Anda di halaman 1dari 2

Hikayat Penciptaan Bintang

Dulu ketika peri peri hidup di bumi dan jumlah manusia masih sedikit, pada batang
pohon oak berdaun rindang dalam belantara, tinggallah peri yang selalu durja. Tiap
hari kerjanya hanya menangis. Matanya sembab dan raut wajahnya murung. Kalau
malam tiba, tangisannya terdengar ke seluruh penjuru hutan hingga pohon pohon dan
binatang binatang terjaga dari tidur mereka. Kalau siang datang, lamunannya panjang
seolah sedang memikirkan perkara yang maha berat

Karena tangis sang peri tak kunjung reda dan membuat seluruh penghuni hutan
terusik, datanglah angin padanya. Angin bertanya kenapa ia begitu bersedih? Peri
bangkit dari sandaran, dikibas -kibaskan sayap kecilnya kemudian duduk dengan cara
mendekap lutut di atas punggung angin. “Kawan kawanku telah pergi. Mereka telah
pindah ke utara untuk mencari rumah baru dengan meninggalkanku”
“Kenapa kawan kawanmu meninggalkanmu ?” tanya angin. Sang peri diam. “Kenapa?”,
desak angin. “Karena aku buruk rupa” jawabn ya sambil memalingkan wajah. Kemudian
tampaklah benjolan besar di pipi sebelah kanannya hingga karena benjolan itu
mukanya terlihat bopeng. Sedang di seluruh permukaan wajahnya terdapat pula
banyak bintik merah, yang kalau satu saja bintik itu pecah maka t erciumlah bau tak
sedap ke seluruh tempat di mana ia berada. Dengan wajah seperti itu, peri peri lain
selalu mengejeknya.

Sang peri mengajak angin menuruni pohon, kemudian mereka terbang menuju telaga.
Sesampainnya di sana tampaklah bulan yang bayangan waj ahnya terpantul di atas
permukaan air. “Kau tahu,” lirihnya. “keinginanku sekarang, aku ingin cantik dan
bersinar seperti dia, dengan begitu niscaya sirnalah kedukaanku”. Angin
menggelengkan kepala, “Tak mungkin” katanya dalam hati. Bulan begitu agung, ia
perhiasan malam sebagaimana matahari menjadi perhiasan siang. Setiap mahluk tentu
boleh bermimpi untuk memiliki kecantikannya namun mustahil bisa mendapatkannya.
Mimpi memiliki kecantikan bulan hanya akan berakhir pada kesia -saiaan.

Sang peri menatap angin lalu berkata, “Akan kuminta bulan agar membagi
kecantikannya denganku, kan kujumpai ia sekarang”. Terbanglah ia menuju langit,
namun begitu sampai di antara gumpalan awan, ia terpental ke bumi, sayapnya terlalu
kecil dan napasnya lebih dulu habis sebelum sampai ke atas sana. Berkali kali ia
mencoba namun lagi lagi terpental. Sang peri menghampiri angin, ia meminta agar
angin mengantarnya. Angin menggelengkan kepala kembali. katanya Perjalanan dari
bumi kebulan sangat jauh, tak satu mahlukpun dapat sampai k esana termasuk dirinya.

Wajah sang peri bertambah muram. Kesedihan makin membayangi. Ditatapnya lagi
bayangan bulan di atas telaga, lama dan dalam. Ketika ia terpesona oleh kecantikan
tersebut, kepalanya menjadi berat, pandangannya memburam dan akhirnya ka rena
merasakan kelelahan yang sangat, iapun ambruk tak sadarkan diri.

