Anda di halaman 1dari 15

TUGAS SOSIOLOGI

Malam Midodareni & Tradisi Adat Jawa


Lainnya Dalam Pernikahan
D
I
S
U
S
U
N

O
L
E
H

Nama : Syla Aulia


Kelas : XII IPA 1
Sekolah : SMA N 2 Tanjungpinang
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih dan Penyayang, saya ucapkan puji
syukur atas kehadirat-Nya yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah pada saya, sehingga saya
dapat menyelesaikan tugas “Makalah Sosiologi (Malam midodareni dan tradisi adat jawa lainnya
dalam pernikahan)“ yang diberikan oleh guru Sosiologi.
Makalah ini telah saya susun dengan maksimal dan mendapat bantuan dari berbagai
pihak dan sumber sehingga dapat memperlancar pembuatan. Untuk itu saya ucapkan terima
kasih kepada pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.
Saya berharap makalah ini dapat membantu dalam hal tertentu yang berkaitan dengan
materi sehingga dapat di gunakan sebagaimana mestinya. Saya selaku penyusun mohon maaf
bila ada kesalahan dalam penyusunan, pengejaan kata-kata serta hal lainnya. Terima kasih

Penulis
DAFTAR ISI

1. Kata Pegantar
2. Daftar isi
3. BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan masalah
C. Tujuan
4. BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian do’a
5. BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Daftar Pustaka
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Di zaman yang semakin maju ini banyak masyarakat yang sudah meninggalkan tradisi
adatnya. Mereka beranggapan bahwa jika masih melakukan tradisi adat akan disebut kuno,
ketinggalan jaman, kurang up date dan lain-lain. Karena adanya embel-embel tersebut banyak
masyarakat jaman sekarang lebih suka memilih hal-hal yang baru dari pada masih melakukan
tradisi lama yang dianggap kuno.Terlebih, masalah ketimpangan sosial di masyarakat terus
berlangsung menggeruskebudayaan yang ada. Masyarakat sekarang lebih mementingkan
penampilan baru dalam berbagai hal. Sebagai salah satu contohnya adalah masyarakat Jawa.
Masyarakat Jawa sekarang sudah banyak yang menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa
keseharian, dan bukan menggunakan bahasa krama inggil sebagai bahasa keseharian. Dalam hal
berpakaian masyarakat Jawa juga sudah meninggalkan pakaian adatnya (kebaya). Mereka hanya
memakai kebaya jika pada hari atau moment-moment tertentu, seperti pada saat upacara
pernikahan, sunatan dan acara-acara lainnya. Tidak hanya berpakaian dalam melaksanakan
ritual-ritualnya pun sudah jarang dilakukan.
Sebagai contohnya yaitu ritual pada saat mantenan/pernikahan. Dalam masyarakat Jawa acara
mantenan mempunyai banyak ritual yang harus dilakukan. Dari malam sebelum pernikahan
(midosareni) sampai sesudah ijab qabul. Karena banyaknya ritual yang harus di lakukan,
masyarakat sudah banyak yang meninggalkanya.
B. Rumusan Masalah
a. Bagaimana ritual-ritual yang dilakukan saat Midodareni dan ritual adat lainnya?
b. Bagaimana cara agar tetap menjaga tradisi pernikahan adat Jawa tersebut?

C. Tujuan penulisan
a. Mengetahui apa saja yang dilakukan pada saat acara mantenan Jawa.
b. Mengetahui cara agar tetap menjaga tradisi saat mantenan Jawa.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Ketimpangan Sosial

