus
dipengaruhi oleh beberapa faktor. Gaya hidup masyarakat Indonesia turut berperan penting
menjadi salah satu faktor pemicu timbulnya penyakit ini. Faktor luar yang menjadi pemicu
utama berjangkitnya penyakit kulit ini adalah alam tropis Indonesia yang sangat panas dan
lembab, sehingga badan kita sering mengeluarkan keringat. Kegemukan, stress, penyakit
menahun seperti Diabetes Mellitus serta status social ekonomi yang rendah dapat menjadi
pemicu terjadinya penyakit eksim.

Berikut ini akan dibahas secara ringkas mengenai jenis-jenis dermatitis, beserta
tindakan pengobatan dan pencegahan.

3
BAB II

ANATOMI DAN FISIOLOGI KULIT

A. Anantomi Kulit

Kulit merupakan organ yang istimewa pada manusia. Kulit yang terletak pada
sisi luar manusia memudahkan pengamatan, baik dalam konsidi normal maupun sakit.
Dari kulit, muncul berbagai aksesori yang terindera manusia ; rambut (kasar dan halus),
kuku dan kelenjar (sekretnya terurai oleh mikroorganisme dan keluarlah bau). Dalam
kondisi sehat, kulit beserta aksesorinya ini menujang rasa percaya diri seseorang.
Dalam keadaan sakit, mereka mungkin menjadi sumber keresahan.

Kulit adalah organ terbesar pada tubuh manusia, dengan berat sekitar 5 kg dan luas
2 m2 pada seseorang dengan berat badan 70 kg. Terdapat variasi kulit sesuai dengan area
tubuh. Kulit yang tidak berambut disebut kulit glabrosa, ditemukan pada telapak tangan
dan telapak kaki. Pada lokasi tersebut, kulit memiliki relief yang jelas di permukaannya
yang disebut dermatoglyphics. Kulit glabrosa kaya akan kelenjar keringat tetapi miskin
kelenjar sebasea. Kulit berambut selain memiliki banyak folikel juga memiliki kelenjar
sebasea. Kulit kepala memiliki folikel rambut yang besar dan terletak dalam hingga ke
subkutis, sedangkan kulit dahi memiliki rambut yang halus (velus) tetapi dengan kelenjar
sebasea yang berukuran besar.

Selain rambut, warna kulit juga merupakan aspek yang paling mudah dilihat pada
kulit manusia. Menurut Fitzpatrick pembagian warna kulit dapat dibagi berdasarkan pada
kemampuan kulit untuk berpigmentasi (tanning) dan terbakar (sunburn) pasca pajanan
sinar ultraviolet.

DESCRIPTION
TYPE I Always burns, never tans

TYPE II Usually burns, tans with difficulty

TYPE III Sometimes mild burns, tans gradually to light brown

TYPE IV Rarely burns, tans easily to moderate brown

TYPE V Never burns, tans very easily, deeply pigmented

4
Terdapat 3 lapisan yang bertindak sebagai satu kesatuan yang saling terkait satu
dengan yang lain. Pembagian kulit secara garis besar terdiri dari 3 lapisan utama,
yaitu :

1. Epidermis

Lapisan epidermis adalah lapisan kulit dinamis, senantiasa beregenerasi, berespons


terhadap rangsangan di luar maupun dalam tubuh manusia. Tebalnya bervariasi antara
0,4-1,5 mm. Penyusun terbesar epidermis adalah keratinosit. Susunan epidermis berlapis
- lapis ini menggambarkan proses diferensiasi (keratinisasi) yang dinamis, yang
berfungsi menyediakan sawar kulit pelindung tubuh dari ancaman di permukaan.
Lapisan-lapisan tersebut terdiri dari:

a. Stratum basalis
Keratinosit stratum basalis berbentuk toraks, berjajar di atas lapisan struktural
yang disebut basal membrane zone (BMZ). Keratinosit basal berdiri kokoh di atas
BMZ karena protein struktural yang disebut hemidesmosom. Gangguan pada struktur
hemidesmosom akan menyebabkan kulit tidak dapat menahan trauma mekanik.
Terdapat 3 subpopulasi keratinosit di stratum basalis, yaitu: Sel punca (stem cell),
Transient amplifying cell (TAC) dan sel pascamitosis post-mitotic cell.

Sel punca berfungsi secara lambat membelah diri, TAC aktif bermitosis dan
merupakan subpopulasi terbesar stratum basalis. Pasca mitosis dan berdiferensiasi,
mereka berpindah ke lapisan di atas stratum basalis (suprabasal).

Sitoplasma keratinosit banyak mengandung melanin, pigmen warna yang


tersimpan dalam melanosom. Melanosit mensintesis melanin dan
mendistribusikannya pada keratinosit di stratum basalis. Melanin dapat
menyerapsinar ultraviolet yang berbahaya bagi DNA.

Sel Merkel berfungsi segai reseptor mekanik (mechanoreseptor), terutama


berlokasi pada kulit dengan sensitivitas raba yang tinggi seperti pada bagian bibir
dan jari.

5
b. Stratum spinosum
Keratinosit stratum spinosum berbentuk poligonal, lebih besar daripada
keratinosit stratum basale. Pada pemeriksaan mikroskopik terlihat spina pada
permukaan keratinosit yang disebut desmosom. Struktur ini memberi kekuatan pada
epidermis untuk menahan trauma fisis di permukaan kulit. Keratinosit stratum
spinosum juga berperan dalam pembentukan protein yang akan ikut membentuk
sawar lipid stratum korneum.

Pada stratum spinosum dan granulosum juga terdapat sel Langhans, sel
dendritik yang berfungsi sebagai antigen presenting cell dalam fungsi imunologik
kulit

c. Stratum granulosum

Keratinosit stratum granulosum mengandung keratohyaline granules (KG). KG


mengandung profilagrin dan loricrin yang penting dalam pembentukan cornified
cell envelope (CCE). CCE yang akan menjadi bagian dari sawar kulit di stratum
korneum. Keratinosit stratum granulosum akan mengalami apoptosis, sehingga
kehilangan inti dan organel sel penunjang hidupnya. Beberapa molekul filagrin akan
dipecah menjadi molekul asam urokanat yang memberikan kelembaban stratum
korneum dan menyaring sinar ultraviolet. Waktu yang diperlukan bagi keratinosit
basal untuk mencapai stratum korneum kira – kira 14 hari, dan dapat lebih singkat
pada keadaan hiperproliferasi misalnya psoriasis dan dermatitis kronik.

d. Stratum korneum

CCE yang mulai dibentuk pada stratum korneum akan mengalami penataan
bersama dengan komponen lipid yang dihasilkan oleh LG. Susunan kedua
komponen sawar kulit tersebut sering dikiaskan sebagai brick-and-mortar, CCE
menjadi batu bata yang diliputi oleh lipid sebagai semen di sekitarnya. Matriks lipid
ekstraseluler berfungsi menahan kehilangan air dan juga mengatur permeabilitas,
deskuamasi, aktivitas peptida antimikroba, eksklusi toksin dan penyerapan kimia
secara selektif. Korneosit lebih berperan dalam memberi penguatan terhadap trauma
mekanis, produksi sitokin yang memulai proses peradangan serta perlindungan

6
terhadap sinar ultraviolet. Waktu yang diperlukan bagi korneosit untuk melepaskan
diri (shedding) dari epidermis kira – kira 14 hari.

