KELAS MPKT A - 05
Andreas, 1806202992
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS INDONESIA
DEPOK
2019
2
ABSTRAK
Manusia merupakan makhluk sosial dan saling membutuhkan satu sama lain dalam kehidupannya. Manusia juga
memiliki akal budi yang membuatnya mampu bersosialisasi dan hasil dari sosialisasi ini adalah kebudayaan suatu
masyarakat. Perilaku berbudaya ini harus ditanam sejak kecil sehingga seseorang dapat menghargai perbedaan
serta kebudayaan orang lain. Memahami masyarakat dan kebudayaan dapat membangun karakter saling bekerja
sama dan berkompetisi, karena kemajuan dan kemunduran suatu masyarakat sangat tergantung kepada individu-
individu anggota masyarakat. Selain itu, hal tersebut menumbuhkan sikap saling menghargai dan menghormati
perbedaan antarindividu dan antarmasyarakat. Individu yang sehat dapat membentuk masyarakat yang sehat dan
mampu mengembangkan kebudayaan masyarakatnya sehingga tercapai kemajuan masyarakat yang diinginkan
bersama.
KATA PENGANTAR
Pertama-tama kami mengucap syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas
rahmat-Nya kami diberikan kesehatan dan waktu untuk dapat menyelesaikan makalah MPKT-
A ini. Dan juga terima kasih kepada Bapak Nelson yang telah membimbing kami dalam
pembelajaran MPKT-A. Serta rekan sekelompok yang bekerja sama demi kelancaran
pembuatan makalah ini.
Makalah MPKT-A ini dibuat sebagai wujud penyelesaian tugas kelompok yang telah
diberikan dari Bapak Nelson, selaku dosen kelas MPKT-A 05. Makalah MPKT-A dengan
mengambil tema dari Bagian 2 tentang JATI DIRIKU SEBAGAI INDIVIDU DAN BAGIAN
DARI MASYARAKAT ini disusun oleh kelompok kami dan isinya merupakan ringkasan dari
masing-masing bab serta sub-bab sehingga makalah kami berisi intisari dari pelajaran MPKT-
A Bagian 2 tersebut.
Kami harap dengan adanya makalah ini dapat membantu pembelajaran mahasiswa dan
masyarakat sehingga lebih mudah untuk memahami pembelajaran JATI DIRI SEBAGAI
INDIVIDU DAN BAGIAN DARI MASYARAKAT. Makalah kelompok kami masih jauh
daripada sempurna, maka dari itu, kritik dan saran sangatlah membantu dalam perbaikan
makalah kelompok kami.
Penulis
4
DAFTAR ISI
ABSTRAK................................................................................................................................ 2
KATA PENGANTAR............................................................................................................. 3
DAFTAR ISI............................................................................................................................ 4
BAB I PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG.............................................................................................................. 5
TUJUAN PENULISAN............................................................................................................ 5
METODE PENULISAN........................................................................................................... 6
SISTEMATIKA PENULISAN................................................................................................. 6
BAB II ISI
KESIMPULAN......................................................................................................................... 31
5
BAB I
PENDAHULUAN
Manusia adalah makhluk sosial yang selalu membutuhkan orang lain dalam menjalanin
kehidupan sehari-hari. Sehingga, kemampuan berinteraksi dengan lingkungan sangat
dibutuhkan dan harus selalu ditingkatkan.
Kemampuan manusia dalam berinteraksi dapat diamati sejak manusia itu sendiri
terlahir di dunia, seperti bayi yang baru saja lahir dia akan menangis, selanjutnya dia akan
berbicara, dan berjalan untuk pertama kalinya dan pencapaian-pencapaian yang lainnya dalam
berinteraksi dengan lingkungannya. Dalam berinteraksi setiap manusia memiliki kemampuan
atau kecerdasan yang berbeda-beda yang telah dibawanya sejak lahir dan kemudian secara
bertahap kemampuan atau bakat tersebut semakin berkembang seiring dengan banyaknya
pengalaman yang dialami.
Dalam proses perkembangannya tersebut seorang manusia tidak bisa melakukannya
dengan sendiri, contohnya adalah seorang anak yang membutuhkan "orang tua" untuk
mendapatkan bimbingan terhadap tumbuh kembangnya, yang nantinya digunakan untuk
mempersiapkan dirinya menghadapi interaksi dengan lingkungan.
1. Mengetahui bagaimana cara kerja otak manusia dan mencari kaitan antara tipologi
kepribadian seorang manusia dengan lingkungannya
Untuk memahami makalah ini lebih jelas, maka materi-materi yang tertera pada
Laporan Skripsi ini dikelompokkan menjadi beberapa bab dan sub-bab dengan sistematika
penyampaian sebagai berikut :
1. BAB I PENDAHULUAN
2. BAB II ISI
Pada bab isi, penulis menuliskan hasil meringkas buku yang telah dilakukan
sebelum menyelesaikan makalah ini. Bagian isi adalah bagian pokok dari makalah ini.
Pada bab penutup, penulis menyampaikan inti dari hasil meraangkum buku yang telah dilakukan.