a. Pengertian ketimpangan social


Ketimpangan sosial merupakan suatu keadaan dimana terjadi suatu
kesenjangan,ketimpangan, atau ketidaksamaan akses untuk mendapat atau memanfaatkan
sumber daya yang ada.
Sumber daya bisa berupa kebutuhan primer
(pendidikan,kesehatan,perumahan,peluang berusaha dan kerja) maupun kebutuhan
sekunder (sarana pengembangan usaha, sarana perjuangan hak asasi, sarana saluran
politik, dan pemenuhan pengembangan karier). Secara umum, ketimpangan sosial
diartikan sebagai adanya ketidakseimbangan atau jarak yang terjadi di tengah-tengah
masyarakat yang disebabkan oleh adanya perbedaan status sosial, ekonomi, maupun
budaya. Ketimpangan sosial sendiri disebabkan oleh beberapa faktor-faktor penghambat,
sehingga telah mencegah dan menghalangi seseorang untuk memanfaatkan akses atau
kesempatan-kesempatan yang ada.
Berikut ini merupakan beberapa pengertian ketimpangan sosial menurut beberapa
ahli :
1. Andrinof A. Chaniago : ketimpangan adalah buah dari pembangunan yang hanya
berfokus pada aspek ekonomi dan melupakan aspek sosial.
2. Budi Winarno : ketimpangan merupakan akibat dari kegagalan pembangunan di era
globalisasi untuk memenuhi kebutuhan fisik dan psikis warga masyarakat.
3. Jonathan Haughton & Shahidur R. Khandker : ketimpangan sosial adalah bentuk-
bentuk ketidakadilan yang terjadi dalam proses pembangunan.
4. Roichatul Aswidah : ketimpangan sosial sering dipandang sebagai dampak residual
dari proses pertumbuhan ekonomi.

b. Bentuk-Bentuk Ketimpangan Sosial


Andrinod Chaniago mengemukakan bahwa ada enam ketimpangan sosial yang terjadi,
diantaranya:
1. Ketimpangan desa dan kota
2. Kesenjangan pembangunan diri masyarakat Indonesia
3. Ketimpangan antargolongan sosial ekonomi
4. Ketimpangan penyebaran aset di kalangan swasta
5. Ketimpangan antarsektor ekonomi dengan ciri sebagian sektor
6. Ketimpangan antarwilayah dan subwilayah dengan konsentrasi ekonomi yang
terpusat pada wilayah perkotaan.
c. Faktor Penyebab Ketimpangan Sosial
Terdapat dua faktor yang memengaruhi terjadinya ketimpangan sosial, yaitu :
1. Faktor Struktural
Faktor struktural sangat berkaitan erat dengan tata kelola yang merupakan kebijakan
pemerintah dalam menangani masyarakat, baik yang bersifat legal formal maupun
kebijakan-kebijakan dalam pelaksanaannya.
2. Faktor Kultural
Dalam hal ini berkaitan dengan sifat atau karakter masyarakat dalam melaksanakan
kehidupannya, apakah ia malas atau rajin, ulet atau mudah menyerah, jujur atau
menghalalkan berbagai cara, menerima apa adanya atau suka berkompetisi, dan
sebagainya. Kultur dalam hal ini berkaitan dengan nilai-nilai hidup yang dianut oleh
suatu masyarakat.

d. Akibat Ketimpangan Sosial


1. Kriminalitas
Secara sosiologis, kriminalitas atau kejahatan merupakan suatu bentuk tingkah
laku yang merugikan individu lain dan masyarakat. Menurut Soerjono Soekanto,
tindakan kriminal ini disebabkan oleh adanya suatu kondisi-kondisi dan proses-proses
sosial yang menghasilkan perilaku-perilaku lainnya, seperti proses imitasi,
persaingan, pertentangan kebudayaan, dan sebagainya.
2. Melemahnya Jiwa Wirausaha
3. Monopoli
4. Kemiskinan
Kemiskinan merupakan suatu kondisi dimana individu tidak sanggup memelihara
dirinya sendiri sesuai dengan taraf kehidupan kelompok dan tidak mampu
memanfaatkan tenaga, baik mental maupun fisiknya dalam kelompok tersebut.
Menurut Nasikun, kemiskinan sendiri disebabkan oleh ketimpangan desa dan kota
yang merupakan suatu implikasi strategi pembangunan bias kota. Perwujudannya
bukan hanya dalam bentuk jumlah investasi pembangunan yang lebih banyak
dicurahkan untuk pembangunan pada sektor perkotaan, tetapi karena seluruh
instrumen dan mekanisme kerjanya bias sehingga lebih menguntungkan kepentingan
masyarakat kota.
5. Kemerosotan Moral
Kemerosotan moral muncul sebagai akibat adanya suatu ketimpangan sosial yang
tidak hanya dirasakan oleh kelompok yang kurang mampu saja, tetapi juga kelompok
masyarakat yang terpenuhi segala kebutuhannya ikut mengalami kemerosotan moral.
Hal ini terjadi karena tumbuh dan berkembangnya sikap individualistis dan
materialistis.
6. Pencemaran Lingkungan Alam