2. Dermis

Dermis merupakan jaringan di bawah epidermis yang juga memberi ketahanan


pada kulit, termoregulasi, perlindungan imunologik, dan ekskresi. Fungsi tersebut
mampu dilaksanakan dengan baik karena berbagai elemen yang berada pada dermis
, yakni struktur fibrosa yang filamentosa, ground substance, dan selular yang terdiri
atas endotel, fibroblast, sel radang, kelenjar, folikerl rambut dan saraf.

Serabut kolagen (collagen bundles) membentuk sebagian besar dermis, bersama


serabut elastik memberikan kulit kekuatan dan elastisitasnya. Keduanya tertanam
dalam matriks yang disebut ground subtance yang terbentuk dari proteoglikans (PG)
dan glikosaminoglikans (GAG). PG dan GAG dapat menyerap dan mempertahankan
air dalam jumlah besar sehingga berperan dalam pengaturan cairan dalam kulit dan
mempertahankan growth factor dalam jumlah besar. Fibroblas, makrofag dan sel
mast rutin ditemukan dalam dermis. Fibroblas adalah sel yang memproduksi protein
matriks jaringan ikat dan serabut kolagen serta elastik di dermis. Makrofag
merupakan salah satu elemen pertahanan imunologik pada kulit yang mampu
bertindak sebagai fagosit, sel penyaji antigen, maupun mikrobisidal dan tumorisidal.

3. Subkutis

Subkutis terdiri atas jaringan lemak mampu mempertahankan suhu tubuh, dan
merupakan cadangan energi, juga menyediakan bantalan yang meredam trauma
melalui permukaan kulit. Deposisi lemak menyebabkan efek kosmetis. Sel – sel
lemak terbagi – bagi dalam lobus, satu sama lain dipisahkan oleh septa.

7
ADNEKSA KULIT

Yang tergolong adneksa kulit adalah rambut, kelenjar ekrin dan apokrin, serta
kuku. Folikel rambut sering disebut sebagai unit pilosebasea karena terdiri atas bagian
rambut dan kelenjar sebasea yang bermuara ke bagian folikel rambut yang disebut
ismus. Unit pilosebasea pada aksila dan inguinal mengandung kelenjar apokrin, dan
pada dada, punggung atas dan wajah memiliki kelenjar sebasea yang besar.

Kelenjar ekrin berada pada epidermis dan dermis. Bagian sekretorik kelenjar
ekrin terletak di dermis dalam, dekat perbatasan dengan subkutis. Kelenjar ini tersebar
di seluruh permukaan kulit kecuali di daerah ujung penis, klitoris dan bibir. Fungsi
utama kelenjar ekrin adalah mengatur pelepasan panas, ekskresi air dan elektrolit dan
mempertahankan keasaman permukaan kulit sehingga mencegah kolonisasi kuman
patogen.

Kelenjar apokrin baru aktif saat pubertas; sekret yang dihasilkannya akan diurai
oleh kuman sehingga keluarlah bau. Fungsi kelenjar apokrin pada manusia tidak jelas
tetapi mungkin sekret kelenjar ini mengandung semacam feromon.

Gambar 1-1. Penampang Anatomi Kulit

Faal Kulit
 Proteksi; kulit menjaga bagian dalam tubuh terhadap gangguan fisis atau mekanis
dengan bantalan lemak, melanosit (tanning), keratinisasi (barrier)
 Absorpsi; permeable tehadap O2, CO2 dan uap air sehingga mengambil bagian
dalam fungsi respirasi
 Ekskresi; kelenjar kulit mengeluarkan zat-zat yang tidak berguna lagi atau sisa
metabolism dalam tubuh berupa NaCl, Urea, asam urat dan ammonia.

8
 Persepsi; terdapat ujung-ujung saraf sensorik di dermis dan subkutis.
o Badan Ruffini  panas
o Badan Krause  dingin
o Badan taktil Meissner  rabaan
o Badan Merkel Ranvier  rabaan
o Badan Veter Paccini  tekanan
 Pengaturan suhu tubuh; dengan cara mengeluarkan keringat dan mengerutkan
(otot berkontraksi) pembuluh darah kulit.
 Pembentukan pigmen; melanosom yang dibentuk oleh melanosit tergantung
pajanan sinar matahari.
 Keratinisasi; berlangsung selama 14-21 hari dan dapat membantu peranan
perlindungan kulit terhadap infeksi secara mekanis fisiologis.
 Pembentukan vitamin D; dengan bantuan sinar matahari memungkinkan
perubahan 7 dihidroksi kolesterol.

9
BAB III

DERMATITIS

A. Definisi

Dermatitis atau yang sering disebut dengan eksim adalah peradangan kulit baik
epidermis maupun dermis sebagai respon terhadap pengaruh faktor endogen dan atau
faktor eksogen, menimbulkan kelainan klinis berupa efloresensi polimorfik (eritema,
edema, papul, vesikel, skuama, likenifikasi) dan gatal. Dermatitis cenderung memiliki
perjalanan yang lama atau kronis dan resitif atau berulang.

B. Etiologi

Penyebab dermatitis dapat berasal dari luar tubuh (eksogen), seperti misalnya
bahan kimia (detergen, asam, basa), fisik (sinar, suhu), mikroorganisme (bakteri,
jamur), ataupun dari dalam (endogen), misalnya dermatitis atopic. Sebagian lain
etiologinya tidak diketahui secara pasti.

C. Patogenesis

Beberapa jenis dermatitis memiliki penyebab yang diketahui, sedangkan yang


lainnya tidak. Terutama penyakit dermatitis yang dipengaruhi oleh faktor endogen.
Sedangkan yang diakibatkan oleh faktor eksogen masih dapat diketahui dengan
dilakukan anamnesis dan tes pemeriksaan

D. Gejala klinis

Pada umumnya penderita dermatitis mengeluh gatal, sedangkan kelainan kulit


bergantung pada stadium penyakit, batas dapat tegas atau tidak tegas, penyebaran dapat
setempat, generalisata, bahkan universal.

1. Stadium akut; eritema, edema, vesikel atau bula, erosi atau eksudasi, sehingga tampak
basah (madidans)
2. Stadium subakut; eritema dan edema berkurang, eksudasi mengering menjadi krusta.

10
3. Stadium kronik; tampak lesi kering, skuama, hiperpigmentasi, likenifikasi, papul,
dapat pula terdapat erosi atau ekskoriasi akibat garukan berulang.

Gambaran klinis tidaklah harus sesuai stadium, karena suatu penyakit dermatitis dapat
muncul dengan gejala stadium kronis sejak awal. Begitu pula dengan efloresensi tidak
harus polimorfik, karena dapat muncul oligomorfik (beberapa) saja.

