MENILAI PERKEMBANGAN
2 Maret 2009 oleh Ramadhan
Penggunaan tes ini untuk anak usia prasekolah (4 sampai 6,5 tahun), merupakan pengembangan
dari penggunaan tes ini sebelumnya yaitu untuk anak-anak yang lebih besar dan orang dewasa.
Tes ini memberikan informasi diagnostik yang berguna untuk penilaian terhadap perkembangan
Tes ini digunakan pada anak mulai usia 4 minggu sampai 6 tahun, yang bertujuan untuk
menetukan tahap kematangan dan kelengkapan kegiatan suatu sistem yang sedang berkembang.
Skala Gessel dibagi dalam 4 kelompok utama yaitu perilaku motorik, perilaku adaptif, perilaku
Denver Developmental Screening Test (DDST) merupakan metode skrining terhadap kelainan
perkembangan anak dan bukan merupakan tes diagnostik atau tes IQ. DDST memenuhi semua
persyaratan yang diperlukan untuk metode skrining yang baik. Tes ini mudah dilakukan dan cepat
Frakenburg melakukan revisi dan restandarisasi kembali terhadap DDST dan juga tugas
perkembangan pada sektor bahasa ditambah, yang kemudian hasil revisi dari DDST dinamakan
Denver II yang mempunyai beberapa perbaikan yaitu peningkatan 86 % pada sektor bahasa, dua
pemeriksaan untuk artikulasi bahasa, skala umur baru, kategori baru untuk interpretasi kelainan
ringan, skala penilaian tingkah laku, dan materi training yang baru.
1. Personal Social (kepribadian atau tingkah laku sosial). Yaitu aspek yang berhubungan dengan
2. Fine Motor Adaptif (gerakan motorik halus). Yaitu aspek yang berhubungan dengan kemampuan
anak untuk mengamati sesuatu, melakukan gerakan yang melibatkan bagian-bagian tubuh
tertentu saja dan dilakukan oleh otot-otot kecil tetapi memerlukan koordinasi yang cermat.
3. Language (bahasa). Yaitu kemampuan untuk memberikan respon terhadap suara, mengikuti
4. Gross Motor (perkembangan motorik kasar). Yaitu aspek yang berhubungan dengan pergerakan
Alat peraga yang diperlukan saat melakukan prosedur DDST adalah benang wol warna merah,
manik-manik, kubus warna merah-kuning-hijau-biru, permainan anak, botol kecil, bola tennis, bel
kecil, kertas dan pensil; lembar formulir DDST, buku petunjuk sebagai referensi yang menjelaskan
Sedangkan prosedur pelaksanaan pemeriksaan DDST ada dua tahap yaitu: Tahap pertama secara
periodic dilakukan pada semua anak yang berusia 3-6 bulan, 9-12 bulan, 18-24 bulan, 3 tahun
dan 5 tahun.Tahap kedua dilakukan pada mereka yang dicurigai adanya hambatan perkembangan
pada tahap pertama, kemudian dilanjutkan dengan evaluasi diagnostik yang lengkap.
Cara melakukan penilaian DDST, peneliti menentukan usia anak, kemudian menarik garis usia
pada lembar DDST sesuai dengan usia anak. Dilakukan tes pada keempat sektor yang dimulai dari
item pada sebelah kiri garis usia, kemudian mulai dilakukan pemeriksaan pada keempat sektor
Setelah dilakukan tes, dilakukan penilaian, apakah Lulus (Passed = P), gagal tetapi belum
melampaui batas umur (Fail = F), gagal karena sudah melampaui batas umur (Delay = D) ataukah
anak tidak mendapatkan kesempatan tugas atau anak menolak melakukan tugas (No opportunity
= NO). Setelah itu dihitung pada masing-masing sector, berapa yang P, F, dan D, selanjutnya
1. Abnormal
a. Bila ada dua atau lebih keterlambatan, pada dua sektor atau lebih.
Bila dalam satu sektor atau lebih didapatkan dua keterlambatan ditambah satu sektor atau lebih
dengan satu keterlambatan dan pada sektor yang sama tersebut tidak ada yang lulus pada kotak
Apabila terjadi penolakan yang menyebabkan hasil tes menjadi abnormal atau meragukan.
2. Meragukan
b. Bila pada satu sektor atau lebih didapatkan satu keterlambatan dan pada sektor yang sama
tidak ada yang lulus pada kotak yang berpotongan dengan garis vertikal.
3. Normal
BAB I
PENDAHULUAN
Idealnya, perkembangan motorik kasar dan halus si kecil akan diamati setiap berkunjung ke
dokter spesialis anak dengan melakukan beberapa tes; apakah anak sudah bisa melakukan
suatu gerakan A, misal. Dengan begitu, ketika ada keterlambatan, dokter langsung dapat
mengintervensi dan memberi saran pada orang tua.
