Anda di halaman 1dari 23

Kelainan Kongenital Sistem Urogenital

Nama : Nabila Az-Zahra

NIM : 170610016

Dosen Pembimbing : dr. Noviana Zara, MKM

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MALIKUSSALEH
LHOKSEUMAWE
TA 2019/2020

1
DAFTAR ISI

Halaman
Daftar isi ………………………………………………………………………….. i
Bab I. Kelainan kongenital sistem urogenital.......................………………......... 2
I.a Pendahuluan ………………………………………………………... 3
Bab II.a. Maskulina......................………………...........................…………….... 4
a.1. Agenesis Ginjal …………………………………………………….. 4
a.2. Horseshoe Kidney………………..…………........................……..... 6
a.3. Ginjal Polikistik……………………………………………………... 8
a.4. Epispadia……………………………………………………............. 10
a.5. Undesensus Testis…………………………………………………... 13
II.b. Feminina......................………………...........................……………....... 15
b.1. Agenesis Ginjal …………………………………………………….. 15
b.2. Uterocele.............………………………………………………….... 16
b.3. Hymen Imperforata…………....................……….……………....... 19
Daftar Pustaka ……………………………………………………………………. 23

2
BAB I
Kelainan Kongenital Sistem Urogenital

I.a. Pendahuluan

Kelainan kongenital merupakan kelainan bawaan pada bagian tubuh akibat kesalahan
yang biasanya terjadi pada saat proses organogenesis. Suatu kelainan bawaan pada sistem
urogenital bisa menyebabkan gangguan fungsi ginjal atau menyebabkan kelainan fungsi seksual
maupun kemandulan di kemudian hari. Insidennya sampai sekitar satu dari tiga orang di antara
penyandang kelainan bawaan. Saluran kemih dan genitalia berasal dari kloaka embrional dan
sistem ekskresi, yaitu dari ginjal dan gonad dari sumber yang sama, yaitu pronefros dan
mesonefros. Penyebab terjadinya kelainan embrional tersebut sering tidak diketahui. Faktor
herediter kadang memegang peranan.

Namun, berbagai pengaruh seperti radiasi dan infeksi virus dan bahan kimia yang
teratogenik dikatakan menjadi penyebab terjadinya kelainan pada proses embriogenesis.
Beberapa kelainan bawaan tidak menyebabkan gejala atau tanda, misalnya Horseshoe Kidney.
Akan tetapi, kelainan bawaan mungkin juga merupakan keadaan yang patologis, seperti
polikistik. Efek patologi yang mungkin terjadi adalah gangguan faal, obstruksi saluran kemih,
inkontinensia kemih, infertilitas, gangguan faal seks, keganasan, hipertensi, predisposisi infeksi,
dan gangguan kosmetik. Dalam tinjauan pustaka ini akan dijelaskan mengenai kelainan bawaan
pada saluran urogenital yaitu Horseshoe Kidney, polycistic kidney disease (PKD), dan
hipospadia.

3
BAB II
Maskulina

a.1. Agenesis Ginjal


Agenesis ginjal merupakan suatu kelainan kongenital dimana salah satu (unilateral) atau
kedua ginjal (bilateral) tidak terbentuk. Agenesis ginjal unilateral atau bilateral, secara
embriologis mungkin disebabkan karena kelainan dari tunas ureter yang menginduksi
perkembangan jaringan metanefrik. Tidak adanya tunas ureter atau adanya kelainan
perkembangan ureter menyebabkan terganggunya perkembangan blastema metanefrik menjadi
ginjal dewasa. Kasus ini sangat jarang terjadi. Sekitar 1 diantara 1.500 bayi terlahir hanya
dengan satu ginjal dan ginjal ini biasanya lebih besar dari normal.

Pada agenesis 1 ginjal, bisa bertahan hidup, tapi sangat riskan terhadap resiko kerusakan
ginjal itu. Kelainan ini sering didapatkan pada oligohidramnion yang pada pemeriksaan USG
dapat diketahui yang disertai dengan hipoplasia paru-paru dan kelainan wajah (Sindroma Potter).
Oligohidramnion menyebabkan bayi tidak memiliki bantalan terhadap dinding rahim. Tekanan
dari dinding rahim menyebabkan gambaran wajah yang khas (wajah Potter). Selain itu, karena
ruang di dalam rahim sempit, maka anggota gerak tubuh menjadi abnormal atau mengalami
kontraktur dan terpaku pada posisi abnormal. Oligohidramnion juga menyebabkan terhentinya
perkembangan paru-paru (paru-paru hipoplastik).
Diagnosa agenesis ginjal ini biasanya ditegakkan secara kebetulan dengan USG, IVP atau
Scanning.

4
1) Agenesis ginjal bilateral

Agenesis bilateral, keadaan dimana sama sekali tidak didapatkan adanya jaringan ginjal
dan dapat berakibat buruk di kehidupan ekstrauterin. Kondisi ini terjadi pada sekitar satu dalam
4000 kelahiran, dengan 2:1 dominasi laki-laki. Kelainan ini disertai dengan oligohidramnion,
amnion nodosum, deformitas posisi tungkai dan wajah aneh dengan lipatan, hidung menyerupai
paruh, serta deformitas dan telinga letak rendah. Kumpulan kelainan ini dikenal sebagai
rangkaian Potter, yang diduga terjadi akibat oligohidramnion. Bayi yang terkena biasanya
terlahir prematur dan sering juga kecil untuk usia kehamilan. Masalah klinik utama pada bayi
baru lahir adalah distress pernapasan akibat hipoplasia paru. Upaya resusitasi biasanya
mengakibatkan emfisema interstitial paru dan pneumotoraks.

