Anda di halaman 1dari 4

1.

Pengertian Spasme

Spasme otot merupakan kontraksi involunter mendadak satu kelompok otot atau lebih meliputi
kram dan kontraktur (Haigh, 2005 : 1064). Spasme otot sering kali disebut sebagai kram otot atau bahkan
nyeri otot. Pada dasarnya spasme otot merupakan tahap awal atau gejala awal dari berbagai penyakit
seperti adanya kram otot, nyeri otot, atau bahkan merupakan komplikasi pada cedera tulang belakang.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa spasme otot, nyeri otot dan kram otot merupakan hal yang berbeda
tetapi memiliki keterkaitan yang sangat erat. Keterkaitan yang sangat erat ini juga ditunjukan pada tanda
dan gejala dari spasme otot yakni adanya nyeri pada area yang mengalami spasme, ketegangan pada otot,
kelemahan serta perasaan tidaknyaman lainnya.

2. Bagaimana proses terjadinya spasme

Pada umumnya spasme otot dapat menyerang siapa saja khususnya pada seseorang yang bekerja pada
atau memiliki kegiatan yang memerlukan kerja fisik secara maksimal seperti kuli bangunan, kuli panggul
dan atlit selain itu spasme otot juga dapat beresiko pada pekerja kantoran dan mahasiswa yang melakukan
kegiatan fisik sangat sedikit dan lebih banyak melakukan pekerjaan pada satu posisi yakni duduk dengan
posisi yang tidak ergonomis dalam waktu yang cukup lama. Spasme otot disebabkan karena berbagai
faktor, menurut Punnet L, pravalensi 37% nyeri punggung disebabkan oleh pekerjaan dari individu -
individu tersebut, dengan pembagian lebih banyak pada laki - laki berbanding wanita. Sedangkan
penelitian Community Oriented Program for Controle of Rheumatic Disease (COPORD) Indonesia
menunjukan pravalensi nyeri punggung 18,2 % pada 2 laki - laki dan 13,6 % pada wanita. National Safety
Council melaporkan bahwa sakit akibat kerja yang frekuensi kejadiannya paling tinggi adalah sakit/nyeri
pada punggung yaitu 22% dari 1.700.000 kasus ( Tarwaka, et al. 2004). Sedangkan menurut hasil
penelitian yang dilakukan oleh Dyah Wulan dan Deny Natalia (2010) menunjukkan pada posisi duduk
baik 27/65 (41,5%) mengalami nyeri punggung, sedangkan pada posisi tidak baik 11/12 (91,7%), dengan
p=0,011 dan resiko 15,481 kali. Pada lama duduk >4 jam didapatkan 37/63 (58,7%) nyeri punggung,
sedangkan 5 jam dalam sehari serta berbagai faktor lain. Spasme otot ringan sering kali ditemukan,
namun kecenderungan masyarakat kita yang sering kali mengabaikan adanya spasme otot ini. Masyarakat
juga sering kali melupakan progres dari spasme otot yang mungkin memburuk. Perlu diketahui bahwa
pada tiap - tiap penderita akan mengalami progres penyakit yang berbeda - 3 beda. Berkisar dari
gangguan kecil seperti ketidaknyamanan serta terganggunya kegiatan sehari - hari karena adanya nyeri
dan adapula yang hingga mengganggu mobilitas dan memiliki dampak yang signifikan pada kehidupan
sehari – hari (Larkin, 2011: 3).

Kejang otot atau spasme terjadi ketika aktivitas abnormal pada otot memicu paksa kontraksi otot.
Kontraksi terjadi ketika sinyal sinyal listrik ke otak mempengaruhi sel – sel saraf yang disebut motor
neuron, yang terletak di sum sum tulang belakang. Hal ini akan menyebabkan otot untuk mengencangkan,
menarik hanya cukup untuk menyebabkan rotasi salah satu tulang belakang. Otot kram atau kejang
mungkin melibatkan sebagian atau seluruh otot di paha belakang dan paha depan, kaki, tangan, dan otot-
otot betis.

