Tim Pelaksana:
dr.Yuli Arisanti
Semuel Sandy, M.Sc.
Irawati Wike, S.Si
Tim Peneliti:
dr.Yuli Arisanti
Semuel Sandy, M.Sc.
Irawati Wike, S.Si.
, KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
P BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KESEHATAN
Jalan Percetakan Negara No. 29 Jakarta 10560 Kotak Pos 1226
Telepon (021) 4261088 faksimile (021) 4243933
Larnan : www.litbang.depkes.go.id Surat Elektronik :sesban@litbang.depkes.go.id GERMAS
NOMOR HK.02.03/I/2951/2017
TENTANG
TIM PELAKSANA RISET PEMBINAAN KESEHATAN
TAHUN 2017
MEMUTUSKAN:
6
1
Teen!egpo
Laman : www.litb
den p(k0e2s1g) 0421d61s0u8re8t faL ikes
km
t ro
ilenik
( 0
:2s 1)
es b4e2n4©
3911
3tb3ang.depkes.go.id
-3-
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 30 Maret 2017
KEPALA BADAN PENELITIAN DAN
PENGSTR3 • GAN KESEHATAN.
4
LAMPIRAN
KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENELITIAN DAN
PENGEMBANGAN KESEHATAN
NOMOR HK.02.03/I/2951/2017
TENTANG TIM PELAKSANA RISET PEMBINAAN
KESEHATAN TAHUN 2017
- . . .--. -
,-,:-, . .
. . - - _
Persentase Polimorfisme Gen ADRB3 Puslitbang Biomedis Rp 60.000.0 . Tati Febrianti, S.Si Ketua
pada Derajat Obesitas Penderita dan Teknologi Dasar Pelaksana
Diabetes Melitus Studi Kohort Faktor Kesehatan 2. Dwi Febriyana, S.Si Calon Peneliti
Risiko Penyakit Tidak Menular
3. Daryanto, ST Teknisi
Tahun 2016
2 Kepatuhan dalam Penggunaan Puslitbang Sumber Rp 49.600.000 1. Aris Yulianto, S.Si Ketua
Ramuan Jamu pada Pasien Daya dan Pelayanan Pelaksana
Hipertensi atau Hiperglikemia Kesehatan 2. Sundari Wirasmi, S.Si Peneliti
3. Tofan Aries Mana, Peneliti
S.Farm, Apt
3 Analisis Rujukan Puskesmas Puslitbang Sumber Rp 60.000.000 1. Iin Nurlinawati, SKM, Ketua
Berdasarkan Kemampuan Pelayanan Daya dan Pelayanan MKM Pelaksana
Puskesmas di Kota Depok Kesehatan 2. Rosita, SKM, MPH Peneliti
3. dr. Sefrina Werni Peneliti
-5
7- -- t: - ---1 -ays
Of.4"‘ 'yi
-.' .. E41: 41_ T.. 'S=
------ I r
01, tTene - 44
. , i g 61, {i1 ; agtatal
: IZ le
MPI qk
...__________ ___... -
4 Studi Kasus Risiko Pajanan Benzena Puslitbang Upaya Rp ' 59.817.000 1. Eva Laeiasari, S.Si, Ketua
pada Pekerja di Industri Kecil Kesehatan Masyarakat MKKK Pelaksana
Pembuatan Sepatu di Bogor 2. dr. Dewi Kristanti Peneliti
3. Basuki Rachmat, ST Peneliti
5 Studi Eksplorasi Promosi Kesehatan Puslitbang Upaya Rp 60.000.000 1. dr. Faika Rachmawati Ketua
Reproduksi pada Anak Jalanan di Kesehatan Masyarakat Pelaksana
Rumah Singgah DKI Jakarta 2. Hendriek Edison, S.Si Peneliti
3. Lilian Susanti Nova, Peneliti
SKM
6 Peran Keluarga dalam mendukung Puslitbang Upaya Rp 59.960.000 1. Oster Suriani S, SKM, Ketua
keteraturan minum obat Penderita Kesehatan Masyarakat MKM Pelaksana
Tuberkulosis Sebagai Salah Satu 2. Nikson Sitorus, SKM, Peneliti
Indikator Keluarga Sehat M.Epid
3. Kartika Handayani, Peneliti
S.Psi, MS
7 Pengembangan model menu buah Puslitbang Upaya Rp 60.000.000 1. Rika Rachmalina, SP, Ketua
dan sayur nusantara untuk anak Kesehatan Masyarakat M.Gizi Pelaksana
usia 10-12 tahun guna 2. Nur Handayani Peneliti
meningkatkan konsumsi pangan Utami, SP, M.Gizi
schat dalam rangka mcndukung
3. Dr. Hera Nurlita, Peneliti
gerakan masyarakat hidup sehat
M.Kes
6
,
.- o:
Sa k . -,
a C. Q - - r-: I :11.,4: .. .r1., .:.• iit: t
. ._ _ p.:t, .
8 Gambaran Pelaksanaan Program Puslitbang Upaya Rp 59.308.000 1. Siti Masitoh,' SKM Ketua
Buku Rapor Kesehatanku di DIU Kesehatan Masyarakat Pelaksana
Jakarta Tahun 2017 2. Anissa Rizkianti, Peneliti
SKM, MIPH
3. Janu Arinda Dewi, Peneliti
A.Md.AK
9 Perhitungan Biaya I'apitasi Puslitbang Humaniora Rp 60.000.000 1. Galih Arianto, SE, Ketua
Puskesmas di Kabupaten Malang dan Manajemen MPH Pelaksana
Kesehatan 2. Zainul Khaqiqi N, S.Si Peneliti
3. Agustin Ambarwati Administrasi
13 Cluster of Differentiation 4 (CD4) dan Balai Penelitian dan Rp 52.790.000 1. Setyo Adiningsih, S.Si Ketua
Kepatuhan Pengobatan Antiretroviral Pengembangan Pelaksana
(ARV) pada Orang Dengan. HIV/AIDS Biomedis Papua 2. Evi Iriani Natalia, S.Si Teknisi
(ODHA)di Kota Jayapura, Papua
3. Tri Wahyuni, Amd Teknisi
_
14 Gambaran Kasus Frambusia setelah Balai Penelitian dan Rp 60.000.000 1. dr. Yuli Arisanti Ketua
Pengobatan Massal di Kota Jayapura Pengembangan Pelaksana
Biomedis Papua 2. Semuel Sandi, M.Sc Peneliti
3. Irawati Wike, S.Si Teknisi
15 Analisis Mutasi terkait Resistensi Balai Penelitian dan Rp 60.000.000 1. Yustinus Maladan, Ketua
Rifampisin pada Gen rpoB Pengembangan S.Si Pelaksana
Mycobacterium leprae di Kota Biomedis Papua 2. Ratna Tanjung, Amd Litkayasa
Jayapura
3. Vatim Dwi Cahyani, Teknisi
Amd.Ak
-8-
....._ . . _
Ur 4
,..