Pada kasus agenesis


ginjal bilateral, sering
didapatkan oligohidramnion
berat pada kehamilan 14
minggu. Keadaan ini terjadi
karena janin meminum cairan
amnion, tetapi tidak dapat
mengeluarkannya. Pasien
hanya mampu bertahan hidup
dalam beberapa jam atau hari
karena ginjalnya tidak
diperlukan untuk pertukaran
zat-zat buangan tetapi akan mati beberapa hari setelah lahir. Insidennya adalah 450 dari 1800
kelahiran. Cacat berat lahir menyertai keadaan ini pada 85% kasus termasuk tidak adanya atau
kelainan vagina dan rahim, vas deferens, serta vesikula seminalis. Cacat di system lain juga
sering ditemui antara lain cacat jantung, atresia trachea dan duodenum, tidak dijumpai adanya
buli – buli atau ereter, pneumothoraks spontanea, pneumomediastinum, hipoplasia paru – paru,
syndroma Potter (wajahnya aneh), labiopalatoskisis dan kelainan otak.

 Prognosis
Buruk : Janin akan dapat bertahan hidup sampai lahir karena ginjalnya tidak diperlukan
untuk pertukaran zat-zat buangan tetapi akan mati beberapa hari setelah lahir

 Komplikasi
Cacat berat lahir menyertai keadaan ini pada 85% kasus termasuk tidak adanya atau
kelainan vagina dan rahim, vas deferens, serta vesikula seminalis. Cacat di system lain juga
sering ditemui antara lain cacat jantung, atresia trachea dan duodenum, tidak dijumpai adanya
buli – buli atau ereter, pneumothoraks spontanea, pneumomediastinum, hipoplasia paru – paru,
syndroma Potter (wajahnya aneh), labiopalatoskisis dan kelainan otak.

5
a.2 Horseshoe Kidney

 Definisi
Horseshoes kidney adalah penyatuan kutub – kutub ginjal (biasanya bagian bawah).
Mereka saling berhubungan melalui istmus yang berupa parenkim ginjal atau berupa jaringan
fibrous (band). Letak horseshoes kidney lebih rendah daripada posisi yang normal, dan istmus
letaknya setinggi vertebra lumbal 4–5.

 Etiologi
Dua teori tentang embrio dari horseshoes kidney telah diusulkan. Ajaran klasik fusi
mekanik berpendapat bahwa horseshoes kidney terbentuk selama organogenesis, ketika kutub
inferior dari sentuhan ginjal awal, menggabungkan di garis tengah lebih rendah. Teori fusi
mekanik berlaku untuk horseshoes kidney dengan isthmus berserat atau, studi lebih baru postulat
bahwa fusi abnormal dari jaringan yang berhubungan dengan isthmus parenchymatous dari
beberapa horseshoes kidney adalah hasil dari peristiwa teratogenik melibatkan migrasi abnormal
sel-sel nephrogenic posterior, yang kemudian bersatu untuk membentuk isthmus. Kejadian
teratogenik mungkin juga berhubungan dengan peningkatan insiden anomali kongenital terkait
dan neoplasias tertentu, seperti tumor wilms dan tumor karsinoid terkait dengan isthmus dari
ginjal tapal kuda.

 Horseshoe kidney merupakan abnormalitas penyatuan ginjal yang paling sering (Adalat
et al, 2010). Pada 90% kasus, penggabungan ginjal ini terjadi pada lower poles dan pada
10% kasus terjadi pada upper poles. Pada laki-laki lebih sering terjadi daripada wanita
dengan perbandingan 2:1 (O’Brien et al, 2008).

 Patofisiologi
Ginjal terbentuk dari metanephros pada minggu kelima dari kehidupan embryonal.
Horseshoes kidney terjadi sebagai akibat penyatuan dari renal blastema (nephroblast = tunas
ginjal) pada minggu
ke-8 sampai ke-10
kehidupan embryo,
biasanya pada pole
bawahnya di dekat
daerah bifurcatio
aortae.
Dalam
pertumbuhannya,
ginjal bergerak
menuju ke-cranial
sambil berputar 90
derajat, tetapi
6
apabila terjadi penyatuan pada pole bawahnya maka ginjal tersebut tidak akan mencapai
tempatnya yang normal, terhalang pada isthmusnya oleh arteri messenterica superior. Karena
kedua pole bawahnya bersatu, maka masing-masing ginjal tidak dapat melakukan rotasi 90
derajat, sehingga pelvis renalis yang seharusnya menghadap ke medial jadi menghadap ke depan
dan letak ureter di depan isthmus. Juga letak kedua ginjal menjadi lebih berdekatan dan sumbu
memanjangnya arahnya sejajar atau menguncup ke bawah.
Letak ginjal normal di dalam cavum abdominis pada posisi berdiri di antara vertebra
lumbalis I dan vertebra lumbalis N dimana ginjal kanan biasanya lebih rendah dari kiri. Sumbu
memanjang kedua ginjal membentuk sudut yang menguncup ke-cranial. Pembuluh darah arterial
yang pergi ke ginjal berasal dari bagian bawah aorta abdominalis atau dari arteri ilaca communis,
bahkan kadang-kadang terdapat arteri renalis yang multipel yang dapat mengakibatkan kesulitan
dalam melaksanakan pembedahan.
Untuk menentukan horseshoe kidney secara radiologis, Gutierrez membuat dan mengukur
besarnya sudut "pyelographic triangle" dari suatu foto Ro ginjal dengan cara menarik sebuah
garis horizontal di antara kedua crista iliaca dan garis horizontal lainnya melalui discus
intervertebra lumbalis II dan III. Dari titik potong garis pertama dengan columna vertebralis dan
kedua titik potong garis kedua dengan calyc ginjal yang paling caudal dan medial ditarik garis
sehingga terbentuk sudut yang membuka ke arah cranial. Pada gambaran ginjal normal besarnya
sudut tersebut 90 derajat, sedangkan pada horseshoe kidney 20 derajat.

 Tatalaksana

1) Terapi Medis
Horseshoes kidney rentan terhadap penyakit ginjal medis. Evaluasi metabolik harus
dilakukan karena penyebab metabolik untuk penyakit batu ginjal kurang umum pada pasien
dengan horseshoes kidney dibandingkan pada populasi umum dengan penyakit batu ginjal. Bila
kelainan metabolik diidentifikasi maka harus dirawat. evaluasi metabolik termasuk batu ginjal
24-jam studi penilaian risiko dan serum, termasuk kalsium, asam urat, dan fosfor.

