OLEH KELOMPOK 2
Basori Putra
Egi Diah Syafitri
Eni Wahyuni
Erin Saputra
Erna Lestari
Herda Dwijaya
A. Latar Belakang
Pada dasarnya manusia berkembang melalui tahapan dan proses di kehidupan mulai
dari bayi, anak-anak, remaja, dewasa hingga lansia. Pada tahapan lansia, manusia
perlahan-lahan mengalami kemunduran secara normal dari segala aspek termasuk
penurunan daya ingat atau memori, gangguan bahasa, pemikiran, dan pertimbangan. Pada
penuaan yang normal, tubuh dan otak akan mengalami perlambatan meskipun kecerdasan
akan stabil, fisik akan menurun, memori mulai melemah dan memerlukan waktu yang
lebih lama dalam memproses informasi. Ketika memori mengalami perubahan akan
terjadi kesulitan dalam mengingat nama orang, tempat dan kejadian di masa lalu. Menurut
Alzheimer’s Association (2012), terdapat 10-20 % lansia yang berumur 65 tahun keatas
akan mengalami gangguan kognitif ringan atau mild cognitive impairment (MCI).
Gangguan kognitif ringan jika tidak ditanggulangi dengan tepat akan mengakibatkan
terjadinya demensia yang disebabkan oleh penyakit Alzheimer atau kondisi neurologis
lainnya. Berdasarkan hasil Susenas tahun 2014, sekitar 46 juta jiwa yang menderita
Alzheimer di dunia. Angka ini akan meningkat 4 kali pada tahun 2050 (Kementrian
Kesehatan, 2016). 5-10 % orang yang mengalami gangguan kognitif ringan memiliki 2
progestivitas untuk menjadi demensia (Alzheimer society, 2014). Sebelum terjadinya
demensia, dimulai dari penurunan fungsi kognitif yang menuju kearah gangguan fungsi
kognitif. Gangguan fungsi kognitif merupakan masalah yang dihadapi oleh lansia karena
keterbatasan dalam melakukan aktivitas yang kompleks, penurunan fungsi memori,
penurunan kemampuan berpikir seperti mengatur, merencanakan, pertimbangan,
pembelajaran atau pendapat. Lupa merupakan salah satu tanda terjadi penurunan dari
fungsi memori. Beberapa tanda terjadinya gangguan pada memori berupa lupa informasi
penting seperti janji dengan orang lain, percakapan atau kejadian yang baru terjadi. Selain
memori ada juga tanda-tanda yang lain yaitu lemah dalam kemampuan berpikir seperti
kesulitan dalam menemukan kata-kata, sulit mengatur atau merencanakan, kehilangan
kemampuan mengenali lingkungan, tidak mampu menyampaikan pendapat (Alzheimer
Society, 2014).
Terapi aktivitas kelompok merupakan salah satu tindakan keperawatan untuk klien
lansia yang mengalami gangguan kognitif. Terapi ini adalah terapi yang pelaksanaannya
merupakan tanggung jawab penuh dari seorang perawat. Terapi diberikan secara
berkelompok dan berkesinambungan, dalam hal ini khususnya Terapi Aktivitas
Kelompok (TAK) stimulasi kognitif.
Terapi Aktivitas Kelompok (TAK) kognitif meliputi 5 sesi yaitu mengenal halusinasi,
mengontrol halusinasi dengan menghardik, mengontrol halusinasi dengan melakukan
kegiatan, mencegah halusinasi dengan bercakap-cakap, dan mengontrol halusinasi dengan
patuh minum obat. Dimana Terapi Aktivitas Kelompok (TAK) kognitif dilakukan setiap
dua kali seminggu yang dilakukan oleh perawat terlatih. Berdasarkan studi pendahuluan
yang dilakukan kasus lansia yang mengalami penurunan kognitif setiap tahun semakin
meningkat jumlahnya, sehingga perlu penanganan yang lebih baik melalui pendekatan
medis maupun dengan pemberian asuhan keperawatan salah satunya melakukan
implementasi keperawatan melalui terapi modalitas seperti melaksanakan Terapi Aktifitas
Kelompok (TAK).
Selama beberapa hari praktek di BSLU mandalika cukup banyak kami temukan
pasien lansia dengan tanda dan gejala penurunan kemampuan kognitif. Oleh karena itu
kami dari mahasiswa semester VII keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan
(STIKES) Mataram mengadakan terapi aktivitas kelompok tentang stimulasi kognitif :
halusinasi sesi 1 agar pasien dapat mengenal halusinasi.
