Anda di halaman 1dari 31

MAKALAH RINGKASAN BUKU AJAR MPKT A

JATI DIRIKU SEBAGAI INDIVIDU DAN BAGIAN DARI MASYARAKAT

KELAS MPKT A - 05

Adam Ilham Maulana, 1806201251

Andreas, 1806202992

Gabriel Garcia Genta, 1806201320

Kireyna Angela, 1806148492

Muhamad Hafiz Setiawan, 1806203010

Zahra Hidayani, 1806203074

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS INDONESIA

DEPOK

2019
2

ABSTRAK

Manusia merupakan makhluk sosial dan saling membutuhkan satu sama lain dalam kehidupannya. Manusia juga
memiliki akal budi yang membuatnya mampu bersosialisasi dan hasil dari sosialisasi ini adalah kebudayaan suatu
masyarakat. Perilaku berbudaya ini harus ditanam sejak kecil sehingga seseorang dapat menghargai perbedaan
serta kebudayaan orang lain. Memahami masyarakat dan kebudayaan dapat membangun karakter saling bekerja
sama dan berkompetisi, karena kemajuan dan kemunduran suatu masyarakat sangat tergantung kepada individu-
individu anggota masyarakat. Selain itu, hal tersebut menumbuhkan sikap saling menghargai dan menghormati
perbedaan antarindividu dan antarmasyarakat. Individu yang sehat dapat membentuk masyarakat yang sehat dan
mampu mengembangkan kebudayaan masyarakatnya sehingga tercapai kemajuan masyarakat yang diinginkan
bersama.

Kata kunci: Kebudayaan, karakter, menghargai, perbedaan, kemajuan.


3

KATA PENGANTAR

Pertama-tama kami mengucap syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas
rahmat-Nya kami diberikan kesehatan dan waktu untuk dapat menyelesaikan makalah MPKT-
A ini. Dan juga terima kasih kepada Bapak Nelson yang telah membimbing kami dalam
pembelajaran MPKT-A. Serta rekan sekelompok yang bekerja sama demi kelancaran
pembuatan makalah ini.
Makalah MPKT-A ini dibuat sebagai wujud penyelesaian tugas kelompok yang telah
diberikan dari Bapak Nelson, selaku dosen kelas MPKT-A 05. Makalah MPKT-A dengan
mengambil tema dari Bagian 2 tentang JATI DIRIKU SEBAGAI INDIVIDU DAN BAGIAN
DARI MASYARAKAT ini disusun oleh kelompok kami dan isinya merupakan ringkasan dari
masing-masing bab serta sub-bab sehingga makalah kami berisi intisari dari pelajaran MPKT-
A Bagian 2 tersebut.
Kami harap dengan adanya makalah ini dapat membantu pembelajaran mahasiswa dan
masyarakat sehingga lebih mudah untuk memahami pembelajaran JATI DIRI SEBAGAI
INDIVIDU DAN BAGIAN DARI MASYARAKAT. Makalah kelompok kami masih jauh
daripada sempurna, maka dari itu, kritik dan saran sangatlah membantu dalam perbaikan
makalah kelompok kami.

Depok, 21 April 2019

Penulis
4

DAFTAR ISI

ABSTRAK................................................................................................................................ 2

KATA PENGANTAR............................................................................................................. 3

DAFTAR ISI............................................................................................................................ 4

BAB I PENDAHULUAN

LATAR BELAKANG.............................................................................................................. 5

TUJUAN PENULISAN............................................................................................................ 5

METODE PENULISAN........................................................................................................... 6

SISTEMATIKA PENULISAN................................................................................................. 6

BAB II ISI

MANUSIA SEBAGAI INDIVIDU.......................................................................................... 7

MANUSIA SEBAGAI MAKHLUK BERKELOMPOK......................................................... 15

MANUSIA SEBAGAI MAKHLUK BERKEBUDAYAAN................................................... 19

BAB III PENUTUP

KESIMPULAN......................................................................................................................... 31
5

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Manusia adalah makhluk sosial yang selalu membutuhkan orang lain dalam menjalanin
kehidupan sehari-hari. Sehingga, kemampuan berinteraksi dengan lingkungan sangat
dibutuhkan dan harus selalu ditingkatkan.
Kemampuan manusia dalam berinteraksi dapat diamati sejak manusia itu sendiri
terlahir di dunia, seperti bayi yang baru saja lahir dia akan menangis, selanjutnya dia akan
berbicara, dan berjalan untuk pertama kalinya dan pencapaian-pencapaian yang lainnya dalam
berinteraksi dengan lingkungannya. Dalam berinteraksi setiap manusia memiliki kemampuan
atau kecerdasan yang berbeda-beda yang telah dibawanya sejak lahir dan kemudian secara
bertahap kemampuan atau bakat tersebut semakin berkembang seiring dengan banyaknya
pengalaman yang dialami.
Dalam proses perkembangannya tersebut seorang manusia tidak bisa melakukannya
dengan sendiri, contohnya adalah seorang anak yang membutuhkan "orang tua" untuk
mendapatkan bimbingan terhadap tumbuh kembangnya, yang nantinya digunakan untuk
mempersiapkan dirinya menghadapi interaksi dengan lingkungan.

1.2 TUJUAN PENULISAN

Makalah ini ditulis dengan tujuan:

1. Mengetahui bagaimana cara kerja otak manusia dan mencari kaitan antara tipologi
kepribadian seorang manusia dengan lingkungannya

2. Mengetahui alur pembentukkan dan perkembangan kelompok, serta mengetahui


komponen-komponen terkait kelompok
6

Mengetahui proses belajar kebudayaan serta dinamika masyarakat dan kebudayaan

1.3 METODE PENULISAN

Metode yang di pakai dalam penulisan ringkasan ini adalah:


1. Metode Pustaka
Metode yang dilakukan dengan mempelajari dan mengumpulkan data dari pustaka
yang berhubungan dengan materi bagian I mengenai tentang “JATI DIRIKU
SEBAGAI CENDEKIA: KARAKTER, FILSAFAT, LOGIKA, DAN ETIKA”, baik
berupa buku MPKT-A Universitas Indonesia maupun informasi di internet.
2. Metode Diskusi
Metode yang dialkukan dengan cara mendapatkan informasi melalui diskusi
dengan rekan-rekan kerja baik dari Focus Group maupun bukan dari Focus Group.

1.4 SISTEMATIKA PENULISAN

Untuk memahami makalah ini lebih jelas, maka materi-materi yang tertera pada
Laporan Skripsi ini dikelompokkan menjadi beberapa bab dan sub-bab dengan sistematika
penyampaian sebagai berikut :

1. BAB I PENDAHULUAN

Pada bab pendahuluan, penulis menuliskan latar belakang, tujuan penulisan,


metode penulisan, dan sistematika penulisan dari makalah ini. Tujuan dari bab ini
adalah agar pembaca mengetahui alasan dan pesan yang kami sampaikan dengan
dituliskannya makalah ini.

2. BAB II ISI

Pada bab isi, penulis menuliskan hasil meringkas buku yang telah dilakukan
sebelum menyelesaikan makalah ini. Bagian isi adalah bagian pokok dari makalah ini.

3. BAB III PENUTUP

Pada bab penutup, penulis menyampaikan inti dari hasil meraangkum buku yang telah dilakukan.
Di dalamnya terdapat kesimpulan, saran, dan juga ucapan terima kasih.
7

BAB II
ISI

SUBBAB 1
MANUSIA SEBAGAI INDIVIDU

Manusia perlu memahami keunggulan dirinya dibandingkan mahkluk lainnnya di


bumi. Perbedaan utama manusia dibandingkan hewan adalah pada otaknya.
Otak manusia memungkinkan manusia untuk berpikir kompleks dan melakukan pemikiran
tingkat tinggi (higher order thinking). Untuk sampai pada kemampuan otak yang seperti
sekarang, otak manusia telah melewati evolusi panjang. Evolusi yang meningkatkan
kemampuan ingatan, kesadaran diri, menciptakan, dan menggunakan alat, membantu manusia
melakukan introspeksi dan meningkatkan perkembangan dirinya sendiri.
Berkaitan dengan fungsi otak yang membuat manusia unggul dari makhluk lainnya,
MacLean, seorang ahli neurologi, mantan direktur Laboratory of the Brain and Behavior pada
United States National Institute of Mental Health, membuat konsep tiga serangkai otak
manusia. Dengan memahami konsep ini, mahasiswa diharapkan dapat mengoptimalkan
karunia otaknya dengan baik.