Di dalamnya terdapat kesimpulan, saran, dan juga ucapan terima kasih.
7
BAB II
ISI
SUBBAB 1
MANUSIA SEBAGAI INDIVIDU
selain manusia, pada manusia perbandingan ukuran Neocortex dari keseluruhan otak
adalah yang terbesar.
Neocortex mengendalikan keterampilan berpikir tingkat tinggi, nalar,
pembicaraan, dan berbagai tipe kecerdasan lainnya. Oleh karena itu, bagian ini sering
disebut sebagai Otak Berpikir. Salah satu kelebihan dari kemampuan berpikir ini
membuat manusia dapat melakukan introspeksi untuk mengenali dirinya serta membuat
perencanaan untuk mengembangkannya.
1.1.2 Kerja Sama Tiga Serangkai Otak
Kerja dari tiga serangkai otak ini saling berhubungan. Otak reptil akan
mengurus bagian tubuh yang berkaitan dengan fungsi otomatis, seperti sistem
pernapasan, sistem pencernaan, sistem peredaran darah, dan lain-lain. Hanya saja dalam
menghadapi sebuah pengambilan keputusan, diharapkan otak Neocortex berperan lebih
besar dari pada otak reptil. Oleh karena keputusan yang dihasilkan dari otak reptil
adalah sebuah refleks, biasanya respon yang dihasilkan juga tidak maksimal.
Sebaliknya, dengan menggunakan otak Neocortex, manusia dapat mempertimbangkan
dan menganalisis pengambilan keputusan yang terbaik. Letak peran dari sistem limbik
adalah sebagai pemberi emosi sekaligus menjadi penentu apakah suatu individu akan
menggunakan otak reptilnya atau Neocortex dalam mengambil keputusan. Dengan
menjaga sistem limbik tetap stabil (emosi yang tenang) maka diharapkan keputusan
yang diambil berasal dari Neocortex. Inilah yang menjadi pembeda manusia dari
mahkluk hidup lainnya. Manusia mampu menunda reaksinya dengan mengambil waktu
untuk memberi kesempatan bagi Neocortex untuk berpikir dan menganalisis situasi.
Semakin sering seseorang menggunakan kemampuan analisis, semakin cepat
seseorang dalam menganalisis lingkungan dan situasi yang dihadapi.
1.2.1 Extraversion/Introversion
Dimensi pertama ini membahas bagaimana individu berinteraksi dengan dunia dan
dari mana asal energi yang dimilikinya. Seseorang dengan tipe Extravert lebih tertarik dengan
objek di luar dirinya. Adanya orang-orang lain dapat memberi semangat bagi dirinya sekaligus
merupakan energi yang membuatnya bersemangat dan bergairah. Oleh karena itu, orang-orang
Extravert sebaiknya menyediakan waktu untuk berkumpul dengan orang lain karena dengan
energi yang cukup, hasil kerjanya dapat lebih dioptimalkan.
Sebaliknya, seorang yang Introvert lebih tertarik melakukan kegiatan-kegiatannya
sendiri dalam ketenangan. Agar dapat mengisi ulang energinya, mereka perlu meluangkan
cukup waktu untuk aktivitas sendirian, seperti mendengarkan musik sendirian, membaca buku,
ataupun bermain-main dengan gagasannya sendiri
1.2.2 Sensing/Intuition
Dimensi ini membicarakan jenis informasi yang mudah ditangkap oleh seseorang. Ada
orang yang lebih mudah menangkap informasi melalui pancaindranya. Ada pula orang yang
lebih tertarik pada arti sebuah fakta dibandingkan fakta-faktanya sendiri. Orang yang lebih
mudah menangkap informasi melalui pancaindranya disebut Sensing. Sedangkan untuk orang
yang lebih mudah menangkap informasi dari dirinya sendiri (imajinasi) disebut Intuitives.
1.2.3 Thinking/Feeling
Dimensi ini berkaitan dengan pengambilan keputusan. Dimensi ini dibagi menjadi
Thinking dan Feeling. Orang yang cenderung thinking biasa berpikir panjang sebelum
13
mengambil keputusan: benar salahnya, baik buruknya, aturannya, yang kesemuanya itu
dianalisis dengan cermat. Setelah pasti, barulah ia menetapkan keputusan. Sedangkan seorang
feeling sangat peka terhadap perasaan orang lain. Sebuah keputusan diambil setelah
memperhitungkan dampaknya bagi orang lain dan mengikuti suara hatinya.
1.2.4 Judging/Perceiving
Dimensi keempat ini membahas gaya hidup. Dimensi ini dibagi menjadi Judging dan Perceiving.
Seorang judger cenderung hidup secara teratur dan lebih suka apabila kehidupannya terstruktur
dengan jelas. Sedangkan seorang perceivers lebih suka hidup secara spontan dan lebih menyukai
kehidupan yang luwes.
