Anda di halaman 1dari 137

qwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwerty

uiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasd
fghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzx
cvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmq
[Type the document title]
wertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyui
[Type the document subtitle]

opasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfg
[Pick the date]

LENOVO

hjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxc
vbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmq
wertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyui
opasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfg
hjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxc
vbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmq
wertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyui
opasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfg
hjklzxcvbnmrtyuiopasdfghjklzxcvbn
mqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwert
yuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopas
KATA PENGANTAR

Puji syukur Penulis panjatkan ke hadlirat Alloh swt yang telah memberi
kesempatan kepada Penulis untuk dapat menyelesaikan buku Kesehatan Hewan.
Buku ini disusun sebagai bahan acuan Mahasiswa Program Sarjana (S1)
Produksi Ternak dan masyarakat pada umumnya yang memerlukan informasi
mengenai kesehatan hewan. Diharapkan dengan diterbitkannya buku ini, maka
materi yang menyangkut studi kesehatan hewan dapat benar-benar dikuasai
oleh para Mahasiswa, sehingga setelah lulus nanti dapat dipergunakan untuk
bekal bekerja atau sebagai panduan bagi masyarakat yang akan menggeluti
bidang peternakan.
Kesehatan Hewan adalah ilmu terapan, sehingga para Mahasiswa harus
mampu untuk menjaga kesehatan ternaknya sehingga dapat berproduksi secara
optimal dengan biaya yang seefisien mungkin.
Materi dalam buku ini disesuaikan dengan silabus mata kuliah kesehatan
hewan yang diperkaya oleh pengetahuan praktis dalam manjaga kesehatan
hewan. Materi yang disampaikan meliputi pentingnya hygiene, sanitasi dan
isolasi di peternakan, pengenalan dan pencegahan penyakit-penyakit pada
ternak, pentingnya membeli ternak sehat, menghindari stress dan faktor-faktor
yang mempermudah berjangkitnya penyakit ternak, sistem kekebalan pada
ternak dan cara mencapainya.
Tentunya dalam penyusunan buku ini masih sangat banyak kekurangan,
kalau sempat diharap masukannya guna penyempurnaan terbitan yang akan
datang sehingga manfaatnya bagi banyak kalangan yang membutuhkan semakin
besar. Semoga buku ini menjadi bagian dari amal sholeh Penulis dalam wujud
Ilmu Yang Bermanfaat dan diterima Alloh sebagai bagian dari ibadah Penulis
kepada Nya.

Penulis

DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN JUDUL …………………………………… i
KATA PENGANTAR …………………………………… iv
DAFTAR ISI …………………………………………… v
PENDAHULUAN ………………………………………. 1
Bab I. Pengenalan Pos Kesehatan Hewan ………. 15
Bab II. Ciri-Ciri Hewan Sehat ……………………….. 23
Bab III. Faktor Predisposisi Penyakit ………………. 29
Bab IV. Tindakan Pencegahan Penyakit ………….. 35
Bab V. Penyakit dan Pengobatan …………………… 48
ka

Bab VI. Higiene, Sanitasi dan Isolasi ……………..

PENDAHULUAN

Hewan harus dipelihara dengan cara yang sehat agar potensi genetik maksimal dapat
dicapai, baik berupa daging, susu atau telur. Demikian pula hewan kesayangan akan
memberikan kebahagiaan tertentu kepada pemiliknya, apabila dalam kondisi sehat dan
menyehatkan. Hewan yang tidak sehat dapat menimbulkan banyak kerugian seperti
pertambahan bobot badan menurun, produktivitas berkurang dan untuk hewan kesayangan
tingkat kelucuannya berkurang, bahkan tidak mustahil malah bisa mengganggu tingkat
kesehatan manusia.

Beberapa masalah kesehatan hewan dapat dicegah misalnya dengan sanitasi dan higyene
yang baik, dengan vaksinasi dan dengan menjadi manajemen kesehatan dengan baik.
Namun terdapat beberapa penyakit yang tidak bisa dikendalikan seperti wabah anthrax.
Keberhasilan seorang peternak dapat diukur dengan sukses tidaknya menerapkan program
kesehatan pada ternaknya sehingga akan dihasilkan ternak dalam keadaan sehat dan
produktif. Oleh karena itu seorang Peternak harus memiliki bekal pengetahuan dasar
kesekatan ternak. Meskipun dalam hal ini dokter hewan dapat dijadikan konsultan/pekerja
dalam melaksanakan program kesehatan ternak, tetapi keberhasilan atau kegagalan
program sepenuhnya menjadi tanggungan Peternak (Undang Santosa, 2006). Beberapa
pertanyaan yang perlu menjadi acuan sebagai berikut:

1. Apa penyebab penyakit ternak?

2. Bagaimana karakteristik hewan sehat ?

3. Bagaimana karakteristik hewan sakit ?

4. Bagaimana cara melakukan pencegahan penyakit ?


Sebagaimana lazimnya di negara-negara berkembang, pengadaan pelayanan kesehatan
ternak di Indonesia dewasa ini masih didominasi oleh pemerintah. Umumnya, pelayanan
yang disediakan oleh pemerintah ini menghadapi berbagai kendala seperti: sedikitnya
jumlah dokter hewan yang tersedia, infrakstruktur yang lemah, anggaran tidak memadai,
serta sistem perencanaan yang sangat sentralistik. Karena itulah, swastanisasi banyak
diterapkan di berbagai negara di dunia untuk meningkatkan mutu, efisiensi dan efektivitas
pelayanan. Asumsi dasar swastanisasi adalah lembaga-lembaga sektor swasta menjadi lebih
fleksibel, dan persaingan antar penyedia jasa layanan bisa menurunkan biaya pelayanan.
Pengalaman telah menunjukkan bahwa pelayanan swasta bisa berkembang di wilayah-
wilayah yang memiliki banyak potensi, dimana petani ternak mampu membayar pelayanan
yang mereka peroleh. Namun usaha peternakan di negara -negara berkembang umumnya
dilakukan oleh petani kecil, yang punya modal sedikit dan tinggal di daerah- daerah
terpencil.

Pelayanan Kesehatan Hewan

Program pelayanan peternakan berbasis masyarakat telah menjadi alternatif pendekatan


baru untuk membantu petani- petani ternak berskala kecil. Istilah pelayanan peternakan
berbasis masyarakat menggambarkan rangkaian sistem pelayanan yang dijalankan oleh
kelompok-kelompok masyarakat untuk anggota kelompok mereka, maupun oleh petani
perorangan yang memberikan pelayanan kepada masyarakat sekitarnya dengan mendapat
bayaran.

Pengertian paling sederhana dari pelayanan berbasis masyarakat adalah pelayanan yang
disediakan oleh anggota masyarakat untuk masyarakat. Istilah ini mencakup serangkaian
sistem dimana kelompok-kelompok masyarakat dan /atau anggota masyarakat memegang
tanggung jawab untuk merencanakan, mengelola, memberikan dan membiayai pengadaan
pelayanan untuk masyarakat di sekitarnya. Sistem ini mencakup kelompok-kelompok tani
yang bisa menyediakan pelayanan bagi anggota mereka, termasuk mensuplai input
peternakan, memperbaiki dan membangun persediaan air, memasarkan hasil-hasil ternak
dan mengelola sumber daya alam milik bersama, seperti tanah adat. Termasuk juga anggota
masyarakat yang menyediakan pelayanan kepada tetangga sekitarnya dengan memperoleh
bayaran seperti Pemberi Pelayanan Kesehatan Hewan Berbasis Masyarakat (YANKESWAN)
yang menyediakan pelayanan kesehatan hewan di desa mereka.
Pelayanan berbasis masyarakat merupakan alternatif baru atas layanan yang disediakan
pemerintah. Penyedia layanan berbasis masyarakat bisa mengambil alih pelayanan yang
dulunya disediakan oleh pemerintah, menyediakan pelayanan di wilayah-wilayah yang
mungkin belum mendapatkan pelayanan semacam itu, ataupun memperkenalkan pelayanan
yang baru sama sekali di wilayah itu. Pelayanan berbasis masyarakat ini termasuk
pemberdayaan masyarakat setempat agar bisa lebih mandiri dan mampu memegang
tanggung jawab lebih besar dalam memenuhi pelayanan-pelayanan yang mereka butuhkan.
Hal lain yang tercakup dalam pendekatan ini adalah rasionalisasi pelayanan-pelayanan
pemerintah lewat pengalihan beberapa jasa layanan kepada penyedia layanan non-
pemerintah.
Pelayanan Berbasis Masyarakat

Model-model pelayanan berbasis masyarakat membutuhkan partisipasi masyarakat


setempat pada semua tahapan – mulai dari mengidentifikasi kebutuhan, merencanakan
kegiatan-kegiatan, melaksanakan rencana, mengkaji hasil dan membuat perubahan-
perubahan yang diperlukan dalam suatu daur proses yang terus berlanjut. Kesemua tahapan
ini membutuhkan dialog secara terus menerus antara pemerintah dan masyarakat. Model-
model yang dikembangkan akan sangat tergantung pada kebutuhan dan kondisi setempat,
serta sifat organisasi dan lingkungan kelembagaan
Program DELIVERI telah bekerja sama dengan Dinas Peternakan untuk mengembangkan
dan menguji-coba serangkaian pelayanan berbasis masyarakat, untuk mencapai pelayanan
peternakan yang lebih efektif, mudah didapatkan dan berkelanjutan. Model- model yang
telah diterapkan mencakup bantuan kepada kelompok- kelompok tani untuk melaksanakan
program pengembangan ternak mereka sendiri, melatih petani-petani ternak untuk
meningkatkan usaha pelayanan kesehatan hewan bagi masyarakat sekitarnya dengan
memperoleh bayaran.
Pengalaman dari negara- negara lain mengindikasikan bahwa Pelayanan Berbasis
Masyarakat bisa meningkatkan akses pihak- pihak terkait yang bermodal kecil kepada
layanan bermutu tinggi. Selain itu beban pemerintah menjadi lebih ringan, dan bisa
mengalihkan perhatiannya ke jasa layanan lain, seperti pengawasan penyakit dan
pengawasan perkembangan ternak, pengawasan mutu obat-obatan, standarisasi serta
pengaturan pelayananan swasta.

Namun, karena sistem perencanaan dan pembiayaan pelayanan pemerintah sangat


sentralistik, sehingga aparat pemerintah daerah menjadi tidak fleksibel. Kekakuan ini bisa
menghambat penyebar- luasan pelayanan berbasis masyarakat. Apalagi para birokrat dan
ahli peternakan juga kerap kurang mempercayai kemampuan petani ternak dalam
memberikan layanan kesehatan hewan yang aman dan efektif. Ditambah lagi aturan- aturan
dan ketetapan yang membatasi peran sektor swasta dalam pemberian pelayanan kesehatan
hewan. Kendala utama lainnya adalah mental sebagian besar petani ternak yang belum
mandiri, sehingga hanya berpangku tangan menunggu mengucurnya dana atau pelayanan
gratis dari pemerintah, dan tidak mau membayar pelayanan yang diberikan.

Untuk mengatasi kendala-kendala ini, para manager lembaga pelayanan ternak


membutuhkan kemampuan manajerial yang lebih baik, rasa percaya diri untuk mencoba
pendekatan baru, membantu mensosialisasikan pemikiran-pemikiran baru kepada para
petani, dan pelatihan- pelatihan praktis agar mereka mampu melaksanakan proyek
percontohan. Dan jika proyek percontohan ini berhasil, tidak hanya akan meningkatkan
kualitas dan jumlah jenis pelayanan yang bisa disediakan bagi petani ternak berskala kecil,
tetapi juga akan membuat para manajer senior, perencana dan pembuat kebijakan semakin
yakin akan manfaat pendekatan ini. Selain itu, hal ini juga akan memotivasi petani untuk
membayar pelayanan yang mereka peroleh.

Dalam pengejawantahan pendekatan ini, sumber daya utama yang dibutuhkan adalah staf
Dinas Peternakan yang memiliki keahlian dan komitmen, mau mencoba pendekatan baru,
tersedia dana pelatihan dan biaya operasional, infrastruktur pendukung dasar termasuk alat
transportasi untuk mengkoordinasikan staf dan akses untuk memperoleh obat- obatan serta
alat-alat yang diperlukan. Pada tahap-tahap awal, dana yang dibutuhkan memang cukup
tinggi, tetapi untuk tahapan- tahapan berikutnya biayanya relatif lebih rendah, apalagi jika
pembiayaan pelayanan berbasis masyarakat secara mandiri bisa berkelanjutan. Pelatihan
keahlian manajemen dan komunikasi bagi staf manajemen sangatlah esensial, begitu pula
pelatihan teknis bagai petugas lapangan dan para petani.
Prinsip-prinsip Dasar Pelayanan Berbasis Masyarakat

Disediakan oleh masyarakat untuk masyarakat. – Dalam pelayanan


berbasis masyarakat, baik penyedia maupun pemakai pelayanan/ pelanggan
adalah masyarakat setempat dan/ atau organisasi -organisasi lokal.

Direncanakan, dikelola dan dievaluasi oleh masyarakat setempat.


– Masyarakat setempat tidak hanya dilibatkan dalam memberikan
pelayanan, tapi juga mengikuti semua tahap pengembangan model
pendekatan yang digunakan. Masyarakat ikut dalam mengidentifikasi
kebutuhan, merencanakan, mengelola, mengevaluasi dan mengkaji ulang
model yang telah diterapkan dalam suatu daur manajemen yang terus
berlanjut. Ini mengimplikasikan bahwa prasyarat yang harus dipenuhi
dalam pengalihan peran layanan pemerintah kepada masyarakat adalah
dialog berkesinambungan antara pemerintah dan masyarakat.

Pembiayaannya berkelanjutan. – Biaya pengadaan dan pengelolaan


pelayanan ditanggung bersama oleh masyarakat. Memang, pada awalnya
dibutuhkan lembaga-lembaga pendukung untuk membantu membiayai
pengadaan pelayanan dalam bentuk hibah atau utang. Namun secara
bertahap pembiayaan pelayanan akan semakin mandiri. Kini, pelayanan
berbasis masyarakat telah berjalan dengan baik di berbagai sektor.

Pelengkap pelayanan pemerintah. – Pelayanan berbasis masyarakat


merupakan pelengkap atas pelayanan pemerintah yang sudah ada. Peranan
pemerintah dalam pengalihan pengadaan pelayanan adalah menetapkan
persyaratan bagi penyedia pelayanan yang baru, mengawasi mutu serta
membantu masyarakat mengembangkan model pendekatan yang tepat.
Pemerintah dapat pula melengkapi pelayanan publik di daerah yang lebih
terpencil dan/atau menciptakan persaingan sehingga harga dapat tetap
rendah dan menghasilkan insentif atau efisiensi yang lebih besar bagi kedua
pemberi pelayanan tersebut (pemerintah dan pelayanan berbasis
masyarakat).

Berbeda- beda di setiap daerah. – Tidak ada satupun model pelayanan


berbasis masyarakat yang cocok untuk semua daerah. Model yang tepat
dikembangkan di setiap daerah, tergantung pada kebutuhan dan kondisi
setempat.

Tujuan Pelayanan Berbasis Masyarakat

Tujuan utama pelayanan berbasis masyarakat adalah memastikan bahwa pelayanan


dilakukan dengan seefektif mungkin kepada semua lapisan masyarakat – khususnya kepada
golongan masyarakat berekonomi lemah dan mereka yang tinggal di daerah- daerah
marjinal, dimana pelayanan swasta secara finansial tidak bisa berjalan dengan
menguntungkan secara finansial. Pelayanan berbasis masyarakat bukan hanya bertujuan
untuk menambah jumlah jenis pelayanan, tetapi juga persaingan antar penyedia pelayanan
akan menurunkan harga dan meningkatkan kualitas pelayanan. Di samping itu, pelanggan
akan bisa memilih pelayanan yang paling tepat untuk memenuhi kebutuhannya.

Pengalihan pelayanan kepada sektor swasta dan kelompok-kelompok masyarakat akan


mengurangi beban kerja lembaga pemerintah, sehingga pemerintah bisa lebih
berkonsentrasi pada layanan publik lainnya – seperti program pengawasan penyakit dan
pengawasan kualitas pelayanan yang diberikan oleh lembaga non-pemerintah.

Manfaat Pelayanan Berbasis Masyarakat

Pengadaan pelayanan peternakan berbasis masyarakat menambah jenis pelayanan dan


jumlah penyedia jasa layanan yang tersedia bagi petani ternak. Perkembangan ini memberi
kesempatan bagi petani untuk memilih pelayanan dan penyedia layanan yang paling
mendekati kebutuhan mereka. “Kekuatan memilih” ini memungkinkan petani ternak untuk
ikut mempengaruhi pelayanan yang tersedia. Manfaat lain adalah persaingan antar penyedia
layanan ditambah lagi dengan meningkatnya pengawasan kualitas layanan oleh pemerintah
akan menghasilkan mutu yang lebih baik, dan biaya pelayanan yang lebih rendah.

Pengalihan tanggung jawab pemberian layanan ternak kepada YANKESWAN, inseminator


dan dokter hewan swasta memungkinkan pemerintah lebih memfokuskan pemanfaatan
sumber daya, yang memang sudah terbatas, kepada layanan publik yang paling penting.
Pelayanan publik yang termasuk ketegori ini adalah pengawasan mutu pelayanan lembaga
non-pemerintah, menegakkan aturan-aturan tentang penyediaan dan pemakaian obat-
obatan ternak, pengawasan penyakit, pengawasan perkembangan ternak, kesehatan daging
dan penelitian.

Manfaat lain pelayanan berbasis masyarakat adalah:

Mudah diperoleh – Karena tersedia di setiap daerah.

Murah – Pelayanan berbasis masyarakat seperti YANKESWAN bisa menyediakan


pelayanan dengan harga jauh lebih rendah dibandingkan dengan pelayanan serupa yang
diberikan oleh dokter hewan. Ada beberapa alasan yang bisa dikemukakan seperti; pelayan
berbasis masyarakat adalah penduduk desa itu juga jadi tidak butuh ongkos transportasi,
kerap memakai pengobatan tradisional yang lebih murah dan memiliki target pemasukan
yang lebih rendah. Kelompok-kelompok berbasis masyarakat seperti kelompok tani mandiri
bisa memberikan ukuran ekonomis, yang memungkinkan pengadaan beberapa input dengan
biaya lebih murah, seperti program-program vaksinasi atau pengembangan sistem irigasi.

Bermutu tinggi dan tanggap – Karena pelayanan berbasis masyarakat dikelola dan
disediakan oleh masyarakat sendiri, mereka lebih tanggap atas kebutuhan-kebutuhan
masyarakat setempat. Meningkatnya persaingan diantara penyedia pelayanan akan
menghasilkan peningkatan mutu pelayanan.

Mudah diadakan – Pengadaan pelayanan berbasis masyarakat relatif mudah. Hanya


pada tahap awal yang memerlukan kerja yang lebih intensif dan sumber keuangan yang
lebih banyak.

Pelengkap pelayanan pemerintah dan swasta yang sudah ada – Pelayanan


berbasis masyarakat dapat meningkatkan efektifitas pelayanan kesehatan ternak yang
diadakan oleh pemerintah. Pelayanan berbasis masyarakat juga dapat menambah jenis
pelayanan dan jumlah penyedia pelayanan di wilayah yang mungkin belum mendapatkan
pelayanan semacam itu. Mereka juga meningkatkan kemampuan pemerintah dalam
mendayagunakan sumber daya mereka kepada pelayanan yang mendasar. Sehingga
pemerintah bisa beralih ke pelayanan lainnya seperti pengawasan mutu klinik swasta,
pelayanan vaksin, tingkat standarisasi, pencegahan penyakit, aturan pengadaan dan
penggunaan obat- obatan ternak, pengawasan penyakit, pengawasan perkembangan ternak,
dan penegakan aturan kesehatan daging. Selain itu, efektifitas pelayanan pemerintah bisa
ditingkatkan lewat bermitra dengan YANKESWAN untuk membantu program kampanye
vaksinasi pemerintah atau melaporkan penyebaran penyakit. Pemerintah telah
menunjukkan bahwa kualitas dan kuantitas pelayanan bisa meningkat secara substansial
dan meningkatkan efektifitas pelayanan pemerintah.

Membuka peluang lapangan kerja di daerah-daerah pedesaan. – Dengan


membantu penduduk desa membangun usaha berbasis masyarakat atau membantu
masyarakat untuk mengembangkan program akan menciptakan peluang lapangan kerja di
pedesaan lebih banyak.

Pendekatan Berbasis Masyarakat dalam Pemberian Pelayanan Ternak

Swastanisasi telah lama dikembangkan sebagai alat untuk mengembangkan pelayanan kesehatan
hewan ternak. Pengalaman di negara-negara berkembang menunjukkan bahwa swastanisasi hanya
bisa berkembang di daerah-daerah yang memiliki potensi tinggi dimana petani ternak mampu
membayar pelayanan dari juru kesehatan ternak swasta. Dan juru kesehatan hewan hanya mau
menjalankan usahanya, jika mereka yakin akan mendapatkan pemasukan yang setimpal.
Sayangnya, di negara- negara berkembang, sebagian besar ternak dipelihara oleh petani-petani
berskala kecil, dan umumnya tinggal di daerah-daerah terpencil. Diperkirakan pelayanan berbasis
masyarakat bisa menjadi pilihan untuk memastikan bahwa petani-petani kecil dapat memperoleh
pelayanan bermutu tinggi tetapi dengan biaya yang mampu mereka tanggung.

Proyek DELIVERI dan Dinas Peternakan telah menguji coba dua jenis pelayanan ternak berbasis
masyarakat yang berbeda di lokasi- lokasi proyek percontohan DELIVERI, yaitu:

1. Melatih petani menjadi YANKESWAN dan membantu mereka membangun usaha


penyediaan layanan kesehatan ternak kepada masyarakat di sekitarnya, dengan
memperoleh bayaran. Pendekatan ini bisa juga digunakan untuk inseminator berbasis
masyarakat yang memberikan pelayanan inseminasi buatan,
2. Membantu petani ternak membentuk kelompok-kelompok mandiri untuk
mengidentifikasi peluang-peluang produksi ternak, dan membangun pengembangan teknis
berskala kecil, termasuk rencana vaksinasi.