Kram merupakan spasme otot (definisi spasme: kontraksi involuntar otot atau sekelompok otot secara
mendadak dan keras yang disertai nyeri dan gangguan fungsi, menghasilkan gerakan involuntar dan
distorsi) yang disertai dengan rasa nyeri. Istilah kram sendiri merupakan istilah yang umum digunakan
oleh pasien. Menurut Joekes, kram merupakan kontraksi yang irrasional atau tidak masuk akal, volunteer
(disadari) dan menimbulkan nyeri dari otot vountar dan membandingkannya dengan tetani yang adalah
kontaksi involunter tetapi tidak sakit dan disebabkan oleh konsentrasi plasma yang merendah seperti
hipokalsemia. Menurut Joekes lagi, terdapat empat kelompok kram yaitu (1) disebabkan oleh upaya dan
mungkin tidak terwujud- nyatakan sampai istirahat beberapa jam kemudian, (2) selama tidur, sering
terjadi pada orang tua dan mungkin disebabkan oleh hilangnya neuron motorik atas, (3) akibat penyakit,
seperti akibat hilangnya cairan atau akibat infeksi tetanus karena toksin sudah mencapai korda spinalis
dan mengakibatkan spasme yang parah, dan (4) akibat terapi diuretik karena hilangnya cairan. Namun,
saya lebih banyak mencurigai adanya faktor kelelahan otot pada betis kanan anak tersebut sebagai
penyebab kramnya, karena otot dipaksa untuk terus berkontraksi, maka dari itu terdapat mekanisme yang
tidak normal pada otot sehingga kontraksi justru terus berlangsung dan tidak diimbangi oleh relaksasi. 12
Kelelahan otot merupakan suatu fenomena dimana otot mengalami penurunan kemampuan untuk bekerja.
Otot yang semula mampu mengangkat 20 kg beban, namun karena mengalami kelelahan maka otot hanya
mampu mengangkat 10 kg beban, sekitar setengah dari beban awal yang dapat diangkat otot yang masih
segar. Lalu apakah penyebab kelelahan otot? Seperti kita tahu bahwa otot berkontraksi

membutuhkan energi dalam bentuk ATP. ATP ini dapat diambil dari hasil glikolisis atau pemecahan
glukosa yang menghasilkan 38 ATP. Glikolisis yang menghasilkan 38 ATP, sayangnya hanya dapat
berlangsung ketika suplai oksigen terpenuhi, dengan kata lain glikolisis tersebut berlangsung dalam
suasana aerobik. Bila ATP yang dihasilkan begitu banyak, lalu dari mana kah sumber kelelahan otot itu?
Perlu kita ingat, bahwa glikolisis aerobik hanya dapat berlangsung apabila suplai oksigen terpenuhi
seperti saat seseorang melakukan kerja ringa atau pun sedang, sedangkan saat seseorang melakukan kerja
berat, seringkali frekuensi bernapas menjadi lebih cepat untuk menghirup lebih banyak oksigen. Inilah
fenomena yang terjadi pada kelelahan otot. Otot yang melakukan kerja berat umumnya bekerja dalam
suasana anaerobik, yang sialnya hanya dapat memproduksi 2 ATP, jumlah yang sedikit apabila
dibandingkan dengan jumlah ATP yang dihasilkan dari glikolisis aerobik. Sehingga, apabila glukosa yang
siap pakai habis, maka glikogen atau gula yang disimpan di dalam otot lah yang berperan menyediakan
energi atau istilahnya merupakan bahan cadangan mana kala glukosa telah habis terpakai. Sumber energi
untuk otot sebenarnya ada beberapa sumber tidak hanya dari glukosa, salah satunya ialah kreatin fosfat.
Namun sayangnya, kreatin fosfat cepat lah habis bila digunakan sehingga mau tidak mau glikogen lah
yang harus digunakan. Glikolisis anaerobik merupakan proses glikolisis yang harus ditempuh ketika otot
melakukan kerja maksimalnya Glikolisis anaerobik nantinya akan menghasilkan asam laktat dan juga CO
2. Asam laktat dan karbondioksida ini lah yang berperan penting dalam menimbulkan kelelahan pada
otot. Apabila ada seseorang yang merasa pegal linu pada persendiannya setelah melakukan olahraga
cukup berat, dapat dipastikan bahwa asam laktat telah menumpuk di dalam tubuhnya. Sedikit kembali ke
bagian atas, apabila glikolisis aerobik mampu menghasilkan 38 ATP, lalu mengapa glikolisis anaerobik
hanya 2 ATP? Kemana kah sisa 36 ATP yang lain? Jawaban tepatnya, sisa 36 ATP tersebut disimpan
dalam bentuk lain, yaitu asam laktat. Asam laktat ini sebenarnya dapat di-recycle di hati menjadi glukosa
kembali namun hal tersebut membutuhkan jumlah oksigen yang banyak. Oleh karena itu, satu-satunya
cara untuk menghilangkan pegal linu dari persendian hanyalah dengan beristirahat dan menghirup banyak
gas oksigen. Kelelahan pada otot tentu akan mempengaruhi kinerja otot sekaligus metabolisme otot secara
normal. Maka dapat disimpulkan, resiko untuk mengalami kram akan menjadi lebih besar mana kala otot
berada dalam kondisi yang tidak fit.