Tipe pembimbing merupakan gabungan dari Sensing dan Judging. Walaupun sama-
sama tergolong pada temperamen Pembimbing/Tradisionalis, kelompok Thinking (STJ)
maupun Feeling (SFJ) sangat berbeda. Mereka yang ESFJ dan ISFJ dalam ciri
Pembimbing/Tradisionalis, tidak sekuat ciri ESTJ dan ISTJ. Bagi ESFJ dan ISFJ, hubungan
dengan orang lain dan kriteria orientasi pada manusia dalam pengambilan keputusan sangatlah
penting.
Tipe tradisionalis memiliki beberapa kekuatan yang menonjol, antara lain. orang-orang
yang praktis dan terorganisasi, teliti, serta sistematis. Mereka sangat memerhatikan peraturan,
kebijakan, kontrak, ritual, maupun jadwal. Mereka sangat hebat dalam memandu, memonitor,
dan menjalankan aturan. Pembimbing/Tradisionalis senang bekerja dengan fakta yang telah
terbukti dan menggunakannya untuk mengarahkan diri pada sasaran organisasi tempat mereka
menjadi anggotanya. Dibalik kelebihannya, tipe ini memiliki beberapa kelemahan,
Pembimbing/Tradisionalis tidak tertarik pada teori atau hal-hal yang abstrak. Mereka kurang
memperhatikan masa depan dibandingkan masa kini.
1.3.2. Artis/Experience
Tipe tempramen artis/experience merupakan pergabungan antara tipologi sensing dan
perceiving. Artis/Experiencers juga ada dua macam, yaitu STP dan SFP. SFP tidak sepenuhnya
sesuai dengan gambaran temperamen Artis/Experiencers yang penuh dengan kebebasan.
Experiencer yang SFP terutama ingin berespons pada kebutuhan orang lain dan ingin hasil
kerjanya dapat membawa perubahan segera pada orang lain.
Kekuatan yang menonjol dari Artisan adalah Mereka sangat unggul dalam mengenali
masalah praktis dan melakukan pendekatan pada masalah ini secara luwes, berani, dan banyak
akal. Dan kelemahan mereka terdapat pada sikap mereka yang tidak suka teori, hal-hal abstrak,
maupun konsep, dan mengalami kesulitan dalam melihat hubungan maupun pola dari sebuah
peristiwa.
1.3.3 Idealis
Tipologi temperamen Idealis merupakan gabungan antara tipologi intuiting dan feeling.
Kekuatan yang dimiliki tipe Idealis terdapat pada keahliannya dalam menyelesaikan konflik
dengan orang lain, membangun tim yang dapat bekerja sama dengan efektif, dan pandai
membuat orang percaya diri. Dan kelemahan mereka adalah sikap mereka yang cenderungan
mengambil keputusan berdasarkan perasaannya dan mudah larut pada masalah orang lain
sehingga membuatnya kewalahan. Mereka juga kadang-kadang terlalu idealis sehingga
terkesan kurang praktis.
15
1.3.4. Rasional/Konseptualis
Tipologi ini merupakan hasil pergabungan antara tipologi intuiting dan thinking. Tipe
ini senang menggunakan kemampuannya untuk melihat kemungkinankemungkinan dan
menganalisisnya secara logis untuk mendapatkan pemecahannya. Kekuatan yang terlhat dari
meraka yang memiliki tipologi temperamen ini adalah kemampuan mereka unggul dalam
membuat strategi, rencana, dan membangun sistem untuk mencapai sasaran, dan menikmati
prosesnya. Tipe Rasional/Konseptualis sangat mudah dalam memahami gagasan yang
kompleks dan teoretis serta pandai dalam mendeduksi prinsip-prinsip atau kecenderungan-
kecenderungan.
Kelemahan tipe rasional adalah Mereka dapat menjadi sangat skeptis dan sering
menantang aturan-aturan, asumsi, atau adat-istiadat yang berlaku. Rasional/Konseptualis juga
kadang-kadang mengalami masalah dengan otoritas dan dapat tampil sebagai elitis.
SUBBAB 2
MANUSIA SEBAGAI MAKHLUK BERKELOMPOK
Sebagai makhluk sosial, individu mempunyai kebutuhan yang kuat untuk hidup
bersama dalam kelompok agar dapat mengembangkan kemanusiaannya. Individu yang ada di
dalam kelompok melakukan interaksi di antara mereka. Melalui interaksinya itu, disepakati
aturanaturan atau norma-norma yang mengatur kehidupan berkelompok.
2.1 Kelompok-kelompok terdekat
2.1.1 Keluarga
Keluarga adalah unit dari kelompok terkecil yang kelak membentuk masyarakat. Dari
segi bentuknya, keluarga dapat berupa Keluarga Inti (Nucleus Family) dan Keluarga Besar
(Extended Family). Keluarga Inti adalah keluarga dengan anggota berupa ayah, ibu, dan ank-
anak, sedangkan Keluarga Besar mempunyai anggota yang lebih luas: kakek, nenek, paman,
bibi, keponakan, sepupu, ipar,
Belakangan ini terdapat bntuk keluarga baru, antara lain keluarga kohabitasi
(cohabitation family), yaitu pasangan yang tinggal serumah dan membina keluarga di luar
pernikahan. jenis keluarga sesama jenis (homosexual family) yang akhir-akhir ini marak
dengan istilah LGBT (lesbian, gay, biseksual, dan transgender). Tentunya karena kedua jenis
“keluarga” ini tidak lazim dan melanggar norma agama dan susila serta tidak sesuai dengan
16
nilai Pancasila, masyarakat Indonesia secara tegas menganggap keberadaan dua jenis keluarga
ini sebagai penyakit masyarakat yang harus disembuhkan dan dihilangkan.