— ',-- 14:`, 4 t13 V -A: • , r;1-6- .''--t•
— ' r'
•/-;-1'' •
_ .`
_.1.— .1..z....
. ' ,.:......:!: —
16 Autentikasi Centelia asiatica (L.) Urb. Balai Besar Penelitian Rp 59.891.750 1. Anshary Maruzy, S.Si Ketua
(Pegagan) dan Adulterannya dan Pengembangan Pelaksana
berdasarkan Karakter Makroskopis, Tanaman Obat dan 2. Mery Budiarti, M.Si Peneliti
Mikroskopis dan Profil Kimia Obat Tradisional
3. Nunik Dian Teknisi
(B2P2TOOT)
Merdekawati
17 Faktor-faktor yang mempengaruhi I Balai Besar Penelitian Rp 27.355.000 1. dr. David Abiyoso Ketua
Keberhasilan Pengobatan Diabetes dan Pengembangan Pelaksana
Mellitus di Klinik Rumah Riset Jamu Tanaman Obat dan 2. Topan Aries Mana, Peneliti
"Hortus Medicus" Tawangmangu Obat Tradisional S.Farm. Apt
Jawa Tengah (B2P2TOOT)
3. Rochmiatun, Amd.AK Teknisi
18 Pengaruh Zat Pengatur Turnbuh dan Balai Besar Penelitian Rp 60.000.000 1. Nur Rahmawati Ketua
Media Dasar Kultur Jaringan dan Pengembangan Wijaya, S.Si Pelaksana
terhadap Pertumbuhan Gaharu Tanaman Obat dan 2. Tyas Friska Dewi, Peneliti
(Aquilaria malaccensis Lamk.) Obat Tradisional S.Farm, Apt
(B2P2TOOT)
3. Didik Suharto, A.Md Teknisi
19 Faktor-Faktor yang berhubungan Balai Besar Penelitian Rp 33.780.000 1. Tyas Friska Dewi, Ketua
dengan Pemilihan Obat Tradisional dan Pengembangan S.Farm, Apt Pelaksana
pada Pasien Hiperkolesterolemia Tanaman Obat dan 2. Tofan Aries Maria, Peneliti
yang Berkunjung Ke Rumah Riset Obat Tradisional Apt.
ID OT1rITC\/1T1
JanuFousvedcus
"lrt Ili yl_..a.G.a. 4 A i_li.., "
3. Enggar Wijayanti, Peneliti
S.Gz
9
. , e 4 X ,.,4 .,_ ,
. . 'i *t,
_ - .„,„ - an ,, _ _ ,_,
20 Uji Serologis Dengue Pada Bahan Balai Besar Penelitian Rp 60.000.000 1. drh. Aryo Ardanto Ketua
Biologi Tersimpan Serum Chiroptera dan Pengembangan Pelaksana
Di Provinsi Sulawesi Tenggara Vektor dan Reservoir 2. drh. Ayu Pradipta Calon Peneliti
Penyakit (B2P2VRP Pratiwi
Salatiga)
3. Restu Khoirul Saban Teknisi
21 Kandungan senyawa metabolit Balai Besar Penelitian Rp 59.164 500 1. Dwi Susilo, S. Si Ketua
sekunder fraksi aktif buah Cerbera dan Pengembangan Pelaksana
Maghas L terhadap larva Ae. aegypti Vektor dan Reservoir 2. Revi Rosavika Peneliti
Penyakit (B2P2VRP Kinansi, S.Si
Salatiga)
3. Arif Suryo Prasetyo Telmisi
22 Analisis Geometri Morfometri Sayap Balai Besar Penelitian Rp 60.000.000 1. Sidiq Setyo Nugroho, Ketua
Nyamuk Culex tritaeniorhynchus dan Pengembangan S. Si Pelaksana
Giles dari Provinsi Nusa Tenggara Vektor dan Reservoir 2. Siti Alfiah, SKM, Peneliti
Timur dan Sulawesi Tenggara Penyakit (B2P2VRP M.Sc
Salatiga)
3. Mujiyono Peneliti
23 Uji Efektivitas Formulasi Tablet Balai Besar Penelitian Rp 59.969.500 1. Arum Triyas Wardani, Ketua
Bacillus Thuringiensis H-14 dan Pengembangan S.Farm Pelaksana
Terhadap Jentik Aedes Aegypti Vektor dan Reservoir 2. Esti Peneliti
Penyakit (B2P2VRP Rahardianingtyas,
Salatiga) S.Si
3. Rendro Wianto Teknisi
- 10 -
24 Fungsi Tiroid dan Kognitif Anak Usia Balai Penelitian dan Rp 60.000.000 . Slarnet Riyanto, S.Gz Ketua
Sekolah Dasar dengan Stunted di Pengembangan Pelaksana
Daerah Replete GAKI Gangguan Akibat 2. Diah Yunitawati Peneliti
Kekurangan Iodium
3. Nafisah Nur'aini Teknisi
(BP2GAKI)
25 Pemanfaatan Temephos terhadap Balai Litbang P2B2 Rp 59.460.000 1. Ade Kurniawan, SKM Ketua
Penurunan Kepadatan Jentik Donggala Pelaksana
Nyamuk Aedes Sp di Kota Palu 2. Made Agus Nurjana, Peneliti
SKM, M.Epid
3. Yuyun Srikandi. SKM Teknisi dan
Administrasi
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan
rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan laporan Riset
Pembinaan Kesehatan (RISBINKES) 2017 yang berjudul “Gambaran kasus frambusia
setelah pengobatan massal di Kota Jayapura” dengan baik meskipun banyak
kekurangan didalamnya.
Kami sangat berharap laporan ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan
serta pengetahuan kita mengenai frambusia. Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa di
dalam makalah ini terdapat kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, kami
berharap adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan laporan yang telah kami buat di
masa yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang
membangun.
Semoga laporan sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya.
Sekiranya laporan yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami sendiri maupun orang
yang membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata
yang kurang berkenan dan kami memohon kritik dan saran yang membangun dari Anda
demi perbaikan makalah ini di waktu yang akan datang.
Penulis
i
5. RINGKASAN EKSEKUTIF
Frambusia merupakan salah satu penyakit kulit tropis yang terabaikan (Neglected
Tropical Disease) yang disebabkan oleh salah satu subspesies dari bakteri Treponema
pallidum subspecies pertenue (T.p pertenue). Penyakit ini dapat menyebabkan kerusakan
jaringan kulit dan pada stadium laten dapat menyebabkan kerusakan pada jaringan tulang,
bahkan hingga menyebabkan kecacatan. Berbeda dengan penyakit-penyakit yang
disebabkan oleh bakteri spesies Treponema pallidum yang ditularkan melalui
hubungan/kontak secara seksual (sexually transmitted), Frambusia ditularkan melalui
kontak langsung atau melalui barang-barang yang digunakan oleh penderita.