Tes yang umum dilakukan untuk memantau perkembangan motorik adalah tes Denver. Tes ini
membagi perkembangan anak jadi empat, yaitu perkembangan personal sosial, perkembangan
bahasa, serta perkembangan motorik kasar dan motorik halus adaptif. Perkembangan bayi akan
diamati setiap 1 bulan sekali. Sedangkan balita, atau tepatnya setelah anak menginjak usia 2
tahun ke atas, cukup 3 bulan sekali.
Tes Denver ini, terang Ika Widiawati, lulusan Fakultas Psikologi UI, semacam checklist untuk
mempermudah pemantauan akan perkembangan anak. Apakah anak sesuai dengan
perkembangan usianya saat itu atau tidak. “Kalau misalnya anak terlambat, kita harus tahu pasti,
bagian mana yang terlambat. Apakah perkembangan motorik halus, motorik kasar, bahasa atau
personal sosialnya.” Bila sudah diketahui, misal, “O, anak ini hanya perkembangan motoriknya
saja yang terganggu, yang lain sesuai.” Maka terapinya akan ditekankan ke situ.
Namun, jangan buru-buru menganggap si kecil mengalami kelainan, karena siapa tahu yang jadi
penyebab justru kurangnya stimulasi. Itu sebab, bila terjadi keterlambatan, kita harus tahu persis
penyebabnya. “Tak heran seorang psikolog akan bertanya bagaimana pola pengasuhan orang
tua terhadap anaknya. Bukan tak mungkin orang tua yang overprotective akan membuat anak
sulit berkembang. Kalau ini masalahnya, jelas orang tuanya yang perlu diterapi. Harus di beri
penjelasan tentang dan cara-cara melakukan stimulasi pada anak.”
Tapi kalau semua perkembangan anak terlambat, dari perkembangan bahasa, personal sosial,
motorik kasar dan halusnya, maka anak dinyatakan mengalami retardasi mental
/keterbelakangan mental. Misal, anak usia 3 tahun namun kemampuan motorik halus, kasar,
termasuk berbahasa dan sosialnya, masih setara dengan anak usia 1 tahun 8 bulan.. Yang jelas,
bila masalahnya berhubungan dengan motorik kasar, anak akan menjalani fisioterapi.
Sedangkan jika masalahnya pada motorik halus, ia akan menjalani terapi okupasi. Untuk
keterlambatan bahasa, tentu anak akan menjalani terapi wicara, dan sebagainya.
Nah, seperti apa perkembangan motorik kasar dan halus si batita? Yuk, kita, simak bersama di
bawah ini, merunut tes Denver yang sudah dimodifikasi. Selanjutnya, amati apakah
perkembangan si kecil sudah sesuai. Jangan lupa, beri stimulus agar ia bisa mencapai tahap-
tahap perkembangan yang harus dilaluinya.
BAB II
PEMBAHASAN
Usia 2 Tahun 9 Bulan Harus Bisa Membuat Menara Hingga 6 Kubus
Perkembangan motorik halus si kecil pun bisa diamati dengan mudah di rumah. Untuk
membantu tes motorik halus, saran Ika, sediakan beberapa peralatan seperti kertas, mainan
kubus, bola, cangkir, beberapa butir kismis dan pinsil warna. Pemilihan pinsil warna sebaiknya
dicocokkan dengan tangan si kecil yang masih mungil. Jadi, hindari pensil yang terlalu kecil
karena ia belum bisa memegangnya dengan benar. Yang baik, pensil khusus yang dirancang
bagi pemula atau krayon besar hingga enak dipegang.
* Usia 1 Tahun
Si kecil harus sudah bisa mengambil dua buah kubus, membenturkan kubus tersebut, serta
memegang sesuatu dengan ibu jari dan telunjuk (menjumput kismis, misal). Orang tua perlu
waspada ketika menginjak 1 tahun 2 bulan, anak belum dapat menaruh kubus di dalam cangkir.
Sebab, memasuki usia ini, ia sebenarnya harus sudah bisa melakukan itu.
Yang perlu dicermati bila si kecil belum bisa mencorat-coret. Normalnya, di usia ini bila diberi
kertas dan pensil, ia akan langsung tertarik untuk menorehkan coretan di atas kertas. Walau
tentu hasilnya masih amburadul dan cara memegang pensilnya pun masih salah.
Perkembangan motorik halus anak usia ini dinyatakan terlambat bila belum bisa menjumput
kismis, membenturkan dua kubus, dan menaruh kubus dalam cangkir.
* Usia 1 Tahun 5 Bulan
Dikatakan terlambat bila si kecil belum bisa melakukan apa yang dilakukan anak 1 tahun 4 bulan
tadi, plus belum bisa corat-coret. “Bila ini sampai terjadi, salah satu penyebabnya berkaitan
dengan kurangnya stimulasi. Mungkin anak sering dibiarkan saja atau terlalu sering digendong
hingga ia tidak terampil. Atau bisa juga karena ada salah satu organnya yang tak berfungsi baik.”
