Anda di halaman 1dari 129

Modul UPK 2012

BAB I
EPIDEMIOLOGI

TUJUAN PEMBELAJARAN

Tujuan Instruksional Umum

Setelah menyelesaikan materi ini, peserta akan dapat menjelaskan tentang


epidemiologi penyakit kusta

Tujuan Instruksional Khusus

Setelah mengikuti materi ini peserta akan dapat:


1. Mengetahui pengertian epidemiologi penyakit kusta
2. Mengetahui distribusi penyakit kusta
3. Menjelaskan faktor-faktor yang menentukan terjadinya penyakit
kusta
4. Menjelaskan upaya pengendalian atau pemutusan mata rantai
penularan penyakit kusta.

Penyakit kusta merupakan salah satu penyakit menular yang menimbulkan


masalah yang sangat kompleks. Masalah yang dimaksud bukan hanya dari
segi medis tetapi meluas sampai masalah sosial, ekonomi, budaya,
keamanan dan ketahanan nasional.

Penyakit kusta pada umumnya terdapat di negara-negara yang sedang


berkembang sebagai akibat keterbatasan kemampuan negara itu dalam
memberikan pelayanan yang memadai dalam bidang kesehatan,
pendidikan, kesejahteraan, sosial ekonomi dari masyarakat.

Pada tahun 1991 World Health Assembly telah mengeluarkan suatu resolusi
yaitu eliminasi kusta tahun 2000, sehingga penyakit kusta tidak lagi menjadi
masalah kesehatan masyarakat. Indonesia sudah mencapai eliminasi kusta
pada tahun 2000, namun demikian berdasarkan data yang dilaporkan,
jumlah penderita baru, proporsi cacat tingkat 2 dan anak sampai saat ini
belum menunjukkan adanya penurunan yang bermakna.

1
Modul UPK 2012
Kondisi ini juga terjadi di negara-negara lain di Dunia, sehingga pada tahun
2009 ILEP/WHO mengeluarkan “ Penguatan Strategi Global untuk terus
menurunkan beban akibat Penyakit Kusta (2011-2015)”.
Sejak tahun 2011, strategi ini sudah diadopsi dalam menentukan kebijakan
Nasional pengendalian penyakit kusta di Indonesia.

A.EPIDEMIOLOGI PENYAKIT KUSTA


Epidemiologi penyakit kusta adalah ilmu yang mempelajari distribusi,
frekuensi dan faktor-faktor yang menentukan kejadian penyakit yang
berhubungan dengan masalah kesehatan pada masyarakat dan aplikasinya
dengan pengendalian masalah tersebut.

Timbulnya penyakit merupakan suatu interaksi antara berbagai faktor


penyebab penyakit yaitu : Pejamu (host), agent (kuman) dan lingkungan.
Melalui suatu proses yang dikenal sebagai Rantai infeksi yang terdiri dari 6
komponen yaitu (1) penyebab (2) Sumber penularan (3) Cara keluar dari
sumber penularan (4) Cara penularan (5) Cara masuk ke Host (6) Host.

Dengan mengetahui proses terjadinya infeksi atau rantai penularan penyakit


maka intervensi yang sesuai dapat dilakukan untuk memutuskan mata
rantai penularan tersebut.

B.DISTRIBUSI PENYAKIT KUSTA

1 Distribusi penyakit kusta menurut geografi


*ditambah data dari Propinsi masing-masing*

Distribusi angka penemuan penderita baru kusta di Indonesia terlihat


pada peta

2
Modul UPK 2012
CDR 2011

3
Modul UPK 2012
JUMLAH KASUS BARU KUSTA, CASE DETECTION RATE (CDR),
KECACATAN, DAN PROPORSI KASUS PADA ANAK MENURUT PROVINSI TAHUN 201

Rel RFT Rate


Newly Detected Case
Regis aps (%)
Population
Provinces Wo tered ed CHIL GR 2
(2011) Dis. Chil CDR MB GR 2 WOMEN P/D
Total MB me Case Cas PB MB D RATE
gr.2 d
n es
D.I Aceh 4.553.215 592 441 74 60 295 542 5 95,8 82,4 13,00 74,49 12,50 10,14 49,83 1,63 0,92
North
Sumatera 13.118.327 170 149 17 23 64 204 0 92,6 98,8 1,30 87,65 10,00 13,53 37,65 0,13 1,20
West
Sumatera 4.909.358 75 58 4 2 24 87 0 57,6 78,9 1,53 77,33 5,33 2,67 32,00 0,08 1,16
100,
Riau 5.733.721 129 107 5 18 54 175 5 0 95,4 2,25 82,95 3,88 13,95 41,86 0,09 1,36
100,
Jambi 3.169.813 98 82 3 6 45 106 0 0 89,8 3,09 83,67 3,06 6,12 45,92 0,09 1,08
South
Sumatera 7.584.363 296 248 101 29 120 279 0 70,8 64,5 3,90 83,78 34,12 9,80 40,54 1,33 0,94
Bengkulu 1.743.279 22 16 7 1 8 22 0 100,0 1,26 72,73 31,82 4,55 36,36 0,40 1,00
Lampung 7.698.828 143 129 25 4 42 189 5 80,0 77,5 1,86 90,21 17,48 2,80 29,37 0,32 1,32
D.K.I.Jakar
ta 9.738.297 543 461 15 26 166 817 2 43,1 21,7 5,58 84,90 2,76 4,79 30,57 0,15 1,50
West Java 43.849.420 2.185 1.910 285 171 825 2.199 17 90,2 90,3 4,98 87,41 13,04 7,83 37,76 0,65 1,01
Central
Java 32.485.926 2.275 1.881 302 230 843 2.655 21 92,2 87,7 7,00 82,68 13,27 10,11 37,05 0,93 1,17
D.I.Yogyak
arta 3.491.671 79 69 9 2 29 207 26 10,0 177,8 2,26 87,34 11,39 2,53 36,71 0,26 2,62
East 5.28 4.52 2.14
Jawa 37.742.356 4 5 697 574 2 6.157 16 96,2 89,9 14,00 85,64 13,19 10,86 40,54 1,85 1,17
West
Kalimant
an 4.433.728 52 42 1 8 22 193 0 66,7 88,7 1,17 80,77 1,92 15,38 42,31 0,02 3,71

4
Modul UPK 2012
Central
Kalimanta
n 2.250.539 61 55 6 2 16 102 0 100 54,4 2,71 90,16 9,84 3,28 26,23 0,27 1,67
South
Kalimanta
n 3.696.903 185 170 27 11 57 254 3 93,3 75,4 5,00 91,89 14,59 5,95 30,81 0,73 1,37
East
Kalimanta
n 3.686.640 183 157 7 19 51 172 0 86,7 65,0 4,96 85,79 3,83 10,38 27,87 0,19 0,94
North
Sulawesi 2.298.489 394 345 21 46 152 401 0 96,2 87,8 17,14 87,56 5,33 11,68 38,58 0,91 1,02
Central
Sulawesi 2.685.024 320 251 8 46 116 318 2 94,6 91,0 11,92 78,44 2,50 14,38 36,25 0,30 0,99
South 94,
Sulawesi 8.124.645 1.338 1.128 162 83 527 1.252 11 9 84,7 16,47 84,30 12,11 6,20 39,39 1,99 0,94
South
East
Sulawesi 2.277.864 321 272 13 23 135 329 1 93,9 89,6 14,09 84,74 4,05 7,17 42,06 0,57 1,02
100,
Bali 3.972.385 114 84 4 5 37 117 3 0 100,0 2,87 73,68 3,51 4,39 32,46 0,10 1,03
W Nusa 100,
Tenggara 4.550.546 370 246 21 92 170 331 0 0 94,0 8,13 66,49 5,68 24,86 45,95 0,46 0,89
E.Nusa 100,
Tenggara 4.778.348 282 210 9 27 151 315 0 0 62,9 5,90 74,47 3,19 9,57 53,55 0,19 1,12

Maluku 1.575.642 671 523 32 86 300 717 3 91,5 79,9 42,59 77,94 4,77 12,82 44,71 2,03 1,07

Papua 2.984.580 1515 899 38 399 643 2.053 21 48,6 52,5 50,76 59,34 2,51 26,34 42,44 1,27 1,36

Banten 10.922.177 500 441 75 72 211 947 17 89,7 94,9 4,58 88,20 15,00 14,40 42,20 0,69 1,89

Gorontalo 1.063.131 187 177 23 16 69 199 1 93,3 84,5 17,59 94,65 12,30 8,56 36,90 2,16 1,06
North 57,
Maluku 1.063.187 597 409 23 94 261 681 0 5 94,1 56,15 68,51 3,85 15,75 43,72 2,16 1,14
Bangka
Belitung 1.261.065 34 27 1 1 15 30 2 88,9 88,9 2,70 79,41 2,94 2,94 44,12 0,08 0,88
West 76, 105,4
Papua 788.233 831 456 4 240 321 782 3 9 46,8 3 54,87 0,48 28,88 38,63 0,51 0,94

5
Modul UPK 2012
West
Sulawesi 1.189.097 159 121 6 34 49 177 0 90,0 85,0 13,37 76,10 3,77 21,38 30,82 0,50 1,11
Riau 100
Ilands 1.761.385 17 10 0 2 7 24 0 ,0 42,9 0,97 58,82 0,00 11,76 41,18 0,00 1,41

20.02 16.09 2.02 2.45 7.96 23.03 83,


Total 241.182.182 2 9 5 2 7 3 139 4 83,1 8,30 80,41 10,11 12,25 39,79 0,84 1,15

6
Modul UPK 2012

2 Distribusi menurut waktu *ditambah data dari Propinsi


masing-masing*
Dalam 6 tahun terakhir ( 2000-2006 ), situasi penyakit kusta di
Indonesia tidak mengalami perubahan. Hal ini ditunjukkan dari data
pada tabel berikut :

Tahun Jumlah Jumlah Proporsi Proporsi


penderita penderita Cacat Tk 2 Anak (%)
terdaftar Baru (%)
2000 24.152 21.964 8.4 10.2
2001 17.712 14.722 8.8 10
2002 19.855 16.253 7.7 8.9
2003 18.337 15.913 8.0 10.5
2004 19.666 16.572 8.6 10.6
2005 21.537 19.695 8.7 9.1
2006 22.763 17.921 7.8 9.9

7
Modul UPK 2012

3 Distribusi menurut orang

a. Etnik atau suku


Kejadian penyakit kusta menunjukkan adanya perbedaan
distribusi dapat dilihat karena faktor geografi. Namun jika
diamati dalam satu negara atau wilayah yang sama kondisi
lingkungannya ternyata perbedaan distribusi dapat terjadi
karena faktor etnik.
Di Myanmar kejadian kusta lepromatosa lebih sering terjadi pada
etnik Burma dibandingkan dengan etnik India. Situasi di
Malaysia juga mengindikasikan hal yang sama, kejadian kusta
lepromatosa lebih banyak pada etnik China dibandingkan etnik
melayu dan India.

b. Faktor sosial ekonomi


Sudah diketahui bahwa faktor sosial ekonomi berperan penting
dalam kejadian kusta. Hal ini terbukti pada negara-negara di
Eropa. Dengan adanya peningkatan sosial ekomomi, maka
kejadian kusta sangat cepat menurun bahkan hilang. Kasus
kusta pada pendatang di negara tersebut ternyata tidak
menularkan kepada orang yang sosial ekonominya tinggi.

c. Distribusi menurut umur


Berdasarkan statistik, distribusi penyakit kusta menurut umur
dilaporkan berdasarkan penemuan kasus baru karena saat
timbulnya penyakit sangat sulit diketahui. Pada penyakit kronik
seperti kusta, informasi berdasarkan data penemuan kasus baru
dan data umur pada saat timbulnya penyakit mungkin tidak
menggambarkan resiko spesifik umur. Kusta diketahui terjadi
pada semua usia berkisar antara bayi sampai usia lanjut (3
minggu sampai lebih dari 70 tahun). Namun yang terbanyak
adalah pada umur muda dan produktif.

d. Distribusi menurut jenis kelamin


Kusta dapat mengenai laki-laki dan perempuan. Berdasarkan
laporan, sebagian besar negara didunia kecuali dibeberapa
negara di Afrika menunjukkan bahwa laki-laki lebih banyak dari
pada wanita.
Relatif rendahnya kejadian kusta pada perempuan kemungkinan
karena faktor lingkungan atau faktor sosial budaya. Pada
kebudayaan tertentu akses perempuan ke pusat pelayanan
kesehatan sangat terbatas.

8
Modul UPK 2012

C. FAKTOR-FAKTOR YANG MENENTUKAN


TERJADINYA SAKIT KUSTA

1 Penyebab
Penyebab penyakit kusta yaitu Mycobacterium Leprae dimana
untuk pertama kali ditemukan oleh G.H.Armauer Hansen pada
tahun 1873.
M.Leprae hidup dalam sel dan mempunyai afinitas yang besar
pada sel saraf (Schwan Cell)dan sel dari sistem retikulo endotelial.
Waktu pembelahan sangat lama, yaitu 2 – 3 minggu. Di luar tubuh
manusia (dalam kondisi tropis) kuman kusta dari sekret nasal
dapat bertahan sampai 9 hari. Pertumbuhan optimal in vivo
kuman kusta pada tikus adalah 27-30°C.

2 Sumber Penularan.
Hanya manusia satu-satunya sampai saat ini yang dianggap
sebagai sumber penularan walaupun kuman kusta dapat hidup
pada armadillo, simpanse dan pada telapak kaki tikus yang tidak
mempunyai kelenjar thymus (Athymic nude mouse).

3 Cara keluar dari Pejamu (Host)


Mukosa hidung telah lama dikenal sebagai sumber dari kuman.
Suatu kerokan hidung dari penderita tipe lepromatous yang tidak
diobati menunjukkan jumlah kuman sebesar 10 4 - 107. Dan telah
terbukti bahwa saluran napas bagian atas dari penderita tipe
lepromatous merupakan sumber kuman yang terpenting di dalam
lingkungan.

4 Cara Penularan
Kuman kusta mempunyai masa inkubasi rata-rata 2 – 5 tahun,
akan tetapi dapat juga bertahun-tahun. Penularan terjadi apabila
M. Leprae yang utuh (hidup) keluar dari tubuh penderita dan
masuk kedalam tubuh orang lain.

Secara teoritis penularan ini dapat terjadi dengan cara kontak


yang lama dengan penderita. Penderita yang sudah minum obat
sesuai regimen WHO tidak menjadi sumber penularan kepada
orang lain.

5 Cara masuk kedalam pejamu


Tempat masuk kuman kusta ke dalam tubuh pejamu sampai saat
ini belum dapat dipastikan. Diperkirakan cara masuknya adalah
melalui saluran pernapasan bagian atas dan melalui kontak kulit
yang tidak utuh.

9
Modul UPK 2012

6 Pejamu (Tuan rumah = Host)


Hanya sedikit orang yang akan terjangkit kusta setelah kontak
dengan penderita, hal ini disebabkan karena adanya imunitas. M.
Leprae termasuk kuman yang obligat intraseluler, dan sistem
kekebalan yang paling efektif adalah kekebalan seluler. Faktor
fisiologik seperti pubertas, menopause, kehamilan serta faktor
infeksi dan malnutrisi dapat meningkatkan perubahan klinis
penyakit kusta.

Sebagian besar (95 %) manusia kebal terhadap kusta, hanya


sebagian kecil yang dapat ditulari (5%). Dari 5 % yang tertular
tersebut sekitar 70 % dapat sembuh sendiri dan hanya 30 % yang
menjadi sakit.
Contoh:
Dari 100 orang yang terpapar; 95 orang tidak menjadi sakit, 3
orang sembuh sendiri tanpa obat, 2 orang menjadi sakit dimana
hal ini belum memperhitungkan pengaruh pengobatan.

Seseorang dalam lingkungan tertentu akan termasuk dalam salah


satu dari 3 kelompok berikut ini, yaitu :

a) Pejamu yang mempunyai kekebalan tubuh tinggi merupakan


kelompok terbesar yang telah atau akan menjadi resisten
terhadap kuman kusta.
b) Pejamu yang mempunyai kekebalan rendah terhadap kuman
kusta, bila menderita penyakit kusta biasanya tipe PB.
c) Pejamu yang tidak mempunyai kekebalan terhadap kuman
kusta yang merupakan kelompok kecil, bila menderita kusta
biasanya tipe MB

10
Modul UPK 2012

E. UPAYA PENGENDALIAN ATAU PEMUTUSAN


MATA RANTAI PENULARAN
Penentuan kebijakan dan metoda pengendalian penyakit kusta sangat
ditentukan oleh pengetahuan epidemiologi kusta dan perkembangan
ilmu dan tekhnologi di bidang kesehatan.
Upaya pemutusan mata rantai penularan penyakit kusta dapat
dilakukan melalui :
a. Pengobatan MDT pada penderita kusta
b. Vaksinasi BCG.

Dari hasil penelitian di Malawi, tahun 1996 didapatkan bahwa


pemberian vaksinasi BCG satu dosis dapat memberikan perlindungan
sebesar 50 %, dengan pemberian dua dosis dapat memberikan
perlindungan terhadap kusta hingga 80 %. Namun demikian
penemuan ini belum menjadi kebijakan program di Indonesia dan
masih memerlukan penelitian lebih lanjut, karena penelitian di
beberapa negara memberikan hasil yang berbeda.

Berikut ini adalah bagan dimana kita dapat melakukan intervensi


terhadap faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya sakit kusta dalam
rangka memutuskan mata rantai penularan.

11
Modul UPK 2012

Cara Pemutusan Mata Rantai Penularan Penyakit Kusta

- Vaksinasi
- Kemoprofilaksis
(Masih dalam
pengembangan)
Pengobatan
MDT
Menjadi sakit dan tubuh
mereka menjadi tempat
perkembangan
Mycobacterium leprae

Tuan Penderita
rumah/Host: Kusta
yang menjadi
kekebalannya sumber
kurang penularan

Cara masuk ke Cara keluar:


host: dari dari saluran
saluran nafas nafas

Cara penulaan utama:


Melalui percikan
droplet

12
Modul UPK 2012

BAB II
DIAGNOSIS & KLASIFIKASI

TUJUAN PEMBELAJARAN

Tujuan Instruksional Umum

Setelah menyelesaikan materi ini, peserta akan dapat menegakkan


diagnosis dan menentukan klasifikasi penyakit kusta

Tujuan Instruksional Khusus

Setelah mengikuti materi ini,peserta akan dapat:


a. Menyebutkan dasar diagnosis kusta
b. Menyebutkan tanda-tanda tersangka (suspek) kusta
c. Mengetahui diagnosa banding kusta
d. Menyebutkan dasar klasifikasi penyakit kusta
e. Menyebutkan tujuan klasifikasi penyakit kusta
f. Menyebutkan jenis klasifikasi penyakit kusta
g. Menjelaskan hubungan antara kekebalan seluler dan klasifikasi
penyakit kusta

A. DIAGNOSIS KUSTA
Diagnosis penyakit kusta hanya dapat didasarkan pada penemuan tanda
utama (Cardinal sign); yaitu :

1. Lesi (kelainan) kulit yang mati rasa.

Kelainan kulit dapat berbentuk bercak putih (hipopigmentasi) atau


kemerah-merahan (eritematous) yang mati rasa (anestesi).

2. Penebalan saraf tepi yang disertai dengan gangguan fungsi saraf.

Gangguan fungsi saraf ini merupakan akibat dari peradangan kronis


saraf tepi (neuritis perifer). Gangguan fungsi saraf ini bisa berupa:

a. Gangguan fungsi sensoris : mati rasa

13
Modul UPK 2012

b. Gangguan fungsi motoris : kelemahan otot (Parese) atau


kelumpuhan (Paralisis)
c. Gangguan fungsi otonom : Kulit kering dan retak-retak.

3. Basil tahan asam (BTA ) positif

Bahan pemeriksaan BTA diambil dari kerokan kulit (skin smear) asal
cuping telinga (rutin) dan bagian aktif suatu lesi kulit. Untuk tujuan
tertentu kadang jaringan diambil dari bagian tubuh tertentu (biopsi).
Pemeriksaan kerokan kulit hanya dilakukan pada kasus yang
meragukan.

Perlu diingat bahwa tanda-tanda utama tersebut dapat tetap


ditemukan pada pasien yang sudah sembuh (RFT). Anamnesis yang
teliti perlu dilakukan untuk menghindari pengobatan ulang yang
tidak perlu.

Untuk mendiagnosis penyakit kusta, minimal harus ditemukan satu


Cardinal sign. Tanpa adanya Cardinal sign, kita hanya boleh menyatakan
sebagai tersangka (suspek) kusta.

TANDA-TANDA MUNGKIN KUSTA (SUSPEK):


1. Tanda-tanda pada kulit :

a. Kelainan kulit berupa bercak merah atau putih, atau benjolan


b. Kulit mengkilap

c. Bercak yang tidak gatal

d. Adanya bagian-bagian tubuh yang tidak berkeringat atau tidak


berambut

e. Lepuh dan atau luka tidak nyeri

1 2. Tanda-tanda pada saraf :

a. Rasa kesemutan, tertusuk-tusuk dan nyeri pada anggota


gerak atau wajah.

b. Gangguan gerak anggota gerak dan atau bagian wajah.

c. Adanya cacat (deformitas).

14
Modul UPK 2012

d. Luka( ulkus) yang sulit sembuh.

Tanda-tanda tersebut di atas bukanlah tanda utama penyakit kusta,


namun jika ditemukan sebaiknya dilakukan pemeriksaan lebih teliti.

Jika diagnosis kusta masih belum dapat ditegakkan, tindakan yang dapat
dilakukan adalah :
- Rujuk
- Pikirkan kemungkinan penyakit kulit lain (seperti panu, kurap,
kudis, frambusia) dan obati.
- Tunggu 3-6 bulan dan periksa kembali adanya mati rasa, jika lesi
kulit tersebut benar kusta maka dalam periode tersebut mati rasa
harusnya menjadi jelas dan kita dapat memulai MDT.