E. Pengobatan

Pengobatan yang tepat adalah menghindari penyebabnya. Namun sulit untuk


mengetahui penyebab pasti karena etiologi yang multifaktorial. Umumnya pengobatan
bersifat simptomatis, yaitu dengan menghilangkan atau mengurangi keluhan dan gejala,
serta menekan peradangan.

1. Sistemik

Pada kasus ringan dapat diberikan antihistamin. Pada kasus yang berat dapat diberikan
kortikosteroid.

2. Topikal

Prinsip pengobatan topikal: Dermatitis akut (madidans) diobati secara basah (kompres
terbuka). Subakut diberi losio (bedak kocok), krim, atau linimentum (pasta pendingin).
Pada keadaan kronik diberikan salep. Makin berat atau akut penyakitnya, makin rendah
persentase obat spesifik yang digunakan, misalnya kortikosteroid.

11
BAB IV

DERMATITIS KONTAK

Definisi

Dermatitis Kontak adalah dermatitis yang disebabkan oleh kontak dengan suatu zat/
bahan tertentu yang menempel pada kulit, dan menyebabkan alergi atau reaksi iritasi.
ruamnya terbatas pada daerah tertentu dan seringkali memiliki batas yang tegas. Ada 2
macam dermatitis kontak, yaitu:

1. Dermatitis Kontak Iritan


Merupakan reaksi perdangan kulit non-imunologik, yaitu kerusakan
kulit terjadi langsung tanpa didahului proses pengenalan atau sensitisasi.
2. Dermatitis Kontak Alergi
Terjadi pada seseorang yang telah mengalami sensitisasi terhadap suatu
bahan penyebab atau allergen.

1. DERMATITIS KONTAK IRITAN

A. Definisi

Dermatitis kontak iritan adalah suatu dermatitis kontak yang disebabkan oleh bahan-
bahan yang bersifat iritan yang dapat menimbulkan kerusakan jaringan. Dermatitis kontak
iritan dibedakan menjadi 2 yaitu dermatitis kontak iritan akut dan dermatitis kontak iritan
kronik (kumulatif).

1. Dermatitis kontak iritan akut adalah suatu dermatitis iritan yang terjadi segera
setelah kontak dengan bahan – bahan iritan yang bersifat toksik kuat, misalnya
asam sulfat pekat.
2. Dermatitis kontak iritan kronis (Kumulatif) adalah suatu dermatitis iritan yang
terjadi karena sering kontak dengan bahan- bahan iritan yang tidak begitu kuat,
misalnya sabun deterjen, larutan antiseptik. Dalam hal ini, dengan beberapa kali
kontak bahan tadi ditimbun dalam kulit cukup tinggi dapat menimbulkan iritasi dan
terjadilah peradangan kulit yang secara klinis umumnya berupa radang kronik.

12
B. Etiologi

Penyebab munculnya dermatitis jenis ini ialah bahan yang bersifat iritan, misalnya
bahan pelarut, deterjen, minyak pelumas, asam alkali, serbuk kayu, bahan abrasif, larutan
garam konsentrat, plastik berat molekul rendah.

C. Patogenesis

Kelainan kulit timbul akibat kerusakan sel yang disebabkan oleh bahan iritan melalui
kerja kimiawi atau fisis. Bahan iritan merusak lapisan tanduk, denaturasi keratin,
menyingkirkan lemak lapisan tanduk, dan mengubah daya ikat air kulit. Kebanyakan
bahan iritan (toksin) merusak lipid membrane keratinosit, dapat pula menembus membrane
sel dan merusak lisosom, mitokondria, atau komponen inti. Kerusakan membran
mengaktifkan prostaglandin (PG) dan leukotrien (LT).

Kemudian PG dan LT akan menginduksi meningkatkan permeabilitas vaskular


sehingga mempermudah transudasi komplemen dan kinin. PG dan LT juga bertindak
sebagai kemoatraktan kuat untuk limfosit dan neutrofil, serta mengaktifasi sel mas
melepaskan histamine. Keratinosit juga melepaskan sitokin proinflamasi untuk aktifasi sel
T, makrofag dan granulosit. Akhirnya akan terjadi reaksi peradangan di tempat terjadinya
kontak dan timbul gejala seperti eritem, edema, panas, nyeri. Bahan iritan lemah akan
mengakibatkan kelainan kulit setelah kontak berulang kali, yang dimulai dengan
kerusakan stratum korneum oleh karena delipidisasi menyebabkan desikasi sehingga kulit

13
kehilangan fungsi sawarnya. Hal tersebut mempermudah kerusakan sel di lapisan kulit
yang lebih dalam.

D. Gejala klinis

Berikut adalah gejala klinis berdasarkan jenis dermatitis kontak iritan:

1. Dermatitis Kontak Iritan Akut

Penyebabnya iritan kuat, biasanya karena kecelakaan dan reaksi segera timbul. Kulit terasa
pedih atau panas, eritema, vesikel, atau bula dapat muncul. Luas kelainan umumnya
sebatas daerah yang terkena dan berbatas tegas. Penyebabnya adalah iritan kuat seperti
larutan asam sulfat dan asam hidrokloid, atau basa kuat seperti natrium dan kalium
hidroksida

2. Dermatitis Kontak Iritan Akut Lambat

Gambaran klinis dan gejala sama dengan DKI akut, tetapi baru muncul 8 sampai 24 jam
atau lebih setelah kontak. Contohnya ialah dermatitis yang disebabkan oleh bulu serangga
(dermatitis venenata); penderita baru merasa pedih esok harinya, pada awalnya terlihat
eritema kemudian menjadi vesikel atau bahan nekrosis. Iritan lain contohnya seperti
podofilin, tretinoin, antralin, asam hidrofluorat

3. Dermatitis Kontak Iritan Kronik Kumulatif

Jenis dermatitis kontak ini paling sering terjadi; nama lainnya ialah DKI kronis.
Penyebabnya ialah kontak berulang-ulang dengan iritan yang lemah. Contohnya gesekan,
trauma mikro, kelembaban rendah, panas atau dingin, detergen, sabun, pelarut, tanah, air.
Kelainan baru nyata setelah kontak berminggu-minggu atau bulan, bahkan bertahun-tahun
kemudian,

Gejala klasik berupa kulit kering, eritema, skuama, lambat laun kulit tebal dan likenifikasi.
Bila kontak terus berlangsung akhirnya kulit dapat retak (fisura). Keluhan penderita
umumnya rasa gatal atau nyeri karena kulit retak, ada kalanya kelainan hanya berupa kulit
kering atau skuama tanpa eritema. DKI kumulatif sering berhubungan dengan pekerjaan
seperti pencuci, kuli bangunan, tukang kebun

14
4. Dermatitis Kontak Iritan Traumatik

Kelainan kulit berkembang lambat setelah trauma panas atau laserasi. Gejalanya mirip
dematitis numularis, penyembuhan lambat, dapat mencapai 6 minggu. Umumnya terjadi
di tangan.