Saat siuman, pandangan sang peri masih kabur sedang pusing membebat kepalanya.
Namun dalam pandangan yang belum jernih tersebut, ia melihat bayangan terang
keemasan di hadapannya. Makin lama bayangan itu makin jernih. Alangkah
terkejutnya ia begitu mengetahui kalau ternyata bulan telah turun ke bumi tuk
menemuinya. Ketika peri hendak mengatakan sesuatu, bulan lebih dulu memotong
dengan berkata “Aku sudah tahu apa yang kau inginkan”.
Bulan menjulurkan tangan dan mendekap sang peri di dadanya. Tanya bulan, apakah
cantik adalah syarat utama untuk dapat mencinta dan dicinta? Benarkah menjadi
cantik itu menyenangkan? Sang peri mengerutkan dahi. Bulan kembali berkata dengan
meyampaikan sebuah rahasia, kalau kecantikan yang diinginkan sang peri nyatanya
sekadar kefanaan karena suatu ketika ia kan pudar. Itulah kecantian jasmani, yang
karenanya telah membuat para lelaki tertipu hingga rela saling menghunus pedang,
membunuh dan menghancurkan. Ia yang cantik jasmani saja umpama dadu yang
terbuat dari kobaran api, yang membuat para lelaki saling berebut mendapatkannya
walau amat panas ia digenggaman. Sejarah kecantikan jasmani adalah sejarah
pertumpahan darah, kedengkian, kesombongan dan tipuan.

“Apakah aku tidak boleh menjadi cantik” tanya sang peri. Bulan tersenyum, bukan
begitu jawabnya. Lebih dari cantik ia juga harus berguna. Ia harus bisa memberi
manfaat bagi manusia, binatang binatang, tumbuhan dan pohon pohon. Karena ketika
wanita cantik menuntut agar dirinya dicintai, wanita berguna justru berbagi dan
memberi, itulah hakekat kecantikan sesunggguhnya kata bulan. peri menatap wajah
bulan yang anggun. Ia bertanya apa yang harus ia lakukan agar menjadi cantik
sekaligus berguna? Bulan menjawabnya han ya dengan senyuman.

Kemudian ia membawa peri terbang ke langit. Begitu sampai di pusat tata surya, ia
meletakan sang peri di tangannya. Bulan meminta peri menutup mata. Dengan sebuah
tiupan ajaib yang mengeluarkan sinar perak dari mulutnya, tubuh sang peri menjadi
hangat karena diselimuti sinar itu. Tak lama sekujur tubuhnya pun bergetar,
berguncang guncang, meregang. Lalu dalam hitungan detik wujudnya telah berubah
menjadi bintang yang bersinar sangat terang. Ialah bintang pertama yang lahir dalam
sejarah tata surya.

Sang peri bahagia, ia menari nari, menyanyi, tertawa karena dirinya menjadi cantik. Ia
berterimakasih atas perubahan dirinya. Bulan kembali berkata, sekarang aku akan
menunjukan cara agar engkau menjadi lebih berguna bagi mahluk lain. Mulai saa t ini
bimbinglah mahluk mahluk yang tersesat di bumi dengan cahayamu. Pandu mereka
yang tersesat dan tak dapat menemukan rumahnya, tunjukan sampan sampan nelayan
yang kehilangan arah pelayarannya, beritahu para pengembara yang sedang
kebingungan menentukan jalur pengembaraannya. Jadilah penunjuk jalan bagi
siapapun yang membutuhkan.

Mulai saat itu sang peri tinggal di langit. Ia mengembara mencari mahluk mahluk yang
tersesat dalam perjalanan kemudian dengan cahayanya menunjukan mereka arah yang
benar hingga sampai ke tujuan. Suatu hari dilihatnya rombongan peri yang kelelahan
di padang pasir gersang. Ketika sadar mereka adalah teman temannya yang tersesat,
mengedip ngediplah ia dan menunjuk arah tenggara. Peri peri kaget, karena di langit
terdapat setitik cahaya terang yang sangat cantik. Atas petunjuk cahaya itu mereka
terbang kembali. Tak lama di hadapan mereka terhampar taman bunga yang luas. Peri
peri bersorak setelah berhasil menemukan rumah baru. Tak satupun dari mereka tahu,
kalau bintang cantik penunj uk jalan itu adalah salah satu dari mereka yang telah
mereka kucilkan dulu. Mereka hanya bisa terkesima, kagum dan berharap dapat
memiliki kecantikan seperti sang bintang. Tak ada yang tahu rahasia ini kecuali angin.
Dimana ia selalu menyaksikan bayangan s ang bintang yang kini berdampingan bersama
bulan di atas permukaan telaga dengan segenap rasa kagum yang melingkupi dadanya.

Anda mungkin juga menyukai