1.1 Otak dan Kecerdasan


MacLean mengajukan sebuah konsep mengenai otak manusia yang diberi nama Tiga
Serangkai Otak (The Triune Brain). Otak berevolusi dalam tiga periode besar yang membentuk
tiga lapisan. Lapisan yang paling tua dikenal sebagai R-complex, lapisan kedua disebut Limbic
System, dan yang terakhir Neocortex. Setiap lapisan mempunyai karakter dan fungsi yang
berbeda-beda namun saling berhubungan dan bekerja sama dalam menentukan perilaku yang
akan ditampilkan oleh individu.
1.1.1 Komponen Otak Manusia
a. R-Complex (Otak Reptil)
R-complex terdiri atas batang otak dan Cerebellum. Lapisan ini bertanggung
jawab pada pola perilaku bawaan yang penting untuk kelangsungan hidup diri maupun
spesies. Fungsinya antara lain mengendalikan semua gerakan involunter dari jantung
8

dan reproduksi yang dibutuhkan untuk kelangsungan hidup makhluk maupun


spesiesnya.
Otak Reptil juga bertanggung jawab bagi pola perilaku khas bawaan yang
penting bagi pertahanan diri. Reaksi yang paling sering muncul untuk mempertahankan
hidup adalah tempur atau kabur (fight or flight). Selain itu otak reptil juga bertanggung
jawab dalam gerak refleks. Refleks ini muncul pada keadaan darurat, bahaya, dan
terdesak.
b. Limbik System (Sistem Limbik)
Setelah Otak Reptil, bagian berikutnya yang berkembang dalam evolusi otak
adalah Otak Paleomammalia. Bagian otak ini berkembang pada awal masa evolusi
mamalia. Sistem Limbik memegang peranan penting dalam emosi dan motivasi. Otak
ini juga bertanggung jawab atas pemelajaran dan memori. Dua struktur yang paling
penting dalam Sistem Limbik adalah Amygdala dan Hippocampus.
1. Amygdala
Pada manusia, Amygdala membantu seseorang untuk memahami ekspresi
orang yang dihadapinya. Fungsi Amygdala banyak dipengaruhi oleh persepsi. Selain
itu, Amygdala juga berkaitan dengan otak reptil. Ketika Amygdala merasakan emosi,
misalkan tegang, sedih, marah, dan lain-lain, otak reptil akan berespon misalkan dengan
mengatur kecepatan denyut jantung, atau dengan menyekresikan zat kimia (hormon)
yang akan diedarkan ke seluruh tubuh. Apabila Amygdala rusak, individu akan
mengalami kesulitan dalam menangkap emosi yang signifikan dari setiap peristiwa.
2. Hippocampus
Hippocampus berperan penting dalam mengintegrasikan berbagai rangsangan
yang terkait sekaligus membantu dalam membangun ingatan jangka panjang. Selain itu,
Hippocampus dan daerah sekitarnya berperan penting dalam membentuk ingatan
mengenai fakta-fakta walaupun hanya mengalami sekali saja. Oleh karena itu,
Hippocampus mempunyai peran sangat penting dalam hidup, terutama dalam proses
belajar. Apa yang telah dipelajari dan diingat oleh individu itulah nantinya yang akan
turut memengaruhi bagaimana seseorang mempersepsi segala sesuatu, sehingga
merangsang Amygdala untuk memberikan signal pada individu.
3. Neocortex
Periode terakhir evolusi otak telah menghasilkan Neocortex atau Otak
Neomamalian. Neocortex adalah lapisan teratas yang mengelilingi Otak Mamalia dan
hanya dimiliki oleh jenis mamalia. ataupun Neocortex juga dimiliki oleh mamalia lain
9

selain manusia, pada manusia perbandingan ukuran Neocortex dari keseluruhan otak
adalah yang terbesar.
Neocortex mengendalikan keterampilan berpikir tingkat tinggi, nalar,
pembicaraan, dan berbagai tipe kecerdasan lainnya. Oleh karena itu, bagian ini sering
disebut sebagai Otak Berpikir. Salah satu kelebihan dari kemampuan berpikir ini
membuat manusia dapat melakukan introspeksi untuk mengenali dirinya serta membuat
perencanaan untuk mengembangkannya.
1.1.2 Kerja Sama Tiga Serangkai Otak
Kerja dari tiga serangkai otak ini saling berhubungan. Otak reptil akan
mengurus bagian tubuh yang berkaitan dengan fungsi otomatis, seperti sistem
pernapasan, sistem pencernaan, sistem peredaran darah, dan lain-lain. Hanya saja dalam
menghadapi sebuah pengambilan keputusan, diharapkan otak Neocortex berperan lebih
besar dari pada otak reptil. Oleh karena keputusan yang dihasilkan dari otak reptil
adalah sebuah refleks, biasanya respon yang dihasilkan juga tidak maksimal.
Sebaliknya, dengan menggunakan otak Neocortex, manusia dapat mempertimbangkan
dan menganalisis pengambilan keputusan yang terbaik. Letak peran dari sistem limbik
adalah sebagai pemberi emosi sekaligus menjadi penentu apakah suatu individu akan
menggunakan otak reptilnya atau Neocortex dalam mengambil keputusan. Dengan
menjaga sistem limbik tetap stabil (emosi yang tenang) maka diharapkan keputusan
yang diambil berasal dari Neocortex. Inilah yang menjadi pembeda manusia dari
mahkluk hidup lainnya. Manusia mampu menunda reaksinya dengan mengambil waktu
untuk memberi kesempatan bagi Neocortex untuk berpikir dan menganalisis situasi.
Semakin sering seseorang menggunakan kemampuan analisis, semakin cepat
seseorang dalam menganalisis lingkungan dan situasi yang dihadapi.

1.1.3 Dua Bagian Otak


Kemampuan berpikir manusia yang jauh melebihi kemampuan hewan terutama
merupakan kontribusi dari bagian luar Cerebral Cortex. Cerebral cortex ini berkaitan erat
dengan keutamaan karakter kebijaksanaan dan pengetahuan. Khusus mengenai kreativitas,
kaitan terdekatnya adalah dengan fungsi dan kerja sama antara dua belahan otak. Bagian otak
kanan mengendalikan hemisfer tubuh kiri. Sebaliknya, bagian otak kiri mengendalikan
hemisfer tubuh kanan. Namun, seiring berjalannya penelitian, selain mengendalikan hemisfer
tubuh secara silang, otak kiri dan kanan memiliki fungsi dan karakter yang berbeda pula.
a. Belahan Otak Kiri
10

Otak kiri diyakini memiliki spesialisasi dalam menghadapi masalah sekuensial,


analitikal, bahasa lisan, operasi aritmatika, penalaran, dan operasi rutin (Sousa, 2003). Individu
yang bergerak di bidang sains dianggap memiliki belahan di otak kiri yang lebih dominan.
Mereka cenderung berpikir secara sistematis dan taat pada aturan, namun kadang terlalu kaku.
b. Belahan Otak Kanan
Belahan otak kanan sering dikaitkan dengan kreativitas karena sifatnya yang bebas dan
terlepas dari berbagai aturan serta kebiasaan. otak kanan bersifat heuristic; sangat bebas,
“melompat-lompat” dan sangat berperan dalam menemukan “jalan” sehingga mampu membuat
terobosan-terobosan baru. Otak kanan terutama berperan dalam mengahadapi masalah holistik,
abstrak, bahasa tubuh, pencerahan, dan operasi baru (Sousa, 2003).

Untuk mengembangkan kreativitas, dibutuhkan kedua bagian otak. Otak kanan


berperan dalam menemukan ide-ide baru yang orisinil, kemudian otak kiri akan berperan dalam
perwujudannya (perencanaan, keteraturan, dll). Oleh karena itu, setiap orang perlu
menyeimbangkan kedua belah bagian otaknya. Otak kiri dapat diasah dengan kegiatan-kegiatan
analisis dan sistematik, sedangkan otak kanan dapat diasah dengan kegiatan musik, seni, dan
praktik olahraga.

1.1.4 Jenis-Jenis Kecerdasan


a. Inteligensi dan IQ
Kecerdasan dianggap sebagai kemampuan menggunakan kognisi guna
memecahkan masalah dan beradaptasi terhadap tuntutan lingkungan yang dipelajarinya
dari pengalaman. Hasil pengukuran kecerdasan biasanya disebut sebagai IQ
(intelligence quotient). Pada awalnya, orang-orang mengganggap hanya ada satu
macam kecerdasan. Namun, di akhir abad XX, Gardner dari Harvard mengajukan teori
Multiple Intelligence (Kecerdasan Majemuk). Terdapat delapan kecerdasan dalam teori
tersebut, diantaranya (1) linguistik, (2) matematik-logikal, (3) spasial, (4) kinestetik-
jasmani, (5) musikal, (6) interpersonal, (7) intrapersonal, dan (8) naturalistik.
b. Kecerdasan Emosional
Kecerdasan emosional ditemukan ketika banyak orang-orang pandai secara
kognitif, tetapi tidak menunjukan keberhasilan dalam hidupnya. Setelah itu, para ahli
mulai menemukan sebuah faktor lain, yaitu kecerdasan emosional. Kecerdasan
emosionallah yang memungkinkan kecerdasan atau inteligensi, yang bersifat kognitif,
berfungsi secara optimal.
11

Goleman, orang yang mencetuskan konsep kecerdasan emosional, menemukan


lima domain kecerdasan emosi, yaitu memahami emosinya sendiri, mengendalikan
emosi, memotivasi diri sendiri, memahami emosi orang lain, dan menangani hubungan
dengan orang lain.
Memahami emosi sendiri adalah unsur penting dalam kecerdasan emosional.
Orang yang mampu memahami emosinya akan dapat mengarahkan hidupnya. Dengan
pemahaman terhadap emosi diri sendiri, seseorang mampu menentukan pilihan atau
keputusan yang diinginkannya
Mengendalikan emosi tidak berarti menahan amarah, tetapi memahami emosi
dan memberikan waktu kepada Neocortex untuk mengambil keputusan yang logis dan
terbaik. Orang yang tidak dapat mengendalikan emosi pada umumnya sering
menggunakan otak reptilnya sehingga keputusan yang diambil tidak optimal.
Memahami emosi orang lain berkaitan dengan kemampuan empati. Memahami
emosi orang lain harus didahului oleh kemauan yang tulus, penerimaan atas orang lain
apa adanya, serta niat baik agar dapat menjalin hubungan yang baik dan
menguntungkan bagi kedua belah pihak.
Untuk dapat menjalin hubungan dengan orang lain, ada banyak keterampilan
sosial yang perlu dilatih, yaitu kemampuan mendengarkan secara efektif dan
kemampuan komunikasi yang efektif.
c. Kecerdasan Spiritual
Kecerdasan spiritual adalah kecerdasan untuk menghadapi dan memecahkan
persoalan makna dan nilai, yaitu kecerdasan untuk menempatkan perilaku dan hidup
kita dalam konteks makna yang lebih luas dan kaya, kecerdasaan untuk menilai bahwa
tindakan atau jalan hidup seseorang lebih bermakna dibandingkan dengan yang lain
(Zohar dan Marshall, 2007:4).
Kecerdasan ini berkaitan erat dengan kehidupan keagamaan walaupun tidak
identik dengan keberagamaan. Orang yang beragama belum tentu mempunyai
kecerdasaan spiritual yang baik. Namun, untuk dapat menjalani kehidupan beragama
dengan pemahaman dan kesadaran penuh diperlukan kecerdasan spiritual yang baik.