5. Dermatitis Kontak Iritan Noneritematosa

DKI noneritematosa merupakan bentuk subklinis dari DKI. Fungsi sawar stratum korneum
sudah mengalami perubahan. Namun, gejala dan tanda klinis belum nampak

6. Dermatitis Kontak Iritan Subjektif

Pada kondisi ini, lesi tidak nampak. Namun, sensasi nyeri setelah kontak dengan bahan
kimia seperti asam laktat dirasakan oleh pasien. Dapat dikatakan, DKI ini bersifat subjektif
karena berdasarkan pada keluhan subjektif pasien.

E. Diagnosis

Diagnosis dermatitis kontak iritan didasarkan atas anamnesis dan gambaran klinis.
DKI akut lebih mudah diketahui karena prosesnya berlangsung cepat setelah kontak
dengan suatu zat, sedangkan DKI kronis lebih susah untuk diketahui penyebabnya. Maka
dari itu, uji tempel dapat membantu diagnosis.

F. Penatalaksanaan

Upaya pengobatan DKI yang terpenting adalah menghindari pajanan bahan iritan,
baik yang bersifat mekanik, fisis maupun kimiawi, serta menyingkirkan faktor yang
memperberat. DKI dapat sembuh tanpa pengobatan, cukup dengan pemberian pelembab
untuk perbaikan sawar kulit. Jika diperlukan dapat diberikan kortikosteroid topikal seperti
hidrokortison.

G. Prognosis

Prognosis tergantung pada kemampuan dalam menyingkirkan faktor pencetus


dermatitis ini. Jika tidak berhasil disingkirkan prognosisnya tidak akan baik, terutama pada
pasien dengan DKI kronis dengan penyebab multifaktorial.

15
2. DERMATITIS KONTAK ALERGI

A. Definisi
Dermatitis kontak alergi adalah suatu dermatitis atau peradangan kulit yang timbul
setelah kontak dengan alergen melalui proses sensitasi. Dermatitis kontak alergi
merupakan dermatitis kontak karena sensitasi alergi terhadap substansi yang beraneka
ragam yang menyebabakan reaksi peradangan pada kulit bagi mereka yang mengalami
hipersensivitas terhadap alergen sebagai suatu akibat dari pajanan sebelumnya.

B. Etiologi
Penyebabnya adalah alergen, paling sering berupa bahan kimia sederhana dengan
berat kurang dari 1000 Da yang disebut hapten, bersifat lipofilik dan dapat menembus
stratum korneum mencapai epidermis dalam. Dermatitis yang timbul dipengaruhi oleh
potensi sensitisasi alergen, dosis pajanan, lama pajanan, kelembapan dan luasnya
penetrasi di kulit. Selain itu faktor individu seperti keadaan kulit dan status imun juga
berpengaruh.

C. Patogenesis
Mekanisme terjadinya kelainan kulit pada dermatitis kontak alergi adalah mengikuti
respons imun yang diperantarai oleh sel (cell-mediated immune respons) atau reaksi
tipe IV. Reaksi hipersensititas di kullit timbulnya lambat

Fase saat kontak pertama sampai kulit menjdi sensitif disebut fase induksi tau fase
sensitisasi. Fase ini rata-rata berlangsung selama 2-3 minggu. Sebelum seseorang
pertama kali menderita dermatitis kontak alergik, terlebih dahulu mendapatkan
perubahan spesifik reaktivitas pada kulitnya. Perubahan ini terjadi karena adanya
kontak dengan hapten yang kemudian ditangkap dan diproses oleh makrofag dan sel
langerhans, selanjutnya dipresentasikan kepada sel T. Setelah kontak dengan antigen
sel T menuju ke kelenjar getah bening regional untuk berdiferensisi dan berploriferasi
membentuk sel T efektor yang tersensitisasi secara spesifik dan sel memori. Sel-sel ini
kemudian tersebar melalui sirkulasi ke seluruh tubuh, sehingga menyebabkan keadaan
sensivitas yang sama di seluruh kulit tubuh. Pada umumnya reaksi sensitisasi ini
dipengaruhi oleh derajat kepekaan individu, sifat sensitisasi alergen (sensitizer), jumlah
alergen, dan konsentrasi.

16
Periode saat terjadinya pajanan ulang dengan alergen yang sama atau serupa sampai
timbulnya gejala klinis disebut fase elisitasi umumnya berlangsung antara 24-48 jam.
Stelah alergen yang sama ditangkap oleh makrofag dan sel langerhans dan
dipresentasikan kepada sel T yang telah tersensitisasi, akan diproduksi interleukin serta
sitokin-sitokin proinflamasi yang akan merangsang keratinosit menghasilkan
eikosanoid yang kemudian mengaktifkan sel mast dan makrofag. Sel mast akan
melepaskan histamin, prostaglandin sehingga meningkatkan permeabilitas vaskuler dan
menarik neutrofil, monosit dan sel darah lain dari vaskuler ke dalam dermis lalu
menimbulkan reaksi klinis DKA

D. Gejala

Kelainan kulit bergantung pada keparahannya. Pada yang akut dimulai dengan
bercak eritema berbatas tegas, kemudian diikuti edema, papulovesikel, vesikel atau
bula. Vesikel atau bula dapat pecah menimbulkan erosi dan eksudasi(basah). Pada yang
kronis terlihat kulit kering, berskuama, papul, likenifikasi dan mungkin jugga fisur,
batasnya tidak jelas. Gejala yang umum dirasakan penderita adalah pruritus yang
umumnya konstan dan seringkali hebat.

DKA dapat terjadi pada berbagai tempat ditubuh. DKA di tangan biasanya
disebabkan oleh paparan pekerjaan terutama wet work, seperti memasak, mencuci
pakaian, salon dengan etiologi bahan-bahan seperti detergen, antiseptik, pestisida. DKA
di wajah dapat disebabkan oleh pemakaian kosmetik, obat topikal, nikel kacamata.
DKA pada tubuh mungkin disebabkan oleh kancing pakaian, bahan pelembut atau

17
pewangi pakaian, detergen, sedangkan pada genitalia mungkin disebabkan oleh
penggunaakn obat topikal, kondom atau pembalut.

E. Diagnosis

Diagnosis didasarkan pada hasil anamnesis dan pemeriksan klinis. Pertanyaan


mengenai kontaktan yang dicurigai didasarkan kelainan kulit yang ditemukan.
Misalnya ada kelainan kulit berupa lesi numularis disekitar umbilikus berupa
hiperpigmentasi, likenifiksi, dengan papul dan erosi, maka perlu ditanyakan apakah
penderita memeakai kancing celana atau kepala ikat pinggan yang terbuat dari
logam(nikel). Data yang berasal dari anamnesis juga meliputi riwayat pekerjaan, hobi,
obat topikal yang pernah digunakan, obat sistemik, kosmetika, alergi penyakit kulit
yang pernah dialami, serta penyakit kulit pada keluarganya.

Pemeriksaan fisis dengan melihat lokalisasi dan pola kelainan kulit. Misalnya, di
ketiak oleh deodoran, di pergelangan tangan oleh jam tangan, dan di kedua kaki oleh
sepatu. Pemerikassaan hendaknya dilakukan pada seluruh permukaan kulit, untuk
melihat kemungkinan kelainan kulit lain karena sebab-sebab endogen.