Pemberi Pelayanan Kesehatan Hewan Berbasis Masyarakat (YANKESWAN)

YANKESWAN adalah petani yang dipilih oleh masyarakat sendiri, kemudian dilatih agar mampu
menyediakan pelayanan kesehatan hewan di tingkat desa. Mereka memperoleh bayaran atas
pelayanan yang diberikan, sehingga para juru kesehatan hewan ini bisa berkembang seiring
dengan pelayanan yang disediakan pemerintah. Mereka dilatih mengenali dan mengobati
penyakit-penyakit yang umum dan sederhana, mengatur pemberian vaksin dan memberikan
layanan rutin seperti pengebirian/kastrasi atau pemotongan gigi anak babi, serta merujuk penyakit
hewan yang lebih rumit penyembuhannya kepada dokter hewan.

Ada bermacam-macam variasi pada model dasar ini. Dalam beberapa kasus pada proyek
DELIVERI, misalnya di Bulukumba, YANKESWAN diambil dari petugas penyuluh Dinas
Peternakan, yang memberikan pelayanan kesehatan hewan di waktu luang mereka. Di tempat lain,
misalnya di Minahasa, peran YANKESWAN banyak dikerjakan oleh petani. Ada model pendekatan
dimana YANKESWAN memperoleh obat-obatan dari pemerintah, sedang pada model lain mereka
membelinya dari toko obat-obatan ternak. Di beberapa negara, YANKESWAN merupakan bagian
integral dari proses swastanisasi pelayanan kesehatan ternak mereka bekerja sebagai pembantu
bagi mantri hewan pemerinta/swasta. Pelayanan kesehatan hewan swasta bisa terus berjalan
dengan mengembangkan jangkauan pelayanan mereka dan menjual kembali obat- obatan yang
mereka beli. Bagan berikut ini menggambarkan proses tersebut.

Vaksin bisa didistribusikan dengan cara efektif dan murah oleh petugas kesehatan hewan lokal dan
jaringan YANKESWAN, dan pengawasan penyakit bisa ditingkatkan melalui sistem rujukan dari
YANKESWAN ke dokter hewan dari Dinas Peternakan.

Kelompok Tani Mandiri.

Kelompok tani mandiri adalah perkumpulan petani yang mampu mengidentifikasi dan
melaksanakan program yang mereka susun sendiri. Ini mencakup rangkaian kegiatan yang
berkaitan dengan usaha beternak, misalnya rencana vaksinasi ayam kampung, pengembangan
kandang ayam dan pengadaan tempat penyimpanan obat-obatan ternak untuk tingkat desa.

Jika dibandingkan dengan pengembangan kegiatan- kegiatan peternakan yang berkelanjutan


seperti YANKESWAN atau inseminator, memang pengembangan kelompok tani membutuhkan
proses yang lebih lama dan lebih sulit. Namun keuntungannya adalah usaha ini meningkatkan
kemampuan lembaga lokal dan bisa menjadi entry point (jalan masuk) untuk kegiatan- kegiatan
pengembangan kemasyarakatan yang lebih luas.

Tahap Pengembangan Pelayanan Peternakan Berbasis Masyarakat

Semua pendekatan yang digunakan dalam pelayanan berbasis masyarakat mengikuti proses
partisipatif yang melibatkan semua pihak-pihak terkait dalam semua bagian dari empat tahapan
proses – identifikasi kebutuhan dan peluang-peluang dalam masyarakat, merencanakan kegiatan-
kegiatan, melaksanakan rencana, mengkaji ulang dan mengevaluasi lalu merencanakan kegiatan
selanjutnya. Apapun pendekatan yang digunakan, proses tahap pertama semuanya sama. Tetapi
keputusan tentang pemilihan suatu pendekatan apakah berdasarkan kebutuhan per individu
ataukah kelompok tani harus segera diputuskan pada tahap kedua, karena hal ini akan memiliki
pengaruh yang cukup besar pada tahap selanjutnya.

Penilaian Kebutuhan Awal

Memilih model pendekatan yang akan digunakan

Pemberi Pelayanan Kesehatan Ternak Berbasis Masyarakat (YANKESWAN)

Inseminator Swasta

Membangun Kelompok Mandiri Yang Berbasis Masyarakat

Sumber-sumber Daya yang Dibutuhkan

Sumber daya yang paling dibutuhkan adalah sumber daya manusia, dan dana untuk pelatihan,
biaya operasional dan biaya infrastruktur pendukung. Semua ini meliputi:
Sumber Daya Manusia -petani dengan pengalaman yang cukup dalam hal perawatan ternak dapat
menjadi YANKESWAN, dan staff operasional dengan keahlian yang cukup dalam mengidentifikasi
kebutuhan masyarakat dan memajukan dialog dengan masyarakat, serta memiliki latar belakang
teknis sangatlah dibutuhkan. Juga sangat penting untuk memiliki manajer dan staff yang mampu
memberikan pelatihan.

Infrastruktur -Alat pendukung dasar (‘kit’) bagi peternak dalam bentuk kredit dan sistem suplai
obat-obatan hewan perlu diadakan. Petugas kesehatan lokal perlu memiliki fasilitas dasar -
pendingin untuk vaksin, peralatan laboratorium dasar, alat bedah- dan alat transportasi.

Hambatan dan Peluang Perubahan dalam Konteks Kelembagaan

Pengalaman DELIVERI dan Dinas Peternakan dalam menerapkan model-model ini


menemukanbeberapa hambatan utama dalam melaksanakan pelayanan ternak berbasis
masyarakat.

Hambatan Prilaku
Perhatian Dokter Hewan. Banyak dokter hewan yang menolak untuk mendukung pelayanan
kesehatan hewan yang berbasis masyarakat. Keberatan mereka pada umumnya karena
kekhawatiran terhadap mutu pelayanan yang dapat diberikan oleh para-profesional tersebut, serta
ketakutan terhadap kemungkinan kesalahan penggunaan obat. Namun, bukti yang terlihat di
Indonesia dan beberapa Negara lainnya memperlihatkan bahwa juru kesehatan hewan berbasis
masyarakat dan para profesional lainnya mampu memberikan pelayanan yang berkualitas tinggi -
hasil penelitian memperlihatkan bahwa pelayanan yang mereka berikan tidak kalah dengan asisten
dokter hewan yang berkualitas, bahkan dokter hewannya sekalipun. Dapatkah YANKESWAN
(pemberi pelayanan kesehatan hewan berbasis masyarakat) memberikan pelayanan yang
berkualitas? – pengalaman Operasi di Sudan Selatan.

Selanjutnya para YANKESWAN biasanya bekerja di bawah pengawasan dokter hewan. Tanggung
jawab para dokter hewan adalah memastikan bahwa pelayanan YANKESWAN mencapai kualitas
standar yang diinginkan. Hal ini dilaksanakan dengan efektif melalui pelatihan dasar yang baik,
pelatihan penyegaran (“Refresher Courses”), pengawasan YANKESWAN di lapangan, rapat rutin,
pelaporan dan sistem penyerahan yang baik.

Keberatan terhadap YANKESWAN berasal dari ketakutan akan kompetisi dalam menjalankan
fungsinya sebagai pelayan kesehatan hewan. Persaingan ini dianggap tidak adil karena
YANKESWAN mendapatkan keuntungan dari penawaran biaya pelayanan yang lebih rendah,
kedekatannya dengan masyarakat, dan bahkan tinggal di dekat masyarakat. Namun, YANKESWAN
tidak bersaing dengan dokter hewan, melainkan hanya menjadi pelengkap dari pelayanan yang
dokter hewan berikan. YANKESWAN hanya beroperasi di tempat yang secara ekonomis tidak
memungkinkan bagi para dokter hewan menjalankan operasinya, karena harapan pendapatan
masyarakatnya lebih rendah dan mereka hidup secara lokal. YANKESWAN hanya memberikan
pelayanan kesehatan hewan yang sangat dasar, sementara kasus yang lebih rumit diserahkan pada
dokter hewan. Selanjutnya, pelayanan kesehatan hewan yang dilakukan oleh YANKESWAN dapat
lebih menguntungkan bagi para dokter hewan, karena mereka dapat mendistribusikan obat secara
efisien melalui para YANKESWAN.

Ketidakmampuan dan Keengganan Peternak Untuk Membayar.


Salah satu prinsip pelayanan berbasis masyarakat adalah bahwa biaya pelayanan ditanggung
bersama oleh masyarakat dan kemudian mereka menjadi mandiri secara ekonomis. Hal ini dapat
dihambat oleh ‘mental ketergantungan’ yang ada di dalam masyarakat, dan ketidakinginan
membayar pelayanan yang dulunya diberikan secara cuma-cuma.

Perkembangan kelompok tani yang sudah mandiri dapat meyakinkan orang-orang desa akan
manfaat yang didapat dari berkurangnya ketergantungan terhadap sumber-sumber keuangan dari
luar. Selain itu, kualitas dan tingkat pelayanan dapat membuat peternak menjadi lebih ikhlas
membayar pelayanan yang diperolehnya. Namun sebelum itu, perlu diadakan sebuah sosialisasi
yang teliti untuk menciptakan kesadaran terhadap manfaat yang didapat dari pengambil alihan
tanggung jawab oleh masyarakat dalam hal pembiayaan pelayanan. Hal ini dapat dilaksanakan
melalui pertemuan-pertemuan, dimana kerugian yang didapat dari “ketergantungan” diperjelas
melalui permainan peran, dan para partisipan mengekspresikan kebutuhan mereka akan sebuah
keberlanjutan dan kemandirian. Terus tersedianya pelayanan gratis atau disubsidi dapat
menghambat tersedianya pelayanan dari sektor swasta termasuk pada pendekatan berbasis
masyarakat. Keberlangsungan ekonomi pada bisnis swasta seperti kesehatan hewan dan jaringan
juru kesehatan hewan berbasis masyarakat akan sangat terhambat jika peternak dapat
memperoleh pelayanan gratis dari pemberi pelayanan lain seperti lembaga-lembaga pemerintah
atau LSM-LSM. Walaupun subsidi dapat berguna pada langkah awal untuk mendukung formasi
bisnis atau kelompok berbasis masyarakat, subsidi tersebut seharusnya segera dicabut untuk
mempromosikan kesinambungan dana.

Perencanaan dan Pendanaan Pelayanan Pemerintah yang Sentralistik

Pelayanan yang berbasiskan masyarakat harus direncanakan dan diatur secara lokal. Penerapan
pendekatan ini oleh lembaga pemerintah dapat terhambat oleh sistem perencanaan dan
pendanaan yang sentralistik. Keadan ini hanya memberikan sedikit ruang gerak bagi pejabat
didaerah.

Dua Undang-Undang baru yang ditetapkan di Indonesia pada tahun 1999 yaitu UU No. 22 dan UU
No.25 memperkenalkan kerangka kerja baru yang terdesentralisasi bagi lembaga dan keuangan
pemerintah. Perundang-undangan baru tersebut mempromosikan otonomi daerah , perencanaan
Bottom-up , partisipasi dalam proses demokratisasi, pemberdayaan sumber-sumber keuangan
daerah dan pembagian sumber-sumber secara merata. UU tersebut memberikan kerangka hukum
yang baik untuk pendekatan partisipatif dan pendekatan berbasis masyarakat. Namun kapasitas
organisasi yang kurang ditingkat daerah dan kondisi staf yang hanya selalu menunggu instruksi
ketimbang merespon kebutuhan pengguna jasa, akan menghambat pelaksanaan UU atau
pendekatan ini.

Untuk mengatasi keadaan ini pejabat lokal harus meningkatkan keahlian mereka dan mengubah
perilaku mereka. Hal ini dapat dilakukan melalui pelatihan, lokakarya dan belajar dari contoh yang
sukses di lapangan. Untuk informasi lebih lanjut tentang kerangka hukum dan kebijakan untuk
desentralisasi di Indonesia, lihat Panduan Kebijakan Desentralisasi –

Kerangka Kerja Hukum

Perundang Undangan yang ada di Indonesia. Tidak terdapat perundang-undangan yang spesifik
dalam mengatur YANKESWAN di Indonesia., dan perundang-undangan yang mengatur
pelaksanaan kesehatan hewan tidak jelas. Kerangka Hukum Juru Kesehatan Hewan di Indonesia
telah merangkum hasil review terhadap peraturan pemerintah yang ada sekarang. Yang jelas
dalam perundang-undangan, bahwa walaupun para dokter hewan mempunyai hak resmi untuk
melakukan pelayanan kesehatan hewan secara klinik dan menggunakan obat-obatan untuk itu,
mereka dapat saja dibantu oleh tenaga non-pertugas yang beroperasi dibawah pengawasannnya.

Para dokter hewan dapat mendelegasikan secara resmi wewenang mereka kepada YANKESWAN
untuk melaksanakan prosedur kesehatan hewan dan penggunaan obat-obatan. Pembatasan
prosedur yang ditugaskan kepada mereka tergantung oleh dokter pengawas, wewenang ini harus
dibatasi misalnya pada perawatan kesehatan hewan dasar -seperti merawat luka, merawat
penyakit non-epizootic biasa, menggunakan obat cacing. Lembaga pendukung dan dokter hewan
harus menyepakati sebuah kontrak dengan YANKESWAN pada batasan yang terspesifikasi dengan
jelas, dan menetapkan sebuah sistem supervisi, sistem pendukung dan perujukan pada kasus-
kasus yang sulit.

Peraturan Tentang Distribusi Obat-Obatan Hewan Peraturan sangat penting untuk menjamin
kualitas dan menghindari kesalahan penggunaan obat-obatan. Resiko yang timbul dari dosis yang
kurang tepat, dapat menimbulkan masalah resistensi obat-obatan dan resiko terhadap kesehatan
manusia. “Pasar gelap” obat-obatan hewan adalah tempat yang cukup dikenal karena permintaan
yang ada terhadap pelayanan kesehatan hewan tidak dapat dipenuhi oleh pelayanan resmi yang
dapat dijangkau oleh masyarakat. Pasar tidak resmi ini bukanlah merupakan solusi bagi para
peternak. Obat-obatan dari pasar gelap tersebut berkualitas rendah dan biasanya sudah
kadaluwarsa. Walaupun para peternak sudah berpengalaman dalam menggunakan obat-obatan
tradisional, mereka sering mempunyai pengetahuan yang kurang mengenai penggunaan obat-
obatan modern secara aman dan efektif. Petugas kesehatan hewan juga merugi karena hilangnya
perdagangan obat. Sedangkan petugas yang menggunakan jaringan YANKESWAN dapat
meningkatkan ketersediaan pelayanan kesehatan yang terjangkau oleh masyarakat dan mensuplai
obat-obatan hewan yang berkualitas, serta memberikan penyuluhan yang baik tentang penggunaan
obat modern yang cocok dan efektif. Perundang-undangan tentang penggunaan obat-obatan oleh
paravet terlatih dan dibawah pengawasan dapat meningkatkan pengunaan obat-obatan moderen
oleh peternak dan membantu mengurangi perkembang biakan pasar gelap obat hewan.

Pelatihan

Pelatihan dan lokakarya adalah elemen utama untuk mengadakan pelayanan berbasis masyarakat
dan pelayanan kesehatan hewan berbasis masyarakat. Pelatihan tentang manajemen yang lebih
baik adalah suatu materi yang krusial. Staff pemerintah perlu meningkatkan pemahaman dan
keahlian mereka untuk mengidentifikasi hambatan dan peluang pelayanan pada tingkat lapangan
bersama dengan penduduk desa. Berdasarkan pada analisa peluang dan hambatan tadi, serta pada
gejala yang diperlihatkan di awal pelaksanaan model pelayanan alternatif, mereka akan menjadi
perencana-perencana yang lebih baik, dengan merancang sistem baru yang sesuai dengan realitas
setempat. Disisi lain para peternak memerlukan keahlian baru tentang bagaimana meneliti situasi
mereka, mengembangkan rencana-rencana, kemudian mereka juga membutuhkan pelatihan untuk
meningkatkan keahlian teknis mereka dalam memecahkan masalah.

Materi-materi training yang sesuai bagi staff pemerintah untuk mengadakan pelayanan ternak
berbasis masyarakat, meliputi:

Total Quality Management

Manajemen Daur Proyek dan Penggunaan Kerangka Kerja Logis

Perberdayaan Masyarakat dalam Praktek

Kajian Keadaan Pedesaan secara Partisipatif

Sebagai tambahan, untuk mengembangkan pelayanan kesehatan hewan berbasis masyarakat.

Sebuah lokakarya tentang bagaimana mengatur desentralisasi pelayanan kesehatan


hewan, akan memberikan sebuah forum untuk menerapkan TQM dan PCM. Penerapan ini
nantinya akan berusaha untuk melakukan perubahan pelayanan kesehatan hewan, dan
memperkenalkan model-model pelayanan yang teruji untuk membuat sebuah perencanaan

Dan untuk mengembangkan model khusus untuk Pemberi Pelayanan Kesehatan Hewan Berbasis
Masyarakat (YANKESWAN), DELIVERI telah menghasilkan tiga Panduan Pelatihan yaitu:
Melatih YANKESWAN dan Kader Kesehatan Hewan dan Pegangan Peserta Palatihan
Paravet

Pelatihan Inseminator Swasta dan Pegangan Pesertanya

Pelatihan Pemeriksa Daging Swasta dan Pegangan Pesertanya


Perubahan Peran

Mengadakan pelayanan ternak berbasis masyarakat harus melibatkan


perubahan substansial pada peran dan tanggung jawab seluruh organisasi
pelayanan ternak. Lembaga-lembaga non-pemerintah, petugas kesehatan
hewan swasta, dan juru kesehatan hewan berbasis masyarakat akan
melayani sebagian besar kebutuhan pelayanan ternak. Sementara itu,
lembaga pemerintah akan berfokus pada perannya sebagai pengontrol mutu,
program penanggulangan penyakit nasional dan regional, menetapkan
standar-standar, dan menetapkan serta memperkuat perundang-undangan.

Perubahan pada tingkat nasional meliputi:

Desentralisasi tanggungjawab pelayanan dasar hewan kepada tingkat


daerah.

Merubah kebijakan dan perundang-undangan nasional untuk


memfasilitasi pelayanan hewan swasta dan pelayanan yang berbasis
masyarakat

Mengatur dalam perundang-undangan sistem pemulihan biaya di


pos kesehatan hewan (poskeswan)

Pengembangan kerangka kerja hukum dan kebijakan. Penekanan


pada kendali mutu dan kelanjutan pelayanan.

Perubahan pada tingkat Propinsi meliputi:

Tanggung jawab manajemen poskeswan sepenuhnya pada pos itu


sendiri
Promosi sistem pembayaran oleh pengguna jasa dan sistem
pemulihan biaya
Pengurangan subsidi atau pelayanan kesehatan hewan gratis
Perubahan pada tingkat kabupaten/Kotamadya meliputi:
Transisi dari peran penerapan ke peran sebagai fasilitator dalam
mempromosikan dialog antara pihak terkait untuk mengembangkan
model yang cocok
Seleksi dan pelatihan juru kesehatan hewan berbasis masyarakat
Sosialisasi sistem pembayaran oleh pengguna jasa pada tingkat desa
Supervisi dan monitoring juru kesehatan hewan berbasis
masyarakat
Promosi kelompok tani mandiri
Komersialisasi bertahap pos kesehatan hewan melalui pengenalan
sistem pemulihan keuangan
Pendanaan

Biaya yang dikeluarkan pada tahap awal selalu tinggi, mengikuti aktifitas proyek yang sangat
intensif, namun keadan ini akan menghasilkan sesuatu yang lebih cepat dan akhirnya sistem
akan berkesinambungan dan mandiri secara finansial. Dana dikeluarkan antara lain untuk:
Pelatihan untuk staff dan masyarakat
Lokakarya dengan pihak terkait
Biaya operasional untuk petugas lapangan
Kunjungan supervisi ke lapangan
Pertemuan masyarakat (untuk makanan ringan hanya pada permulaan, masyarakat
biasanya bersedia membiayai jika mereka sudah merasa tertarik terhadap program)
Study tour untuk staff
Study tour untuk masyarakat
Fotokopi dan produksi serta distribusi manual pelatihan

Sebagai tambahan dan khusus untuk model YANKESWAN

Persediaan awal obat dan peralatan untuk YANKESWAN


Pelatihan memerlukan biaya yang lebih besar manakala membutuhkan obat-obatan,
alat penyemprot dan material lain untuk praktek, serta hewan hidup ataupun yang sudah
dipotong
Biaya transportasi peserta ketempat pelatihan juga harus dianggarkan

Pengalaman DELIVERI di Sulawesi selatan dan Utara memperlihatkan bahwa,


membentukpelayanan ternak berbasis masyarakat dapat meningkatkan akses bagi peternak
kecil terhadap pelayanan ternak dasar yang terjangkau, dengan biaya yang relatif kecil.

Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan partisipatif dan memerlukan Keterlibatan


penuh dari masyarakat setempat dalam sebuah proses perancangan, penerapan, evaluasi dan
re-desain untuk memastikan bahwa pelayanan telah memenuhi kebutuhan. Walaupun
program ini sangat mahal dalam jangka waktu dekat, pelayanan yang berbasis masyarakat
dapat berkembang menjadi mandiri secara finansial dan terlaksana dengan biaya yang
rendah.

Selanjutnya, kelompok-kelompok tani yang sudah diberdayakan dapat juga membicarakan


berbagai masalah diluar ternak, yang pada gilirannya akan memberi kontribusi terhadap
pembangunan yang berkelanjutan.
Sejumlah hambatan kelembagaan tentunya juga menghadang pengadaan pelayanan bernasis
masyarakat. Antara lain misalnya keahlian dan perilaku staf Dinas Peternakan yang dapat
ditingkatkan melalui program pelatihan. Contoh lain misalnya kerangka kerja hukum yang
membingungkan dan sisa-sisa sistem perencanaan dan penerapan yang sentralistik, dan
kesemuanya masih membutuhkan perhatian lebih lanjut.