B. Tinjaun Pustaka
1. Perubahan Status Fungsional Dan Kognitif Pada Lansia
Proses penuaan menyebabkan kemunduran kemampuan otak. Diantara
kemampuan yang menurun secara linier atau seiring dengan proses penuaan
adalah: Daya Ingat (memori), berupa penurunan kemampuan penamaan (naming)
dan kecepatan mencari kembali informasi yang telah tersimpan dalam pusat memori
(speed of information retrieval from memory). Intelegensia Dasar (fluid intelligence)
yang berarti penurunan fungsi otak bagian kanan yang antara lain berupa kesulitan
dalam komunikasi non verbal, pemecahan masalah, mengenal wajah orang, kesulitan
dalam pemusatan perhatian dan konsentrasi.
Fungsi kognitif adalah kemampuan mental yang terdiri dari atensi,
kemampuan berbahasa, daya ingat, kemampuan visuospasial, kemampuan membuat
konsep dan intelegensi (Kaplan, 1997; American Psychology Assosiation, 2007).
Kemampuan kognitif berubah secara bermakna bersamaan dengan lajunya proses
penuaan, tetapi perubahan tersebut tidak seragam. Sekitar 50% dari seluruh populasi
lansia menunjukkan penurunan kognitif sedangkan sisanya tetap memiliki
kemampuan kognitif sama seperti usia muda. Penurunan kognitif tidak hanya terjadi
pada individu yang mengalami penyakit yang berpengaruh terhadap proses
penurunan kognitif tersebut, namun juga terjadi pada individu lansia yang sehat.
Pada beberapa individu, proses penurunan fungsi kognitif tersebut dapat berlanjut
sedemikian hingga terjadi gangguan kognitif atau demensia.
Gangguan kognitif merupakan respon maladaptive yang ditandai oleh daya ingat
terganggu, disonentasi, inkoheren dan sukar bepikir logis. Gangguan kognitif erat kaitannya
dengan fungsi otak, karena kemampuan pasien untuk berpikir akan dipengaruhi oleh keadaan
otak.
➢ Proses pikir yang tidak tertata, misalnya tidak relevan atau inkoheren.
Gangguan tidur, tidur berjalan dan insomnia atau ngatuk pada siang hari
Gangguan daya ingat, tidak dapat mengingat hal baru, misalnya nama beberapa
benda setelah lima menit.
b) Demensia
c) Insomnia
Tak mampu 0
2 Berjalan Mandiri 3
Tak mampu 0
Kadang-kadang inkontinen 1
inkontinen 0
Kadang-kadang inkontinen 1
Inkontinen / kateter 0
7 Mandi Mandiri 1
8 Berpakaian Mandiri 2
Sebagian dibantu 1
Perlu pertolongan(sebagian) 1
Perlu pertolongan 1
Tak mampu 0
SKOR TOTAL
A. Indeks IADL
Aktivitas Skor
Dapatkah berbelanja? 1
Pada penilaian ini, pasien disuruh untuk menandai pilihan mana yang cocok dengan
keadaannya saat ini. (Keterangan : * adalah jawaban yang dipilih oleh pasien)
Mobilitas
Saya tidak mempunyai masalah untuk berjalan
Saya ada masalah untuk berjalan*
Saya hanya mampu berbaring
Perawatan Diri Sendiri
Saya tidak mempunyai kesulitan dalam merawat diri sendiri *
Saya mengalami kesulitan untuk membasuh badan, mandi atau berpakaian
Saya tidak mampu membasuh badan, mandi atau berpakaian sendiri
Aktivitas Sehari-hari (misalnya pekerjaan rumah tangga, aktivitas keluarga,
bersantai)
Saya tidak mempunyai kesulitan dalam melaksanakan kegiatan sehari-hari *
Saya mempunyai keterbatasan dalam melaksanakan kegiatan sehari-hari
Saya tak mampu melaksanakan kegiatan sehari-hari
Rasa Nyeri / Tak Nyaman
Saya tidak mempunyai keluhan rasa nyeri atau rasa tak nyaman
Saya suka merasakan agak nyeri / agak kurang nyaman*
Saya menderita karena keluhan rasa nyeri atau tidak nyaman
Rasa Cemas / Depresi
Saya tidak merasa cemas / gelisah atau depresi (jiwa tertekan)*
Saya suka merasa agak cemas atau depresi
Saya merasa sangat cemas atau sangat depresi
Tingkat Kesehatan Bapak/Ibu dalam skala 0-100? 85
C. Penilaian WHO_UNESCAP
Pertanyaan : 1 2 3 4
Skor: 3
(Catatan : kata yang digarisbawahi adalah jawaban pasien)
-Setiap jawaban bercetak tebal mempunyai nilai 1
-Skor antara 5-9 menunjukkan kemungkinan besar depresi
-Skor 10 atau lebih menunjukkan depresi
Adapun indikasi dan kontra indikasi terapi aktivitas kelompok (Depkes RI (1997)
adalah:
a. Semua klien terutama klien rehabilitasi perlu memperoleh terapi aktifitas kelompok
kecuali mereka yang : psikopat dan sosiopat, selalu diam dan autistic, delusi tak
terkontrol, mudah bosan.