e. Upaya Mengatasi Ketimpangan Sosial


Perlu adanya upaya-upaya yang harus dilakukan untuk meminimalisir terjadinya
permasalahan akibat adanya ketimpangan sosial. Upaya ini dilakukan oleh beberapa
pihak, baik masyarakat maupun pemerintah. Langkah pertama yang harus dilakukan yaitu
mengidentifikasi apa yang menyebabkan timbulnya ketimpangan sosial yang didalamnya
meliputi :
1. Menentukan masalah yang akan dicari solusinya
2. Mengidentifikasi faktor-faktor penyebab timbulnya masalah
3. Mencari beberapa alternatif solusi
4. Memilah masalah mana yang harus diselesaikan terlebih dahulu

Berikut ini merupakan upaya-upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi ketimpangan
sosial.

1. Kebijakan Pemerintah
Kebijakan pemerintah untuk mengatasi ketimpangan sosial telah tertuang dalam
UUD 1945 Pasal 33 Ayat 1 dan 2, UUD 1945 Pasal 34 Ayat 1 dan 2, UU No.39
Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, serta UU No. 11 Tahun 2009 tentang
Kesejahteraan Sosial.
2. Bank Dunia
Upaya untuk mengatasi ketimpangan sosial yang terjadi dalam masyarakat antara
lain menciptakan lapangan kerja, merancang program jaminan sosial yang dapat
menurunkan tingkat ketimpangan, memungut pajak dengan benar dan memastikan
belanja pemerintah lebih berpihak pada masyarakat miskin, meluncurkan program
pemberdayaan masyarakat untuk masyarakat yang terpinggirkan, dan sebagainya.
3. Buku Pegangan Perencanaan Pembangunan Daerah (BPPPD)
Melakukan pemerataan yang adil dengan memberikan kesempatan yang sama
seluruh masyarakat dalam berperan serta dalam pembangunan dan menikmati hasil
pembangunan, meningkatkan akses dan kualitas pendidikan dan kesehatan, dan
sebagainya.

B. Ketimpangan Budaya lokal dan Budaya Global


Munculnya ketimpangan budaya terutama dipengaruhi oleh globalisasi. Banyak budaya
dari luar negeri diperkenalkan kepada masyarakat Indonesia sebagai budaya kreatif dunia
yang popular. Secara tidak langsung budaya-budaya tersebut menginginkan agar masyarakat
mengonsumsi, mengikuti budaya tersebut.
Budaya popular merupakan gaya, ide, perspektif dan sikap yang berbeda dengan budaya
mayoritas masyarakat. Sebagai pengaruh globalisasi budaya menjadi popular karena
keberadaan media masa yang mem blow-up sebuah budaya yang dianggap sedang popular.
Sebuah budaya dapat dikatakan sebagai pop culture apabila terdapat beberapa inndikator
sebagia berikut :
1. Tren, sebuah budaya yang menjadi trend dan diikuti atau disukai banyak orang
berpotensi menjadi budaya populer
2. Kesamaan bentuk, sebuah ciptaan yang menjadi tren akhirnya diikuti oleh banyak
peniru untuk mnegkuti jejak kesuksesan, misalnya lagu pop
3. Adaptabilitas, mudah dinikmati dan diadopsi oleh mayarakat
4. Durabilitas, memiliki ketahanan waktu yang lama dalam mempertahankan diri jika
tidak ada pesaing yan kuat
5. Profitabilitas, dari sisi ekonomi, berpotensi menghasilkan keuntungan besar bagi
industri yang mendukungnya
Secara tidak langsung sebenarnya budaya lokal dapat menjadi filter perkembangan
budaya dalam masyarakat. Setiap budaya mengandung nilai dan norma yang disepakati
masyarakat. Budaya luar yang tidak sejalan dengan nilai budaya seetempat dapat segera
ditepis jika masyarakat memiliki kemampuan menyeleksi setiap budaya yang masuk