2) Terapi Bedah
Pengobatan bedah didasarkan pada proses penyakit dan indikasi operasi standar. Pasokan
anomali vaskular pada ginjal harus disimpan di garis depan dalam pikiran dokter bedah saat
merencanakan pendekatan bedah. Umumnya, irisan garis tengah perut menyediakan akses ke
kedua sisi horseshoes kidney dan pembuluh darah.

 Hasil dan Prognosis


Horseshoes kidney tidak menyulitkan kehamilan atau persalinan. Yang penting, perhatikan
bahwa kehadiran horseshoes kidney saja tidak mempengaruhi kelangsungan hidup. Seperti
disebutkan di atas, horseshoes kidney memang memiliki kecenderungan yang lebih tinggi untuk
menjadi sakit. Oleh karena itu, kelangsungan hidup tergantung pada proses penyakit horseshoes
kidney mungkin berpengaruh dngan pertumbuhan dan perkembangan.

7
a.3 Penyakit Ginjal Polikistik

Penyakit ginjal polikistik (PKD) adalah suatu kondisi genetik yang ditandai oleh
pertumbuhan kista pada ginjal. Hingga saat ini belum ada obatnya tetapi pengobatan medis dapat
mengatasi gejala dan mengurangi risiko komplikasi. Komplikasi yang mungkin terjadi infeksi
saluran kemih, tekanan darah tinggi dan gagal ginjal.

Penyakit ginjal polikistik (PKD) biasanya merupakan kondisi warisan. Merupakan


sekelompok penyakit yang dikenal sebagai 'penyakit ginjal kistik'. Gen yang rusak
menyebabkan lepuh abnormal cairan (kista) tumbuh di ginjal.

Kedua ginjal biasanya terpengaruh, tetapi salah satunya dapat terkena kista lebih awal
dan terus berkembang. Kista terus tumbuh memampatkan jaringan sehat dan dapat
menyebabkan ginjal berhenti bekerja dengan baik. Kerja ginjal semakin berat bersama dengan
kista, yang jumlahnya ribuan.

Penyakit ginjal polikistik terjadi karena gagal ginjal dan dapat berpengaruh pada pria
maupun wanita dengan latar belakang etnis yang berbeda. Pria biasanya lebih mudah untuk
mengidap penyakit ginjal, meskipun tidak jelas mengapa hal ini terjadi. Saat ini belum ada
obatnya tetapi penyakit ini dapat diatasi dan penelitian pilihan pengobatan sedang dilakukan.

Dua bentuk warisan utama dari penyakit ginjal polikistik adalah:

 PKD autosomal dominan


 Autosomal resesif PKD

 Diagnosis

Gejala-gejala PKD autosomal resesif pada kondisi yang parah biasanya dapat didiagnosis
dengan cepat. Namun, pada kebanyakan kasus autosomal dominant PKD, kondisi fisik seseorang
bisa tampak normal selama bertahun-tahun. Hasil check-up atau tes darah dan urin mungkin
tidak selalu mengidentifikasi penyakit ini. Hal ini sering terdeteksi selama pemeriksaan medis

8
untuk masalah kesehatan lainnya, seperti infeksi saluran kemih. Pada saat tertentu, penyakit ini
tidak ditemukan sampai pada gagal ginjal.

Diagnosis PKD dapat melibatkan sejumlah tes termasuk:

 Pemeriksaan fisik, mendeteksi gejala seperti tekanan darah tinggi atau ginjal membesar.
 Tes darah untuk menilai fungsi ginjal
 Urinalisis darah atau protein (atau keduanya) dapat ditemukan dalam urin.
 USG sederhana, tes non-invasif yang dapat mengidentifikasi kista bahkan cukup kecil.
 Computed tomography (CT) dan Magnetic Resonance (MRI) scan, mungkin diperlukan
jika hasil dari USG tidak meyakinkan atau jika lebih banyak informasi yang diperlukan.
Teknik ini dapat mendeteksi kista sangat kecil. Pengujian genetik ini bukan tes rutin
tetapi dapat digunakan untuk pengujian keluarga. Kehadiran materi genetik abnormal
tersebut dapat dideteksi dengan tes darah khusus. Konseling genetik yang tersedia untuk
pasangan yang terkena dampak.
 Tatalaksana

Tidak ada obat untuk PKD. Namun, pemantauan rutin terhadap ginjal dan
pengobatan untuk komplikasi yang terkait dapat membantu untuk menjaga kesehatan dan
memperpanjang umur seseorang.

 Komplikasi umum dan pengobatannya mencakup :

 Trauma, mempertimbangkan menghindari olahraga kontak jika ginjal, hati, limpa atau
perut yang membesar. Pukulan yang kuat untuk perut bisa melukai organ tubuh yang
terkena.
 Tekanan darah tinggi, mengontrol tekanan darah tinggi sangat penting. Obat
antihipertensi dapat diresepkan.
 Darah dalam urin, cairan, analgesik, antibiotik dianjurkan istirahat yang cukup
 Infeksi saluran kemih, gejala yang mungkin dapat berupa frekuensi buang air kecil
terus menerus, buang air kecil sakit dan demam. Konsultasikan dengan dokter dengan
segera tentang pengobatan dengan antibiotik. Infeksi saluran kemih yang tidak diobati
dapat menyebar ke ginjal.
 Gagal ginjal, diobati dengan dialisis, yang merupakan cara untuk menghapus produk
limbah dan air tambahan dari tubuh dengan menyaring darah melalui membran
khusus. Sebuah transplantasi ginjal merupakan pilihan pengobatan. PKD tidak terjadi
kembali dalam transplantasi ginjal.
 Hati Kista, biasanya tidak mempengaruhi fungsi hati. Manajemen non-bedah dapat
meliputi menghindari terapi penggantian hormon (HRT), juga dikenal sebagai terapi
hormon (HT). Pembedahan kadang-kadang mungkin diperlukan untuk mengalirkan
kista atau menghapus bagian-bagian hati yang sakit. Transplantasi hati jarang
diperlukan.
 Uji klinis telah mulai di Australia untuk menguji obat yang mengubah produksi cairan
oleh ginjal dan untuk memperlambat pembentukan kista.
Perawatan diri saran untuk penyakit ginjal polikistik dapat dipandu oleh dokter
pribadi, tetapi perawatan diri, saran secara umum meliputi:

9
 Mengubah diet Anda, ini dapat membantu untuk mengatasi beberapa gejala.
Perubahan diet mungkin termasuk mengurangi garam, protein, kolesterol (lemak) dan
kafein. Perubahan pola makan harus dilakukan hanya setelah diskusi dengan dokter
atau ahli diet dan tergantung pada hasil tes Anda.
 Membuat pilihan gaya hidup sehat, misalnya berpartisipasi dalam kegiatan fisik
secara teratur dan moderat dan mempertahankan berat badan yang sesuai dengan
tinggi badan. Tidak merokok sangat disarankan.
 Menghindari non-steroid anti-inflamasi (NSAID), ini tidak boleh diambil tanpa
saran medis karena mereka dapat memperburuk fungsi ginjal.

a.4 Epispadia

 Definisi
Epispadia merupakan suatu kelainan bawaan pada bayi laki-laki, dimana lubang uretra
terdapat di bagian punggung penis atau uretra tidak berbentuk tabung, tetapi terbuka.
Terdapat 3 jenis epispadia yaitu:
1. Lubang uretra terdapat di puncak kepala penis.
2. Seluruh uretra terbuka di sepanjang penis.
3. Seluruh uretra terbuka dan lubang kandung kemih terdapat pada dinding perut.

 Etiologi

Penyebabnya sebenarnya sangat multifaktor dan sampai sekarang belum diketahui penyebab
pasti dari epispadia. Namun, ada beberapa faktor yang oleh para ahli dianggap paling
berpengaruh, antara lain :
1. Gangguan dan ketidakseimbangan hormon
Hormon yang dimaksud di sini adalah hormon androgen yang mengatur organogenesis
kelamin (pria). Atau bisa juga karena reseptor hormon androgennya sendiri di dalam
tubuh yang kurang atau tidak ada. Sehingga walaupun hormon androgen sendiri telah
terbentuk cukup akan tetapi apabila reseptornya tidak ada tetap saja tidak akan
10
memberikan suatu efek yang semestinya. Atau enzim yang berperan dalam sintesis
hormon androgen tidak mencukupi pun akan berdampak sama.
2. Genetika.
Terjadi karena gagalnya sintesis androgen. Hal ini biasanya terjadi karena mutasi pada
gen yang mengode sintesis androgen tersebut sehingga ekspresi dari gen tersebut tidak
terjadi
3. Lingkungan
Biasanya faktor lingkungan yang menjadi penyebab adalah polutan dan zat yang bersifat
teratogenik yang dapat mengakibatkan mutasi.

Epispadia adalah kelainan langka lebih dari hypospadia dan terlihat hanya 1 / 300'000 bayi
yang baru lahir.

 Insidensi
Pada anak laki-laki yang terkena, penis biasanya luas, dipersingkat dan melengkung ke
arah perut (chordee dorsal). Biasanya, meatus terletak di ujung penis, namun anak laki-laki
dengan epispadia, terletak di atas penis. Dari posisi yang abnormal ke ujung, penis dibagi
dan dibuka, membentuk selokan. Seolah-olah pisau dimasukkan ke meatus normal dan kulit
dilucuti di bagian atas penis. Klasifikasi epispadia didasarkan pada lokasi meatus pada penis.
Hal ini dapat diposisikan pada kepala penis (glanular), di sepanjang batang penis (penis)
atau dekat tulang kemaluan (penopubic). Posisi meatus penting dalam hal itu memprediksi
sejauh mana kandung kemih dapat menyimpan urin (kontinensia). Semakin dekat meatus
adalah dasar atas penis, semakin besar kemungkinan kandung kemih tidak akan menahan
kencing.

Dalam kebanyakan kasus epispadia penopubic, tulang panggul tidak datang bersama-sama
di depan. Dalam situasi ini, leher kandung kemih tidak dapat menutup sepenuhnya dan
hasilnya adalah kebocoran urin. Kebanyakan anak laki-laki dengan epispadia penopubic dan
sekitar dua pertiga dari mereka dengan epispadia penis memiliki kebocoran urin stres
(misalnya, batuk dan usaha yang berat). Pada akhirnya, mereka mungkin membutuhkan
bedah rekonstruksi pada leher kandung kemih. Hampir semua anak laki-laki dengan
epispadia glanular memiliki leher kandung kemih yang baik. Mereka dapat menahan
kencing dan melatih bak normal. Namun, kelainan penis (membungkuk ke atas dan
pembukaan abnormal) masih memerlukan operasi perbaikan.

Epispadia jarang pada anak perempuan, dengan hanya satu dari 565.000. Mereka yang
menderita epispadia memiliki tulang kemaluan yang dipisahkan beberapa derajat. Hal ini
menyebabkan klitoris tidak menyatu selama perkembangan. Selanjutnya, leher kandung
kemih hampir selalu terkena. Akibatnya, anak perempuan dengan epispadia selalu bocor urin

11
(misalnya, batuk dan usaha yang berat). Untungnya, dalam banyak kasus, perawatan bedah
dini dapat menyelesaikan masalah ini.

 Manifestasi Klinis
 Uretra terbuka pada saat lahir, posisi dorsal
 Terdapat penis yg melengkung ke arah dorsal, tampak jelas pada saat ereksi
 Terdapat chordae
 Terdapat lekukan pada ujung penis
 Inkontinesia urin timbul pd epispadia penopubis (95%) dan penis (75%) karena
perkembangan yang salah dari sfingter urinarius.

 Klasifikasi
Klasifikasi tergantung pada posisi meatus kemih, dapat diklasifikasikan ke dalam tiga
bentuk :
1. Balanica atau epispadia kelenjar
adalah malformasi terbatas pada kelenjar, meatus terletak pada permukaan, alur dari
meatus di puncak kepala penis. Ini adalah jenis epispadia kurang sering dan lebih mudah
diperbaiki.
2. Epispadia penis
derajat pemendekan lebih besar dengan meatus uretra terletak di titik variabel antara
kelenjar dan simfisis pubis.
3. Penopubica epispadia
varian yang lebih parah dan lebih sering. Uretra terbuka sepanjang perpanjangan seluruh
hingga leher kandung kemih yang lebar dan pendek.