Ditinjau dari segi genetik tingkat kemiripan strain-strain pada genus Treponema
bisa mencapai 99.8% (T.p pertenue dengan T.p pallidum) sehingga hampir mustahil
membedakan strain-strain ini baik secara morfologik ataupun secara fisiologik. Sisi
pembeda kedua subspesies tersebut terletak 6 titik (region) pada set genomnya, dan selama
ini uji serologiklah yang menjadi tumpuan dalam membedakan kedua strain yang
berkerabat dekat secara molekuler ini. Menurut data kasus frambusia tahun 2014 dari
Dinas Kesehatan Provinsi Papua, 53% kasus frambusia di Provinsi Papua terjadi di Kota
Jayapura sehingga pada tahun 2015 dilaksanakan survei frambusia oleh Balai Litbang
Biomedis Papua di daerah kantong frambusia. Berdasarkan hasil tersebut, maka pada bulan
Februari 2016, salah satu Puskesmas kota Jayapura yakni Puskesmas Hamadi melakukan
pengobatan massal terhadap penderita dan kontak serumah frambusia.
ii
menentukan tahapan pengamatan selanjutnya baik untuk hasil positif ataupun hasil yang
negatif. Jika hasil pengamatan positif teramati mikroorganisme maka akan dilakukan
kultur mikroorganisme pada media pemeliharaan. Sebaliknya ketika hasil pengamatan di
bawah mikroskop cahaya menunjukkan hasil yang negatif, akan dilanjutkan dengan
pengamatan metode darkfield microscopy (mikroskop lapangan gelap). Hasil dari tahapan
ini akan menentukan apakah uji molekuler dibutuhkan (PCR).
iii
6. ABSTRAK
Latar Belakang: Penyakit frambusia masih menjadi masalah kesehatan yang belum terselesaikan
di Kota Jayapura, masih terdapat daerah kantong frambusia di Kota Jayapura.
Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan angka kasus frambusia setelah pengobatan
massal, mengetahui data sanitasi terkait penyakit frambusia, mendapatkan status serologik
frambusia dan mendapatkan data mikroskopis T.pallidum ssp pertenue.
Metode: Penelitian ini merupakan deskriptif dengan desain potong lintang (cross sectional).
Metode yang digunakan pemeriksaan laboratorium dengan menggunakan mikroskop lapangan
gelap, mikroskop cahaya biasa (pewarnaan gram) dan RDT.
Hasil: Ditemukan 90 kasus frambusia setelah pengobatan masal dengan Azitromisin di Kota
Jayapura di empat wilayah kerja Puskesmas yang memiliki kantong frambusia. Keadaan sanitasi
(isi hasil)
Kesimpulan: Berdasarkan hal-hal tersebut maka kasus frambusia yang masih ditemukan
berhubungan dengan perilaku hidup sehat (PHBS) Keadaan sanitasi kurang baik dengan masih
ditemukannya subyek yang masih mandi dengan tidak menggunakan sabun, memakai handuk
secara bergantian dan tidak memakai alas kaki ketika keluar rumah. Hasil uji dengan menggunakan
RDT menunjukkan masih ada 5 kasus positif dari total 90 kasus yang ditemukan
7. DAFTAR ISI
1. JUDUL PENELITIAN
2. SUSUNAN TIM PENELITI
3. SURAT KEPUTUSAN PENELITIAN
4. KATA PENGANTAR………………………………………………………………….i
5. RINGKASAN EKSEKUTIF………………………………………………………….ii
6. ABSTRAK……………………………………………………………………………..iv
7. DAFTAR ISI…………………………………………………………………………...v
8. DAFTAR TABEL……………………………………………………………………..vi
9. DAFTAR GAMBAR……………………………………………………………….…vii
10. DAFTAR LAMPIRAN…………………………………..………………………….viii
11. ISI LAPORAN PENELITIAN
a. Pendahuluan
1. Latar Belakang……………………………………………………………..1
2. Permasalahan……………………………………………………………….3
b. Tujuan dan Manfaat
1. Tujuan Umum………………………………………………………………3
2. Tujuan Khusus………………………………………………………………3
3. Manfaat Penelitian…………………………………………………………..3
c. Metode
1. Kerangka Teori……………………………………………………………...4
2. Kerangka Konsep…………………………………………………………...4
3. Desain dan Jenis Penelitian………………………………………...……….5
4. Tempat dan Waktu………………………………………………………….5
5. Populasi dan Sampel………………………………………………………..5
6. Variabel Penelitian………………………………………………………….6
7. Definisi Operasional………………………………………………………...6
8. Instrumen dan Cara Pengumpulan Data……………………………………7
9. Bahan dan Prosedur Kerja…………………………………………………..8
10. Manajemen dan Analisis Data……………………………………………..12
d. Hasil………………………………………………………………………………..12
e. Pembahasan…………………………………………………..……………………15
f. Kesimpulan dan Saran
1. Kesimpulan………………………………………………………….…….18
2. Saran………………………………………………………………………18
g. Ucapan Terima Kasih…………………………………………………………..…19
h. Daftar Kepustakaan………………………………………………………………..20
v
8. DAFTAR TABEL
vi
9. DAFTAR GAMBAR
vii
10. DAFTAR LAMPIRAN
viii
11. ISI LAPORAN PENELITIAN
a. Pendahuluan
1. Latar Belakang
Frambusia adalah penyakit infeksi non-venereal yang umumnya terdapat pada
anak-anak usia sekolah yang disebabkan oleh bakteri Treponema pallidum subspecies
pertenue (T.p.pertenue). Transmisi utama bakteri ini adalah melalui kontak kulit langsung
dengan penderita bersamaan dengan adanya luka. Penyakit ini telah menjadi perhatian
dunia sejak tahun 1950 hingga 1960, dan merupakan penyakit pertama yang mendapatkan
prioritas pengobatan masal (dengan penisilin) yang didukung oleh Organisasi Kesehatan
Dunia (WHO) dan Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB). Eradikasi berhasil dicapai di Afrika
dan bagian barat Pasifik setelah 20 tahun kampanye tersebut dilaksanakan, namun
Indonesia dan Papua Nugini masih mengalami kasus yang signifikan. Penyakit ini
umumnya terjadi pada populasi di daerah miskin, terpencil, dan sulit dijangkau oleh
tenaga kesehatan. Tingkat kerapatan penduduk yang tinggi, ketersediaan air yang kurang
mencukupi, ketiadaan sanitasi dan perilaku hidup bersih memperbesar faktor resiko
tertular oleh penyakit ini. 1,2.