Jika tidak ditemukan adanya mati rasa yang jelas maupun penebalan
saraf namun ada tanda-tanda mencurigakan seperti nodul,
pembengkakan pada wajah atau cuping telinga, atau infiltrasi pada kulit,
perlu dilakukan pemeriksaan kerokan kulit (skin smear). Pengambilan
apusan harus dilakukan oleh petugas terlatih. Pewarnaan dan
pemeriksaan dapat dilakukan di Puskesmas yang memiliki tenaga serta
fasilitas untuk pemeriksaan BTA.

Catatan:
Pada daerah endemik rendah, pengobatan MDT baru diberikan
hanya setelah konfirmasi diagnosis ditegakkan oleh petugas terlatih
(Wasor kabupaten/petugas Puskesmas PRK).

DIFFERENSIAL DIAGNOSIS KUSTA


( DIAGNOSIS BANDING KUSTA )
Manifestasi klinis lesi penyakit Kusta melibatkan kulit, saraf perifer dan
membran mukosa. Lesi kusta dapat berupa makula, papula, nodul,
infiltrat, ulkus, bercak anestesi, dsb. Lesi kusta dapat dikelompokkan
dalam tiga kelompok, yaitu makula (lesi datar), infiltrat (meninggi), dan
bentuk noduler.
Lesi kusta menyerupai banyak lesi penyakit lain dan menyerupai sejumlah
penyakit yang berbeda. Karena itu kusta seringkali salah didiagnosis
dengan penyakit lain & sebaliknya.

15
Modul UPK 2012

1. DD lesi makular (Lesi berbentuk datar)


a. Vitiligo
Bentuk lesi yang berupa hilangnya sebagian pigmen seringkali dikelirukan
sebagai lesi kusta. Tetapi karena sensasi pada bercak kulit vitiligo normal,
maka pemeriksaan yang teliti dapat menghindarkan terjadinya kekeliruan
tersebut. Lesi khas vitiligo, berupa bercak berwarna putih meyerupai susu
justru sangat mudah didiagnosis. Pola lesi tidak mengalami perubahan
seiring waktu.

b. Tinea versicolor (Pityriasis versicolor)


Merupakan penyakit jamur yang sering terjadi di negeri tropis dan ciri
khasnya berupa bercak pigmentasi bersisik, superfisial dengan bentuk
ireguler dan sering berlokasi di leher dan badan. Seringkali dikelirukan
dengan bercak kusta, tetapi fungsi sensasi daerah yang terkena normal.

c. Pityriasis alba atau Pityriasis simplex


Penyakit kulit ini bentuk khasnya berupa makula bentuk bundar atau oval
dengan sisik. Infeksi streptococcus superfisial, infestasi parasit dan
defisiensi vitamin dicurigai merupakan faktor penyebab penyakit ini.
Wajah, leher dan bahu merupakan tempat predileksi. Fungsi sensasi
daerah kulit yang terkena adalah normal. Lesi penyakit ini seringkali
menyerupai lesi kusta tipe indeterminate.

d. Dyschromia Nutrisional
Lesi hipopigmentasi di daerah wajah yang disebabkan kurang
seimbangnya nutrisi dalam diet sehari-hari seringkali terlihat pada anak-
anak. Sering dihubungkan dengan parasit usus halus dan gangguan
saluran cerna. Fungsi sensasi kulit di daerah yang terkena dan saraf-saraf
perifer di lokasi tersebut normal.

2. DD Lesi Infiltrasi yang meninggi


a. Granuloma annulare
Bentuk penyakit ini menyerupai lesi kusta tipe tuberculoid, terutama
mengenai anak dan dewasa muda. Ciri khasnya berupa pembentukan
papul atau nodul berbentuk annular (cincin). Lesinya indolen dan tidak
menimbulkan keluhan.

b. Tinea circinata
Ringworm atau tinea circinata sering ditemukan di negara-negara tropis
dan sangat menyerupai kusta tuberculoid. Lesinya gatal dan jamur terlihat
lewat pemeriksaan kerokan kulit. Pinggirnya yang meninggi sering

16
Modul UPK 2012

meradang dan mengandung vesikel atau krusta yang jarang ditemukan


pada lesi kusta. Fungsi sensasi dan keringat normal. Saraf perifer regional
juga tidak menebal.

c. Psoriasis
Infiltrat plak eritem berbatas tegas, terutama menyerupai kusta tipe
tuberkuloid jika sisiknya menghilang karena pengobatan. Pada psoriasis,
tidak ditemukan cardinal sign untuk kusta dan jika sisiknya diangkat akan
timbul titik-titik perdarahan. Lesi psoriasis umumnya gatal, banyak dan
simetris.

3. DD. Untuk lesi berbentuk noduler


Penyakit Von Recklinghausen
Nodul-nodulnya biasanya lunak dan bertangkai. Lesinya mungkin
menyerupai kusta lepromatous.

Setelah seseorang didiagnosis menderita kusta, maka tahap selanjutnya


yang perlu dilakukan adalah menentukan tipe/klasifikasi penyakit kusta
yang diderita. Penentuan tipe penyakit kusta pada seorang penderita
disebut klasifikasi penyakit kusta.

B. KLASIFIKASI
DASAR KLASIFIKASI
Penyakit kusta dapat diklasifikasi berdasarkan beberapa hal yaitu :

a. Manifestasi Klinik, yaitu jumlah lesi kulit, jumlah saraf yang


terganggu, dsb.
b. Hasil pemeriksaan bakteriologis, yaitu skin smear basil tahan asam
(BTA) positif atau negatif. Pemeriksaan laboratorium hanya
dilakukan bila klasifikasi meragukan.

TUJUAN KLASIFIKASI
Klasifikasi penyakit kusta penting karena berhubungan dengan beberapa
hal :

a. Tipe penyakit kusta menentukan jenis dan lamanya pengobatan


penyakit.

17
Modul UPK 2012

b. Tipe penyakit kusta menentukan kapan penderita di


RFT

JENIS KLASIFIKASI
Dikenal banyak jenis klasifikasi penyakit kusta yang cukup menyulitkan,
misalnya Klasifikasi Madrid. Ada pula klasifikasi Ridley-Jopling dan
klasifikasi WHO.

Penentuan klasifikasi ini didasarkan pada tingkat kekebalan tubuh dan


jumlah bakteri. Makin rendah kekebalan sel penderita, tipe yang diderita
makin ke arah MB.

Normal Jumlah Kuman

Kekebalan Seluler

PB MB W H
O

Klasifikasi WHO (1982 kemudian disempurnakan pada tahun 1997)

Klasifikasi ini dikembangkan oleh kelompok ahli WHO pada tahun 1982
dan khusus dimaksudkan untuk pengobatan pada kondisi lapangan.
Dalam klasifikasi ini seluruh penderita kusta hanya dibagi dalam 2 tipe
yaitu tipe Paucibacillary (PB) dan Multibacillary (MB). Dasar dari
klasifikasi ini adalah gambaran klinis dan hasil pemeriksaan BTA melalui
pemeriksaan kerokan kulit

18
Modul UPK 2012

Dalam keadaan ragu-ragu untuk mengklasifikasikan tipe penyakit kusta


yang diderita, konfirmasi klasifikasi akan dilakukan oleh Wasor
Kabupaten/Propinsi, termasuk kemungkinan melakukan pemeriksaan
kerokan kulit (skin smear).

Pedoman utama untuk menentukan klasifikasi/tipe penyakit kusta menurut WHO


adalah sebagai berikut :

Tanda Utama PB MB
Bercak kusta Jumlah 1 – 5 Jumlah lebih dari 5

Penebalan saraf disertai Satu saraf Lebih dari satu


gangguan fungsi saraf

BTA negatif
Sediaan apusan BTA positif

19
Modul UPK 2012

ALUR DIAGNOSA dan KLASIFIKASI

TANDA UTAMA

ADA RAGU TIDAK ADA

KUSTA MUNGKIN BUKAN KUSTA


KUSTA

-Jumlah Bercak Kusta BTA Atau Observasi


-Penebalan Saraf disertai 3-6 bulan
Gangguan fungsi
-BTA

Tanda utama

Bercak 1-5 Bercak > 5


Saraf 1 Saraf >1
BTA ( - ) BTA ( + )
Ada Tidak Ada Ragu

PB MB

Rujuk

20
Modul UPK 2012

BAB III
PEMERIKSAAN DAN CHARTING

TUJUAN PEMBELAJARAN
Tujuan Instruksional umum
Setelah menyelesaikan materi ini, peserta akan dapat melakukan
pemeriksaan yang sistematis,lengkap dan benar .

Tujuan Instruksional Khusus


Setelah mengikuti materi ini, peserta akan dapat :
1. Menjelaskan tahapan pemeriksaan
2. Melakukan tes pada bercak di kulit
3. Melakukan perabaan ( palpasi ) saraf
4. Melakukan pemeriksaan fungsi saraf ( VMT/ST )
5. Menggambarkan simbol kelainan penyakit kusta ( Charting )

Pemeriksaan klinis yang teliti dan lengkap sangat penting dalam


menegakkan diagnosis kusta, sehingga dalam melakukan pemeriksaan
harus diperhatikan beberapa langkah atau tahapan pemeriksaan.

A. TAHAPAN PEMERIKSAAN
Anamnesis :
- Nama, alamat, daerah asal
- Riwayat tanda-tanda kulit/saraf yang dicurigai

- Riwayat kontak dengan penderita

- Riwayat penyakit yang pernah diderita sebelumnya atau yang


sedang diderita.

- Riwayat penyakit-penyakit dalam keluarga

- Riwayat lainnya (termasuk riwayat pengobatan maupun alergi


terhadap obat-obatan tertentu)

21
Modul UPK 2012

Pemeriksaan Klinis
a. Kulit

Syarat-syarat pemeriksaan kulit :

1) Tempat pemeriksaan yang cukup terang dengan penerangan sinar


matahari tidak langsung (pada siang hari).
2) Sedapat mungkin seluruh permukaan tubuh diperiksa, dengan
memperhatikan batas-batas privasi pasien.

3) Kepada yang diperiksa dan keluarganya diberikan penjelasan


tentang cara pemeriksaan. Sedapat mungkin seluruh tubuh
diperiksa, dengan memperhatikan batas-batas kesopanan. Anak-
anak cukup memakai celana pendek, sedangkan orang dewasa
(laki-laki dan wanita) memakai sarung tanpa baju.

Tahap Pemeriksaan

Pemeriksaan Pandang

1) Pasien menghadap cahaya


2) Pemeriksaan dimulai dengan orang yang diperiksa berhadapan
dengan petugas dan dimulai dari kepala (muka, cuping telinga
kiri, pipi kiri, pipi kanan, cuping telinga kanan,hidung, mulut,
dagu, leher bagian depan). Semua kelainan kulit diperhatikan.
3) Pundak kanan, lengan bagian belakang, tangan, jari-jari tangan
(penderita diminta meluruskan tangan ke depan dengan telapak
tangan menghadap ke atas), telapak tangan, lengan bagian
dalam, ketiak, dada dan perut ke pundak kiri, lengan kiri dan
seterusnya (putarlah penderita pelan-pelan dari sisi yang satu ke
sisi yang lainnya untuk melihat sampingnya pada waktu
memeriksa dada dan perut).
4) Tungkai kanan bagian luar dari atas ke bawah, bagian dalam dari
bawah ke atas, tungkai kiri dengan cara yang sama.
5) Yang diperiksa kini diputar sehingga membelakangi petugas dan
pemeriksaan dimulai lagi dari;
Bagian belakang telinga, bagian belakang leher, punggung,
pantat, tungkai bagian belakang dan telapak kaki. Perhatikan
setiap bercak (makula), bintil-bintil (nodulus), jaringan parut, kulit
yang keriput dan setiap penebalan kulit. Bilamana meragukan,
putarlah penderita pelan-pelan dan periksa pada jarak kira-kira ½
meter.

22
Modul UPK 2012

6) Perhatikan kelainan dan cacat yang terdapat pada tangan dan


kaki seperti atropi, jari kiting, pemendekan jari dan ulkus. Pada
pemeriksaan pandang tentukan kelainan kulit yang akan di tes
selanjutnya.

Pemeriksaan Rasa Raba Kulit


1) Periksa rasa raba pada kelainan kulit untuk
mengetahui hilang/kurangnya rasa (dengan menggunakan kapas
yang diruncingkan ujungnya) secara tegak lurus pada kelainan kulit
yang dicurigai.
2) Sebaiknya penderita duduk pada waktu
pemeriksaan.

3) Terlebih dahulu petugas menerangkan bahwa


bilamana merasa tersentuh bagian tubuhnya dengan kapas, ia
harus menunjuk kulit yang disentuh dengan jari telunjuknya,
menghitung jumlah sentuhan atau dengan menunjukkan jari tangan
ke atas untuk bagian yang sulit dijangkau. Ini dikerjakan dengan
mata terbuka. Bilamana hal ini telah jelas, maka ia diminta
menutup matanya, kalau perlu matanya ditutup dengan sepotong
kain/karton.

4) Kelainan-kelainan dikulit diperiksa secara


bergantian dengan kulit yang normal disekitarnya untuk
mengetahui ada tidaknya anestesi.

Saraf tepi
Pemeriksaan saraf harus sistematis : Saraf Auricularis magnus di
belakang telinga, saraf Ulnaris pada siku, saraf Radialis di lengan
atas, saraf Medianus di pergelangan tangan, saraf Peroneus
communis (atau poplitea lateralis) di belakang lutut dan saraf
Tibialis posterior di mata kaki sebelah dalam (lihat gambar berikut
ini).

Gambar/diagram berikut menunjukkan tempat dimana saraf tepi


mengalami kerusakan atau penebalan :

23
Modul UPK 2012

Saraf Facialis
Saraf
Auricularis
Magnus

Saraf Medianus
Saraf Radialis

Saraf cutaneus
Saraf Ulnaris radialis

Saraf Peroneus communis

Saraf Tibialis Posterior

24
Modul UPK 2012

Inspeksi untuk melihat kelainan pada kulit pasien, sekaligus untuk


mengetahui fungsi saraf dimuka.

Palpasi Saraf
- Meraba atau palpasi sedemikian rupa jangan sampai menyakiti
atau penderita mendapat kesan kurang baik.
- Bandingkan selalu waktu melakukan perabaan saraf antara yang
kanan dan kiri.

- Apakah saraf tersebut membesar.

- Apakah nyeri raba atau tidak (perhatikan perubahan raut muka


penderita sementara meraba sarafnya).

Syarat-syarat :

1. Pemeriksa berhadapan dengan penderita.


2.Perabaan dilakukan dengan tekanan ringan sehingga tidak
menyakiti penderita.
3.Pada saat meraba saraf, perhatikan :
a. Apakah ada penebalan / pembesaran.
b. Apakah saraf kiri dan kanan sama besarnya atau berbeda.
c. Apakah ada nyeri atau tidak pada perabaan saraf.

Saat palpasi saraf temukan apakah ada kesan kesakitan tanpa


menanyakan sakit atau tidak .

Catatan :
Untuk dapat membedakan dengan mudah apakah ada penebalan/
pembesaran diperlukan pengalaman palpasi saraf yang normal
pada orang sehat.

Tehnik Perabaan Saraf

1. Saraf Auricularis magnus

Penebalan pada saraf auricularis magnus tidak selalu ditemukan


melalui palpasi. Sebagian besar kasus menemukan penebalan
saraf ini justru melalui inspeksi.

25
Modul UPK 2012

Cara memeriksa :
Pasien diminta untuk memalingkan wajah dari sisi yang akan
diperiksa dengan memandang ke arah bahu. Bila memang
dengan inspeksi tidak ditemukan penebalan saraf ini, telusuri
daerah sisi leher bagian atas dibelakang m.
Sternocleidomastoideus dengan meraba dari arah craniolateral ke
caudomedial.
2. Saraf Ulnaris
a. Tangan kanan pemeriksa memegang lengan kanan bawah
penderita dengan posisi siku sedikit ditekuk sehingga
lengan penderita relaks.
b. Dengan jari telunjuk dan jari tengah tangan kiri pemeriksa
mencari sambil meraba saraf Ulnaris di dalam sulkus nervi
ulnaris yaitu lekukan diantara tonjolan tulang siku dan
tonjolan kecil di bagian medial (epicondilus medialis).
c. Dengan memberi tekanan ringan pada saraf Ulnaris sambil
digulirkan dan menelusuri ke atas dengan halus sambil
melihat mimik / reaksi penderita apakah tampak kesakitan
atau tidak.
d. Kemudian dengan prosedur sama memeriksa saraf Ulnaris
kiri.

3. Saraf Peroneus Communis (= Poplitea Lateralis)

a. Penderita diminta duduk disuatu tempat (kursi,tangga, dll)


dengan kaki dalam keadaan relaks
b. Pemeriksa duduk di depan penderita dengan tangan
kanan memeriksa kaki kiri penderita dan tangan kiri
memeriksa kaki kanan.

26
Modul UPK 2012

c. Pemeriksa meletakkan jari telunjuk dan jari tengah pada


pertengahan betis penderita bagian luar sambil pelan-pelan
meraba ke atas sampai menemukan benjolan tulang (caput
fibula), setelah menemukan tulang tersebut jari pemeriksa
meraba saraf peroneus  1 cm ke arah belakang.

d. Dengan tekanan yang ringan saraf tersebut digulirkan


bergantian ke kanan dan ke kiri sambil melihat mimik /
reaksi penderita.

4. Saraf Tibialis Posterior

a. Penderita masih dalam duduk relaks.


b. Pemeriksa meraba saraf tibialis Posterior di bagian
belakang bawah dari mata kaki sebelah dalam
(malleolus medialis)

27
Modul UPK 2012

Pemeriksaan Fungsi Saraf


Pemeriksaan fungsi saraf penting karena merupakan suatu alat
untuk mendeteksi reaksi kusta secara dini. Manfaat ini harus
dipahami oleh petugas maupun penderita.

Pemeriksaan fungsi saraf dilakukan pada mata, tangan dan kaki


baik fungsi sensorik ataupun motorik(pemeriksaan sensorik pada
mata tidak dilakukan).

Pemeriksaan Fungsi Sensorik dan Motorik (Sensory Test/ST


dan Voluntary Muscle Test/VMT)

ST dan VMT dilakukan pada semua penderita kusta yang


berkunjung ke Puskesmas yaitu :
a) Penderita baru / kunjungan pertama.
b) Penderita dalam pengobatan MDT.
c) Penderita yang akan dinyatakan RFT.

Pemeriksaan ini juga dilakukan setiap kali penderita berkunjung ke


Puskesmas atau saat petugas berkunjung ke rumah penderita.
Hasil pemeriksaan dicatat pada form Pemantauan Fungsi Saraf /PFS
(dahulu dikenal form POD) secara lengkap sesuai petunjuk setiap
kali agar dapat segera menindak lanjuti kelainan yang ditemukan
antara lain :
1). Perawatan diri.
2). Mengobati reaksi.
3). Merujuk penderita bila perlu.

Sebelum memeriksa adanya gangguan fungsi saraf, pemeriksa


perlu mengetahui fungsi normal dari saraf yang diperiksa. Tabel

28
Modul UPK 2012

berikut memperlihatkan ringkasan fungsi normal saraf-saraf yang


diperiksa dengan VMT/ST.

Area persarafan dan fungsi normal saraf-saraf yang diperiksa


dengan VMT/ST adalah sebagai berikut :

Fungsi
Saraf
Motorik Sensorik & Otonom
Memper-sarafi Tidak diperiksa di lapangan
Facialis

kelopak mata
agar bisa
menutup
Memper-sarafi Rasa raba serta serta fungsi otonom telapak tangan : separuh
Ulnaris

jari tangan ke 4 jari ke 4 (jari manis) & ke 5 (jari kelingking)


dan ke 5

Memper-sarafi Rasa raba dan fungsi otonom telapak tangan bagian ibu jari,
Medianus

jari ibu jari, jari ke 2, 3, dan separuh jari ke 4.


telunjuk dan jari
tengah PALMAR DORSAL

Kekuatan Tidak diperiksa di lapangan


Radialis

pergelang-an
tangan
communis

Kekuatan Tidak diperiksa di lapangan


Peroneus

pergelang-an
Kaki

29
Modul UPK 2012

Memper-sarafi Rasa raba dan fungsi otonom telapak kaki.


Tibialis posterior
jari-jari kaki
(Otonom : Tidak diperiksa di lapangan)

Langkah – Langkah Pemeriksaan Fungsi Saraf

1. Persiapan Pemeriksaan Fungsi Saraf

a. Siapkan Formulir Pemantauan Fungsi Saraf


Tepi/PFS.
b. Siapkan ballpoin yang ringan untuk pemeriksaan ST
dan kertas untuk pemeriksaan konfirmasi.
c. Siapkan tempat duduk untuk penderita dan
pemeriksa.

2. Tehnik Pemeriksaan Fungsi Saraf (ST dan VMT)

Periksa secara berurutan agar tidak ada yang terlewatkan mulai


dari kepala sampai kaki.
a. Mata
Fungsi Motorik ( Gangguan Fungsi Saraf Facialis
menyebabkan Lagopthalmos)

1) Penderita diminta memejamkan mata sambil


diminta sedikit menengadah.
2) Dilihat dari depan / samping apakah mata
tertutup dengan sempurna / tidak ada celah.
3) Bagi mata yang menutup tidak rapat, diukur
lebar celahnya lalu dicatat (misalnya lagopthalmos +, 3
mm).

30
Modul UPK 2012

b. Tangan
Fungsi Sensorik (Saraf Ulnaris dan Medianus)

1) Posisi penderita : Tangan yang akan diperiksa di letakkan di


atas meja / paha penderita atau bertumpu pada tangan kiri
pemeriksa sedemikian rupa, sehingga semua ujung jari
tersangga (tangan pemeriksa yang menyesuaikan diri
dengan keadaan tangan penderita)misalnya claw hand.

2) Menjelaskan pada penderita apa yang akan dilakukan


padanya, sambil memperagakan dengan menyentuhkan
ujung ballpoin pada lengannya dan satu atau dua titik pada
telapak tangannya.

3) Bila penderita merasakan sentuhan tersebut diminta untuk


menunjuk tempat sentuhan tersebut dengan jari tangan
yang lain.
4) Pemeriksaan diulangi sampai penderita mengerti dan
kooperatif.
5) Penderita diminta menutup mata atau menoleh ke arah
berlawanan dari tangan yang diperiksa.
6) Penderita diminta menunjuk tempat yang terasa disentuh.
7) Dengan ujung ballpen pemeriksa menyentuh tangan
penderita pada titik-titik sesuai dengan gambar pada form
POD. Usahakan pemeriksaan titik-titik tersebut tidak
berurutan (secara acak).