Keterampilannya hampir sama dengan anak 1 tahun 5 bulan. Patut diperhatikan, bila anak belum
bisa membuang kismis dari jari jemarinya dan membenturkan 2 kubus.
Harus sudah bisa membenturkan 2 kubus, menaruh kubus di dalam cangkir, dan mencorat-
coret. Jika belum bisa, dianggap terlambat. Hati-hati, bila ia belum bisa membuang kismis dan
membangun menara 2 kubus. Beberapa anak usia ini sudah bisa membangun menara dari 4
kubus. “Untuk membangun menara ini tak tergantung latihan, kok. Kalau sudah sesuai dengan
usianya, anak akan bisa dengan sendirinya dan akan senang melakukannya.”
Bila Ibu-Bapak ingin menguji si kecil, bilang saja, “Yuk, kita buat menara Monas. Nih, seperti
begini!” Setelah diberi contoh, kita rubuhkan kembali, lalu minta ia untuk membuatnya sendiri.
Hingga usia ini, perkembangan motorik halusnya tak berbeda jauh dengan sebelumnya. “Ketika
menginjak usia 1 tahun 11 bulan, beberapa anak sudah dapat membuat menara 6 kubus sampai
8 kubus. Bahkan, ada yang bisa meniru membuat garis vertikal. Bila kita contohkan menarik
garis, maka anak akan meniru membuatnya, tapi kalau belum bisa pun masih dianggap normal.”
Jangan lupa, mulai usia 2 tahun, perkembangan anak dilihat setiap 3 bulan sekali. Ketika usia 2
tahun hingga 2 tahun 3 bulan, perkembangan motorik halusnya dianggap terlambat bila ia belum
dapat membuang kismis dan menyusun menara dari 4 buah kubus.
Beberapa anak usia 2 tahun 6 bulan sudah dapat menggoyang ibu jari. Biasanya anak tak mau
langsung melakukan bila hanya diminta begitu saja. ‘Ayo, Dek, goyangkan ibu jarinya.’ Jadi bisa
dicoba dengan memintanya untuk menirukan, ‘Ayo, Dek, bilang oke, seperi begini!’ sambil kita
mengacungkan jempol lalu digerak-gerakkan. Bisa juga dengan lagu yang berkaitan dengan ibu
jari.
* Usia 3 Tahun
Ketika usia 3 tahun perlu diperhatikan bila anak belum bisa membuat garis vertikal. Beberapa
anak sudah bisa menunjuk garis vertikal yang lebih panjang bila kita gambarkan.
Perkembangan motorik kasar si kecil bisa diamati dengan melihat keterampilannya sehari-hari.
Misal, usia 1 tahun si kecil harus sudah bisa berdiri selama 2 detik, bangkit untuk duduk dan
bangkit untuk berdiri. Pada usia 1 tahun 2 bulan, kemampuan tadi harus sudah ditambah dengan
mampu berdiri sendiri.
Normalnya, jelas Ika, di usia 1 tahun 2 bulan, anak harusnya sudah bisa berjalan. “Jika belum
bisa, sebetulnya lebih disebabkan ada kecemasan. Misal, anak ketakutan karena ada trauma
pernah jatuh atau karena ibunya yang takut melepaskan hingga anak tak terlatih.” Sarannya,
ketika anak berjalan, cukup berikan ujung jari kita padanya. Dengan demikian, anak lebih
percaya diri, begitu pun orang tua, jadi, bila di usia 1 tahun 3 bulan dan 1 tahun 4 bulan, si kecil
belum bisa berjalan dengan baik, maka perkembangan motorik kasarnya dianggap terlambat.
Begitu pun bila ia belum bisa berdiri kembali dari posisi membungkuk. Beberapa anak usia ini
malah bisa berjalan mundur, berlari dan naik tangga.
Bahkan, yang terampil bisa menendang bola di usia 15 bulan, lo. Kemampuan ini, bilang Ika,
bisa saja menunjukan bakat atau keterampilan anak yang lebih advance dari anak lainnya.
“Bukankah anak ada yang terampil dan ada yang clumsy? Jadi, apa yang dikerjakan anak
clumsy selalu saja ada yang salah, misal, jatuh kalau berjalan atau berlari. Anak seperti ini
biasanya sedari kecil perkembangan motoriknya mengalami keterlambatan sedikit. Intinya,
mereka sebenarnya bisa tapi tidak terampil. Di sinilah peran orang tua untuk memberi stimulasi.”
BERJALAN MUNDUR
Berikutnya, perkembangan anak usia 1 tahun 5 bulan hampir sama dengan anak usia 1 tahun 6
bulan, yaitu anak harus sudah bisa berjalan dengan baik dan berjalan mundur. Yang patut
diwaspadai berbeda, di usia 1 tahun 5 bulan, bila si kecil belum dapat berlari masih dianggap
normal. Namun ketika menginjak 1 tahun 6 bulan masih juga belum bisa berlari, maka
perkembangannya dinyatakan terlambat. Soalnya, 75-90 persen anak usia itu sudah bisa berlari.
