Anda di halaman 1dari 7

ANALISIS BATUBARA

ANALISA BATUBARA
Dalam setiap transaksi jual beli yang baik pada umumnya penjual dan terutama
pembeli selalu ingin mengetahui dengan pasti kualitas dari batubara yang akan
dijual atau dibelinya. Dari segi penjual dengan mengetahui secara pasti
kualitas batubara yag akan dijual berarti nantinya akan dapat dipergunakan
dengan baik oleh pembelinya. Demikian juga dari segi pembeli, untuk
mengetahui apakah kualitas batubara yang diterima sesuai dengan apa yang
dikehendaki, dan dapat digunakan sesuai dengan spesifikasi peralatan yang
dimiliki dan digunakan juga untuk mengetahui apakah biaya yang dikeluarkan
sesuai dengan kualitas yang didapatkan.

Untuk itu kualitas batubara menjadi data yang sangat penting dalam pemasaran
batubara, baik untuk steam coal atau metallurgical coal, maka diperlukan
analisis :
1. Proximate analysis : moisture, ash content, volatile matter, fixed carbon.
2. Ultimate analysis : C,H,N,S,O, calorific value, chlorine
3. Physical properties : warna, relative density, HGI dan kekerasan
4. Properties of the inorganic material : analisis abu, suhu fusi abu
5. petrographic analysis : maceral, mineral matter.

Tabel Klasifikasi kualitas batubara steam coal untuk perdagangan


PARAMETER KLASIFIKASI NILAI (ar basis)
High volatile (hv) > 29%
Volatile matter Medium volatile (mv) 22 – 29%
Low volatile (lv) <22%
Total sulphur High sulphur (hs) >1,5%
Medium sulphur (ms) 0,8 – 1,5%
Low sulphur (ls) <0,8%
Ash content High ash (ha) >16%
Medium ash (ma) 10 – 16%
Low ash (la) <10%
Calorific value High calorie (hc) >6.300 Kcal/kg
Medium calorie (mc) 6.000 – 6.300 Kcal/kg
Low calorie (lc) <6.000 Kcal/kg

looky_geo.doc
PROXIMATE ANALYSIS
1. Nilai Kalori (Calorific value/specific energy)
Hasil laboratorium atas dasar ar atau adb dan nilai yang ditetapkan adalah
gross specific energy, sedangkan yang relevan dengan penggunaan sebenarnya
net specific energy.

Analisis ini menentukan batubara yang harus dibakar guna menghasilkan panas
tertentu dan konstan, supaya diperoleh tekanan uap ketel yang sesuai dengan
kebutuhan sehingga tidak ada energi atau panas yang terbuang akibat batubara
yang dibakar terlalu banyak sehingga menyebabkan tekanan uap ketel naik
secara berlebihan.

2. Kandungan air/kelembaban (total moisture)


adalah air total yang terdapat dalam contoh yang baru diambil (baru
ditambang) atau diproses dalam pengiriman/pengkapalan. Untuk power station
umumnya kandungan air sekitar 5 – 9%.

Besarnya moisture berpengaruh pada ongkos pengangkutan batubara,


mendatangkan kesulitan pada hooper atau chute juga pada proses dengan
pulverizer lambat dan tidak efisien, bahkan adapat mengakibatkan kemacetan
pada saat menggerusnya karena lengket, menurunkan nilai kalor dan
mempercepat korosi pada alat yang digunakan.

3. Free moisture
Disebut juga surface moisture adalah sebagian dari total moisture, yaitu
selebihnya dari inherent moisture, tetapi tidak disamakan denan air dry loss.

4. Inherent moisture
Disebut juga sebagai bed moisture, yaitu air yang terdapat secara alamiah
dalam lapisan batubara. Terbentuk bersama – sama dengan terbentuknya
batubara dan tidak termasuk air yang tertambahkan melalui permukaan lapisan

looky_geo.doc
batubara. Pada prakteknya contoh diseimbangkan dengan air pada suhu 30o C
dan kelembaban 95% kemudian dianalisis menggunakan oven pada suhu 110o C.

5. Moisture in the analysis sample


Adalah air yang terdapat dalam contoh yang telah dikering udarakan dan
berukuran lolos saringan 0.250 mm. Analisis ini dipakai untuk perhitungan ke
dasar analisa lain.