1.2 Tipologi Kepribadian


Manusia hidup secara berkelompok, dan serting terjadi interaksi antar sesama manusia
di dalamnya. Untuk membuat interaksi yang baik dan efektif, diperlukan kemampuan untuk
mengenali kepribadian diri sendiri maupun orang lain. Salah satu teori yang terkenal untuk
12

mengenali kepribadian adalah teori kepribadian Myers-Briggs. Myers-Brigs ini membuat


sebuah instrumen tes untuk mengenali kepribadian seseorang, yaitu Myers Briggs Type
Indicator (MBTI). MBTI ini mengidentifikasi dan mengategorisasi kecenderungan perilaku
individu dalam empat dimensi, yaitu 1. (E) Extraversion/Introversion (I), 2. (S)
Sensing/Intuition (N), 3. (T) Thinking/Feeling (F), dan 4. (J) Judging/Perceiving (P).
Keempat dimensi tersebut masing-masing merupakan suatu kontinum. Jadi, seorang
individu tidak dapat disebut murni ekstraversi atau introversi, tetapi kecenderungan lebih
ekstraversi, sangat ekstraversi, atau sangat introversi. Hal ini berarti keembelas dimensi ini
akan membuat suatu garis kontinum.
(E)Extravert ____________________|____________________ Introverts (I) (S)Sensors
______________________|____________________ Intuitives (N) (T)Thinkers
_______________________|____________________ Feelers (F)
(J)Judgers _________________________|____________________ Perceivers (P)

1.2.1 Extraversion/Introversion
Dimensi pertama ini membahas bagaimana individu berinteraksi dengan dunia dan
dari mana asal energi yang dimilikinya. Seseorang dengan tipe Extravert lebih tertarik dengan
objek di luar dirinya. Adanya orang-orang lain dapat memberi semangat bagi dirinya sekaligus
merupakan energi yang membuatnya bersemangat dan bergairah. Oleh karena itu, orang-orang
Extravert sebaiknya menyediakan waktu untuk berkumpul dengan orang lain karena dengan
energi yang cukup, hasil kerjanya dapat lebih dioptimalkan.
Sebaliknya, seorang yang Introvert lebih tertarik melakukan kegiatan-kegiatannya
sendiri dalam ketenangan. Agar dapat mengisi ulang energinya, mereka perlu meluangkan
cukup waktu untuk aktivitas sendirian, seperti mendengarkan musik sendirian, membaca buku,
ataupun bermain-main dengan gagasannya sendiri
1.2.2 Sensing/Intuition
Dimensi ini membicarakan jenis informasi yang mudah ditangkap oleh seseorang. Ada
orang yang lebih mudah menangkap informasi melalui pancaindranya. Ada pula orang yang
lebih tertarik pada arti sebuah fakta dibandingkan fakta-faktanya sendiri. Orang yang lebih
mudah menangkap informasi melalui pancaindranya disebut Sensing. Sedangkan untuk orang
yang lebih mudah menangkap informasi dari dirinya sendiri (imajinasi) disebut Intuitives.
1.2.3 Thinking/Feeling
Dimensi ini berkaitan dengan pengambilan keputusan. Dimensi ini dibagi menjadi
Thinking dan Feeling. Orang yang cenderung thinking biasa berpikir panjang sebelum
13

mengambil keputusan: benar salahnya, baik buruknya, aturannya, yang kesemuanya itu
dianalisis dengan cermat. Setelah pasti, barulah ia menetapkan keputusan. Sedangkan seorang
feeling sangat peka terhadap perasaan orang lain. Sebuah keputusan diambil setelah
memperhitungkan dampaknya bagi orang lain dan mengikuti suara hatinya.
1.2.4 Judging/Perceiving
Dimensi keempat ini membahas gaya hidup. Dimensi ini dibagi menjadi Judging dan Perceiving.
Seorang judger cenderung hidup secara teratur dan lebih suka apabila kehidupannya terstruktur
dengan jelas. Sedangkan seorang perceivers lebih suka hidup secara spontan dan lebih menyukai
kehidupan yang luwes.

1.3 Tipologi Tempramen


Temperamen adalah konfigurasi dari sifat-sifat kepribadian yang dapat diamati, seperti
kebiasaan komunikasi, pola tindakan, dan serangkaian karakteristik sikap, nilai, dan bakat. Ini
juga mencakup kebutuhan pribadi, jenis kontribusi yang dilakukan individu di tempat kerja,
dan peran yang mereka mainkan di masyarakat. Setiap temperamen memiliki kualitas dan
kekurangan, kekuatan dan tantangan yang unik (Keirsey, 1998). Dengan menetapkan mana ciri
dominan dari masing-masing dimensi, akan didapatkan tipologi temperamen dari individu,
dengan 16 kombinasi berikut.
ESTJ ISTJ ESFJ ISFJ ESTP ISTP ESFP ISFP
ENFJ INFJ ENFP INFP ENTJ INTJ ENTP INTP
Keenam belas tipologi di atas mempunyai ciri yang berbeda satu sama lain. Namun, David
Keirsey telah mengidentifikasi empat temperamen dasar manusia sebagai the Artisan, the
Guardian, the Idealist, dan the Rational. Perlu diingat bahwa keempat temperamen ini tidak
sekadar merupakan penggabungan dari masing-masing karakteristik MBTI, tetapi merupakan
hasil interaksi dari dua dimensi dasar dari perilaku manusia: apa yang dikatakan individu dan
apa yang dilakukannya. Keempat temperamen tersebut diberi nama yang disarikan dari
kesamaannya. Penamaan keempat kelompok berdasarkan temperamen dapat dipaparkan
sebagai berikut.
Guardians (SJ) : ESTJ ISTJ ESFJ ISFJ
Artisans (SP) : ESTP ISTP ESFP ISFP
Idealists (NF) : ENFJ INFJ ENFP INFP
Rationals (NT) : ENTJ INTJ ENFP INFP
1.3.1. Pembimbing/Tradisionalis
14

Tipe pembimbing merupakan gabungan dari Sensing dan Judging. Walaupun sama-
sama tergolong pada temperamen Pembimbing/Tradisionalis, kelompok Thinking (STJ)
maupun Feeling (SFJ) sangat berbeda. Mereka yang ESFJ dan ISFJ dalam ciri
Pembimbing/Tradisionalis, tidak sekuat ciri ESTJ dan ISTJ. Bagi ESFJ dan ISFJ, hubungan
dengan orang lain dan kriteria orientasi pada manusia dalam pengambilan keputusan sangatlah
penting.
Tipe tradisionalis memiliki beberapa kekuatan yang menonjol, antara lain. orang-orang
yang praktis dan terorganisasi, teliti, serta sistematis. Mereka sangat memerhatikan peraturan,
kebijakan, kontrak, ritual, maupun jadwal. Mereka sangat hebat dalam memandu, memonitor,
dan menjalankan aturan. Pembimbing/Tradisionalis senang bekerja dengan fakta yang telah
terbukti dan menggunakannya untuk mengarahkan diri pada sasaran organisasi tempat mereka
menjadi anggotanya. Dibalik kelebihannya, tipe ini memiliki beberapa kelemahan,
Pembimbing/Tradisionalis tidak tertarik pada teori atau hal-hal yang abstrak. Mereka kurang
memperhatikan masa depan dibandingkan masa kini.
1.3.2. Artis/Experience
Tipe tempramen artis/experience merupakan pergabungan antara tipologi sensing dan
perceiving. Artis/Experiencers juga ada dua macam, yaitu STP dan SFP. SFP tidak sepenuhnya
sesuai dengan gambaran temperamen Artis/Experiencers yang penuh dengan kebebasan.
Experiencer yang SFP terutama ingin berespons pada kebutuhan orang lain dan ingin hasil
kerjanya dapat membawa perubahan segera pada orang lain.
Kekuatan yang menonjol dari Artisan adalah Mereka sangat unggul dalam mengenali
masalah praktis dan melakukan pendekatan pada masalah ini secara luwes, berani, dan banyak
akal. Dan kelemahan mereka terdapat pada sikap mereka yang tidak suka teori, hal-hal abstrak,
maupun konsep, dan mengalami kesulitan dalam melihat hubungan maupun pola dari sebuah
peristiwa.