Lain hal bila belum bisa berjalan naik tangga atau menendang bola overhead, masih dianggap
normal
Kemampuan anak 1 tahun 7 bulan masih mirip dengan usia 1 tahun 6 bulan. Anak harus sudah
berjalan mundur, berjalan dengan baik, dan dapat berdiri kembali dari posisi membungkuk. Bila
semua itu belum bisa, maka perkembangannya terlambat. Juga hati-hati kalau anak belum bisa
berlari dan berjalan menaiki tangga di usia 1 tahun 8 bulan karena 95 persen anak sudah bisa.
Menurut Ika, ketidakmampuan ini sering berkaitan dengan pola asuh yang terlalu overprotective
dari orang tua. Misal, karena bentuk tangga yang curam membuat orang tua melarang si kecil
naik-turun tangga. Belum lagi kerapnya orang tua melarang dengan cara menakut-nakuti, “Awas,
lo, Dek, kalau naik tangga, Adek nanti bisa jatuh !” Akhirnya anak tak punya keberanian hingga
ia pun tak punya pengalaman dan keterampilan untuk berjalan menaiki tangga. “Sebaiknya beri
kesempatan pada anak. Tentu dengan cara mendampinginya. Kalau tidak, kapan anak
terampil?”
Selanjutnya, di usia 1 tahun 9 bulan, perkembangan anak dinyatakan terlambat bila belum dapat
lari, berjalan dengan baik dan berjalan mundur. “Biasanya orang tua jarang menyuruh anak
untuk berjalan mundur. Tapi untuk mengetahui perkembangannya, coba lakukan tes itu
sekarang juga,” bilang Ika.
Perkembangan anak hingga usia 1 tahun 10 bulan dan 2 tahun belum berbeda jauh dengan
sebelumnya. Hanya di usia ini, bila anak belum bisa berjalan menaiki tangga, sudah dianggap
telat. Jadi ketika di mal, bilang Ika, anak 1 tahun 10 bulan sebenarnya sudah bisa naik tangga
sendiri. “Tapi yang dimaksud bukan tangga berjalan, lo.”
Yang patut diwaspadai, bila anak usia ini, terutama anak laki-laki, belum bisa menendang bola.
Tapi jangan khawatir bila ia belum bisa melompat atau melempar bola overhead karena masih
dianggap normal.
NAIK TANGGA
Setelah menginjak usia 2 tahun, Denver melihat perkembangan anak tiap 3 bulan sekali. Dari
usia 2 tahun, 2 tahun 3 bulan hingga usia 2 tahun 6 bulan, anak mestinya sudah bisa
menendang bola ke depan, naik tangga dan berlari. Orang tua perlu waspada bila anak belum
bisa melompat ke atas dan melempar bola overhead. Beberapa anak malah bisa melompat lebar
dan berdiri di atas satu kaki selama satu detik.
Itu sebab, jika di usia 2 tahun 9 bulan, si kecil belum bisa berjalan naik tangga, melompat ke atas
dan belum bisa melempar bola overhead, maka perkembangan motorik kasarnya dikatakan
terlambat. Tak demikian halnya bila ia belum bisa melompat lebar dan berdiri di kaki satu selama
3 detik, masih dalam batas normal, kok! Beberapa anak akan bisa melakukan, bila diminta
berdiri di atas satu kaki selama 3 detik. Bilang saja, “Ayo, Dek, berdiri kayak bangau!”
Nah, perkembangan anak ini hampir sama saja dengan anak usia 3 tahun. Hanya hati-hati kalau
ia belum bisa berdiri di atas satu kaki selama 1 detik.
Beberapa perkembangan motorik (kasar maupun halus) selama periode ini, antara lain :
– Ketangkasan meningkat
– Melompat tali
– Bermain sepeda
– Perubahan sifat berkaitan dengan berubahnya postur tubuh yang berhubungan dengan
pubertas mulai tampak
– Mampu melakukan aktivitas rumah tangga, seperti mencuci, menjemur pakaian sendiri , dll.
Motorik kasar merupakan area terbesar perkembangan di usia batita. Diawali dengan
kemampuan berjalan, lantas lari, lompat dan lempar. Nah, modal dasar untuk perkembangan ini
ada 3 (yang berkaitan dengan sensori utama), yaitu keseimbangan, rasa sendi (propioceptif) dan
raba (taktil). Untuk melatihnya yang jelas lakukan sedini mungkin saat semua perkembangan
sensorinya terpenuhi. Berkaitan dengan ini, orangtua harus bijak melihat kesiapan anak. Misal,
anak 12 bulan yang sudah bisa berjalan bisa distimulasi untuk perkembangan berikutnya yaitu
lari, lompat, dan lempar. Sebaliknya, bila fase berjalan belum dilalui anak dengan baik, tentu
tahapan perkembangan berikutnya pun belum bisa diajarkan. Lantaran itulah, penting bagi kita
untuk mengetahui tahap-tahap perkembangan per usia anak. Cara ini juga memungkinkan kita
mendeteksi gangguan yang siapa tahu dialami si kecil.