2.1.2 kelompok pertemanan
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia kata teman mempunyai makna ‘kawan,
sahabat, orang yang bersama-sama bekerja (berbuat, berjalan), lawan (bercakap-cakap), yang
menjadi pelengkap (pasangan).’ Dalam proses pertemanan, seseorang biasanya lebih memilih
berteman dengan seseorang yang sebaya dengan dirinya karena biasanya teman yang sebaya
lebih membuat dirinya nyaman.
2.1.3 Kelompok Sosial
Kelompok sosial merupakan himpunan manusia yang saling berinteraksi dan bekerja
sama sedemikian rupa sehingga menumbuhkan perasaan kebersamaan.
Dari segi keanggotaanya, kelompok sosial dapat bersifat sangat longgar, bersifat
sukarela, seperti kelompok peminatan atau paguyuban keagamaan. Akan tetapi, keanggotaan
kelompok sosial juga dapat bersifat ketat, serta melalui proses perekrutan dengan sejumlah
persyaratan, seperti himpunan pengacara atau asosiasi dokter atau akuntan.
mengomunikasikan visi itu dengan komitmen dan antusiasme; (3) membuat visi bersama dapat
diadopsi oleh anggota sebagai milik mereka; dan (4) membuat visi yang rasional dan prosedural
yang disusun berdasarkan kesepakatan bersama.
c. Memungkinkan Orang Lain untuk Bertindak
Pemimpin yang efektif akan berbagi informasi dan kekuasaan dengan cara
berkolaborasi serta memberdayakan orang-orang yang dipimpinnya untuk menetapkan dan
mencapai tujuan bersama.
d. Model Bagaimana Kelompok Berfungsi
pemimpin harus menunjukkan perilaku yang konsisten antara kata dan perbuatan
mereka. Ia harus menjadi model dalam melakukan disposisi kekuasaan dan tanggung jawab,
dapat menerima kesalahan, serta melibatkan semua ketua kelompok dalam pengambilan
keputusan bersama.
e. Mendorong Berkembangnya Semangat Kebersamaan
Pemimpin hendaknya mampu menemukan cara untuk menghargai anggota dan
kelompok untuk mencapai kemajuan serta sukses mencapai tujuan bersama. Pemimpin yang
efektif akan memberikan pelatihan, umpan balik, dan pengakuan pada anggotanya untuk
menunjukkan penghargaan atas upaya mereka.
SUBBAB 3
MANUSIA SEBAGAI MAKHLUK BERKEBUDAYAAN
Wujud ketiga, berupa hasil karya manusia yang berwujud benda-benda fisik atau artefak, baik
berupa benda-benda yang berukuran besar seperti gedung dan rumah atau benda-benda yang
berukuran kecil, seperti kancing baju, jarum, dan lain-lain.
Organisasi sosial yang paling erat dan dekat adalah kekerabatan. Unit terkecilnya
adalah keluarga inti, selanjutnya keluarga besar, hingga kekerabatan yang lebih luas
lagi. Pada masyarakat modern, kesatuan sosial diatur oleh aturan, norma, dan hukum
yang lebih jelas dan tegas memperhatikan hak dan kewajiban anggota kesatuan sosial
itu.
2) Sistem mata pencaharian, artinya setiap kelompok masyarakat manapun pasti memiliki
system mata pencaharian. Kebudayaan dihasilkan dari rangka pemenuhan kebutuhan
manusia. Manusia membutuhkan makanan, pakaian, dan tempat tinggal. Dalam rangka
pemenuhan kebutuhan primer ini, manusia mengolah sumber daya alam disekitarnya.
Namun dikarenakan sumber daya alam disekitar kita berbeda-beda, ada yang tanah
subur, ada yang gersang, ada yang dikelilingi lautan samudera, dan lain-lain,
menyebabkan mata pencaharian setiap manusia berbeda-beda.
3) Sistem teknologi, dalam rangka mempermudah kebutuhan manusia sehari-hari
dikembangkanlah alat teknologi. Seperti ketika berburu dibutuhkan alat atau senjata
untuk membunuh buruannya, atau seperti petani membutuhkan peralatan pertanian
seperti traktor. Sayangnya, perkembangan teknologi ini tidak merata oleh seluruh
manusia. Ada yang memiliki teknologi mutakhir dalam pengaplikasiannya ke
kehidupan sehari-hari, ada juga yang masih memiliki teknologi kuno. Tetapi, bukan
berarti masyarakat tidak memiliki teknologi, hanya saja teknologi yang digunakan
masih sederhana disbanding teknologi yang dianggap modern.