F. Diagnosis Banding

Kelainan kulit dermatitis kontak alergik sering tidak menunjukkan gambaran


morfologik yang khas, dapat menyerupai dermatitis atopik, dermtitis numularis,
dermtitis seboroik, atau psoriris. Diagnosis banding yang utama ialah dengan
dermatitits kontak iritan. Dalam keadaan ini pemeriksn uji tempel perlu
dipertimbangkan untuk menentukan apakah dermatitis tersebut karena kontak alergi.

G. Uji Tempel

Tempat untuk melakukan uji tempel biansanya di punggung atau bagian luar dari
lengan atas. Bahan uji dapat berasal dari antigen standar atau dari bahan kimia murni
dan lebih sering bahan campuran yang berasal dari rumah, lingkungan kerja atau tempat
rekreasi.

18
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan uji tempel:

1. Dermatitis harus sudah tenang (sembuh) bila mungkin setelah 3 minggu. Bila masih
dalam keadaan akut atau berat dapat terjadi reaksi angryback atau excited skin,
reaksi positif palsu, dapat juga menyebabkan penyakit yang sedang dideritanya
bertambah buruk.

2. Tes dilakukan sekurang-kurangnya 1 minggu setelah penghentian terpi


kortikosteroid, sebab dapat menghasilkan reaksi negative palsu.

3. Uji temple dibuka setelah 2 hari lalu dibaca, dan pembacaan kedua dilakukan pada
hari ke-3 sampai hari ke-7 setelah aplikasi pertama.

4. Penderita dilarang melakukan aktifitas yang dapat melonggarkan uji tempel (tidak
menempel dengan baik) atau mandi sehingga menghasilkan reaksi negatif palsu.

Setelah dibiarkan menempel selama 48 jam, uji temple dilepas. Pembacaan pertama
dilakukan 15-30 menit setelah dilepas, agar efek tekanan bahan yang diuji telah
menghilang atau minimal. Hasilnya sebagai berikut:

+1 = reaksi lemah (nonvesikuler): eritema, infiltrate, papul (+)

+2 = reaksi kuat: edema atau vesikel (++)

19
+3 = reaksi sangat kuat (ekstrim): bula atau ulkus (+++)

± = meragukan: hanya makula eritematosa

IR = iritasi: rasa seperti terbakar, pustul atau purpura

- = reaksi negatif (-)

NT = tidak di tes (NT; not tested)

Pembacaan kedua perlu dilakukan sampai 1 minggu setelah aplikasi, biasanya


72 atau 96 jam setelah aplikasi. Pembacaan kedua ini penting untuk membantu
membedakan antara respon alergi (crescendo/meningkat) atau iritasi (decrescendo/
menurun).

H. Pengobatan

Hal yang terpenting dalam penanganan DKA adalah upaya pencegahan terulangnya
kontak kembali dengan alergen penyebab dan menekan kelainan kulit yang timbul.
Kortikosteroid dapat diberikian dalam jangka pendek untuk mengatasi peradangan akut
yang ditandai dengan eritema, edema, vesikel, atau bula serta eksudatif (madidans),
misalnya prednisone 30 mg/hari. Antihistamin oral diberikan bilamana perlu. Untuk topikal,
cukup kompres larutan garam faal atau larutan asam salisilat 1:1000, kortikosteroid topikal
berguna bila daerah yang terkena terbatas atau bila kortikosteroid oral merupakan
kontraindikasi.
20
I. Prognosis

Prognosis umumnya baik selama faktor pencetus dapat dihindari. Prognosis kurang
baik jika sulit menghindari faktor penyebab seperti pekerjaan, serta terdapat faktor endogen
seperti dermatitis atopik yang menyertainya.

21
BAB V

DERMATITIS ATOPIK

A. Definisi
Dermatitis atopik (DA) adalah peradangan kulit berupa dermatitis yang
kronis residif, disertai rasa gatal, dan mengenai bagian tubuh tertentu terutama
diwajah pada bayi (fase infantile) dan bagian fleksural ekstremitas (pada fase anak).
B. Patogenesis
Timbulnya inflamasi dan rasa gatal merupakan hasil interaksi berbagai faktor
internal & eksternal. Faktor internal adalah faktor predisposisi genetic yang
menghasilkan disfungsi sawar kulit serta perubahan pada system imun, khususnya
hipersensitivitas terhadap berbagai allergen dan antigen mikroba. Hubungan
disfungsi sawar kulit dan pathogenesis DA meliputi perubahan pada system imun
(imunopatologik), allergen dan antigen, predisposisi genetic, mekanisme pruritus,
dan faktor psikologis.

o Reaksi imunologis DA
Sekitar 70% anak dengan DA mempunyai riwayat atopi dalam keluarganya
seperti asma bronkial, rinitis alergi, atau dermatitis atopik. Sebagian besar anak
dengan DA (sekitar 80%), terdapat peningkatan kadar IgE total dan eosinofil di
dalam darah. Anak dengan DA terutama yang moderat dan berat akan berlanjut
dengan asma dan/atau rinitis alergika di kemudian hari (allergic march), dan
semuanya ini memberikan dugaan bahwa dasar DA adalah suatu penyakit atopi.
Pada kulit pasien dengan DA terjadi perubahan imunologik dimana terjadi
hipersensitifitas tipe I (IgE mediated). Rangsangan zat pemicu langsung pada sel
mast akan melepaskan mediator proinflamasi seperti histamin, bradikinin,
prostaglandin, leukotrien yang menimbulkan vasodilatasi dan inflamasi, gatal, dan
manifestasi lain di kulit

o Faktor non imunologis


Faktor non imunologis yang menyebabkan rasa gatal pada DA antara lain
adanya faktor genetik, yaitu disfungsi sawar kulit sehingga kulit menjadi lebih
kering. Kekeringan kulit diperberat oleh udara yang lembab dan panas, banyak
berkeringat, dan bahan detergen yang berasal dari sabun. Kulit yang kering akan

22
menyebabkan nilai ambang rasa gatal menurun, sehingga dengan rangsangan
yang ringan seperti iritasi wol, rangsangan mekanik, dan termal akan
mengakibatkan rasa gatal.

C. Manifestasi klinis
Dibandingkan dengan dermatitis lainnya, DA secara subyektif lebih gatal. Rasa
gatal dan garukan yang terus-menerus menimbulkan kerusakan barrier kulit, sehingga
memudahkan masuknya allergen dan iritan. Keadaan ini menyebabkan DA sering
berulang (kronik-residif). Terdapat tiga bentuk klinis dermatitis atopik, yaitu bentuk
infantil, bentuk anak, dan bentuk dewasa.
1. DA fase infantil
DA lebih sering muncul pada usia bayi (2 bulan – 2 tahun), umumnya
awitan DA terjadi pada usia 2 bulan. Tempat predileksi utama di wajah
diikuti kedua pipi dan tersebar simetris. Lesi dapat meluas ke dahi,
kulit kepala, telinga, leher, pergelangan tangan, dan tungkai terutama
di bagian fleksor. Lesi dapat juga meluas ke bagian ekstensor atau di
tempat yang mudah mengalami trauma. Gambaran pada fase ini lebih
mirip dermatitis akut, eksudatif, erosi, dan ekskoriasi. Karena gatal
dan garukan lesi mudah mengalami infeksi sekunder. Fase infantile
dapat mereda dan menyembuh.