b. Ada berbagai persyaratan bagi klien untuk bisa mengikuti terapi aktifitas kelompok
antara lain : sudah ada observasi dan diagnosis yang jelas, sudah tidak terlalu
gelisah, agresif dan inkoheren dan wahamnya tidak terlalu berat, sehingga bisa
kooperatif dan tidak mengganggu terapi aktifitas kelompok
c. Untuk pelaksanaan terapi aktifitas kelompok di rumah sakit jiwa di upayakan
pertimbangan tertentu seperti : tidak terlalu ketat dalam tehnik terapi, diagnosis
klien dapat bersifat heterogen, tingkat kemampuan berpikir dan pemahaman relatif
setara, sebisa mungkin pengelompokan berdasarkan problem yang sama.
4. Komponen Kelompok
Kelompok terdiri dari delapan aspek, sebagai berikut (Kelliat, 2005) :
a. Struktur kelompok.
Struktur kelompok menjelaskan batasan, komunikasi, proses pengambilan
keputusan dan hubungan otoritas dalam kelompok. Struktur kelompok menjaga
stabilitas dan membantu pengaturan pola perilaku dan interaksi. Struktur dalam
kelompok diatur dengan adanya pemimpin dan anggota, arah komunikasi dipandu
oleh pemimpin, sedangkan keputusan diambil secara bersama.
b. Besar kelompok.
Jumlah anggota kelompok yang nyaman adalah kelompok kecil yang
anggotanya berkisar antara 5-12 orang. Jika angota kelompok terlalu besar akibbatnya
tidak semua anggota mendapat kesempatan mengungkapkan perasaan, pendapat, dan
pengalamannya. Jika terlalu kecil, tidak cukup variasi informasi dan interaksi yang
terjadi (Kelliat, 2005).
c. Lamanya sesi.
Waktu optimal untuk satu sesi adalah 20-40 menit bagi fungsi kelompok yang
rendah dan 60-120 menit bagi fungsi kelompok yang tinggi. Banyaknya sesi
bergantung pada tujuan kelompok, dapat satu kali/dua kali perminggu, atau dapat
direncanakan sesuai dengan kebutuhan (Kelliat, 2005).
d. Proses Terapi Aktivitas Kelompok
Proses terapi aktifitas kelompok pada dasarnya lebih kompleks dari pada
terapi individual, oleh karena itu untuk memimpinnya memerlukan pengalaman dalam
psikoterapi individual. Dalam kelompok terapis akan kehilangan sebagian otoritasnya
dan menyerahkan kepada kelompok.
Terapis sebaiknya mengawali dengan mengusahakan terciptanya suasana yang
tingkat kecemasannya sesuai, sehingga klien terdorong untuik membuka diri dan tidak
menimbulkan atau mengembalikan mekanisme pertahanan diri. Setiap permulaan dari
suatu terapi aktifitas kelompok yang baru merupakan saat yang kritis karena
prosedurnya merupakan sesuatu yang belum pernah dialami oleh anggota kelompok
dan mereka dihadapkan dengan orang lain.