C. Ketimpangan Sosial pada adat Budaya jawa dalam pernikahan

Seiring perkembangan zaman, globalisasi membawa budaya baru dalam kehidupan


masyarakat. Indonesia yang kaya akan budaya nya lama kelamaan mulai meninggalkan
budaya dan adat nya yang dibawa sejak dulu. Masyarakat beranggapan bahwa budaya atau
adat adat tersebut sudah tidak sesuai dengan perkembangan zaman sekarang yang sudah
maju. Secara tidak sengaja budaya mereka sendiri mulai ditinggalkan dan beralih kepada
budaya global.
Pada dasarnya setiap daerah maupun suku di Indonesia memiliki banyak sekali
keberagaman budaya dalam hal apapun contohnya pernikahan, kelahiran, kematian, dan
lainnya. Sebagian Masyarakat Indonesia sudah meninggalkan adat budaya nya dalam hal
perrnikahan. Terlalu banyak ritual, ribet dan tidak mudah adalah beberapa factor mengapa
masyarakat mulai meninggalkan budaya nya sendiri. Padahal keberagaman budaya inilah
yang menjadi cirri khas bangsa Indonesia

D. Adat Budaya jawa dalam pernikahan

1. Pernikahan dalam Pandangan Masyarakat Jawa


Masyarakat Jawa sangat menghargai siklus hidup manusia. Oleh karena itu setiap
pergantian siklus akan ada upacara atau ritual pengantar pergantian siklus. Masyarakat
jawa menganggap pernikahan merupakan suatu siklus yang akan dialami oleh semua
manusia. Pernikahan akan mengantarkan seorang pemuda pemudi untuk menapaki dunia
baru, dua dimensi dunia yang sama pentingnya, yang mesti diperjuangkan untuk sebuah
ide dan harmoni. Dua dunia itu adalah dunia spiritual, gaib dan dunia nyata. Dunia yang
mengharuskan pasangan muda mudi untuk mandiri, tidak bergantung kepada orang tua
dan bertanggung jawab penuh atas keluarga barunya. Berdasarkan konsep pandangan
itulah maka perkawinan menurut adat jawa bukan hanya persoalan formal semata. Lebih
dari itu, perkawinan merupakan upaya untuk menghadirkan dan mensinergikan dua
konsep dunia itu secara bersama; sebuah perjalanan spiritual dan kultural yang
aplikasinya bermuara pada masyarakat.
Perkawinan berfungsi menjadi semacam upacara pengukuhan, inisiasi, perubahan
dimensi jeneng (status) ke jeneng yang lain. Dalam hal ini orang Jawa memberikan nama
baru, satu nama yang digunakan untuk kedua insan yang telah menikah sebagai
perlambang bahwa jagat manusia ketika sebelum menikah masih sendiri-sendiri, belum
bulat dan setelah menikah menjadi bulat dengan satu nama, yang untuk itu semua perlu
didukung upacara. Masyarakat Jawa memandang perkawinan yang terjadi antara laki-laki
dan perempuan hakekatnya hanyalah gambaran pertemuan Mar dan Marti yang sudah
berjodoh sejak sebelum lahir. “Pertemuan” (baca : perkawinan) memiliki relevansi
dengan arti perkawinan secara faktual bahwa perkawinan dalam jagat tradisi Jawa tidak
dimulai dengan nikah, melainkan diinisiasikan dengan upacara, Sebuah upacara peralihan
status, dari satu jeneng (status) ke jeneng lain yang lebih tinggi (Djojodigoeno : 1957),
dari status remaja ke status dewasa berumah tangga.

2. Prosesi dan Makna Pernikahan Adat Jawa

Tahap 1 (Prosesi Pembicaraan)

Tahapan ini intinya mencakup tahap pembicaraan pertama hingga acara melamar.
a. Congkog
Seorang perwakilan diutus untuk menanyakan dan mencari informasi tentang kondisi
dan situasi calon besan yang putrinya akan dilamar. Tugas wali yang utama yaitu
menanyakan status calon mempelai wanita, apakah masih sendiri atau telah ada pihak
yang mengikat.
b. Salar
Jawaban pada acara Congkog akan ditanyakan pada acara Salar yang diselenggarakan
oleh seorang wali, baik oleh wali yang pertama atau orang lain.
c. Nontoni
Setelah lampu hijau diberikan oleh calon besan kepada calon mempelai pria, maka
orang tua, keluarga besar beserta calon mempelai pria berkunjung ke rumah calon
mempelai wanita untuk saling “dipertontonkan”. Dalam acara ini orang tua bisa
melihat kepribadian, fisik, raut muka, gerak-gerik dan hal lainnya dari si calon
menantunya.
d. Nglamar
Utusan dari orang tua calon mempelai pria datang melamar pada hari yang sudah
disepakati. Biasanya sekaligus menentukan waktu hari pernikahan dan kapan
dilaksanakan rangkaian upacara pernikahan.