Selain melihat dari segi kelelahan otot, ternyata kekejangan dapat terjadi apabila regulasi ion kalsium
intrasel tidak berjalan dengan baik akibat dari rangsangan potensial aksi yang terus-menerus. Seperti yang
telah saya bahas di sub-bab yang sebelumnya bahwa ketika ada rangsangan berupa ptensial aksi, maka
retikulum sarkoplasma akan memompakan ion kalsium ke sitosol sehingga dapat terjadi kontraksi.
Namun, bagaimana ceritanya apabila potensial aksi yang diberikan berlangsung terus-menerus dan tidak
ada jeda antara kontraksi pertama dengan kontraksi kedua? Sedikit review, kadar ion kalsium intrasel
sedikit banyak memperngaruhi berapa banyak jembatan silang yang dapat terbentuk, dan hal itu pun lagi-
lagi juga sudah saya bahas di sub-bab sebelumnya. Apabila waktu antara kontraksi pertama dengan
kontraksi kedua terbilang cukup jauh, maka segala sesuatunya akan berjalan dengan baik, karena dengan
demikian ion kalsium pun juga diberikan waktru untuk kembali ke rumahnya. Masalah akan timbul,
apabila saat ion kalsium dari kontraksi pertama belum dipompakan seluruhnya ke dalam retikulum
sarkoplasma, namun rangsangan untuk kontraksi kedua sudah datang. Maka, yang terjadi adalah
konsentrasi ion kalsium di sitosol akan sangat tinggi, Tentu saja tinggi, karena merupakan penjumlahan
dari ion kalsium yang masih tersisa di sitosol dari kontraksi pertama dan ion kalsium baru yang
dipompakan masuk oleh retikulum sarkoplasma ke sitosol. Kadar ion kalsium yang tinggi akan memicu
terbentuknya jembatan silang yang lebih banyak, imbasnya ialah maka akan lebih sering kontraksi terjadi,
sehingga tegangan pada otot akan terus bertambah. Bila kondisi ini terus berlanjut, maka kadar ion
kalsium di dalam sitosol akan terus bertambah tinggi, sampai akhirnya jumlah maksimum jembatan silang
yang dapat terbentuk tercapai dan otot menghasilkan kontraksi tetanik maksimal. Pada kondisi ini lah,
kram terjadi. Otot mencapai ketegangan puncaknya dan timbul rasa nyeri akibat otot tidak mampu
berrelaksasi. Kekejangan lah jawaban atas pertanyaan yang telah saya lontarkan di awalawal. Kontraksi
yang baik ialah kontraksi yang diikuti dengan jeda pelemasan otot hingga otot melemas sempurna, namun
pada kasus, justru kontraksi yang pertama dengan kontraksi yang seterusnya tidak memiliki rehat atau
otot tidak diberikan waktu untuk beristirahat sehingga tentu saja terjadi kekejangan yang berkepanjangan.
Hal ini sudah cukup menjelaskan mengapa anak tersebut mengalami kram. Mungkin saja, ia terlalu
memaksakan dirinya untuk terus berlatih tanpa mempertimbangkan batas maksimal kekuatan otot yang
dapat dicapai. Sekilas mengenai pendorongan telapak kaki kanannya ke arah dorsal, hal ini merupakan
salah satu cara untuk memicu terjadinya relaksasi. Semua hal yang bersifat elastis memiliki batas
pemanjangan, seperti karet gelang bila terus ditarik hingga melewati batas pemanjangannya, maka akan
putus, begitu juga dengan serabut otot, apabila terus menerus diregangkan maka lama-kelamaan akan
putus. Untunglah, Tuhan memberikan mekanisme kepada manusia untuk mengendalikan fungsi ototnya
sehingga putusnya serabut otot setidaknya dapat dihindari. Apabila otot terus diregangkan hingga
melebihi batas peregangannya, otot justru akan merespon dengan melakukan aktivitas relaksasi. Inilah
yang mendasari pendorongan telapak kaki ke arah dorsal, karena pendorongan ke arah dorsal akan
menambah regangan pada otot dan memicu relaksasi sehingga otot yang semula kejang akan rileks
kembali dan dapat melakukan fungsinya seperti sedia kala