 Resiko anak dengan epispadia

Saat ini, tidak ada penelitian yang telah mendokumentasikan bahwa anak dengan epispadia
berada pada peningkatan risiko infeksi saluran kemih (ISK). Namun, jika lengkap
exstrophy-epispadia ada, anak akan berada pada peningkatan risiko untuk ISK karena suatu
kondisi yang disebut refluks vesicoureteral. Standar perawatan untuk anak-anak adalah
untuk mempertahankan mereka pada antibiotik sampai refluks tersebut diperbaiki.

Bayi dengan epispadia biasanya sehat dan kuat. Mereka memiliki rendah insiden kelainan
yang mempengaruhi sistem organ selain sistem genitourinari dan tulang panggul. Oleh
karena itu, anak-anak ini tidak memerlukan studi ekstensif radiografi diagnostik. Di sisi
lain, bayi yang lahir dengan bentuk yang lebih parah exstrophy-epispadia kompleks berada
pada sedikit peningkatan risiko untuk keberadaan kelainan terkait seperti ureter membesar
atau refluks vesicoureteral.

Anak laki-laki dengan epispadia penopubic atau kompleks exstrophy-epispadia memiliki


masalah dengan anatomi mereka yang dapat membuat mereka tidak subur. Pada pria muda
normal, leher kandung kemih ditutup ketika sperma bergerak dari testis ke uretra. Leher
12
kandung kemih juga mengasumsikan posisi tertutup saat ejakulasi sperma dari daerah itu.
Pada pria dengan epispadia penopubic atau kompleks exstrophy-epispadia, leher kandung
kemih mungkin tidak menutup sepenuhnya saat ejakulasi. Hal ini memungkinkan sperma
untuk bergerak mundur ke dalam kandung kemih (ejakulasi retrograde). Situasi ini dapat
menyebabkan masalah ketika pasangan sedang mencoba untuk memiliki anak. Beberapa
pasien mungkin memiliki kualitas sperma yang buruk. Selanjutnya, chordee punggung dan
penis, gemuk pendek dapat membuat hubungan seksual sulit. Namun, perbaikan dalam
perbaikan bedah telah secara signifikan mengurangi keparahan masalah ini. Wanita dengan
epispadia biasanya tidak berisiko untuk infertilitas karena organ reproduksi yang normal.

 Tatalaksana

1. Tujuan utama dari penatalaksanaan bedah epispadia adalah merekomendasikan penis


menjadi lurus dengan meatus uretra ditempat yang normal atau dekat normal sehingga
aliran kencing arahnya ke depan dan dapat melakukan coitus dengan normal.
2. Memaksimalkan panjang penis dan fungsinya dengan memperbaiki tikungan punggung
dan cordae
3. Operasi harus dilakukan sejak dini, dan sebelum operasi dilakukan bayi atau anak tidak
boleh disirkumsisi karena kulit depan penis digunakan untuk pembedahan nanti.

a.5 Undesensus Testis

Cryptorchidism merupakan kelainan pada testis anak karena terhentinya proses


penurunan salah satu atau kedua testis di dalam jalurnya antara rongga abdomen dengan
skrotum. Kejadian UDT merupakan kelainan genitalia kongenital tersering pada anak laki-laki.
Angka kejadiannya 4%-5%
pada bayi laki-laki yang lahir
cukup bulan dan meningkat
menjadi 9%-30% pada bayi
prematur. Dilaporkan 21%
kasus UDT terjadi pada bayi
berat badan lahir kurang dari
2500 gram.3 Dengan
bertambahnya usia, testis
mengalami desensus secara
spontan sekitar 70%-77%,
pada umumnya terjadi pada usia 3 bulan. Pada usia 6 bulan kejadiannya desensus menjadi 0,8%.

Undescended testis merupakan kelainan kongenital yang terjadi sejak lahir, namun
terdapat peningkatan jumlah kasus pada usia lebih tua yang didiagnosis UDT. Hal tersebut
dikarenakan banyak pasien datang terlambat untuk melakukan pemeriksaan ke dokter ahli

13
endokrinologi anak atau dokter bedah, serta pemeriksaan testis saat lahir dan pada usia kurang
dari satu tahun tidak dilakukan.
Tata laksana UDT yang terlambat akan menimbulkan dampak pada testis di kemudian
hari. Kejadian UDT meningkatkan risiko infertilitas dan berhubungan dengan risiko tumor sel
germinal meningkat 2-8 kali. Setelah usia dua tahun sebanyak seperlima bagian dari sel-sel
germinal testis telah mengalami kerusakan, oleh sebab itu UDT perlu diturunkan sebelum usia 2
tahun. Pengobatan UDT dapat berupa terapi hormonal, pembedahan, atau kombinasi keduanya.
Terapi dengan human chorionic gonadrotropin hormone (hCG) dilaporkan sukses pada 10%-
50% kasus. Pembedahan dilakukan jika gagal pada terapi hormonal, atau usia sudah di atas dua
tahun.

BAB II
Feminina

b.1 Agenesis Ginjal

1) Unilateral
14
Manifestasi klinis akibat agenesis ginjal unilateral tidak tampak, kalau pada ginjal pada sisi
yang lain (kontra lateral) berfungsi normal. Kelainan ini biasanya ditemukan secara kebetulan
pada saat pemeriksaan kesehatan rutin/screening, USG, IVP, atau scanning.
Agenesis ginjal biasanya disertai dengan kelainan organ genetalia pada sisi yang sama.
Kelainan duktus mesonefrik unilateral pada saat embrio menyebabkan kelainan tunas ureter dan
kelainan saluran reproduksi pria yang sesisi (ipsilateral). Karena itu jika dijumpai satu vas
deferens atau hipoplasia tertis pada satu sisi, patut dicurigai kemungkinan adanya agenesis ginjal
unilateral. Pada wanita, kelainan organ reproduksi yang terjadi bersamaan dengan agenesis ginjal
adalah uterus bikornua atau unikornua, hipoplasia atau tidak adanya tuba atau ovarium,
hipoplasia uterus, dan aplasia atau tidak didaptkannya vagina. Kelainan ini disebut dengan
sindroma Rokitansky-kuster Hauser.