6. Residiual moisture
Adalah air yang terdapat dalam contoh yang telah dikering udarakan dan
berukuran lolos saringan 2,38 mm

7. Abu (ash)
Adalah sisa yang tidak terbakar pada batubara, berasal dari bahan mineral yang
bercampur dengan batubara, juga dari campuran material dari atap atau alas
lapisan batubara. Penentuan abu adalah empiris karena kondisi pembakaran
menentukan seberapa jauh perubahan kimia dalam bahan mineral. Untuk
power station umumnya meminta kandungan abu sekitar 5 – 20%

Pentingnya abu, selain untuk pembuatan coke dan untuk kenaikan uap, juga
untuk menentukan jumlah yang tepat dari batubara yang harus dibakar guna
menghasilkan sejumlah temperature tertentu. Bila abunya tinggi maka
batubara yang diperlukan akan lebih banyak.

8. Zat terbang (volatile matter)


Terdiri dari campuran gas senyawa organik yang mudah terbakar seperti
hydrogen, karbon monoksida, metan, uap tar dan gas, tetapi kadang terdapat
gas yang tidak terbakar seperti karbondioksida dan uap air yang bertitik didih
rendah yang akan mencair menghasilkan material berbentuk oil dan tar. Zat
terbang merupakan zat aktif yang menghasilkan energi/panas bila batubara
dibakar.

looky_geo.doc
Zat terbang penting karena sebagai parameter klasifikasi dan evaluasi batubara
untuk mengendalikan asap dan pembakaran. Batubara dengan zat terbang
rendah akan terbakar perlahan dengan nyala pendek dan digunakan untuk
pemanasan. Untuk tungku diperlukan nyala panjang dan panas, yaitu batubara
dengan zat terbang medium sampai tinggi, tetapi mengandung asap yang
berlebihan sehingga perlu sejumlah udara yang tepat untuk pembakaran. Zat
terbang juga berperan sebagai parameter pemilihan proses dan kondisi
batubara untuk proses gasifikasi dan liquifikasi serta untuk mengestimasi hasil
kokas selama proses karbonisasi berlangsung. Batubara dengan zat terbang
tinggi umumnya mudah terbakar dan lebih reaktif, umumnya atas dasar adb
adalah 30 – 40%.

9. Karbon tertambat (fixed carbon)


Nilai karbon tertambat dipengaruhi oleh proses coalification dan hasil
analisisnya bersifat tidak langsung, yaitu nilai karbon tertambat = 100 –
(kandungan air+kandungan abu+kandungan zat terbang).

Kandungan zat terbang bersama – sama karbon tetap disebut dengan batubara
murni. Demikian juga nilai pembagian antara karbon tertambat dengan zat
terbang disebut dengan rasio bahan baker (fuel ratio) dan ada yang
menggunakan untuk klasifikasi batubara.

ULTIMATE ANALYSIS
1. Total sulphur
Kandungan sulfur di dalam batubara terdiri dari :
 Sulfur piritik (FeS2) mengandung sekitar 20-30% dari sulfur total dan
terasosiasi dalam abu, dijumpai sebagai makrodeposit
(lensa,veins,joints,balls) dan mikrodeposit (partikel halus yang
terdesiminasi). Sulfur piritik dapat dihilangkan dengan gravitasi. Sulfur
piritik muncul sebagai markasit atau pirit (FeS2)

looky_geo.doc
 Sulfur sulfat kebanyakan sebagai kalsium sulfat dan besi sulfat terutama
dalam bentuk gypsum CaSO4.2H2O. Jumlahnya sangat kecil biasanya
kurang dari 0,05%, kecuali pada batubara yang terekspos dan teroksidasi.
 Sulfur organik mengandung sekitar 20-80% dari total yang secara kimia
terikat dalam substansi batubara. Biasanya berasosiasi dengan
konsentrasi sulfat (dan sulfida) selama proses pembatubaraan.

Kandungan sulfur harus dilacak dengan teliti, antara lain dengan mengamati
kandungan sulfur yang tinggi dari hasil analisis yang sudah ada, juga perubahan
kandungan sulfur secara vertical, terutama pada bagian atas seam. Untuk
power station umumnya meminta kandungan sulfur 0,4-1,0%

PHSYCAL PROPERTIES
1. Warna
Warna batubara (harus dalam kondisi tidak basah) umumnya berkisar dari
hitampekat sampai coklat. Semakin hitam warna batubara, maka derajat
batubaranya semakin tinggi.

2. Relative density
Densiti penting dalam proses preparasi, termasuk perbedaan density antara
bahan organik dan anorganik, misalnya berdasarkan kandungan abu dan sulfur
dalam batubara pada proses pemisahaan.