Jika semua hambatan ini dapat diatasi, penerapan pelayanan ternak berbasis masyarakat
yang tersebar luas akan memberikan kontribusi substansial dalam meningkatkan produksi
ternak, dan mata pencaharian peternak kecil. Sementara pada saat yang sama dapat
mengurangi biaya pelayanan ternak bagi pemerintah, serta meningkatkan ketersediaan
pelayanan pemerintah.

BAB I
PENGENALAN POS KESEHATAN HEWAN
A. LATAR BELAKANG

Pelayanan Kesehatan Hewan pada awalnya melekat pada jabatan structural yaitu pada Seksi
Keswan Dinas Peternakan, sejalan dengan perkembangan Otonomi Daerah dimana Dinas-
Dinas pada Lingkup Departemen Pertanian pada tahun 2001 digabung menjadi satu Dinas
yaitu Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan, maka Dinas Peternakan merupakan bagian
dari Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Kota pada posisi jabatan eselon IV, sedangkan
fungsi kesehatan hewan tidak mempunyai tempat atau kedudukan.

Dengan kondisi tersebut diatas fungsi kesehatan hewan yang ditangani secara Pemerintahan
sempat vakum, namun demikian pelayanan kesehatan hewan tetap jalan walaupun
pelayanan dilakukan secara pribadi oleh Dokter Hewan, sambil memperjuangkan
kedudukan keswan baik pada tingkat eksekutif maupun legeslatif, pelayanan terus dilakukan
walaupun wadah tidak ada. Akhirnya perjuangan tersebut mulai menunjukan titik terang,
dengan dikeluarkannya SK.

Selaras dengan arah kebijakan Pemerintah lebih menitik beratkan pemberian otonomi
daerah pada Kab/Kota dan untuk lebih mengoptimalkan pelayanan kesehatan hewan.
Pemerintah Daerah dapat membentuk suatu unit pelaksana teknis (UPTD) maka sesuai
dengan Perda telah menjadi UPTD yang mempunyai tugas untuk melakukan pelayanan
keswan sekaligus sebagai wadah organinasi seluruh kegiatan kesehatan Hewan.

Sebagai Pengakuan Pemerintah Propinsi dari keberadaan Pos Keswan Kota Solok, maka
sesuai dengan Sk Kepala Dinas Peternakan Propinsi, Pos keswan merupakan salah satu pos
keswan yang diberikan bantuan biaya operasional.

Untuk kelancaran pelayanan kesehatan hewan perlu adanya suatu bangunan Pos Keswan
yang representative, untuk itu bangunan bekas dinas peternakan yang dijadikan Pos Keswan
direhab sedemikian rupa dengan rancangan bangunan dan tata ruang yang ada sesuai
dengan standar minimal sebuah klinik hewan, dimana Pos Keswan ini memiliki ruang
pendaftaran pasien, ruang pemeriksaan, ruang operasi, laboratorium, apotik dan tempat
rawat inap serta kandang observasi rabies, juga dilengkapi dengan ruang kantor dan gudang
, yang kedepan diharapkan Pos keswan ini dapat menjadi suatu klinik keswan atau bahkan
Rumah sakit Hewan.
Pos Keswan dipimpin oleh seorang Dokter Hewan dan dibantu oleh satu tenaga Medis dan 2
orang paramedis.

B. KONDISI PELAYANAN KESEHATAN HEWAN

Dalam menjalankan tugasnya sistim pelayanan yang digunakan adalah pelayanan aktif, semi
aktif dan pasif, sistim ini dapat digunakan menggingat potensi peternakan yang ada di
daerah sekitarnya sangat bervariasi.

Pelayanan aktif dilaksanakan sesuai dengan program kerja yang telah disusun setiap
tahunnya seperti survailans, vaksinasi dan pembinaan kelompok. Pelayanan semi aktif
dilakukan apabila ada laporan dari peternak kemudian petugas mendatangi lokasi untuk
melakukan penanganan, hal ini dilakukan terhadap ternak besar. Sedangkan pelayanan pasif
yaitu melakukan pelayanan pada Pos Keswan terutama menangani kasus penyakit hewan
kesayangan dan konsultasi masalah gizi dan kesehatan hewan.

C. CAKUPAN PELAYANAN

Jangkauan wilayah kerja Pos Keswan yang terdiri dari kelurahan dan kecamatan, terletak
ditengah kota yang mudah dijangkau oleh masyarakat, hal ini sangat memungkinkan karena
letak Pos Keswan yang sangat strategis yaitu didaerah perlintasan Kab/Kota.Sehingga setiap
tahunnya untuk pelayanan kasus yang berasal dari luar daerah dapat dilayani.

D. JENIS PELAYANAN

Jenis pelayanan yang dapat diberikan antara lain Pengobatan, vaksinasi, penanganan kasus
reproduksi, operasi minor dan mayor (kasus) tertentu bedah kosmetik, konsultasi masalah
gizi dan kesehatan ternak/hewan, penyuluhan dan untuk tahun 2007 ini melayani
Inseminasi Buatan.

E. SITUASI UMUM PENYAKIT HEWAN MENULAR

Untuk tahun 2006 penyakit hewan menular yang terdapat diwilayah kerja Pos Keswan
adalah Penyakit Rabies dan Flu Burung.

Penyakit Rabies setiap tahunnya menunjukan tendensi yang berfluktuasi, untuk tahun 2006
terdapat 72 kasus gigitan dengan positif rabies sebanyak 5 kasus. Untuk pemeriksaan rabies
masih dikirim ke BPPV Regional, sebagai Pos Keswan rujukan Pos Keswan akan dilengkapi
dengan peralatan laboratorium untuk pemeriksaan rabies.

Sedangkan penyakit Flu Burung pada tahun 2006 terindikasi dengan ditemukannya titer
antibodi pada pemeriksaan PCR negatif, Untuk Tahun 2007 ditemukan kasus flu burung
pada ayam potong di pasar ayam yang berasal dari daerah.

Sementara itu sistem pelaporan penyakit hewan menular (PHM), bila ditemukan kasus PHM
secara klinis dilanjutkan pemeriksaan laboratorium. Jika positif langsung dilaporkan pada
Kepala Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan yang selanjutnya dilaporkan ke Dinas
Peternakan Propinsi dalam waktu 1 kali 24 jam sambil melakukan tindakan penanggulangan
wabah.

F. STRUKTUR ORGANISASI POS KESWAN


Sesuai dengan Perda 6 tahun 2006 yang merupakan perubahan Perda No.1 tahun 2003,
UPTD Pos Keswan merupakan Unit Pelaksana Teknis Dinas Pertanian dan Ketahanan
Pangan yang berada langsung di bawah Kepala Dinas

F. PROGRAM KERJA

Sesuai dengan tugas Pokok dan fungsinya UPTD Pos Kesehatan Hewan mempunyai
Program Kerja melalui kegiatan sebagai berikut:

 Pelayanan Kesehatan Hewan


 Monitoring dan Survailans Penyakit Hewan Menular
 Pengambilan sample
 Pembuatan peta penyakit
 Pencegahan Penyakit
o Vaksinasi Rabies, SE dan AI
o Bioecurity
 Pengobatan dan mendiagnosa penyakit secara klinik. Patologik, epidemiologi dan
laboratorik sederhana.
 Penanganan Reproduksi.

Diagnosa kebuntingan
Menolong Kelahiran
Inseminasi Buatan
Pengobatan kemajiran dan gangguan reproduksi

 Bedah hewan untuk mengurangi atau membebaskan hewan dari penderitaan dan
bedah kosmetik
 Konsultasi masalah kesehatan hewan, gizi dan makanan ternak
 Memberikan rekomendasi/surat keterangan kesehatan hewan terhadap hewan hidup
atau mati.
 Penyuluhan
 Menyediakan dan menyebarkan informasi serta wadah konsultasi melalui
pembuatan brosur dan leafleat penyakit hewan
 Memberikan bimbingan tekhnis dalam rangka pencegahan dan pemberantasan
penyakit hewan melalui kegiatan pertemuan dengan PPL dan petugas tekhnis
peternakan lainnya
 Pembinaan kelompok-kelompok ternak
 Pembinaan kader vaksinator

G. POTENSI PENDUKUNG

Program tersebut diatas didukung oleh potensi yang tersedia antara lain adanya :

1. Populasi ternak
2. Sarana pengobatan (peralatan medis, obat-obatan dan bahan penunjang)
3. Sarana Laboratorium (peralatan dan bahan pemeriksaan laboratorium)

Kelompok Petani Peternak


o
 peserta IB
 Kambing PE
 Ternak UTT (usaha tani terpadu)
 Ternak Pemerintah lainnya

1. Kelompok pecinta hewan kesayangan

H. SUMBER DANA

Biaya operasional Pos Keswan dengan modal ini pengelolaan untuk membiaya kebutuhan
Pos Keswan, yaitu dari setiap penghasilan pengobatan dan pelayanan lainnya, jasa obat dan
bahan di kembalikan sedangkan sisanya sebagai jasa medis dan para medis, Dari jasa obat
dan bahan inilah yang dikelola sehingga dapat dikembangkan sebuah apotik yang
menyediakan berbagai macam kebutuhan obat-obatan dan suplemen lainnya. Mulai tahun
2006 melalui dana APBD baru tersedia dana untuk biaya operasional, sedangkan dari Dinas
Peternakan Propinsi pada umumnya menyediakan sarana berupa peralatan dan biaya
operasional untuk kegiatan Active service , pengambilan sampel dan penanggulangan kasus
lainnya.

I. CIRI KHAS POS KESWAN

Sebagai suatu Pos Keswan yang berada ditengah Kota dan telah ditata sebagai sebuah klinik
maka ciri khas yang ditampilkan adalah :

 Sistem pelayanan yang sama dengan standar sebuah Puskesmas


 Pelayanan UGD 24 jam
 Pos Keswan rujukan bagi Pos Keswan sekitarnya

Sebagai tempat magang bagi para mahasiswa FKH dan Dokter Hewan PosKeswan antara
lain

 Mahasiswa FKH
 Dokter Hewan Pos Keswan
o Kunjungan keberadaan PosKeswan
 Kunjungan Kasubdit Pelayanan Medik Direktorat Keswan
 Kunjungan Kepala UPP AI Pusat
 Kunjungan OIE

Kegiatan sosial lainnya, sebagai Posko Penanggulangan gempa tanggal 6 Maret


2007 untuk membantu ternak/hewan korban gempa bersama IFAW (International Foun
and Animal Welfare) Amerika dan CARE (Center Animal and Resceu Education) Yogyakarta.

PERMASALAHAN

Untuk pengembangan Pos Keswan menjadi Klinik Hewan atau Rumah Sakit Hewan masih
ditemukan beberapa kendala antara lain :


o Belum tersedianya petugas sesuai dengan struktur organisasi yang diinginkan
o Petugas para medis yang ada belum memiliki sertifikat sebagai para medis.
o Belum tersedianya sarana penunjang kelancaran admininistrasi
o Belum tersedia sarana transportasi berupa mobil ambulan atau mobil Keswan
keliling
o Masih kurangnya keterampilan tenaga medis dalam menangani kasus – kasus
yang memerlukan penanganan khusus.

SARAN

Untuk kelancaran pelaksanaan kegiatan pada Pos Keswan diperlukan antara lain :


o Pembinaan dari Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan, Dinas Peternakan
Propinsi, BPPV Regional dan Direktorat Keswan
o Dukungan dari Pemerintah Daerah dan seluruh lapisan masyarakat.
o Pengisian personil sesuai dengan latar pendidikan dan pengalaman
o Peningkatan sumber daya petugas berupa pendidikan / latihan keprofesian
atau pendidikan berkelanjutan
o Peningkatan sarana dan prasarana pelayanan kesehatan hewan

SUB DINAS KESEHATAN HEWAN DAN KESEHATAN MASYARAKAT


VETERINER

Pembangunan Kesehatan Hewan secara umum mengacu pada kebijakan nasional tentang
Kesehatan Hewan yaitu 1). kebijakan kesehatan hewan untuk mempertahankan status
kesehatan hewan dan 2). meningkatkan status kesehatan hewan dalam rangka menjamin
kesehatan hewan, masyarakat dan lingkungan serta menjamin kepastian usaha peternakan.
Kebijakan dalam rangka mempertahankan status kesehatan hewan meliputi :

1. Penolakan Penyakit Hewan berupa pengawasan lalu lintas hewan.


2. Kesiagaan Terhadap Penyakit Eksotik
3. Peningkatan Kepedulian Masyarakat
4. Penerapan Manajemen Kesehatan Hewan dan Biosekuriti

Kebijakan dalam rangka meningkatkan status kesehatan hewan meliputi :

1. Pengamatan Penyakit Hewan Menular dengan melaksanakan surveillance dan


pemetaan Penyakit Hewan Menular (PHM).
2. Pencegahan dan Pemberantasan PHM berupa; pelayanan medik veteriner, privatisasi
pelayanan poskeswan dan pemberdayaan tenaga fungsional medik veteriner.
3. Pengawasan Obat Hewan dengan pemberdayaan Tenaga Pengawas Obat Hewan.

Pembinaan dan pengawasan Kesmavet telah diatur dalam Undang-undang No.6 tahun 1967
tentang pokok-pokok Peternakan dan Kesehatan Hewan serta dalam Peraturan Pemerintah
No.22 tahun 1983 tentang Kesehatan Masyarakat Veteriner.

Ruang lingkup pembinaan dan pengawasan Kesmavet meliputi : Keamanan Pangan asal
Hewan, perlindungan lingkungan budidaya ternak, pengawasan penyakit zoonosis serta
kesejahteraan hewan / Kesrawan ( Animal Welfare).

Sesuai dengan otonomi daerah kebijakan terebut dilaksanakan dengan pembagian tugas
kepada seksi-seksi sesuai dengan tupoksinya :

1. Seksi Pengamatan dan Penyidikan Penyakit Hewan (P2H)


2. Seksi Pencegahan dan Penyidikan Penyakit Hewan ( P3H ).
3. Seksi Kesehatan Masyarakat Veteriner (KESMAVET)

Kesehatan hewan merupakan salah satu unsur penting di bidang peternakan di


mana peranannya sangat mendukung dalam usaha peningkatan produksi
peternakan. Dengan meningkatnya kesehatan ternak maka akan mengakibatkan
ternak berproduksi dengan baik yang mana hal ini akan berdampak pada
peningkatan pendapatan bagi peternak .

Salah satu kendala utama bagi program peningkatan produksi ternak di adalah munculnya
berbagai penyakit hewan menular yang menimbulkan kerugian ekonomi pada masyarakat
antara lain berupa kematian, penurunan produksi, penurunan angka kelahiran, dan lain-lain.
Selain itu juga terdapat beberapa penyakit hewan yang mempunyai resiko penularan
terhadap masyarakat, seperti Rabies, dan Flu Burung (Avian Influenza). Di propinsi
Sumatera Barat ada beberapa penyakit hewan strategis dan ekonomis yang penyebabnya
terdiri dari virus, bakteri dan parasit. Penyakit-penyakit hewan tersebut, antara lain :

 Penyakit strategis (ND, Gumboro, SE, Rabies, Brucellosis, Jembrana, Anaplosmosis,


Babessiosis, Fasciola dan MCF)
 Penyakit ekonomis (Surra, Anaplasmosis, Babesiosis, Fasciolasis dan MCF).

Pemetaan penyakit hewan sangat diperlukan untuk menyajikan informasi yang tertulis dan
akurat mengenai penyakit-penyakit tersebut di atas. Untuk membuat pemetaan penyakit
hewan di Sumatera Barat diperlukan data yang dikumpulkan dari kegiatan diagnosa,
surveillance, monitoring, investigasi, dan pelayanan aktif selama bertahun-tahun dari seluruh
daerah Kabupaten/Kota. Di samping itu data juga dapat diperoleh melalui Laboratorium tipe
B dan C, Balai Penyidikan dan Pengujian Veteriner (BPPV) Regional, Dinas Peternakan
Kabupaten/Kota serta seluruh Poskeswan.

Tujuan dan Sasaran. Adapun tujuan pembuatan Buku Pemetaan Penyakit Hewan Menular
ini antara lain :

 Memberikan informasi mengenai macam-macam penyakit hewan serta distribusinya,


sehingga dapat dijadikan masukan bagi pemerintah pusat dan instansi terkait di
daerah dalam menyusun kegiatan dan kebijakan penanggulangan penyakit hewan
menular
 Mempermudah proses pengambilan keputusan dalam pemberantasan penyakit hewan
menular di masa mendatang
 Meningkatkan kualitas pelaporan penyakit hewan menular mulai dari tingkat desa,
Kecamatan sampai ke tingkat Kabupaten dan Propinsi untuk selanjutnya disampaikan
ke tingkat pusat
 Memvisualisasikan data penyakit hewan menular dalam bentuk spasial.

Dengan tersedianya data base penyakit hewan menular akan mempermudah mengetahui
lokasi-lokasi kantong penyakit hewan menular sehingga memudahkan pencegahan dan
pemberantasan penyakit hewan menular di masa mendatang.

BAB II
CIRI-CIRI HEWAN SEHAT
Dua tahap proses pemeriksaan kesehatan hewan yaitu pemeriksaan ante mortem dan
pemeriksaan pos mortem. Pemeriksaan ante mortem dilakukan sebelum hewan dipotong
atau saat hewan masih hidup. Sebaiknya pemeriksaan ante mortem dilakukan sore atau
malam hari menjelang pemotongan keesokan harinya. Pemeriksaan pos mortem dilakukan
setelah hewan dipotong

1. PEMERIKSAAN ANTE MORTEM.

Pemeriksaan ini meliputi pemeriksaan fisik dan perilaku

1. Pemeriksaan Perilaku .

Lakukan pengamatan dan cari informasi dari orang yang merawatnya . Gali informasi
sebanyak-banyaknya, namun informasi yang diterima jangan langsung dipercaya 100%, cek
kembali kondisi di lapangan.

1. Nafsu makan.

Hewan yang sehat nafsu makannya baik. Hewan sakit nafsu makannya berkurang atau
bahkan hilang sama sekali

2. Cara bernafas.

Hewan sehat nafasnya teratur, bergantian antara gerakan dada dan gerakan perut. Sesak
nafas, ngos-ngosan, nafas pendek berarti hewan sakit.

3. Cara berjalan.

Hewan sehat jalannya teratur, rapi, bergantian antara keempat kakinya. Pincang, loyo, atau
bahkan tak bisa berjalan menunjukkan hewan sedang sakit.

4. Buang kotoran

Cara buang kotoran dan kencingnya lancar tanpa menunjukkan gejala kesakitan. Konsistensi
kotoran (feses) padat.

2. Pemeriksaan Fisik :

1. Suhu tubuh (temperatur)

Gunakan termometer badan ( digital atau air raksa ), masukkan ujung termometer kedalam
anusnya sampai terdengan bunyi biip (termometer digital) atau sampai air raksa berhenti
mengalir (termometer air raksa). Suhu tubuh sapi normal berkisar antara 38,5 – 39,2oC.

2. Mata
Bola mata bersih, bening dan cerah. Sedikit kotoran di sudut mata masih normal. Kelopak
mata bagian dalam (conjunctiva) berwarna kemerahan (pink) dan tidak ada luka. Kelainan
yang biasa dijumpai pada mata yaitu adanya kotoran berlebih sehingga mata tertutup,
kelopak mata bengkak, warna merah, kekuningan ( icterus) atau cenderung putih (pucat).

3. Mulut

Bibir bagian luar bersih, mulus dan agak lembab. Bibir dapat menutup dengan baik. Selaput
lendir rongga mulut warnanya merata kemerahan (pink), tidak ada luka. Air liur cukup
membasahi rongga mulut. Lidah warna kemerahan merata, tidak ada luka dan dapat
bergerak bebas. Adanya keropeng di bagian bibir, air liur berlebih atau perubahan warna
selaput lendir (merah, kekuningan atau pucat) menunjukkan hewan sakit.

4. Hidung

Tampak luar agak lembab cenderung basah. Tidak ada luka, kotoran, leleran atau sumbatan.
Pencet bagian hidung, apabila keluar cairan berarti terjadi peradangan pada hidung. Cairan
hidung bisa bening, keputihan, kehijauan, kemerahan, kehitaman atau kekuningan.

5. Kulit dan Bulu

Bulu teratur, bersih, rapi dan mengkilat. Kulit mulus, tidak ada luka, keropeng dsb. Bulu
kusam, tampak kering dan acak-acakan menunjukkan hewan kurang sehat.

6. Kelenjar Getah Bening

Kelenjar getah bening yang mudah diamati adalah yang berada di daerah bawah telinga ,
daerah ketiak dan selangkangan kiri dan kanan.. Raba bagian kulitnya dan temukan bentuk
benjolan. Dalam keadaan normal tidak terlalu mencolok kelihatan. Apabila ada peradangan
kemudian membengkak, tanpa diraba akan terlihat jelas pembesaran didaerah dimana
kelenjar getah bening berada.

7. Daerah Anus

Bersih tanpa ada kotoran, darah dan luka. Apabila hewan diare, kotoran akan menempel
pada daerah sekitar anus.

Karakteristik ternak sehat dapat dilihat dari tingkah lakunya antara lain:

Nasfu makan normal

Agresif

Istirahat dengan tenang

Pergerakan tidak kaku

Keadaan mata, selaput lendir dan warna kulit normal

Pengeluaran kotoran atau urine tidak sulit dengan warna dan konsistensinya
normal

Tidak terdapat gangguan dalam bernafas, denyut nadi dan suhu tubuh.
Hasil pemeriksaan ante mortem terdiri atas 3 kelompok yaitu , kelompok yang lolos (sehat),
tidak lolok (sakit) dan lolos bersyarat (dicurigai sakit atau sakit yang tidak berbahaya).

Hewan yang tidak lolos dari pemeriksaan ante mortem dipisah dan jangan dipotong.
Perhatian lebih ditujukan untuk hewan-hewan yang lolos bersyarat. Hewan dalam kelompok
ini mendapat perhatian lebih dalam pemeriksaan pos mortem.