Stimulasi dilakukan sambil bermain, misalnya mengajak anak berlari berkeliling meja makan
sambil berpura-pura menjadi kucing yang dikejar anjing kecil. Begitu pula ketika mau mandi, ajak
anak berlari atau melompat-lompat ke arah kamar mandi. Kemudian minta ia membuka kancing
bajunya, dan menaruh baju kotornya dengan melemparnya ke arah keranjang cucian. Kegiatan-
kegiatan itu saja sudah menstimulasi beberapa motorik kasar si kecil.
1. Jalan
Sebelum orangtua memberikan stimulasi pada anak, pastikan anak sudah melalui
perkembangan sebelumnya, seperti duduk, merangkak, dan berdiri. Pada kemampuan motorik
kasar ini, yang harus distimulasi adalah kemampuan berdiri, berjalan ke depan, berjalan ke
belakang, berjalan berjingkat, melompat/meloncat, berlari, berdiri satu kaki, menendang bola,
dan lainnya. Berjalan seharusnya dikuasai saat anak berusia 1 tahun sementara berdiri dengan
satu kaki dikuasai saat anak 2 tahun.
Untuk berjalan, perkembangan yang harus dikuatkan adalah keseimbangan dalam hal berdiri. Ini
berarti, si kecil tak hanya dituntut sekadar berdiri, namun juga berdiri dalam waktu yang lebih
lama (ini berkaitan dengan lamanya otot bekerja, dalam hal ini otot kaki).
Bila perkembangan jalan tidak dikembangkan dengan baik, anak akan mengalami gangguan
keseimbangan. Si kecil jadi cenderung kurang pede dan ia pun selalu menghindari aktivitas yang
melibatkan keseimbangan seperti main ayunan, seluncuran, dan lainnya. Sebaliknya, anak lebih
memilih aktivitas pasif seperti membaca buku, main playstation, dan sebagainya.
Stimulasi:
Orangtua berdiri berjarak dengan anak sambil memegang mainan yang menarik. Gunakan
karpet bergambar atau tempelkan gambar-gambar yang menarik di lantai. Minta anak untuk
menginjak karpet/lantai. Misalnya, “Ayo Dek, injak gambar gajahnya!”
Mainan seperti mobil-mobilan atau troli yang bisa didorong-dorong juga bisa membantu anak
belajar berjalan.
2. Lari
Perkembangan lari akan memengaruhi perkembangan lompat dan lempar serta kemampuan
konsentrasi anak kelak, Pada tugas perkembangan ini, dibutuhkan keseimbangan tubuh,
kecepatan gerakan kaki, ketepatan 4 pola kaki-(heel strike/bertumpu pada tumit, toe off/telapak
kaki mengangkat kemudian kaki bertumpu pada ujung-ujung jari kaki, swing/kaki berayun dan
landing/setelah mengayun kaki menapak pada alas)dan motor planning (perencanaan gerak).
Lalu apa hubungan perkembangan lari dengan kemampuan konsentrasi? Begini, pada
perencanaan gerak (salah satu syarat tugas perkembangan lari) dibutuhkan kemampuan otak
untuk membuat perencanaan dan dilaksanakan oleh motorik dalam bentuk gerak yang
terkoordinasi. Nah, kemampuan perencanaan gerak tingkat tinggi (seperti lari) akan memacu
otak melatih konsentrasi.
Jika perkembangan lari tidak dikembangkan dengan baik, anak akan bermasalah dalam
keseimbangannya, seperti mudah capek dalam beraktivitas fisik, sulit berkonsentrasi, cenderung
menghindari tugas-tugas yang melibatkan konsentrasi dan aktivitas yang melibatkan
kemampuan mental seperti memasang pasel, tak mau mendengarkan saat guru bercerita (anak
justru asyik ke mana-mana), dan lainnya.
Stimulasi
Stimulasi lari bisa dimulai ketika anak berada pada fase jalan, sekitar usia 12 bulan ke atas.
Aktivitasnya bisa berupa menendang bola, main sepeda (mulai roda 4 sampai bertahap ke roda
3 dan kemudian roda 2) serta naik turun tangga.
3. Lompat
Kemampuan dasar yang harus dimiliki anak adalah keseimbangan yang baik, kemampuan
koordinasi motorik dan motor planning (perencanaan gerak). Contoh, saat anak ingin melompati
sebuah tali, ia harus sudah punya rencana apakah akan mendarat dengan satu kaki atau dua
kaki. Kalaupun satu kaki, kaki mana yang akan digunakan.
