Anda di halaman 1dari 10

LAPORAN MAKALAH

ASUHAN KEPERAWATAN PADA GANGGUAN REFRAKSI MATA

NAMA KELOMPOK 3:

YUYUN BELA RIA BR 17031047


SRIMELDA 17031052
INDAH KURNIAWATI 17031063
CINDY TASPIANTI PUTRI 17031057
DWI ASTUTI 17031068
RISKI RIDHO RAMADHANI 17031069
LILIS ROMAITO HUTAJULU 17031076

Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes


Hang Tuah Pekanbaru
PEKANBARU
2019
KATA PENGANTAR

Puji Syukur kami panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang maha esa karena dengan
karunia nya kami dapat menyelesaikan makalah Asuhan Keperawatan pada Gangguan
Refraksi Mata dalam mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah III.
Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari
berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu kami
menyampaikan banyak terimakasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam
pembuatan makalah.
Akhir kata kami berharap semoga makalah mata kuliah ini dapat memberikan
manfaat ataupun inspirasi terhadap pembaca.

Pekanbaru, 03 Oktober 2019

KELOMPOK 3
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL.......................................................................................................i

KATA PENGANTAR.....................................................................................................ii

DAFTAR ISI...................................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang……………………………………………………………………1

1.2 Tujuan…………………………………………………………………………….1

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Definisi…………………………………………………………………………....2

2.2 Penatalaksanaan…………………………………………………………………..2

2.3 WOC……………………………………………………………………………...3

2.4 Pemeriksaan Penunjang…………………………………………………………..4

2.5 Asuhan Keperawatan……………………………………………………………..4

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan…………………………………………………………..……….......6

DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………...……7
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kelainan refraksi merupakan kelainan pembiasan sinar pada mata sehingga


pembiasan sinar tidak difokuskan pada retina (bintik kuning). Untuk memasukkan sinar atau
bayangan benda ke mata diperlukan suatu sistem optik. Diketahui bahwa bola mata
mempunyai panjang kira-kira 2.0 cm. Untuk memfokuskan sinar ke retina diperlukan
kekuatan 50.0 dioptri. Lensa berkekuatan 50.0 dioptri mempunyai titik api pada titik 2.0 cm.

Pada mata yang tidak memerlukan alat bantu penglihatan (biasa disebut mata normal)
terdapat 2 sistem yang membiaskan sinar yang menghasilkan kekuatan 50.0 dioptri. Kornea
mata mempunyai kekuatan 80% atau 40 dioptri dan lensa mata berkekuatan 20% atau 10
dioptri.

Menurut Ilyas (2006) kelainan refraksi adalah keadaan dimana bayangan tegas tidak
dibentuk pada retina. Pada kelainan refraksi terjadi ketidakseimbangan sistem optik pada
mata sehingga menghasilkan bayangan yang kabur. Pada mata normal kornea dan lensa
membelokkan sinar pada titik fokus yang tepat pada sentral retina.

Pada kelainan refraksi, sinar tidak dibiaskan tepat pada retina, akan tetapi dapat di
depan atau di belakang retina dan mungkin tidak terletak pada satu titik yang tajam. Kelainan
refraksi dikenal dalam bentuk miopia, hipermetropia, dan astigmatisme.