2. PEMERIKSAAN POS MORTEM

Setelah hewan dipotong (disembelih) lakukan pemeriksaan pos mortem dengan teliti pada
bagian-bagian sbb :

1. Karkas

Karkas sehat tampak kompak dengan warna merah merata dan lembab. Bentuk-bentuk
kelainan yang sering dijumpai seperti adanya butiran-butiran menyerupai beras (beberasan
– Bali), bercak-bercak pendarahan, lebam-lebam, berair dsb.

2. Paru-paru

Paru-paru sehat berwarna pink , jika diremas terasa empuk dan teraba gelembung udara,
tidak lengket dengan bagian tubuh lain, tidak bengkak dengan kondisi tepi-tepi yang tajam.
Ditemukan benjolan-benjolan kecil pada rabaan paru-paru atau terlihat adanya benjolan-
benjolan keputihan (tuberkel) patut diwaspadai adanya kuman tbc.

3. Jantung

Ujung jantung terkesan agak lancip, bagian luarnya mulus tanpa ada bercak-bercak
perdarahan. Belah jantung untuk mengetahui kondisi bagian dalamnya.

4. Hati

Warna merah agak gelap secara merata dengan kantong empedu yang relatif kecil.
Konsistensi kenyal dengan tepi-tepi yang cenderung tajam. Sayat beberapa bagian untuk
mengetahui kondisi didalamnya. Kelainan yang sering ditemui adalah adanya cacing hati
(Fasciola hepatica atau Fasciola gigantica – pada sapi), konsistensi rapuh atau mengeras.

5. Limpa

Ukuran limpa lebih kecil dari pada ukuran hati, dengan warna merah keunguan. Pada
penderita anthrax keadaan limpa membengkak hebat.

6. Ginjal

Kedua ginjal tampak luar keadaannya mulus dengan bentuk dan ukuran relatif semetris.
Adanya benjolan, bercak-bercak pendarahan, pembengkakan atau perubahan warna
merupakan kelainan pada ginjal. Belah menjadi dua bagian untuk emngetahui keadaan
bagian dalamnya.

7. Lambung & Usus


Bagian luar dan bagian dalam tampak mulus. Lekukan-lekukan bagian dalamnya teratur
rapi. Penggantung usus dan lembung bersih Tidak ditemukan benda-benda asing yang
menempel atau bentukan-bentukan aneh pada kedua sisi lambung dan usus. Pada lambung
kambing sering dijumpai adanya cacing yang menempel kuat berwarna kemerahan.

Pemeriksaan pos mortem dilakukan secara hati-hati dan teliti. Diperlukan latihan dan
ketrampilan untuk melakukan pemeriksaan ini, terutama untuk mengenali organ-organ
dalamnya (mana hati, limpa, ginjal dsb)

Hasil akhir pemeriksaan pos mortem adalah baik (sehat), tidak baik (sakit / rusak ) dan baik
sebagian. Kategori baik sebagian karkas / organ dapat dikonsumsi dengan menghilangkan
bagian tertentu yang tidak baik. Kategori tidak baik harus diafir semua organ / karkas yang
rusak atau seluruh tubuh hewan tersebut.

Ciri-ciri hewan sehat perlu diketahui, agar kita bisa mengkonsumsi produk daging yang
sehat dan menyehatkan.

Pedoman seleksi hewan. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam menyeleksi hewan:

1. hewan yang jantan tidak dikastrasi/dikebiri, testis/buah zakar masih lengkap (2


buah) dengan bentuk dan letaknya simetris,
2. hewan yang akan disembelih cukup umur, untuk kambing dan domba berumur lebih
dari satu tahun ditandai dengan tumbuhnya sepasang gigi tetap, sapi dan kerbau
berumur dua tahun ditandai dengan tumbuhnya gigi tetap,
3. hewan harus sehat dengan ciri-ciri :
a. tidak cacat (pincang, mata buta/picak),
b. telinga tidak rusak,
c. bulu bersih dan mengkilap,
d. lincah,
e. muka cerah,
f. nafsu makan baik,
g. lubang kumlah (mulut, mata, hidung, telinga dan anus) bersih dan normal.

Sedangkan hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penyembelihan hewan :

Tahap pertama, persiapan sebelum penyembelihan seperti tempat penyembelihan


hendaknya terpisah dari sarana umum, tempat penjualan makanan dan minuman, serta
dibuatkan lubang yang cukup (lebih dari satu meter) untuk menampung darah hasil
penyembelihan, kemudian peralatan yang digunakan memotong hendaknya tidak berkarat,
diasah dengan tajam, bersih. Sedangkan hewan diistirahatkan atau dikarantina minimal 3
hari.

Tahap kedua dalam proses penyembelihan dilaksanakan pemeriksaan sebelum pemotongan


(ante mortem) agar hanya hewan sehat yang dipotong dengan memperhatikan ciri-ciri sehat
hewan qurban.

Tahap ketiga sebagai tahap penyembelihan yang dengan tata cara agama Islam disesuaikan
dengan Fatwa Majelis Ulama Indonesia, diantaranya membaca Basmallah
(Bismillahirrahmaanirrahim) dan mengumandangkan takbir saat mulai penyembelihan,
memutus jalan makanan (mari ), memutus dua urat nadi (wadajain), memutus jalan nafas
(hulqum), hewan dipotong dengan sekali tekan/potong tanpa mengangkat pisau dari leher
(namun kepala tidak langsung dipisahkan).
Tahap keempat, dilaksanakan pemeriksaan setelah penyembelihan (postmortem) yakni
pemeriksaan organolepsis sebagai pemeriksaan terhadap bau, warna,
konsistensi/kekenyalan daging. Untuk limpa normal ciri-cirinya kenyal tidak terjadi
pembengkakan atau hancur. Selanjutnya bagi petugas penyembelihan dan pemotongan
daging setelah bekerja harus membersihkan dirinya dan dilanjutkan dengan menggunakan
larutan pemati kuman (desinfektan), begitu pula dengan alat-alat penyembelihan
dibersihkan dengan sabun dan desinfektan. Sedangkan sisa-sisa penyembelihan dibuang,
dibakar dan disucihamakan dengan baik.

Kita perlu menghindari mengkonsumsi daging yang dimasak setengah matang, serta
meminta masyarakat segera melaporkan dan konsultasi dengan dokter atau puskesmas
terdekat bila menemui kelainan atau gejala yang patut dihubungkan dengan penyakit
Anthrax.

Ciri Hewan Sehat.

Ciri-ciri fisik dari hewan yang sehat biasanya bisa dikenali dari gerakannya yang lincah
(gesit), bulu tidak kusam, mata bersinar, lubang alami (mulut, hidung, telinga dan anus)
tidak mengeluarkan leleran atau darah, suhu tubuh normal (40 derajat Celcius). Sebaliknya
hewan yang tidak sehat selain bisa dilihat dari gerakannya yang tidak gesit, bulunya terlihat
kusam, mata sayu, mengeluarkan leleran atau darah dari lubang alami, suhu tubuhnya di
atas 40 derajat Celsius. “Sampai saat ini penyakit antraks dan cacing hati masih
mendominasi penyakit pada hewan. Untuk mengantisipasi hal itu di samping lebih teliti
dalam memilih hewan yang akan disembelih, alangkah baiknya jika masyarakat
meminimalkan kontaminasi dengan apa saja. Misalnya dengan menggantung hewan
(kambing) yang sudah disembelih, mencuci pisau setiap kali mau digunakan serta
menggunakan alas yang benar-benar bersih (tidak tercemar),” agar kualitas dagingnya
bagus, hewan yang akan disembelih sebaiknya diistirahatkan.

Tabel Suhu Tubuh Normal Hewan Sehat

Nama Hewan Suhu Rata-rata 0C Kisaran 0C


Sapi 38,6 38,0 – 39,3
Domba 39,1 38,3 – 39,9
Kambing 39,9 38,7 – 40,7
Babi 39,2 38,9 – 39,8

Selain itu, masih ada kasus setelah hewan dipotong, masyarakat mencampur daging dan
jeroan. Padahal jeroan tersebut kotor sehingga memudahkan mikro organisme untuk
masuk. “Dalam penyembelihan, alangkah baiknya selain pisau dan alas yang bersih juga
dibuat lubang untuk menampung darah. Begitu juga dengan cara menjatuhkan hewan
harus benar (kaki diikat), dan diusahakan dari kerongkongan serta anus tidak keluar
kotoran yang bisa menyebabkan daging terkontaminasi,”

Di antaranya dengan melakukan pemeriksaan kesehatan di tempat-tempat penampungan


dan memberikan penyuluhan pada para Peternak. Kantor Pertanian dan Kehewanan
(Pertanwan) juga memperketat pengawasan terhadap hewan yang dipasarkan di wilayah
kota. Pemantauan di pasar tiban ini untuk memberi ketenangan kepada masyarakat yang
akan membeli hewan. Termasuk antisipasi terhadap kemungkinan terjangkitnya hewan dari
penyakit menular. Dikatakan, penyakit hewan yang biasanya menyertai adalah Orf. Ini
merupakan penyakit menular pada hewan tapi tidak menular ke manusia. Ditandai dengan
munculnya dakangen (bibir seperti sariawan), sehingga kurang pas dipotong. Pedagang
sekarang ini juga banyak mengeluhkan penyakit belek yang menyerang hewan. Masyarakat
yang akan membeli hewan dapat mengenali kesehatan hewan dari fisiknya. Asalkan hewan
terlihat aktif, tidak nglentruk dapat dipastikan hewan tersebut dalam kondisi sehat. Warga
diminta segera melapor apabila ada dugaan adanya penyakit zoonosa. Penyakit yang paling
banyak ditemukan saat pemotongan hewan adalah cacing hati. Sebanyak 78 ekor sapi
terserang cacing hati. Angka ini meningkat dari tahun sebelumnya yang hanya 30 ekor.

Pelayanan hewan dilakukan dengan mendampingi pemotongan hewan untuk melakukan


pemeriksaan hewan dan dagingnya sehat atau tidak. Karena itu, sejak awal ia sudah
mensosialisasikan kepada warga tentang ciri dan treatment untuk sapi yang terserang
cacing hati. Secara fisik hati sapi banyak lubangnya karena gigitan cacing. Meskipun jika
direbus cacingnya mati namun sebenarnya hati yang terdapat cacing hati tidak layak untuk
dikonsumsi karena mengandung racun. Jika masih dikonsumsi efeknya perut akan terasa
mual. Tujuannya untuk mendapatkan pelayanan kesehatan hewan yang akan dipotong di
lokasi pemotongan. Jadi setiap pemotongan hewan mendapatkan pengawasan langsung
dari instansi yang berwenang. Hal itu sesuai UU No 6 Tahun 1967 tentang ketentuan pokok
peternakan dan kesehatan hewan serta PP No 15 Tahun 1977 tentang penolakan,
pencegahan, pemberantasan dan pengobatan penyakit hewan. Tapi karena keterbatasan
petugas tidak semua titik penjualan dan pemotongan hewan dapat terpantau. Selain itu
tidak semua melapor. Selama kurun waktu 3 tahun ini penyakit hewan yang sering ditemui
berupa cacing hati pada sapi, sehingga kalau kondisi organ hati rusak sebaiknya hati sapi itu
tidak dikonsumsi.

Pemeriksaan kesehatan ini dilakukan oleh dokter hewan atau tenaga terlatih dibawah
pengawasan dokter hewan . Tahapan ini dimaksudkan untuk menyingkirkan
(mengeliminasi) kemungkinan-kemungkinan terjadinya penularan penyakit dari hewan ke
manusia. Proses ini juga bermanfaat untuk menjamin tersedianya daging dan produk
ikutannya dengan mutu yang baik dan sehat.

BAB III
PENDIDIKAN KESEHATAN HEWAN

Pendidikan kesehatan menjadi hal yang sangat menunjang program-program kesehatan


yang lain. Akan tetapi pada kenyataannya pengakuan ini tidaklah didukung oleh
kenyataannya. Artinya dalam program-program pelayanan kesehatan kurang melibatkan
pendidikan kesehatan. Meskipun program itu telah melibatkan pendidikan kesehatan, tetapi
kurang berbobot. Argumentasi mereka adalah karena pendidikan kesehatan itu tidak segera
dan jelas memperlihatkan hasil. Dengan perkataan itu pendidikan kesehatan tidak segera
membawa manfaat bagi masyarakat, dan mudah dilihat atau diukur. Hal ini memang benar
karena pendidikan adalah merupakan behavioral investment jangka panjang. Hasil
intervensi pendidikan kesehatan baru dapat dilihatbeberapa tahun kemudian. Dalam waktu
yang pendek (immediate impact) pendidikan kesehatan hanya menghasilkan perubahan
atau peningktan pengetahaun masyarakat. Sedangkan peningkatan pengetahuan saja belum
akan berpengaruh langsung terhadapa indikator kesehatan. Pengetahuan kesehatan akan
berpengaruh padaperilaku sebagai hasil jangka menengah ( intermediate impact) dari
pendidikan kesehatan. Selanjutnya perilaku kesehatan akan berpengaruh kepada
meningkatnya indikator kesehatan masyarakat sebagai keluaran (outcome) pendidikan
kesehatan. Hal ini berbeda dengan program pengobatan yang dapat langsung memebrikan
hasil terhadap penurunan kesehatan.

PERANAN PENDIDIKAN KESEHATAN

Semua ahli kesehatan masyarakat dalam membicarakan status kesehatan mengacu pada
koknsep HL. Blum. Dari hasil penelitiannya di amerika serikat, Blum menyimpulkan bahwa
lingkungan mempunyai andil yang sangat besar terhadapa status kesehatan; kemudian
berturut-turut disusul oleh perilaku, pelayanan kesehatan dan keturunan yang mempunyai
andil yang paling kecil terhadap status kesehatan. Selanjutnya Lawrence Green menjelaskan
bahwa perilaku dipengaruhi oleh tiga faktor, yaitu:

1. faktor predisposisi ( predisposiing faktor)


2. faktor pendukung ( enabling factor)
3. faktor yang memperkuat atau mendorong ( reinforcing factor)
Oleh sebab itu pendidikan kesehatan sebagai faktor usaha intervensi perilaku harus
diarahkan kepada tiga faktor tersebut.

KONSEP PENDIDIKAN KESEHATAN.

Pendidikan kesehatan adalah suatu penerapan konsep pendidikan di dalam bidang


kesehatan. Dilihat dari segi pendidikan, pendidikan kesehatan adakah suatu pedagogik
praktis atau praktik pendidikan. Oleh sebab itu konesp pendidikan kesehatan adalah
pendidikan yang diaplikasikan pada bidang kesehatan. Konsep dasar pendidikan adalah
suatu proses belajar. Hal ini berarti di dalam pendidikan itu terjadi proses pertumbuhan,
perkembangan, atau nperubahan ke arah yang lebih dewasa, lebih baik, dan lebih matang
pada diri individu, kelompok dan masyarkat. Konsep ini berangkat dari suatu asumsi bahwa
manusia sebagai mahluk sosial di dalam kehidupannya untuk mencapai nilai-nilai hidup
didalam mastyarakat selalu memerlukan bantuan orang lain yang mempunyai kelebihan
(lebih dewasa, pebih pandai, lebih mampu, lebh tahu dan sebagianya). Dalam mencapai
tujuan tersebut seseorang individu, kelompok, masyarkat tidak terlepas dari kegiatan
belajar.

Kegiatan atau proses belajar dapat terjadi dimana saja, kapan saja, dan oleh siapa saja.
Seseorang dapat dikatakan belajar apabila di dalam dirinya terjadi perubahan dari tidak
tahu menjadi tahu, dari tidak dapat mengerjakan sesuatu menjadi dapat.

Kegiatan belajar mempunyai ciri-ciri

 Belajar adalah kegiatan yang menghasilkan perubahan pada sasaran


 Perubahan tersebut didapatkan karena kemampuan baru yang berlaku untuk waktu
relatif lama
 Perubahan itu terjadi karena usaha dan disadari, bukan karena kebetulan.

Jadi konsep pendidikan kesehatan juga merupakan proses belajar pada individu, kelompok,
masyarakat dari yang tidak tahu tentang nilai-nilai kesehatan menjadi tahu, dari tidak
mampu mengatasi sendiri masalah kesehatan menjadi mampu dan lain sebagainya.
PROSES PENDIDIKAN KESEHATAN.

Seperti yang telah diketahui bahwa didalam peroses belajar terdapat tiga persoalan pokok

1. Masukan, adalah menyangkut sasaran belajar (individu, kelompok, masyarakat)


dengan berbagai latar belakangnya.
2. Proses, mekanisme dan interaksi terjadinya perubahan kemampuan (perilaku) pada
diri subyek sasaran. Didalam proses ini terjadi pengaruh timbal balik antar berbagai
faktor, subyek belajar, pengajar, metode dan teknik belajar, alat bantu belajar , dan
materi atau bahan pelajaran.
3. Keluaran, hasil belajar yang bisa berupa perubahan perilaku dan kemampuan.

Proses belajar dapat digambarkan sbb:

INPUT========>PROSES========>OUTPUT

RUANG LINGKUP PENDIDIKAN KESEHATAN.

Berdasarkan sasaran, pendidikan kesehatan dapat dikelompokkan dalam

 Pendidikan kesehatan individual dengan sasaran individu


 Pendidikan kesehatan kelompok dengan sasaran kelompok
 Pendidikan kesehatan masyarakat dengan sasaran masyarakat luas

Menurut dimensi tempat pelaksanaan pendidikan kesehatan dpat berlangsung di berbagai


tempat dengan sendirinya sasarannya berbeda pula, misalnya:

 pendidikan di sekolah, dilakukan di sekolah dengan sasaran murid.


 pendidikan di rumah sakit, di rumah sakit dan sasarannya adalah pasien dan
keluarganya
 pendidikan kesehatan di tempat kerja, dengan sasarannya buruh atau karyawan yang
bersangkutan dan sebagainya.

TINGKAT PELAYANAN PENDIDIKAN.

Pendidikan kesehatan dapat dilakukan berdasarkan 5 tingkat pencegahan (five levels of


preventions)

1. Promosi kesehatan (health promotion). Pada tingkat ini pendidikan kesehatan di


perlukan misalnya dalam peningkatan gizi, kebiasaan hidup, perbaikan sanitasi,
hygiene perorangan dan lainnya.
2. Perlindungan khusus (spesifik protection). contoh dalam program imunisasi sebagai
bentuk pelayanan perlindungan khusus perlu diikutsertakan juga pendidikan tentang
imunisasi.
3. Diagnosis dini dan pengobatan segera (early diagnosis and prompt treatment).
Dikarenakan rendahnya pengetahuan dan kesadaran masyarakat terhadap kesehatan
dan penyakit, anak sering sulit mendeteksi penyakit-penyakit yang terjadi dalam
masyarakat. Bahkan terkadang masyarakat sulit atau tidak mau periksa dan diobati
penyakitnya. Hal ini bisa berakibat masyarakat tidak memperoleh pelayanan
kesehatan yang layak. Oleh sebab itu pendidikan kesehatan sangat diperlukan pada
tahap ini.
4. Pembatasan kecacatan (disability limitation). Kurangnya pengertian dan kesadaran
masyarakat tentang kesehatan dan penyakit, seringkali berakibat masyarakat tidak
melanjutkan pengobatannya sampai tuntas. Pengobatan yang tidak tuntas tersebut
dapat berakibat pada kecacatan atau memiliki ketidakmampuan untuk melakukan
sesuatu. Oleh sebab itu pendidikan pada tahap ini penting di perlukan.
5. Rehabilitasi ( rehabilitaion). Setelah sembuh dari suatu penyakit tertentu, kadang
orang menjadi cacat. Untuk memulihkan cacatnya kadang diperlukan latihan
tertentu, oleh karena pengetahuan dan kesadaran orang tersebut, ia tidak atau
dengan melakukan latihan yang dianjurkan. Disamping itu orang yang cacat setelah
sembuh dari penyakit, kadang kadang mau untuk kembali ke masyarakat. Sering
terjadi pula masyarakat tidak mau menerima mereka sebagai anggota masyakarat
yang normal. Oleh sebab itu jelas pendidikan kesehatan diperlukan bukan saja untuk
orang yang cacat tersebut, tapi perlu juga pendidikan kesehatan kepada masyarakat.

SUB BIDANG KEILMUAN PENDIDIKAN KESEHATAN. Seperti yang sudah disampaikan di


atas bahwa pendidikan kesehatan sebagai usaha intervensi untuk mengarahkan perilaku
kepada tiga faktor:

1. faktor predisposisi
2. faktor enabling
3. faktor reinforcing

Strategi dan pendekatan untuk ketiga faktor tersebut berbeda-beda, meskipun tidak secara
eksplisit. Dari perbedaan dan pendekatan tersebut maka dikembangkan mata ajaran atau
sub disiplin ilmu sebagai bagian dari pendidikan kesehatan. Mata ajaran tersebut adalah

Komunikasi

Diperlukan untuk mengkondisikan faktor-faktor predisposisi. Kurangnya pengetahuan dan


sikap masyarakat terhadap kesehatan dan penyakit, adanya tradisi, kepercayaan yang negatif
tentang penyakit, makanan, lingkungan dsb, mengakibatkan mereka tidak berperilaku sesuai
dengan nilai-nilai kesehatan. Untuk itu maka diperlukan komunikasi, informasi-informasi
kesehatan. Untuk berkomuniksai yang efektif para petugas kesehatan perlu dibekali ilmu
komunikasi, termasuk media komunikasi.

Dinamika kelompok.

Salah satu metode pendidikan kesehatan yang efektif untuk menyampaikan pesan-pesan
kesehatan kepada sasaran pendidikan. Sehingga dinamika kelompok diperlukan dalam
mengkondisikan faktor predisposisi perilaku kesehatan, dan harus dikuasai oleh setiap
petugas kesehatan.

Pengembangan dan pengorganisasian masyarakat (PPM)

Guna memperoleh perubahan perilaku yang diharapkan secara efektif dan efisien diperlukan
faktor-faktor pendukung yang berupa sumber-sumber dan fasilitas yang memadai. Hal
tersebut sebagain harus digali dan dikembangkan dari masyarakat. Masyarakat harus mampu
untuk mengorganisasikan komunitasnya untuk berperan serta dalam penyediaan fasilitas-
fasilitas. Untuk itu para petugas kesehtaan hatus dibekali denga ilmu ppm.