23
2. DA fase anak
Pada DA fase anak (usia 2 – 10 tahun) dapat merupakan kelanjutan
fase infantile atau muncul tanpa didahului fase infantile. Tempat
predileksi lebih sering di fossa cubiti dan poplitea, fleksor pergelangan
tangan, kelopak mata, dan leher, dan tersebar simetris. Kulit pasien
DA dan kulit pada lesi cenderung lebih kering. Lesi dermatitis
cenderung menjadi kronis, disertai hyperkeratosis, hiperpigmentasi,
erosi, eksoriasi, krusta dan skuama. Pada fase ini pasien DA lebih
sensitive terhadap allergen hirup, wol, dan bulu binatang.

3. DA fase remaja dan dewasa


DA fase remaja dan dewasa (usia >13 th) dapat merupakan lanjutan
fase infantile atau fase anak. Tempat predileksi mirip dengan fase
anak, dapat meluas mengenai kedua telapak tangan, jari-jari,
pergelangan tangan, bibir, leher bagian anterior, sklap dan puting susu.
Manifestasi klinis bersifat kronis, berupa plak hiperpigmentasi,
hyperkeratosis, likenifikasi, ekskoriasi dan skuamasi. Rasa gatal lebih
hebat saat beristirahat, udara panas, dan berkeringat. Fase ini
berlangsung kronik-residif sampai usia 30 tahun, bahkan lebih.

24
D. Diagnosis

Pedoman diagnosis DA menurut kriteria William diantaranya;


- Harus mempunyai kondisi kulit gatal (itchy skin) atau dari laporan orang tuanya
bahwa anaknya suka menggaruk atau menggosok.
- Ditambah 3 atau lebih criteria berikut:
 Riwayat terkenanya lipatan kulit, misalnya lipat siku, belakang lutut, bagian
depan pergelangan atau sekeliling leher (termasuk pipi pada anak usia dibawah
10 tahun)
 Riwayat asma bronchial atau hay fever pada penderita (atau riwayat penyakit
atopi pada kelurga)
 Riwayat kulit keirng secara umum pada tahun terakhir
 Adanya dermatitis yang tampak di lipatan kulit (atau dermatitis pada pipi/dahi
dan anggota badan bagian luar anak dibawah 4 tahun)
 Awitan di bawah usia 2 tahun.

25
Adapun kriteria menurut Hanifin Rajka sebagai berikut:

E. Diagnosa Banding
Sebagai diagnosis banding DA ialah; dermatitis seboroik (terutama pada bayi),
dermatitis kontak, skabies, dan iktiosis psoriasis (terutama daerah palmoplantar).

F. Pemeriksaan Penunjang
Dilakukan jika ada keraguan klinis. Peningkatan kada IgE serta eosinofil tidak
patognomonik. Uji kulit jika dicurigai alergi terhadap suatu alergen tertentu bukan
untuk diagnostik.

G. Tatalaksana
1. Pengobatan Topikal
o Hidrasi kulit
Kulit penderita DA kering dan fungsi sawarnya berkurang, mudah retak sehingga
mempermudah masuknya mikroorganisme pathogen, bahan iritan, dan alergen. Berikan
pelembab dua kali sehari setelah mandi misalnya; krim hidrofilik urea 10%. Petrolatum,
minyak tumbuhan.

26
o Kortikosteroid topikal
Digunakan sebagai antiinflamasi lesi kulit. Namun demikian harus waspada karena
dapat terjadi efek samping yang tidak diinginkan. Pada bayi digunakan salep steroid
berpotensi rendah, mislanya hidrokortison 1%-2,5%. Pada anak dan dewasa digunakan
steroid berpotensi menengah misalnya triamnisolon, kecuali pada muaka digunakan
steroid berpotensi lebih rendah. Pada keadaan tertentu seperti pada keadaan DA dengan
hiperkeratosis dan likenifikasi berat dapat digunakan kortikosteroid potensi kuat secara
singkat (1-2 minggu) lalu diganti dengan potensi sedang atau lemah
o Imunomudulator topikal (Takrolimus)
Dapat diberikan dalam bentuk salep 0,03% dan 0,1% aman pada anak 2-15 tahun dalam
jangka pendek atau panjang digunakan bergantian. Takrolimus menghambat aktivitas
sel yang terlibat dalam DA yaitu; sel Langerhans, sel T, sel mast dan keratinosit.

2. Pengobatan Sistemik
o Kortikosteroid
Pemberian kortikosteroid sistemik bukan hal yang rutin dilakukan hanya pada kasus
yang parah dangan memperhatikan efek samping jangka panjang. Digunakan untuk
mengendalikan eksarsebasi akut, dalam jangka pendek dan dosis rendah. Diberikan dan
diturunkan secara bertahap (tapering), kemudian segera diganti dengan kortikosteroid
topikal.

o Antihistamin
Memebantu mengurangi rasa gatal yang hebat, terutama di malam hari. Oleh karena itu
antihistamin yang dipakai adalah yang memiliki efek sedative, misalnya; hidroksisin
atau difenhidramin.

Kulit penderita DA cenderung lebih rentan terhadap bahan iritan, oleh karena itu
penting untuk mengidentifikasi dan menyingkirkan faktor pemberat, misalnya; sabun
dan detergen, bahan kimia, pakaian kasar, pajanan panas atau dingin yang ekstrem.
Hendaknya pilih sabun yang larut minimal terhadap lemak, dan memiliki pH yang
netral. Pada bayi yang penting diperhatikan kebersihan daerah bokong dan genitalia,
popok segera diganti bila basah dan kotor. Usahakan tidak menggunakan pakaian yang
bersifat iritan, seperti wol atau sisntetik, penggunaan bahan katun lebih baik. Selain itu

27
menghindari bahan-bahan pencetus alergi seperti makanan jika terdapat riwayat alergi
makanan dibuktikan dengan uji kulit.

28
BAB VI

DERMATITIS NUMULARIS

A. Definisi
Dermatitis numularis adalah peradangan pada kulit yang bersifat kronis,
ditandai berupa lesi mata uang logam koin atau agak lonjong, berbatas tegas dengan
efloresensi berupa papulovesikel, biasanya mudah pecah sehingga basah.

B. Etiologi
Penyebabnya tidak diketahui, banyak faktor yang ikut berperan. Diduga
stafilokokus dan mikrokokus ikut berperan, mengingat jumlah koloninya meningkat
walaupun tanda infeksi secara klinis tidak tampak. Biasanya ditemukan fokus infeksi
seperti gigi, saluran nafas pada 68% pasien. Dermatitis kontak mungkin ikut memegang
peranan pada berbagai kasus dermatitis numularis, misalnya alergi terhadap nikel,
krom, kobal, demikian pula wol dan sabun. Kulit penderita dermatitis numularis
cenderung kering, hidrasi stratum korneum rendah. Kondisi emosional juga dapat
mempermudah timbulnya penyakit ini.