31
Modul UPK 2012

Keterangan :
- Bila terasa ------------ > 
- Bila tidak terasa ------------ > X

c. Kaki
Fungsi Sensorik (Saraf Tibialis Posterior)

1) Kaki kanan penderita diletakkan pada paha


kiri, usahakan telapak kaki menghadap ke atas. Tangan kiri
pemeriksa menyangga ujung jari kaki penderita.
2) Cara pemeriksaan sama seperti pada rasa
raba tangan, titik-titik yang diperiksa sesuai dengan form
Pemantauan Fungsi Saraf.
3) Pada daerah yang menebal sedikit menekan
dengan cekungan berdiameter 1 cm.

Keterangan :
- Bila terasa ------------ > 
- Bila tidak rasa ------------ > X

d. Tangan
Fungsi Motorik (Saraf Ulnaris, Medianus dan Radialis)

1). Jari Kelingking (Saraf Ulnaris)

32
Modul UPK 2012

Tangan kanan pemeriksa memegang jari telunjuk sampai jari


manis agar posisi tangan menghadap keatas ( ekstensi
maksimal ).Minta pasien mendorong jari kelingkingnya keluar
seperti terlihat pada gambar. Kemudian dorong jari
kelingking pada pangkal jari ( ruas ketiga ) mendekati jari
lainnya sementara pasien diminta menahan pada posisi
awal.

Penilaian :
Bila ada tahanan : Kuat / K
Bila tahanan lemah atau kelingking
terdorong : Lemah/Sedang/S
Bila tidak bisa menahan dorongan : Lumpuh / L

Bila pada pemeriksaan tersebut hasilnya meragukan apakah


kuat atau ada kelemahan, maka lakukanlah tes konfirmasin
berikut ini.

Tes Konfirmasi
Penderita diminta menjepit sehelai kertas yang diletakkan di
antara jari manis dan jari kelingking tersebut, lalu pemeriksa
menarik kertas tersebut sambil menilai ada tidaknya tahanan
/ jepitan terhadap kertas tersebut.

Penilaian :
Bila ada tahanan kuat : Kuat / K
Bila tahanan lemah : Lemah/Sedang/S
Bila tidak bisa menjepit kertas : Lumpuh / L

33
Modul UPK 2012

2). Ibu Jari (Saraf Medianus)


a). Tangan kanan pemeriksa memegang jari telunjuk
sampai kelingking tangan kanan penderita agar
telapak tangan penderita menghadap ke atas, dan
dalam posisi ekstensi.

b). Ibu jari penderita ditegakkan ke atas sehingga tegak


lurus terhadap telapak tangan penderita (seakan-akan
menunjuk kearah hidung) dan penderita diminta untuk
mempertahankan posisi tersebut.

c). Jari telunjuk pemeriksa menekan pangkal ibu jari


penderita yaitu dari bagian batas antara punggung dan
telapak tangan menjauhi hidung, dan penderita
menahan ibu jari tersebut menjauhi telapak tangan.

Gambar 6.6a Gambar 6.6b


Keterangan :
Bila ada gerakan dan tahanan kuat : Kuat / K
Bila ada gerakan dan tahanan lemah : Sedang/S
Bila tidak ada gerakan :
Lumpuh / L

Catatan :

Selalu bandingkan kekuatan otot tangan kanan dan kiri untuk


menentukan adanya kelemahan.

34
Modul UPK 2012

3). Pergelangan tangan (Saraf Radialis)

a). Tangan kiri pemeriksa memegang lengan bawah tangan


kanan penderita .
b). Penderita diminta menggerakkan pergelangan tangan
kanan yang terkepal ke atas (ekstensi).
c). Penderita diminta bertahan pada posisi ekstensi (ke
atas) lalu dengan tangan kanan pemeriksa menekan
tangan penderita ke bawah ke arah fleksi.

Keterangan :
Bila ada gerakan dan tahanan kuat : Kuat / K
Bila ada gerakan dan tahanan lemah :
Lemah/Sedang/ S
Bila tidak ada gerakan : Lumpuh / L
(Pergelangan tangan tidak bisa ditegakkan ke atas)

e. Kaki
Fungsi motorik : Saraf Peroneus (= Poplitea Lateralis)

1). Dalam keadaan duduk, penderita diminta mengangkat


ujung kaki dengan tumit tetap terletak di lantai/ekstensi
maksimal (seperti berjalan dengan tumit).

2). Penderita diminta bertahan pada posisi ekstensi tersebut


lalu pemeriksa dengan kedua tangan menekan dengan
kuat punggung kaki penderita ke bawah / arah lantai.

Gambar 6.9a Gambar 6.9b


Keterangan :

35
Modul UPK 2012

- Bila ada gerakan dan tahanan kuat : Kuat / K


- Bila ada gerakan dan tahanan lemah : Lemah / S
- Bila tidak ada gerakan : Lumpuh / L

36
Modul UPK 2012

B. CHARTING
(=MENGGAMBAR SIMBOL KELAINAN KUSTA)

Merupakan pemetaan kelainan akibat kusta yang terdapat pada tubuh


penderita ke gambar tubuh di kartu penderita menggunakan simbol-
simbol baku yang sudah ditetapkan dengan tujuan sebagai bukti
ketepatan diagnosis yang telah dilakukan. Simbol-simbol tersebut dan
artinya adalah sebagai berikut :

Bercak kusta keputihan atau kemerahan

Mati rasa

Bercak putih/merah yang mati rasa berbatas tegas

Bercak putih/merah yang mati rasa berbatas tidak jelas

Infiltrat yang luas dan merata

Nodul /Benjolan

Penebalan saraf

37
Modul UPK 2012

ll Alis mata rontok/madarosis

Hidung pelana

Kontraktur lemas (clawing = c)

Kontraktur kaku (stiffness = s )

Mutilasi/absorbsi (Hilangnya/susutnya jari-jari atau bagian


dari anggota gerak)

Ulkus

Tangan lunglai (Drop hand, drop wrist) / kaki semper ( drop foot)

Lo Lagopthalmos (Sulit memejamkan mata)

Catatan :
Bila ada kelainan kusta yang ditemukan pada tubuh penderita namun
tidak ada simbol yang disepakati untuk kelainan tersebut cukup
tuliskan bentuk kelainannya.

38
Modul UPK 2012

BAB IV
PENGOBATAN
TUJUAN PEMBELAJARAN

Tujuan Instruksional Umum

Setelah menyelesaikan materi ini, peserta latih akan mampu


melaksanakan pengobatan bagi penderita kusta

Tujuan Instruksional Khusus

Setelah mengikuti materi ini, peserta latih akan dapat:

1. Menyebutkan tujuan pengobatan


2. Menentukan regimen pengobatan.
3. Menjelaskan mengenai pengobatan kusta (jangka waktu
pengobatan, macam obat)
4. Menjelaskan efek samping dan cara mengatasinya
5. Menjelaskan hasil evaluasi pengobatan (RFT, Default)

A.Tujuan Pengobatan Kusta


Melalui pengobatan, penderita diberikan obat-obat yang membunuh
kuman kusta. Dengan demikian, pengobatan bertujuan untuk:
1.Memutuskan mata rantai penularan
2.Menyembuhkan penyakit
3.Mencegah terjadinya cacat atau mencegah bertambahnya
kecacatan yang sudah ada sebelum pengobatan

B.Regimen Pengobatan Kusta


Multi Drug Therapy (MDT) adalah kombinasi dua atau lebih obat
antikusta yang salah satunya harus terdiri atas Rifampisin sebagai

39
Modul UPK 2012

antikusta yang bersifat bakterisid kuat dengan obat anti kusta


lain yang bersifat bakteriostatik.
Regimen MDT yang dianjurkan oleh WHO diberikan sesuai klasifikasi
penyakit yang diderita dan dikemas dalam bentuk blister pak yang
setiap blisternya adalah untuk satu bulan. Ada 4 blister pak berbeda
tetapi dengan obat-obat yang sama dengan dosis yang lebih rendah
untuk anak-anak. MDT aman diberikan untuk wanita dan anak-anak,
janin saat kehamilan, bahkan bayi dan saat menyusui.

Penderita Pausi Basiler (PB)

Untuk penderita PB diberikan enam blister yang harus diminum selama


6 -9 bulan.

Dewasa
- Pengobatan bulanan adalah dosis hari pertama dari blister MDT yang
diminum di depan petugas dan terdiri atas:
 Dua kapsul Rifampisin @ 300 mg (600 mg)
 Satu tablet Dapson (DDS) 100 mg

- Pengobatan harian adalah dosis obat-obat yang diminum mulai hari


kedua pengobatan hingga hari ke duapuluh delapan, dan terdiri atas:
 Satu tablet Dapson 100 mg

Untuk lebih jelasnya, sebagai pedoman praktis pemberian MDT bagi


penderita kusta tipe PB digunakan bagan sebagai berikut :

Nama < 5 tahun 5-9 10-<15 ≥ 15 Keteranga


Obat tahun tahun tahun n

Minum di
Rifampisi 300
450 mg/bln 600 mg/bln depan
n mg/bln
petugas
Berdasarka
n Minum di
25 100
Berat 50 mg/hari depan
mg/hari mg/hari
Badan petugas
DDS

25 Minum di
50 mg/hari 100 mg/hari
mg/hari rumah

40
Modul UPK 2012

Penderita Multi Basiler (MB)

Untuk penderita MB diberikan duabelas blister yang harus diminum


selama 12 -18 bulan.

Dewasa
- Pengobatan bulanan adalah dosis hari pertama dari blister MDT yang
diminum di depan petugas dan terdiri atas:
 Dua kapsul Rifampisin @ 300 mg (600 mg)
 Tiga kapsul Lampren @ 100 mg (300 mg)
 Satu tablet Dapson (DDS) 100 mg

- Pengobatan harian adalah dosis obat-obat yang diminum mulai hari


kedua pengobatan hingga hari ke duapuluh delapan, dan terdiri atas:
 Satu kapsul Lampren 50 mg
 Satu tablet Dapson 100 mg

Untuk lebih jelasnya, sebagai pedoman praktis pemberian MDT bagi


penderita kusta tipe MB digunakan bagan sebagai berikut:
< 5 tahun 10-<15
Jenis Obat 5-9 tahun ≥ 15 tahun Keterangan
tahun

Minum di depan
Rifampisin 300 mg/bln 450 mg/bln 600 mg/bln
petugas

Minum di depan
25 mg/bln 50 mg/bln 100 mg/bln
petugas
Dapson Berdasarka
(DDS) n
Berat 25 mg/hari 50 mg/hari 100 mg/hari Minum di rumah
Badan

Minum di depan
100 mg /bln 150 mg/bln 300 mg/bln
Clofazimin petugas
e
50 mg 2 kali 50 mg
50 mg/hari Minum dirumah
seminggu setiap 2 hari

Dosis bagi anak berusia dibawah 5 tahun disesuaikan dengan berat


badan.
 Rifampisin : 10-15 mg/kg BB
 DDS : 1-2 mg/kg BB
 Clofazimin :
Bulanan : 6 mg/kg BB
Harian : 1 mg/kgBB

41
Modul UPK 2012

C.Efek Samping MDT Dan Penanganannya


Walaupun dari pengalaman lapangan penderita kusta jarang
mengalami efek samping dari obat-obat kusta yang diberikan, namun
petugas perlu mengetahui efek samping berbagai obat antikusta yang
digunakan agar dapat memberikan penjelasan yang tepat kepada
penderita dan bertindak secara tepat apabila menghadapi keadaan
tersebut.

Rifampisin
Rifampisin jarang menimbulkan efek samping,tetapi tetap perlu
diwaspadai karena dapat menimbulkan :

-Sindroma pernafasan seperti sesak, hingga kollaps, dan shock. Atasi


segera dengan pemberian cairan, obat-obat anti shock seperti
adrenalin dan antihistamin. Jika tidak mampu ditangani, rujuk segera
ke rumah sakit terdekat. Tetapi efek samping ini sangat jarang terjadi.

- Hepatotoksik, umumnya nampak sebagai ikterus dan pasien


mengeluhkan mual serta hilangnya selera makan. Ada dua tipe
ikterus yaitu tipe ringan dan berlangsung sementara serta tipe berat
yang disertai dengan kerusakan sel hepar. Untuk kondisi lapangan
sangat sulit untuk membedakan kedua tipe tersebut oleh karena itu
rifampisin sebaiknya dihentikan dan pasien segera dirujuk ke
Puskesmas atau Rumah sakit terdekat. Umumnya dengan pemberian
Rifampicin 600 mg/bulan tidak berbahaya bagi hati dan ginjal
(kecuali ada tanda-tanda penyakit sebelumnya). Sebelum pemberian
obat ini perlu dilakukan tes fungsi hati apabila ada gejala-gejala yang
mencurigakan pengobatan Rifampicin supaya dihentikan sementara
bila timbul gejala gangguan fungsi hati dan dapat dilanjutkan
kembali bila fungsi hati sudah normal. Bila gangguan fungsi hati yang
terjadi pasti memang disebabkan oleh obat ini, maka rifampisin tidak
lagi diberikan.
- Sindroma kulit seperti rasa panas di badan (flushing), gatal
(pruritus). Biasanya hanya terjadi ringan dan sementara.

- Sindroma perut seperti rasa nyeri, mual, muntah dan diare. Hal ini
sering terjadi jika rifampisin diminum saat perut kosong.

- Sindrome “flu“ seperti demam, menggigil dan sakit tulang.


Penanganannya cukup dengan terapi simptomatik.

42
Modul UPK 2012

- Perubahan warna kencing, faeces, ludah, air mata dan keringat


menjadi merah. Ini hanya berlangsung sementara, perlu
diberitahukan kepada penderita agar tidak kaget.

Dapson (DDS)
- Secara umum, reaksi alergi akibat dapson (DDS) dapat menimbulkan
reaksi alergi pada kulit mulai ruam gatal pada kulit hingga
mengelupas (dermatitis exfoliatif), hingga sindrom Stevens-Johnson.
Reaksi alergi terhadap dapson dapat terjadi segera maupun
kemudian. Namun lesi kulit/bercak kusta pada pasien tidak pernah
terasa gatal atau terbakar. Tanda dan gejala awal mirip infeksi virus
sehingga pasien seringkali menghentikan pengobatan, tetapi jika
petugas menemui penderita seringkali tidak ada lagi tanda atau
gejala yang bisa dilihat. Jika petugas tidak memperhatikan riwayat
tersebut maka kemungkinan besar paparan kedua akan jauh lebih
membahayakan.

 “Dapson syndrome” merupakan salah satu bentuk reaksi


alergi terhadap dapson, merupakan reaksi hipersentivitas
yang sangat jarang terjadi dan umumnya terjadi pada 6
minggu pertama terapi. Karakteristik gejala dari ”Dapson
sindrom” ini adalah demam tinggi, malaise, dermatitis
papular atau exfoliative, hingga gejala pada hepar (ikterus,
hepatitis, dan hepatomegali), serta limfadenopati
menyeluruh.

 Penanganannya adalah menghentikan Dapson dan


menghindari semua obat yang tergolong senyawa sulfa.
Prinsip penanganan jika gejalanya berat adalah
menghentikan seluruh MDT dan merujuk penderita ke rumah
sakit untuk penanganan yang menyeluruh. Bila fasilitas
rawat inap memungkinkan, tatalaksana pasien yang
menderita sindrom dapson adalah sbb:

o Hentikan dapson, (atau semua obat MDT), termasuk


obat tradisional

o Berikan paracetamol jika terjadi demam (dosis 3x 500


mg sampai 3 x 1000 mg), jangan beri antalgin

o Menjaga keadaan umum (cairan dan nutrisi)


penderita tetap baik.

43
Modul UPK 2012

o CTM 3 x 4 mg hingga 4 x 4 mg selama 3 – 4 hari


tergantung keadaan penderita; bila sindrom dapson
sudah melibatkan pengelupasan kulit dan mukosa
(dermatitis exfoliatif) berikan kortikosteroid
(prednison) dengan dosis sebagai berikut:

 Prednison 50 mg sehari selama 2 hari

 Prednison 40 mg sehari selama 2 hari

 Prednison 30 mg sehari selama 3 hari

 Prednison 25 mg sehari selama 4-5 hari

 Prednison 20 mg sehari selama 4-5 hari

 Prednison 15 mg sehari selama 4-5 hari

 Prednison 10 mg sehari selama 4-5 hari

 Prednison 5 mg sehari selama 4-5 hari

o Perawatan kulit dengan zalf levertraan atau


bioplacenton (bila ada) untuk kulit yang mengelupas;
atau secara sederhana dengan minyak kelapa.

o Antibiotik (golongan non sulfa) untuk mencegah


infeksi sekunder, terutama bila ada kulit mengelupas
atau luka, bisa digunakan Ampisilin 4x 500 mg selama
dua minggu.

 Pengobatan kusta dilanjutkan jika penderita sudah pulih


kembali. Untuk pasien PB dewasa diberikan lampren dosis 50
mg per hari dan 300 mg per bulan sebagai pengganti dapson
untuk mendampingi rifampisin sesuai jangka waktu
pengobatan PB. Sementara pada pasien MB, pengobatan
dilanjutkan hanya dengan 2 obat saja (Rifampisin dan
lampren) sesuai dosis dan periode pengobatan MB.

- Gangguan pada saluran cerna; anoreksi, mual, muntah, dianjurkan


untuk memberikan obat bersama dengan makanan.

- Hepatitis dan ikterus, sebaiknya hentikan MDT dan pasien dirujuk.

44
Modul UPK 2012

- Gangguan pada saraf; Neuropati perifer, neuritis perifer, tetapi


menurut laporan hanya terjadi pada pasien-pasien yang
mengkonsumsi dapson dosis tinggi serta penggunaan jangka lama
untuk penyakit-penyakit kulit lain.

- Sakit kepala, vertigo, penglihatan kabur, sulit tidur, psikosis, maka


pasien dirujuk.

- Gangguan hematologi seperti anemia hemolitik, agranulositosis,


tetapi ini sangat jarang terjadi. Berikan tablet besi dan asam folat.
Jika anemia yang terjadi berat, atau jika terjadi agranulositosis,
dapson segera dihentikan dan pasien dirujuk.

- Nefritis, pasien dirujuk ke rumah sakit.

Lampren (Clofazimine)

Dosis yang dipakai menurut regimen MDT sesungguhnya sangat jarang


menimbulkan efek samping yang berat. Penanganan Alergi terhadap
clofazimine biasanya dapat ditolerir dan pasien tidak diharuskan
menghentikan pengobatan karenanya.

- Warna kulit terutama pada infiltrat/bercak berwarna ungu sampai


kehitam-hitaman pada mereka yang berkulit terang dan terpapar
matahari, namun umumnya akan hilang sendiri 6-12 bulan setelah
pengobatan selesai. Clofazimine dapat melewati sawar placenta
sehingga bayi yang lahir dari wanita yang mendapatkan lamprene
selama kehamilannya akan menjadi lebih gelap warna kulitnya.
Namun tidak ada bukti efek teratogenik ditemukan.
- Kulit dan mukosa kering sehingga keringat dan airmata berkurang.
Hal ini juga akan menghilang setelah pengobatan selesai.
- Sebaiknya lamprene dimakan dekat dengan waktu makan atau
diminum bersama segelas susu. Jika pasien mengeluhkan adanya
kolik atau rasa nyeri perut seperti terbakar disertai dengan mual dan
muntah, maka dosisnya bisa diturunkan atau diberikan dalam
interval waktu tertentu. Jika diare atau muntahnya menetap, maka
pasien harus dirumahsakitkan.
- Nyeri perut terjadi karena endapan kristal clofazimine dalam usus
halus menyebabkan terjadinya inflamasi di ujung usus halus. Jika
berat, clofazimine sebaiknya dihentikan dan bisa dimulai kembali
setelah beberapa minggu.

45
Modul UPK 2012

- Beberapa efek samping yang jarang meliputi : kaburnya penglihatan,


mata yang kering dan iritasi, fotosensitivitas, berat badan turun
karena kurangnya nafsu makan serta depresi akibat perubahan
warna kulit.
- Pada kasus-kasus tertentu yang berat di mana penderita alergi
terhadap lampren (atau menolak lampren), sebagai pengganti
lampren digunakan ofloxacine 400 mg atau minosiklin 100 mg per
hari dengan pengawasan ketat (Rifampisin+ DDS +
Ofloxacine/Minosiklin) . Sebagai alternatif juga dapat digunakan
regimen Rifampisin 600 mg ditambah dengan Ofloksasin 400 mg dan
Minosiklin 100 mg dosis tunggal setiap bulan selama 24 bulan (ROM
24 bulan).
Masalah Nama Obat Penanganan
Ringan :
- Air seni berawarna merah Rifampisin

- Perubahan warna kulit Clofazimin


menjadi coklat
- Masalah gastro intestinal Semua obat
(3 obat dalam MDT)

- Anemia Dapson

Serius :
- Ruam kulit yang gatal Dapson
- Alergi, urtikaria Dapson atau Rifampisin
- Ikterus (kuning) Rifampisin
- Shock, purpura, gagal Rifampisin
ginjal
-

D.Hal-hal yang perlu disampaikan pada penderita sebelum


memulai MDT

Tanyakan pada penderita apakah ada riwayat alergi terhadap obat-


obat tertentu. Selain itu, penderita harus mendapatkan penjelasan
mengenai hal-hal sebagai berikut :
 Lama pengobatan
 Cara minum obat
 Kusta dapat disembuhkan, bila minum obat teratur dan
lengkap
 Bahaya yang terjadi bila minum obat tidak teratur, yaitu
dapat menularkan kepada keluarga dan orang lain, dan juga
dapat menjadi cacat.

46
Modul UPK 2012

 Bila ada keluhan apapun yang terjadi selama masa


pengobatan, diminta segera memeriksakan diri ke
puskesmas.
 Bila penderita saat pertama datang sudah dalam keadaan
cacat, maka jelaskan bahwa pengobatan tidak untuk
menyembuhkan cacat yang sudah terlanjur diderita.