1.3.3 Idealis
Tipologi temperamen Idealis merupakan gabungan antara tipologi intuiting dan feeling.
Kekuatan yang dimiliki tipe Idealis terdapat pada keahliannya dalam menyelesaikan konflik
dengan orang lain, membangun tim yang dapat bekerja sama dengan efektif, dan pandai
membuat orang percaya diri. Dan kelemahan mereka adalah sikap mereka yang cenderungan
mengambil keputusan berdasarkan perasaannya dan mudah larut pada masalah orang lain
sehingga membuatnya kewalahan. Mereka juga kadang-kadang terlalu idealis sehingga
terkesan kurang praktis.
15

1.3.4. Rasional/Konseptualis
Tipologi ini merupakan hasil pergabungan antara tipologi intuiting dan thinking. Tipe
ini senang menggunakan kemampuannya untuk melihat kemungkinankemungkinan dan
menganalisisnya secara logis untuk mendapatkan pemecahannya. Kekuatan yang terlhat dari
meraka yang memiliki tipologi temperamen ini adalah kemampuan mereka unggul dalam
membuat strategi, rencana, dan membangun sistem untuk mencapai sasaran, dan menikmati
prosesnya. Tipe Rasional/Konseptualis sangat mudah dalam memahami gagasan yang
kompleks dan teoretis serta pandai dalam mendeduksi prinsip-prinsip atau kecenderungan-
kecenderungan.
Kelemahan tipe rasional adalah Mereka dapat menjadi sangat skeptis dan sering
menantang aturan-aturan, asumsi, atau adat-istiadat yang berlaku. Rasional/Konseptualis juga
kadang-kadang mengalami masalah dengan otoritas dan dapat tampil sebagai elitis.

SUBBAB 2
MANUSIA SEBAGAI MAKHLUK BERKELOMPOK

Sebagai makhluk sosial, individu mempunyai kebutuhan yang kuat untuk hidup
bersama dalam kelompok agar dapat mengembangkan kemanusiaannya. Individu yang ada di
dalam kelompok melakukan interaksi di antara mereka. Melalui interaksinya itu, disepakati
aturanaturan atau norma-norma yang mengatur kehidupan berkelompok.
2.1 Kelompok-kelompok terdekat
2.1.1 Keluarga
Keluarga adalah unit dari kelompok terkecil yang kelak membentuk masyarakat. Dari
segi bentuknya, keluarga dapat berupa Keluarga Inti (Nucleus Family) dan Keluarga Besar
(Extended Family). Keluarga Inti adalah keluarga dengan anggota berupa ayah, ibu, dan ank-
anak, sedangkan Keluarga Besar mempunyai anggota yang lebih luas: kakek, nenek, paman,
bibi, keponakan, sepupu, ipar,
Belakangan ini terdapat bntuk keluarga baru, antara lain keluarga kohabitasi
(cohabitation family), yaitu pasangan yang tinggal serumah dan membina keluarga di luar
pernikahan. jenis keluarga sesama jenis (homosexual family) yang akhir-akhir ini marak
dengan istilah LGBT (lesbian, gay, biseksual, dan transgender). Tentunya karena kedua jenis
“keluarga” ini tidak lazim dan melanggar norma agama dan susila serta tidak sesuai dengan
16

nilai Pancasila, masyarakat Indonesia secara tegas menganggap keberadaan dua jenis keluarga
ini sebagai penyakit masyarakat yang harus disembuhkan dan dihilangkan.
2.1.2 kelompok pertemanan
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia kata teman mempunyai makna ‘kawan,
sahabat, orang yang bersama-sama bekerja (berbuat, berjalan), lawan (bercakap-cakap), yang
menjadi pelengkap (pasangan).’ Dalam proses pertemanan, seseorang biasanya lebih memilih
berteman dengan seseorang yang sebaya dengan dirinya karena biasanya teman yang sebaya
lebih membuat dirinya nyaman.
2.1.3 Kelompok Sosial
Kelompok sosial merupakan himpunan manusia yang saling berinteraksi dan bekerja
sama sedemikian rupa sehingga menumbuhkan perasaan kebersamaan.
Dari segi keanggotaanya, kelompok sosial dapat bersifat sangat longgar, bersifat
sukarela, seperti kelompok peminatan atau paguyuban keagamaan. Akan tetapi, keanggotaan
kelompok sosial juga dapat bersifat ketat, serta melalui proses perekrutan dengan sejumlah
persyaratan, seperti himpunan pengacara atau asosiasi dokter atau akuntan.

2.2 Tipologi Kelompok Berdasarkan Efektivitasnya


2.2.1 Kelompok Pseudo
Kelompok Pseudo adalah kelompok yang anggotanya mendapat tugas untuk bekerja
bersama, namun sebenarnya tidak berminat untuk melaksanakannya. Contoh dari Kelompok
Pseudo adalah kelompok para pramujual (salesman) yang anggotanya saling bersaing untuk
jadi yang terbaik dan melakukan penjualan terbanyak.
2.2.2 Kelompok Tradisional
Kelompok Tradisional adalah kelompok yang anggotanya mendapat tugas untuk
bekerja sama. Mereka sadar harus bekerja sama. Namun, anggota kelompok percaya bahwa
mereka akan dinilai sebagai individu, bukan sebagai anggota kelompok.
2.2.3 Kelompok Efektif
Kelompok Efektif adalah kelompok yang anggota-anggotanya berkomitmen untuk
memaksimalkan keberhasilan dirinya maupun keberhasilan anggota-anggota yang lain.
Beberapa karakteristik dari Kelompok Efektif adalah saling bergantung secara positif (positive
interdependence), mampu menyatukan para anggota kelompok untuk mencapai sasaran
operasional yang jelas, mengembangkan komunikasi dua arah, menggunakan prinsip
kepemimpinan terdistribusikan (memimpin secara bergantian), dan menentukan kekuasaan
berdasarkan keahlian.
17

2.2.4 Kelompok Kinerja Tinggi


Kelompok Kinerja Tinggi memenuhi seluruh kriteria dari kelompok yang efektif.
Kelompok ini mempunyai tingkat komitmen yang lebih tinggi, tidak hanya kepercayaan,
namun juga respek satu sama lain. Mereka sangat peduli pada anggota-anggota kelompoknya
termasuk pada pengembangan pribadi setiap anggota kelompok tersebut.

2.3 Membangun Hubungan Antarpribadi


Hubungan antarpribadi melibatkan peran persepsi dan peran komunikasi. Keduanya
berperan dalam menciptakan hubungan antarpribadi yang harmonis dan produktif. Kesalahan
dalam persepsi dan komunikasi dapat menciptakan kondisi yang sebaliknya.
2.3.1 Peran Persepsi
Persepsi adalah sebuah proses mengorganisasi dan menginterpretasikan informasi
sehingga menjadi berarti (King, 2011). Ada banyak faktor yang memengaruhi persepsi, baik
yang membentuk maupun yang mendistorsinya, fakto-faktor tersebut antara lain. a.
karakteristik dari individu, b. karakteristik dari target, dan c. situasi.
Dalam menilai orang lain, kita sering kali menggunakan jalan pintas, Jalan pintas yang
sering diambil ini dapat dipaparkan sebagai berikut.
a) Persepsi yang selektif: individu menginterpretasi apa yang dilihatnya secara selektif
berdasarkan minat, latar belakang, pengalaman, dan sikapnya, namun membuang bagian
informasi yang dirasakan mengancam atau dianggap tidak relevan, seperti menggunakan filter
untuk menyaring hanya yang sesuai dengan harapannya.
b) Proyeksi: mengatribusikan sikap, karakteristik, atau keterbatasannya sendiri pada orang
lain. Orang yang curang atau berbohong dapat berasumsi semua orang juga curang dan
berbohong.
c) Streotip: menilai seseorang atau kelompok berdasarkan penilaian umum, misalnya: orang
Jawa halus, anak bungsu manja, orang tua kolot.
d) Halo Effect: perasaan positif mengenai sebuah karakteristik pada individu memengaruhi
penilaiannya mengenai karakteristik yang lain, misalnya, menilai seseorang yang kelihatannya
perlente sebagai intelek atau terpelajar.

2.3.2 Peran Komunikasi dalam Hubungan Antarpribadi


Individu-individu saling mengirim dan menerima pesan yang bermakna dengan cara
berkomunikasi.
18

Sebagaimana mempelajari kompleksitas hubungan antarmanusia, kita juga mempelajari


komunikasi. Pertama, kita belajar bahwa orang lain berada dalam hubungan yang sangat
berbeda satu sama lain. Kita belajar bahwa mereka dapat menerima atau meremehkan kita. Kita
belajar bahwa mereka dapat berperilaku seolah-olah mereka lebih unggul atau lebih rendah dari
kita. Kita juga belajar bahwa di antara mereka ada yang mungkin sulit didekati atau sangat
formal. Secara pasti, kita mengetahui bahwa orang-orang tidak dapat dipertukarkan satu sama
lain.
2.3.3 Strategi Menangani Konflik
Berikut ini adalah lima tipologi strategi yang dilakukan kelompok dalam menghadapi
konflik guna mencapai tujuan kelompok.
a. Strategi Burung Hantu (Kolaborasi) : Strategi ini sangat menghargai tujuan maupun
hubungan. individu akan memilih pemecahan masalah melalui negosiasi.
b. Strategi Boneka Beruang (Akomodasi) : hubungan dianggap sangat penting, sedangkan
tujuan mengandung derajat kepentingan yang rendah.
c. Strategi Hiu (Konfrontasi) : hubungan tidak penting, tetapi tujuan merupakan faktor
yang sangat penting.
d. Strategi Rubah (Kompromi) : tujuan dan hubungan dengan anggota kelompok lain sama
pentingnya.
e. Strategi Kura-kura (Menghindar) : tujuan tidak dianggap penting dan hubungan dengan
orang lain tidak perlu dijaga.