4) Sistem pengetahuan; dahulu hanya pengetahuan dari masyarakat Eropa yang memiliki
tingkat system pengetahuan yang valid, sedangkan diluar Eropa tidak dianggap sebagai
sebuah pengetahuan karena menurut mereka, system pengetahuan diluar Eropa masih
sangatlah primitive. Kebudayaan diluar Eropa masih menganut kepercayaan ghaib,
ilmu sihir, dan lain-lain. Tetapi, hal ini disanggah oleh peneliti dan penemu generasi-
generasi berikutnya. Pengetahuan di berbagai tempat berbeda. Hal ini menunjukkan
tingkat kemajuan ilmu pengetahuan yang berbeda memperlihatkan kemajuan teknologi
dan pencapaian tingkat peradaban berbeda-beda juga.
5) Kesenian; sebagai unsur kebudayaan yang mengandung nilai keindahan. Masyarakat
umum menganggap kesenian sebagai unsur utama kebudayaan. Contohnya pertunjukan
kesenian atau hasil-hasil kesenian. Manusia menyukai keindahan, oleh karena itu di
masyarakat manapun, masyarakat pasti memiliki dan mengembangkan kesenian. Hal
ini diekspresikan melalu seni suara (menyanyi), seni drama, seni tari, dan lain-lain.
22
alami sebagai suatu reaksi dan tanggapan yang diterimanya menjadi bagian dari kepribadian
individu.
3.2.2 Sosialisasi Kebudayaan
Dengan pertambahan usia dan perkembangannya, seorang anak manusia belajar
mengenai polapola tindakan dalam interaksi dengan berbagai manusia lain di sekelilingnya,
yang disebut dengan sosialisasi (Koentjaraningrat, 2009:1986). Sejalan dengan proses
internalisasi yang tidak terputus, individu bertemu dengan individu-individu lainnya di dalam
sistem sosial. Individu ini berusaha mempelajari dan memahami pola-pola interaksi sosial di
sekitarnya. Setiap lingkungan sosial membentuk pola-pola yang berbeda-beda. Seorang
individu berusaha melakukan dan menerima sosialisasi agar diterima dan menjadi bagian dari
masyarakat.
Lingkungan sosial yang pertama kali ditemuinya, yaitu keluarga, yang merupakan unit
masyarakat terkecil, yang terdiri dari ibu, ayah, dan anggota keluarga lainnya. Bisa saja ada
anak yang berada di dalam keluarga yang tidak lengkap karena tidak ada ayah atau ibu, dan ada
anak yang berada di lingkungan keluarga yang sangat besar karena adanya nenek, kakek, dan
keluarga liannya. Hal ini dapat mempengaruhi sosialisasi yang dialami dan mempengaruhi
kepribadiaan.
Ada keluarga yang mendisiplinkan anaknya bangun tidur pada waktu dini hari, namun
ada juga keluarga yang tidak mengatur hal mengenai bangun tidur, dengan memberi kebebasan
anggota kelurga menetukan kapan mereka ingin bangun atau tidur. Keluarga adalah lingkungan
pertama terjadinya sosialisasi, sehingga kepribadian seorang individu sangat dipengaruhi oleh
kondisi keluarganya. Setelah keluarga, lingkungan yang turut mempengaruhi kepribadian
seorang individu adalah lingkungan masyarakat di sekitar keluarga dan meluas seiring dengan
interaksi yang dialami oleh individu. Demikianlah proses sosialisasi, yang berawal di dalam
keluarga, berlanjut di lingkungan sekitar, dan terus di masyarakat yang lebih luas, sehingga ia
menjadi bagian dari masyarakat suatu negara di mana ia tinggal.
3.2.3 Enkulturasi Kebudayaan
Menurut Koentjaraningrat (2009:189), enkulturasi atau pembudayaan merupakan suatu
proses seorang individu mempelajari dan menyesuaikan alam pikiran serta sikapnya dengan
adatistiadat, sistem, norma, dam peraturan yang hidup di dalam kebudayaannya. Bersamaan
dengan proses sosialisasi, setiap individu mengalami proses enkulturasi, yaitu penanaman
nilai dan sistem norma yang berlaku. Penanaman nilai ini, sebagaimana sosialisasi, juga
berawal di dalam keluarga. Keluargalah yang mengajari seorang anak tentang nilai atau moral
25
yang baik dan yang buruk. Seorang individu yang tumbuh seiring pertambahan usianya
menjumpai nilai-nilai yang berlaku di dalam masyarakat, melalui proses enkulturasi secara non
formal. Selanjutnya, setelah ia mulai bersekolah, ia mulai mengalami enkulturasi secara
formal. Mungkin saja enkulturasi dilakukan oleh institusi atau lembaga yang pendidikan
lainnya selain sekolah formal.