Monitoring Pengobatan

 Setiap petugas harus memonitor tanggal pengambilan obat.


 Bagi penderita yang tidak datang mengambil obat (absen),
petugas harus melacak untuk mengetahui penyebab
ketidakhadiran penderita tersebut, paling lambat sebulan
setelah tanggal pengambilan sebelumnya.

 Apabila penderita terlambat mengambil obat, paling lama


dalam 1 bulan harus dilakukan pelacakan.

E.Evaluasi Hasil Pengobatan


Release From Treatment/RFT (= Selesai Pengobatan =
Sembuh)
- Penderita PB dapat dinyatakan RFT setelah mendapat pengobatan
6 dosis (blister) dalam waktu 6 - 9 bulan, tanpa harus pemeriksaan
laboratorium.
- Penderita MB dapat dinyatakan RFT setelah mendapat pengobatan
12 dosis (blister) dalam waktu 12-18 bulan, tanpa harus pemeriksaan
laboratorium.

Pasien yang sudah RFT namun memiliki faktor risiko :


- Cacat tingkat-1 atau 2.
- Pernah mengalami reaksi
- BTA pada awal pengobatan positif >3 (ada nodul atau infiltrat)
Dilakukan pengamatan minimal setiap 3 bulan.Bila mereka tidang
datang, maka petugas puskesmas akan melakukan kunjungan untuk
pemantauan fungsi saraf.

Default(er)
Jika seorang penderita PB tidak mengambil/minum obatnya lebih dari
3 bulan (tidak mungkin baginya untuk menyelesaikan pengobatan

47
Modul UPK 2012

sesuai waktu yang ditetapkan), maka mereka dinyatakan sebagai


Default(er) PB.

Jika seorang penderita MB tidak mengambil/minum obatnya lebih dari


6 bulan (tidak mungkin baginya untuk menyelesaikan pengobatan
sesuai waktu yang ditetapkan), maka mereka dinyatakan sebagai
Default(er) MB.

Tindakan bagi penderita Defaulter:

- Dikeluarkan dari monitoring dan register

- Bila kemudian datang lagi, maka harus dilakukan pemeriksaan klinis


ulang dengan teliti, bila :
 Ditemukan tanda-tanda klinis yang aktif
o Kemerahan/peninggian dari lesi lama di kulit
o Adanya lesi baru
o Adanya saraf yang membesar (baru)
Maka penderita mendapat pengobatan MDT ulang sesuai klasifikasi.

 Tidak ada tanda-tanda aktif maka penderita tidak perlu


diobati lagi.

- Ada kalanya jika penderita yang setelah dinyatakan default kemudian


diobati kembali tetap belum memahami tujuan pengobatan sehingga
ia berhenti atau tidak lagi mengambil obatnya sampai lebih dari 3
bulan dan dinyatakan default kedua. Namun untuk default kedua
tidak dikeluarkan dari register dan hanya dilanjutkan pengobatan
yang tersisa hingga lengkap. Untuk pasien dengan kebiasaan default
diperlukan tindakan dan penanganan khusus. Lebih jelasnya
mengenai tindakan untuk pasien default yang kemudian kembali lagi,
dalam program nasional adalah sebagai berikut:

Tindakan untuk pasien default

48
Modul UPK 2012

Jika Tindakan Hasil Pengobatan Dalam


register-
monitoring
Default Periksa Fisik Masih ada Obati kembali Masukkan dalam
pertama tanda aktif. dari awal monitoring
kali dengan pengobatan
regimen kolom Ulangan
sesuai sebagai Masuk
dengan hasil Kembali
pemeriksaan
Bila tidak Tidak perlu
ada tanda diobati lagi.
aktif
Default Teruskan sisa Teruskan
kedua kali pengobatan monitoring
sampai pengobatan
lengkap. hingga lengkap.
Pasien Rujuk untuk Pengobatan, dan pencatatan dalam register-
Lebih dari menentukan monitoring sesuai hasil dari rujukan.
2 kali apakah masih
default diperlukan
(habitual pengobatan
defaulter) Jika rujukan
tidak
memungkinkan
, konseling dan
lengkapi sisa
pengobatan
terakhir yang
kurang

Relaps (Kambuh)
Penderita dinyatakan Relaps, bila setelah dinyatakan RFT timbul tanda-
tanda utama baru atau aktif kembali (bercak di kulit, nodul atau
kerusakan saraf). Untuk menyatakan relaps harus dikonfirmasikan ke
bagian rujukan. (Petugas kusta Kabupaten). Bila setelah dikonfirmasi
dinyatakan relaps, maka penderita diobati MDT ulang.

49
Modul UPK 2012

Keadaan Khusus
Penderita dengan keadaan khusus

- Kehamilan : regimen MDT aman untuk ibu hamil dan anaknya.


- Tuberkulosis : bila seseorang menderita tuberkulosis dan kusta,
maka pengobatan anti tuberkulosis dan MDT dapat diberikan
bersamaan; dengan dosis Rifampisin sesuai dosis untuk
tuberkulosis.

Catatan : Jika pengobatan TB sudah selesai maka pengobatan


kusta kembali sesuai blister MDT.

- Untuk penderita PB yang alergi terhadap DDS, tarik DDS dari


blister dan ganti dengan lampren sesuai dengan dosis dan jangka
waktu pengobatan sama. DDS atau obat-obatan yang
mengandung sulfa lainnya tidak boleh diberikan lagi
seumur hidup !
- Untuk penderita MB yang alergi terhadap DDS, tarik DDS dari
blister dan pengobatan hanya dengan dua macam obat saja.
(Rifampisin dan Lampren) sesuai dosis dan jangka waktu
pengobatan MB.

- Untuk penderita kusta yang alergi terhadap Rifampisin,


maupun lampren, rujuk ke dokter.

- Untuk penderita kusta yang memiliki kontra indikasi terhadap


penggunaan Rifampisin, maka diberikan lampren 50 mg
ditambah dengan pengganti rifampisin yaitu ofloksasin 400 atau
500 mg dan minosiklin 100 mg tiap hari, selama 6 bulan.
Diteruskan dengan lampren 50 mg ditambah ofloksasin 400 mg
atau lampren 50 mg dengan minosiklin 100 mg tiap hari selama 18
bulan.
50
- Pada kasus-kasus tertentu di mana penderita alergi terhadap
lampren (atau menolak lampren), sebagai pengganti lampren
digunakan ofloxacine 400 mg atau minosiklin 100 mg per hari
Modul UPK 2012

51
Modul UPK 2012

BAB V
REAKSI KUSTA

TUJUAN PEMBELAJARAN

Tujuan Instruksional Umum

Setelah menyelesaikan materi ini,peserta latih akan dapat mengelola


penderita kusta dalam keadaan reaksi

Tujuan Instruksional Khusus

Setelah mengikuti materi ini, peserta latih diharapkan dapat :


1. Menjelaskan pengertian reaksi
2. Menyebutkan tanda-tanda reaksi
3. Menjelaskan dan membedakan tipe-tipe reaksi dan berat-ringannya
reaksi
4. Melakukan pemeriksaan fungsi saraf, cara mengisi dan menjelaskan
kegunaan form Pemantauan Fungsi Saraf
5. Menjelaskan cara penanganan penderita reaksi
6. Mengisi form evaluasi pengobatan Prednison
7. Menjelaskan indikasi rujukan pasien reaksi

Kusta merupakan masalah kesehatan masyarakat karena cacatnya. Cacat


kusta terjadi akibat gangguan fungsi saraf pada mata, tangan atau kaki.
Salah satu penyebab terjadinya kerusakan akut fungsi saraf adalah reaksi
kusta. Pada reaksi terjadi proses inflamasi akut yang menyebabkan
kerusakan saraf. Itulah sebabnya monitoring fungsi saraf secara rutin
dan pencatatan hasilnya di form pencatatan pencegahan cacat sangat
penting dalam upaya pencegahan dini cacat kusta. Kerusakan saraf yang
terjadi kurang dari 6 bulan, bila ditangani dengan cepat dan tepat, tidak
akan terjadi kerusakan saraf yang permanen (fungsi saraf masih
reversibel). Bila kerusakan saraf ini sudah terlanjur permanen maka yang
dapat dilakukan adalah upaya pencegahan cacat lanjut.
A. PENGERTIAN
Reaksi kusta adalah suatu episode dalam perjalanan kronis penyakit kusta
yang merupakan suatu reaksi kekebalan (seluler respons) atau reaksi
antigen – antibodi (Humoral respons) dengan akibat merugikan penderita,

52
Modul UPK 2012

terutama pada saraf tepi yang bisa menyebabkan gangguan fungsi


(cacat) yang ditandai dengan peradangan akut baik di kulit maupun saraf
tepi.

Reaksi kusta dapat terjadi sebelum


. pengobatan, selama pengobatan dan sesudah
pengobatan

Hal-hal yang mempermudah (pencetus) terjadinya reaksi kusta misalnya :

a. Penderita dalam keadaan kondisi lemah


b. Kehamilan & setelah melahirkan (masa nifas)

c. Sesudah mendapat immunisasi

d. Infeksi (seperti malaria, infeksi pada gigi, bisul, dll)

e. Stress fisik & mental

f. Kurang Gizi

g. Pemakaian obat-obat yang meningkatkan kekebalan tubuh.

Untuk mengurangi faktor resiko dan mengantisipasi jangan sampai terjadi


reaksi, maka bagi tiap penderita kusta diberikan obat cacing dan vitamin
dosis tinggi serta sebaiknya dilakukan pemeriksaan menyeluruh terhadap
kondisi pasien, misalnya pemeriksaan gigi, dll.

B. JENIS REAKSI
Jenis reaksi sesuai proses terjadinya dibedakan atas 2 tipe yaitu reaksi
tipe 1 dan reaksi tipe 2.

a. Reaksi Tipe I
(= Reaksi Reversal = Reaksi Up Grading = Reaksi Borderline )

Reaksi tipe I terjadi baik pada penderita PB maupun MB dan


kebanyakan terjadi pada 6 bulan pertama pengobatan. Reaksi tipe 1
terjadi akibat respon kekebalan seluler terhadap kuman kusta di kulit
dan saraf penderita.

53
Modul UPK 2012

Perjalanan reaksi dapat berlangsung selama 6 – 12 minggu atau


lebih dengan gejala-gejala dapat dilihat pada tabel berikut:

54
Modul UPK 2012

Gejala Reaksi Tipe I dibagi dua menurut keadaannya yaitu Reaksi Berat dan
Reaksi Ringan .

Gejala Reaksi Ringan Reaksi Berat

1. Kelainan Tambah aktif, menebal Kelainan membengkak


Kulit merah, teraba panas dan sampai ada yang pecah,
nyeri tekan. Makula yang merah, teraba panas dan
menebal dapat sampai nyeri tekan. Ada kelainan
membentuk plaque kulit baru, tangan dan kaki
membengkak, sendi-sendi
sakit.

2 Saraf tepi Tidak ada nyeri tekan saraf Nyeri tekan, dan/atau
dan gangguan fungsi gangguan fungsi, misalnya
kelemahan otot.

Bila ada reaksi pada kelainan kulit yang dekat dengan lokasi saraf,
dikategorikan sebagai reaksi berat.

b. Reaksi Tipe II ( = ENL =Erythema Nodosum Leprosum)


Terjadi pada penderita tipe MB dan merupakan reaksi humoral, dimana
basil kusta yang utuh maupun yang tak utuh menjadi antigen. Tubuh
membentuk antibody dan komplemen. Antigen + Antibodi + Komplemen
= Immunokompleks

Perjalanan reaksi dapat berlangsung selama 3 minggu atau lebih


dengan gejala-gejala dapat dilihat tabel berikut

55
Modul UPK 2012

Gejala Reaksi tipe II dibagi dua menurut keadaannya yaitu Reaksi Ringan dan
Reaksi Berat

GEJALA REAKSI RINGAN REAKSI BERAT

(1) (2) (3)

1. Kelainan kulit Nodul merah yang nyeri Benjol (nodul) nyeri tekan,
tekan jumlah sedikit, ada yang pecah (Ulseratif),
biasanya hilang sendiri jumlah banyak, berlangsung
dalam 2 – 3 hari lama

2. Kedaan Tidak ada demam atau Demam ringan sampai


Umum demam ringan berat

3. Saraf tepi Tidak ada nyeri raba Ada nyeri raba, dan atau
ataupun gangguan fungsi gangguan fungsi
Terjadi peradangan pada
4. Organ tubuh Tidak ada gangguan organ-organ tubuh

Mata = Iridosiklitis

Testis = Epididymoorchitis

Ginjal = Nefritis

Sendi = Artritis

Kelenjar Limfe=
Limfadenitis

Gangguan pada tulang,


hidung & Tenggorokan

56
Modul UPK 2012

Tabel Perbedaan reaksi tipe 1 dan 2

No Gejala/Tanda Reaksi Tipe 1 Reaksi Tipe 2

1. Keadaan umum Umumnya baik, demam Ringan sampai


ringan (sub febril) atau tanpa berat disertai
demam kelemahan umum
dan demam tinggi

2. Peradangan di Bercak kulit lama menjadi Timbul nodul


kulit lebih meradang (merah), kemerahan, lunak
dapat timbul bercak baru dan nyeri tekan.
Biasanya pada
lengan dan
tungkai. Nodul
dapat pecah
(ulcerasi)

3. Saraf Sering terjadi, umumnya Dapat terjadi


berupa nyeri tekan saraf
dan/atau gangguan fungsi
saraf

4. Peradangan Hampir tidak ada Terjadi pada mata,


pada organ lain kelenjar getah
bening, sendi,
ginjal, testis, dll.

5. Waktu Biasanya segera setelah Biasanya setelah


timbulnya pengobatan mendapatkan
pengobatan yang
lama, umumnya
lebih dari 6 bulan

6. Tipe Kusta Dapat terjadi pada kusta tipe Hanya pada kusta
PB maupun MB tipe MB

57
Modul UPK 2012

7 Faktor Emosi, kelelahan, dan stress fisik lain, kehamilan,


pencetus Pasca persalinan, Obat-obat yang meningkatkan
kekebalan tubuh penyakit infeksi lainnya

58
Modul UPK 2012

Tabel Perbedaan Reaksi Ringan Dan Berat Pada Reaksi Tipe


1 dan 2
REAKSI TIPE 1 REAKSI TIPE 2
NO GEJALA/ RINGAN BERAT RINGAN BERAT
TANDA
1. KULIT Bercak : Bercak : Nodul : Nodul :
merah, merah, merah, merah,
tebal, tebal, panas, panas, nyeri panas, nyeri
panas, nyeri yang yang
nyeri.* bertambah bertambah
parah à parah à
sampai sampai
pecah pecah
2. SARAF TEPI Nyeri pada Nyeri pada Nyeri pada Nyeri pada
perabaan : perabaan : perabaan: perabaan :
(-) (+) (-) (+)

Gangguan Gangguan Gangguan Gangguan


fungsi : (-) fungsi : (+) fungsi:(-) fungsi : (+)

3. KEADAAN Demam: (-) Demam: ± Demam: ± Demam: (+)


UMUM
4. GANGGUAN - - - +
PADA ORGAN (Misalnya
LAIN pada mata,
sendi, testis,
dll)

* : Bila ada reaksi pada lesi kulit yang dekat dengan lokasi saraf,
dikategorikan sebagai reaksi berat.

59
Modul UPK 2012

C.Kecenderungan tipe reaksi dan Hubungannya


dengan Klasifikasi
Reaksi tipe 1 diduga diperantarai oleh mekanisme kekebalan seluler,
sementara reaksi tipe 2 oleh kekebalan humoral. Oleh karena itu bisa
dipahami bila reaksi tipe 1 lebih sering terjadi pada kusta dengan
kekebalan seluler yang cukup tinggi (PB yang di perbatasan dengan MB),
sementara reaksi tipe 2 lebih sering terjadi pada kusta dengan kekebalan
humoral tinggi karena banyaknya antigen dari M.leprae yaitu kusta MB.
Berikut adalah gambaran tipe reaksi yang terjadi dan hubungannya
dengan tipe imunitas dalam spektrum imunitas penderita kusta menurut
Ridley-Jopling dan hubungannnya dengan klasifikasi WHO.

Kekebalan seluler
Respon
kekebalan
humoral

Jumlah Bakteri

Reaksi tipe 1 Reaksi tipe 2

PB MB
WHO

60
Modul UPK 2012

D. PENCATATAN PEMANTAUAN FUNGSI SARAF


Setiap kali memeriksa seorang penderita kusta, juga dilakukan
pemeriksaan pada kulit dan saraf untuk mendeteksi dini adanya reaksi.
Hasil pemeriksaan selanjutnya akan dicatat ke dalam form pencatatan
pencegahan cacat (=form Pemantauan Fugsi Saraf, Lihat contoh form
pada fasilitator).

Form ini rutin diisi pada setiap kali kunjungan penderita ke Puskesmas
saat mengambil obat. Hasil kesimpulan pemeriksaan selanjutnya akan
menentukan penanganan lebih lanjut terhadap kerusakan saraf yang
terjadi. Pada kasus dimana terjadi nyeri dan gangguan saraf yang baru,
diperlukan pengisian form lain yaitu form evaluasi pengobatan reaksi
berat. Form ini akan diisi rutin setiap 1-2 minggu untuk mengevaluasi
kondisi penderita.
Kebanyakan kasus reaksi dapat ditangani oleh petugas pengelola program
kusta di Puskesmas, namun sebaiknya semua kasus reaksi berat harus
dirujuk ke dokter puskesmas untuk mendapatkan konfirmasi dan arahan.
Hal tersebut tergantung pada :

 Tipe reaksi yang dialami serta derajat beratnya


 Adanya komplikasi atau kontra indikasi yang dapat
mempengaruhi penanganan reaksi
 Obat yang tersedia
 Tingkat kemampuan penanganan yang tersedia

Sebelum memulai penanganan reaksi, terlebih dulu lakukan identifikasi


tipe reaksi yang dialami serta derajat reaksinya. Hal ini dapat dinilai dari
hasil kesimpulan pemeriksaan pada form pencatatan pencegahan cacat
(Form Pemantauan Fungsi Saraf/PFS).

- Adanya lagopthalmos baru terjadi dalam 6 bulan terakhir


- Adanya nyeri raba saraf tepi
- Adanya kekuatan otot berkurang dalam 6 bulan terakhir
- Adanya rasa raba berkurang dalam 6 bulan terakhir
- Adanya bercak pecah atau nodul pecah
- Adanya bercak aktif (meradang) di atas lokasi saraf tepi

Cara Mengisi Form Pemantauan Fungsi Saraf


Untuk mendeteksi adanya nyeri dan gangguan fungsi saraf yang
merupakan tanda adanya reaksi, lihatlah kembali Bab III bagian
pemeriksaan fungsi saraf. Form pemantauan fungsi saraf digunakan untuk
mencatat dan memonitor saraf dan fungsinya sebagai alat untuk
mendeteksi dini adanya reaksi.

61
Modul UPK 2012

Cara Pengisian Form Pencegahan Cacat :

Catatlah identitas penderita, jenis kelamin, umur serta alamatnya.

Isi tanggal saat pemeriksaan dilakukan.

MATA

Lagophthalmos (Mata tidak dapat menutup erat) Ya/Tidak


Bila mata menutup tidak rapat, Lingkari jawaban Ya, sementara bila tidak,
lingkari jawaban Tidak.
Sebaiknya diukur lebar celahnya lalu dicatat, misalnya lagopthalmos +, 3
mm.

TANGAN
a. Setelah meraba saraf ulnaris, jika penderita merasa nyeri, lingkarilah
jawaban ya pada Nyeri tekan saraf ulnaris, atau tidak bila tidak
ditemukan nyeri tekan.

b. Kekuatan Otot

Tes kekuatan otot Jari ke – V (=Tes kekuatan otot untuk saraf


Ulnaris)
Jari Kelingking
a). Tangan kiri pemeriksa memegang ujung jari 2, 3 dan 4 tangan kanan
penderita dengan telapak tangan penderita menghadap ke atas dan posisi
ekstensi (jari kelingking/5 bebas bergerak tidak terhalang oleh tangan
pemeriksa).
b) Minta penderita mendekatkan dan menjauhkan kelingking dari jari-jari
lainnya dengan gerakan ke samping. Bila penderita dapat melakukannya,
minta ia menahan kelingkingnya pada posisi jauh dari jari lainnya, dan
kemudian dengan satu jari pemeriksa mendorong pada bagian pangkal
kelingking. (kadang otot yang lumpuh tetap bisa digerakkan tetapi
tidak bisa bergerak kearah yang diharapkan/diperintahkan akan
tetapi tidak bisa dikategorikan “kuat” karena tidak sesuai
dengan fungsi yang diharapkan)

Penilaian :
- Bila jari kelingking penderita tidak dapat mendekat atau menjauh dari
jari lainnya berarti sudah lumpuh. Lingkari L.
- Bila jari kelingking penderita tidak dapat menahan dorongan pemeriksa
berarti lemah.Lingkari S
- Bila jari kelingking penderita dapat menahan dorongan jari pemeriksa
berarti masih kuat. Lingkari K

62
Modul UPK 2012

Dari tes konfirmasi, bila kertas terlepas dengan mudah berarti


kekuatan otot lemah.
Bila ada tahanan terhadap kertas berarti otot masih kuat.

Lingkarilah pilihan jawaban K / S / L di lembaran form PFS sesuai hasil


pemeriksaan.

Tes Kekuatan Otot Ibu Jari (= Tes Kekuatan Otot untuk saraf
Medianus)
Mampu menahan dorongan pemeriksa berarti Kuat / K.
Bila gerakan ibu jari keatas ada, tetapi tidak dapat menahan dorongan
pemeriksa, berarti Lemah/Sedang/S.
Bila tidak bisa gerakan ibu jari keatas berarti Lumpuh / L.
Lingkarilah pilihan jawaban K / S / L di lembaran form PFS sesuai hasil
pemeriksaan.