Pengembangan kesehatan masyarakat desa (PKMD)


PKMD pada dasarnya adalah bagian dari ppm namun lebih mengarah pada Kesehatan. Pkmd
pada prinsipnya adalah wadah partisipasi masyarakat dalam bidang pengembangan
kesehatan. Filosofi dari PKMD adalah pelayanan kesehatan dari mereka, untuk mereka, dan
oleh mereka. Oleh sebab itu petugas kesehatan harus dibekali dengan Ilmu PKMD

Pemasaran sosial.

Untuk memasyarakatkan produksi (products) kesehatan baik yang berupa peralatan,


fasilitas maupun jasa pelayanan, perlu usaha pemasaran. Pemasaran jasa-jasa pelayanan ini
menurut istilah bisnis disebut pemasaran sosial. Pemasaran sosial diperlukan untuk
intervensi pada faktor-faktor pendukung dan pendorong dalam perubahan perilaku
kesehatan.

Pengembangan organisai.

Agar institusi kesehatn sebagai organisasi pelayanan kesehatan, dan organisasi masyarakat
mampu berfungsi sebagai faktor pendukung dan pendorong perubahan perilaku kesehatan
masyarakat, maka perlu dinamisasi dari organisasi-organisasi tersebut.

Pendidikan dan pelatihan.

Guna memberikan pendidikan dan pelatihan khusus kepada setiap petugas kesehatan selaku
pendidik agar sikap dan perilaku petugas kesehatan menjadi faktor pendorong atau penguat
perilaku sehat masyarakat

Pengembangan media (teknologi pendidikan kesehatan).

Untuk memperoleh hasil pendidikan efektif perlu adanya alat bantu atau media pendidikan,
fungsi dari medai pendidikan adalah alat peraga untuk menyampaikan informasi atau pesan
tentang kesehatan.

Perencanaan dan evaluasi pendidikan kesehatan.

Dalam pencapain tujuan program dan kegiatan semaksimal mungkin diperlukan


perencanaan dan evaluasi. Perencanaan dan evaluasi program pendidikan kesehatan
mempunyai kekhususan bila dibandingkan dengan program dan evaluasi program-program
kesehatan yang lain. Hal ini karena tujuan program pendidikan kesehatan adalah perubahan
pengetahuan, sikap dan perilaku sasaran yang memerlukan pengukuran khusus. Oleh sebab
itu untuk evaluasi secara umum ini kepada mereka perlu diberikan perencanaan dan
evaluasi pendidikan kesehatan.

Antropologi kesehatan.

Pelaku manusia dipengaruhi oleh lingkungannya (fisik, sosio-budaya). Untuk melakukan


pendekatan perubahan perilaku kesehatan, petugas kesehatan harus menguasai berbagai
macam latar belakang sosio-budaya masyarakat yang bersangkutan. Maka petugas
kesehatan harus menguasai antropologi, khususnya antropologi kesehatan.

Sosiologi kesehatan.
Latar belakang sosial, struktur sosial dan ekonomi berpengaruh pada perilaku kesehatan.
Petugas juga perlu mendalami tentang aspek-aspek sosial masyarakat. Jadi jelaslah mereka
harus menguasai sosiologi, terutama sosiologi kesehatan.

Psikologi sosial.

Psikologi merupakan dasar dari ilmu perilaku. Untuk memahami perilaku individu,
kelompok dan masyarakat maka orang harus mempelajari psikologi guna memahami
perilaku masyarakat terutama psikologi sosial.

BAB IV
DIAGNOSA FISIK KESEHATAN TERNAK

Lingkungan ternak dalam program pemeliharaan sangat menentukan status kesehatan


ternak. Untuk ternak bakalan yang dibeli di wilayah lain, yang mungkin lingkungannya
berbeda seperti suhu, kelembaban dan ketinggian tempat perlu dilakukan aklimatisasi
terlebih dahulu. Dalam pengelolaan awal ini perlu diberi pakan yang bergizi, dan minuman
yang cukup. Apalagi kalau ternak tersebut berasal dari ternak yang dipelihara di padang
penggembalaan yang bebas ke dalam sistem pemeliharaan dalam kandang yang tentu saja
tidak bisa lagi bebas bergerak.

Pengenalan terhadap hewan sehat dan lingkungannya sangat diperlukan, sehingga bila
terjadi penyimpangan-penyimpangan segera dapat mengenalinya. Beberapa hal yang perlu
dilakukan dalam mengantisipasi adanya penyimpangan dari hewan sehat meliputi :

1. Pemeriksaan umum (inspeksi)


a. Inspeksi dilakukan dengan cara melihat dan meneliti adanya kemungkinan hal-hal yang
abnormal, seperti bau dan suara atau keadaan abnormal lainnya, tanpa menggunakan alat
bantu. Inspeksi dilakukan dari jauh dengan cara memperhatikan hewan dan keadaan
sekitarnya (kandang) dan dari segala arah. Bila ternak menunjukkan sikap atau posisi
abnormal, usahakan agar posisinya normal dan perhatikan apakah ternak mampu untuk
berada pada posisi yang normal. Untuk dapi kadang-kadang dilakukan dengan cara-cara
tertentu, seperti ditarik tali hidungnya, digertak, sedikit dicambuk, dilipat ekornya atau
kadang-kadang harus dibantu.

Perhatikan ekspresi muka/temperamen, kondisi tubuh, pernafasan (frekuensi, cara


mengambil nafas, tipe pernafasan, ritme dan suara-suara abnormal yang terdengar)
abdomen, posisi (berdiri atau berbaring), sikap, langkah, permukaan tubuh, pengeluaran-
pengeluaran dan bau abnormal dari semua lubang-lubang pelepasan (hidung, mulut, anus,
telinga, mata), adanya aksi-aksi atau suara-suara abnormal seperti batuk, bersin, ngorok,
melenguh, menangis, faltus (kentut), eruktasi (glegeken), untuk ternak ruminansia,
perhatikan pula ruminasinya.

b. Suhu
Suhu tubuh ternak perlu diketahui. Sebelum mengukur suhu tubuh, kolom air raksa dalam
termometer diturunkan terlebih dahulu, olesi ujung termometer dengan bahan pelicin yang
tidak merangsang misalnya (vaselin). Masukkan ujung termometer dengan hati-hati ke
lubang anus, bila ada hal yang meragukan misalnya (diduga ada radang lokal atau anus
terlalu kendor), lakukanlah pada rongga mulut, hati-hati jangan sampai ujung termometer
tergigit, pada cara ini hasilnya supaya ditambahkan 0,50C.

c. Selaput lendir mata


Perhatikan pula selaput lendir mata (conjunctiva). Geser ke atas kelopak mata atas dengan
ibu jari, gantikan ibu jari dengan telunjuk dan sedikit ditekan, maka akan nampak selaput
lendir mata. Lakukan pula pada kelopak mata yang bagian bawah. Bandingkan antara
conjuctiva mata kanan dan kiri, apakah ada perbedaan. Selanjutnya usahakan melihat
conjunctiva pada beberapa ekor ternak dan berbagai spesies untuk meyakinkan bagaimana
warna konjungtiva normal. Pada waktu pemeriksaan konjungtiva, perhatikan apakah ada
perubahan warna, apakah lebih basah atau lebih kering, apakah ada lesi, kotoran, bercak-
bercak dan lain sebagainya. Bila ada perubahan apakah bilateral atau unilateral.

d. Selaput lendir hidung, mulut dan vulva.


Pemeriksaan selaput lendir hidung tidak selalu dapat dilakukan karena diantara ternak ada
yang selaput hidungnya sempit atau selaput lendirnya berpigmen. Pada beberapa spesies,
lesi pada selaput lendir, hidung, mulut dan vulva sering menjadi petunjuk untuk penyakit
spesifik, oleh sebab itu pada waktu memeriksa selaput lendir, hal-hal tersebut perlu diingat.

e. Mata
Perhatikan konjungtiva mata apakah ada vasa injeksi atau lesi-lesi. Periksa pula bola mata
dari sebelah muka dan samping supaya dapat dibedakan dimana letak lesi, apakah di cornea,
atau di bagian sebelah belakangnya. Untuk pemeriksaan retina dan fundus dapat digunakan
opthalmoskope.

2. Alat Pencernaan
Perhatikan nafsu makan dan minum, bila perlu coba berikan makanan dan minuman,
apakah mau makan/minum. Perhatikan pula cara defekasi dan tinjanya, amati pada mulut,
dubur dan kulit sekitar dubur, kaki belakang serta perut. Pada ruminansia perhatikan pula
memamah biaknya atau ruminasi. Perhatikan kemungkinan adanya aksi atau pengeluaran
yang abnormal yang berhubungan dengan alat pencernaan.
Abdomen, perhatikan perut sebelah kiri, bandingkan dengan sebelah kanan, simetriskah ?.
Perhatikan pula fossa sublumbalis.
Mulut, bukalah mulut sapi dengan memegang tali hidung / cuping hidung dengan tangan
krir, masukkan tangan kanan ke spasium interalveolare sehingga tangan dijilat-jilat. Paa
kesempatan ini, peganglah lidah sapi dan tariklah ke samping hingga mulut terbuka,
pergunakan kesempatan ini untuk melakukan inspeksi dan palpasi, bila perlu palpasi
dilakukan sampai ke pharing dan pangkal esophagus. Perhatikan perubahan-perubahan
warna, lesi, benda asing atau anomali lain yang mungkin terjadi pada mukosa mulut, lidah,
gusi, pharyng, gigi geligi dan perhatikan bau mulutnya. Raba pharing dari sebelah luar saja,
jangan lupa untuk meraba limpoglandulae mandibularis.
Esophagus, perhatikan leher sebelah kiri, terutama bila sapi sedang aructasi, regusgutasi
atau menelan (deglutisi). Lakukan palpasi pangkal esophagus lewat mulut, lakukan pula
palpasi dari luar. Perhatikan kemungkinan adanya benda asing atau sumbatan pada
esophagus. Ambil sonde kerongkongan yang terbuat dari spiral baja. Ukur dan beri tanda
batas setelah diukur panjangnya dari mulut sampai rumen. Olesi ujung sonde (bagian yang
besar) dengan vaselin atau pelicin lain yang tidak merangsang dan aman. Buka mulut
sedikit dan masukkan ujung tersebut kedalam mulut. Dorong pelan-pelan, biarkan zonde
ditelan. Pada keadaan normal, zonde dapat ditelan terus sampai tanda batas yang telah
ditentukan tadi. Tetapi bila ada sumbatan atau penyempitan, maka zonde akan berhenti atau
sukar didorong masuk (jangan dipaksakan).
Rumen, lakukan pemeriksaan secara inspeksi, palpasi (dengan tinju), auskultasi, perkusi
dan eksplorasi rektal. Bandingkan abdomen kiri dengan kanan, perhatikan fossa
sublumbalis pada waktu inspeksi. Lakukan palpasi dan auskultasi, hitung frekuensi gerak
per 5 menit dan kekuatan geraknya (tonus rumen). Usahakan untuk melakukannya pada
sapi lainnya agar dapat mengira-ira atau merasakan bagaimana tonus yang normal. Lakukan
perkusi pada dinding abdomen sebelah kiri. Tarik 2 garis bayangan yang membagi dinding
perut sebelah kiri menjadi sepertiga bagian atas, sepertiga bagian tengah dan sepertiga
bagian bawah. Perhatikan suara pukulan atau resonansi masing-masing bagian. Untuk
melakukan eksplorasi rektal, kuku harus pendek/tumpul. Basahi atau olesi tangan dengan
pelicin yang tidak merangsang. Dengan jari-jari tangan yang dikuncupkan, masukkan tangan
pelan-pelan menerobos tekanan dari spinther ani (boleh agar dipaksakan), setelah melewati
sphinter jari-jari agak dikepalkan dan bila masih ada peristaltik di dalam rektum, tunggu
dulu sampai kendor, baru tangan didorong ke depan. Bila rektum berisi tinja, harus
dikeluarkan terlebih dahulu. Anggaplah rektum ini sekedar sebagai sarung tangan. Raba
dinding rumen sebelah kanan, pada keadaan normal dinding itu tidak akan melampaui
bidang median (linea alba).
Reticulum, lakukan auskultasi pada sambungan costoshondral rusuk ke 7 sebelah kiri,
perhatikan suara aliran ingesta cair dari reticulum ke rumen dan sebaliknya. Ambil sepotong
bambu atau kayu yang cukup kuat dan cukup panjang, letakkan dibawah procesus
xiphoideus dengan cara dipegangi oleh 2 orang di sebelah kiri dan kanan sapi. Pemegang
yang sebelah disuruh bertahan, dan yang lain mengangkat ujung bambu atau kayu sbelahnya
sehingga proc xiphoideus tertekan. Bila adan reticulitis, maka sapi akan melenguh kesakitan.
Reaksi semacam ini juga akan diperoleh jika kulit diatas proc spinosus sebelah dorsal proc
xiphoideus dicukit atau ditarik. Untuk mengetahui adanya logam yang mungkin ada dalam
reticulum, dapat dilacak dengan metal detektor.
Omasum dan abomasum. Omasum praktis tidak dapat diperiksa secara fisik, hal ini
disebabkan karena letak anatomiknya yang tidak dapat dijangkau. Sehingga diagnosa hanya
dapat dilakukan secara indirect (tidak langsung). Sebagian dinding abomasum menempel
pada dinding perut bawah sebelah kanan belakang dari proc xyphoideus. Lakukan perkusi di
daerah ini, bila lambung berisi gas akan terdengar resonansi atau pekak bila terjadi
impaction. Coba tekan keras-keras dengan tinju pada daerah yang sama, bila terjadi gastritis
akan terasa nyeri dan sapi akan melenguh kesakitan dan mungkin menggeretakkan gigi
(kerot = Jawa). Kerot terjadi pada peristiwa abomasitis terutama pada waktu gerakan
berbaring atau berdiri. Lakukan asukultasi dan perkusi pada dinding perut sebelah kiri
setengah bagian muka, ¾ bagian bawah daerah rumen. Bila sapi menderita diaplasia
abomasum pada perkusi akan terdengar suara nyaring dan bila diauskultasi terdengar suara
peristaltik yang melengking. Pada peristiwa ini abdomen sebelah kiri juga nampak distensi.
Usus, rectum dan anus. Lakukan asukultasi di daerah abdomen sebelah kanan. Dengarkan
peristaltik usus dengan baik, bagaimana kekuatan peristaltik pada hewan yang normal,
lakukan pula pada beberapa ekor sapi lain. Dengan membiasakan diri secara ini akan dapat
membedakan apakah persitaltik kekuatannya normal, lebih kuat atau lemah. Gabungkan
hasil auskultasi ini dengan pemeriksaan feses, suhu tubuh dan pemeriksaan umum, maka
akan diperoleh gambaran keadaan usus. Untuk memeriksa rektum, lakukan palpasi dengan
eksplorasi rektal, sedangkan anus cukup diinspeksi dan palpasi dari luar.

3. Alat pernafasan.
Perhatikan adanya aksi-aksi atau pengeluaran-pengeluaran yang abnormal seperti batuk,
bersin, cegukan. Perhatikan frekuensi, ritme dan tipe nafas dan perbandingan frekuensi
nafas dengan pulsus. Perhatikan kelainan-kelainan pada organ lain yang menunjang
diagnosa alat pernafasan seperti conjunctiva, suhu tubuh, nafsu makan dan produksi susu.
Hidung. Perhatikan leleran yang keluar dari hidung dan adanya lesi-lesi dalam rongga
hidung. Raba suhu lokal dengan menempelkan punggung jari tangan pada dinding luar
hidung. Perhatikan cermin hidung, normalnya selalu basah dan tidak panas.
Pharing, laring dan trachea. Lakukan palpasi dari luar, perhatikan kemungkinan adanya
reaksi batuk dan suhunya. Perhatikan glg regional terutama submandibularis baik
konsistensi maupun besarnya.
Rongga dada. Lakukan perkusi di daerah rongga dada dengan pelksor dan pleksimeter dan
lakukan auskultasi dan perahatikan kemungkinan terjadinya perluasan daerah perkusi, pada
keadaan normal warna suaranya sama dengan bronchus, tetapi dapat juga terganggu oleh
rasa nyeri pada pleura, oedema subcutis dan crepitasi.

4. Alat peredaran darah.


Gangguan peredaran darah yang kemungkinan dapat diderita oleh ternak meliputi anemia,
sianosis, dyspnoe, oedema, pulsus venosus, kelainan pada denyut nadi dan sikap atau
tingkah laku hewan.
Nadi. Diperiksa dengan menghitung frekuensi denyut nadi juga ritme dan kualitasnya.
Jantung. Kerjakan pemeriksaan secara inspeksi, palpasi, auskultasi dan perkusi. Perhatikan
frekuensi, ritme, kualitas dan kekuatan daerah pekak jantung. Perhatikan apakah terjadi
peningkatan kekuatan debar jantung, apakah detak jantung dapat terdengar tanpa
stetostkop, apakah teraba/tampak debar jantung pada dinding dada kanan, apakah terjadi
percepatan detak jantung. Juga dengan perkusi, apakah ada pelebaran daerah pekak
jantung.
Dengan auskultasi, dengarkan suara detak jantung dan hitung frekuensinya, lakukan
bersama-sama pemeriksaan pulsus, perhatikan apakah detak jantung sinkron dengan
pulsus, serta perhatikan ritmenya. Perhatikan perbedaan suara I (sistole) dan II (diastole).
Perhatikan kemungkinan adanya perubahan kekuatan detak jantung, sura I dan II tidak
dapat dibedakan, dan dupliksi suara I. Perhatikan pula kemungkinan adanya suara
tambahan (bising) baik berasal dari endocardium (bising endocardial) maupun yang berasal
dari pericardium (bising pericardial).
Vena. Vena jugularis pada hewan besar cukup diperiksa dalam keadaan berdiri, perhatikan
kemungkinan adanya pulsus venosus tampak berupa pembesaran vena, aliran/desakan
darah kembali ke sebelah atas yang biasanya melampaui daerah leher 1/3 bawah. Coba tekan
pada batas antara daerah 1/3 tengah dan 1/3 bawah leher, apakah sebelah atas bagian yang
ditekan tetap ada gerakan dari vena.

5. Sistem getah bening.


Pemeriksaan klinik praktis hanya dapat dilakukan pada saluran lymphe dan kelenjar getah
bening (lgl) yang letaknya superfisial, pada keadaan normal lgl dapat diraba, pada keadaan
radang atau pembengkakan dapat diraba lebih jelas dan beberapa diantaranya dapat
dilakukan inspeksi, demikian pula pembuluh lumfe dengan klep-klepnya. Pada waktu
memeriksa, perhatikan perbedaan bentuk diantara spesies, perbedaannya bila mengalami
radang akut (bengkak, panas, nyeri, abses) dan tumbuh ganda (tidak nyeri). Pada sapi lgl
yang dapat diraba adalah lgl submaxilaris, parotidea dan retropharyngealis (tekan kedua
ujung jari tangan kanan dan kiri ke atas pharyng) dan pada sapi betina dapat diraba lgl
supramamaria. Pembengkakan lgl kemungkinan disebabkan karena adanya penyakit
menular ( lekosis, tuberkulosis).

6. Glandula mammae.
Cuci glandula mammae bersih-bersih. Lakukan inspeksi dari muka, belakang dan samping.
Pada keadaan normal glandula mammae kanan dan kiri simetris, tetapi tidak antara muka
dan belakang. Perahtikan apakah ada tanda-tanda radang (kemerahan, bengkak, nekrosis).
Lakukan palpasi, perhatikan suhu dan reaksi terhadap rabaan (rasa nyeri). Ambil contoh air
susu, lakukan pemeriksaan uji lapangan. Biasakan mengambil contoh dari sebelah kanan,
sehingga cawan-cawan dari peddle dapat diurutkan nomornya sebagai berikut :
A = kanan depan C =kiri depan
B = kanan belakang D =kiri belakang

a. Strip cup test.

Dengan cawan petri yang alas sebelah bawahnya dicat hitam, teteskan susu langsung
dari puting. Bila ada jonjot-jonjot akan nampak jelas. Lakukan terhadap semua
quarter.

a. White side test

Ambil 4 cawan atau nampan yang bercawan empat. Perah masing-masing puting
pada cawan tersebut sebanyak 5 ml, teteskan pada masing-masing cawan NaOh 4%
(1N) sebanyak 1 ml (jumlahnya dapat berbeda. Asal perbandingan 5 :1). Gerak-
gerakkan atau memutar-mutar, pada mastitis akan terdapat jonjot-jonjot, bentukan-
bentukan seperti benang atau mengental (viscous).
Olesi lubang luar puting dengan spiritus dilutus (atau antiseptik yang lain). Ambil 4 tabung
steril dengan tutup steril yang telah diberi nomor sapi dan nomor puting. Masukkan perahan
keempat secukupnya, tutup kembali secara steril. Masukkan dalam termos yang berisi es
yang terbungkus kantong plastik (termos dapat diganti dengan kotak/boks gabus sistesis).
Kirimkan ke laboratorium untuk pemeriksaan tertentu. Kosongkan semua kuartir, setelah
benar-benar kosong, lakukan palpasi sekali lagi. Perhatikan perbedaan jaringan yang sehat
dengan yang mengalami radang atau penebalan pengerasan (indurasi). Raba lgl mammaria.