Setelah klien berkumpul, mereka duduk melingkar, terapis memulai dengan
memperkenalkan diri terlebih dahulu dan juga memperkenalkan co-terapis dan
kemudian mempersilakan anggota untuk memperkenalkan diri secara bergilir, bila ada
anggota yang tidak mampu maka terapis memperkenalkannya. Terapis kemudian
menjelaskan maksud dan tujuan serta prosedur terapi kelompok dan juga masalah
yang akan dibicarakan dalam kelompok. Topik atau masalah dapat ditentukan oleh
terapis atau usul klien. Ditetapkan bahwa anggota bebas membicarakan apa saja,
bebas mengkritik siapa saja termasuk terapis. Terapis sebaiknya bersifat moderat dan
menghindarkan kata-kata yang dapat diartikan sebagai perintah.
Dalam prosesnya kalau terjadi bloking, terapis dapat membiarkan sementara.
Bloking yang terlalu lama dapat menimbulkan kecemasan yang meningkatoleh
karenanya terapis perlu mencarikan jalan keluar. Dari keadaan ini mungkin ada
indikasi bahwa ada beberapa klien masih perlu mengikuti terapi individual. Bisa juga
terapis merangsang anggota yang banyak bicara agar mengajak temannya yang kurang
banyak bicara. Dapat juga co-terapis membantu mengatasi kemacetan. Kalau terjadi
kekacauan, anggota yang menimbulkan terjadinya kekacauan dikeluarkan dan terapi
aktifitas kelompok berjalan terus dengan memberikan penjelasan kepada semua
anggota kelompok. Setiap komentar atau permintaan yang datang dari anggota
diperhatikan dengan sungguh-sungguh dan di tanggapi dengan sungguh-sungguh.
Terapis bukanlah guru, penasehat atau bukan pula wasit. Terapis lebih banyak pasif
atau katalisator. Terapis hendaknya menyadari bahwa tidak menghadapi individu
dalam suatu kelompok tetapi menghadapi kelompok yang terdiri dari individu-
individu. Diakhir terapi aktifitas kelompok, terapis menyimpulkan secara singkat
pembicaraan yang telah berlangsung / permasalahan dan solusi yang mungkin
dilakukan. Dilanjutkan kemudian dengan membuat perjanjian pada anggota untuk
pertemuan berikutnya. (Kelliat, 2005).
e. Perkembangan Kelompok
Kelompok sama dengan individu, mempunyai kapasitas untuk tumbuh dan
kembang. Pemimpin akan mengembangkan kelompok melalui empat fase (Kelliat,
2005) yaitu :
1) Fase prakelompok.
Hal penting yang harus diperhatikan ketika memulai kelompok adalah
tujuan dari kelompok. Ketercapaian tujuan sangat dipengaruhi oleh perilaku
pemimpin dan pelaksana kegiatan kelompok untuk mencapai tujuan tersebut.
Untuk itu perlu disusun panduan pelaksanaan kegiatan kelompok.
2) Fase awal kelompok.
Fase ini ditandai dengan ansietas karena masuknya kelompok baru. Dan peran
yang baru. Fase ini terbagi dalam tiga fase (Kelliat, 2005) yaitu:
3) Tahap orientasi.
Pada tahap ini pemimpin kelompok lebih aktif dalam memberi pengarahan.
Pemimpin kelompok mengorientasikan anggota pada tugas utama dan melakukan
kontrak yang terdiri dari tujuan, kerahasian, waktu pertemuan, struktur, kejujuran
dan aturan komunikasi, misalnya hanya satu orang yang berbicara pada satu waktu,
norma perilaku, rasa memiliki, atau kohesif antara anggota kelompok diupayakan
terbentuk pada fase orientasi.
4) Tahap konflik.
Peran dependen dan independent terjadi pada tahap ini, sebagian ingin
pemimpin yang memutuskan dan sebagian ingin pemimpin lebih mengarahkan,
atau sebaliknya anggota ingin berperan sebagai pemimpin. Adapula anggota yang
netral dan dapat membantu menyelesaikan konflik peran yang terjadi. Perasaan
bermusuhan yang ditampilkan, baik antara kelompok maupun anggota dengan
pemimpin dapat terjadi pada tahap ini. Pemimpin perlu memfasilitasi ungkapan
perasaan, baik positif maupun negative dan membantu kelompok mengenali
penyebab konflik. Serta mencegah perilaku yang tidak produktif, seperti menuduh
anggota tertentu sebagai penyebab konflik.
5) Tahap kohesif.