Diagnosis frambusia dilakukan dengan mengamati lesi pada permukaan kulit
penderita. Lesi tersebut dibagi kedalam empat stadium yaitu: stadium satu, lesi primer
atau disebut juga induk frambusia terbentuk pada situs inokulasi setelah masa inkubasi 9
hingga 90 hari. Lesi primer ini sering terlihat pada bagian kulit yang baru mengalami
gigitan serangga atau luka sebelum inokulasi terjadi. Lesi frambusia awalnya adalah papul
yang membesar menjadi papilloma yang sembuh secara spontan setelah 3-6 bulan.
Stadium dua adalah lesi sekunder yang terbentuk di dekat lesi primer atau di bagian tubuh
yang lain, dan terjadi selama 6 bulan. Lesi sekunder tampak seperti kumpulan makula,
papul, nodul dan lesi hyperkeratotic juga dapat terjadi di telapak tangan dan kaki. Lesi
sekunder juga dapat sembuh secara spontan. Stadium tiga adalah lesi yang kambuh saat
masa laten. Lesi tersebut terlihat paling lama 5 tahun setelah infeksi, namun hampir
semua penderita frambusia memiliki lesi tidak menular seumur hidup mereka. Stadium
empat terjadi pada 10% penderita frambusia. Deformitas pada tulang disebabkan oleh
osteoperiostitis tibia yang tidak diobati. Lesi pada penderita frambusia stadium empat
meliputi monodactylitis, juxta-articular nodules, dan gangosa 3,4
1
Metode standar yang biasa dilakukan untuk pemeriksaan frambusia adalah
pemeriksaan mikroskopis lapangan gelap dan uji Treponema pallidum haemagglutination
(TPHA).5,6 Pada pemeriksaan mikroskopis, kasus positif ditandai dengan adanya
penampakan massa berbentuk spiral, sesuai dengan morfologi T.p pallidum dan T.p.
pertenue. Pemeriksaan dengan TPHA pada kasus positif ditandai dengan terbentuknya
gumpalan karena reaksi antibody Treponema pallidum. Kedua jenis Treponema ini
memiliki karakter antibodi yang sama sehingga uji ini tidak dapat membedakan
subspesies Treponema pallidum. Uji TPHA memiliki sensitifitas 94,3%, dan spesifitas
82,5%.7 Menurut WHO, untuk menambah signifikansi diagnosis infeksi yang disebabkan
oleh Trepanoma pallidum subspecies pertenue dapat dilakukan secara molekular, yaitu
dengan Polymerase Chain Reaction (PCR).3
Pada tahun 2014, Indonesia telah membentuk suatu Komite Ahli Eliminasi Kusta
dan Eradikasi Frambusia berdasarkan keputusan Menteri Kesehatan No.
HK.02.02/MENKES/ 417/2014 dengan menimbang bahwa penyakit kusta dan frambusia
masih menjadi permasalahan kesehatan masyarakat di Indonesia sehingga perlu eliminasi
kusta dan eradikasi frambusia.8 Angka kejadian frambusia di Provinsi Papua selama
tahun 2012 adalah 729 kasus dengan 26,7% kasus terjadi di Kota Jayapura. Penurunan
kasus terlihat pada data tahun 2013 dimana kasus yang tercatat adalah 714 kasus, namun
persentase kasus frambusia di kota Jayapura meningkat menjadi 31%. Pada tahun 2014,
kasus frambusia di Provinsi Papua menurun drastis di angka 237 kasus, namun kasus di
Kota Jayapura tercatat 53%.9 Penelitian mengenai faktor-faktor resiko frambusia perlu
dilakukan untuk mempercepat eradikasi frambusia di Provinsi Papua, terutama di Kota
Jayapura. Pengobatan massal frambusia di Kota Jayapura dengan menggunakan single
dose azitromisin. Pengobatan massal yang dilakukan oleh Puskesmas Hamadi pada tahun
2016 terhadap penderita dan kontak serumah berdasarkan temuan survey dan berdasarkan
daftar semua kasus yang pernah berobat. Rumah tangga yang tidak terkena sampling
dikarenakan tidak bersedia mengikuti pengobatan massal.
Kelurahan Hamadi terletak di Jayapura Selatan gambaran geografis terdiri dari
daerah pantai, rawa dan gunung. Jumlah penduduk di Kelurahan Hamadi berkisar 46.443
jiwa. Penelitian ini dilakukan di Puskesmas yang menurut Dinas Kesehatan Provinsi
Papua yang memiliki daerah kantong frambusia yaitu Puskesmas Hamadi, Puskesmas
Elly Uyo, Puskesmas Koya barat dan Puskesmas Skouw. Menurut WHO, suatu daerah
dikatakan telah mendapat status eradikasi frambusia bila tidak ditemukan kasus baru
2
frambusia selama 3 tahun dan tidak ditemukan bukti transmisi penyakit frambusia pada
anak umur 1-5 tahun yang diukur dari survei serologi.10 Bila kedua keadaan tersebut
masih ditemukan maka masih perlu diadakan pengobatan massal yang diberi obat adalah
sumber penularan dan kontak serumahnya.
2. Permasalahan
Frambusia masih menjadi masalah kesehatan di Papua dan belum bisa dieradikasi secara
total meskipun telah dilakukan pengobatan rutin terhadap kasus, dimana akhirnya
dilakukan pengobatan secara massal. Untuk itu perlu dilakukan suatu penelitian pasca
pengobatan massal.
Pertanyaan yang perlu dijawab:
a. Masih adakah kasus frambusia setelah pengobatan massal dengan menggunakan
single dose azitromisin pada tahun 2016?
b. Bagaimana gambaran lesi frambusia setelah pengobatan massal?
c. Bagaimana hasil uji dengan RDT setelah pengobatan massal?
b. Tujuan dan Manfaat
1. Tujuan Umum
Mendapat gambaran kasus frambusia setelah pengobatan massal frambusia pada
penderita dan kontak serumah.
2. Tujuan Khusus
1. Mendapatkan informasi jumlah kasus frambusia setelah pengobatan massal
2. Mendapatkan data tentang sanitasi penduduk terkait frambusia
3. Mendapatkan data status serologik frambusia.
4. Mendapatkan data mikroskopis T.pallidum ssp pertenue
3. Manfaat Penelitian
1) Program Kesehatan Masyarakat
Hasil penelitian dapat digunakan program sebagai informasi tentang tingkat
keberhasilan pengobatan massal frambusia dan bermanfaat untuk dijadikan
referensi dalam penentuan kebijakan dalam rangka eradikasi frambusia tahun 2020.
2) Ilmu Pengetahuan
Sebagai data dasar hasil pengobatan dengan azitromisin terhadap frambusia.
3
c. Metode
1. Kerangka Teori
Agen Patogen
. pertenue
T.pallidum subsp.