7. Sistema locomotio (anggota gerak)


Perhatikan apakah hewan sukar berdiri, sukar jongkok (berbaring), pincang, ada kekakuan,
annggota gerak sukar atau tidak dapat digerakkan.
Musculi (otot). Bandingkan kaki kanan dan kiri, apakah ada perbedaan besar oto,
perbedaan contour dan palpasi apakah ada perbedaan ukuran, suhu, adanya rasa nyeri dan
pengerasan. Dari isnpeksi dan palpasi bila ditemui adanya atropi otot lalu dicari
penyebabnya (gangguan umum, saraf, persendian, tulang, teracak). Bila ada myositis apakah
merupakan radang lokal atau sebab umum atau spesifik (azoturia pada kuda, blackleg pada
sapi/kerbau).
Tulang. Perhatikan apakah kaki bengkok, ada pembesaran epiphyse tulang-tulang panjang,
jendolan pada sambungan costochondral (pada rachitis), adanya pembengkakan pada
persendian dan pembengkakan pada tulang maxilla mandibula. Coba gerak-gerakkan
apakah ada rasa nyeri atau mungkin crepitasi (pada fraktur). Perhatikan foto rontgen
tulang, makin padat suatu jaringan, makin putih warnya. Makin longgar (makin banyak
udara), maka makin hitam.
Persendian. Perhatikan apakah hewan pincang, ada pembengkakan pada persendian,
lakukan palpasi : apakah ada penebalan, cairan kemudian gerak-gerakkan, apakah ada rasa
nyeri atau kekakuan persendian.
Teracak. Perhatikan apakah ada pinang tumpu, apakah beban berat dipindahkan ke kaki
lainnya, apakah ada lesi (pada corona, interdigiti, bola tanduk, telapak), apakah ada
belatung atau lalat. Raba arteri digitalis, apakah teraba lebih kuat (jelas), apakah suhunya
naik. Ambil visiter tang, jepitkan pada teracak yang tidak tersangka dahulu, kemudian baru
pada yang tersangka sakit. Bersihkan teracak yang tersangka sakit, cuci dengan air dan
kapas, bersihkan bagian-bagian yang busuk, cari dan perhatikan lesinya, mungkin terjadi
laminitis, kemudian cari penyebabnya (dari anamnesa dan pemeriksaan umum : indigesti,
retensi secundarium, toxaemia dll).

8. Organa uropetica
Perhatikan sikap normal pada waktu hewan kencing, perhatikan perbedaan kebiasaan pada
berbagai spesies dan pada kelamin jantan betina. Perhatikan sikap-sikap abnormal
(mengejang, membungkuk), perhatikan air seni (kemih) yang keluar, warnanya, baunya dan
anomal (darah, jonjot, kekeruhan dll). Vesica urinaria (kandung kencing) dapat diperiksa
dengan pemeriksaan rectal. Ambil air kencing dengan menekan vesica urinaria dan tampung
dalam tabung reaksi untuk pemeriksaan lebih lanjut di laboratorium (untuk uji minimal
yaitu pH, protein dan endapan).

9. Sistem syaraf
Perhatikan sikap hewan ternak yang berkaitan dengan sistem syaraf, meliputi ekspresi muka
yang tegang, eksitasi, acuh tak acuh, tampak bodoh, kejang, paralisa, peka cahaya, mudah
terkejut, tanda-tanda kurang (tidak dapat melihat) dll. Perhatikan fungsi inervasi syaraf otak
:
Syaraf I (Nervus olfactorius). Coba dekatkan ikan, daging dll pada carnifora atau rumput
pada herbifora yang merangsang syaraf pembau tanpa mendengar atau melihat bahwa
ada orang yang membawa makanan. Lihat reaksinya.
Syaraf II (Nervus opticus). Bawa hewan naik turun trap/rintangan, coba gerakkan jari
telunjuk di muka matanya, perhatikan apakah hewan mengikuti arah gerak jari. Periksa
bola mata, cari penyebab gangguan penglihatan dan apakah ada pembengkakan fundus.
Syaraf III (Nervus occulomotorius). Perhatikan gerakan palpebrae mata, pupil dan bola
mata. Untuk pemeriksaan pupil, tutup salah satu mata, buka cepat-cepat, bagaimana
reksinya terhadap sinar.
Syaraf IV (Nervus trochlearis). Perhatikan gerakan bola mata.
Syaraf V (Nervus trigeminus) yang fungsinya adalah sensorik, motorik dan secretorik.
Lakukan rangsangan dan lihat reaksinya pada otot-otot daerah kepala dan mata,
perhatikan adanya sekresi saliva dan lacrimasi, diperaestehesi, paralysa, mastikasi dan
jumlah sekresi apakah berlebihan atau berkurang.
Syaraf VI (Nervus abducens). Bersama N III dan N IV dalam pergerakan bola mata.
Syaraf VIII (Nervus auditorius). Perhatikan, apakah hewan miring sebelah,
sempoyongan (tidak dapat mempertahankan keseimbangan).Periksa lubang telinga
ambil kerikan/apus periksa fisik dan mikroskopik, periksa denganlampu (pen light) atau
stetockope, periksa adanya radang. Perhatikan bau yangkhas, bila ada runtuhan yang
membusuk pada otitis eksterna.
Syaraf IX (Nervus glossopharyngeus), perhatikan apakah ada gangguan menelan.
Syaraf X (Nervus Vagus), distribusinya adalah pharing, palatus mollus, pita suara,
trachea, larung, bronchus, esophagus, abdomen, intestinum. Kerja nervus vagus sebagai
motorik dan sensorik. Paa jantung berjanya sebagai inhibitor. Jantung akan berdetak
lebih epat, peristaltik usus berkurang atau hilang.
Syaraf Perifeer. Perhatikan aktivitas otot, coba rangsang dengan meraba, memijit,
menusuk, mencubit dengan jari atau arteri klem atau pinsep chirurgik.

10. Reflek. Ambil lidi yang ujungnya dibalut dengan kapas, sentuhlah :
1.
a. Conjunctiva dan cornea, untuk serabut sensorik dari cabang opthalmicus dan
cabang maxillaris syaraf cranial V).
b. Reflek pupil, lakukan dengan menutup salah satu mata, buka dan lihat
kecepatan reaksinya (Nervus optic : sensorik, Nervus occulomotorius :
motorik).
c. Reflek perineal : sentuh perineus, perhatikan reaksi reflek syaraf spinal.
d. Reflek pedal : sentuh, pijit, pinset (cubit) telapak kai/interdigiti, perhatikan
reaksinya.
e. Reflek profundal, sangga paha dan pukul ligamentum patella mediale (lutut),
apabila reflek bagus, maka otot paha akan kontraksi mendadak.
f. Reflek organik.
i. Reflek menelan (koordinasi neuromusculer di daerah pharyng dan
esophagus). Gangguan mekanisme ini terjadi pada tetanus, keracunan
strichnin, paralysis N XII dan N X).
ii. Reflek respirasi (pusat reflek di media oblongata, otak, medulla
spinalis daerah thorax).
iii. Reflek defekasi (syaraf yang mengintervensi sphincter ani).

Daftar Kondisi Fisik Hewan Sehat

Spesies Frekuensi Frekuensi Suhu (0C) Frekuensi gerak


Nafas/menit pulsus/menit rumen/ 5 menit
Sapi 20-42 54-84 37,6-39,2 5-10
Kuda 14-48 36-48 37,0-39,5
Kerbau 24-29 64-80 37,6-39,0 5-8
Domba 26-32 63-90 38,0-40,0 5-10
Kambing 26-54 70-104 39,0-39,9 5-10
Babi 30-54 72-104 37,4-38,4
Anjing 24-42 76-148 37,8-39,5
Kucing 26-48 92-150 37,6-39,4
Ayam 18-78 150-200 40,3-43,0
Itik 18-72 126-200 40,0-42,4

Data merupakan hasil pengamatan Surono dkk. Fakultas Kedokteran Hewan UGM.
Yogyakarta.
BAB IV
TINDAKAN PENCEGAHAN PENYAKIT
PADA TERNAK

Perlu Gerakan Sanitasi Kandang

 28.000 Ayam Mati Kena AI

BREBES – Wabah baru avian influenza atau lebih mudah disebut AI, berbeda dari penyakit
flu burung. Flu burung dapat menularkan virus dari unggas ke manusia, sedangkan AI
menular sesama unggas tetapi tidak membahayakan manusia.

“Kendati demikian, penyakit ini berkembang luas ke peternak lain, para peternak perlu
segera melakukan langkah pencegahan,” kata YMT Kepala Kantor Peternakan Kabupaten
Brebes, Ir Nono Setyawan, menanggapi kemerembakan wabah baru pada unggas di wilayah
Brebes selatan.

Guna menghindari penularan pada unggas sehat, cara terbaik menurut Nono adalah dengan
membakar bangkai ayam yang terserang AI sehingga virus tidak menyebar ke mana-mana.
Cara lainnya, dilakukan dengan mengubur bangkai unggas yang terkena AI pada lubang
sedalaman 1,5 meter, kemudian ditaburi kapur.

Peternak harus dengan cepat melakukan bio security secara ketat, yakni menjaga lalu lintas
ternak dan orang yang masuk ke kandang. Hal ini penting agar virus tidak menyebar ke
mana-mana. Setelah itu lokasi kandang harus disemprot desinfektan (suci hama) supaya
virus tidak menular ke unggas lainnya.

Menurut Nono, kini pihaknya belum perlu melakukan vaksinasi pada ayam. Sebab, vaksin
hanya dilakukan pada ayam yang sehat. Karena itu sebelum dilakukan vaksinasi massal,
ayam perlu diberikan vitamin supaya sehat. “Setelah benar-benar sehat, baru dilakukan
vaksinasi,”

Pemusnahan Total

Idealnya, upaya pemberantasan total wabah AI atau wabah lain, seperti flu burung, kandang,
ayam yang mati dan yang terinfeksi harus dimusnahkan.

Namun persoalannya, usaha ternak yang dilakukan masyarakat Desa Pakujati dan
Kedungoleng merupakan satu-satunya tumpuan hidup. “Sangat tidak mungkin Pemkab
membantu seluruh biaya yang dikeluarkan para peternak bila dilakukan pemusnahan total,”
katanya.

Melihat persoalan itu, Kantor Peternakan dalam waktu dekat akan mengusahakan cara
preventif melalui gerakan penyemprotan hama dengan desinfektan di kandang peternak.
Diharapkan, kegiatan tersebut mengurangi penyebaran virus ke kandang lain yang masih
aman.

Diakui oleh Nono, sekitar September 2003 hingga Februari 2004, kawasan ternak unggas di
wilayah Brebes dinyatakan bebas wabah flu burung. Hal itu dilihat dari angka kematian
unggas peternak yang relatif kecil, di bawah 5%.

Namun mendekati Maret, kematian unggas meningkat. Karena itu bangkai unggas petelur
tersebut dibawa ke Balai Penyelidikan Penyakit Hewan (BPPH) Yogyakarta. Hasilnya positif
terserang AI sehingga tingkat kematian mencapai 3.000 ekor.

Ketua Koperasi Perwangga (Persatuan Pemuda Dukuh Karangbawang dan Karanggandul)


Desa Pakujati, Muhail SH, justru menampik data yang disodorkan Kantor Peternakan
Brebes menyangkut angka kematian ayam petelur anggotanya.

Sebab, sejak Februari-Maret sudah sekitar 28.000 ekor ayam mati dengan nilai kerugian
mencapai Rp 850 juta. Anggota koperasi yang berprofesi sebagai peternak 79 orang dengan
populasi ternak mencapai 90.000 ekor.(wh-17i)

VAKSINASI
Penyakit Virus Pada Ayam.
Sumber: TRUBUS no. 201 / Tahun XVII
Berbagai jenis penyakit virus mudah sekali menular, dan banyak diantaranya sangat ditakuti
peternak karena keganasannya. Sampai saat ini belum ditemukan obat yang efektif
untukmenyembuhan penyakit yang disebabkan olehnya.
Ayam mudah diternak, tapi sangat rawan terhadap penyakit. Di antara berbagai jenis
penyakit menular yang banyak mengancam, penyakit menular yang disebabkan oleh virus
merupakan jenis penyakit yang paling ditakuti. Virus lebih lembut dari bakteri, karena jasad
renik inibisa tembus dari saringan bakteri. Ia tidak bisa dilihat dengan mikroskop biasa.
Untuk melihatnya secara jelas diperlukan foto dengan mempergunakan mikroskop elektron.
Penyakit virus mudah sekali menular. Baik secara kontak langsung maupun lewat perantara
benda-benda lain. Misalnya udara, air minum, makanan, dan alat-alat peternakan yang
tercemar. Di antara berbagai jenis penyakit akibat virus yang sering mrugikan peternakan
ayam antara lain adalah tetelo alias NCD (New Cattle Desease), cacar unggas alias Fowl Pox,
leukosis, lumpuh marek alias marek’s disease, gumboro alias infectious bursal disease,
salesma ayam alias infectious laryngotracheitis, dan kini flu burung, dll. Berikut akan
dijelaskan beberapa penyakit yang diakibatkan oleh virus.
1. Tetelo adalah penyakit yang disebabkan oleh virus Totor furens. Keganasannya tergantung
dari strain atau tipenya. Penyakit ini menyerang alat pernafasan, susunan dan jaringan
syaraf, serta alat-alat reproduksi telur. Yang ganas cepat sekali menular, dan seringkali
menimbulkan kematian secara mendadak.
2. Cacar unggas adalah penyakit bercak-bercak kulit yang disebabkan oleh virus Borreliota
avium. Menyerang rongga mulut, hulu tenggorokan, daerah sekitar mata, jengger dan pial.
Selain secara kontak langsung, penyakit ini bisa meluar lewat perantaraan nyamuk dan lalat.
3. Leukosis adalah penyakit tumor menular yang bersifat menahun. Penyebabnya adalah
virus leukosis. Gejala dimulai dengan timbulnya pertumbuhan abnormal pada sel-sel darah
putih. Tumor yang menyerang jaringan syaraf akan menimbulkan kelumpuhan pada leher,
sayap dan kaki. Yang menyerang mata akan membuat bentuk mata tidak normal, rabun atau
buta sama sekali. Yang menyerang organ bagian dalam (hati, ginjal, limpa dan ovarium)
akan membuat ayam berjalan tegak seperti itik, dan penyakitnya disebut big liver disease.
Akibatnya hati akan membengkak 3 sampai 4 kali normal, kotorannya encer, tubuh kurus,
jengger dan pial pucat berkerut.
4. Lumpuh marek adalah penyakit lumpuh yang disebabkan oleh virus herpes. Menyerang
anak ayam berumur 1-5 bulan. Gejalanya ditandai kejang lumpuh dengan kaki satu ke depan
dan kaki lainnya kebelakang. Selain itu juga menimbulkan pembesaran yang mencolok pada
syaraf dan timbulnya tumor pada organ dalam, kulit dan otot.
5. Gumboro adalah penyakit yang menyerang bursa fabricii (kelenjar bulat terletak di atas
kloaka), penyebabnya adalah virus gumbaro. Anak ayam umur 1-12 hari yang terkena
penyakit ini tidak begitu nampak tanda-tandanya. Tapi anak ayam umur 3-6 minggu akan
menunjukkan gejala yang khas. Anak ayam tampak lesu, mengantuk, bulu mengkerut, bulu
sekitar dubur kotor, mencret keputih-putihan, dan duduk dengan sikap membungkuk. Suka
mematuki duburnya sendiri, sehingga menimbulkan luka dan pendarahan. Ayam yang mati
bangkainya cepat sekali membusuk.
6. Salesma ayam adalah penyakit yang disebabkan virus avium. Menyerang saluran
pernafasan. Gejalanya sesat nafas, batuk-batuk, mata dan hidung meradang berair, dan sulit
bernafas karena adanya lendir berdarah dalam rongga mulut. Bila benafas kepala
ditegakkan, dan waktu mengeluarkan nafas kepala ditundukkan dengan mata terpejam.
Penyakit ini bersifat akut.
Obat yang efektif untuk menyembuhkan penyakit virus sampai saat ini belum ada. Tapi
pengobatan dengan antibiotika atau kombinasi dengan obat-obatan lain tetap diperlukan
untuk mencegah terjadinya komplikasi dengan penyakit yang lain. Dan karena tak adanya
obat yang mampu menyembuhkan penyakit virus, alangkah bijaksananya sebelum penyakit
berbahaya ini terjadi, peternak melakukan tindak pencegahan. Caranya antara lain adalah
melakukan tata laksana pemeliharaan yang baik, melaksanakan vaksinasi pada saat yang
tepat, dan hindarkan terjadinya stress pada ternak.
Program vaksinasi merupakan hal yang sangat penting dan harus diperhatikan di kalangan
peternak ayam petelur. Mengapa? Seperti kita ketahui bersama, ayam petelur mempunyai
jangka waktu hidup yang lebih lama dibandingkan dengan ayam pedaging yang notabene
hanya 2-3 bulan dan langsung dipanen. Berbeda dengan ayam ras petelur termasuk ayam
kampung petelur yang akan diafkir setelah 2 tahun. Oleh karenanya kita sebagai peternak
wajib melakukan vaksinasi untuk menjaga kesehatan ayam sehingga kita dapatkan ayam
layer yang sehat, mampu bertelur dalam rentang waktu sekitar 11/2 tahun dan
menghasilkan telur yang berkualitas selama ayam dalam masa produktif.
Banyak di kalangan peternak yang berpikir bahwa vaksin merupakan biaya yang cukup
mahal, sehingga sering seadanya atau bahkan ditiadakan sama sekali. Padahal jika vaksinasi
dilakukan secara benar maka akan diperoleh hasil yang lebih baik dan tidak sebanding
dengan biaya yang kita keluarkan karena program vaksinasi yang dilakukan secara benar
akan menjaga kondisi kesehatan ayam dengan cara pembentukan antibody.
Vaksinasi mempunyai beberapa point penting yang harus diperhatikan yaitu:
– Vaksin
– Metode vaksinasi
– Dosis vaksin
– Jadwal vaksinasi
– Waktu pemberian vaksinasi
– Cara penyimpanan vaksin
Jika dibandingkan antara berbagai table yang kami cantumkan, baik table vaksinasi dari
breeder, buku referensi dan modifikasi kami, ternyata jenis vaksin yang digunakan tidak
jauh berbeda yaitu:
Vaksin Marek. Vaksin ini digunakan untuk mencegah penyakit Marek dan diberikan
secara subcutan atau intramuskular pada DOC. Biasanya vaksin ini sudah dilakukan oleh
breeder. Menurut literature vaksinasi dilakukan dengan injeksi subcutan di bawah leher.
Vaksin ND + IB. Vaksin ini digunakan untuk mencegah penyakit Newcastle Disease dan
Infectious Bronchitis. Cara pemberian vaksin ini ada 2 cara yaitu dengan tetes mata dan
suntik injeksi intramuskular pada bagian dada. Perbedaan metode vaksin ini dikarenakan
perbedaan umur ayam yang akan divaksin.
Vaksin IB. Vaksin IB digunakan untuk menimbulkan kekebalan ayam terhadap Infectious
Bronchitis. Pemberian vaksin ini sangat mudah yaitu dengan mencampurkannya dalam air
minum.
Vaksin ND. Pemberian vaksin ini bertujuan mencegah timbulnya penyakit Newcastle
Disease pada unggas. Vaksin ini juga dilakukan dengan 3 cara yaitu dengan pemberian tetes
mata, metode injeksi subcutan dan injeksi intramuskuler pada dada.
Vaksin Cocci. Vaksin Cocci ini sangat mahal harganya, sehingga kadangkala banyak
peternak yang melewati vaksin ini karena dalam beberapa pakan ayam jadipun sudah
mengandung koksidiostat. Cara pemberian vaksin ini terdapat 2 kategori ada yang
menggunakannya melalui air minum dan ada juga yang menyemprotkannya ke pakan.
Vaksin Gumoro. Vaksin gumoro juga diberikan pada air minum.
Vaksin Coryza. Vaksin coryza ini digunakan untuk mencegah timbulnya wabah Snot atau
Coryza. Cara pemberian vaksin ini dilakukan dengan injeksi intramuskuler pada dada atau
paha.
Menurut SHS, petunjuk pemakaian vaksin ini adalah sbb:
Double injeksi 0,5-1 ml pada ayam umur 10 minggu
Initial dose 0,5-1 ml pada ayam umur 4-6 minggu
Booster 0,5-1 ml pada ayam umur 14-16 minggu

Injeksi dilakukan pada otot paha untuk mendapatkan kekebalan

Vaksin Fowl Pox/Cacar . Vaksinasi cacar ini sangat berbeda dengan vaksin-vaksin
lainnya. Pemberian vaksin ini dilakukan dengan metode tusuk sayap. Vaksin ini dikemas
dalam satu vial berbentuk cairan emulsi.
Petunjuk pemakaian dan dosisnya menurut Vaksindo adalah sebagai berikut:
1. Kocok vaksin sampai emulsinya menjadi rata (homogen) sebelum dipakai.
2. Bentangkan sayap ayam sedemikian rupa sehingga “wingweb”nya terlihat jelas.
3. Celupkan jarum yang tersedia ke dalam vaksin
4. Tusuk wingweb dengan jarum tersebut hingga tembus.
5. Satu dosis vaksin setara dengan 0,01 ml
6. Vaksinasi dilakukan pada ayam umur 4-7 minggu dan dapat diulang pada umur 8-12
minggu.
7. Lima sampai tujuh hari setelah vakinasi akan terjadi kekebalan ditandai dengan
terbentuknya sarang pox. Sarang pox akan mengecil dan menghilang setelah 21 hari.
Vaksin ILT. Vaksinasi ILT bertujuan untuk membentuk kekebalan tubuh ayam terhadap
terjadinya infeksi pada saluran laringotracheal. Cara pemberian vaksin ini adalah tetes mata,
tetes hidung dan pemberian pada air minum.
Vaksin EDS. Vaksin ini selain merupakan booster untuk ND dan IB, vaksin ini juga
digunakan untuk mencegah terjadinya Egg Drop Syndrom pada ayam layer. Vaksinasi ini
dilakukan dengan melakukan injeksi intramuskuler pada dada.
Vaksin AI. Vaksinasi ini mulai merebak setahun belakangan ini akibat adanya kasus flu
burung yang melanda Thailand, China dan Malaysia. Di beberapa wilayah Indonesia juga
terjangkit wabah flu burung. Penyakit ini juga membuat kerugian yang sangat luar biasa
karena seluruh ayam yang terkena harus dimusnahkan. Namun, flu burung ini dapat
ditanggulangi dengan melakukan vaksinasi sejak dini yaitu melakukan vaksinasi pada anak-
anak ayam atau pada ayam dewasa agar terbentuk kekebalan tubuh terhadap serangan flu
burung yang dicurigai disebarkan melalui burung-burung liar yang melakukan migrasi.
Vaksin ini dilakukan dengan dua cara yaitu dengan injeksi subcutan dan injeksi
intramuskuler pada otot dada. Perbedaan ini didasari oleh umur ayam yang akan dilakukan
vaksinasi.
Menurut Vaksindo sebagai produsen, spesifikasi dan petunjuk pemakaian vaksin ini adalah
sbb:
VAKSIFLU AI adalah vaksin inaktif yang dibuat dari virus Avian Influenza (AI) isolat
lapangan (autovaksin) subtipe H5N1.
Kegunaan

Vaksin ini digunakan untuk menimbulkan kekebalan terhadap virus AI subtipe H5N1 pada
ayam atau unggas lainnya.