Tahap 2 (Prosesi Kesaksian)

Setelah melalui prosesi pembicaraan, selanjutnya dilaksanakanlah peneguhan


pembicaraan yang disaksikan pihak ketiga, seperti kerabat, tetangga atau sesepuh.

a. Srah-srahan
Penyerahan seperangkat perlengkapan sarana untuk melancarkan penyelenggaraan
acara sampai acara selesai dengan barang-barang yang masing-masing mempunyai
arti dan makna mendalam diluar dari materinya sendiri, yakni berupa cincin,
seperangkat pakaian wanita, perhiasan, makanan tradisional, daun sirih , buah-buahan
dan uang.
b. Peningsetan
Lambang kuatnya ikatan pembicaraan untuk mewujudkan dua kesatuan ditandai
dengan tukar cincin oleh kedua calon pengantin.
c. Asok Tukon
Penyerahan dana berupa sejumlah uang untuk membantu meringankan keluarga
mempelai wanita.
d. Paseksen
Proses permohonan doa restu dan yang menjadi saksi dalam acara ini adalah mereka
yang hadir. Selain itu, juga ada beberapa pihak yang ditunjuk menjadi saksi secara
khusus yang mendapat ucapan terima kasih yang dinamakan Tembaga Miring (berupa
uang dari pihak calon besan).
e. Gethok Dina
Penentuan hari ijab kabul atau akad nikah dan resepsi pernikahan. Biasanya
melibatkan seseorang yang ahli dalam memperhitungkan hari, tanggal dan bulan yang
baik atau kesepakatan dari kedua keluarga pengantin saja.

Tahap 3 (Prosesi Siaga)

Pembentukan panitia dan pelaksana kegiatan yang melibatkan para sesepuh atau sanak
saudara.

a. Sedhahan
Mencakup pembuatan sampai pembagian surat undangan pernikahan.
b. Kumbakarnan
Pertemuan untuk membentuk panitia pesta pernikahan dengan mengundang sanak
saudara, keluarga, tetangga dan kenalan. Termasuk membicarakan rincian program
kerja untuk panitia dan para pelaksananya.
c. Jenggolan atau Jonggolan
Calon pengantin melapor ke KUA. Tata cara ini sering disebut tandhakanatau
tandhan, yang mempunyai arti memberitahu dan melaporkan kepada pihak kantor
pencatatan sipil bahwa akan ada hajatan pernikahan yang dilanjutkan dengan
pembekalan pernikahan.

Tahap 4 (Prosesi Upacara)

a. Pasang tratag dan tarub


Pemasangan tratag (dekorasi tenda) dan tarub (hiasan dari janur atau daun kelapa
yang muda) yang dipajang sebagai hiasan pintu masuk ini menandai bahwa sang
keluarga sedang mengadakan acara hajatan mantu. Adapun janur kuning melengkung
sebagai pengharapan berkah dan kemakmuran bagi kedua mempelai layaknya
meminta cahaya kepada Yang Maha Kuasa.
b. Kembar mayang
Kali ini, ornamen yang dibentuk dari rangkaian akar, batang, daun, bunga, dan buah
ini dipercayai dapat memberikan kebijaksanaan dan motivasi bagi kedua pengantin
untuk menjalani kehidupan barunya dalam berumah tangga. Biasanya, daun-daun
beraneka ragam akan ditekuk ke sebuah batang pisang sehingga menyerupai bentuk
gunung, keris, cambuk, payung, belalang, dan burung.

c. Siraman
Sebelum menjalani prosesi adat Jawa lainnya, calon pengantin harus menjalani
ritual siraman. Siraman dimaknai sebagai penyucian diri atau membersihkan diri
sebelum upacara sakral.Ritual siraman ini akan dilakukan oleh kedua orang tua
dilanjutkan dengan kerabat dekat seperti kakek-nenek, pakde-bude, dan orang yang
dituakan. Biasanya ada 7 orang yang akan menyiramkan air kepada calon pengantin.
Orang-orang ini diwajibkan sudah menikah hal ini bertujuan meminta berkah dan doa
pada pernikahan.