3. Hardgrove grindability index (HGI)


Adalah mudah sukarnya batubara diremuk dan digerus, makin tinggi nilai HGI
maka semakin lunak batubara tersebut. Hal ini penting untuk memperkirakan
kapasitas alat gerus dan untuk membandingkan unjuk kerja alat gerus. HGI
adalah ukuran kekerasan fisik batubara berkisar dari 40 (keras) sampai 80
(lunak). Mesin crushing yang didisain untuk menangani batubara lunak (dengan
HGI tinggi) akan lebih cepat aus dan berkurang kapasitasnya jika dipasok
dengan batubara keras.

looky_geo.doc
PROPERTIES OF THE INORGANIC MATERIAL
1. Kandungan kimia abu (analysis of ash constituents)
Analisa untuk mengetahui kadar abu yang berasal dari bahan – bahan: SiO2,
Al2O3, TiO2, Fe2O3, Mn3O4, MgO, CaO, Na2O, K2O, P2O5. Sebenarnya kadar abu
tidak menjadi masalah untuk beberapa industri, hanya untuk industri semen
kadar MgO yang terlalu tinggi akan merusak kualitas semen, pada PLTU kadar
Na2O dan K2O yang terlalu tinggi (>6%) akan mempengaruhi titik leleh abu
menjadi turun, industri baja P2O5 yang terlalu tinggi akan merusak kualitas besi
baja yang diproduksi.

2. Suhu fusi abu (ash fusibility temperature)


Bertujuan untuk mengetahui tingkah laku batubara atau kecenderungan kerak
abu batubara pada temperature tinggi. Hal ini sangat penting untuk
menentukan kecocokan batubara pada penggunaannya diberbagai tungku.
Perubahan bentuk akibat pemanasan dari 900oC sampai 1.600oC merupakan
pegangan terbaik untuk mengetahui unjuk kerja abu di dalam tungku, yaitu
untuk membedakan antara slagging dan non slagging coal. Suhu fusi abu untuk
steam coal berkisar 1.400 – 1.600oC.

Jika temperatur pelunakan abu dibawah 1.250oC disebut slagging coal yang
akan baik digunakan pada tungku yang dapat mengeluarkan abu sebagai slag.
Temperatur abu lebih rendah dari temperature api, maka abu akan meleleh
membentuk klinker (seperti semen) yang menyelimuti pipa superheated. Juga
terjadi fouling, yaitu pengotoran pada pipa superheated, akibatnya laju
pemanasan pada pipa terganggu, sehingga batubara yang dibutuhkan semakin
banyak. Pada temperature pelunakan abu diatas 1.450oC disebut non slagging
coal yang pada umumnya abu tidak akan lebur pada kebanyakan tungku
industri. Batubara yang temperature pelunakannya antara 1.250 – 1.450oC
mungkin dapat atau tidak dapat membentuk slag, sehingga tungku harus

looky_geo.doc
dirancang agar tercegah pembentukan leburan abu atau agar abu lebur dan
tetap lebur sampai dikeluarkan.

PETROGRAPHIC ANALYSIS
Telah diketahui bahwa analisis petrografi dapat memberikan sumbangan dalam
proses pengolahan batubara, yaitu untuk :
1. Pemilihan batubara yang cocok untuk produksi secara komersial.
2. Perkiraan kemungkinan meningkatnya kadar abu karena berkurangnya
ukuran partikel.
3. Mengetahui apakah mineral – mineral tertentu seperti pirit dapat dipisahkan
atau dikonsentrasikan ke dalam suatu tingkat preparasi yang lebih baik.
4. kandungan mineral matter dalam batubara termasuk roof dan floor akan
mempengaruhi komposisi abu denga ukuran partikel tertentu.
5. Washability batubara tidak hanya bergantung kepada kandungan total
mineral matter dari ROM, tetapi juga distribusi mineral matter dalam
batubara.
6. Mengurangi pembuangan limbah dalam bentuk partikel halus untuk proses
pencucian maupun hasil pembakaran.

Akan tetapi hal ini jarang dilakukan dalam pengolahan batubara karena
beberapa alasan diantaranya :
1. Sebaran dan konsentrasi mineral dapat diperoleh pada contoh dengan
ukuran tertentu
2. Semua tingkat kualitas batubara (coal rank) komersial dapat dilakukan
dalam proses float dan sink test, diikuti dengan diperolehnya abu pada
fraksi yang berbeda – beda densitinya dan prosedurnya cepat.

looky_geo.doc

Anda mungkin juga menyukai