Proses enkulturasi dapat terjadi karena motivasi dan dorongan internal dari individu
yang ingin mempelajari kebudayaan di masyarakatnya atau dapat terjadi karena dorongan
eksternal, sebagai suatu proses pembelajaran yang diselenggarakan oleh lembaga atau institusi,
termasuk negara. Dengan demikian, sistem pendidikan menjadi tonggak pendorong lahirnya
manusia-manusia berkebudayaan, yang memahami kebudayaan tidak dari satu aspek
(wujudnya) saja, melainkan dari ketiga wujud kebudayaan (sistem budaya, sistem sosial, dan
kebudayaan fisik), sehingga perubahan kebudayaan dapat meningkatkan derajat kemanusiaan
itu sendiri.
3.2.3 Dinamika Masyarakat dan Kebudayaan
Masyarakat dan kebudayaan merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Manusia
di dalam masyarakat mengembangkan dan mendukung suatu kebudayaan. Manusia memiliki
keterbatasan umur, namun kebudayaan yang dimiliki dapat terus berkembang dan didukung
oleh anggota masyarakat lainnya. Hal ini terjadi karena kebudayaan itu diwariskan baik vertical
maupun horizontal. Vertikal berarti antar generasi dan horizontal berarti antar individu dan
antarmasyarakat.
3.3.1 Difusi dan Migrasi Manusia
Beberapa ahli kebudayaan mengemukakan teori difusi, yaitu suatu proses penyebaran
kebudayaan yang dibawa oleh masyarakat yang bermigrasi dari satu tempat ke tempat yang
lain. Migrasi adalah suatu proses perpindahan sekelompok atau beberapa kelompok manusia
dari satu tempat ke tempat lainnya. Dalam proses berpindah itulah, manusia membawa
kebudayaannya dan ditiru oleh masyarakat yang ditemuinya.
Menurut Graibner dan F. Ratzel, penganut teori difusi, sebagai akibat dari migrasi ini
terjadilah kontak di kalangan kelompok masyarakat kebudayaan yang berbeda-beda.
Demikianlah kebudayaan disebarkan melalui kontak budaya, yang dilakukan melalui media
komunikasi, yang salah satunya adalah bahasa.
Ada berbagai faktor penyebab terjadinya migrasi manusia, yaitu faktor bencana alam,
wabah penyakit, kepadatan penduduk, ketidaknyamanan karena penguasa yang kejam, juga ada
faktor perbedaan taraf kehidupan di suatu daerah/negara dengan daerah/negara lain, dan faktor
lainya. Bencana alam, seperti bencana banjir besar atau gunung meletus yang mengharuskan
26
masyarakat penghuni wilayah itu mengungsi dan meninggalkan wilayah tanah air mereka,
merupakan suatu bentuk migrasi besar-besaran.
Adanya migrasi inilah yang dianggap sebagai salah satu faktor tersebarnya kebudayaan
sehingga kita menemukan adanya kesamaan-kesamaan kebudayaan yang dimiliki oleh
berbagai masyarakat yang terpisahkan oleh gunung dan samudera. Namun demikian, proses
migrasi ini sebenarnya tidak bergerak secara linier melainkan bergerak dengan bentuk spiral.
Artinya, pergerakan manusia tidak dapat dimaknai sebagai suatu pergerakan dari wilayah asal
ke wilayah tujuan seperti sebuah garis lurus, melainkan pergerakan itu sebaiknya dipahami
sebagai pergerakan yang mundur-maju dan tidak beraturan, sehingga membentuk gerakan
spiral.
3.3.2 Asimilasi dan Akulturasi
Kebudayaan tidak secara sederhana disebarkan dengan cara difusi, melainkan ada
mekanisme percampuran antara masyarakat asli dengan masyarakat pendatang, melalui proses
asimilasi atau akulturasi. Kebudayaan yang dibawa oleh para migran kemudian bertemu
dengan kebudayaan lain yang dimiliki masyarakat asli setempat (indigeneous). Jika
kebudayaan yang datang bersifat dominan bertemu dengan kebudayaan masyarakat lokal, dan
masyarakat berkebudayaan lokal menerima kebudayaan yang baru (melalui proses yang
panjang), maka terjadilah proses asimilasi. Sebagai contoh, asimilasi yang terjadi pada
masyarakat lokal Indonesia, misalnya wanita Jawa dan Sunda, yang secara perlahan-lahan
meninggalkan kebiasaan berbusana kebaya dan mengadopsi kebiasaan berbusana ala Barat.
Asimilasi mungkin terjadi sebaliknya, di mana masyarakat migran dengan suatu
kebudayaan asal, bertemu dengan masyarakat lokal dalam proses yang panjang dan perlahan-
lahan menerima kebudayaan lokal dan melepaskan kebudayaan lamanya. Contohnya adalah
masyarakat Indonesia yang tinggal di negara, seperti Amerika, Jepang, atau Jerman, dan negara
maju lainnya, dalam jangka waktu yang lama akhirnya melupakan kebudayaan asli Indonesia
karena menerima kebudayaan negara setempat yang dipandang lebih sesuai. Selain itu asimilasi
juga sering kali dijadikan kebijakan suatu negara yang masyarakatnya heterogen, untuk
menciptakan integrasi nasional. Contohnya adalah asimilasi bentuk kerajaan di Indonesia ke
dalam bentuk pemerintahan republik akhirnya diterima oleh seluruh lapisan masyarakat, dan
perlahan-lahan telah menghapuskan sistem pemerintahan yang semula ada di wilayah
nusantara.