Jika anak tidak adekuat dalam perkembangan melompat, biasanya akan menghadapi kesulitan
dalam sebuah perencanaan tugas yang terorganisasi (tugas-tugas yang membutuhkan
kemampuan motor planning).
Stimulasi:
Lompat di tempat atau di trampolin. Jangan lompat-lompat di tempat tidur karena meski melatih
motorik namun “mengacaukan” kognitif. Dalam arti, mengajarkan perilaku atau mindset yang
tidak baik pada anak. Karena seharusnya tempat tidur bukan tempat untuk melompat atau
bermain.
Lompatan berjarak (gambarlah lingkaran-lingkaran dari kapur atau gunakan lingkaran holahop
yang diatur sedemikian rupa letaknya). Minta anak untuk melompati lingkaran-lingkaran tersebut,
gradasikan tingkat kesulitan dengan memperlebar jarak dan menggunakan kaki dua lalu satu
secara bergantian.
4. Lempar
Pada fase ini yang berperan adalah sensori keseimbangan, rasa sendi (proprioseptif), serta
visual. Peran yang paling utama adalah proprioseptif, bagaimana sendi merasakan suatu
gerakan atau aktivitas. Umpama, pada saat anak melempar bola, seberapa kuat atau lemah
lemparannya, supaya bola masuk ke dalam keranjang atau sasaran yang dituju.
Jika kemampuan melempar tidak dikembangkan dengan baik, anak akan bermasalah dengan
aktivitas yang melibatkan gerak ekstrimitas atas (bahu, lengan bawah, tangan dan jari-jari
tangan). Seperti, dalam hal menulis. Tulisannya akan tampak terlalu menekan sehingga ada
beberapa anak yang tulisannya tembus kertas, atau malahan terlalu kurang menekan (tipis) atau
antarhurufnya jarang-jarang (berjarak). Dalam permainan yang membutuhkan ketepatan sasaran
pun, anak tidak mahir. Umpama, permainan dartboard. Aktivitas motorik halus lainnya juga
terganggu semisal pakai kancing baju, menali sepatu, makan sendiri, meronce, main pasel,
menyisir rambut, melempar sasaran, dan lain-lain. Intinya, stimulasi pada perkembangan ini
yang tidak optimal berindikasi pada keterampilan motorik halus yang bermasalah.
Gangguan lain berkaitan dengan koordinasi, rasa sendi dan motor planning yang bermasalah.
Contoh, ketika bola dilempar ke arah anak, ada dua kemungkinan respons anak, yaitu tangan
menangkap terlambat sementara bola sudah sampai. Atau tangan melakukan gerak menangkap
terlebih dahulu sementara bola belum sampai. Seharusnya, respons tangkap anak sesuai
dengan stimulus datangnya bola dan anak bisa memprediksinya. Bila ada gangguan berarti anak
bermasalah dalam sensori integrasinya. Sensori integrasi adalah mengintegrasikan gerak
berdasarkan kemampuan dasar sensori anak. Tentunya ini dapat diatasi dengan terapi yang
mengintegrasikan sensori-sensorinya.
Stimulasi:
Main lempar tangkap bola (gradasikan tingkat kesulitannya) yaitu posisi, besar bola, berat bola,
dan jenis lambungan. Pada posisi bisa dilakukan sambil duduk kaki lurus, duduk kaki bersila,
duduk kaki seperti huruf W ke belakang, jongkok, dan bahkan berdiri. Pada jenis lambungan,
bisa dilakukan dengan lambungan dari atas, sejajar, atau lambungan dari bawah.
perkembangan anak usia sekolah (7-12 tahun)
PERKEMBANGAN
Pertumbuhan (growth) adalah peningkatan jumlah dan besar sel di seluruh bagian tubuh
selama sel-sel tersebut membelah diri menyintesis protein-protein secara berangsur-
angsur dan bertambah sempurnanya fungsi alat-alat tubuh.
1. Faktor hereditas
Adalah factor keturunan secara genetic dari orang tua kepada anak.
2. Faktor lingkungan
a. Lingkungan pranatal
Posisi janin
Zat kimia
Faktor hormonal
b. Lingkungan pascanatal
Sosial budaya
Nutrisi
Cuaca/iklim
Olahraga
Status kesehatan
Rata-rata tinggi badan anak usia 7-12 tahun 113 cm dan rata-rata BB anak usia 6-12
tahun mencapai 21 kg.
2. Nutrisi
Kebutuhan kalori harian anak usia 7-12 tahun menurun sehubungan dengan ukuran
tubuh, dan rata-rata membutuhkan 2400 kalori perhari. Banyaknya anak yang tidak
menyukai sayuran, biasanya hanya satu jenis makanan,yang disukai orang tua memiliki
peranan penting dalam mempengaruhi pilihan anak terhadap makanan.
3. Pola tidur
Kebutuhan tidur setiap anak bervariasi, biasanya 8 sampai 9,5 jam setiap malam.
4. Kesehatan gigi
Mulai sekitar usia 6 tahun gigi permanen tumbuh dan anak secara bertahap
kehilangan gigi desi dua.