Setalah tahap konflik, anggota kelompok merasakan ikatan yang kuat satu
sama lain. Perasaan positif akan semakin sering diungkapkan. Pada tahap ini,
anggota kelompok merasa bebas membuka diri tentang informasi dan lebih intim
satu sama lain. Pemimpin tetap berupaya memberdayakan kemampuan anggota
kelompok dalam melakukan penyelesaian masalah. Pada tahap akhir fase ini, tiap
anggota kelompok belajar bahwa perbedaan tidak perlu ditakutkan, mereka belajar
persamaan dan perbedaan, anggota kelompok akan membantu pencapaian tujuan
yang menjadi suatui realitas.
6) Fase kerja kelompok.
Pada fase ini, kelompok sudah menjadi tim, walaupun mereka bekerja keras,
tetapi menyenangkan bagi anggota dan pemimpin kelompok. Kelompok menjadi
stabil dan realistis
Tugas utama pemimpin adalah membantu kelompok mencapai tujuan dan
tetap menjaga kelompok kearah pencapaian tujuan, serta mengurangi dampak dari
factor apa saja yang dapat mengurangi produktivitas kelompok. Selain itu
pemimpin juga bertindak sebagai konsultan. Beberapa problem yang mungkin
muncul adalah subgroup, conflict, self-desclosure,dan resistance. Beberapa anggota
kelompok menjadi sangat akrab, berlomba mendapatkan perhatian pemimpin, tidak
ada lagi kerahasian karena keterbukaan sangat tinggi dan keengganan berubah
perlu didefinisikan pemimpin kelompok agar segera melakukan strukturisasi.
Pada akhir fase ini, anggota kelompok menyadari produktivitas dan kemampuan
yang bertambah disertai percaya diri dan kemandirian. Pada fase ini kelompok
segera masuk ke fase berikutnya yaitu perpisahan.
7) Fase terminasi
Terminasi dapat sementara atau akhir. Terminasi dapat pula terjadi karena
anggota kelompok atau pemimpin kelompok keluar dari kelompok.
Evaluasi umumnya difokuskan pada jumlah pencapaian, baik kelompok maupun
individu. Pada tiap sesi dapat pula dikembangkan instrument evaluasi kemampuan
individual dari anggota kelompok. Terminasi dapat dilakukan pada akhir tiap sesi
atau beberapa sesi yang merupakan paket dengan memperhatikan pencapaian
tertentu. Terminasi yang sukses ditandai oleh perasaan puas dan pengalaman
kelompok akan digunakan secara individual pada kehidupan sehari-hari.
5. Pengorganisasian
a. Leader
1) Menyusun rencana terapi aktivitas kelompok
2) Mengarahkan kelompok sesuai tujuan
3) Memimpin jalannya terapi aktivitas kelompok dengan tertib
4) Memotivasi anggota untuk aktif selama kegiatan terapi aktivitas kelompok
5) Menetralisir masalah yang mungkn timbul pada saat pelaksanaan
b. Co-Leader
1) Membantu leader mengoraganisasikan kelompok
2) Menyampaikan informasi dari fasilitator ke leader atau sebaliknya
3) Mengingatkan leader jika kegiatan menyimpang
c. Fasilitator
1) Memfasilitasi media dalam kegiatan terapi aktivitas kelompok
2) Mengatur jalannya aktivitas kelompok
3) Membantu kelompok berperan aktif
4) Berperan sebagai role model bagi klien selama proses aktivitas kelompok
5) Mengantisipasi masalah yang akan terjadi
d. Observer
1) Mengobservasi respon klien
2) Mencatat perilaku klien selama dinamika kelompok
3) Mencatat semua proses yang terjadi dan melaporkannya
6. Pelaksanaan
TAK STIMULASI PERSAPSI : HALUSINASI
Sesi 1: Mengenal Halusinasi
Tujuan
1. Klien dapat menjelaskan cara yang selama ini dilakukan untuk mengatasi
halusinasi.
2. Klien dapat memahami cara menghardik halusinasi.
3. Klien dapat memperagakan cara menghardik halusinasi.
Setting
1. Terapis dan klien duduk bersama dalam lingkungan
2. Ruangan nyaman dan tenang
Alat
1. Spidol dan papan tulis/whiteboard/flipchart.
2. Jadwal kegiatan klien
Metode
1. Diskusi dan Tanya jawab
2. Bermain peran / stimulasi
Langkah kegiatan :
1. Persiapan
a. Memilih klien sesuai dengan indikasi,yaitu klien yang mengalami
perubahan sensori persepsi: halusinasi
b. Membuat kontrak dengan klien.
c. Mempersiapkan alat dan tempat pertemuan.