2.4 Kepemimpinan dalam Kelompok


2.4.1 Peran Kepemimpinan
Menurut Kouzes dan Posner (1993), pemimpin yang efektif ditandai oleh kemampuan
mereka untuk membuat kelompoknya mengikuti apa yang diarahkannya.
2.4.2 Sifat-sifat yang diperlukan Pemimpin
a. Tertantang oleh protes
Hendaknya seorang pemimpin merasa tertantang untuk melakukan suatu usaha yang
dapat membawa anggota kelompok mencapai suatu tujuan sekalipun dihadapkan pada
berbagai kesulitan.
b. Menginspirasi Visi Bersama secara Jelas
Tanggung jawab kepemimpinan berikutnya adalah menciptakan visi bersama. Semua
anggota berkomitmen untuk mencapai tujuan tersebut. Dalam rangka mencapai visi bersama
itu, seorang pemimpin harus (1) memiliki visi yang dapat dicapai organisasi; (2)
19

mengomunikasikan visi itu dengan komitmen dan antusiasme; (3) membuat visi bersama dapat
diadopsi oleh anggota sebagai milik mereka; dan (4) membuat visi yang rasional dan prosedural
yang disusun berdasarkan kesepakatan bersama.
c. Memungkinkan Orang Lain untuk Bertindak
Pemimpin yang efektif akan berbagi informasi dan kekuasaan dengan cara
berkolaborasi serta memberdayakan orang-orang yang dipimpinnya untuk menetapkan dan
mencapai tujuan bersama.
d. Model Bagaimana Kelompok Berfungsi
pemimpin harus menunjukkan perilaku yang konsisten antara kata dan perbuatan
mereka. Ia harus menjadi model dalam melakukan disposisi kekuasaan dan tanggung jawab,
dapat menerima kesalahan, serta melibatkan semua ketua kelompok dalam pengambilan
keputusan bersama.
e. Mendorong Berkembangnya Semangat Kebersamaan
Pemimpin hendaknya mampu menemukan cara untuk menghargai anggota dan
kelompok untuk mencapai kemajuan serta sukses mencapai tujuan bersama. Pemimpin yang
efektif akan memberikan pelatihan, umpan balik, dan pengakuan pada anggotanya untuk
menunjukkan penghargaan atas upaya mereka.

SUBBAB 3
MANUSIA SEBAGAI MAKHLUK BERKEBUDAYAAN

3.1 Hakikat Kebudayaan sebagai Bukti Keunggulan Manusia


3.1.1 Fungsi dan Hakikat Kebudayaan
Kebudayaan merupakan karya manusia dalam rangka hidup bermasyarakat. Soekanto
(1990:214) menjelaskan kegunaan kebudayaan bagi manusia, yaitu untuk melindungi diri
terhadap alam, mengatur hubungan antarmanusia dan sebagai wadah dari segenap perasaan
manusia.
Widagdho (2001), menjelaskan bahwa manusia, di dalam kelompok sosialnya,
mengembangkan kebudayaan, dalam rangka menguasai dan memanfaatkan unsur-unsur yang
terdapat di alam semesta untuk keperluan hidupnya, mengembangkan kreativitas,
mengembangkan rasa indah atau keindahan (estetika), mengembangkan komunikasi dengan
sesama, mengatur kehidupan bersama melalui tata aturan sopan santun atau tata susila,
20

mengembangkan ilmu pengetahuan yang memungkinkan kehidupan mereka semakin


berkembang dan berkualitas, dan mendapatkan ketenangan batin.
3.1.2 Definisi Kebudayaan
Dalam istilah bahasa Inggris, kata yang sepadan dengan kebudayaan, yaitu culture,
diambil dari bahasa latin colere yang berarti “mengolah, mengerjakan” terutama mengolah
tanah atau bertani (Koentjaraningrat, 2009:146).
Pengertian kebudayaabn pada umumnya adalah semua hasil karya, rasa, cipta, dan karsa
masyarakat (Soekanto, 1990:189). Pengertian ini dikaitkan dengan asal kata kebudayaan yang
berasal dari bahasa Sansekerta buddayah, yang merupakan bentuk jamak dari kata buddhi, yang
berarti “budi” atau “akal”. Dari pengertian etimologis itulah kebudayaan diartikan sebagai hal-
hal yang bersangkutan dengan akal dan budi.
3.1.3 Tiga wujud kebudayaan
Koentjaraningrat, menjelaskan tiga wujud kebudayaan yang meliputi:
a. Wujud pertama, yaitu kompleks dari ide, gagasan, nilai, norma, peraturan, dan lain
sebagainya. Wujud ini bersifat abstrak, karena berada dalam alam pikiran manusia
(masyarakat). Wujud pertama kebudayaan ini disebut dengan istilah sitem budaya
(cultural system), yang lebih dikenal dengan istilah adat atau adat istiadat.
b. Wujud kedua meliputi kompleks dari aktivitas serta tindakan berpola dari manusia.
Wujud kedua ini disebut sistem sosial (social system), yang meliputi seluruh aktivitas
manusia dalam berinteraksi, berhubungan, bergaul satu sama lain setiap waktunya.

Wujud ketiga, berupa hasil karya manusia yang berwujud benda-benda fisik atau artefak, baik
berupa benda-benda yang berukuran besar seperti gedung dan rumah atau benda-benda yang
berukuran kecil, seperti kancing baju, jarum, dan lain-lain.

3.1.4 Sistem Kebudayaan Universal


Ada unusur-unsur Kebudayaan yang pasti kita jumpai dimasyarakat. Meskipun
kebudayaan yang dimiliki manusia di seluruh dunia beraneka ragam, namun menurut C.
Wissler (Koentjaraningrat, 2009:299), terdapat cultural universals, yaitu unsur-unsur
kebudayaan yang sifatnya universal.
1) Sistem organisasi sosial merupakan salah satu universal. Manusia dilahirkan di
lingkungan keluarga dimana manusia membutuhkan bantuan ayah, ibu, dan orang
terdekatnya. Seiring berjalannya waktu, proses perkembangan individu akan berada
dalam tahap masyarakat dan negara. Setiap kumpulan manusia memiliki system
organisasi soaial yang berfungsi mengatur harmonisasi kehidupan anggotanya.
21

Organisasi sosial yang paling erat dan dekat adalah kekerabatan. Unit terkecilnya
adalah keluarga inti, selanjutnya keluarga besar, hingga kekerabatan yang lebih luas
lagi. Pada masyarakat modern, kesatuan sosial diatur oleh aturan, norma, dan hukum
yang lebih jelas dan tegas memperhatikan hak dan kewajiban anggota kesatuan sosial
itu.
2) Sistem mata pencaharian, artinya setiap kelompok masyarakat manapun pasti memiliki
system mata pencaharian. Kebudayaan dihasilkan dari rangka pemenuhan kebutuhan
manusia. Manusia membutuhkan makanan, pakaian, dan tempat tinggal. Dalam rangka
pemenuhan kebutuhan primer ini, manusia mengolah sumber daya alam disekitarnya.
Namun dikarenakan sumber daya alam disekitar kita berbeda-beda, ada yang tanah
subur, ada yang gersang, ada yang dikelilingi lautan samudera, dan lain-lain,
menyebabkan mata pencaharian setiap manusia berbeda-beda.
3) Sistem teknologi, dalam rangka mempermudah kebutuhan manusia sehari-hari
dikembangkanlah alat teknologi. Seperti ketika berburu dibutuhkan alat atau senjata
untuk membunuh buruannya, atau seperti petani membutuhkan peralatan pertanian
seperti traktor. Sayangnya, perkembangan teknologi ini tidak merata oleh seluruh
manusia. Ada yang memiliki teknologi mutakhir dalam pengaplikasiannya ke
kehidupan sehari-hari, ada juga yang masih memiliki teknologi kuno. Tetapi, bukan
berarti masyarakat tidak memiliki teknologi, hanya saja teknologi yang digunakan
masih sederhana disbanding teknologi yang dianggap modern.
4) Sistem pengetahuan; dahulu hanya pengetahuan dari masyarakat Eropa yang memiliki
tingkat system pengetahuan yang valid, sedangkan diluar Eropa tidak dianggap sebagai
sebuah pengetahuan karena menurut mereka, system pengetahuan diluar Eropa masih
sangatlah primitive. Kebudayaan diluar Eropa masih menganut kepercayaan ghaib,
ilmu sihir, dan lain-lain. Tetapi, hal ini disanggah oleh peneliti dan penemu generasi-
generasi berikutnya. Pengetahuan di berbagai tempat berbeda. Hal ini menunjukkan
tingkat kemajuan ilmu pengetahuan yang berbeda memperlihatkan kemajuan teknologi
dan pencapaian tingkat peradaban berbeda-beda juga.
5) Kesenian; sebagai unsur kebudayaan yang mengandung nilai keindahan. Masyarakat
umum menganggap kesenian sebagai unsur utama kebudayaan. Contohnya pertunjukan
kesenian atau hasil-hasil kesenian. Manusia menyukai keindahan, oleh karena itu di
masyarakat manapun, masyarakat pasti memiliki dan mengembangkan kesenian. Hal
ini diekspresikan melalu seni suara (menyanyi), seni drama, seni tari, dan lain-lain.
22

6) Bahasa; interaksi antarmanusia atau antarmasyarakat dapat belangsung karena adanya


media komunikasi yakni bahasa. Bahasa yang digunakan di suatu tempat menjadi
(meskipun tidak selalu) identitas masyarakat daerah tersebut. Contoh, bahasa Sunda
dipergunakan masyarakat Sunda. Dengan bahasa, sejarah dapat diceritakan dan diteliti
kepada masyarakat generasi berikutnya.
7) Religi; yaitu kepercayaan terhadap adanya suatu kekuatangaib di luar mannusia dapat
dijumpai pada setiap masyarakat. Religi memiliki konsep berbeda dengan agama
(Islam, Kristen, Katholik, Buddha, Hindu). Sistem religi seperti kepercayaan Sunda
wiwitan, Kejawen, Karahyangan, Marapu, dan ratusan system kepercayaan lain yang
masih dianut sebagian kecil masyarakat Indonesia. Semua aktivitas manusia yang
bersangkutan dengan religi berdasarkan atas suatu getara jiwa disebut emosi
keagamaan. Emosi keagamaan yang menyebabkan suatu benda, tindakan, atau gagasan
dianggap memiliki nilai keramat.