Tes Kekuatan Otot Tangan ke atas (= Tes Kekuatan Otot untuk


saraf Radialis)
Bila pergelangan tangan bisa diangkat ke atas dan mampu menahan
dorongan pemeriksa berarti Kuat / K.
Bila pergelangan tangan bisa diangkat ke atas namun tidak mampu
menahan dorongan pemeriksa atau hanya ada gerakan sedikit, berarti
penilaiannnya adalah Lemah/Sedang/ S.
Hasil pemeriksaan Kuat atau Lemah menandakan bahwa belum ada
tangan lunglai.
Bila Pergelangan tangan tidak bisa diangkat keatas berarti Lumpuh / L (),
ini berarti bahwa tangan sudah lunglai.

Lingkarilah pilihan jawaban K / S / L di lembaran form PFS sesuai hasil


pemeriksaan.

c.Rasa Raba (= Tes Fungsi Sensorik Saraf Ulnaris dan Medianus)


Dengan ujung ballpen pemeriksa menyentuh tangan penderita pada titik-
titik sesuai dengan gambar pada form PFS.

Usahakan pemeriksaan titik-titik tersebut tidak berurutan (secara acak)


Bila terasa maka pada titik-titik di gambar tangan pada form, beri tanda
rumput () sementara bila tidak terasa beri tanda silang (X)

63
Modul UPK 2012

KAKI

a. Rabalah saraf peroneus dan tibialis posterior. Lingkari jawaban Ya pada


nyeri tekan saraf jika terdapat nyeri tekan pada pemeriksaan.

b. Kekuatan otot kaki ke atas (= Tes Fungsi motorik Saraf


Peroneus/ poplitea Lateralis)
Bila pergelangan kaki bisa diangkat ke atas dan mampu menahan
dorongan pemeriksa berarti Kuat / K.
Bila pergelangan kaki bisa diangkat ke atas namun tidak mampu
menahan dorongan pemeriksa atau hanya ada gerakan sedikit, berarti
penilaiannya adalah Lemah/Sedang/ S.
Hasil pemeriksaan Kuat atau Lemah menandakan bahwa kaki belum
semper.
Bila Pergelangan kaki tidak bisa di angkat ke atas berarti Lumpuh / L , ini
berarti kaki sudah semper.
Lingkarilah pilihan jawaban K / S / L di lembaran form PFS sesuai hasil
pemeriksaan.

c. Rasa Raba (= Tes Fungsi Sensorik Saraf Tibialis Posterior)


Cara pemeriksaan sama seperti pada rasa raba tangan, titik-titik yang
diperiksa sesuai dengan form PFS. Pada daerah yang menebal sedikit
menekan dengan cekungan berdiameter 1 cm.
Bila terasa maka pada titik-titik di gambar kaki pada form PFS, beri tanda
rumput () sementara bila tidak terasa beri tanda silang (X).

KESIMPULAN PEMERIKSAAN

Isi kesimpulan diperoleh sesuai hasil pemeriksaan.

64
Modul UPK 2012

E. PROTOKOL PENATALAKSANAAN REAKSI


Penanganan reaksi kusta merupakan tanggungjawab bersma antara
dokter dan pengelola program kusta.

Untuk Reaksi Ringan:

1). Berobat jalan, istirahat dirumah

1 2). Pemberian analgetik/antipiretik, obat penenang bila perlu.


2

3 3). Mencari dan menghilangkan faktor pencetus

4). Jika dalam pengobatan, MDT tetap diberikan dengan dosis tidak
diubah.

Untuk Reaksi Berat

1). Immobilisasi lokal/istirahat di rumah

2). Pemberian analgesik, sedatif

3). Mencari dan menghilangkan faktor pencetus

4).Jika dalam pengobatan, MDT tetap diberikan dengan dosis tidak


berubah

5). Reaksi tipe 1 dan tipe 2 berat diobati dengan prednison sesuai
skema

6). Bila ada indikasi rawat inap penderita dikirim ke RS.

7).Reaksi tipe 2 berat berulang dan tipe 2 berat setelah RFT diobati
dengan prednison dan lampren

Skema Pemberian Prednison

Pada Orang Dewasa

Reaksi Tipe 1 dan 2 Berat

- 2 minggu I : 40 mg/hari (1 x 8 tab) pagi hari sesudah makan

65
Modul UPK 2012

- 2 minggu II : 30 mg/hari ( 1 x 6 tab) pagi hari sesudah makan

- 2 minggu III : 20 mg/hari (1 x 4 tab) pagi hari sesudah makan

- 2 minggu IV : 15 mg/hari (1 x 3 tab) pagi hari sesudah makan

- 2 minggu V : 10 mg/hari ( 1 x 2 tab) pagi hari sesudah makan

- 2 minggu VI : 5 mg/hari (1 x 1 tab) pagi hari sesudah makan

Kasus reaksi berat pada wanita hamil atau penderita dengan

komplikasi penyakit lain harus dirujuk ke rumah sakit.

Pada Anak

Untuk pengobatan reaksi berat pada anak harus dikonsultasikan ke


dokter atau dirujuk, karena steroid dapat mengganggu proses
pertumbuhan.

Dosis maksimum prednison pada anak tidak boleh melebihi 1


mg/kgBB. Minimal jangka waktu pengobatan adalah 12 minggu (3
bulan).

Contoh:

Anak dengan berat badan 22 kg,

- 2 minggu I : 20 mg/hari (1 x 4 tab) pagi hari sesudah makan

- 2 minggu II : 20 mg/ 2 hari ( 1 x 4 tab) pagi hari sesudah makan

- 3 minggu III : 15 mg/ 2 hari (1 x 3 tab) pagi hari sesudah makan

- 3 minggu IV : 10 mg/ 2 hari (1 x 2 tab) pagi hari sesudah makan

- 2 minggu V : 5 mg/ 2 hari ( 1 x 1 tab) pagi hari sesudah makan

66
Modul UPK 2012

Catatan :

 Pemberian prednison harus dengan pertimbangan matang.


(Untuk petugas harus mengkonsultasikan pada dokter
puskesmas/dokter kusta).
 Sebaiknya diberikan dalam dosis tunggal pagi hari sesudah
makan karena kadar kortisol alamiah dalam tubuh paling tinggi
pada pagi hari (Jika memang terpaksa pemberian prednison
selain secara dosis tunggal dapat diberikan dalam dosis terbagi,
misalnya : 2 x 4 tab./hari dst.)

 Selambat-lambatnya setiap 2 minggu penderita harus


diperiksa ulang dan mencatatnya dalam form pencegahan
cacat. Form pemberian prednison diisi berdasarkan hasil
evaluasi pemeriksaan fungsi saraf. Bila tidak ada perbaikan
maka dosis prednison yang diberikan dapat dilanjutkan 3 s/d 4
minggu atau dapat ditingkatkan (misalnya dari 15 mg menjadi
20 mg sehari) jika kondisi memburuk.

 Khusus untuk nyeri saraf, sebaiknya dicari dosis awal untuk


penderita tersebut dengan memeriksa ulang setelah 1 minggu,
bila tidak ada perbaikan dosis dinaikkan menjadi 50 mg sampai
60 mg/hari. Dosis awal ini dipertahankan selama 2 minggu.

Jelaskan kepada pasien :

 Alasan mengapa mendapat pengobatan prednison,


karena adanya ancaman terjadinya kecacatan.
 Berapa lama pengobatan reaksi ini diberikan supaya
penderita mematuhi pengobatan prednison.

 Pentingnya mendapatkan dosis obat yang tepat.


Pengobatan ini tidak boleh dihentikan secara
mendadak, karena dapat menyebabkan sakit yang
lebih serius.

 Bila nyeri dan gangguan fungsi bertambah harus


segera melaporkan diri pada petugas.

67
Modul UPK 2012

Efek samping Prednison ( Kortikosteroid):


Penghentian Tiba-tiba:

- Demam
- Nyeri otot

- Nyeri sendi

- Malaise

Pemberian terus-menerus:

- Gangguan cairan dan elektrolit


- Hiperglikemi

- Mudah infeksi

- Perdarahan atau perforasi pada penderita tukak lambung

- Osteoporosis

- Cushing Syndrome: Moon face, Obesitas sentral, jerawat,


pertumbuhan rambut berlebihan, timbunan lemak
supraklavikuler.

Wajib mengetahui kontra indikasi pemberian Prednison: Hipertensi,


TBC, Kencing manis, Tukak lambung berat, infeksi berat.

Pemberian Lampren
Hanya diberikan pada:

1. Reaksi Tipe II (ENL berulang):


a. Episode reaksi lebih satu kali

b. ENL berat dengan dosis prednison naik turun

2. ENL berat sesudah RFT.

Dosis Lampren ditinggikan dari dosis pengobatan kusta. Untuk


orang dewasa 3 x 100 mg/hari selama 2 bulan. Kemudian dosis
diturunkan menjadi 2 x 100 mg per hari selama 2 bulan, dan

68
Modul UPK 2012

kemudian diturunkan menjadi 100 mg per hari selama 2 bulan. Jika


pasien masih dalam pengobatan MDT, lampren dalam MDT
diteruskan (50 mg per hari). Jika pasien sudah dinyatakan
RFT, lampren dihentikan.

69
Modul UPK 2012

Indikasi Rujukan Pasien Reaksi ke Rumah Sakit


Reaksi yang berat:

ENL melepuh, suhu tubuh tinggi, neuritis, ENL yang pecah-pecah

- Reaksi tipe 1 disertai dengan bercak ulserasi atau neuritis


- Disertai komplikasi penyakit lain yang berat, misalnya hepatitis,
DM, hipertensi, dll.

- Tukak lambung yang berat

- Ibu hamil

Catatan :

1) Evaluasilah dulu kondisi pasien sebelum menurunkan dosis


prednison.
2) Lampren harus diberikan bersama dengan prednison karena
lampren baru akan menunjukkan khasiatnya dalam mengatasi
peradangan setelah lebih dari 4 minggu dan sebelum itu, maka
efek anti radang dilakukan oleh prednison.

70
Modul UPK 2012

F. PERBEDAAN REAKSI TIPE I DENGAN RELAPS (KAMBUH)

Gejala & Tanda Reaksi Tipe I (Reversal) Kambuh


1. Interval
Kurang dari 3 tahun Lebih dari 3 tahun
Waktu

2.Timbulnya Mendadak/cepat Pelan-Pelan


tanda dan gejala
3. Lesi kulit
Biasanya pada lesi kulit Lesi baru muncul
lama (diatasnya)

4.Nyeri dan Ada, pada kulit dan saraf Tidak ada


pembengkakan

5. Kerusakan Terjadinya mendadak Terjadinya perlahan

6. Kondisi umum Peradangan Tidak ada

71
Modul UPK 2012

Catatan :

- Reaksi kusta dapat terjadi sebelum pengobatan,


Kadang gejala reaksi inilah yang membuat pasien
mengunjungi Puskesmas untuk mencari pengobatan. Petugas
jangan lupa untuk menangggulangi reaksi yang terjadi di
samping memberikan MDT untuk kustanya.

- Reaksi kusta dapat terjadi dalam masa pengobatan


Petugas penting mewaspadai adanya gejala reaksi yang
mungkin terjadi selama masa pengobatan sehingga reaksi
dapat ditanggulangi dengan cepat dan tepat.
Jelaskan apa yang terjadi dan ingatkan pasien untuk kembali
sesuai waktu yang dipesan oleh petugas.

- Reaksi Kusta dapat terjadi setelah RFT


(Segera, atau bahkan bertahun-tahun sesudah RFT)

72
Modul UPK 2012

BAB VI
KECACATAN KUSTA
TUJUAN PEMBELAJARAN

Tujuan Instruksional Umum

Setelah menyelesaikan materi ini, peserta diharapkan dapat menentukan


tingkat cacat pada pasien kusta

Tujuan Instruksional Khusus

Setelah mengikuti materi ini, peserta latih akan dapat:


1. Mengetahui proses terjadinya cacat
2. Menentukan dan mencatat tingkat cacat

Kusta merupakan masalah kesehatan masyarakat karena cacatnya. Cacat


kusta terjadi akibat gangguan fungsi saraf pada mata, tangan atau kaki.
Sayangnya, orang-orang yang cacat akibat kusta “dicap” seumur hidup
sebagai “penderita kusta” walaupun sudah sembuh dari penyakit.
Sementara sebenarnya hampir semua cacat dapat dicegah !

A. PROSES TERJADINYA CACAT KUSTA


Fungsi saraf ada 3 macam:
 Fungsi motorik memberikan kekuatan pada otot
 Fungsi sensorik memberi rasa raba
 Fungsi otonom mengurus kelenjar keringat dan kelenjar minyak
Terjadinya cacat tergantung dari fungsi saraf, serta saraf mana yang
rusak.
Kecacatan pada kusta dapat terjadi lewat 2 proses :
1. Infiltrasi langsung M.leprae ke susunan saraf tepi dan organ
(misalnya mata).
2. Melalui reaksi kusta

Kecacatan yang terjadi tergantung pada komponen saraf yang terkena.


Apakah sensoris, motoris, otonom, maupun kombinasi antara ketiganya.

73
Modul UPK 2012

GANGGUAN FUNGSI SARAF TEPI

Sensorik Motorik Otonom

Anestesi Kelemahan Gangguan pengeluaran pada:


- kelenjar keringat
- kelenjar minyak
- aliran darah

Tangan Kornea mata Tangan Mata Kulit


& kaki anestesi, & kaki lemah/ Lagopthalmos kering/
tidak refleks kedip lumpuh Pecah
rasa berkurang -pecah

Jari-jari Infeksi
Luka Infeksi bengkok/kaku Luka

Luka Infeksi

Mutilasi/ Buta Mutilasi/


absorbsi Absorbsi Buta Mutilasi/Absorbsi

74
Modul UPK 2012

Kerusakan saraf akan mengakibatkan cacat pada tempat


tertentu

Fungsi
Saraf
Motorik Sensorik Otonom
Facialis Kelopak mata tidak
bisa menutup
Ulnaris jari tangan ke 4 dan Mati rasa telapak
ke 5 tangan bagian jari Kekeringan dan
lemah/lumpuh/kitin ke 4 & 5 kulit retak akibat
g kerusakan
Medianu ibu jari, jari 2 dan 3 Mati rasa telapak kelenjar
s lemah/lumpuh/kitin tangan bagian ibu keringat, minyak
g jari, jari ke 2 & 3 dan aliran darah
Radialis tangan lunglai

Peroneus Kaki semper


Tibialis Jari kaki kiting Mati rasa telapak
posterior kaki

B. TINGKAT CACAT WHO


Untuk menilai kualitas penanganan pencegahan cacat yang dilakukan
oleh petugas, maka semua pasien kusta dinilai tingkat cacatnya sesuai
dengan petunjuk WHO.
Kualitas penemuan penderita juga dapat dinilai dengan melihat proporsi
tingkat cacat 2 di antara penderita baru.

►Ini suatu sistem untuk mengukur cacat akibat kerusakan saraf,


sebagai resiko penyakit kusta. Cacat yang terjadi bukan akibat
kusta, tidak dihitung.

►Mata diperiksa apakah kelopak mata sulit menutup,

►Tangan diperiksa apakah ada lunglai, mati rasa pada telapak, luka
atau ulkus akibat mati rasa, pemendekan jari atau kelemahan
otot.

►Kaki diperiksa apakah ada lunglai (semper), mati rasa pada


telapak
kaki, luka , atau pemendekan jari.

75
Modul UPK 2012

76
Modul UPK 2012

WHO membagi tingkat cacat kusta sebagai berikut :

0 ► Jika mata, tangan atau kaki tetap utuh, maka diberi tingkat
cacat 0

1 ► Jika ada cacat pada tangan atau kaki akibat kerusakan saraf
karena penyakit kusta, tetapi cacat itu tidak kelihatan, maka
diberi tingkat cacat 1

2 ► Kalau ada cacat akibat kerusakan saraf dan cacat itu kelihatan
(borok, luka, jari kiting, lunglai, pemendekan, mata tidak dapat
menutup erat, luka pada cornea), maka diberi tingkat cacat 2

► Yang tidak termasuk hitungan ialah semua cacat atau kelainan


pada kulit saja atau yang terjadi bukan akibat penyakit kusta,
yaitu : luka biasa (pada tangan atau kaki yang tidak
matirasa), alis mata menipis (madarosis), hidung pelana, mati
rasa selain pada telapak (pada kulit umum atau pada bercak);
kiting, kelemahan otot atau kehilangan jari yang disebabkan oleh
kecelakaan.

► Tingkat cacat umum berarti nilai cacat yang paling tinggi di


antara
mata, tangan dan kaki, dan nilai itulah yang diisi di laporan
bulanan

► Jumlah nilai diperoleh dengan menjumlahkan semua nilai dari


mata,
tangan dan kaki, sehingga dapat gambaran yang lebih jelas
mengenai keadaan penderita itu yang sebenarnya

Cara mengisi tingkat cacat pada kartu penderita

► Dilakukan pada waktu mulai pengobatan, dan pada waktu RFT


Contoh : Ada penderita yang mempunyai mata tetap utuh, tangan
kanannya matirasa, tangan kirinya matirasa dan kiting, kaki
kanan lunglai tetapi kaki kiri utuh.

Waktu Tanggal Mata Tangan Kaki Nilai Jumlah


pemeriksaa Tertingg Nilai
n Ka Ki Ka Ki Ka Ki i
Pertama 5/10/0 0 0 1 2 2 0 2 5
4

77
Modul UPK 2012

RFT

BAB VII
PENCEGAHAN CACAT & PERAWATAN DIRI

TUJUAN PEMBELAJARAN

Tujuan Instruksional Umum

Setelah menyelesaikan materi ini, peserta diharapkan mampu


mengajarkan perawatan diri bagi pasien kusta dengan cacat tingkat 1 dan
2.

Tujuan Instruksional Khusus

Setelah mengikuti materi ini, peserta akan dapat:

a) Menjelaskan proses terjadinya cacat/luka pada penderita


b) Mengajarkan dan memotivasi pasien untuk melakukan perawatan
diri sesuai kecacatannya (mata, tangan, kaki)
c) Mendemonstrasikan penggunaan alat-alat pelindung dan
perawatan mata, tangan, kaki, yang sederhana dan mudah
ditemukan di sekitar penderita.
d) Memberikan saran cara memilih alat pelindung dan perawatan
yang tepat untuk mata, tangan dan kaki.
e) Menjelaskan pentingnya monitoring kemajuan penderita dalam hal
merawat diri.

78
Modul UPK 2012

Kusta merupakan masalah kesehatan masyarakat karena cacatnya. Cacat


kusta terjadi akibat gangguan fungsi saraf pada mata, tangan atau kaki.
Semakin panjang waktu penundaan dari saat pertama ditemukan tanda
dini, hingga dimulainya pengobatan, makin besar resiko timbulnya
kecacatan akibat terjadinya kerusakan saraf yang progresif. Dengan
alasan inilah maka diagnosis dini dan pengobatan harusnya dapat
mencegah terjadinya komplikasi jangka panjang.

Program pencegahan cacat sebenarnya sudah dimulai sejak dari


penemuan penderita. Berikut adalah komponen kegiatan pencegahan
cacat :
1. Penemuan dini penderita sebelum cacat
2. Mengobati penderita dengan MDT sampai RFT
3. Deteksi dini adanya reaksi kusta dengan pemeriksaan fungsi saraf
secara rutin
4. Menangani reaksi
5. Penyuluhan
6. Perawatan diri
7. Menggunakan alat bantu untuk mencegah bertambahnya kecacatan
yang terlanjur diderita.
8. Rehabilitasi medis (operasi rekonstruksi)

Petugas Kusta puskesmas harus memperhatikan pasien yang cacat tetap


dan menentukan tindakan perawatan diri apa yang perlu dilakukan pasien
itu. Petugas jangan hanya memberikan ceramah kepada pasien, tetapi
peragakan tindakan-tindakan itu dan bantulah penderita supaya dia dapat
melakukannya sendiri.

Pasien harus mengerti bahwa pengobatan MDT sudah (atau akan)


membunuh bakteri kusta. Tetapi cacat pada mata, tangan atau kakinya
yang terlanjur terjadi akan tetap ada seumur hidupnya, sehingga dia
harus bisa melakukan perawatan diri dengan rajin agar cacatnya tidak
bertambah berat.

Prinsip pencegahan bertambahnya cacat pada dasarnya adalah 3 M :

1. Memeriksa mata, tangan dan kaki secara teratur


2. Merawat mata, tangan dan kaki
3. Melindungi mata, tangan dan kaki dari trauma fisik

79
Modul UPK 2012

A.Untuk mata yang tidak dapat ditutup rapat :


 Memeriksa:
Sering-seringlah bercermin apakah ada kemerahan atau benda
yang masuk ke mata (penjelasan lebih lanjut mengenai mata
merah akan dijelaskan kemudian). Goresan kain baju, sarung
bantal, tangan, daun, debu, rambut, asap, dll dapat merusak mata,
akibatnya, mata akan merah, meradang dan terjadi infeksi yang
bisa mengakibatkan kebutaan.

 Untuk merawat mata: seringlah mencuci/membasahi mata


dengan air bersih, mencegah kerusakan mata dengan: menghindari
tugas-tugas di mana ada debu, misalnya mencangkul tanah kering,
menuai padi, menggiling padi, bakar sampah, dll.
 Melindungi mata dari debu dan angin yang dapat mengeringkan
mata, dengan memakai kacamata, waktu istirahat, tutuplah mata
dengan sepotong kain basah.

80
Modul UPK 2012

B.Untuk tangan yang mati rasa :


Tangan bisa terluka oleh :
 Benda panas, seperti gelas kopi panas, cerek, kuali, rokok,
api, bara api, knalpot, dll
 Benda-benda tajam, seperti kaca, seng, pisau, duri, kawat
berduri, paku, gergaji, dll
 Gesekan dari alat kerja (tukul, cangkul), tali pengikat sapi
atau perahu, batu, dll
 Pegangan yang terlalu kuat pada alat kerja

Mencegah luka dengan :


 Seringlah berhenti dan memeriksa tangan dengan teliti
apakah ada luka atau lecet yang kecil sekalipun.
 Jika ada luka, memar atau lecet kecil sekecil apapun,
rawatlah dan istirahatkan bagian tangan itu sampai
sembuh, dan bagilah tugas rumah tangga supaya orang lain
mengerjakan bagian yang berbahaya bagi tangan yang mati
rasa.
 Lindungilah tangan dari benda yang panas, kasar ataupun
tajam, dengan memakai kaos tangan tebal atau alas kain

81
Modul UPK 2012

C.Untuk kulit tangan yang kering :


 Seringlah berhenti dan memeriksa tangan dengan teliti jangan
sampai ada luka atau lecet yang kecil sekalipun karena
kekeringan akan mudah mengakibatkan luka-luka kecil akibat
retakan kulit yang pecah.
 Perawatan kulit yang kering adalah dengan cara : Rendam
selama 20 menit setiap hari dalam air dingin, kemudian
langsung mengolesi dengan minyak (kelapa atau minyak lain)
untuk melindungi kelembaban kulit.