Supernumerary kidney atau jumlah ginjal pada satu sisi lebih dari satu, mungkin
disebabkan karena terbelahnya blastema metanefrik menjadi berbagai bagian pada saat embrio.
Pernah dilaporkan 5 buah ginjal pada satu sisi. Anomali ini harus dibedakan dengan duplikasi
sistem pielo-ureter, yaitu masing-masing ginjal memiliki satu pelvis, dan ureter sendiri-sendiri.

Insiden kelainan bawaan pada sisten genetalia yang menyertai agenesis ginjal unilateral
pada wanita 4 kali lebih sering daripada pria.

 Prognosis
Baik bila ginjal pada sisi lain berfungsi dengan normal karena masih bisa menopang beban
fisiologi ginjal dgn baek mskipun memang sdikit susah payah tidak seperti pada ginjal yg
normalnya terbentuk dengan lengkap
 Komplikasi
Terjadi kelainan tunas ureter dan kelainan saluran reproduksi pria yang sesisi (ipsilateral).
Maka akan dijumpai satu vas deferens atau hipoplasia testis pada satu sisi.
Pada wanita, kelainan organ reproduksi yang terjadi bersamaan dengan agenesis ginjal
adalah uterus bikornua atau unikornua, hipoplasia atau tidak adanya tuba atau ovarium,
hipoplasia uterus, dan aplasia atau tidak didaptkannya vagina. Kelainan ini disebut dengan
sindroma Rokitansky-kuster Hauser.
15
b.2 Ureterocele
Ureterocele dan ektopik ureter adalah 2 kelainan utama yang berhubungan dengan
duplikasi ginjal yang komplit. Saat ini ultrasonografi antenatal dapat mendeteksi ke 2 kelainan
pada sebagian besar kasus dan dapat didiagnosis pada saat lahir dengan pemeriksaan fisik,
radiografi dan kadang-kadang dengan sistoskopi. Pada kasus dewasa, kelainan tersebut dapat
diketahui dengan gejala-gejala klinis seperti: infeksi saluran kemih, gangguan berkemih dan
inkontinensia urine.

 Definisi
Adalah dilatasi kistik yang timbul pada bagian ureter intravesikal. Lebih sering terjadi pada
perempuan daripada laki-laki, dengan prevalensi 1 : 4000 kelahiran hidup.

 Klasifikasi
Ureterocele biasanya menimbulkan
obstruksi pada moeity bagian atas, tapi
derajat obstrusi dan gangguan fungsinya
sangat bervariasi, tergantung pada tipe
ureterocele dan displasia moiety bagian
atas. Pada tipe orthotopic, seringkali
tanpa atau dengan obstruksi ringan dan
seringnya fungsi moiety masih normal
atau sedikit terganggu, dan ureter yang
bersangkutan dapat mengalami dilatasi.
Pada tipe Ectopic, moiety atas mengalami perubahan, seringnya displastik dan hipofungsi atau
non fungsi. Ureter yang bersangkutan disebut sebagai dolichomegaureter. Pada tipe
caecoureterocele, kutub atas ginjal yang mengalami duplikasi selalu displastik dan non fungsi.

1. Ectopic Ureterocele
Merupakan bentuk yang paling sering ( >80% ) dan timbul bilateral pada 40 % kasus.
Bentuknya besar, memisahkan trigonum dan menyusup kedalam uretra dan dapat prolaps melalui
meatus uretra walaupun jarang. Orifisium ureterocele kecil, jarang lebar, terletak dekat leher
buli-buli , dapat dialam buli-buli sendiri atau didalam uretra dibawah leher buli-buli. Ureter yang
berhubungan dengan kutub moiety bagian bawah terangkat oleh ureterocele dan seringnya
mengalami refluks atau tertekan oleh ureterocele, sehingga menimbulkan megaureter yang
obstruktif. Duplikasi ginjal kontralateral terjadi pada 50 % kasus.Kadang-kadang ureterocele
yang sangat besar bertanggung jawab terhadap refluks atau obstruksi saluran kemih kontralateral
bagian atas.

16
2. Orthotopic ureterocele
Terjadi pada 15 % kasus. Hanya terjadi pada perempuan dan bentuknya kecil serta terletak
intravesikal. Sangat sering timbul bersamaan dengan sistim satu ginjal.

3. Caecoureterocele
Sangat jarang , terjadi < 15 % kasus. Bentuknya kecil, berhubungan dengan ureter ektopik dan
terletak didalam uretra dibawah leher buli-buli.

 Diagnosis
Ultrasonografi prenatal dapat memperlihatkan ureterocele obstruktif yang besar dengan
mudah. Diagnosis prenatal akan sulit bila kutub atas ginjal sangat kecil atau ureterocele yang
sedikit menimbulkan obstruksi. Bila diagnosis prenatal sulit dilakukan, gejala klinis dibawah ini
dapat timbul pada saat lahir atau dikemudian hari:
1. Saat lahir, ureterocele prolaps atau kadang-kadang mengalami strangulasi dapat terlihat
pada muara uretra. Pada neonatus laki-laki dapat menyebabkan retensi urine akut .
2. Gejala awal pyelonefritis dapat membantu diagnosis.