Adapun akulturasi adalah pertemuan dua kebudayaan atau lebih yang masing-masing
kebudayaan itu melebur membentuk kebudayaan yang baru dan unik. Gejala akulturasi inilah
yang sebenarnya sering terjadi dalam penyebaran kebudayaan dunia. Bangsa Indonesia
27
sedemikian rupa menerima dan mengolah kebudayaan asing untuk diterapkan sesuai dengan
nilai-nilai budaya local. Contohnya bangunan masjid yang tidak meniru begitu saja bentuk
masjid di negara tempat asalnya, namun disesuaikan dengan cita rasa kebudayaan local
Indonesia.
3.3.3 Inovasi dan Penemuan
Inovasi merupakan kegiatan penemuan yang baru yang berbeda dari yang sudah
ada/atau yang sudah dikenal sebelumnya, baik berupa gagasan, metode, maupun alat. Proses
inovasi meliputi proses penemuan (discovery) dan penyebaran (invention). Proses pertama,
yaitu discovery, mungkin saja dilakukan oleh individu maupun individu-individu, secara
terpisah maupun suatu rangkaian penemuan. Discovery ini berkembang menjadi invention
setelah diterima, diakui, dan diterapkan oleh masyarakat (Koentjaraningrat, 2009:210-211).
Individu-individu yang melakukan kegiatan inovasi ini disebut inovator.
c. Kaukasoid Alpin: ciri tubuh antara Nordik dan Mediterania. Mereka terdapat di Eropa Timur
dan Eropa Tengah.
d. Kaukasoid Indik: ukuran tubuh kecil, warna kulit kuning dan coklat, tetapi bentuk muka ras
kaukasoid, mata hitam, rambut hitam, bentuk muka lonjong, oval, dan bulat, terdapat di Sri
Langka, Pakistan, dan India.
Ras Mongoloid merupakan ras manusia yang sebagian besar menetap di Asia Utara,
Asia Timur, Asia Tenggara, Madagaskar di lepas pantai timur Afrika, Beberapa bagian India
Timur Laut, Eropa Utara, Amerika Utara, Amerika Selatan dan Oseania. Anggota ras
Mongoloid biasa disebut “berkulit kuning”, namun ini tidak selalu benar. Misalkan orang
Indian di Amerika dianggap berkulit merah dan orang Asia Tenggara seringkali berkulit cokelat
muda sampai cokelat gelap. Ras Mongoloid secara umum memiliki tubuh yang lebih kecil dari
ras Kaukasoid. Pada umumnya berambut hitam dan lurus dan bermata dengan lipatan, yang
disebut sipit. Ras ini meliputi:
a. Asiatic Mongoloid (Asia Utara, Asia Tengah, dan Asia Timur); berkulit kuning
b. Malayan Mongoloid Asia Tenggara, Indonesia, Malaysia, Filipina, dan penduduk asli
Taiwan); berkulit cokelat muda sampai cokelat gelap.
c. American Mongoloid (penduduk asli Amerika), berkulit merah.
Ras ketiga adalah ras manusia yang terutama mendiami benua Afrika di wilayah selatan
gurun sahara. Keturunan mereka banyak mendiami Amerika Utara, Amerika Selatan, dan juga
Eropa. Adapun, ras keempat adalah ras khusus, yaitu ras manusia yang tidak dapat
diklasifikasikan dalam keempat ras pokok, antara lain:
a. Bushman (Penduduk di daerah Gurun Kalahari, Afrika Selatan);
b. Veddoid (Penduduk di daerah pedalaman Sri Lanka );
c. Polynesian (Kepulauan Mikronesia dan Polynesia);
d. Ainu (Penduduk di daerah Pulau Karafuto dan Hokkaido, Jepang).
3.4.2 Kebudayaan dan Ekonomi
Masyarakat terbentuk karena keinginan untuk secara bersama-sama (berkooperasi)
memenuhi kebutuhannya dengan memanfaatkan sumber daya yang tersedia. Pemenuhan
kebutuhan dengan membentuk masyarakat akan lebih cepat (hemat waktu), efisien (hemat
sumber daya atau lebih banyak hasil), dan kualitas yang lebih baik (akibat spesialisasi yang
menghasilkan ketrampilan/skill).
Di dalam suatu masyarakat di suatu lokasi terbentuklah perekonomian yang dalam
lingkup makro meliputi struktur ekonomi (economic structure), sistem ekonomi (economic
system), pembangunan ekonomi (economic development), dan performa ekonomi (economic
29
performance). Kontribusi dalam hal ini bisa berupa sumbangan terhadap pendapatan total
masyarakat atau bisa juga dalam hal penyediaan lapangan pekerjaan bagi anggota masyarakat.