2. Orientasi
a. Salam terapeutik
1) Salam dari terapis kepada klien
2) Klien dan terapis pakai papan nama
3) Menayakan nama panggilan semua kien ( beri nama papan nama).
b. Evaluasi / validasi
1) Menanyakan perasaan klien saat ini
c. Kontrak
1) Terapis menjelaskan tujuan kegiatan yang akan dilaksanakan,yaitu
mengenal suara-suara / bayangan yang didengar / dilihat. Jika klien
suda terbiasa menggunakan istilah halusinasi ,gunakan
kata”halusinasi”.
2) Terapis menjelaskan aturan main berikutnya.
Jika klien yang ingin meninggalkan kelompok, harus minta izin
kepada terapis.
Lama kegiatan 45 menit.
Setiap klien mengikuti kegiatan dari awal sampai selesai.
3. Tahap kerja
a. Terapis menjelaskan kegiatan yang akan dilakukan,yaitu mengenal suara-
suara yang didengar atau bayangan yanh dilihat ( halusinasi) tentang
isinya,waktu terjadinya,situasi terjadinya,dan perasaan klien pada saat
terjadi.
b. Terapis meminta klien menceritakan isi halusunasi, kapan terjadiya,situasi
yang membuat terjadi,dan perasaan klien saat terjadi halusinasi.mulai dari
klien yang ada di sebalah kanan terapis secara berurutan berlawanan jarum
jam sampai semua klien mendapat giliran. Hasilnya tulis di whiteboard.
c. Beri pujian pada klien yang melakukan dengan baik.
d. Simpulkan isi, waktu terjadi situasi terjadi,dan perasaan klien dari suara
yang biasa di dengar.
4. Tahap terminasi
a. Evaluasi
1) Terapis menanyakan perasaan klien setelah mengikuti TAK.
2) Terapis memberikan pujian atas keberhasilan kelompok.
b. Tindakan lanjutan
Terapis meminta klien untuk melaporkan isia, waktu, situasi, dan
perasaan jika terjadi halusinasi.
c. Kontrak yang akan datang
1) Menyepakati TAK yang akan datang, yaitu cara mengontrol halusinasi.
2) Menyepakati waktu dan tempat.
Sesi 1 : TAK
Stimulasi persepsi : Halusinasi
Kemampuan mengenal halusinasi
Aspek yang dinilai
Menyebut waktu Menyebut
Nama pasien Menyebut isi Menyebut situasi
terjadi perasaan saat
halusinasi terjadi halusinasi
halusinasi halusinasi
Petunjuk :
1. Tulis nama panggilan klien yang ikut TAK pada kolom nama klien.
2. Untuk tiap klien, beri penilaian kemampuan mengenal halusinasi: isi, waktu, situasi,
dan perasaan beri tanda ( ) jika pasien mampu dan tanda (-) jika pasien tidak mampu
Dokumentasi :
Dokumentasikan kemampuan yang di miliki pasien saat TAK pada cacatan proses
keperawatan tiap pasien. Contoh : Klien mengikuti TAK stimulasi persepsi halusnasi sesi
1. Klien mampu menyebutkan isi halusinasi (menyuruh memukul), waktu (pukul 9
malam), situasi (jika sedamh semdiri), perasaan (kesal dan geram). Anjurkan klien
mengidentifkasi halusinasi yang muncul dan melaporkan kepada perawat.
A. Pengorganisasian :
1. Leader : Jahmat
2. Co leader : Erin Saputra
3. Fasilitator : Haerunnisa
- Eni Wahyuni
- Hana Marista
4. Observer : Hikma Ilmul Yaqin
Keteragan
: leader
: co leader
: Fasilitator
: Pasien
: observer
Daftar Pustaka :
1. http://www.depkes.go.id/article/print/16100700005/peran-keluarga-dukung-
kesehatan-jiwa-masyarakat.html
2. Hasil riskesdes tahun 2018, kemenkes.
3. Tokalese,Jein Fani, Nasrul, Aminuddin.2016; PENGARUH TERAPI AKTIVITAS
KELOMPOK (TAK) HALUSINASI TERHADAP KEMAJUAN PERAWATAN PADA
PASIEN HALUSINASI DI RUANGAN MANGGIS RUMAH SAKIT DAERAH MADANI
PALU.