3. Gejala lanjut; disuria, sistitis rekuren, urgensi.

Diagnosis pada saat lahir, ultrasonografi memperlihatkan dilatasi ureter yang berhubungan
dengan kutub atas ginjal yang duplikasi serta adanya ureterocele didalam kandung kencing
dengan ureter yang dilatasi dibagian proksimalnya.
Penentuan fungsi kutub atas ginjal yang duplikasi penting diketahui dengan cara pyelografi
intravena dan atau renografi. Pemeriksaan urografi dapat menggambarkan morfologi moiety atas
dan bawah serta ginjal kontra lateral. Pemeriksaan CT Scan dilakukan bila IVP dan USG tak
memberikan informasi.
Pemeriksaan Voiding Cystouretrography wajib dilakukan untuk mengetahui adanya refluks serta
menentukan berat ringannya prolaps ureterocele.
Ureterocystoscopy dilakukan bila sulit membedakan antara ureterocele dengan megaureter
ectopic.
17
 Tatalaksana
Penatalaksanaan masih kotroversi antara dekompresi secara endoskopik, nefrouretektomi
partial atau rekonstruksi primer komplit. Pilihan modalitas pengobatan tergantung pada kriteria
berikut: status klinis pasien (urosepsis), umur pasien, fungsi kutub atas ginjal yang duplikasi, ada
tidaknya refluks, obstruksi ureter ipsilateral, dan patologi ureter kontralateral.

Diagnosis dini:
1). Pada anak yang asimptomatis, normo/hipofungsi kutub atas ginjal, tanpa obstruksi kutub
bawah ginjal dan infravesika, diberikan antibiotika profilaktik selama 3 bulan sampai tindakan
operasi dilakukan.
2). Bila ada obstruksi kutub bawah ureter atau ureter kontralateral atau infravesika, dilakukan
tindakan insisi atau pungsi secara endoskopi serta pemberian antibiotika profilaktik, dan
dievaluasi setelah 3 bulan.

Reevaluasi :
1. Bila dekompresi efektif, tidak ada refluks, pengobatan medis dihentikan dan dilakukan
pemeriksaan lanjutan berdasarkan kultur urine dan ultrasonografi.
2. Bila dekompresi tak efektif, ada refluks atau obstruksi ipsi atau kontralateral ureter atau
leher buli-buli dilakukan operasi [nefrektomi parsial sampai rekonstruksi unilateral,
tergantung fungsi kutub atas ginjal].

Diagnosis yang terlambat:


1. Bila kutub atas tidak berfungsi, dan tidak ada patologi lain, dilakukan heminephro-
ureterectomy.
2. Adanya obstruksi atau refluks yang jelas : eksisi ureterocele dan reimplantasi ureter atau
heminephro-ureterectomy tergantung fungsi kutub atas ginjal.

Ureterocele yang menyebabkan obstruksi infravesika dapat dilakukan insisi secara endoskopi
sebagai pengobatan tambahan dengan kemungkinan operasi kedua pada sebagian besar pasien.

b.3 Himen Imperforata


Insidens malformasi kongenital pada daerah genitalia wanita adalah sebanyak 0,5% pada
seluruh populasi wanita. Kelainan-kelainan kongenital ini antara lain adalah Agenesis Mullerian,
Uterus Didelfis, Uterus Bicornus, Uterus Unicornus, Aplasia servikal, Kelainan Septum Vagina
dan kelainan pada himen.

Kelainan pada himen dapat berupa Himen Imperforata, Kribiformis atau mikroperforata
dan Septate. Kelainan-kelainan malformasi kongenital ini paling sering disebabkan oleh
gangguan pada masa embriologi organ genitalia pada wanita.

18
Himen imperforata merupakan suatu
malformasi kongenital tetapi dapat juga terjadi
akibat jaringan parut oklusif karena
sebelumnya terjadi cedera atau infeksi. Himen
Imperforata merupakan kelainan yang dijumpai
pada wanita usia pubertas dengan keluhan
perut membesar, teraba massa intraabdominal
yang disertai rasa sakit di abdomen secara
periodik setiap bulan atau secara progresif terus
menerus akibat akumulasi dari darah
menstruasi yang tertahan di dalam cavum uteri
(hematometra) serta di dalam vagina
(hematokolpos) yang tidak dapat keluar.

 Etiologi

Etiologi Himen Imperforata terbagi atas 2 yaitu Kongenital dan Acquired. Kongenital
disebabkan kelainan dan gangguan pada proses embriologi genitalia. Acquired: disebabkan oleh
pembentukan jaringan parut pada luka atau trauma. Kasus Himen Imperforata sering terjadi
akibat kelainan malformasi kongenital. Namun, ditemukan juga kasus-kasus Himen Imperforata
pada pasien yang mengalami pelecehan seksual pada waktu pre-pubertas sehingga jaringan luka
yang menjadi parut menutupi himen.

 Epidemiologi

Insidens Himen Imperforata adalah penyebab tersering pada hambatan atau obstruksi
aliran keluar haid dan sekret vagina. Angka kejadiannya bervariasi dari 1 kasus per 1000
populasi hingga 1 kasus per 10,000 populasi.

Menurut hasil studi berbasis populasi (Heger et al), dari 147 pasien premenarche dengan
rata-rata usia 63 bulan, hanya didapatkan 1 pasien dengan himen imperforata (<1%).

DIAGNOSIS

ANAMNESIS

Himen Imperforata merupakan kelainan anatomi yang paling sering pada masa pubertas
yang mengakibatkan hambatan pada aliran keluar jaringan endometrium dan darah (saat
menstruasi). Hal ini mengakibatkan terjadinya akumulasi cairan menstruasi di dalam vagina
(hidrokolpos) atau dalam uterus (hidrometrokolpos) sehingga pada anamnesis ditemukan: (5,7)

1. Riwayat amenorea primer = Kebanyakan pasien datang berobat pada usia 13-15 tahun,
dimana gejala mulai tampak, tetapi menstruasi tidak terjadi. Darah menstruasi dari satu

19
siklus menstruasi pertama atau kedua yang terkumpul di vagina belum menyebabkan
peregangan vagina dan belum menimbulkan gejala.