Frambusia
PHBS
Kontak kasus
lingkungan Usia dan kelamin
2. Kerangka Konsep
Perilaku Hidup
bersih dan sehat
Apusan lesi Sampel darah
Usia dan jenis
kelamin
PCR
Lesi (-)
RDT
Mikroskopis cahaya
(pewarnaan gram +/-) Kontak serumah
Mikroskopis lapangan
gelap Hasil Positif
4
2. Jenis dan desain Penelitian
Populasi penelitian ini adalah pasien – pasien yang sudah terdiagnosis frambusia dan
sudah mendapat pengobatan Azitromisin secara massal sejak tahun 2016 dan kontak
serumah. Sedangkan sampel penelitian adalah pasien yang sudah mendapatkan pengobatan
dengan azitromisin sejak tahun 2016, bisa ditemui saat pengumpulan data di lapangan, dan
menandatangani formulir persetujuan (inform consent) setelah memahami naskah
penjelasan.
Besar sampel yang seharusnya diambil yaitu 97.
Besar sampel untuk penelitian dihitung menggunakan rumus :
Z 21 / 2 P(1 P)
n
d2
Keterangan:
n = besar sampel minimum
P = proporsi populasi
d = 10% (deviasi)
5
Kriteria Inklusi penelitian sebagai berikut:
1. Populasi penelitian ini adalah pasien – pasien yang sudah terdiagnosis frambusia
dan sudah mendapat pengobatan Azitromisin secara massal sejak tahun 2016 dan
kontak serumah.
2. Subyek berusia di 2 sampai 15 tahun
Kriteria Eksklusi penelitian sebagai berikut:
1. Subyek tidak bersedia menandatangani inform consent dan tidak mau diambil
sampel darah atau apusan lesi
2. Subyek sebagai penderita penyakit berat lainnya
5. Variabel Penelitian
Variabel independen (bebas) penelitian yaitu: faktor individu yang antara lain
meliputi usia dan jenis kelamin, faktor sanitasi yang antara lain meliputi frekuensi mandi
dengan menggunakan sabun, mengganti baju setelah mandi, kebiasaan menggunakan
handuk (sendiri/bergantian) dan lingkungan (ketersediaan air bersih). Variabel dependen
(terikat) penelitian yaitu jumlah kasus frambusia.
6. Definisi Operasional
6
dinyatakan sebagai laki-laki 2. Perempuan
atau perempuan
6. Apusan lesi Pus/cairan serosa yang Cotton Bakteri +,
diambil dari apusan di lesi swab
7. Pemeriksaan Pengambilan darah kapiler Blood Rdt + atau rdt -
RDT dari jari tangan lancet
Ordinal
Instrumen dalam penelitian ini mencakup alat untuk analisa sampel di laboratorium
dan reagen. Alat yang digunakan yaitu: wing needle untuk pengambilan darah, alat RDT
untuk uji serologik. Reagen atau bahan yang digunakan meliputi reagen untuk proses
pengambilan darah yaitu alkohol swab dan plester luka, reagen RDT yang digunakan
untuk uji serologik infeksi treponemal.
Pengumpulan data dilakukan dalam dua tahapan yakni pengumpulan data di
lapangan berupa pengumpulan data kuesioner, pengambilan swab lesi dan pengujian
RDT, serta pengamatan sampel di laboratorium yang meliputi pewarnaan gram,
pemeriksaan di bawah mikroskop cahaya, mikroskop medan gelap dan PCR. Subyek
yang diambil datanya melalui kuesioner adalah pasien frambusia yang ada di lokasi saat
pengumpulan data berlangsung dan beberapa pasien mendapatkan kunjungan rumah.
Pasien diberi penjelasan terkait tujuan dan manfaat yang didapatkan dari penelitian.
Pasien diberikan kesempatan untuk bertanya jika belum mengerti dan diperbolehkan
untuk menolak untuk turut serta dalam penelitian. Bagi pasien yang setuju untuk
mengkuti penelitian diminta untuk mengisi formulir persetujuan (informed consent).
7
Kemudian wawancara kepada pasien dimulai dengan menanyakan satu persatu butir
pertanyaan yang ada di dalam kuesioner kasus frambusia. Kuisioner yang telah diisi
selanjutnya diproses untuk dianalisa oleh tim penelitian. Kuisioner disimpan dalam
penyimpanan data Balai Litbang Biomedis Papua dan hanya dapat diakses terbatas serta
bersifat rahasia. Selanjutnya sampel seperti swab lesi dibawa ke laboratorium
mikrobiologi Balai Litbang Biomedis Papua untuk dilakukan pengujian mikrobiologik.
Bahan yang digunakan dalam penelitian yaitu darah dan apusan (swab) lesi pasien
yang memenuhi kriteria inklusi dan diambil setelah pasien bersangkutan mengisi data
kuisioner.
Pengumpulan Data
a. Pengumpulan data di lapangan
1) Pengambilan Sampel Apusan Lesi
Diagnosis lesi primer dilakukan oleh dokter puskesmas yang berpengalaman
berdasarkan panduan booklet WHO dan Atlas frambusia.Apusan lesi dikumpulkan
dengan mendatangi subyek ke rumahnya didampingi oleh petugas puskesmas dengan
meminta persetujuan setelah subyek diberikan penjelasan dan menandatangani naskah
persetujuan setelah penjelasan, apusan lesi subyek diambil oleh petugas puskesmas
yang berpengalaman. Apusan lesi diambil dengan cotton swab dan disimpan dalam
PBS.
Pengumpulan apusan lesi dilakukan oleh petugas laboratorium klinis yang
berpengalaman:
8
persetujuan. Spesimen darah subyek diambil oleh anggota tim penelitian yang ahli
dan berpengalaman. Spesimen darah langsung di ujikan pada RDT
Pengumpulan darah kapiler akan dilakukan oleh petugas laboratorium klinis yang
berpengalaman 11
1. Merbersihkan bagian yang ditusuk dengan alkohol 70% dan biarkan sampai kering
lagi.
2. Memegang bagian tersebut supaya tidak bergerak dan tekan sedikit supaya rasa
nyeri berkurang.
3. Menusuk dengan cepat memakai lanset steril. Pada jari ditusuk dengan arah tegak
lurus pada garis-garis sidik kulit jari, jangan sejajar dengan itu. Tusukan harus
cukup dalam supaya darah mudah keluar, jangan menekan-nekan jari untuk
mendapat cukup darah. Darah yang diperas keluar semacam itu telah bercampur
dengan cairan jaringan sehingga menjadi encer dan menyebabkan kesalahan
dalam pemeriksaan.
Buanglah tetes darah yang pertama keluar dengan memakai segumpal kapas
kering, tetes darah berikutnya boleh dipakai untuk pemeriksaan.
3) Pengambilan data RDT
- Meneteskan darah langsung pada test cassette (pack RDT
- Memberikan reagen dalam kit RDT tersebut
- Menunggu 10 – 15 menit
- Membaca hasil
Interpretasi Hasil :
Hasil Negatif: didefinisikan terdapat sel yang tidak teraglutinasi, dengan keluarnya
tanda garis hanya satu buah.