C. Gambaran Klinis
Penderita biasanya mengeluh sangat gatal yang bervariasi dari ringan sampai
berat. Lesi akut berupa plak eritematosa berbentuk koin dengan batas tegas yang
terbentuk dari papul dan papulovesikel yang berkonfluens. Lambat laun vesikel pecah
dan terjadi eksudasi berbentuk pinpoint. Eksudat akan mengering dan menjadi krusta
kekuningan. Tepi plak dapat muncul lesi papulovesikular kecil yang kemudian
berkonfluens dengan plak tersebut sehingga lesi meluas.
Penyembuhan dimulai dari tengah sehingga menyerupai lesi dermatomikosis.
Dalam 1-2 minggu lesi memasuki fase kronik berupa plak dengan skuama dan
likenifikasi. Jumlah lesi dapat hanya 1 atau multiple dan tersebar pada ekstremitas
bilateral atau simetris.

29
D. Diagnosis

Diagnosis ditegakkan berdasarkan gambaran klinis. Sebagai diagnosis banding adalah


dermatitis kontak alergi, dermatitis atopic, neurodermtitis sirkumkripta, dermatitis statis,
psoriasis, impetigo, dan dermatomikosis.

E. Komplikasi
Komplikasi dermatitis numularis adalah infeksi sekunder oleh bakteri

F. Tatalaksana

Pasien disarankan menghindari suhu ekstrem, penggunaan sabun berlebihan,


bahan wol atau lainnya yang menyebabkan iritasi. Menggunakan pelembab bila kulit
kering. Lini pertama pengobatan adalah krim atau salep kortikosteroid dan
antihistamin. Bila lesi masih eksudatif sebaiknya dikompres dengan solusio
permanganas kalikus. Pemberian antibiotik jika terdapat infeksi bakteri. Pruritus dapat
diobati dengan antihistamin oral .

G. Prognosis

Keadaan pasien dapat menetap berbulan-bulan, kronis, dapat timbul kembali


pada tempat yang sama.

30
BAB VII

NEURODERMATITIS SIRKUMSKRIPTA

A. Definisi
Neurodermatitis (Liken Simpleks Kronis) adalah peradangan kulit kronis, gatal,
dengan batas yang jelas, ditandai dengan penebalan kulit dan garis kulit tampak lebih
menonjol (likenifikasi) menyerupai kulit batang kayu, akibat garukan atau gosokan
yang berulang-ulang karena berbagai rangsangan pruritogenik.

B. Etiologi

Liken simpleks kronis bisa terjadi sebagai akibat sesuatu (misalnya baju)
yang bersentuhan dengan kulit atau mengiritasi kulit sehingga seseorang menggaruk-
garuk daerah tersebut. Sebagai akibat dari iritasi menahun akan terjad penebalan kulit.
Kulit yang menebal ini menimbulkan rasa gatal sehingga merangsang penggarukan
yang akan semakin mempertebal kulit. Penyakit ini menimbulkan warna kecoklatan
pada daerah yang terkena.

C. Gejala Klinis

Penderita mengeluh gatal sekali, bila timbul malam hari dapat mengganggu
tidur. Rasa gatal tidak timbul terus-menerus, biasanya pada waktu tidak sibuk, bila gatal
muncul sulit untuk menahan untuk tidak digaruk. Setelah digaruk akan muculnya luka
baru hilang rasa gatalnya dan digantikan dengan rasa nyeri.

Lesi biasanya tunggal, awalnya berupa plak eritematosa, sedikit edematosa,


lambat laun eritema dan edema menghilang, bagian tengah berskuama dan menebal,

31
likenifikasi dan ekskoriasi, hiperpigmentasi disekitarnya, batas dengan kulit normal
tidak tegas. Letak lesi bisa timbul dimana saja, tetapi lebih sering di scalp, tengkuk,
samping leher, lengan bagian ekstensor, pubis, vulva, skrotum, perianal, medial tungkai
atas, lutut, lateral tungkai bawah, pergelangan kaki bagian depan, dan punggung kaki.

Variasi klinis NS dapat berupa prurigo nodularis, akibat garukan atau korekan
tangan penderita yang berulang-ulang pada suatu tempat. Lesi berupa nodus berbentuk
kubah, permukaan mengalami erosi tertutup krustadan skuama, lambat laun menjadi
keras dan hiperpigmenatasi.

Prurigo Nodularis

D. Diagnosis
Diagnosis didasarkan gambaran klinis, biasanya tidak sulit. Diagnosis
bandingnya adalah liken planus, liken amiloidosis, psoriasis, dan dermatitis atopik.

E. Pengobatan

Mengurangi rasa gatal dapat diberikan antipruritus, kortikosteroid topical atau

intralesi, produk ter. Antipruritus dapat berupa antihistamin yang mempunyai efek
sedative( hidroksizin, difenhidramin, prometazin) atau tranquilizer. Dapat pula diberikan
secara topical krim doxepin 5% dalam jangka pendek (maksimal 8 hari). Kortikosteroid
yang dipakai biasanya berotensi kuat, kalau masih tidak berhasil dapat diberikan secara
suntikan intra lesi. Salep kortikosteroid dapat pula dikombinasikan dengan ter yang
mempunyai efek anti inflamasi. Prognosisnya tergantung pada penyebab pruritus dan
status psikologisnya.

32
BAB VIII

DERMATITIS STASIS

A. Definisi

Dermatitis Stasis adalah suatu peradangan menahun pada tungkai bawah karena
insufisiensi dan hipertensi vena yang bersifat kronis.

B. Etiologi

Dermatitis stasis merupakan akibat dari penimbunan darah dan cairan di bawah
kulit, sehingga cenderung terjadi pada penderita vena varikosa (varises) dan
pembengkakan (edema). Terdapat beberapa teori untuk dermatitis statis seperti teori
selubung fibrin bahwa endapan fibrin yang timbul akibat insufisiensi vena yang
berakibat pada ekstravasasi fibrinogen ke perikapiler membentuk selubung yang
menghambat pasokan oksigen jaringan sehingga terjadi hipoksia dan kerusakan
jaringan. Leukosit yang terperangkap akan teraktivasi memicu proses peradangan.

C. Gambaran Klinis

Akibat tekanan vena yang meningkat pada tungkai bawah, akan terjadi
pelebaran vena atau varises, dan edema. Lambat laun kulit akan berwarna merah
kehitaman dan timbul purpura (karena ekstravasasi sel darah merah ke dalam dermis),
dan hemosiderosis. Edema dan varises mudah terlihat bila penderita lama berdiri.
Dalam perjalanan berikutnya terjadi perubahan ekzematosa berupa eritema, skuama,
kadang eksudasi, dan gatal.
Bila telah terjadi lama kulit akan menjadi tebal dan fibrotic, meliputi sepertiga
tungkai bawah, sehingga tampak seperti botol yang terbalik yang biasa disebut dengan
lipodermatosklerosis. Dapat terjadi komplikasi seperti ulkus venosum, ulkus varikosus
dan selulitis.
D. Diagnosis

Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala-gejala dan hasil pemeriksaan fisik.