3.1.5 Unsur Universal Kebudayaan


Unsur kebudayaan memiliki 3 wujud, yaitu ide, tingkah laku, dan wujud fisik. Dalam
masyarakat, hal ini tidak berlangsung secara serentak. Ada unsur kebudayaan yang cepat
berubah, ada yang lambat atau bahkan cenderung sukar berubah. Unsur kebudayaan yang
paling cepat berubah adalah teknologi, sedangkan yang sukar berubah adalah system religi.
Namun, perubahan suatu unsur kebudayaan sebaiknya terjadi pada ketiga wujudnya, karena
apabila terdapat ketimpangan perubahan dalam ketiga wujud kebudayaan tersebut sering terjadi
culture lag atau keterlambatan kebudayaan (Poerwanto, 2008:177-179). Contoh cultural lag
adalah pemakain telepon selular (handphone) atau internet dengan fasilitas komunikasi canggih
seperti facebook, twitter, dan aplikasi media sosial lainnya, yang berangkat dari suatu konsep
mempermudah dan memperlancar aktivitas interaksi antarmanusia. Terciptanya produk budaya
tersebut pada dasarnya berangkat dari pemikiran akan pentingnya waktu, seperti yang sering
diungkapkan “time is money”, pada masyarakat pencipta kebudayaan itu. Namun, dalam
kenyataannya sebagian masyarakat Indonesia malah menggunakan kemajuan teknologi
informatika ini untuk kesenangan semata dan malah membuang waktu yang sangat berharga
itu. Bahkan karena begitu dikhawatirkannya penggunaan internet untuk kesenangan pribadi
dan dianggap mengurangi kinerja, beberapa institusi di berbagai bidang, seperti pendidikan,
perusahaan, dan lain sebagainya membuat kebijakan pelarangan penggunaan internet pada jam-
jam tertentu.
23

Demikianlah cultural lag (keterlambatan budaya), terjadi karena masyarakat pengguna


kebudayaan itu bukanlah pencipta kebudayaan, melainkan penerima kebudayaan yang telah
dibuat oleh masyarakat bangsa lain. Proses penerimaan kebudayaan sebatas pada penerimaan
wujud ketiga dari kebudayaan tertentu, tanpa diimbangi dengan pemahaman yang baik tentang
sistem budaya dan sistem sosial yang melatarbelakangi penciptaan kebudayaan itu.
3.2 Belajar Kebudayaan
Perilaku manusia ditentukan lingkungannya. Situasi suatu lingkungan yang berada di
luar manusia disebut stimulus (S); situasi ini akan menimbulkan dorongan (D) untuk berbuat
sesuatu; dan akhirnya sesuatu yang ditampilkan seorang individu melahirkan respon (R).
Rahyono (Wacana, 2002:18–19), menjelaskan bahwa kebudayaan merupakan “bentuk” usaha
manusia dalam mengatasi segala keterbatasan yang dialami dalam kehidupannya. Manusia
tidak begitu saja menerima keterbatasan, baik yang ditimbulkan oleh alam maupun oleh diri
manusia itu sendiri. Dalam upaya mengatasi keterbatasan itu, manusia tidak melakukan
kegiatan secara individual, melainkan secara kelompok. Dengan demikian, kebudayaan
bukanlah milik diri, melainkan milik kelompok. Kebudayaan yang dimiliki oleh individu-
individu di dalam masyarakat diturunkan dari generasi ke generasi, sehingga dianggap sebagai
sesuatu yang diturunkan secara genetis, padahal tidak demikian, manusia mempelajari
kebudayaan itu sejak ia lahir sampai dengan menjelang ajal tiba, melalui proses internalisasi,
sosialisasi, dan enkulturasi.
3.2.1 Internalisasi Kebudayaan
Internalisasi, menurut Koentjaraningrat (2009:185) adalah proses panjang seorang
individu menanamkan dalam kepribadiaannya segala perasaan, hasrat, nafsu, dan emosi yang
diperlukannya, sepanjang hidupnya, sejak ia dilahirkan sampai menjelang ajalnya. Sebagai
contoh seorang bayi yang merasa lapar menyatakan rasa laparnya dengan menangis, yang
ditanggapi oleh ibu atau pengasuhnya dengan memberi susu, sehingga rasa lapar yang
dialaminya hilang dengan mendapatkan susu, dan ia pun berhenti menangis. Lain waktu si
bayi menangis lagi karena merasa kedinginan atau tidak nyaman. Tentu saja jika menangis
yang ini direspon dengan memberikan susu, tangis si bayi tidak akan berhenti; baru setelah ia
diselimuti atau didekap ia merasa nyaman dan tangisnya berhenti. Demikian seterusnya bayi
belajar menyampaikan perasaaan dan menerima respon yang diberikan, sebagai bentuk belajar
yang pertama.
Dengan demikian, seorang individu belajar kebudayaan sejak ia dalam buaian hingga
menjelang ajalnya. Ia belajar mengenai berbagai macam perasaan dan hasrat: lapar, haus,
gelisah, sedih, bahagia, cinta, benci, nyaman, dan lain sebagainya, sehingga semua hal yang ia
24

alami sebagai suatu reaksi dan tanggapan yang diterimanya menjadi bagian dari kepribadian
individu.
3.2.2 Sosialisasi Kebudayaan
Dengan pertambahan usia dan perkembangannya, seorang anak manusia belajar
mengenai polapola tindakan dalam interaksi dengan berbagai manusia lain di sekelilingnya,
yang disebut dengan sosialisasi (Koentjaraningrat, 2009:1986). Sejalan dengan proses
internalisasi yang tidak terputus, individu bertemu dengan individu-individu lainnya di dalam
sistem sosial. Individu ini berusaha mempelajari dan memahami pola-pola interaksi sosial di
sekitarnya. Setiap lingkungan sosial membentuk pola-pola yang berbeda-beda. Seorang
individu berusaha melakukan dan menerima sosialisasi agar diterima dan menjadi bagian dari
masyarakat.

Lingkungan sosial yang pertama kali ditemuinya, yaitu keluarga, yang merupakan unit
masyarakat terkecil, yang terdiri dari ibu, ayah, dan anggota keluarga lainnya. Bisa saja ada
anak yang berada di dalam keluarga yang tidak lengkap karena tidak ada ayah atau ibu, dan ada
anak yang berada di lingkungan keluarga yang sangat besar karena adanya nenek, kakek, dan
keluarga liannya. Hal ini dapat mempengaruhi sosialisasi yang dialami dan mempengaruhi
kepribadiaan.
Ada keluarga yang mendisiplinkan anaknya bangun tidur pada waktu dini hari, namun
ada juga keluarga yang tidak mengatur hal mengenai bangun tidur, dengan memberi kebebasan
anggota kelurga menetukan kapan mereka ingin bangun atau tidur. Keluarga adalah lingkungan
pertama terjadinya sosialisasi, sehingga kepribadian seorang individu sangat dipengaruhi oleh
kondisi keluarganya. Setelah keluarga, lingkungan yang turut mempengaruhi kepribadian
seorang individu adalah lingkungan masyarakat di sekitar keluarga dan meluas seiring dengan
interaksi yang dialami oleh individu. Demikianlah proses sosialisasi, yang berawal di dalam
keluarga, berlanjut di lingkungan sekitar, dan terus di masyarakat yang lebih luas, sehingga ia
menjadi bagian dari masyarakat suatu negara di mana ia tinggal.
3.2.3 Enkulturasi Kebudayaan
Menurut Koentjaraningrat (2009:189), enkulturasi atau pembudayaan merupakan suatu
proses seorang individu mempelajari dan menyesuaikan alam pikiran serta sikapnya dengan
adatistiadat, sistem, norma, dam peraturan yang hidup di dalam kebudayaannya. Bersamaan
dengan proses sosialisasi, setiap individu mengalami proses enkulturasi, yaitu penanaman
nilai dan sistem norma yang berlaku. Penanaman nilai ini, sebagaimana sosialisasi, juga
berawal di dalam keluarga. Keluargalah yang mengajari seorang anak tentang nilai atau moral
25