5. Eliminasi
Pada usia 6 tahun, 85% anak memiliki kendala penuh terhadap kandung kemih dan
defekasi, enurisis nocturnal (mengompol) terjadi pada 15% anak berusia 6 tahun.
D. Perkembangan motorik
1. Motorik kasar
Biasanya anak bermain sepatu roda, berenang, kemampuan berlari dan melompat
meningkat secara progresif.
2. Motorik halus
Anak mampu menulis tanpa merangkai huruf. Misalnya, hanya menulis salah satu huruf
saja.
Pada usia ini anak masih sukar terhadap kecelakaan, terutama karena
peningkatan kemampuan motorik, orang tua harus terus memberikan bimbingan pada anak
dalam situasi yang baru dan mengancam keamanan.
E. Perkembangan psikososial
1. Tinjauan (Erikson)
a. Erikson menyatakan krisis psikososial yang dihadapi sebagai “Industri Versus Inferioritas”.
“Industri” yang dimaksud adalah kemampuan seorang anak dalam menguasai tugas
perkembangannya (kepandaian), sedangkan “Inferioritas” merupakan perasaan dimana
seorang anak merasa rendah diri dan kepercayaan dirinya turun akibat suatu kegagalan
dalam memenuhi standar yang ditetapkan orang lain untuk anak.
1. Hubungan dengan orang terdekat anak meluas hingga mencakup teman sekolah dan guru.
2. Anak usia sekolah secara normal telah menguasai tiga tugas perkembangan pertama
(kepercayaan, otonomi, dan inisiatif) dan saat ini berfokus pada penguasaan kepandaian
(Industri).
4. Perasaan inferioritas dapat tumbuh dari harapan yang tidak realistis atau perasaan gagal
dalam memenuhi standar yang ditetapkan orang lain untuk anak. Ketika anak merasa
adekuat, rasa percaya dirinya akan menurun.
b. Anak usia sekolah terikat dengan tugas dan sktivitas yang dapat ia selesaikan.
c. Anak usia sekolah mempelajari peraturan, kompetensi, dan kerja sama untuk mencapai
tujuan.
a. Sebagian perasaan takut yang terjadi sejak masa kanak-kanak awal dapat terselesaikan
atau berkurang. Namun, anak dapat menyembunyikan rasa takutnya untuk menghindari
dikatakan sebagai “pengecut” atau “bayi”.
1. Gagal di sekolah
2. Gertakan
1. Stressor untuk anak usia sekolah yang lebih kecil, yaitu dipermalukan, membuat
keputusan, membutuhkan izin/persetujuan, kesepian, kemandirian dan lawan jenis.
2. Stressor untuk anak usia sekolah yang lebih besar yaitu kematangan seksual, rasa malu,
kesehatan, kompetensi, tekanan dari teman sebaya, dan keinginan untuk menggunakan
obat-obatan.
d. Orang tua dan pemberi asuhan lainnya dapat membantu mengurangi rasa takut anak
dengan berkomunikasi secara empati dan perhatian tanpa menjadi overprotective.
e. Anak perlu mengetahui bahwa orang-orang akan mendengarkan mereka dan memahami
perkataannya.
3. Sosialisasi
a. Masa usia sekolah merupakan periode perubahan dinamis dan kematangan seiring dengan
peningkatan keterlibatan anak dan aktivitas yang lebih kompleks, membuat keputusan,
dan kegiatan yang memiliki tujuan.
b. Ketika anak usia sekolah belajar lebih banyak mengenai tubuhnya, perkembangan sosial
berpusat pada tubuh dan kemampuannya.
d. Aktivitas kelompok, termasuk tim olahraga, biasanya menghabiskan banyak waktu dan
energi.
a. Bermain menjadi lebih kompetetif dan kompleks selama periode usia sekolah.
b. Karakteristik kegiatan meliputi tim olahraga, klub rahasia, aktivitas “geng”, pramuka atau
organisasi lain. Puzzle yang rumit, koleksi, permainan papan, membaca dan mengagumi
pahlawan tertentu.
c. Peraturan dan ritual merupakan aspek penting dalam bermain dan permainan.
5. Kegiatan tim
6. Video game (tingkatkan pemantauan orang tua terhadap isi permainan untuk menghindari
pajanan terhadap perilaku kekerasan dan seksual yang tidak dikehendaki).
5. Disiplin
a. Anak usia sekolah mulai menginternalisasikan pengendalian diri dan membutuhkan sedikit
pengarahan dari luar. Mereka melakukannya, walaupun membutuhkan orang tua atau
orang dewasa lain yang dipercaya untuk menjawab pertanyaan dan memberikan bimbingan
untuk membuat keputusan.
b. Tanggungjawab pekerjaan rumah tangga membantu anak usia sekolah merasa bahwa
mereka merupakan bagian penting keluarga dan meningkatkan rasa pencapaian terhadap
prestasi mereka.
c. Izin mingguan, diatur sesuai dengan kebutuhan dan tugas anak, membantu dalam
mengajarkan keterampilan, nilai, dan rasa tanggungjawab.
d. Ketika mendisiplinkan anak usia sekolah, maka orang tua dan pemberi asuhan lain harus
menyusun batasan yang konkret dan beralasan (memberikan penjelasan yang meyakinkan)
serta mempertahankan peraturan sampai batas minimal.