d. Pemecahan kendi
Sesudah acara siraman diselesaikan Ibu pengantin menjatuhkan dan memecahkan
kendhi. Pemecahan ini adalah simbol pengantin sudah dewasa dansiapuntuk
meninggalkan keluarga untuk mulai keluarga sendiri, orangtuanyatidak mempunyai
tanggung-jawab Iagi.

e. Adol Dawet
Setelah acara siraman berakhir, kedua orang tua mempelai berjualan dawet atau
disebut dengan dodol dawet. Ibu dari calon pengantin akan berjualan sambil
dipayungi sang suami. Dodol dawet ini mempunyai arti kebulatan kehendak orang
tua untuk menjodohkan atau melepaskan anaknya. Tamu yang ingin membeli dawet
atau cendol ini harus membayar dengan uang kreweng yang terbuat dari tanah liat.
Kreweng ini menunjukan kehidupan manusia yang berasal dari tanah. Selama prosesi
berlangsung ibu akan melayani pembeli dan ayah akan menerima pembayarannya. Ini
memiliki arti mengajarkan calon pengantin untuk mencari nafkah dan saling
membantu.

f. Malam Midodareni
Salah satu acara yang paling dinanti pada acara pranikah adat Jawa adalah ritual
midodareni. Prosesi ini dilakukan oleh calon mempelai wanita. Ia diharuskan berdiam diri di
dalam kamar sejak pukul 18.00-24.00 biasanya sang mempelai dirias dengan riasan
sederhana.
Calon pengantin wanita ini akan ditemani ibu dan kerabat dekat yang semuanya wanita.
Pada malam hari ada prosesi tantingan yang dilakukan oleh ayah calon pengantin wanita.
Ayah akan menanyakan bagaimana kesiapan dan kamantapan hati sang putri untuk
berumah tangga.
Pada prosesi midodareni ini calon pengantin pria akan datang ke rumah sang calon
pengantin wanita. Tapi kedua calon pengantin ini tidak boleh bertemu sama sekali. Calon
pengantin pria yang datang ke rumah ini mempunyai makna kesiapan pernikahan.
Tahap 5 (PROSESI PUNCAK)

Hari berikutnya adalah acara inti yang merupakan puncak dari seluruh rangkaian
yang telah dijalankan. Di sini akan terselenggara upacara pernikahan serta resepsi
pernikahan dan tentunya, terdapat ritual-ritual juga yang bertujuan untuk kebahagiaan
hidup baru kedua mempelai dalam menjalani rumah tangganya.

1. Upacara pernikahan.
Momen ini adalah ketika kedua pengantin bersumpah di hadapan penghulu, orang
tua, wali, dan tamu undangan untuk meresmikan pernikahan mereka secara
keagamaan. Pada upacara ini, kedua pengantin akan mengenakan pakaian tradisional
adat Jawa berwarna putih sebagai lambang kesucian.