Untuk mencari penyebab insufisiensi perlu dikonsultasikan ke bedah vaskuler dan
hematologi.

33
E. Pengobatan

Mengangkat kaki dalam posisi yang lebih tinggi dari dada akan menghentikan
penimbunan darah di dalam vena dan penimbunan cairan di dalam kulit. Menggunakan
kaos kaki penyangga varises saat beraktifitas. Lesi yang basah harus dikompres hingga
kering. Kortikosteroid topikal dapat diberikan untuk mengatasi inflamasi dan gatal.
Pada dermatitis stasis, kulit mudah teriritasi karena sawar kulit yang rusak; karena itu
sebaiknya menghindari pemakaian kortikosteroid topikal berulang karena dapat
menimbulkan infeksi sistemik. Antibiotik dapat diberikan sesuai indikasi. Pelembab
seperti vaselin perlu diberikan pada pasien dengan dermatitis stasis kronis sebagai
pemeliharaan.

34
BAB IX

DERMATITIS SEBOROIK

A. Definisi

Dermatitis Seboroik adalah kelainan kulit papuloskuamosa kronis dengan


predileksi di daerah kaya kelenjar sebasea, skalp, wajah, dan badan. Penyebaran lesi
dimulai dari derajat ringan, misalnya ketombe sampai dengan bentuk eritroderma.

B. Etiologi

Peranan kelenjar sebasea dalam patogenesis dermatitis seborhoik masih


diperdebatkan karena pada remaja dengan kulit berminyak dengan dermatitis seborhoik
menunjukkan sekresi sebum yang normal. Meningkatnya lapisan sebum pada kulit,
kualitas sebum, respon imunologis terhadap Pityrosporum, degradasi sebum dapat
mengiritasi kulit sehingga terjadi mekanisme eksema. Ditemukan jumlah sel ragi
Malassezia meningkat pada epidermis yang mengelupas pada dermatitis seborhoik.
Pasien dengan dermatitis seborhoik juga menunjukkan peningkatan titer antibodi
terhadap Malassezia serta mengalami perubahan imunitas seluler. Kelenjar sebasea
sangat aktif saat bayi lahir namun akan menurun pada usia 9-12 tahun, dan mulai aktif
saat pubertas, namun dermatitis seboroik muncul bertahun-tahun kemudian.suhu yang
panas dan kelembapan yang rendah akan memperberat penyakit.

C. Gambaran Klinis

Lokasi yang sering terkena adalah di daerah kulit kepala berambut, wajah, alis,
lipat nasolabial, telinga, dada punggung, lipat gluteus, inguinal, genital, ketiak. Dapat
ditemukan skuama kuning berminyak, disertai gatal. Ketombe merupakan tanda awal
dermatitis seboroik. Dapat pula lesi berupa kemerahan perifolikuler yang berkembang
menjadi plak eritematosa berkonfluensi, bahkan dapat membentuk rangkaian plak di
sepanjang batas rambut frontal disebut korona seboroika. Pada bayi dapat terlihat lesi
seperti kerak kulit kepala (cradle cap).

Pada fase kronis dapat dijumpai kerontokan rambut. Bentuk varian di tubuh
yang dapat dijumpai pitisiasiform (mirip pitiriasis rosea). Pada keadaan parah dapat
berkembang menjadi eritroderma. Obat-obatan yang memicu dermatitis seboroik antara

35
lain buspiron, klopromazin, simetidine, haloperidol, metildopa, griseofulvin,
haloperidol, dll.

D. Diagnosis

Diagnosis ditegakkan berdasarkan hasil pemeriksaan fisik berupa lesi eksema


dengan skuama kuning berminyak di daerah predileksi. Diagnosis bandingnya seperti
psoriasis, dermatitis atopik dewasa, dermatitis kontak iritan, dermatofitosis, rosasea.

E. Tatalaksana

a. Tatalaksana

Pengobatan tidak menyembuhkan permanen, terapi dilakukan saat gejala timbul.


Tatalaksananya antara lain:

 Sampo anti Malassezia seperti selenium sulfide, zinc pirithione, ketokonazol,


berbagai sampo yang mengandung ter dan solusio terbinafine 1%.
 Untuk menghilangkan skuama tebal dan sebum, cuci wajah dengan sabun lunak
dan krim imidazole untuk mengurangi pertumbuhan jamur
 Pengobatan simptomatik dengan kortikosteroid topikal potensi sedang,
imunosupresan topical (takrolimus, pimekrolimus) terutama untuk wajah
pengganti steroid topikal
 Skuama dilunakkan dengan asam salisilat dan sulfur
 Metronidazole topical, siklopiroksolamin, talkasitol, benzoil peroksida dan salep
litium suksinat 5%

36
 Jika tidak membaik dapat digunakan terapi UVB atau itrakonazole 100mg/hari per
oral selama 21 hari
 Pada dermatitis seboroik luas dapat diberikan prednisolone 30mg/hari untuk
respon cepat

37
KESIMPULAN

Dermatitis merupakan epidermo-dermatitis dengan gejala subjektif pruritus. Objektif


tampak inflamasi eritema, vesikula, eksudasi dan pembentukan skuama. Tanda-tanda
polimorfik tersebut tidak selalu timbul pada saat yang sama. Penyakit bertendensi residif dan
menjadi kronik.

Penyebab dermatitis kadang-kadang tidak diketahui, sebagian besar merupakan respon


kulit terhadap agen-agen, misalnya zat kimia, protein, bakteri dan fungi. Respon tersebut dapat
berhubungan dengan alergi dan iritasi. Dimana alergi adalah perubahan kemampuan tubuh
yang didapat dan spesifik untuk bereaksi dengan allergen tertentu.

Dermatitis yang merupakan kelainan kulit sering dijumpai dalam praktek sehari-hari.
Umumnya pengobatan bersifat simptomatis dan perlu diperhatikan kelainan kulitnya. Bila lesi
akut seperti eritem, edema, vesikel, eksudasi maka diperlukan kompres dengan maksud untuk
mengeringkan, membersihkan, mengurangi gatal dan sakit, dan antiseptic. Bila lesi kulit sudah
mengering maka pengobatan diganti dengan krim atau salep. Kortikosteroid ditujukan untuk
mengatasi peradangan, dan untuk pengobatan dermatitis kronis dengan mempertimbangkan
manfaat dan resiko pengobatan. Pemberian antihistamin ditujukan untuk mengurangi rasa
gatal. Antibiotik juga dapat diberikan bila terjadi infeksi sekunder sesuai indikasi.

38
DAFTAR PUSTAKA

1. Djuanda Adhi, Hamzah Mochtar, Aisah Siti, editor. Dermatitis. 2008. Ilmu Penyakit
Kulit dan Kelamin. Ed 5.p 126-38. Jakarta: FKUI.
2. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin, edisi ke-7. Jakarta: Badan Penerbit FKUI
3.

39

Anda mungkin juga menyukai