F. Perkembangan psikoseksual
1. Tinjauan (Freud)
a. Periode latensi, yang terdiri dari usia 5-12 tahun, menunjukkan tahap yang relative tidak
memperhatikan masalah seksual sebelum masa pubertas dan remaja.
b. Selama periode ini, perkembangan harga diri berkaitan erat dengan perkembangan
keterampilan untuk menghasilkan konsep nilai dan menghargai seseorang.
2. Perkembangan seksual
a. Masa peremajaan dimulai pada akhir usia sekolah, perbedaan pertumbuhan dan
kematangan diantara kedua gender semakin nyata pada masa ini.
b. Pada tahap awal usia sekolah, anak memperoleh lebih banyak pengetahuan dan sikap
mengenai seks. Selama usia sekolah, anak menyaring pengetahuan dan sikap tersebut.
G. Perkembangan kognitif
1. Tinjauan (Piaget)
a. Anak berusia antara 7-11 tahun berada dalam tahap konkret operasional, yang ditandai
dengan penalaran induktif, tindakan logis, dan pikiran konkret yang reversible.
1. Transisi dari egosentris ke pemikiran objektif (yaitu:melihat dari sudut pandang lain,
mencari validasi, bertanya).
2. Berfokus pada kenyataan fisik saat ini disertai ketidakmampuan melihat untuk melebihi
kondisi saat ini.
2. Bahasa
1. Anak mengembangkan pola artikulasi orang dewasa formal pada usia 7-9 tahun.
H. Perkembangan moral
Pada usia ini, konsep moral anak tidak lagi sesempit dan sekhusus sebelumnya. Antara
usia 7-12 tahun, konsep anak mengenai keadilan sudah berubah. Pengertian yang kaku
dan keras tentang benar-salah (yang dipelajari dari orangtua) menjadi berubah dan
anak mulai memperhitungkan keadaan khusus di sekitar pelanggaran moral. Menurut
Piaget, “relativisme moral menggantikan moral yang kaku”. Sebagai contoh: Bagi anak
5 tahun, berbohong selalu buruk. Sedangkan bagi anak yang lebih besar, dia sadar
bahwa dalam beberapa situasi, berbohong dibenarkan; dan oleh karena itu, ia
terpengaruh situasi, bahwa berbohong tidak selalu buruk.
1. Tingkat pertama, moralitas anak baik – anak mengikuti peraturan untuk mengambil
hati orang lain dan untuk mempertahankan hubungan-hubungan yang baik.
1. Tinjauan
i. Stressor meliputi, takut terhadap mutilasi dan kematian, perhatian terhadap kesopanan.
ii. Anak usia sekolah mengalami kesulitan dengan ketergantungan yang dipaksakan.
a. Mekanisme pertahanan utama anak usia sekolah adalah reaksi formasi, suatu mekanisme
pertahanan yang tidak disadari. Anak menganggap suatu tindakan adalah berlawanan
dengan dorongan hati yang mereka sembunyikan.
b. Anak usia sekolah dapat bereaksi terhadap perpisahan dengan menunjukkan kesendirian,
kebosanan, isolasi, dan depresi.
c. Perasaan hilang kendali dikaitkan dengan bergantung kepada orang lain dan gangguan
peran dalam keluarga.
d. Takut cedera dan nyeri tubuh merupakan akibat dari rasa takut terhadap penyakit,
kecacatan, dan kematian.
4. Penatalaksanaan keperawatan
5. Berikan informasi factual, gunakan model untuk mendemonstrasikan konsep atau prosedur
1. Berikan anak usia sekolah kesempatan untuk mengendalikan seluruh fungsi tubuhnya
2. Bantu perkembangan keterampilan motorik halus anak. Anjurkanlah hal-hal berikut ini:
b) Menggambar
c) Permainan computer
2. Bantu anak menguasai konsep konservasi, konstan dan reversibilitas, klasifikasi dan
kategorisasi
a) Biarkan anak untuk mencatat asupan dan pengeluaran urine serta tanda-tanda vital
b) Anjurkan anak untuk mengatakan kepada perawat kapan prosedur harus dilakukan
d) Gunakan konsep, seperti kartu atau papan permainan, dalam penyuluhan atau permainan
3. Berikan waktu untuk, dan dorong anak mengungkapkan secara verbal (bicarakan
waktunya)
a) Anjurkan interaksi dengan teman sebaya, penyuluhan kelompok, dan batasi lingkungan