2. Upacara panggih
Tahapan prosesi-prosesi berikut ini termasuk dalam upacara panggih yang berarti
temu dalam bahasa Jawa, karena kedua pengantin yang telah resmi menikah akhirnya
bertemu sebagai sepasang suami dan istri. Adapun rangkaian upacara ini berisi
berbagai acara-acara yang akan memantapkan kedua mempelai dalam membina
rumah tangganya.
a. Balangan gantal
Gantal atau sirih yang diikat oleh benang putih akan saling dilempar oleh kedua
pasangan. Pengantin pria melemparkan gantal ke dada pengantin wanita sebagai
tanda bahwa ia telah mengambil hati sang kekasih, dan pengantin wanita akan
menujukan gantal ke lutut sang pria sebagai tanda bakti kepada suami.
b. Ngidak tagan/nincak endog
Ritual menginjak sebutir telur ayam mentah oleh mempelai pria dilaksanakan
sebagai harapan bahwa ia akan mendapatkan keturunan karena keduanya telah
bersatu. Kemudian, sang istri akan membasuh kaki suaminya sebagai tanda kasih
sayangnya.
c. Sindur
Setelah prosesi injak telur selesai, pengantin akan melanjutkan dengan prosesi sindur.
Kain sindur akan dibentakan kepada pengantin oleh ibu dan bersama-sama dituntun
sang ayah berjalan menuju pekaminan. Hal ini adalah pengharapan agar pengantin baru
ini siap menghadapi segala kesukaran dalam hidup.
d. Bobot timbang
Setelah kedua pengantin duduk di kursi pelaminan, akan dilangsungkan ritual
menimbang anak sendiri dan anak menantu oleh ayah pengantin wanita dengan cara
memangku kedua mempelai. Kemudian, ibu pengantin akan naik ke atas panggung
untuk menanyakan kepada sang ayah, siapa yang lebih berat di antara mereka.
Kemudian, ayah akan menjawabnya jika keduanya sama beratnya. Dengan percakapan
ini, diharapkan bahwa kedua anak mengetahui bahwa tidak ada perbedaan kasih sayang
bagi mereka.
e. Minum rujak degan
Secara harafiah, rujak degan adalah minuman yang terbuat dari serutan kelapa
muda. Tradisi minum air kelapa ini dilakukan secara bergilir dalam satu gelas
untuk satu keluarga. Dimulai dari sang bapak untuk diteruskan kepada sang ibu
sehingga diberikan kepada kedua pasang pengantin. Air kelapa ini dilambangkan
sebagai air suci yang dapat membersihkan rohani seluruh anggota keluarga.
f. Kacar kucur
Ritual ini dilakukan oleh pengantin pria yang mengucurkan uang logam beserta
kebutuhan pokok seperti beras dan biji-bijian kepada sang istri sebagai simbol
bahwa Ia akan bertanggung jawab dalam memberikan nafkah kepada keluarga.
g. Dulangan/suap-suapan
Adapun ritual saling menyuapi sebanyak tiga kali sebagai simbol bahwa kedua
pasangan akan selalu menolong satu sama lain dan juga saling memadu
kasih hingga tua.
h. Bubak kawah
Prosesi terkahir ini biasanya akan berlangsung sangat meriah dan paling ditunggu.
Bubak kawah ini biasanya dilakukan saat mantu pertama. Ungkapan rasa syukur
kedua orang tua karena anaknya pertama kali menikah.Keluarga menyiapakan
peraatan dapur yang dipasang pada pikulan yang kemudian diarak keliling tamu
oleh ayah. Para tamu biasanya ramai-ramai berbeut peralatan dapur ini karena
mitosnya siapa yang mendapatkan alat dapur ini bisa enteng jodoh.
i. Sungkeman
Seluruh prosesi upacara dalam adat Jawa akan diakhiri dengan acara sungkeman,
yaitu berlutut di depan kedua orang tua masing-masing mempelai sebagai bentuk
penghormatan karena telah membesarkan mereka hingga akhirnya dapat
menjalani kehidupan baru bersama pasangan.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Ketimpangan sosial merupakan suatu keadaan dimana terjadi suatu
kesenjangan,ketimpangan, atau ketidaksamaan akses untuk mendapat atau memanfaatkan
sumber daya yang ada.
Ketimpangan social terjadi karena banyak penyebabnya salah satunya ialah factor
cultural. Ketimpangan social juga banyak bentuk dan macamnya. Di Indonesia sendiri
ketimpangan social banyak terjadi di masyarakatnya yang mulai meninggalkan budaya
daerah.
Salah satu contoh ialah proses mantenan saat pernikahan adat jawa yang banyak
melakukan prosesi dan ritual. Hanya tinggal beberapa ritual saja yang masih dilakukan
hingga saat ini, selebihnya mulai ditinggalkan

B. Daftar pustaka
1. https://www.bridestory.com/id/blog/panduan-rangkaian-prosesi-pernikahan-
adat-jawa-beserta-makna-di-balik-setiap-ritualnya
2. https://www.idntimes.com/life/relationship/aulia-ratna-safira/dinilai-ribet-
tapi-11-prosesi-pernikahan-adat-jawa-ini-punya-makna-dalam-lho
3. http://blog.unnes.ac.id/najib23/materi-sosiologi-sma-kelas-xii-ketimpangan-
sosial-sebagai-dampak-perubahan-sosial-di-tengah-globalisasi/
4. https://www.weddingku.com/blog/ritual-pernikahan-adat-jawa

Anda mungkin juga menyukai