D.Untuk jari tangan yang bengkok :


Kalau dibiarkan bengkok, sendi-sendi akan menjadi kaku dan otot-
otot akan memendek sehingga jari akan menjadi lebih kaku dan tidak
dapat digunakan, serta dapat menyebabkan luka.

 Seringlah memeriksa tangan dengan teliti, karena pemakaian jari-


jari yang sudah bengkok tersebut juga mudah menyebabkan luka.
 Perawatan jari-jari yang bengkok bertujuan mencegah supaya
jangan sampai terjadi kekakuan lebih berat dapat dilakukan
dengan cara sesering mungkin setiap hari memakai tangan lain
untuk meluruskan sendi-sendinya.

 Taruh tangan di atas paha seperti dalam gambar berikut ini,


luruskan dan bengkokkan jari berulang kali.

82
Modul UPK 2012

 Pegang ibu jari dengan tangan lain dan gerakkan sendi supaya
tidak kaku.

Kalau hanya lemah, kuatkan dengan cara:


 Taruh di meja atau paha, pisahkan dan rapatkan jari berulang kali,
atau Ikat jari dengan karet, lalu pisahkan dan rapatkan jari
berulang kali.

 Jari tangan yang kontraktur mudah terluka saat melakukan


pekerjaan ringan sekalipun. Melindungi jari-jari yang kontraktur
dapat dilakukan dengan cara memakai alat-alat pelindung seperti
alat bantu yang telah dimodifikasi untuk jari yang bengkok.

83
Modul UPK 2012

E.Untuk kaki yang semper :


Kalau kaki semper dibiarkan tergantung, otot pergelangan kaki
bagian belakang (archilles) akan memendek sehinga kaki itu tetap
tidak bisa diangkat, jari-jari kaki akan terseret dan luka. Dan
karena kaki itu miring waktu melangkah, akan mudah terjadi ulkus
di belakang jari kaki ke 4 dan ke 5. Oleh karena itu pemeriksaan
rutin kondisi kaki juga perlu dilakukan.

Untuk mencegah agar kaki yang semper (lumpuh) tidak bertambah


cacat maka dianjurkan melakukan kegiatan berikut.
 Merawat kaki supaya tidak menjadi kaku dengan latihan seperti
berikut :
 Duduk dengan kaki lurus ke depan. Pakai kain panjang
atau sarung yang disangkutkan pada bagian depan kaki itu
dan tarik ke arah tubuh. (Untuk kaki semper yang luka).

 Jika kelemahan saja yang terjadi, latihan seperti gambar di


halaman sebelumnya dapat dikerjakan, serta sering-
seringlah mencoba mengangkat jari dan bagian depan kaki
tersebut

 Cara lain untuk melatih kaki yang lemah adalah : Duduklah


dengan kaki lurus. Ikatlah karet (dari ban dalam) pada tiang
atau kaki meja, dan dengan bertumpu pada sendi
pergelangan kaki, dan tarik tali karet itu dengan punggung
kaki, lalu tahan beberapa saat dan kemudian ulangi
beberapa kali.

84
Modul UPK 2012

 Melindungi jari-jari tidak ikut terseret dan luka dengan cara :


selalu pakai sepatu, mengangkat lutut lebih tinggi waktu
berjalan, atau memakai tali karet di antara lutut dan sepatu
guna mengangkat kaki bagian depan waktu berjalan

F. Untuk kulit kaki yang tebal dan kering :


Kulit yang kering akan mengakibatkan luka-luka kecil yang kemudian
terinfeksi
Mencegah kulit kering dengan:
 Rendam kaki selama 20 menit setiap hari dalam air
dingin
 Gosoklah bagian yang menebal dengan batu gosok
 Kemudian langsung diolesi dengan minyak kelapa untuk
menjaga kelembaban kulit

85
Modul UPK 2012

G. Untuk kaki yang mati rasa :


Kaki bisa terluka oleh:
 Benda panas, seperti api, bara api, knalpot, aspal panas
 Benda tajam, seperti kaca, seng, pisau, duri, kawat berduri,
paku, gergaji, dll
 Gesekan dari sepatu/sandal yang terlalu besar ataupun kecil,
batu dalam sepatu, dll
 Tekanan tinggi ataupun lama – berdiri terlalu lama tanpa gerak,
berjalan terlalu jauh atau terlalu cepat, jongkok yang lama, dsb.

Cegah terjadinya luka dengan cara:

 Sering berhenti dan memeriksa kaki dengan teliti apakah ada luka
atau memar atau lecet yang kecil sekalipun.

 Kalau ada luka, memar atau lecet kecil, langsung rawat dan
istirahatkan bagian kaki itu sampai sembuh, yaitu istirahatkan kaki
(jangan sekali-kali diinjakkan) !

 Bila di sekitar luka ada kulit mati yang sangat menebal, yang
dengan digosok batu apung hanya membawa sedikit perubahan,
maka untuk mencegah terjadinya luka dan mempercepat
pertumbuhan kulit baru maka petugas dianjurkan untuk melakukan
trimming (eksisi kulit mati) di sekitar ulkus plantaris menggunakan
skalpel.

Cara melakukan trimming :

- Posisikan jari kaki dalam posisi hiper ekstensi (untuk


meminimalkan perdarahan)
- Koreklah jaringan mati, gunakan probe untuk menelusuri
sinus atau penyebaran luka (atau abses) yang mungkin
sampai ke bagian dorsum kaki.

Gambar:

86
Modul UPK 2012

- Eksisi bagian pinggir ulkus, potong jaringan yang mati di


bagian tepi dan kallus di sekitar ulkus.

Gambar :

 Melindungi kaki dengan membagi tugas rumah tangga supaya


orang lain mengerjakan bagian yang berbahaya bagi kaki yang
mati rasa dan pastikan untuk selalu memakai alas kaki.

Kriteria alas kaki yang sesuai adalah :

 Empuk di dalam
 Keras di bagian bawah supaya benda tajam tidak dapat
tembus
 Tidak mudah terlepas (ada tali di belakang)
 Tidak perlu sepatu khusus jika bisa memilih sepatu/sandal di
pasar dengan memperhatikan persyaratan di atas, atau
lakukan modifikasi jika perlu.

87
Modul UPK 2012

H. Untuk luka borok :


 Luka borok atau ulkus disebabkan karena menginjak benda tajam
atau ada memar yang tidak dihiraukan karena penderita tidak
merasa sakit. Luka itu terus terinjak karena berat badan penuh,
sampai kulit dan daging hancur. Luka itu sebenarnya akan dapat
sembuh sendiri bila diistirahatkan selama beberapa minggu.
 Memeriksa kaki secara rutin dengan teliti apakah ada kotoran
atau benda asing dalam luka karena dapat mengganggu
penyembuhan luka.
 Cara merawat yang tepat ialah bersihkan luka dengan air sabun
dan tutup luka dengan kain pembalut bersih (bisa diperoleh dari
kain perca yang ada di rumah, hanya syaratnya di cuci rutin dan
sering diganti).
 Cara melindungi kaki yang borok dari trauma lanjutan adalah
dengan mengistirahatkan bagian kaki itu dengan sedapat
mungkin mengurangi tekanan yang diterima oleh bagian kaki
yang mengalami borok tersebut (dapat dilakukan dengan cara
jangan diinjakkan pada waktu berjalan, berjalan pincang/timpang,
memakai tongkat atau kruk di sisi yang tidak sakit, menggunakan
sepeda atau dengan alat bantu berupa bantalan yang dibuat
khusus untuk kondisi kaki tertentu).

88
Modul UPK 2012

X √
 Seringkali ada pasien yang sudah menyelesaikan pengobatan
(RFT), kemudian mendapat luka atau borok pada telapak kakinya
dan mereka menganggap bahwa penyakit kustanya tersebut
kambuh. Hal itu tidaklah benar. Luka pada kaki yang mati rasa
BUKAN disebabkan oleh Mycobacterium leprae, jadi tidak perlu
mengulangi pemberian MDT atau DDS.

 Jika pada ulkus tidak ada tanda infeksi (merah, bengkak, panas,
sakit), berarti tidak ada infeksi sekunder oleh bakteri lain
sehingga antibiotik tidak perlu diberikan.

 Apabila cacat sudah menetap, misalnya clawing / drop foot


anjurkan untuk dirujuk bedah rekonstruksi.

RUJUKAN UNTUK OPERASI/OPERASI


REKONSTRUKSI:
Indikasi untuk rujukan operasi meliputi :
- Borok di telapak kaki (plantaris pedis) yang lebih dari 1 tahun
- Borok yang disertai dengan osteomyelitis
- Cacat sudah menetap, misalnya jari bengkok, tangan lunglai, kaki
semper, dan mata yang tidak dapat menutup.

Khusus untuk operasi rekonstruksi, ada hal-hal yang menjadi pra


syarat yang harus dipenuhi sebelum operasi dilaksanakan, antara lain :
1. Usia produktif dan bersedia dioperasi.

89
Modul UPK 2012

2. Mengerti apa manfaat dan batasan operasi


3. RFT (untuk bedah sepsis tidak perlu menunggu pasien RFT)
4. Bebas reaksi atau bebas prednison, minimal 6 bulan.
5. Cacat sudah menetap (lebih dari 1 tahun)
6. Tidak ada kekakuan sendi/kontraktur pada jari-jari
7. Tidak ada luka pada daerah yang akan dioperasi.
8. Kondisi umum baik, HB di atas 10 gr%.

BAB VIII
PENCATATAN DAN PELAPORAN

TUJUAN PEMBELAJARAN

Tujuan Instruksional Umum


Setelah menyelesaikan materi ini, peserta akan dapat melaksanakan
pencatatan dan pelaporan dengan benar

90
Modul UPK 2012

Tujuan Instruksional Khusus


Setelah mengikuti materi ini, peserta akan dapat:
1. Melakukan pencatatan pada kartu penderita
2. Melakukan pengisian form pemantauan fungsi saraf
3. Melakukan pengisian form evaluasi reaksi berat ( prednison )
4. Melakukan pencatatan register kohort penderita

Pencatatan dan pelaporan merupakan salah satu elemen yang sangat


penting untuk mendapat gambaran dan informasi kegiatan di semua
tingkat pelaksana program pengendalian penanggulangan penyakit kusta

Tujuan pencatatan dan pelaporan untuk:

1. Mendapatkan informasi hasil pelaksanaan program P2 Kusta


2. Mengidentifikasi masalah dan menetapkan prioritas untuk bimbingan
dan intervensi.
3. Mengetahui keberhasilan program
Untuk itu diperlukan pencatatan dan pelaporan yang baku, berkualitas,
akurat dan tepat waktu, untuk mendukung pengambilan keputusan dan
perencanaan program P2 Kusta.

A. Pencatatan
Adalah suatu kegiatan yang dilakukan oleh petugas untuk mencatat hasil-
hasil kegiatan program P2 Kusta

Di Unit Pelayanan Kesehatan


Puskesmas, Rumah Sakit (RS) dalam melaksanakan pencatatan
menggunakan formulir sebagai berikut:

91
Modul UPK 2012

Kartu Penderita
Kartu pencatatan penderita disimpan di puskesmas atau UPK
dimana penderita berobat dengan tujuan :
1) Identifikasi pasien
2) Mencatat diagnosis yang telah ditegakkan
3) Mengetahui cara penemuan pasien
4) Mengetahui riwayat penyakit
5) Mengetahui tanda kelainan tubuh pada waktu diperiksa
pertama kali
6) Mengetahui keadaan cacat
7) Mengetahui keteraturan pengobatan
8) Mengetahui hasil pemeriksaan kontak
9) Mengetahui riwayat reaksi kusta
10) Mengetahui hasil pemeriksaan ulang

92
Modul UPK 2012

Cara pengisian Kartu Penderita Kusta :

- Isilah kolom nama Propinsi, Kabupaten/Kota, Kecamatan,


dan Puskesmas.
- Lingkari klasifikasi PB atau MB
- Isi tanggal, bulan, tahun, saat terdaftar, mulai MDT,
dinyatakan RFT, meninggal, default, pindah.
- Isilah kolom nama, jenis kelamin, umur,alamat,pekerjaan
serta nama ibu kandung dengan jelas.
- Isilah kolom cara penemuan : bagaimana penderita
ditemukan dengan tanda (√)
- Riwayat penyakit :
- Catat bentuk kelainan kulit pertama, apakah pernah
bergaul dengan penderita, apakah pernah berobat
sebelumnya/tidak. Kolom keterangan dapat diisi hal-hal lain
yang berkaitan dengan keadaan penderita.

- Gambar kelainan tubuh akibat kusta sesuai kelainan yang


ditemukan pada penderita pada kartu penderita . Ini
penting untuk menyesuaikan tanda klinis dan klasifikasi
yang telah ditetapkan di halaman depan dan mengetahui
kemajuan pengobatan setelah berlangsung beberapa
waktu.
- Isi tanggal waktu menggambar pertama kali, isi nama
petugas yang menggambar.
- Isi kolom tingkat cacat : Tingkat cacat saat ditemukan,
tingkat cacat saat RFT sesuai dengan hasil pemeriksaan
pada penderita berdasarkan tingkat cacat menurut WHO
- Pengobatan MDT : Isi tahun dan tanggal sesuai bulan saat
pengambilan obat MDT

- Pemeriksaan Kontak

93
Modul UPK 2012

Isi nama kontak yang diperiksa beserta umur dan jenis


kelamin, tanggal pemeriksaan, hasil pemeriksaan.

 PB/MB : Bila kontak yang diperiksa ternyata


positif kusta

 S : Bila dinyatakan suspek

 - : Bukan kusta

 Keterangan : diisi hubungan dengan pasien ( suami,


istri, anak, tetangga dll )

- Konfirmasi diagnosis, kapan,oleh siapa, tanda tangan


- Catatan : isi hal-hal penting yang terjadi selama
pengobatan misalnya reaksi, hasil pemeriksaan BTA dan
lain-lain.

Formulir Pemantauan Fungsi Saraf


Setiap pasien baru yang didiagnosis harus dilengkapi dengan
Pencatatan Tes Rasa raba pada telapak tangan dan kaki serta
Tes Kekuatan Otot mata, tangan dan kaki.

Formulir ini disimpan di Puskesmas/UPK di dalam kartu


penderita, dimana penderita mendapat pengobatan dengan
tujuan:
1) Untuk menentukan tingkat kecacatan
2) Untuk mengetahui tanda-tanda dini reaksi
Pemeriksaan dan pencatatan ini diulangi setiap bulan, untuk
mendeteksi reaksi kusta secara dini. Pemeriksaan dan
pencatatan dilakukan setiap satu/dua minggu jika pasien
mengalami reaksi. Pencatatan juga dilakukan pada saat
penderita dinyatakan RFT.

Cara mengisi formulir jelas tercantum pada form.

94
Modul UPK 2012

Form Evaluasi pengobatan reaksi berat


Form evaluasi pengobatan reaksi berat yang disimpan di
puskesmas atau UPK dimana penderita mendapat pengobatan
bertujuan untuk memonitor pemberian prednison pada pasien
reaksi berat.
Cara Pengisian :

- Diisi kolom indikasi pemberian prednison (sesuai hasil


pemeriksaan pada form pemantauan fungsi saraf ).

- Pada tabel pemberian prednison diisi tanggal kunjungan


penderita, hasil pemeriksaan nyeri saraf serta gangguan
fungsi motorik dan sensorik pada mata, tangan dan kaki
yang terjadi dalam 6 bulan terakhir (sama dengan
pemeriksaan pada form pencegahan cacat ), dosis obat
dan lamanya (prednison) dan melengkapi kolom
keterangan jika ada gangguan/kelainan pada organ kulit.

Register Kohort PB
Formulir ini disimpan di puskesmas/UPK dimana penderita
mendapat pengobatan dan tujuannya adalah :

1) Untuk mengetahui jumlah penderita PB secara kumulatif


jangka waktu tertentu,
2) Untuk mengetahui keteraturan pengobatan menurut kohort,
3) Untuk mengetahui jumlah penderita Default
4) Untuk mengetahui jumlah penderita pindah
5) Untuk mengetahui jumlah penderita meninggal
6) Untuk menghitung RFT Rate
7) Mengetahui suspect yang diperiksa
8) Mengetahui stok obat
9) Mengetahui pasien reaksi berat pasca RFT

95
Modul UPK 2012

Cara Pengisian register Kohort PB

Kolom Isi
1 No Urut
2 Tanggal Registrasi
3-4 Nomor Registrasi terdiri atas:
Nomor Desa/Kelurahan
Nomor urut pasien
Nomor desa
77 :pasien dari luar Puskesmas
88 : pasien dari luar kab/kota
99 : pasien dari luar provinsi
5 Nama Pasien lengkap dengan nama ibu kandung
6 Alamat lengkap sesuai KTP
7 Status Pasien baru diisi pada kolom yang sesuai :
S : Sukarela
K : Kontak
A : Aktif survey
AS: survey Anak sekolah
8 Status Pasien Lama/ulangan, diisi pada kolom yang sesuai:
R : Relaps
MK: Masuk Kembali setelah Default
G : Ganti tipe
P : Pindahan dari UPK lain
9-10 Umur , diisi pada kolom anak atau dewasa dengan umur yang
sesuai
11 Kontak yang diperiksa

96
Modul UPK 2012

Sasaran
Yang sudah diperiksa
12 Jenis kelamin, diisi pada kolom yang sesuai
13-16 Tingkat cacat pada awal MDT dan akhir MDT diisi lengkap
berdasarkan pemeriksaan pemantauan fungsi saraf tepi
Awal : Saat diagnosis ditegakkan
Akhir : Pada saat dinyatakan RFT
Nilai cacat :
Umum : diisi dengan tingkat cacat tertinggi
Skor : diisi dengan penjumlahan semua nilai cacat
18-29 Pengobatan pasien :
Pengisian dimulai dari tahun pertama
Diisi dengan tanggal pengambilan obat
Pengambilan MDT 2 kali dalam 1 bulan maka tanggal tersebut
dipisahkan dengan tanda koma.
Jika pasien mengambil MDT sekaligus untuk beberapa bulan
maka ditulis sesuai bulan
- Bila pasien mengalami reaksi berat, beri tanda lingkaran
pada tanggal dan bulan pengambilan obat
Bila pasien mengalami reaksi ENL berat berulang, beri tanda X
pada tanggal dan bulan pengambilan obat
30 Keterangan diisi tanggal RFT atau Default, pindahan dari mana
dan sudah minum obat berapa kali, pindah kamana dan tanggal
berapa dll
Suspect Diisi sesuai jumlah pemeriksaan yang dilakukan tiap tribulan
yang Sukarela
diperiks Kontak
a Anak Sekolah
Aktif lain
Stok Diisi dengan jumlah blister/obat sesuai dengan kolom
Obat

Form Diisi sesuai kasus yang ditemukan

97
Modul UPK 2012

Isian Catatan :
untuk  Lembar warna putih : arsip di puskesmas
Reaksi  Lembar warna merah : dikirim ke kabupaten untuk
Berat tribulan 1
pasca  Lembar warna kuning : dikirim ke kabupaten untuk
RFT tribulan 2
 Lembar warna biru : dikirim ke kabupaten untuk tribulan
3
 Lembar warna hijau : dikirim ke kabupaten untuk tribulan
4
Untuk penderita yang masih menjalani pengobatan pada tahun
berikutnya, kirim fotocopy arsip puskesmas ke kabupaten.

Register Kohort MB
1) Untuk mengetahui jumlah penderita MB secara kumulatif
dalam jangka waktu tertentu
2) Untuk mengetahui keteraturan pengobatan menurut kohort,
3) Untuk mengetahui jumlah penderita Default
4) Untuk mengetahui jumlah penderita pindah
5) Untuk mengetahui jumlah penderita meninggal
6) Untuk menghitung RFT Rate

Cara Pengisian register Kohort MB:


Kolom Isi
1 No Urut
2 Tanggal Registrasi
3-4 Nomor Registrasi terdiri atas:
Nomor Desa/Kelurahan
Nomor urut pasien

98
Modul UPK 2012

Nomor desa
77 :pasien dari luar Puskesmas
88 : pasien dari luar kab/kota
99 : pasien dari luar provinsi
5 Nama Pasien lengkap dengan nama ibu kandung
6 Alamat lengkap sesuai KTP
7 Status Pasien baru diisi pada kolom yang sesuai :
S : Sukarela
K : Kontak
A : Aktif survey
AS: survey Anak sekolah
8 Status Pasien Lama/ulangan, diisi pada kolom yang sesuai:
R : Relaps
MK: Masuk Kembali setelah Default
G : Ganti tipe
P : Pindahan dari UPK lain
9-10 Umur , diisi pada kolom anak atau dewasa dengan umur yang
sesuai
11 Kontak yang diperiksa
Sasaran
Yang sudah diperiksa
12 Jenis kelamin, diisi pada kolom yang sesuai
13-16 Tingkat cacat pada awal MDT dan akhir MDT diisi lengkap
berdasarkan pemeriksaan pemantauan fungsi saraf tepi
Awal : Saat diagnosis ditegakkan
Akhir : Pada saat dinyatakan RFT
Nilai cacat :
Umum : diisi dengan tingkat cacat tertinggi
Skor : diisi dengan penjumlahan semua nilai cacat
18-29 Pengobatan pasien :
Pengisian dimulai dari tahun pertama
Diisi dengan tanggal pengambilan obat
Pengambilan MDT 2 kali dalam 1 bulan maka tanggal tersebut

99
Modul UPK 2012

dipisahkan dengan tanda koma.