Sektor dalam hal ini diartikan sebagai segmentasi perekonomian dalam hal lokasi (perdesaan
dan perkotaan), lapangan usaha (pertanian, industri, dan jasa), bentuk hukum usaha (formal
dan non-formal), pelaku usaha (swasta, kooperasi, dan publik), cara pengelolaan usaha
(tradisional dan modern), dan sebagainya.
Performa ekonomi yang diinginkan, misalnya masyarakat yang adil dan makmur ikut
pula menentukan sistem ekonomi yang dianut, pola pembangunan yang diberlakukan, dan arah
transformasi struktural yang terjadi.
Sistem ekonomi apa pun yang bentuknya yang dianut, meliputi aspek-aspek berikut.
1) Value system: Sistem nilai yang dipergunakan masyarakat. Sistem nilai ini selanjutnya
merumuskan tujuan-tujuan yang ingin dicapai, kepemilikan sumber daya, sistem insentif yang
digunakan, serta sistem alokasi yang diberlakukan. Sistem nilai yang dianut bisa berupa sistem
nilai utilitarian, egalitarian, syariah, Pancasila, atau sistem nilai lainnya.
2) System of objectives: Tujuan yang ingin dicapai masyarakat. Tujuan yang ingin dicapai
bisa berupa kesejahteraan (welfare) yang perlu pula dijelaskan maknanya, keadilan (justice),
pemerataan (equality), kebebasan (liberty), stabilitas (stability), perlindungan terhadap
lingkungan hidup, dan tujuan-tujuan lainnya.
3) System of ownership: Sistem pemilikan sumber daya oleh masyarakat. Pemilikan sumber
daya bisa berupa pemilikan bersama (common ownership), swasta (private ownership), public
(public ownership) kooperatif (cooperative ownership).
4) System of incentives: Sistem insentif dalam kegiatan ekonomi masyarakat yang dapat
berupa insentif materi (uang, barang, atau jasa), atau insentif moral, atau insentif berupa
kekuasaan, atau insentif bentuk lainnya.
5) System of coordination/allocation: Sistem alokasi sumber daya dan hasil-hasil kegiatan
ekonomi masyarakat, yang bisa dengan cara yang merupakan tradisi, atau dengan mekanisme
pasar bebas, atau dengan perencanaan baik perencanaan komando, terpimpin atau lainnya.
Sistem nilai utilitarian misalnya, merumuskan tujuan yang ingin dicapai adalah
kesejahteraan dan kesejahteraan diukur dari kepuasan atau kebahagiaan yang diperoleh
masing-masing individu dari mengkonsumsi barang dan jasa. Sebaliknya, sistem nilai
egalitarian merumuskan tujuan juga kesejahteraan tapi yang berkeadilan bagi seluruh
masyarakat. Untuk mencapai tujuan ini, pemilikan oleh publik dan kooperasi lebih dominan
dengan insentif moral juga dipergunakan, serta sistem alokasi dengan perencanaan.
30
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Manusia adalah makhluk ciptaan yang diciptakan lebih unggul dari pada makhluk
hidup lainnya. Manusia memiliki kemampuan untuk menganalisis dan mengevaluasi diri
sehingga akan selalu berkembang dari waktu ke waktu. Selain itu, manusia juga memiliki tiga
jenis kecerdasan, yaitu kecerdasan intelektual, kecerdasan emosional, dan kecerdasan spiritual.
Ketiganya harus berkembang secara seimbang supaya tercipta individu yang cerdas dan
berkarakter unggul.
Manusia juga merupakan makhluk yang hidup berkelompok sehingga dalam
kehidupan sehari-hari selalu berinteraksi dengan orang lain. Dengan pemahaman terhadap diri
sendiri dan orang lain, akan membantu terciptanya interaksi/kelompok yang efektif. Selain itu,
memahami keunikan individu ini juga membangun karakter saling menghormati, demi
terwujudnya suatu komunikasi yang membawa kepada suatu kondisi harmonis.
Dalam kehidupan berkelompoknya, interaksi yang dilakukan sehari-hari dan
berulang-ulang sehari-hari akan menciptakan suatu kebiasaan. Kebiasaan yang terus dilakukan
akan menjadi sebuah kebudayaan, yaitu usaha seperangkat tata aturan kehidupan yang
berdasarkan gagasan atau ide yang menghasilkan karya budaya bagi peningkatan kualitas diri
manusia itu sendiri.
Dengan memahami hakekat manusia sebagai makhluk berbudaya, maka diharapkan
setiap individu dapat mengembangkan dan mengubah kebudayaan yang ada di masyarakatnya
untuk mencapai kesejahteraan dan kebahagiaan yang diidam-idamkan bersama.
Terlepas dari pemahaman mengenai diri sendiri dan masyarakat, hal penting yang
harus dimiliki adalah sikap saling menghargai dan menghormati satu sama lain. Individu yang
sehat (berkarakter baik) dapat membentuk masyarakat yang sehat dan mampu mengembangkan
kebudayaan masyarakatnya sehingga tercapai kemajuan masyarakat yang diinginkan bersama.