Cara pemakaian dan dosis

Sebelum dipakai, kocok botol vakisn sampai homogen

Suntik vaksin di bawah kulit pada pangkal leher atau dlam urat daging dada ayam atau
unggas lainnya dengan menggunakan alat suntik steril.

Dosis: Ayam umur 4-21 hari 0,2 ml


Ayam umur di atas 21 hari 0,5 ml

Program Vaksinasi

Ayam pedaging (broiler)


Umur Ayam Jenis Vaksin Cara Vaksinasi
4-7 hari Vaksiflu AI Di bawah kulit pada pangkal
leher 0,2 ml

Ayam Petelur (layer) atau Breeder

Umur Ayam Jenis Vaksin Cara Vaksinasi


4-7 hari Vaksiflu AI Di bawah kulit pada
pangkal leher 0,2 ml
3-4 minggu Vaksiflu AI Di bawah kulit pada
pangkal leher 0,5 ml
Setiap 3-4 bulan Vaksiflu AI Suntik otot di dada 0,5 ml

Seperti pada manusia, hewan yang dalam hal ini ayam kampung yang dipelihara secara
intensif memerlukan vaksinasi.

Vaksinasi lebih dimaksudkan untuk memberikan kekebalan buatan pada ayam kampung
(buras) terhadap penyakit-penyakit ganas yang biasa menyerang ternak ayam.

Vaksinasi menjadi sangat penting sebagai antisipasi atau asuransi terhadap investasi kita
dalam berternak ayam.

Selanjutnya coba pelajari teknik dan jadwal vaksinasi menurut :

1. Vaksinasi dari Breeder

2. Vaksinasi Modifikasi terhadap vaksin rekomendasi breeder

3. Vaksinasi yang khusus tergantung kebutuhan

(Vaksin Coryza)
PENYAKIT & PENGOBATAN

Pendapat atau kesimpulan orang awam bahwa ayam kampung tahan


terhadap penyakit tidak seluruhnya benar.
Yang benar adalah ayam kampung lebih tahan terhadap penyakit, jika
dibandingkan dengan ayam ras (negri).
Walaupun begitu, ayam kampung (buras) bukanlah kebal terhadap penyakit.
Sehingga tindakan pencegahan terhadap penyakit tetap mutlak dilakukan
seperti vaksinasi.
Tetapi bila penyakit atau ayam telah menjadi sakit karena segala alasan maka
berikutnya adalah mengetahui jenis penyakit dan penyebabnya disamping
tentunya cara pengobatannya selagi masih ada waktu.
Apa penyakit dan bagaimana cara pengobatan dan pencegahannya dapat
dipelaji lebih lanjut :

SANITASI

Cara pengontrolan terhadap penyebaran penyakit adalah dengan menjaga sanitasi kandang
dan sistem operasional di peternakan.

Sanitasi bukan dan tidak terbatas hanya dalam satu perlakuan (misal: kebersihan pakan dan
kandang-kandang) tetapi haruslah berhubungan dengan Bio Security atau pengamanan
terhadap organisme hidup yang dalam hal ini adalah jenis Virus, Protozoa, Bakteri dan
jamur.

Apa saja yang harus dilakukan untuk peternakan skala menengah dapat dipelajari sebagai
berikut :

VAKSINASI PADA SAPI


Vaksin SE Aerovak
* Vaksin ini merupakan vaksin hidup aerosol untuk mengendalikan penyakit septicaemia
epizootica (ngorok). Penyakit ngorok merupakan penyakit infeksius pada sapi dan
kerbau yang disebabkan oleh bakteri Pasteurella multocida.
* Aerovak SE34 adalah produk vaksin kering beku yang berisi
bakteri hidup P. multocida serotipe B:3,4. Aerovak SE34
diberikan secara intranasal dengan menyemprotkannya pada
hidung ternak.
* Vaksin memiliki beberapa keunggulan, yaitu:
– Berpotensi tinggi untuk pengendalian penyakit ngorok. Vaksin Aerovak SE34
– Aman untuk kerbau muda hingga 100 kali yang
direkomendasikan.
– Tanpa efek samping baik terhadap hewan maupun
lingkungan.
– Aerovak SE 34 (1 x 10’CFU) mampu melindungi hewan dari uji tantang selama 1
tahun setelah vaksinasi.
* Vaksin digunakan untuk imunisasi sapi dan kerbau terhadap penyakit ngorok. Vaksin
diberikan pada ternak sehat berumur 6 bulan atau lebih. Untuk daerah tertular perlu
vaksinasi ulang tiap tahun.
Cara pemakaian:
– Siapkan alat semprot (sprayer) yang bersih untuk produk
vaksin.
– Larutkan satu vial vaksin dengan larutan garam fisiologis
Cara penyemprotan
steril hingga menghasilkan 50 dosis semprotan (0,9 -1,0 ml
vaksin Aerovak
per semprotan).
– Semprotkan larutan ke dalam saluran rongga hidung.
– Vaksin terlarut harus dihabiskan dalam waktu 1 jam.
Strip Kertas Saring untuk Sampel Darah
* Strip kertas saring adalah perangkat pengambilan sampel darah yang sekaligus sebagai
media transpor sampel darah untuk diagnosis penyakit pada ternak.
* Bahan:
– Karton (3 cm x 1,5 cm) untuk penomoran dan identitas.
– Kertas saring (3 cm x 1,5 cm) untuk pengambilan darah.
* Prinsip kerja:
– Kertas saring menyerap semua komponen darah dan mengering.
– Kertas saring (6 mm) diekstraksi dengan 20 liter bufer pengencer ELISA.
– Diagnosis sampel menggunakan ELISA.
* Keuntungan:
– Ekonomis dan praktis dibandingkan dengan tabung koleksi darah.
– Dapat dikirim melalui pos udara biasa.
– Mudah diterapkan oleh peternak di lapangan.

Vaksin ETEC Polivalen untuk Sapi


* Vaksin E. coli polivalen dikembangkan dalam bentuk inaktif dari sel kuman
enterotoksigenik untuk pengendalian kolibasilosis anak sapi.
* Keunggulan:
– Dibuat dari bakteri isolat lokal. Vaksin E. Coli

– Berisi semua jenis antigen yang imunoprotektif yang


terdapat di lapangan.
– Tidak toksik dan tidak menimbulkan aborsi maupun efek
samping lainnya.
– Mampu mencegah gejala diare dan kematian anak sapi.
* Cara pemakaian:
– Suntikkan vaksin ETEC polivalen sebanyak 5 ml secara
subkutan pada leher di belakang telinga.
– Lakukan vaksinasi pada calon induk bunting 7 bulan.

– Berikan booster 2 minggu sebelum partus dengan dosis yang sama.


– Usahakan anak yang lahir mendapat air susu dari induk yang Vaksin Clostvak
divaksinasi. Multi
Vaksin Clostvac Multi
Vaksin Clostvac Multi merupakan vaksin inaktif untuk pengendalian
penyakit enterotoksemia pada sapi dan kerbau.

Table vaksinasi untuk anak ayam masa starter dan table program vaksinasi
untuk ayam bibit tipe berat di daerah kasus ND. Di dalam table kedua memang
mempunyai kondisi khusus yaitu daerah yang endemis ND. Jadi tidak
mengherankan jika pada program vaksinasinya dipenuhi dengan vaksinasi ND
baik ND Kill maupun ND La Sota.

TABLE: Vaksinasi Untuk Anak Ayam Masa Starter

UMUR JENIS VAKSIN CARA PEMBERIAN


Subcutan di bawah leher biasanya
sudah dikerjakan oleh grand parent
DOC Marek stock farm
2 hari Infectious Bronchitis Tetes mata
5 hari Newcastle Kill Subcutan
Newcastle Live Tetes mata
10 hari Coccivac Air minum (I/2 + 1/2 dosis)
12 hari Newcastle Live Tetes mata
16 hari Infectious Bursal Live Air minum
21 hari Newcastle Live Suntik daging dada (dosis 2x)
25 hari Infectious Bronchitis Air minum
30 hari Infectious Bursal Air minum
35 hari Newcastle Kill Suntik daging dada 0.4 cc
Newcastle Live Tetes mata (dosis 1x)
Fowl Pox Tusuk sayap (dosis 1x)
Program vaksinasi pada anak ayam ras masa starter tergolong sangat komplit
mengingat anak ayam ras memang lebih rentan dibandingkan dengan anak
ayam kampung. Program vaksinasi ini dimulai saat DOC divaksinasi Marek
dan IB dilakukan dengan tetes mata pada hari kedua. Yang menarik adalah ND
dilakukan secara bersamaan pada hari kelima dengan melalui subcutan dan
tetes mata lalu diulang kembali 1 minggu kemudian dengan pemberian secara
tetes mata.
Pengulangan atau booster ND berikutnya pada hari ke 21 dengan pemberian
melalui intramuskuler pada otot dada dan pada hari ke 35 (minggu kelima)
yang diberikan secara intramuskuler pada otot dada dan tetes mata serta
dibarengi dengan fowl pox. Satu hal yang menarik untuk diperhatikan adalah
pada hari ke 35 dilakukan 3 vaksinasi sekaligus. Hal ini cukup merepotkan
karena masing-masing mempunyai perlakuan yang sangat berbeda sehingga
membutuhkan waktu yang sangat lama untuk dapat menyelesaikan seluruh
vaksinasi tersebut. Satu hal lain yang menarik adalah vaksinasi ND dianjurkan
untuk dilakukan di hampir setiap minggu.
Program vaksinasi ini hampir dapat dikatakan kelanjutan dari program
vaksinasi anak ayam masa starter dengan sedikit perbedaan pada hari ke 5 ND
Kill hanya diberikan secara subcutan dan hari ke 9 diberikan IBD live pada air
minum.
Pada table ini dapat dilihat pengulangan vaksinasi ND sangat sering yaitu
pada minggu ke 11, 18 dan 25. Setelah minggu ke 25 pengulangan dilakukan 4
bulan berikutnya lalu setiap 2,5 bulan. Pengulangan vaksinasi ini disebabkan
karena kasus ND yang sedang berjangkit pada wilayah tersebut.

TABLE: Program Vaksinasi & Pemberian Obat-obatan Untuk Ayam Bibit Tipe Berat (breeder broiler)
di Daerah Kasus Penyakit ND

PENGAMBILAN
UMUR AYAM JENIS VAKSIN DOSIS CARA PEMBERIAN JENIS OBAT DARAH
UNTUK TITER
ND
DOC Marek 1x Subcutan Nopstress hijau 4 hari Ya
2 hari IB (H120) mas tipe 1x Tetes mata – –
5 hari ND Kill 0,2 cc Subcutan – –
9 hari IBD Live 1x Air minum – –
10 hari Coccivax 1x Air minum (1/2+1/2 ds) – –
12 hari ND La Sota 1x Tetes mata 11-13 Nopstress hijau Ya
16 hari IBD Live – Air minum – –
21 hari ND La Sota 2x Injeksi dada – Ya
25 hari IB H120 1x Air minum – –
30 hari IBD Live 1x Air minum – Ya
35 hari ND Kill 0,4 cc Injeksi dada – Ya
ND La Sota 1x Tetes mata – –
Fowl Pox 1x Tusuk sayap – –
7 mgg ILT 1x Tetes hidung – Test ND + MG
Coryza 0,5 cc Injeksi dada/paha – –
9 mgg IB H120 1x Air minum – –
10 mgg AE 1x Air minum – –
Test ND +
11 mgg ND Kill 0,5 cc Suntik dada – Salmonella
ND La Sota 1x Tetes mata –

BAB V
PENYAKIT DAN PENGOBATAN

— Memang —
lebih baik mencegah dari pada mengobati

Dalam suatu peternakan ayam, dapat terjadi banyak sekali variasi penyakit yang
sudah sangat dipahami atau familiar bagi peternak terutama peternak skala
menengah dan besar.
Berbicara keberhasilan mengenai peternakan (tanpa tergantung skala bisnisnya) oleh
seorang peternak ditentukan dari pengetahuan dan pemahaman dengan pengenalan
sumber hambatan dan ancaman dari penyakit yang mungkin dapat menjadikan
ledakan penyakit menular dan berakibat sangat merugikan. Oleh sebab itu,
pengamanan dan menjauhkan ternak ayam dari sumber wabah dan hambatan
potensial tersebut menjadi prioritas dan perhatian khusus.
Dimulai dengan pemilihan indukan yang unggul, pengelolaan yang baik, sanitasi,
peningkatan daya tahan ayam dengan vaksinasi dan usaha menjauhkan ternak ayam
dari sumber penyakit adalah kunci sukses dalam beternak ayam.

Secara prinsip penyakit ayam dapat disebabkan oleh 3 hal yaitu :

1. Penyakit yang menular dan disebabkan oleh bakteri, protozoa, virus, parasit dan
jamur.

2. Penyakit yang disebabkan oleh faktor atau sebab lainnya.

1. Penyakit yang disebabkan oleh defisiensi atau kekurangan zat-zat makanan yang
diperlukan dalam perkembangan dan ketahanan tubuh ayam yang lebih disebabkan
karena ketergantungan ayam pada kualitas makanan yang diberikan oleh peternak

Berikut ini kami mencoba memberikan ringkasan beberapa penyakit yang sering
dijumpai pada ayam, termasuk penyakit yang baru-baru ini sangat meresahkan para
peternak yaitu

INFEKSI VIRAL

Tetelo
Newcastle Disease (ND)
Sampar Ayam
Pes Cekak
ND merupakan infeksi viral yang menyebabkan gangguan pada saraf pernapasan.
Penyakit ini disebabkan oleh virus Paramyxo dan biasanya dikualifikasikan
menjadi:

1.
a. Strain yang sangat berbahaya atau disebut dengan Viscerotropic Velogenic
Newcastle Disease (VVND) atau tipe Velogenik, tipe ini menyebabkan
kematian yang luar biasa bahkan hingga 100%.
b. Tipe yang lebih ringan disebut degan “Mesogenic”. Kematian pada anak ayam
mencapai 10% tetapi ayam dewasa jarang mengalami kematian. Pada tingkat
ini ayam akan menampakangejala seperti gangguan pernapasan dan saraf.
c. Tipe lemah (lentogenik) merupakan stadium yang hampir tidak menyebabkan
kematian. Hanya saja dapat menyebabkan produktivitas telur menjadi turun
dan kualitas kulit telur menjadi jelek. Gejala yang tampak tidak terlalu nyata
hanya terdapat sedikit gangguan pernapasan.

ND sangat menular, biasanya dalam 3-4 hari seluruh ternak akan terinfeksi. Virus ini
ditularkan melalui sepatu, peralatan, baju dan burung liar.
Pada tahap yang mengenai pernapasan maka virus akan ditularkan melalui udara.
Meskipun demikian pada penularan melalui udara, virus ini tidak mempunyai
jangkauan yang luas. Unggas yang dinyatakan sembuh dari ND tidak akan
dinyatakan sebagai “carrier” dan biasanya virus tidak akan bertahan lebih dari 30
hari pada lokasi pemaparan.
Gejala yang nampak pada ayam yang terkena penyakit ini adalah sebagai berikut:
– excessive mucous di trakea
– gangguan pernapasan dimulai dengan megaop-megap, batuk, bersin dan
ngorok waktu bernapas
– ayam tampak lesu
– napsu makan menurun
– produksi telur menurun
– mencret, kotoran encer agak kehijauan bahkan dapat berdarah
– jengger dan kepala kebiruan, kornea menjadi keruh, sayap turun, otot tubuh
gemetar, kelumpuhan hingga gangguan saraf yang dapat menyebabkan
kejang-kejang dan leher terpuntir.
Penanggulangan penyakit ini dapat dilakukan dengan beberapa cara yaitu:
– ayam yang tertular harus dimusnahkan.
– vaksinasi harus dilakukan untuk memperoleh kekebalan. Jenis vaksin yang kami
gunakan adalah ND Lasota yang kami beli dari PT. SHS. Vaksinasi ND yang
pertama, kami lakukan dengan cara pemberian melalui tetes mata pada hari ke 2.
Untuk berikutnya pemberian vaksin kami lakukan dengan cara suntikan di
intramuskuler otot dada.
– untuk memudahkan untuk mengingat mengenai waktu pemberian vaksin,
seorang penulis menyarankan agar memberikan vaksin ini dengan pola 444.
maksudnya vaksin ND diberikan pada ayam yang berumur 4 hari, 4 minggu, 4
bulan dan seterusnya dilakukan 4 bulan sekali. Namun kami mempunyai sedikit
perbedaan dengan jadwal pola 444.(lihat jadwal pemberian vaksin modifikasi
kami)
Pencegahan yang harus dilakukan oleh para peternak mengingat penyakit ini
sangat infeksius adalah sebagai berikut:
– memelihara kebersihan kandang dan sekitarnya. Kandang harus mendapat sinar
matahari yang cukup dan ventilasi yang baik.
– memisahkan ayam lain yang dicurigai dapat menularkan penyakit ini.
– memberikan ransum jamu yang baik.

Gumoro
Infectious Bursal Disease
Penyakit ini menyerang kekebalan tubuh ayam, terutama bagian fibrikus dan
thymus. Kedua bagian ini merupakan pertahanan tubuh ayam. Pada kerusakan yang
parah, antibody ayam tersebut tidak terbentuk. Karena menyerang system kekebalan
tubuh, maka penyakit ini sering disebut sebagai AIDSnya ayam. Ayam yang terkena
akan menampakan gejala seperti gangguan saraf, merejan, diare, tubuh gemetar,
bulu di sekitar anus kotor dan lengket serta diakhiri dengan kematian ayam.
Virus yang menyebabkan penyakit ini adalah virus dari genus Avibirnavirus. Di
dalam tubuh ayam, virus ini dapat hidup hingga lebih dari 3 bulan, kemudian akan
berkembang menjadi infeksius. Gumoro memang tidak menyebabkan kematian
secara langsung pada ayam, tetapi infeski sekunder yang mengikutinya akan
menyebabkan kematian dengan cepat karena kekebalan tubuhnya tidak bekerja.
Seorang penulis menyebutkan bahwa gumoro menyerang anak ayam pada usia 2
– 14 minggu dengan gejala awal sbb:
– napsu makan berkurang
– ayam tampak lesu dan mengantuk
– bulu tampak kusam dan biasanya disertai dengan diare berlendir yang mengotori
bulu pantat
– peradangan di sekitar dubur dan kloaka.biasanya ayam akan mematoki
duburnya sendiri.
– jika tidur, paruhnya menempel di lantai dan keseimbangan tubuhnya terganggu.

Sedangkan penulis yang berbeda menyebutkan gejala gumoro adalah sbb:


– diare berlendir
– nafsu makan turun
– gemetar dan sukar berdiri
– bulu di sekitar anus kotor
– ayam suka mematuk di sekitar kloaka
Penulis yang lain menyebutkan bahwa gumoro dapat dibagi 2 yaitu gumoro klinik
dan sub klinik. Gumoro klinik menyerang anak ayam berumur 3-7 minggu. Pada fase
ini serangan terhadap kekebalan tubuh ayam tersebut hanya bersifat sementara
antara 2-3 minggu. Gumoro subklinik menyerang anak ayam berumur 0-3 minggu.
Penyakit ini paling menakutkan karena kekebalan tubuh ayam dapat hilang secara
permanen, sehingga ayam dengan mudah terserang infeksi sekunder.
Gumoro menyebar melalui kontak langsung, air minum, pakan, alat-alat yang sudah
tercemar virus dan udara. Yang sangat menarik adalah gumoro tidak menular
dengan perantaraan telur dan ayam sudah sembuh tidak menjadi “carrier”. Upaya
penanggulangan gumoro ini dapat dilakukan dengan beberapa cara yaitu vaksinasi,
menjaga kebersihan lingkungan kandang.
Bronchitis
Infectious Bronchitis
Penyakit ini disebabkan oleh Corona virus yang menyerang system pernapsan. Pada
ayam dewasa penyakit ini tidak menyebabkan kematian, tetapi pada ayam berumur
kurang dari 6 minggu dapat menyebabkan kematian. Informasi yang lain
menyebutkan bahwa ayam yang terserang penyakit ini dan berumur di bawah 3
minggu, kematian dapat mencapai 30-40%. Penularan dapat terjadi melalui udara,
peralatan, pakaian. Virus akan hidup selama kurang 1 minggu jika tidak terdapat
ternak pada area tersebut. Virus ini mudah mati karena panas atau desinfektan.
Gejala penyakit IB ini sangat sulit untuk dibedakan dengan penyakit respiratory
lainnya. Secara umum gambaran penyakit tersebut adalah:
– batuk
– bersin
– rattling
– susah bernapas
– keluar lendir dari hidung
– terengah-engah
– napsu makan menurun
– gangguan pertumbuhan
– pada periode layer akan didapatkan produksi telur yang sangat turun hingga
mendekati zero dalam beberapa hari, butuh waktu sekitar 4 minggu agar ayam
kembali berproduksi, bahkan beberapa diantaranya tidak akan kembali ke
normal. Telur yang dihasilkan akan berukuran kecil, cangkang telur lunak,
bentuk telur menjadi irregular.
Sanitasi merupakan factor pemutus rantai penularan penyakit karena virus tersebut
sangat rentan terhadap desinfektan dan panas. Pencegahan lain yang sangat umum
dilakukan adalah dengan memberikan vaksinasi secara teratur.