Jika pasien mengambil MDT sekaligus untuk beberapa bulan
maka ditulis sesuai bulan
- Bila pasien mengalami reaksi berat, beri tanda lingkaran
pada tanggal dan bulan pengambilan obat
Bila pasien mengalami reaksi ENL berat berulang, beri tanda X
pada tanggal dan bulan pengambilan obat

30 Keterangan diisi tanggal RFT atau Default, pindahan dari mana


dan sudah minum obat berapa kali, pindah kamana dan tanggal
berapa dll
Catatan :
 Lembar warna putih : arsip di puskesmas
 Lembar warna merah : dikirim ke kabupaten untuk
tribulan 1
 Lembar warna kuning : dikirim ke kabupaten untuk
tribulan 2
 Lembar warna biru : dikirim ke kabupaten untuk tribulan 3
 Lembar warna hijau : dikirim ke kabupaten untuk tribulan
4
Untuk pasien yang masih menjalani pengobatan pada tahun
berikutnya, kirim fotocopy arsip puskesmas ke kabupaten

Data Pokok Program Eliminasi


Data pokok diisi setiap tahun, merupakan rekapitulasi data tribulan

hasil kegiatan puskesmas/kabupaten/propinsi .

Cara Pengisian :

100
Modul UPK 2012

Nomor Isi
* Coret yang tidak perlu, sesuaikan dengan wilayah kerja

Tulis nama puskesmas/kabupaten/propinsi

1 Jumlah penduduk sesuai tingkat :


puskesmas/kabupaten/propinsi
2a
Jumlah seluruh desa/puskesmas/kabupaten
2b
Jumlah desa/puskesmas/kabupaten dengan kusta
2c
Jumlah desa/puskesmas/kabupaten tanpa kusta
3
Jumlah pasien baru PB dan MB dalam 1 tahun

Total : pasien baru PB + MB


4
Angka penemuan pasien baru

( CDR = Case Detection Rate ) per 100.000 penduduk )


5a
Persentasi pasien cacat tingkat 2 diantara pasien baru (%)
5b
Persentasi pasien anak < 15 tahun diantara pasien baru (%)
5c
Persentasi pasien MB diantara pasien baru (%)
6
Persentasi pasien PB yang RFT tepat waktu diantara seluruh
pasien baru PB dalam 1 tahun

Persentasi pasien MB yang RFT tepat waktu diantara seluruh


pasien baru MB dalam 1 tahun
7
Jumlah pasien PB dan MB yang masih terdaftar pada akhir

8 Desember Total : pasien PB +MB

Angka kesakitan ( PR= Prevalensi Rate ) per10.000 penduduk

B. Pelaporan
Adalah penyampaian hasil-hasil kegiatan pelaksanaan Program P2 Kusta
di suatu wilayah kerja pada jangka waktu tertentu dengan benar dan
tepat waktu.

101
Modul UPK 2012

Formulir pelaporan untuk puskesmas adalah salinan Register Kohort PB


dan MB yang dikirim ke Kabupaten setiap triwulan. Nantinya salinan
tersebut akan direkap menjadi Laporan Triwulan P2 Kusta Kabupaten(RR
elektronik). Laporan tersebut berguna untuk :
1) Mendapatkan informasi hasil kegiatan program
2) Mengidentifikasi masalah
3) Membuat perencanaan monitoring dan evaluasi program,
4) Membuat data pokok program eliminasi kusta

102
Modul UPK 2012

BAB IX

PROGRAM PENGENDALIAN PENYAKIT KUSTA

TUJUAN PEMBELAJARAN
Tujuan Instruksional Umum

Setelah menyelesaikan materi ini, peserta diharapkan memahami


program pengendalian penyakit kusta di Indonesia

Tujuan Instruksional khusus

Setelah mengikuti materi ini peserta diharapkan dapat memahami;


1. Visi program pengendalian penyakit kusta
2. Misi program pengendalian penyakit kusta
3. Strategi program pengendalian penyakit kusta
4. Sasaran stategis program pengendalian penyakit kusta
5. Kegiatan pokok program pengendalian penyakit kusta
6. Indikator untuk monitor dan evaluasi program pengendalian
penyakit kusta

A.Visi
“Masyarakat sehat bebas kusta yang mandiri dan
berkeadilan”.

B.Misi
a) Meningkatkan derajat kesehatan masyarakat melalui
pemberdayaan masyarakat termasuk swasta dan masyarakat
madani

b) Melindungi kesehatan masyarakat dengan menjamin


tersedianya upaya kesehatan yang paripurna, merata, bermutu,
dan berkeadilan.

c) Menjamin ketersediaan & pemerataan sumber daya kesehatan.

d) Menciptakan tata kelola pemerintahan yang baik.

103
Modul UPK 2012

C.Strategi
a) Peningkatan penemuan kasus secara dini di masyarakat.
b) Pelayanan kusta berkualitas, termasuk layanan rehabilitasi,
diintegrasikan dengan pelayanan kesehatan dasar dan rujukan.
c) Penyebarluasan informasi tentang kusta di masyarakat.
d) Eliminasi stigma terhadap orang yang pernah mengalami kusta
dan keluarganya.
e) Pemberdayaan orang yang pernah mengalami kusta dalam
berbagai aspek kehidupan dan penguatan partisipasi mereka
dalam upaya pengendalian kusta.
f) Kemitraan dengan berbagai pemangku kepentingan.
g) Peningkatan dukungan kepada program kusta melalui
penguatan Advokasi kepada pengambil kebijakan dan penyedia
layanan lainnya untuk meningkatkan dukungan terhadap
program kusta.
h) Penerapan pendekatan yang berbeda berdasarkan endemisitas
kusta.

D.Sasaran strategis
Pengurangan angka cacat tingkat 2 sebesar 35% pada tahun 2015
dibandingkan data tahun 2010.

E.Kegiatan Pokok
a) Tata laksana pasien

1) Penemuan pasien
2) Diagnosis dan klasifikasi
3) Pengobatan dan pengendalian pengobatan
4) Pencegahan cacat dan perawatan diri
5) Rehabilitasi medik
b) Tata laksana program

1) Perencanaan
2) Pelatihan
3) Penyuluhan dan advokasi
4) Supervisi
5) Pencatatan dan pelaporan
6) Monitoring dan evaluasi
7) Pengelolaan logistik

104
Modul UPK 2012

F. INDIKATOR YANG DIPAKAI UNTUK MEMONITORING


DAN MENGEVALUASI PENGENDALIAN PENYAKIT
KUSTA

1. Indikator Utama
a. Angka penemuan pasien baru ( CDR =Case Detection Rate)

Jumlah pasien baru yang ditemukan pada periode satu tahun


per 100.000 penduduk.

Merupakan indikator yang paling bermanfaat dalam


menetapkan besarnya masalah dan transmisi yang sedang
berlangsung. Selain itu juga dipergunakan untuk menghitung
jumlah kebutuhan obat serta menunjukkan aktivitas program

Rumus :

Jumlah pasien baru yang ditemukan periode satu tahun


________________________________________________ x 100.000

Jumlah penduduk pada tahun yang sama

b. Angka kesembuhan (RFT = Release From Treatment)

Untuk keperluan analisa pengobatan digunakan ANALISA KOHORT


yaitu teknik analisa yang digunakan didalam mempelajari angka
kesakitan yang berubah menurut waktu dimana data pasien kusta
dikelompokkan menurut tanggal/waktu mulai diberikan
pengobatan MDT dan dimonitoring selama pengobatan. Yaitu
selama 6-9 bulan untuk penderita PB dan 12-18 bulan untuk
penderita MB.

Angka ini sangat penting dalam penilaian kualitas tatalaksana


penderita dan kepatuhan pasien dalam minum obat.

1) RFT Rate MB

Jumlah pasien baru MB dari periode kohort tertentu yang


menyelesaikan pengobatan tepat waktu (12 dosis dalam 12-18
bulan) dinyatakan dalam persentase.

105
Modul UPK 2012

Rumus :

Jumlah pasien baru MB yang menyelesaikan 12 dosis dalam


12-18 bulan
_______________________________________________x 100 %

Jumlah seluruh pasien baru MB yang mulai MDT pada periode


kohort yang sama

1) RFT Rate PB

Jumlah pasien baru PB dari periode kohort tertentu yang


menyelesaikan pengobatan tepat waktu (6 dosis dalam 6-9 bulan)
dinyatakan dalam persentase.

Rumus :

Jumlah pasien baru PB yang menyelesaikan 6 dosis dalam 6–9


bulan

------------------------------------------------------------------------x 100%
Jumlah seluruh pasien baru PB yang mulai MDT pada periode
kohort yang sama

c. Prevalensi dan angka prevalensi (PR = Prevalensi Rate)

Prevalensi adalah jumlah pasien terdaftar pada suatu saat tertentu.

Angka prevalensi adalah : jumlah pasien kusta terdaftar PB dan MB


pada suatu saat tertentu per 10.000 penduduk.

Angka ini menunjukkan besarnya masalah disuatu daerah,


menentukan beban kerja dan sebagai alat evaluasi.

Rumus :
Jumlah pasien kusta terdaftar pada suatu saat tertentu
____________________________________________ x 10.000
Jumlah penduduk pada tahun yang sama

106
Modul UPK 2012

2. Indikator lain yang bermanfaat:


a. Proporsi cacat tingkat 2.

Jumlah pasien yang ditemukan telah mengalami cacat tingkat 2


diantara pasien yang baru ditemukan pada periode 1 tahun.

Angka ini menunjukkan keterlambatan antara kejadian penyakit


dan penegakan diagnosis (keterlambatan pasien mencari
pengobatan atau keterlambatan petugas dalam menemukan
kasus).

Rumus:

Jumlah pasien baru dengan cacat tingkat 2 yang ditemukan


pada periode 1 tahun
__________________________________________________ x 100 %

Jumlah seluruh pasien baru yang ditemukan dalam periode 1 thn


yg sama

b. Proporsi pasien anak (0-<15 tahun)

Jumlah pasien anak (0 -<15 tahun) diantara pasien yang baru


ditemukan pada periode satu tahun.

Dapat dipakai untuk melihat keadaan penularan saat ini dan


memperkirakan kebutuhan obat.

Rumus:
Jumlah pasien baru anak (0-<15 tahun) yang ditemukan pada
periode 1 thn

___________________________________________________ x 100 %
Jumlah seluruh pasien baru ditemukan dalam periode

1 thn yang sama.

107
Modul UPK 2012

c. Proporsi MB

Jumlah pasien MB yang ditemukan diantara pasien baru yang


ditemukan pada periode satu tahun.

Angka ini dapat dipakai untuk memperkirakan sumber


penyebaran infeksi dan untuk menghitung kebutuhan obat.

Rumus :

Jumlah pasien baru MB yang ditemukan pada periode 1 tahun


___________________________________________________ x 100 %
Jumlah seluruh pasien baru ditemukan dalam periode

1 thn yang sama

d. Proporsi Perempuan

Jumlah pasien perempuan diantara pasien baru yang ditemukan


pada periode satu tahun.

Dapat memberikan gambaran tentang akses pelayanan terhadap


perempuan diantara pasien baru.

Rumus:

Jumlah pasien baru perempuan yang ditemukan pada periode 1


tahun
___________________________________________________ x 100 %
Jumlah seluruh pasien baru yang ditemukan dalam periode 1 thn
yg sama

3.Indikator Tatalaksana penderita.


Bermanfaat untuk melihat kualitas tatalaksana kasus.

a. Proporsi pasien baru yang didiagnosis dengan benar

Jumlah pasien baru yang didiagnosis dengan benar (setelah


dikonfirmasi) diantara seluruh pasien baru yang ditemukan pada
periode 1 tahun

108
Modul UPK 2012

Indikator ini bermanfaat untuk melihat kualitas diagnosis.

Rumus :

Jumlah pasien baru yang didiagnosis dengan benar pada periode


1 tahun
_________________________________________________ x 100 %
Jumlah seluruh pasien baru yang ditemukan pada periode tahun
yang sama

b.Proporsi pasien defaulter

Jumlah pasien yang tidak menyelesaikan pengobatan tepat


waktu (PB tidak ambil obat lebih 3 bulan, MB tidak ambil obat
lebih 6 bulan)diantara pasien baru yang mendapat pengobatan
pada periode 1 tahun.

Dapat menggambarkan kepatuhan berobat.

Rumus:

Jumlah pasien baru PB/MB yang tidak menyelesaikan


pengobatan tepat waktu
_________________________________________________x 100 %

Jumlah seluruh pasien baru PB/MB yang mendapat pengobatan


pada periode 1 tahun yang sama

cJumlah pasien kambuh

Jumlah pasien kambuh atau relaps yang ditemukan diantara


penderita yang sudah dinyatakan RFT pada periode 1 tahun.

Bermanfaat dalam memantau efektifitas pengobatan MDT.

d.Proporsi pertambahan cacat

Jumlah pasien yang skor kecacatannya bertambah saat RFT


diantara pasien baru pada periode kohort yang sama.

Dapat menggambarkan efektifitas POD selama pengobatan


MDT.

109
Modul UPK 2012

Rumus:
Jumlah pasien yang skor kecacatannya bertambah saat RFT
diantara pasien baru pada periode kohort yang sama.

_______________________________________________ x 100 %

Jumlah pasien yang sudah dinyatakan RFT pada periode kohort


yang sama

110
Modul UPK 2012

BAB X
PENYULUHAN DAN KONSELING
TUJUAN PEMBELAJARAN

Tujuan Instruksional Umum

Setelah menyelesaikan materi ini, peserta diharapkan mampu


melaksanakan penyuluhan dan mengetahui prinsip konseling tentang
penyakit kusta

Tujuan Instruksional Khusus

Setelah mengikuti materi ini,peserta akan dapat:

1. Mengetahui prinsip penyuluhan yang baik

2. Menentukan pesan penyuluhan yang sesuai dengan sasaran dan


perubahan perilaku yang diharapkan.

3. Menyampaikan pesan penyuluhan yang sesuai dengan sasaran.


4. Memahami dasar-dasar konseling

A.PENYULUHAN
Dalam mempersiapkan penyuluhan ada beberapa hal yang perlu
diperhatikan mengingat adanya keterkaitan antara satu dengan lainnya.

Tujuan Penyuluhan
Penting untuk menentukan tujuan dilaksanakannya penyuluhan
dalam mempersiapkan penyuluhan. Karena dari sinilah isi
pesan penyuluhan dikembangkan.
- Apa problem utama yang harus dibahas?
- Susunlah hal-hal yang akan disampaikan secara sistematis.
Utamakan hal-hal yang mendukung tujuan anda.
- Apa yang anda inginkan setelah sasaran mendengarkan
anda?
(Mereka mengerti, memahami dan melakukan apa yang
diinginkan oleh penyuluh).

Sasaran penyuluhan
Sasaran penyuluhan bisa siapa saja : penderita, keluarga,
masyarakat umum, petugas kesehatan, guru sekolah, murid, orang
tua murid, tokoh masyarakat atau orang yang diharapkan dapat
mengambil keputusan dan berpengaruh. Isi pesan penyuluhan
harus disesuaikan dengan sasaran penyuluhan. Jangan sampai

111
Modul UPK 2012

pesan yang anda berikan untuk petugas kesehatan anda


samakan dengan isi pesan untuk masyarakat umum. Karena
dengan demikian tujuan anda sulit tercapai.

Ada beberapa hal yang patut diperhatikan tentang sasaran


penyuluhan :
- Kelompok umur
- Asal ( orang desa atau kota )
- Agamanya
- Kepercayaan mereka mengenai kusta
- Bahasa yang mereka pergunakan,
- Pengalaman mereka dengan penderita kusta
Jelaskan semua hal dengan sejelas-jelasnya.

Metode pendekatan penyuluhan


Berkaitan dengan tujuan dan sasaran penyuluhan,dapat
dipertimbangkan cara pendekatan berikut :
- Pendekatan pada pengambil keputusan
- Pendekatan untuk memperoleh dukungan sosial masyarakat
- Pendekatan untuk memberdayakan masyarakat

Penyampaian pesan harus disesuaikan dengan sasaran


- Untuk pasien baru, perlu diberi penjelasan dan motivasi agar
bisa menerima kenyataan yang ada dan ada kemauan untuk
menjalani pengobatan.
- Pasien perlu penjelasan untuk berobat dengan teratur
- Isteri atau suami pasien perlu dijelaskan untuk mendukung
pasangannya berobat.
- Keluarga perlu menyusun kembali pembagian tugas rumah
tangga agar anggota keluarga yang menderita cacat kusta tidak
bertambah berat cacatnya.
- Tetangga pasien perlu menerima penjelasan bahwa pasien yang
sedang berobat atau cacat tidak perlu ditakuti.
- Kepala sekolah harus mendukung muridnya yang menderita
kusta.
- Masyarakat perlu mengetahui tanda-tanda dini penyakit kusta
dan sukarela memeriksakan diri ke petugas kesehatan.
- Masyarakat bisa menerima pasien kusta yang cacat untuk
mengikuti kegiatan kemasyarakatan seperti ibadah, pesta, dll.

INTI PESAN
Ada beberapa inti pesan yang perlu disampaikan

Pada pasien
- Meyakinkan bahwa pasien bisa sembuh
- Memotivasi penderita untuk berobat teratur
- Memberi pesan untuk segera kembali bila mengalami keluhan
- Mengajarkan cara perawatan diri

Pada Keluarga

112
Modul UPK 2012

- Penyebab kusta, sumber,dan cara penularan


- Tidak perlu takut/menjauhi pasien
- Kusta dapat disembuhkan dan obatnya gratis
- Mendukung keteraturan berobat pasien
- Membantu pasien memeriksakan diri bila ada keluhan
- Memotivasi pasien melakukan perawatan diri

Pada Masyarakat
- Penyebab, sumber dan cara penularan kusta
- Tanda-tanda dini kusta
- Resiko bila terlambat diobati dapat menimbulkan kecacatan
- Tempat pengobatan yang tepat
- Kusta bisa disembuhkan dan obatnya gratis

Metode dan Teknik Penyuluhan

Cara memilih suatu metode, teknik atau media penyuluhan


hendaknya memperhatikan hal-hal seperti:
- Tujuan penyuluhan
- Kemampuan penyuluh
- Kemampuan sasaran penyuluhan
- Ukuran besar kelompok sasaran
- Waktu dan fasilitas yang tersedia

Beberapa hal yang perlu diperhatikan pada saat mempersiapkan


pelaksanaan penyuluhan :

a. Persiapkan persuratan dan rencana operasional pada pihak yang


berwenang. Ini bisa siapa saja, apakah kepala sekolah, kepala
puskesmas, kepala desa, camat, tokoh masyarakat, dsb.
b. Persiapkan materi penyuluhan dan alat bantu peraga lainnya yang
dibutuhkan.

Beberapa hal penting saat melaksanakan penyuluhan :

a. Datanglah lebih awal.


b. Usahakan agar pendengar merasa santai, senang dan ingin
mendengarkan
c. Ucapkan salam sebelum memulai kegiatan penyuluhan agar
sasaran merasa senang.
d. Ciptakan suasana yang mendukung.
e. Gunakan bahasa sederhana yang mudah dimengerti,sebaiknya
gunakan bahasa daerah setempat. Jangan gunakan istilah-istilah
medis atau istilah yang kurang akrab bagi telinga sasaran.
f. Bicaralah dengan sopan dan hargailah pengalaman pendengar,
jangan berlagak lebih tahu atau terlihat angkuh.
g. Bicaralah dengan suara keras dan lantang
h. Berikanlah penyuluhan dengan sabar dan tidak tergesa-gesa.
i. Ekspresi atau mimik muka dan gerakan tubuh harus sesuai dengan
apa yang dikatakan atau dijelaskan
j. Gunakan alat peraga, contoh dan ceritera dari situasi-situasi sehari-
hari di daerah itu.

113
Modul UPK 2012

k. Pandanglah dan lihat wajah sasaran. Jangan memandang ke arah


lain, Jika mereka terlihat bingung, hentikan apa yang anda
sampaikan dan cari tahu sebab kebingungan mereka serta jelaskan
kembali.
l. Seringlah mengajukan pertanyaan dan perhatikan jawaban yang
mereka berikan. Berikan pujian yang pantas.
m. Langsung membantu mereka merencanakan
tindakan/mempraktekkan apa yang disampaikan.
n. Buat kesimpulan akhir yang singkat pada akhir penyuluhan dan
periksa kembali apakah sasaran anda mengerti.
o. Akhirilah kegiatan penyuluhan dengan meyampaikan ucapan terima
kasih atas kesediaan mereka mengikuti penyuluhan.

Sikap Penyuluh (Petugas)

Hubungan antara petugas dan pasien atau antara penyuluh dan


pendengar sangatlah penting. Kalau pasien atau pendengar tidak tertarik
dan tidak menyukai penyuluh, mereka tidak akan menghargai dia, tidak
akan mendengar baik dan tentu saja tidak akan melakukan yang diminta
oleh petugas tersebut.

Petugas/penyuluh harus dapat menarik perhatian pendengarnya dengan


cara :
- Berpenampilan rapi
- Bersikap peduli
- Ramah
- Sopan
- Memakai bahasa setempat
- Memakai istilah-istilah umum
- Mampu membangkitkan semangat
- Bisa menunjukkan hal-hal penting

Beberapa Prinsip Dalam Memberikan Penyuluhan

1. Menguasai bahan dan pelaksanaannya


1. Memiliki tujuan yang jelas dan relevan
2. Menunjukkan manfaat dari hal-hal yang akan disampaikan Jika
perlu mengulangi hal-hal pokok yang penting.

Hal-hal yang tidak sepatutnya dilakukan oleh seorang


penyuluh :

- Berpenampilan berantakan
- Bersikap menjaga jarak
- Sombong, tinggi hati
- Kasar
- Angkuh

114
Modul UPK 2012

- Suka membual (omong besar)


- Mengecilkan hati
- Tidak memperdulikan pendengarnya

115
Modul UPK 2012

B. KONSELING.
Meskipun program kusta telah berhasil menyembuhkan ribuan pasien
kusta, namun beban psikis akibat kusta pada klien (pasien, keluarga, dan
masyarakat) masih sangat tinggi. Keadaan ini berdampak pada timbulnya
stigma dan diskriminasi di masyarakat.