Hasil Tidak dapat ditentukan: bila garis tidak keluar sama sekali
Hasil Positif: sebagian atau total sel teraglutinasi, dengan tanda garis yang mucul dua
buah.
b. Pengumpulan data di laboratorium
1) Pewarnaan Gram
a) Mempersiapkan 4 jenis pewaarna (dye) yang dibutuhkan pada pewarnaan gram
yang antara lain adalah Kristal Violet, Iodine, Alkohol, dan Safranin.
b) Mempersiapkan sediaan smear dari swab lesi pada object glass
9
c) Mulai meneteskan Kristal violet secukupnya pada smear hingga semua tertutup
oleh Kristal violet dan menunggu selama 20 detik.
d) Selanjutmya membilas perlahan Kristal violet dengan menggunakan air mengalir
hingga warna ungu tidak lagi muncul pada air bilasan. Pewarna kedua yakni
Iodine, melakukan hal yang sama pada langkah kedua hingga bilasan tidak lagi
terlihat berwarna kecoklatan.
e) Langkah ketiga adalah dengan menggunakan alkohol. Tahap ini sangat krusial
karena jika terlalu lama terpapar alkohol maka sel bakteri pun bisa rusak
(ruptured), sehinnga durasi pewarnaan hanya 10 detik dengan diakhiri dengan
pembilasan hingga tidak ada lagi sisa alkohol.
f) Tahapan terakhir adalah dengan memberikan pewarna safranin. Berbeda dari
durasi pewarnaan sebelumnya, safranin membutuhkan waktu kurang lebih 25
detik. Selanjutnya diakhiri dengan pembilasan hingga tidak muncul warna merah
pada air bilasan. Selanjutnya sampel dikering anginkan kurang lebih selama 5
menit.
2) Pengamatan sampel di bawah mikroskop cahaya
a) Mempersiapkan sediaan hasil pewarnaan gram
b) Mempersiapkan mikroskop cahaya dengan magnifikasi maksimal 1000x
c) Mempersiapkan minyak imersi
d) Meletakkan preparat pada meja benda mkikroskop cahaya
e) Mengatur diafragma dan mengatur perbesaran lensa obyektif mulai dari
perbesaran yang paling rendah (40x)
f) Secara perlahan mengganti magnifikasi lensa ke tingkat yang lebih tinggi dan
ketika mencapai perbesaran 400x, minyak imersi mulai dipergunakan untuk
meminimalisir gesekan langsung antara object glass dengan lensa mikroskop.
Hasil positif untuk pewarnaan gram adalah koloni bakteri akan terlihat biru-
keunguan dan hasil negatif ditunjukkan dengan warna kemerahan.
3) Pengamatan sampel di bawah mikroskop medan gelap
a) Mempersiapkan mikroskop cahaya
b) Membuat beberapa lapisan dari kertas film negatif yang akan dipergubaka
sebagai layer untuk menggantikan fungsi light condenser
c) Membuka set diafragma pada mikroskop cahaya dan memasang layer dari
kertas film negatif hingga terposisi diantara lampu mikroskop dan lensa benda.
10
d) Mengatur pencahayaan hingga semburat serupa dengan gerhana matahari
cincin terbentuk pada bidang pandang
e) Meletakkan preparat apusan pada meja benda mikroskop, mengatur perbesaran
(menggunakan minyak imersi untuk perbesaran lebih dari 400x). Hasil positif
akan menampilkan obyek dalam pendaran cahaya (fluorocence) keperakan.
*penggunaan mikroskop medan gelap ini langsung dilakukan di lapangan
mengingat masa viabilitas bakteri T.p pertenue yang relatif singkat.
4) PCR (polymerase chain reaction)
a) Mempersiapkan sampel yang berasal dari cairan PBS pada cryotube
b) Mempersiapkan peralatan seperti mikro pipet, couloumb, reagen KIT qiagen,
vortex hingga standing centrifuge.
c) Melakukan ekstraksi DNA dari sampel larutan PBS dengan menggunakan
metode couloumb hingga sampel DNA didapatkan.
d) Mempersiapkan perlatan dan bahan untuk melakukan amplifikasi DNA dengan
menggunakan metode polymerase chain reaction yang meliputi alat thermal
cycler, mikropipet, tip pipet ukuran 10 µL, 20 µL, dan 100µL tabung PCR, rak
tabung PCR, pinset, glove karet, primer forward dan primer reverse sebagai
cetakan (template) DNA, enzim tahan panas (heat resistant enzyme) dalam
bentuk PCR-Mix, air bebas nuklease (Nuclease free water), dan sampel DNA
yang akan diamplifikasi.
e) Melakukan preparasi dan pencampuran antara Mix-taq, primer, air bebas
nuklease dan sampel DNA hingga mencapai volume 25 µL untuk setiap
tabung PCR.
f) Menempatkan tabung PCR pada alat thermal cycler yang terlebih dahulu sudah
diatur sesuai dengan temperatur-temperatur yang tepat untuk melakukan
amplifikasi DNA frambusia.
g) Menunggu hingga proses amplifikasi selesai untuk 40x reaksi (± 120 menit).
h) Setelah proses amplifikasi selesai maka sampel dalam tabung PCR diuji
dengan menggunakan metode eleftroforesis. Pada proses ini sampel DNA yang
sudah diamplifikasi akan ditempatkan pada suatu media agar yang terendam
dalam larutan dapar TBE1x, dan kemudian dialiri arus listrik dengan tegangan
100V selama 45 menit, dimana sebelumnya sampel sudah terlebih dahulu
diberikan larutan loading dye. Elektroforesis akan memisahkan molekul DNA
11
berdasarkan muatannya dan proses ini bisa ditelusuri dengan menempatkan
penanda (marker) bersama-sama dengan sampel DNA yang telah
diamplifikasi.Setelah waktu elektroforesis sudah selesai maka hasil bisa
diperiksa di bawah sinar Ultra Violet dengan menggunakan alat DNA
visualizer. Hasil positif akan memberikan pita yang berpendar ungu terang.
Kuisioner kepatuhan berisi pertanyaan tentang sosio-demografi pasien dan faktor
sanitasi individu yang meliputi perilaku hidup bersih dan sehat. Pasien sebelum bersedia
menjawab kuisioner harus memahami naskah penjelasan penelitian dan menandatangani
persetujuan setelah penjelasan (informed consent).
Data yang diperoleh dari hasil laboratorium dianalisis dengan uji statistik (SPSS 21).