Avian Pox

Avian pox mempunyai daya sebar yang relatif lambat. Avian pox disebabkan oleh
minimal 3 strain atau tipe yaitu: fowl pox virus (virus cacar pada unggas), pigeon pox
virus (virus cacar pada burung dara) dan canary pox virus (virus cacar pada burung
kenari). Biasanya cacar yang terjadi pada ayam disebabkan oleh fowl pox virus. Virus
ini dapat ditularkan secara langsung maupun tidak langsung. Virus ini sangat
resisten pada keropeng yang kering dan dalam beberapa kondisi dapat hidup hingga
beberapa bulan. Virus ini dapat ditransmisikan melalui beberapa spesies nyamuk.
Nyamuk ini akan membawa virus yang infeksius ini setelah nyamuk tersebut
menggigit unggas yang terinfeksi.
Meskipun fowl pox penyebarannya relatif lambat, kawanan unggas ini dapat
berpengaruh selama beberapa bulan. Perjalanan penyakit ini memerlukan waktu
sekitar 3-5 minggu.
Gejala yang didapatkan pada penyakit ini adalah:
– pertumbuhan yang lambat pada unggas muda
– telur menurun pada periode layer
– kesulitan bernapas dan makan
– dry pox, dimulai dari “small whitish foci” dan kemudian berkembang menjadi
“wart-like nodules”. Nodule tersebut kemudian akan mengelupas dalam proses
penyembuhan. Lesi ini biasanya terlihat pada bagian tubuh yang tidak berbulu
seperti lubang telinga, mata , jengger, pial dan kadang-kadang ditemukan di kaki.
– wet pox diasosiasikan dengan cavitas oral dan traktus respiratorius bagian atas,
terutama pada laryng dan trakea.
Langkah pencegahan yang utama adalah memberikan vaksinasi pada ayam.
Pemberian vaksinasi dilakukan dengan melakukan penusukan pada sayap dengan
jarum khusus.
Marek (Visceral Leukosis)
Disebabkan oleh virus tipe DNA yang tergolong herpes tipe B. Marek diidentikan
dengan penyakit anak ayam, meskipun demikian penyakit ini juga dapat menginfeksi
ayam yang lebih tua. Anak ayam terserang adalah kelompok umur 3-10 minggu.
Umur 8-9 minggu merupakan umur yang paling rawan. Penularan dapat terjadi
secara kontak langsung, kotoran ayam, debu dan peralatan kandang.
Marek dapat menimbulkan beberapa variasi gejala klinis, antara lain:
– Marek tipe visceral
Ditandai dengan lesi pada gonad, hati, limpa, ginjal dan kadang-kadang pada
jantung, paru dan otot. Penyakit ini biasanya akut, rupanya unggas yang sehat
akan mengalami kematian secara cepat dengan tumor internal yang masif.
– Marek tipe neural
Ditandai dengan kelumpuhan yang progresif pada sayap, kaki dan leher.
Penurunan berat badan, anemia, kesulitan bernapas dan diare merupakan gejala
yang sering ditemukan .
– Ocular leucosis atau “gray eye”
Morbiditas dan mortalitas biasanya sangat kecil tetapi disebutkan mendekati
25%. Gejalanya dikarakteristikan dengan spotty depigmentation atau diffuse
graying pada iris mata. Pupil mata berbentuk irregular dan gagal bereaksi
terhadap cahaya. Diare berat dan kematian.
– Skin leukosis
Pembesaran folikel bulu karena akumulasi limfosit.
Pencegahan dapat dilakukan dengan memberikan vaksinasi pada DOC berumur 1
hari dengan vaksin Cryomarex HVT atau Cryomarex Rispens.Ayam yang terinfesi
sebaiknya dimusnahkan agar tidak menularkan ke ayam yang sehat.

INFEKSI BAKTERI

Snot/Coryza

Disebabkan oleh bakteri Haemophillus gallinarum. Penyakit ini biasanya menyerang


ayam akibat adanya perubahan musim. Perubahan musim biasanya mempengaruhi
kesehatan ayam. Snot banyak ditemukan di daerah tropis. Penyakit ini menyerang
hampir semua umur ayam. Angka kematian yang ditimbulkan oleh penyakit ini
mencapai 30% tetapi angka morbiditas atau angka kesakitannya mencapai hingga
80%. Snot bersifat kronis, biasanya berlangsung antara 1-3 bulan. Ayam betina
berumur 18-23 minggu paling rentan terhadap penyakit ini. Namun menurut
pengalaman kami, ayam berumur kurang dari 16 minggu mempunyai angka
kematian yang cukup tinggi jika terkena penyakit ini. Sedangkan ayam yang sedang
bertelur dapat disembuhkan tetapi produktivitas telur menurun hingga 25%.
Penularan Snot dapat melalui kontak langsung, udara, debu, pakan, air minum,
petugaskandang dan peralatan yang digunakan.
Dari berbagai referensi yang kami dapatkan gejala penyakit Snot pada ayam
adalah sbb:
– ayam terlihat mengantuk, sayapnya turun
– keluar lendir dari hidung, kental berwarna kekuningan dan berbau khas
– muka dan mata bengkak akibat pembengkakan sinus infra orbital
– terdapat kerak dihidung
– napsu makan menurun sehingga tembolok kosong jika diraba
– ayam mengorok dan sukar bernapas
– pertumbuhan menjadi lambat.
Pengobatan Snot yang diberikan adalah preparat sulfat seperti sulfadimethoxine atau
sulfathiazole, menurut beberapa penulis penyakit ini dapat diobati dengan
antibiotika seperti Ultramycin, imequil atau corivit. Kami menggunakan preparat
enrofloksacyn atau lebih dikenal dengan Enflox produksi SHS dan saat ini kami
sedang mencoba menggantinya dengan preparat amphycillin dan colistin atau lebih
dikenal dengan Amphyvitacol produksi Vaksindo. Seorang penulis menyebutkan
pengobatan tradisional juga dilakukan dengan memberikan susu bubuk yang
dicampur dengan air dan dibentuk sebesar kelereng sesuai dengan bukaan mulut
ayam dan diberikan 3 kali sehari.
Sedangkan pengobatan tradisional yang kami lakukan adalah memberikan perasan
tumbukan jahe, kunir, kencur dan lempuyang. Air perasan ini dicampurkan pada air
minum. Sedangkan ampasnya kami campurkan pada sedikit pakan. Selain ramuan
ini menghangatkan tubuh ayam, ramuan ini juga berkhasiat untuk menambah napsu
makan ayam. Selain memberikan obat yang diberikan bersama dengan air minum,
kami juga memberikan obat secara suntikan pada ayam yang sudah parah. Obat yang
kami berikan adalah Sulfamix dengan dosis 0.4 cc/kg BB ayam. Hal lain yang perlu
dilakukan karena penyakit ini mempunyai penularan yang sangat cepat dan luas,
ayam yang terkena Snot harus sesegera mungkin dipisahkan dari kelompoknya.
Upaya pencegahan yang dilakukan adalah dengan menjaga kebersihan kandang dan
lingkungan dengan baik. Kandang sebaiknya terkena sinar matahari langsung
sehingga mengurangi kelembaban. Kandang yang lembab dan basah memudahkan
timbulnya penyakit ini.
Berak Kapur
atau Pullorum
Berak kapur disebabkan oleh bakteri Salmonella pullorum. Berak kapur sering
ditemukan pada anak ayam umur 1-10 hari.
Gejala yang timbul adalah :
– napsu makan menurun
– kotoran encer dan bercampur butiran-butiran putih seperti kapur
– bulu dubur melekat satu dengan yang lain
– jengger berwarna keabuan
– badan anak ayam menjadi menunduk
– sayap terkulai
– mata menutup
Penulis yang lain mengatakan gejala anak ayam yang terkena berak kapur selain
gejala yang disebutkan di atas, anaka ayam akan terlihat pucat, lemah, kedinginan
dan suka bergerombol mencari tempat yang hangat.
Berbeda dengan ayam dewasa, gejala berak kapur tidak nyata benar. Ayam dewasa
yang terkena berak kapur akan mengalami penurunan produktivitas telur, depresi,
anemia, kotoran encer dan berwarna kuning.
Pencegahan yang dapat dilakukan adalah dengan menjaga sanitasi mulai dari mesin
penetasan hingga sanitasi kandang dan melakukan desinfeksi kandang dengan
formaldehyde sebanyak 40%. Ayam yang terkena penyakit sebaiknya dipisahkan dari
kelompoknya, sedangkan ayam yang parah dimusnahkan.
Pengobatan Berak Kapur dilakukan dengan menyuntikkan antibiotik seperti
furozolidon, coccilin, neo terramycin, tetra atau mycomas di dada ayam. Penulis lain
menyebutkan pengobatan dapat dilakukan dengan menggunakan preparat
sulfonamide.
Berak Hijau

Penyebab penyakit ini belum diketahui secara pasti, demikian pula pengobatannya.
Selama ini penyakit ini diduga disebabkan oleh bakteri sejenis Salmonella pullorum.
Penularan berak hijau sangat mudah yaitu melalui kontak langsung termasuk saat
jantan mengawini betina dan melalui pakan dan minuman yang terkontaminasi
dengan ayam yang sakit. Pengaruh penyakit ini dapat sampai ke DOC keturunan
induk yang sakit.
Gejala penyakit ini adalah:
– jengger berwarna biru
– mata lesu
– napsu makan menurun
– sekitar pantat terlihat memutih dan lengket.
Upaya pencegahan merupakan hal utama antara lain dengan menjaga sanitasi
kandang, memisahkan antara ayam yang sakit memberikan pakan yang yang baik.
Jika ayam yang terinfeksi mengalami kematian, lebih baik ayam tersebut dibakar
agar bakteri tersebut ikut mati dan tidak menular ke ayam yang lain.

Kolera

Penyebab penyakit ini adalah bakteri Pasteurella gallinarum atau Pasteurella


multocida. Biasanya menyerang ayam pada usia 12 minggu. Penyakit ini menyerang
ayam petelur dan pedaging. Serangan penyakit ini bisa bersifat akut atau kronis.
Ayam yang terserang kolera akan mengalami penurunan produktivitas bahkan mati.
Bakteri ini menyerang pernapasan dan pencernaan.
Kolera dapat ditularkan melalui kontak langsung, pakan, minuman, peralatan,
manusia, tanah maupun hewan lain. Pada serangan akut, kematian dapat terjadi
secara tiba-tiba.
Sedangkan pada serangan kronis didapatkan gejala sbb:
– napsu makan berkurang
– sesak napas
– mencret
– kotoran berwarna kuning, coklat atau hijau berlendir dan berbau busuk
– jengger dan pial bengkak serta kepala berwarna kebiruan
– ayam suka menggeleng-gelengkan kepala
– persendian kaki dan sayap bengkak disertai kelumpuhan
– lesi yang didapatkan pada unggas yang mengalami kematian pada kolera akut
antara lain adalah :
+ perdarahan pintpoint pada membran mukosa dan serosa dan atau pada
lemak abdominal
+ inflamasi pada 1/3 atas usus kecil
+ gambaran “parboiled” pada hati
+ pembesaran dan pembengkakan limpa
+ didapatkan material berbentuk cream atau solid pada persendian
Diagnosis secara tentative dapat didirikan atas riwayat unggas, gejala dan lesi
postmortem. Sedangkan diagnosis definitive didapatkan pada isolasi dan identifikasi
organisme ini.
Tindakan pencegahan sangat penting dilakukan antara lain dengan menjaga agar
litter tetap kering, mengurangi kepadatan kandang, menjaga kebersihan peralatan
kandang dan memberikan vitamin dan pakan yang cukup agar stamina ayam tetap
terjaga.
Pengobatan kolera dapat dilakukan dengan menggunakan preparat sulfat atau
antibiotik seperti noxal, ampisol atau inequil.
Chronic Respiratory Disease (CRD) atau ngorok atau Air Sac atau Sinusitis
Penyakit ini disebabkan oleh bakteri Mycoplasma galisepticum. Biasanya
menyerang ayam pada usia 4-9 minggu. Penuluaran terjadi melalui kontak langsung,
peralatan kandang, tempat makan dan minum, manusia, telur tetas atau DOC yang
terinfeksi.
Seorang penulis menyebutkan bahwa gejala CRD ini mirip dengan Snot atau
Coryza yaitu:
– batuk-batuk
– napas berbunti atau ngorok
– keluar cairan dari lubang hidung
– nafsu makan turun
– produksi telur turun
– ayam suka menggeleng-gelengkan kepalanya
Sedangkan penulis lain mengatakan gejala yang timbul pada
CRD adalah:
– ayam kehilangan napsu makan secara tiba-tiba dan terlihat lesu
– warna bulu pucat, kusam dan di beberapa lokasi terjadi perlengketan terutama di
sekitar anus
– terjadi inkoordinasi saraf
– tinja cair dan berwarna putih
Pencegahan terhadap penyakit ini dapat dilakukan dengan berbagai cara, mulai dari
cara yang paling sederhana yaitu tidak membeli DOC dari produsen yang tidak
diketahui dan melakukan sanitasi kandang.
Pengobatan CRD pada ayam yang sakit dapat diberikan baytrit 10% peroral,
mycomas dengan dosis 0.5 ml/L air minum, tetraclorin secara oral atau bacytracyn
yang diberikan pada air minum.

Colibacillosis

Penyebab penyakit ini adalah Escherichia coli. Problem yang ditimbulkan dapat
infeksi akut berat dengan kematian yang tiba-tiba dan angka kematian yang tinggi
hingga infeksi ringan dengan angka kesakitan dan kematian yang rendah.infeksi
dapat terjadi pada saluran pernapasan, septicemia atau enteritis karena infeksi pada
gastrointestinal. Penyakit ini dapat berdiri sendiri atau diikuti oleh infeksi sekunder.
Infeksi sekunder yang menyertai penyakit ini adalah Mycoplasma gallisepticum.
Semua umur dapat terkena penyakit ini, namun yang paling banyak adalah ayam
usia muda.
Gejala yang ditimbulkan pada penyakit ini disebabkan oleh toksin yang dikeluarkan
oleh bakteri akibat pertumbuhan dan multiplikasi. Invasi primer terjadi pada system
pernapasan dan system gastrointestinal. Omphalitis atau infeksi pada anak ayam
terjadi karena penutupan tali pusat yang kurang baik atau karena invasi bakteri
melalui cangkang telur pada saat inkubasi.
Berikut ini gejala yang timbul pada penyakit ini adalah:
– napsu makan menurun
– ayam lesu dan tidak bergairah
– bulu kasar
– sesak napas
– kotoran banyak menempel di anus
– diare
– batuk
Pada septicemia akut dapat menyebabkan kematian yang tiba-tiba.
Pada pembedahan akan didapatkan:
– dehydrasi
– bengkak dan kongesti pada hati, limpa dan ginjal
– perdarahan pinpoint pada organ viscera
– eksudat fibrinous pada kantung udara, kantung jantung dan permukaan jantung,
hati dan paru (sangat karakteristik)
– usus menipis dan inflamasi serta mengandung mucous dan area perdarahan

Pencegahan dapat dilakukan dengan menjaga sanitasi kandang seperti menjaga


ventilasi udara, litter yang terjaga kebersihannya, secara teratur melakukan
desinfeksi terhadap peralatan dan fasilitas lainnya. Hal yang tidak kalah pentingnya
adalah menjaga kualitas pakan dan air minum, kepadatan kandang harus
diperhatikan, penanganan mesin penetas telur dan menjauhkan ayam dari stress
yang dapat menurunkan daya tahan tubuh.
Pengobatan Colibasillosis dapat dilakukan dengan obat-obat sulfa, neomisin,
streptomisin dan tetrasiklin. Meskipun demikian, menurut info yang lain dikatakan
pengobatan penyakit ini cenderung susah dan tidak menentu.

INFEKSI PROTOZOA

Berak Darah/ Koksidiosis


Berak darah atau sering disebut dengan koksidiosis disebabkan oleh protozoa dari
genus Eimeria. Penularan penyakit ini dapat melalui kontak secara langsung
maupun tidak langsung seperti kontak dengan droplet dari unggas yang terinfeksi.
Pada saat unggas memakan koksidia, organisme ini akan menginvasi usus dan
mengakibatkan kerusakan dan kemudian mulai berkembang biak. Beberapa minggu
setelah terjadinya infeksi, koksidia akan berubah menjadi oocyst. Oocyst masih
belum cukup matur, meskipun oocyst terdapat pada droplet, oocyst ini tidak dapat
menginfeksi unggas lain kecuali ia berkembang (sporulasi) menjadi bentuk yang
lebih matang di litter. Bentuk inilah yang dapat menyebabkan infeksi pada unggas.
Berat tidaknya penyakit ini tergantung dari jumlah protozoa yang termakan. Di
dalam peternakan, penyakit ini sangat mudah ditularkan melalui alas kaki, baju,
burung liar, peralatan, tempat pakan, serangga atau rodent.
Gejala yang timbul pada penyakit ini adalah sbb:
– kotoran lembek cenderung cair dan berwarna coklat kehitaman kerena
mengandung darah
– pertumbuhan terhambat
– napsu makan menurun
– pada pembedahan ayam yang mengalami kematian akibat penyakit ini akan
ditemukan pada usus besarnya akan bengkak berisi darah.
Pencegahan dapat dilakukan dengan cara memberikan vaksinasi pada ayam pada
usia 4 hari. Biasanya kami akan memberikan vaksinasi ini dengan melakukan
penyemprotan pada pakan. Selain itu harus dilakukan sanitasi yang baik pada
kandang DOC. Pilihlah pakan yang sudah mengandung koksidiostat ( preparat
pembunuh protozoa Eimeria).

INFEKSI PARASIT

Cacingan
Worm Disease
Cacingan pada ayam dapat disebabkan oleh:
– Ascaridia galli
Infeksi cacing ini terutama menyerang ayam usia 3-4 bulan. Spesimen dari
parasit ini kadang-kadang ditemukan dalam telur. Cacing ini berpindah tempat
dari usus ke oviduct dan dapat masuk ke dalam telur pada saat pembentukan
telur tersebut. Cacing dewasa mudah dilihat dengan mata telanjang karena
panjang cacing dewasa mencapai ½ hingga 3 inchi.
Riwayat hidup cacing ini sangat simple. Cacing betina akan meletakan telurnya di
usus unggas yang terinfeksi dan akan ikut dikeluarkan bersama tinja. Embrio
akan terus berkembang dalam telur tersebut meskipun tidak akan langsung
menetas. Larva dalam telur mencapai stadium infektif dalam 2-3 minggu. Telur
yang mengandung embryo ini sangat tahan banting bahkan dalam kondisi
laboratorium dapat bertahan hingga 2 tahun, sedangkan dalam keadaan biasa
akan tetap bertahan hingga 1 tahun bahkan lebih. Hal yang penting di sini adalah
desinfektan yang digunakan pada peternakan tidak dapat membunuh/ merusak
telur. Unggas akan terinfeksi jika memakan telur cacing ini.
Unggas yang terinfeksi oleh cacing ini akan terlihat lesu, diare dan kurus.
Kerusakan utama yang ditimbulkan adalah penurunan efisiensi pakan, namun
kematian hanya timbul pada infeksi yang sangat berat.
Pencegahan dapat dilakukan dengan melakukan sanitasi kandang dengan baik
dan pemisahan ayam berdasarkan umur. Bersihkan kandang sebersih mungkin
jika kandang akan digunakan untuk populasi ayam yang baru.Sedangkan obat
yang digunakan adalah preparat piperazine yang hanya dapat memutus rantai
penularan dengan membunuh cacing dewasa. Preparat yang biasa kami gunakan
dan kami berikan tiap 4 minggu adalah Piperavaks produksi dari Vaksindo.
Pemberian obat ini cukup dicampurkan pada air minum.
– Heterakis gallinae
Parasit ini tidak menimbulkan akibat yang serius pada kesehatan ayam. Minimal
tidak menimbulkan gejala atau patologi yang signifikan. Cara penularan cacing
ini sama dengan Ascaris. Namun telur yang mengandung larva akan infektif
dalam 2 minggu. Dalam cuaca yang dingin akan membutuhkan waktu yang lebih
panjang. Parasit ini dapat dibasmi dengan fenbendazole.
– Capillaria annulata atau Capllaria contorta
Cacing ini sering ditemukan pada esophagus dan tembolok. Parasit ini
menyebabkan penipisan dan inflamasi pada mukosa. Pada system
gastrointestinal bagian bawah, dapat ditemukan beberapa spesies parasit tetapi
biasanya adalah Capillaria obsignata.
Berbeda dengan cacing yang lain, pembentukan embryo memakan waktu 6-8 hari
dan akan sangat infeksius untuk peternakan. Kerusakan terparah akan terjadi
pada 2 minggu setelah infeksi. Parasit ini akan menimbulkan inflamasi berat dan
kadang-kadang terjadi perdarahan. Erosi pada usus akan menyebabkan
kematian. Problem yang sering ditimbulkan oleh parasit ini adalah penurunan
pertumbuhan, penurunan produksi dan fertilitas.
Sanitasi yang baik merupakan kunci pencegahan yang utama. Pemberian vitamin
A dapat memberikan nilai tambah. Parasit ini dapat dibasmi dengan
menggunakan fenbendazole atau leviamisole.
Secara umum, seorang penulis menggambarkan gejala penyakit cacingan pada ayam
adalah sbb:
– tubuh ayam menjadi kurus
– nafsu makan berkurang
– sayap kusam dan terkulai
– kotoran encer, berlendir berwarna keputihan dan kadang berdarah
– pertumbuhan lamban

Penanggulangan yang dapat dilakukan secara umum adalah:


– sanitasi kandang dengan desinfektan
– pemberian Caricid pada umur 4-6 minggu dengan dosis 30 ml/3 liter air untuk
100 ekor ayam. Umur lebih dari 6 minggu diberi dosis 6 ml/10 L air untuk 100
ekor ayam
– campurkan premix 2.4% ke dalam makanan dengan dosis 2.5 kg/kg pakan
diberikan selama 5-6 hari

Anda mungkin juga menyukai