3. Cara mengatasi terjadinya spasme

Adanya spasme otot serta nyeri yang mengakibatkan ketidaknyamanan menjadi alasan bagi para
penderita untuk mencari solusi. Pada dasarnya spasme otot sangatlah mudah penanganannya namun
apabila di abaikan dapat mengakibatkan cedera yang sangat serius. Sama halnya dengan berbagai
penanganan di berbagai macam penyakit, penanganan terhadap spasme otot dapat dibagi atas farmakologi
dan non farmakologi. Penanganan secara farmakologi biasanya berupa pemberian analgesik, obat anti
inflamasi, pelemas otot dan lain - lain (Dehghan & Farinaz, 2014:1). Sedangkan pada penanganan non
farmakologi yaitu pemberian terapi modalitas seperti coldtherapy. Coldtherapy dapat berupa es batu,
handuk dingin, cold gel packs dan ice massage (Angoules, 2014:1). Coldtherapy ini sendiri memiliki efek
vasokonstriksi, merileksasikan otot yang mengalami spasme, menurunkan nyeri, memperlambat
perjalanan impuls nyeri, meningkatkan ambang nyeri serta memberikan efek anastesi lokal (Kozier et, al.
2002 dalam Nurlis et, al. 2012). Selain pemberian coldtherapy, spasme otot juga dapat ditangani dengan
pemberian thermotherapy. Thermotherapy sendiri terbagi atas berbagai macam cara pemberian namun
pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan sirkulasi dan merelaksasi otot sehingga menurunkan nyeri
yang dirasakan akibat spasme otot selain itu juga mampu mengurangi bengkak (Shehata & Manal,
2013:204). Dalam penggunaan thermotherapy, hal yang perlu diperhatikan adalah ketepatan suhu seperti
terlalu panas ataupun terlalu dingin sehingga perlu adanya konsultasi serta 4 pengawasan oleh praktisi
kesehatan seperti dokter, perawat ataupun fisioterapi (Larkin, 2011:10). Kedua terapi ini telah banyak
dikenal di masyarakat serta sering kali dipergunakan. Namun masih belum dapat dipastikan di antara
kedua terapi ini yang lebih efektif dalam menurunkan nyeri akibat spasme otot. Sehingga penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui perbandingan keefektifan antara thermotherapy dan coldtherapy dalam
menurunkan nyeri akibat spasme otot.

Latihan yang dilakukan dengan pembebanan yang berat (high intensity) membuat tubuh bekerja
dengan maksimal sehingga membutuhkan waktu istirahat (recovery) yang cukup. Recovery adalah proses
memulihkan otot dan bagian tubuh lainnya ke kondisi sebelum latihan. Recovery bertujuan untuk
memberikan tubuh waktu untuk beristirahat. Otot yang kelelahan perlu dikembalikan kekuatannya, selain
itu recovery juga bertujuan meregenerasi sel otot yang telah rusak selama latihan, sehingga terbentuk sel
otot baru yang memiliki kualitas yang lebih bagus dari sebelumnya (Fox, 1991). Dari pernyataan tersebut
dapat disimpulkan recovery memiliki peran dalam regenerasi otot atau perbaikan sel otot yang rusak atau
cedera. Recovery dapat dilakukan dengan cara aktif ataupun pasif. Recovery aktif dilakukan dengan cara
melakukan aktivitas fisik intensitas ringan sementara istirahat pasif dilakukan dengan cara tidak
melakukan aktifitas fisik apapun atau istirahat total (Spencer et el., 2006)

Recovery yang dilakukan dengan berjalan atau jogging akan menjaga hormon epinefrin untuk tetap
disekresi. Hormon epinefrin menyebabkan otot jantung tetap melakukan kontraksi (systole). Kejadian ini
menyebabkan jantung tidak menurunkan kinerja secara mendadak. Proses pelebaran pembuluh darah
(vasodilatasi) selama latihan juga di jaga agar tetap terjadi dan menurun secara bertahap. Hal ini
diperlukan karena pada fase recovery otot tubuh membutuhkan nutrisi untuk proses perbaikan sel yang
rusak dan pengisian kembali energi yang terkuras selama latihan. Nutrisi yang diperlukan untuk recovery
diantarkan oleh darah yang mengalir dengan bantuan kontraksi otot jantung dan vasodilatasi pembuluh
darah (Fox,1993). Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan sirkulasi darah memiliki peran yang penting
dalam proses penyembuhan cedera, termasuk DOMS. Dengan sirkulasi yang baik maka diharapkan
nutrisi, oksigen dan zat lainnya yang berguna untuk penyembuhan akan terdistribusi ke jaringan yang
mengalami cedera. Salah satu cara agar sikulasi darah tetap berjalan dengan baik adalah dengan
melakukan recovery. Recovery aktif dapat membantu proses penyembuhan dengan cara meningkatkan
sirkulas.

Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa cara mengatasi spasme terbagi menjadi 3 yaitu :

 Recovery Aktif
 Recovery pasif
 Farmakologi

http://eprints.umm.ac.id/23436/1/jiptummpp-gdl-restyanpus-42767-2-babi.pdf

file:///C:/Users/A%20C%20E%20R/Downloads/1456-6648-1-PB.pdf

https://docplayer.info/64913090-Mekanisme-terjadinya-kram-pada-otot-dan-faktor-penyebabnya.html

Anda mungkin juga menyukai