Data dari hasil analisa sampel di laboratorium, data kuisioner dan rekam medis sampel
dijaga kerahasiaan identitasnya. Data disimpan dengan baik dalam database Balai
Penelitian dan Pengembangan Biomedis Papua. Data berupa hasil pemeriksaan jumlah
CD4, jumlah hemoglobin, data sosio-demografi dan rekam medis dianalisis secara statistik
menggunakan perangkat pengolah data (IDM SPSS 21). Analisis statistik yang digunakan
yaitu, analisis univariate untuk mengetahui distribusi frekuensi dalam bentuk nilai absolut
dan proporsi dari setiap variabel independen.
d. Hasil
1. Karakteristik Frekuensi Seluruh Responden
Jenis Kelamin
Laki – laki 103 45,0%
Perempuan 106 55.00%
Umur
< 8 tahun 105 45.90%
≥8 tahun 124 54,1%
Pernah Sakit frambusia
Ya 90 39,3%
Tidak 139 60,7%
12
ART pernah sakit frambusia
Ya 63 27.50%
Tidak 166 72.50%
Lama tinggal di Jayapura*
<3 tahun 6 2.60%
>3 tahun/sejak lahir 223 97.40%
Frekuensi mandi
<2 kali sehari 65 28.40%
>2 kali sehari 164 71.60%
Mandi pakai sabun
Iya 181 79.00%
Tidak 48 21.00%
Pemakaian handuk mandi
Sendiri 99 43.20%
Bergantian 130 56.80%
Ganti Baju
Iya 197 86.00%
Tidak 32 14.00%
Ketersediaan air bersih
Iya 195 85.20%
Tidak 34 14.80%
Penentuan umur dibagi berdasarkan rerata dari usia temuan pada kasus dan kontak
dimana usia paling rendah adalah 2 tahun dan paling tinggi 15 tahun sehingga
dipergunakan 8 tahun dari mean/rerata sebagai tolak ukur penentuan variabel usia.
Berdasarkan pada data yang didapatkan maka sebagian besar responden sudah memiliki
perilaku hidup bersih dan sehat yang cukup baik dilihat dari tingginya persentase frekuensi
mandi, pelaksanaan mandi memakai sabun, mengganti baju setelah mandi dan ketersediaan
air bersih.
2. Karakteristik frekuensi kasus
Tabel 2. Distribusi karakteristik frekuensi kasus
Karakter N=90 Jumlah Persentase
Jenis Kelamin
Laki – laki 41 45.60%
Perempuan 49 54.40%
Umur
< 8 tahun 40 44.40%
≥8 tahun 50 55.60%
13
Gejala Frambusia*
Luka bernanah 17 18.90%
Luka 9 10.00%
Benjolan kecil 4 4.40%
Benjolan berbatas tegas 3 3.30%
Tidak ditemukan gejala 57 63.30%
ART pernah sakit frambusia
Ya 31 34.40%
Tidak 59 65.60%
Lama tinggal di Jayapura
<3 tahun 4 4.40%
>3 tahun/sejak lahir 86 95.60%
Frekuensi mandi
<2 kali sehari 31 34.40%
>2 kali sehari 59 65.60%
Mandi pakai sabun
Iya 70 77.80%
Tidak 20 22.20%
Pemakaian handuk mandi
Sendiri 51 56.70%
Bergantian 39 43.30%
Ganti Baju
Iya 72 80.00%
Tidak 18 20.00%
Ketersediaan air bersih
Iya 72 80.00%
Tidak 18 20.00%
Hasil RDT*
Positif 5 5.60%
Negatif 85 94.40%
Berdasarkan data sebaran frekuensi dari kasus maka sebagian besar kasus sudah
memiliki perilaku hidup bersih dan sehat yang cukup baik, yang ditunjukkan oleh
tingginya persentase frekuensi mandi, mandi dengan sabun, menggunakan handuk
sendiri serta menggunakan baju ganti miliki sendiri. Untuk variabel gejala frambusia
ditunjukkan jumlah 57 responden (63.3%) untuk kasus tanpa gejala, namun ditemukan
keluhan misal nyeri pada anggota badan seperti kaki dan tanngan, dan responden
masih merupakan daftar pasien frambusia yang mendapatkan pengobatan massal
azitromisin sejak tahun 2016.
14
e. Pembahasan
1. Gambaran kasus frambusia setelah pengobatan massal di Kota Jayapura
15
(<10 menit) ketika di luar jaringan hidup, sehingga kemungkinan jeda pemeriksaan
memberikan dampak negatif yakni kematian bakteri sehingga tidak lagi bisa teramati.
Selain itu, seringkali terjadi ko-infeksi bakterial pada infeksi pada frambusia yang biasanya
adalah pathogen Haeophyllus ducreyi ataupun juga infeksi fungal yang memberikan gejala
klinis infeksi yang mirip dengan frambusia.
Diluar faktor dari organisme pathogen, perilaku hidup bersih dan sehat juga
memberikan kontribusi yang besar terhadap eradikasi frambusia. Informasi pada tabel 1
dan 2 menunjukkan tingginya persentase penerapan PHBS oleh responden. Penggunaan
sabun saat mandi dimungkinkan sangat fatal bagi keberlangsungan bakteri. Jadi selain
keberhasilan azitromisin dalam menekan kasus frambusia, PHBS merupakan salah satu
komponen penting dalam menekan faktor resiko untuk terjangkit frambusia.
Grafik 1. Hasil uji RDT
Penggunaan uji RDT hanya diterapkan pada responden yang sudah mendapatkan
pengobatan dengan azitromisin pada tahun 2016 dan menunjukkan sebagian besar dari
responden kasus memiliki hasil yang negatif (85 rsponden dari total 90 responden). Hal ini
senada dengan tidak diketemukannya lesi primer (mother of yaws) pada responden kasus,
sehingga bisa dimungkinkan bahwa azitromisin mampu menekan laju pertumbuhan bakteri
Treponema pallidum ssp pertenue. Namun dari total 90 responden didapatkan bahwa 5
16
responden memberikan hasil yang positif RDT dan responden positif pun tidak memiliki
gejala frambusia ataupun luka serta keluhan lain untuk frambusia. Hal ini bisa jadi
merupakan infeksi yang baru dimana manifestasi gejala belum muncul atau memang
mengacu pada perbedaan respon antigen-antibodi pada pada masing-masing pasien yang
menjadi responden. Selain itu studi yang dilakukan oleh pihak London School of Hygiene
and Tropical Medicine menyatakan bahwa rasio pasien yang memasuki masa laten dan
pasien yang memiliki gejala klinis adalah 6-10 : 1, berdasarkan penelitian observasi
penyakit frambusia yang mereka lakukan di Vanuatu dan Papua Nugini pada tahun 2014.
Berdasarkan hal ini secara umum kasus yang terlaporkan sebagai kasus frambusia sudah
masuk dalam masa laten dan pada masa laten ini RDT tidak akan banyak membantu.
17
f. Kesimpulan dan Saran
1. Kesimpulan
1) Angka kasus frambusia di Kota Jayapura cenderung turun setelah pengobatan
massal dengan menggunakan azitromisin, yang ditunjukan dari mayoritas
responden yang tidak memiliki gejala frambusia berupa lesi primer.