yang baik dan yang buruk. Seorang individu yang tumbuh seiring pertambahan usianya
menjumpai nilai-nilai yang berlaku di dalam masyarakat, melalui proses enkulturasi secara non
formal. Selanjutnya, setelah ia mulai bersekolah, ia mulai mengalami enkulturasi secara
formal. Mungkin saja enkulturasi dilakukan oleh institusi atau lembaga yang pendidikan
lainnya selain sekolah formal.
Proses enkulturasi dapat terjadi karena motivasi dan dorongan internal dari individu
yang ingin mempelajari kebudayaan di masyarakatnya atau dapat terjadi karena dorongan
eksternal, sebagai suatu proses pembelajaran yang diselenggarakan oleh lembaga atau institusi,
termasuk negara. Dengan demikian, sistem pendidikan menjadi tonggak pendorong lahirnya
manusia-manusia berkebudayaan, yang memahami kebudayaan tidak dari satu aspek
(wujudnya) saja, melainkan dari ketiga wujud kebudayaan (sistem budaya, sistem sosial, dan
kebudayaan fisik), sehingga perubahan kebudayaan dapat meningkatkan derajat kemanusiaan
itu sendiri.
3.2.3 Dinamika Masyarakat dan Kebudayaan
Masyarakat dan kebudayaan merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Manusia
di dalam masyarakat mengembangkan dan mendukung suatu kebudayaan. Manusia memiliki
keterbatasan umur, namun kebudayaan yang dimiliki dapat terus berkembang dan didukung
oleh anggota masyarakat lainnya. Hal ini terjadi karena kebudayaan itu diwariskan baik vertical
maupun horizontal. Vertikal berarti antar generasi dan horizontal berarti antar individu dan
antarmasyarakat.
3.3.1 Difusi dan Migrasi Manusia
Beberapa ahli kebudayaan mengemukakan teori difusi, yaitu suatu proses penyebaran
kebudayaan yang dibawa oleh masyarakat yang bermigrasi dari satu tempat ke tempat yang
lain. Migrasi adalah suatu proses perpindahan sekelompok atau beberapa kelompok manusia
dari satu tempat ke tempat lainnya. Dalam proses berpindah itulah, manusia membawa
kebudayaannya dan ditiru oleh masyarakat yang ditemuinya.
Menurut Graibner dan F. Ratzel, penganut teori difusi, sebagai akibat dari migrasi ini
terjadilah kontak di kalangan kelompok masyarakat kebudayaan yang berbeda-beda.
Demikianlah kebudayaan disebarkan melalui kontak budaya, yang dilakukan melalui media
komunikasi, yang salah satunya adalah bahasa.
Ada berbagai faktor penyebab terjadinya migrasi manusia, yaitu faktor bencana alam,
wabah penyakit, kepadatan penduduk, ketidaknyamanan karena penguasa yang kejam, juga ada
faktor perbedaan taraf kehidupan di suatu daerah/negara dengan daerah/negara lain, dan faktor
lainya. Bencana alam, seperti bencana banjir besar atau gunung meletus yang mengharuskan
26

masyarakat penghuni wilayah itu mengungsi dan meninggalkan wilayah tanah air mereka,
merupakan suatu bentuk migrasi besar-besaran.
Adanya migrasi inilah yang dianggap sebagai salah satu faktor tersebarnya kebudayaan
sehingga kita menemukan adanya kesamaan-kesamaan kebudayaan yang dimiliki oleh
berbagai masyarakat yang terpisahkan oleh gunung dan samudera. Namun demikian, proses
migrasi ini sebenarnya tidak bergerak secara linier melainkan bergerak dengan bentuk spiral.
Artinya, pergerakan manusia tidak dapat dimaknai sebagai suatu pergerakan dari wilayah asal
ke wilayah tujuan seperti sebuah garis lurus, melainkan pergerakan itu sebaiknya dipahami
sebagai pergerakan yang mundur-maju dan tidak beraturan, sehingga membentuk gerakan
spiral.
3.3.2 Asimilasi dan Akulturasi
Kebudayaan tidak secara sederhana disebarkan dengan cara difusi, melainkan ada
mekanisme percampuran antara masyarakat asli dengan masyarakat pendatang, melalui proses
asimilasi atau akulturasi. Kebudayaan yang dibawa oleh para migran kemudian bertemu
dengan kebudayaan lain yang dimiliki masyarakat asli setempat (indigeneous). Jika
kebudayaan yang datang bersifat dominan bertemu dengan kebudayaan masyarakat lokal, dan
masyarakat berkebudayaan lokal menerima kebudayaan yang baru (melalui proses yang
panjang), maka terjadilah proses asimilasi. Sebagai contoh, asimilasi yang terjadi pada
masyarakat lokal Indonesia, misalnya wanita Jawa dan Sunda, yang secara perlahan-lahan
meninggalkan kebiasaan berbusana kebaya dan mengadopsi kebiasaan berbusana ala Barat.
Asimilasi mungkin terjadi sebaliknya, di mana masyarakat migran dengan suatu
kebudayaan asal, bertemu dengan masyarakat lokal dalam proses yang panjang dan perlahan-
lahan menerima kebudayaan lokal dan melepaskan kebudayaan lamanya. Contohnya adalah
masyarakat Indonesia yang tinggal di negara, seperti Amerika, Jepang, atau Jerman, dan negara
maju lainnya, dalam jangka waktu yang lama akhirnya melupakan kebudayaan asli Indonesia
karena menerima kebudayaan negara setempat yang dipandang lebih sesuai. Selain itu asimilasi
juga sering kali dijadikan kebijakan suatu negara yang masyarakatnya heterogen, untuk
menciptakan integrasi nasional. Contohnya adalah asimilasi bentuk kerajaan di Indonesia ke
dalam bentuk pemerintahan republik akhirnya diterima oleh seluruh lapisan masyarakat, dan
perlahan-lahan telah menghapuskan sistem pemerintahan yang semula ada di wilayah
nusantara.
Adapun akulturasi adalah pertemuan dua kebudayaan atau lebih yang masing-masing
kebudayaan itu melebur membentuk kebudayaan yang baru dan unik. Gejala akulturasi inilah
yang sebenarnya sering terjadi dalam penyebaran kebudayaan dunia. Bangsa Indonesia
27

sedemikian rupa menerima dan mengolah kebudayaan asing untuk diterapkan sesuai dengan
nilai-nilai budaya local. Contohnya bangunan masjid yang tidak meniru begitu saja bentuk
masjid di negara tempat asalnya, namun disesuaikan dengan cita rasa kebudayaan local
Indonesia.
3.3.3 Inovasi dan Penemuan
Inovasi merupakan kegiatan penemuan yang baru yang berbeda dari yang sudah
ada/atau yang sudah dikenal sebelumnya, baik berupa gagasan, metode, maupun alat. Proses
inovasi meliputi proses penemuan (discovery) dan penyebaran (invention). Proses pertama,
yaitu discovery, mungkin saja dilakukan oleh individu maupun individu-individu, secara
terpisah maupun suatu rangkaian penemuan. Discovery ini berkembang menjadi invention
setelah diterima, diakui, dan diterapkan oleh masyarakat (Koentjaraningrat, 2009:210-211).
Individu-individu yang melakukan kegiatan inovasi ini disebut inovator.

3.4 Kebudayaan dalam Berbagai Aspek Kehidupan Manusia


3.4.1 Ras, Etnis, dan Kebudayaan
Kata ras berasal dari bahasa Perancis-Italia, “razza, yang berarti pembedaan variasi
kelompok berdasarkan tampilan fisik atau ciri fenotatif (bentuk dan warna rambut, warna kulit,
bentuk mata, dan bentuk tubuh) dan asal-usul geografis. Jadi, ras mengacu pada
pengelompokan berdasarkan ciri biologis dan bukan ciri kebudayaan. Adapun “etnis” yang
sering disebut bangsa atau suku bangsa adalah suatu kesatuan sosial yang dapat dibedakan
dari kesatuan lain berdasarkan akar dan identitas kebudayaaan. Dengan demikian, kebudayaan
merupakan ciri pembeda antaretnis.
Secara umum di dunia terdapat 4 golongan ras, yakni Mongoloid, Negroid, Kaukasoid,
dan beberapa ras khusus yang tidak termasuk ke dalam ketiga golongan tersebut, yaitu
Bushman, Veddoid, Ainu, dan Polynesian. Ras Kaukasoid, merupakan ras yang sebagian besar
mendiami wilayah di benua Eropa, antara lain mereka yang sekarang mendiami wilayah
Britania Raya atau Inggris Raya juga merupakan ras Kaukasoid. Ciri yang paling menonjol
secara umum adalah warna kulitnya yang putih. Ras ini terbagi atas 4 rumpun, yakni:
a. Kaukasoid Nordik: ukuran tubuh tinggi, rambut keemasan, mata biru, bentuk muka lonjong
atau oval. Ras tersebut terdapat di daerah Eropa Utara sekitar Laut Baltik.
b. Kaukasoid Mediterania: ukuran tubuh lebih pendek dari Nordik, rambut coklat sampai
hitam,mata coklat, bentuk muka bulat. Ras tersebut terdapat di sekitar laut Tengah, Afrika
Utara, Armenia, Arab Saudi.
28