Dampak stigma pada program kusta sangat merugikan. Pasien yang


mengalami stigma mungkin akan menyembunyikan atau menyangkal
penyakitnya yang berakibat pada keterlambatan pengobatan. Pada
akhirnya kondisi ini akan menyebabkan penyakit semakin berat,
meningkatkan terjadinya kecacatan, komplikasi lain, serta meningkatnya
penyebaran penyakit dalam masyarakat.
Dengan konseling diharapkan dapat mengurangi beban psikis tersebut
bagi klien.

Pengertian
Konseling adalah tindakan / upaya untuk membantu klien
menghadapi kenyataan dengan bimbingan dan penyuluhan untuk
menyelesaikan masalahnya melalui pelepasan masalah emosional
(katarsis) maupun hubungan interpersonal dengan pemahaman
terhadap fakta, harapan dan kebutuhan yang dihadapinya saat ini.

Lay Konselor
Lay konselor adalah konselor yang dilatih untuk melakukan
konseling dengan prasyarat tertentu yang berasal dari masyarakat
non profesional.
Lay konselor dapat berasal dari petugas kesehatan, misalnya:
dokter kusta propinsi/kabupaten, wasor kusta propinsi/kabupaten
dan juru kusta puskesmas; atau LSM, organisasi keagamaan, dan
orang yang pernah mengalami kusta, yang telah mengikuti
pelatihan. Lay konselor yang berasal dari kader, organisasi
keagamaan, atau LSM terutama dapat melakukan konseling pada
individu yang diduga menderita kusta atau yang mengalami situasi
khusus. Sedangkan yang berasal dari petugas kesehatan terutama
memberikan konseling pada pasien yang baru didiagnosis kusta.

Tujuan dan Sasaran Konseling


Secara umum tujuan konseling kusta adalah untuk
mengurangi stigma dan meningkatkan kualitas hidup klien.
Secara lebih khusus, tujuan tersebut dapat dijabarkan, sebagai
berikut:

116
Modul UPK 2012

a. Menyediakan dukungan psikologis bagi klien.


b. Membantu klien dengan informasi yang benar dan akurat
tentang kusta.
c. Memastikan memulai pengobatan MDT sedini mungkin.
d. Memastikan kepatuhan berobat dan mendukung perawatan
diri klien.

Sasaran Konseling
Sasaran konseling adalah orang yang terdampak kusta,
yang membutuhkan bantuan untuk dicarikan pemecahan
masalah yang dihadapinya baik yang sedang menjalani
pengobatan (pasien), orang yang pernah mengalami kusta,
keluarga, maupun masyarakat.

Lay Konselor yang baik adalah:

 Tulus: secara sungguh-sungguh dari dasar hati dan ikhlas, serta


jujur.
 Empati: merasa dan mengidentifikasi diri terhadap emosi/perasaan
dan pikiran klien tanpa jauh terlibat secara emosi.
 Menguasai ketrampilan konseling.
 Peka akan budaya.
 Sabar: tidak mudah marah dan tidak tergesa-gesa dalam
melakukan konseling.
 Jujur: dapat berkata apa adanya dan tidak berbohong dalam
memberikan informasi.
 Menyadari keterbatasan diri: konselor menyadari keterbatasannya
dalam menangani klien yang memerlukan rujukan lebih lanjut.
 Tidak menghakimi.
 Memahami kusta dan permasalahannya.

Proses Konseling
Proses konseling dikatakan sudah berjalan baik, jika uraian di bawah ini
terlaksana:

Sudah terbinanya hubungan yang akrab dan setara antara konselor dan
klien

Klien memiliki kebebasan secara penuh untuk dapat mengemukakan


masalah yang sedang dihadapi dan pemecahan masalah apa yang
diinginkan.

117
Modul UPK 2012

Konselor berusaha sebaik mungkin menerima sikap dan keluhan serta


perilaku klien tanpa memberikan penilaian, sanggahan maupun koreksi.

Kepercayaan, penghargaan, penghormatan terhadap keadaan dan


keyakinan akan kemampuan klien merupakan kunci atau dasar yang
paling menentukan suatu hubungan konseling berjalan dengan baik atau
tidak.

Untuk mempermudah dalam mengingat proses-proses yang


dilakukan dalam konseling, dapat digunakan urutan enam elemen
huruf dalam kata GATHER.

Greet = SALAM
a. Salam
Konselor dapat memberi salam sambil menjabat tangan, merangkul
atau menepuk pundak klien dan mengucapkan :
1
“Selamat pagi, apa kabar, selamat datang di Puskesmas, silahkan
duduk”.

“Selamat datang, silahkan duduk, bagaimana tadi perjalannya?”

b. Perkenalan
Konselor memperkenalkan diri sebaik mungkin dan buat klien
merasa nyaman.
2
“Perkenalkan nama saya Ani, saya adalah petugas puskesmas.”

118
Modul UPK 2012

Ask = TANYA
Tanyakan klien tentang alasan mereka untuk datang.

Tanyakan bagaimana Anda bisa membantu.

Tanyakan klien tentang pengalaman mereka dengan masalah penyakit


kusta dan stigma yang menyertainya.

Tanyakan klien apa yang ingin mereka lakukan.

Mintalah informasi yang diperlukan untuk melengkapi catatan tentang


klien.

Contoh pertanyaan yang dapat menggali perasaan klien:


0
“Bagaimana keadaanmu saat ini di lingkungan keluarga?”

“Bagaimana tanggapan teman-teman tentang masalah / penyakitmu?”

“Apa saja yang Bapak/Ibu ketahui mengenai penyakit dan masalah yang
sedang di hadapi? Coba ceritakan masalahnya.”

Tell = UNGKAPKAN
Untuk membuat keputusan yang baik, klien membutuhkan informasi yang
jelas, tepat, dan spesifik tentang berbagai pilihan yang mereka miliki.
Berikan pengetahuan tentang kusta yang jelas dan akurat untuk
membantu klien.

Contoh informasi yang diberikan :


0
“Penyakit kusta disebabkan oleh kuman dan dapat disembuhkan”.

Help = BANTU
1
Beritahu klien bahwa mereka yang membuat pilihan untuk mereka
sendiri. Hindari membuat keputusan untuk klien.

119
Modul UPK 2012

Membantu klien mengungkapkan perasaan mereka, kebutuhan,


keinginan, dan setiap keraguan, kekhawatiran, atau pertanyaan.

Bantu klien untuk membuat pilihan, minta mereka untuk memikirkan


rencana-rencana mendatang dan kondisi keluarganya.

Tanyakan apakah klien ingin penjelasan lebih lanjut. Pengulangan


informasi dapat dilakukan sesuai kebutuhan.

Bantu klien dalam pemecahan masalah:


0
Identifikasi masalah: konselor membantu untuk mengidentifikasi
masalah-masalah yang dihadapi klien dan fokus pada masalah utama
yang ingin segera diselesaikan. Bantu klien untuk mengemukakan semua
pilihan/alternatif pilihan dalam menyelesaikan masalah.

Contoh :
“Apa yang Bapak/Ibu pikirkan untuk mencegah supaya kecacatan ini tidak
bertambah parah?”.

“Apa rencana Bapak/Ibu untuk menyelesaikan masalah?”

Explain = JELASKAN
Setelah klien membuat pilihan, maka:
1
Jelaskan kemungkinan dampak yang terjadi dan apa yang harus dilakukan
jika hal itu terjadi.

Mintalah klien untuk mengulangi yang sudah dijelaskan. Pastikan klien


ingat dan memahami.

Jelaskan dan beri keterangan mengenai rujukan yang diperlukan, misalnya


Puskesmas terdekat, Rumah Sakit, Kelompok Perawatan Diri (KPD) atau
kelompok dukungan lain yang tersedia.

Membuat kesimpulan atas jalannya konseling.

Contoh :
“Jika kamu sudah memutuskan untuk mau memeriksakan bercak kulitmu
ke petugas kesehatan, maka kamu bisa pergi ke Puskesmas untuk
melakukan pemeriksaan tersebut.”

120
Modul UPK 2012

Return= Ajakan untuk Bertemu Kembali


Akhiri konseling dan lakukan tindak lanjut sebagai berikut:

Sampaikan terima kasih dan penghargaan atas waktu dan percakapan


yang telah dilakukan untuk membangun kepercayaan dan mendorong
klien untuk mau berdialog di lain waktu.

Ajak klien untuk membuat rencana tindakan yang ingin dikerjakan sampai
sebelum pertemuan selanjutnya.

Beritahu klien untuk kembali kapan pun mereka inginkan, dengan atau
tanpa alasan medis/psikis.

Contoh:
“Saya melihat Bapak/Ibu sudah bisa lebih memahami diri sendiri dan bisa
membuat rencana yang baik.”

“Bila ada hal yang ingin dibicarakan setelah ini, Anda dapat menghubungi
saya di Puskesmas, pada jam kerja.”

Rujukan
Pada beberapa kondisi seorang lay konselor sebaiknya merujuk klien
kepada profesional seperti psikolog atau psikiater (dokter ahli jiwa) untuk
mendapatkan penanganan lebih lanjut, antara lain:
1
Kecemasan: takut, kecenderungan marah/menyerang (agitasi), berdebar-
debar, tangan gemetar.

Depresi: kehilangan minat, perasaan sedih atau menangis terus-menerus


yang berkepanjangan (lebih dari 2 minggu), tidak dapat tidur atau banyak
tidur, kehilangan selera makan, tidak memiliki energi, putus asa dan tidak
punya harapan atas kondisi yang dialaminya, muncul keinginan untuk
bunuh diri.

Tanda-tanda seperti di atas, jika ditemukan, mengindikasikan klien berada


dalam kondisi psikologis yang cukup serius dan memerlukan penanganan
profesional.
Lampiran

121
Modul UPK 2012

URAIAN TUGAS PENGELOLA P2 KUSTA PUSKESMAS

1. Melakukan upaya penemuan kasus baru melalui

- Pasif : Penderita datang sendiri

- Aktif : Pemeriksaan kontak, RVS, dan pemeriksaan


anak sekolah.

2. Menegakkan diagnosis dan klasifikasi penyakit kusta

3. Melakukan pengobatan kusta

- Menentukan regimen dan dosis obat sesuai jenis


klasifikasi dan umur penderita
- Mengawasi keteraturan berobat

- Berkonsultasi dengan dokter untuk penanganan efek


samping obat

- Berkonsultasi dengan dokter untuk rujukan bila perlu

4. Melakukan kegiatan pencegahan cacat

- Menentukan tingkat cacat (sesuai WHO)


- Memeriksa fungsi saraf untuk deteksi dini reaksi kusta

- Berkonsultasi dengan dokter untuk penanganan reaksi

- Mengajarkan cara perawatan diri

- Berkonsultasi dengan dokter untuk rujukan bila perlu

5.Membuat perencanaan untuk mendapatkan dukungan dari pengambil


kebijakan di puskesmas dan lintas program

6. Melakukan pengelolaan logistik program kusta

7. Melakukan penyuluhan kesehatan

8. Melakukan pencatatan dan pelaporan

9.Melakukan sosialisasi tanda dini dan program kusta untuk petugas


kesehatan yang lain.

122
Modul UPK 2012

LAMPIRAN 2

URAIAN TANGGUNG JAWAB & TUGAS KEPALA PUSKESMAS

Tanggung Jawab:

Tercapainya tujuan program kusta di wilayah Puskesmas

Tugas:

1. Membimbing petugas dalam perencanaan dan implementasi


program P2 kusta
2. Memfasilitasi sumber daya untuk implementasi program P2
kusta

3. Mendorong terjadinya kerjasama lintas program (integrasi) di


puskesmas

4. Mengembangkan kerjasama lintas sektor

123
Modul UPK 2012

KEPUSTAKAAN

1. Buku Pedoman Pengendalian Penyakit Kusta, Cetakan ....,


Ditjen PP PL, 2012.
2. Petunjuk Pengisian Form Pencegahan Cacat Leprosy
Control Project Program P2 Kusta, 1998.

3. Medicine In The Tropics Leprosy, 3rd ed., Bryceson A,


Pfaltzgraff R.E., TALMilep, Churchill Livingstone, 1990.

4. Guideline For Writing a Healthworker Manual For


Leprosy Control, Volume I, TALMilep, 1996.

5. Tindakan penting Untuk Mengurangi Resiko Cacat pada


Penderita Kusta, Jean M. Watson, Diterjemahkan oleh Dr.
Yamin Hasibuan, MPH, 1998.

6. How to Diagnose and Treat leprosy, Learning Guide One,


ILEP, 2001.

7. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin, Edisi Ketiga, Editor :


Prof.DR. Adhi Djuanda, Fakultas kedokteran Universitas
Indonesia, 2000.

8. Immunopathology in Leprosy Neuritis, Eric Spiering,


Churchill Livingstone, 1995.

9. Essential Action to Minimise Disability in Leprosy


Patients, Jean M.Watson, The Leprosy Mission, London, 1986.

10. How to recognise and manage Leprosy Reaction,


Learning Guide Two, ILEP, London 2002.

11. Strategi Penyuluhan Kesehatan PKM Depkes RI, 1997.


Mantra, Ida Bagus .

12. Modul Pelatihan Kusta, Pusat Latihan Kusta Nasional,


Makassar, 2007.

13. WHO Global Strategi

14. Konseling.........

124
Modul UPK 2012

DAFTAR ISI

BAB I EPIDEMIOLOGI...............................................................................................1
Tujuan Pembelajaran.....................................................................................................1
Tujuan Instruksional Umum......................................................................................1
Tujuan Instruksional Khusus.....................................................................................1
EPIDEMIOLOGI PENYAKIT KUSTA........................................................................2
DISTRIBUSI PENYAKIT KUSTA...............................................................................2
Distribusi penyakit kusta menurut geografi..............................................................2
Distribusi menurut waktu..........................................................................................7
Distribusi menurut orang...........................................................................................8
FAKTOR-FAKTOR YANG MENENTUKAN TERJADINYA SAKIT KUSTA.........9
Penyebab....................................................................................................................9
Sumber Penularan......................................................................................................9
Cara keluar dari Pejamu (Host).................................................................................9
Cara Penularan...........................................................................................................9
Cara masuk kedalam pejamu.....................................................................................9
Pejamu (Tuan rumah = Host)..................................................................................10
UPAYA PENGENDALIAN ATAU PEMUTUSAN MATA RANTAI PENULARAN
.....................................................................................................................................11
BAB II DIAGNOSIS & KLASIFIKASI.....................................................................13
Tujuan Pembelajaran...................................................................................................13
Tujuan Instruksional Umum....................................................................................13
Tujuan Instruksional Khusus...................................................................................13
DIAGNOSIS KUSTA.................................................................................................13
TANDA-TANDA MUNGKIN KUSTA (SUSPEK):...................................................14
DIFFERENSIAL DIAGNOSIS KUSTA ( DIAGNOSIS BANDING KUSTA )........15

125
Modul UPK 2012

1. DD lesi makular (Lesi berbentuk datar)..............................................................15


2. DD Lesi Infiltrasi yang meninggi........................................................................16
3. DD. Untuk lesi berbentuk noduler.......................................................................17
DASAR KLASIFIKASI..............................................................................................17
TUJUAN KLASIFIKASI............................................................................................17
JENIS KLASIFIKASI.................................................................................................18
ALUR DIAGNOSA dan KLASIFIKASI....................................................................20
BAB III PEMERIKSAAN DAN CHARTING...........................................................21
Tujuan Pembelajaran...................................................................................................21
Tujuan Instruksional umum.....................................................................................21
Tujuan Instruksional Khusus...................................................................................21
TAHAPAN PEMERIKSAAN.....................................................................................21
Anamnesis :.............................................................................................................21
Pemeriksaan Klinis..................................................................................................22
Pemeriksaan Pandang..........................................................................................22
Palpasi Saraf........................................................................................................25
Pemeriksaan Fungsi Saraf..................................................................................28
CHARTING................................................................................................................37
BAB IV PENGOBATAN............................................................................................39
Tujuan Pembelajaran...................................................................................................39
Tujuan Instruksional Umum....................................................................................39
Tujuan Instruksional Khusus...................................................................................39
Tujuan Pengobatan Kusta...........................................................................................39
Regimen Pengobatan Kusta........................................................................................39
Penderita Pausi Basiler (PB)...................................................................................40
Penderita Multi Basiler (MB)..................................................................................41
Efek Samping MDT Dan Penanganannya...................................................................42
Rifampisin...............................................................................................................42
Dapson (DDS)........................................................................................................43
Lampren (Clofazimine)...........................................................................................45
Evaluasi Hasil Pengobatan..........................................................................................47
Release From Treatment/RFT (= Selesai Pengobatan = Sembuh)..........................47
Default(er)...............................................................................................................47
Relaps (Kambuh).....................................................................................................49
Keadaan Khusus..........................................................................................................50
BAB V REAKSI KUSTA............................................................................................51
Tujuan Pembelajaran...................................................................................................51
Tujuan Instruksional Umum....................................................................................51
Tujuan Instruksional Khusus...................................................................................51
A. PENGERTIAN.......................................................................................................51
B. JENIS REAKSI.......................................................................................................52
a. Reaksi Tipe I........................................................................................................52

126
Modul UPK 2012

b. Reaksi Tipe II ( = ENL =Erythema Nodosum Leprosum).................................53


Tabel Perbedaan reaksi tipe 1 dan 2........................................................................55
Tabel Perbedaan Reaksi Ringan Dan Berat Pada Reaksi Tipe 1 dan 2..................56
C.Kecenderungan tipe reaksi dan Hubungannya dengan Klasifikasi..........................57
D. PENCATATAN PEMANTAUAN FUNGSI SARAF.............................................58
Cara Mengisi Form Pemantauan Fungsi Saraf........................................................58
E. PROTOKOL PENATALAKSANAAN REAKSI...................................................62
Efek samping Prednison ( Kortikosteroid):.............................................................65
Pemberian Lampren.................................................................................................65
Indikasi Rujukan Pasien Reaksi ke Rumah Sakit...................................................66
PERBEDAAN REAKSI TIPE I DENGAN RELAPS (KAMBUH).........................67
BAB VI KECACATAN KUSTA.................................................................................69
Tujuan Pembelajaran...................................................................................................69
Tujuan Instruksional Umum....................................................................................69
Tujuan Instruksional Khusus...................................................................................69
A. PROSES TERJADINYA CACAT KUSTA............................................................69
B. TINGKAT CACAT WHO.......................................................................................71
Cara mengisi tingkat cacat pada kartu penderita.....................................................72
BAB VII PENCEGAHAN CACAT & PERAWATAN DIRI......................................73
Tujuan Pembelajaran...................................................................................................73
Tujuan Instruksional Umum....................................................................................73
Tujuan Instruksional Khusus...................................................................................73
Program pencegahan cacat .........................................................................................74
Perawatan diri..............................................................................................................74
Untuk mata yang tidak dapat ditutup rapat :...............................................................75
Untuk tangan yang mati rasa :.....................................................................................76
Untuk kulit tangan yang kering :.................................................................................77
Untuk jari tangan yang bengkok :...............................................................................77
Untuk kaki yang semper :............................................................................................79
Untuk kulit kaki yang tebal dan kering :.....................................................................80
Untuk kaki yang mati rasa :.........................................................................................81
Untuk luka borok :.......................................................................................................83
RUJUKAN UNTUK OPERASI/OPERASI REKONSTRUKSI:...............................85
BAB VIII PENCATATAN DAN PELAPORAN...........................................................86
Tujuan Pembelajaran...................................................................................................86
Tujuan Instruksional Umum....................................................................................86
Tujuan Instruksional Khusus...................................................................................86
Pencatatan....................................................................................................................87
Kartu Penderita........................................................................................................87
Formulir Pemantauan Fungsi Saraf.........................................................................89
Form Evaluasi pengobatan reaksi berat...................................................................90
Register Kohort PB.................................................................................................90

127
Modul UPK 2012

Register Kohort MB...............................................................................................94


Data Pokok Program Eliminasi...............................................................................96
Pelaporan.....................................................................................................................98
BAB IX PROGRAM PENGENDALIAN PENYAKIT KUSTA................................99
Tujuan Pembelajaran...................................................................................................99
Tujuan Instruksional Umum....................................................................................99
Tujuan Instruksional khusus....................................................................................99
Visi...............................................................................................................................99
Misi..............................................................................................................................99
Strategi.......................................................................................................................100
Sasaran strategis........................................................................................................100
Kegiatan Pokok.........................................................................................................100
Indikator yang dipakai untukmemonitoring dan mengevaluasi pengendalian penyakit
kusta...........................................................................................................................101
1. Indikator Utama.................................................................................................101
a. Angka penemuan pasien baru ( CDR =Case Detection Rate).......................101
b. Angka kesembuhan (RFT = Release From Treatment)................................101
c. Prevalensi dan angka prevalensi (PR = Prevalensi Rate)..............................102
2. Indikator lain yang bermanfaat:.........................................................................103
a. Proporsi cacat tingkat 2................................................................................103
b. Proporsi pasien anak (0-<15 tahun)...............................................................103
c. Proporsi MB...................................................................................................104
3.Indikator Tatalaksana penderita..........................................................................104
a. Proporsi pasien baru yang didiagnosis dengan benar....................................104
b. Proporsi pasien defaulter...............................................................................105
c. Jumlah pasien kambuh...................................................................................105
d. Proporsi pertambahan cacat...........................................................................105
BAB X PENYULUHAN DAN KONSELING.........................................................107
Tujuan Pembelajaran.................................................................................................107
Tujuan Instruksional Umum..................................................................................107
Tujuan Instruksional Khusus.................................................................................107
A.PENYULUHAN....................................................................................................107
Tujuan Penyuluhan................................................................................................107
Sasaran penyuluhan...............................................................................................107
Metode pendekatan penyuluhan............................................................................108
Penyampaian pesan harus disesuaikan dengan sasaran.........................................108
Inti Penyuluhan......................................................................................................108
Metode dan Teknik Penyuluhan............................................................................109
Sikap Penyuluh (Petugas)......................................................................................110
Beberapa Prinsip Dalam Memberikan Penyuluhan...............................................110
Hal-hal yang tidak sepatutnya dilakukan oleh seorang penyuluh :.......................111
B. KONSELING........................................................................................................112

128
Modul UPK 2012

Pengertian..............................................................................................................112
Tujuan dan Sasaran Konseling..............................................................................112
Proses Konseling...................................................................................................113
Lampiran....................................................................................................................118
KEPUSTAKAAN......................................................................................................120

129

Anda mungkin juga menyukai