2. Riwayat nyeri abdomen dengan eksaserbasi per bulan. (akut dan siklik) = terjadi
molimenia menstrualia (nyeri yang siklik tanpa haid), yang dialami setiap bulan.
3. Keluhan perut membesar = Bila keadaan ini dibiarkan berlanjut maka darah haid akan
mengakibatkan over distensi vagina dan kanalis servikalis, sehingga terjadi dilatasi dan
darah haid akan mengisi kavum uteri(Hematometra).
4. Nyeri punggung bawah = terjadi akibat over distensi vagina

5. Konstipasi = penekanan pada rectum yang menimbulkan gangguan defekasi.


6. Retensi urin = Gangguan buang air kecil terjadi karena penekanan dari vagina yang
distensi ke uretra dan menghambat pengosongan kandung kemih. (1,5,7)

PEMERIKSAAN FISIK

Dari pemeriksaan fisik, ditemukan pada inspeksi himen yang tertutup, tidak ada lubang
pada himen dan penonjolan pada himen yang berwarna kebiruan. Penonjolan bisa jelas terlihat
dengan maneuver Valsalva.

Pada inspeksi dan palpasi abdomen bisa ditemukan pembesaran dinding abdomen dengan
atau tanpa disertai nyeri tekan.

Dari gejala klinis, sulit membedakan himen imperforata dari septum vagina transversal dan
pemeriksaan lanjut dibutuhkan.

 Terapi

20
Terapi pada himen imperforata yang paling utama adalah membebaskan aliran keluar
cairan menstruasi dari orifisium vagina. Secara umum terdapat 2 terapi pada kasus ini;
medikamentosa dan tindakan bedah.

MEDIKAMENTOSA

Terapi medikamentosa pada kasus himen imperforata adalah bersifat simptomatik untuk
mengurangi gejala terutama nyeri. Pemberian NSAID (Non-steroidal Anti-inflammatory Drugs)
yang berfungsi sebagai analgesik dapat mengurangi nyeri abdomen pada penderita. Contoh
analgesik yang dapat diberikan pada penderita:

1. Aspirin 325-650mg P.O. / 4 jam

2. Paracetamol 500mg P.O /4-6 jam

3. Ibuprofen 200-400mg P.O / 4-6 jam

4. Ketorolac 10mg P.O / 4-6 jam

Penggunaan kontraseptif oral bermanfaat guna menekan proses menstruasi untuk


menghambat progesifitas penyakit dan akumulasi cairan menstruasi dalam vagina sehingga
memungkinkan pemeriksaan tambahan dilakukan pada pasien.

BEDAH

Tindakan bedah pada kasus himen imperforata bukan suatu tindakan darurat yang perlu
dilakukan sesegera mungkin. Evaluasi pre-operasi perlu dilakukan terlebih dahulu sebelum
melakukan tindakan bedah. Pada pasien yang didiagnosis pada usia pre-pubertas, tindakan bedah
hanya dilakukan apabila ditemukan gejala yang simptomatis dan sekiranya tidak ditemukan
gejala, sebaiknya tindakan bedah ini ditunda ke masa pubertasnya. Hal ini kerana pada masa
pubertas, stimulasi estrogen yang terjadi bisa mempercepat penyembuhan dari tindakan bedah
tersebut.

Prosedur bedah yang dilakukan pada kasus himen imperforata adalah himenotomi.
Himen merupakan simbol keperawanan pada hampir semua masyarakat dunia sehingga faktor
budaya dan stigma masyarakat tertentu harus dipertimbangkan karena hasil akhir dari tindakan
ini merubah bentuk himen. Informed consent dan penerangan yang jelas tentang prosedur ini
harus dilakukan terhadap pasien dan keluarga pasien. Penerangan pre-operatif ini juga perlu
meliputi penerangan tentang kemungkinan dilakukan laparaskopi sekiranya ditemukan
pelengketan pelvik dan endometriosis intra-abdominal terutama pada pasien dengan
hematokolpos dan hematometra.

Cara menangani hematokolpos adalah dengan membebaskan hambatan atau mengatasi


obstruksi. Tidak dinasihatkan untuk drainase menggunakan jarum tanpa menghilangkan
obstruksi selengkapnya karena ini akan meningkatkan risiko terjadinya infeksi dan pyokolpos.

21
22
DAFTAR PUSTAKA

1. Guyton,C Arthur dan Hall, jhon E. anatomi dan fisiologis ginjal “buku ajar fisiologi
kedokteran Edisi 11”. Jakarta: EGC, 1997. Halaman 324-326
2. Purnomo, Basuki B. 2003. Dasar – dasar Urologi. Edisi kedua. Malang : Sagung Seto.
125 – 126
3. www.medicastore.com à Horseshoe Kidney
4. http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/cdk_028_masalah_penyakit_ginjal_dan
saluranair_kemih_di_indonesia.pdf
5. http://www.urologyhealth.org/
6. www.emedicine.com à urology
7. McPherson E. 2007. Renal Anomalies in Families of Individuals With Congenital
Solitary Kidney. Vol. 9 _ No. 5
8. Ongeti KW., Ogeng’o J., dan Saidi H. 2011. A Horseshoe Kidney With Partial Duplex
Systems. eISSN 1308-4038. Department of Human Anatomy, University of Nairobi,
Nairobi: Kenya. http://www.ijav.org
9. Ingole I.V., Ghosh S.K. 2005. Laterally Rotated Kidney – A Rare Congenital Anomaly.
Mahatma Gandhi Institute of Medical Sciences, Sevagram, M.S. J. Anat. Soc. India 54
(1) 19-21

10. Jack, S, Elder. Disorder and anomalies of the scrotal contents. Dalam Kliegman,
Behrman, Jenson, Stanton, penyunting. Nelson Textbook of Pediatrics. Edisi ke-18.
Philadelphia: Saunders; 2007. h.545-6.
11. Huston, John M. Orchidopexy. Dalam: Puri P, Holwarth M, Editors. Pediatric Surgery.
New York: Springer; 2006.h.555-8.
12. MacKinnon, A.E. The undencended testis. Indian J Pediatr 2005;72: 341-3.
13. Wein, Kavoussi, Novick. The undencended testis. Dalam: Campbell Walls Urology. Edisi
ke-9. Philadelphia: Saunders; 2007.
14. Ritze´n EM. Undescended testes: a consensus on management. European J Endocrinol
2008;159:S87–90.
15. Docimo SG, Silver RI, Cromie W. The undescended testicle: diagnosis and management.
Am Fam Physic 2000;62:2037–48.

23

Anda mungkin juga menyukai