2) Mayoritas responden sudah menerapkan kebiasaan pola hidup bersih dan sehat
seperti mandi lebih dari 2 kali sehari, mandi dengan menggunakan sabun,
menggunakan handuk sendiri, dan berganti pakaian setelah mandi dan
tersedianya suplai air bersih untuk kebutuhan hygiene pribadi sehari-hari.
3) Hasil uji RDT menunjukkan sebagian besar responden memberikan hasil yang
negatif terinfeksi frambusia. Berangkat dari sensitivitas RDT yang rendah dan
fakta bahwa sebagian besar kasus yang ada merupakan kasus yang laten.
4) Bakteri Treponema pallidum ssp pertenue tidak ditemukan saat pemeriksaan
mikroskopik. Hal ini bisa dikarenakan oleh lesi yang diambil swabnya bukan
lagi lesi primer dan mungkin sudah terjadi ko-infeksi dengan mikroorganisme
lain yang memiliki gejala klinis infeksi yang mirip dengan frambusia, sehingga
pada pengamatan mikroskopik.
2. Saran
1) Disarankan untuk dilakukan evaluasi terhadap responden yang positif uji
RDT namun tidak menunjukan gejala frambusia.
2) Monitoring pasca pengobatan minimal 3-6 bulan (atau bahkan hingga 12
bulan).
3) Mapping kasus untuk strategi pengobatan yang lebih efektif.
4) Deteksi molekuler dan serologi dengan metode yang lebih akurat, dengan
ukuran populasi yang lebih besar.
5) Deteksi kemungkinan terjadinya mutasi yang mengarah pada resistensi
azitromisin (similaritas genetic yang besar dengan Treponema pallidum ssp
pallidum)
18
g. Ucapan Terima Kasih
Penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan kepada dr. Masri Sembiring
dan drh. Wien Winarno sebagai pembimbing Risbinkes 2017. Juga kepada Kepala Balai
Penelitian dan Pengembangan Biomedis Papua, Dinas Kesehatan Provinsi Papua,
Puskesmas Hamadi, Puskesmas Elly Uyo, Pukesmas Koya Barat dan Puskesmas Skouw
serta semua pihak yang telah membantu berjalannya penelitian ini.
19
h. Daftar Kepustakaan
1. Amin, Robed. Basher, Ariful. Zaman FFM. Global Eradication of Yaws: Neglected
Disease with Research Priority. J Medicine. 2009;10:109–14.
2. Backhouse JL, Hudson BJ, Hamilton PA, Nesteroff SI. Failure of Penicillin
Treatment of Yaws on Karkar Island, Papua New Guinea. Am K Trop MedHyg,.
1998;59(3):388–92.
4. Ghinai R, El-duah P, Chi K, Pillay A, Solomon AW, Bailey RL, et al. A Cross-
Sectional Study of “ Yaws ” in Districts of Ghana Which Have Previously
Undertaken Azithromycin Mass Drug Administration for Trachoma Control. PLOS.
2015;DOI:10.137(journal.pntd.0003496):1–9.
5. Marks M, Katz S, Chi K-H, Vahi V, Sun Y, Mabey DC, et al. Failure of PCR to
Detect Treponema pallidum ssp. pertenue DNA in Blood in Latent Yaws. PLOS
Neglected Tropical Diseases [Internet]. 2015;9(6):e0003905. Tersedia pada:
http://dx.plos.org/10.1371/journal.pntd.0003905
10. WHO | Yaws. WHO [Internet]. 2017 [dikutip 31 Maret 2017]; Tersedia pada:
http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs316/en/
11. Kemenkes.RI. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.43 Tahun 2013.
20
2013.
12. Kazadi WM, Asiedu KB, Agana N, Mitjà O. Epidemiology of yaws : an update.
Clinical Epidemiology. 2014;119–28.
21
i. Lampiran
22
Lampiran 1. Lembar Persetujuan Atasan
LEMBAR PERSETUJUAN
22
Lampiran 2. Persetujuan Etik Penelitian
23
Lampiran 3. Naskah Penjelasan
Adik/ saudara/i akan merasakan sedikit nyeri saat pengambilan darah. Adik – adik/saudara/i
berhak untuk mengetahui hasil laboratorium dan hasil wawancara. Setiap informasi yang
diberikan selama wawancara akan dirahasiakan oleh tim peneliti, dan akan digunakan hanya
untuk penelitian ini. Sebagai pengganti waktu yang hilang kami akan memberikan
kompensasi berupa bahan kontak.
Bila adik – adik/saudara/i memutuskan untuk tidak mengikuti penelitian, pengobatan dan
pelayanan kesehatan tidak akan berpengaruh apapun.
Keikutsertaan adik – adik/saudara/i bermanfaat untuk program peningkatan penanganan kasus
frambusia.
Bila adik – adik/saudara/i memerlukan penjelasan lebih lanjut mengenai penelitian ini, dapat
menghubungi:
dr. Antonius Oktavian, M.Kes
Balai Litbang Biomedis Papua
Jl.Kesehatan no 10 Jayapura
Sebagai ucapan terima kasih, adek – adik/saudara/i akan mendapatkan bahan kontak berupa
sabun dan handuk
Terima kasih atas waktu yang adik – adik/saudara/i berikan untuk membaca/ mendengarkan
lembar informasi ini.
Peneliti
dr. Yuli Arisanti
25
Lampiran 4. Lembar Persetujuan setelah Penjelasan
Setelah mendengar dan atau membaca naskah penjelasan serta memahami maksud tujuan
penelitian yang berjudul: Gambaran kasus frambusia setelah pengobatan massal di
kota Jayapura maka dengan ini saya menyatakan setuju berpartisipasi dalam penelitian
tersebut. Bila sewaktu-waktu berubah pikiran, saya dapat membatalkan keikutsertaan
dalam penelitian ini.
Demikian surat pernyataan ini saya buat dalam keadaan sehat jasmani dan rohani serta
tanpa ada paksaan untuk dipergunakan sebagaimana mestinya.
Jayapura.................................2017
26
Lampiran 5. Lembar Kuisioner
KUESIONER
I. IDENTIFIKASI RESPONDEN
No. Studi :
Interviewer :
Study site :
Puskesmas :
I. IDENTIFIKASI PASIEN
1. NAMA :
2. UMUR : Tahun
3. ALAMAT :
II. ANAMNESIS
2. ulkus; di:
4. Benjolan kecil -kecil, di:
7. Asal daerah?
9 Pemakaian sandal 2. tidak
1. ya
Lampiran 6. Jadwal Kegiatan
Bulan Ke-
URAIAN KEGIATAN
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
I. Persiapan X
Penyusunan Protokol X
Pengurusan izin X
II. Pelaksanaan
V. Seminar Hasil X
29
Lampiran 7. Dokumentasi
30
31
32
Lampiran 8. Ijin Penelitian dari Kesbanglinmas Provinsi Papua
33