c. Kaukasoid Alpin: ciri tubuh antara Nordik dan Mediterania. Mereka terdapat di Eropa Timur
dan Eropa Tengah.
d. Kaukasoid Indik: ukuran tubuh kecil, warna kulit kuning dan coklat, tetapi bentuk muka ras
kaukasoid, mata hitam, rambut hitam, bentuk muka lonjong, oval, dan bulat, terdapat di Sri
Langka, Pakistan, dan India.
Ras Mongoloid merupakan ras manusia yang sebagian besar menetap di Asia Utara,
Asia Timur, Asia Tenggara, Madagaskar di lepas pantai timur Afrika, Beberapa bagian India
Timur Laut, Eropa Utara, Amerika Utara, Amerika Selatan dan Oseania. Anggota ras
Mongoloid biasa disebut “berkulit kuning”, namun ini tidak selalu benar. Misalkan orang
Indian di Amerika dianggap berkulit merah dan orang Asia Tenggara seringkali berkulit cokelat
muda sampai cokelat gelap. Ras Mongoloid secara umum memiliki tubuh yang lebih kecil dari
ras Kaukasoid. Pada umumnya berambut hitam dan lurus dan bermata dengan lipatan, yang
disebut sipit. Ras ini meliputi:
a. Asiatic Mongoloid (Asia Utara, Asia Tengah, dan Asia Timur); berkulit kuning
b. Malayan Mongoloid Asia Tenggara, Indonesia, Malaysia, Filipina, dan penduduk asli
Taiwan); berkulit cokelat muda sampai cokelat gelap.
c. American Mongoloid (penduduk asli Amerika), berkulit merah.
Ras ketiga adalah ras manusia yang terutama mendiami benua Afrika di wilayah selatan
gurun sahara. Keturunan mereka banyak mendiami Amerika Utara, Amerika Selatan, dan juga
Eropa. Adapun, ras keempat adalah ras khusus, yaitu ras manusia yang tidak dapat
diklasifikasikan dalam keempat ras pokok, antara lain:
a. Bushman (Penduduk di daerah Gurun Kalahari, Afrika Selatan);
b. Veddoid (Penduduk di daerah pedalaman Sri Lanka );
c. Polynesian (Kepulauan Mikronesia dan Polynesia);
d. Ainu (Penduduk di daerah Pulau Karafuto dan Hokkaido, Jepang).
3.4.2 Kebudayaan dan Ekonomi
Masyarakat terbentuk karena keinginan untuk secara bersama-sama (berkooperasi)
memenuhi kebutuhannya dengan memanfaatkan sumber daya yang tersedia. Pemenuhan
kebutuhan dengan membentuk masyarakat akan lebih cepat (hemat waktu), efisien (hemat
sumber daya atau lebih banyak hasil), dan kualitas yang lebih baik (akibat spesialisasi yang
menghasilkan ketrampilan/skill).
Di dalam suatu masyarakat di suatu lokasi terbentuklah perekonomian yang dalam
lingkup makro meliputi struktur ekonomi (economic structure), sistem ekonomi (economic
system), pembangunan ekonomi (economic development), dan performa ekonomi (economic
29

performance). Kontribusi dalam hal ini bisa berupa sumbangan terhadap pendapatan total
masyarakat atau bisa juga dalam hal penyediaan lapangan pekerjaan bagi anggota masyarakat.
Sektor dalam hal ini diartikan sebagai segmentasi perekonomian dalam hal lokasi (perdesaan
dan perkotaan), lapangan usaha (pertanian, industri, dan jasa), bentuk hukum usaha (formal
dan non-formal), pelaku usaha (swasta, kooperasi, dan publik), cara pengelolaan usaha
(tradisional dan modern), dan sebagainya.
Performa ekonomi yang diinginkan, misalnya masyarakat yang adil dan makmur ikut
pula menentukan sistem ekonomi yang dianut, pola pembangunan yang diberlakukan, dan arah
transformasi struktural yang terjadi.

Sistem ekonomi apa pun yang bentuknya yang dianut, meliputi aspek-aspek berikut.
1) Value system: Sistem nilai yang dipergunakan masyarakat. Sistem nilai ini selanjutnya
merumuskan tujuan-tujuan yang ingin dicapai, kepemilikan sumber daya, sistem insentif yang
digunakan, serta sistem alokasi yang diberlakukan. Sistem nilai yang dianut bisa berupa sistem
nilai utilitarian, egalitarian, syariah, Pancasila, atau sistem nilai lainnya.
2) System of objectives: Tujuan yang ingin dicapai masyarakat. Tujuan yang ingin dicapai
bisa berupa kesejahteraan (welfare) yang perlu pula dijelaskan maknanya, keadilan (justice),
pemerataan (equality), kebebasan (liberty), stabilitas (stability), perlindungan terhadap
lingkungan hidup, dan tujuan-tujuan lainnya.
3) System of ownership: Sistem pemilikan sumber daya oleh masyarakat. Pemilikan sumber
daya bisa berupa pemilikan bersama (common ownership), swasta (private ownership), public
(public ownership) kooperatif (cooperative ownership).
4) System of incentives: Sistem insentif dalam kegiatan ekonomi masyarakat yang dapat
berupa insentif materi (uang, barang, atau jasa), atau insentif moral, atau insentif berupa
kekuasaan, atau insentif bentuk lainnya.
5) System of coordination/allocation: Sistem alokasi sumber daya dan hasil-hasil kegiatan
ekonomi masyarakat, yang bisa dengan cara yang merupakan tradisi, atau dengan mekanisme
pasar bebas, atau dengan perencanaan baik perencanaan komando, terpimpin atau lainnya.
Sistem nilai utilitarian misalnya, merumuskan tujuan yang ingin dicapai adalah
kesejahteraan dan kesejahteraan diukur dari kepuasan atau kebahagiaan yang diperoleh
masing-masing individu dari mengkonsumsi barang dan jasa. Sebaliknya, sistem nilai
egalitarian merumuskan tujuan juga kesejahteraan tapi yang berkeadilan bagi seluruh
masyarakat. Untuk mencapai tujuan ini, pemilikan oleh publik dan kooperasi lebih dominan
dengan insentif moral juga dipergunakan, serta sistem alokasi dengan perencanaan.
30

Sejatinya pembangunan ekonomi adalah membangun manusia yang bermartabat,


berdaya-guna, dan mandiri. Bahkan, pembangunan ekonomi haruslah mendukung pencapaian
masyarakat yang berbudaya dan selanjutnya berperadaban. Pembangunan manusia dan
masyarakat diarahkan untk memperkuat nilai-nilai kebangsaan, kesatuan, kemerdekaan,
kedaulatan, kerakyatan, kesejahteraan, keadilan, dan sebagainya yang terkristalisasi dalam
Pancasila dan UUD-45. Hal inilah makna sesungguhnya dari pembangunan ketahanan dan
kedaulatan pangan.
Human development index (HDI) atau indeks pembangunan manusia (IPM) yang
dikeluarkan oleh PBB (UNDP). Ukuran performa lainnya dihitung oleh berbagai institusi
internasional. Indeks kebahagiaan (happiness index) dikeluarkan untuk hampir 200 negara di
dunia oleh PBB (UNSP). Indeks korupsi (corruption perception index) dikeluarkan oleh
Transparency International untuk lebih dari 160 negara di dunia.
3.5 Menuju Masyarakat Berperadaban
Istilah kebudayaan sering disamakan dengan istilah peradaban, namun sebenarnya
kebudayaan dan peradaban berbeda. Dikatakan bahwa tidak ada satu masyarakat yang tidak
memiliki kebudayaan, namun tidak semua masyarakat dapat atau telah mencapai peradaban.
Koentjaraningrat (2009: 146) menggunakan istilah peradaban, yang dipadankan dengan
“civilization” untuk menyebut bagian dan unsur dari kebudayaan yang halus, maju, dan
indah; atau untuk menyebut suatu kebudayaan yang mempunyai sistem teknologi, ilmu
pengetahuan, seni bangunan, seni rupa, dan sistem kenegaraan dari masyarakat kota yang
maju dan kompleks. Dengan demikian, peradaban merupakan bagian dari kebudayaan, yang
keduanya dibedakan dalam hal kualitas. Setiap masyarakat di belahan dunia manapun pastilah
memiliki kebudayaan. Namun, dengan memperhatikan ketinggian dan keluhuran hasil-hasil
kebudayaan yang dapat dicapai masyarakat suatu bangsa, ada beberapa masyarakat bangsa
yang telah mencapai kebudayaan yang dianggap luhur dan tinggi, atau dengan kata lain telah
mencapai peradaban, dan ada masyarakat yang belum mencapai perabadan.
31

BAB III
PENUTUP

3.1 KESIMPULAN

Manusia adalah makhluk ciptaan yang diciptakan lebih unggul dari pada makhluk
hidup lainnya. Manusia memiliki kemampuan untuk menganalisis dan mengevaluasi diri
sehingga akan selalu berkembang dari waktu ke waktu. Selain itu, manusia juga memiliki tiga
jenis kecerdasan, yaitu kecerdasan intelektual, kecerdasan emosional, dan kecerdasan spiritual.
Ketiganya harus berkembang secara seimbang supaya tercipta individu yang cerdas dan
berkarakter unggul.
Manusia juga merupakan makhluk yang hidup berkelompok sehingga dalam
kehidupan sehari-hari selalu berinteraksi dengan orang lain. Dengan pemahaman terhadap diri
sendiri dan orang lain, akan membantu terciptanya interaksi/kelompok yang efektif. Selain itu,
memahami keunikan individu ini juga membangun karakter saling menghormati, demi
terwujudnya suatu komunikasi yang membawa kepada suatu kondisi harmonis.
Dalam kehidupan berkelompoknya, interaksi yang dilakukan sehari-hari dan
berulang-ulang sehari-hari akan menciptakan suatu kebiasaan. Kebiasaan yang terus dilakukan
akan menjadi sebuah kebudayaan, yaitu usaha seperangkat tata aturan kehidupan yang
berdasarkan gagasan atau ide yang menghasilkan karya budaya bagi peningkatan kualitas diri
manusia itu sendiri.
Dengan memahami hakekat manusia sebagai makhluk berbudaya, maka diharapkan
setiap individu dapat mengembangkan dan mengubah kebudayaan yang ada di masyarakatnya
untuk mencapai kesejahteraan dan kebahagiaan yang diidam-idamkan bersama.
Terlepas dari pemahaman mengenai diri sendiri dan masyarakat, hal penting yang
harus dimiliki adalah sikap saling menghargai dan menghormati satu sama lain. Individu yang
sehat (berkarakter baik) dapat membentuk masyarakat yang sehat dan mampu mengembangkan
kebudayaan masyarakatnya sehingga tercapai kemajuan masyarakat yang diinginkan bersama.

Anda mungkin juga menyukai