1.2 Tujuan
- Untuk mengetahui pengertian refraksi mata.
- Untuk mengetahuiWOC retraksi mata.
- Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang dari refraksi mata.
- Untuk mengetahui penatalaksanaan dari refraksi mata.
- Untuk mengetahui asuhan keperawatan dari refraksi mata.
BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Definisi
Gangguan refraksi mata merupakan proses pembelokan pancaran cahaya agar jatuh
pada retina, pancaran cahaya mencapai permukaan kornea dari segala arah, dan
kemudian kornea mengarahkanya kepada salah satu titik pada retina. Semakin besar
kekuatan refraksi, semakin besar pancaran cahaya tersebut dibengkokkan. Emetropia
merupakan keadaan pancaran dengan cahaya yang jatuh tepat kepada retina. Perubahan
pada refraksi terjadi ketika cahaya tidak difokuskan dengan benar. Penyebab meliputi
kelainan pada kurvatura kornea, pemfokusan lensa dan panjang bola mata. Akibatnya
adalah miopi hipermetropia dan astikmatisme.
2.2. Penatalaksanaan
1. Non bedah
Gangguan refraksi harus diperbaiki agar cahaya dapat terfokus pada retina.
Perbaikan ini dapat menggunakan sebuah lensa, jenis lensa yang digunakan
tergantung dari jenis kelainan refraksi.
a. Myopia menggunakan lensa konkaf atau negatif
b. Hipermetropia menggunakan konveks atau positif
c. Presbiopia dapat menggunakan lensa konveks tetapi jika pasien tidak dapat
melihat jarak jauh, menggunakan lensa konkaf konveks atau lensa ganda
d. Astigmatisme menggunakan lensa silinder.
2. Bedah
Pembedahan dapat menjadi alternative tindakan untuk kelainan refraksi. Radial
keratotomy merupakan tindakan bedah untuk mengatasi myopia sedang 8-16 insisi
diagonal dibuat melalui 90% pada peripheral kornea. Contac cornea tidak diinsisi
sehingga penglihatan tidak dipengaruhi insisi pada kornea yang mana menurunkan
panjang antereposterior mata dan membantu gambaran terfokus pada retina.
2.3. WOC
Gangguan Refraksi Mata

Bola mata lebih Kornea lebih cekung Bola mata lebih panjang Kelengkungan kornea
pendek dari biasanya dari normal tidak merata

Pancaran cahaya Miopi Astigmatisme


difokuskan di belakang
retina Pancaran cahaya difokuskan Berkas cahaya tidak
di depan retina dibelokkan kornea ke
Hipertropia segala arah dengan
Penglihatan kabur saat kekuatan yang sama
Penglihatan kabur saat melihat dengan jarak jauh
melihat dengan jarak dekat Cahaya tidak dapat
difokuskan
Sakit kepala, mata lelah,
Pancaran yang terbentuk
menjadi kabur/terdistorsi
Nyeri Akut
Kelemahan penglihatan
baik jarak dekat atau jauh

Resiko Jatuh
2.4. Pemeriksaan Penunjang
1. Funduskopi auto refraktometer
2. Kacamata sferis negative terkecil yang memberikan ketajaman penglihatan maksimal
agar memberikan istirahat mata dengan baik sesudah dikoreksi
3. Koreksi bedah fotorefraktif
4. Laser-assisted in situ keratimileusis (LASIK)
5. Laser epithelial keratomileusis (LASEK)
6. Keratomi radikal.
2.5. Asuhan Keperawatan
2.5.1. Pengkajian
a. Anamnesa
1) Menurut Burnner dan Suddarth (2000), informasi yang perlu didapatkan adalah
menanyakan kepada pasien tentang sejarah penyebab dan waktu mulai terjadinya
gangguan penglihatan tersebut. Pasien dengan diabetik mokular edema misalnya tipe
tertentu mempunyai ketajaman penglihatan naik turun. Pasien dengan mokular
degenerasi mempunyai pusat masalah ketajaman.
2) Menanyakan kepada pasien sehubungan dengan kerusakan lapang peripera dimana
pada kondisi ini pasien akan lebih kesulitan saat mobilisasi sehingga ketergantungan
aktifitas hidup sehari-hari (Medication Segmen) menjadi sebuah kebiasaan seperti
merokok.
3) Mengkaji tentang penerimaan dari keterbatasan fisik melalui penggunaan visual,
harus diidentifikasi pula mengenai pengharapan realistic darlowvition
b. Dasar Data Pengkajian Pasien
1) Aktifitas istirahat
Gejala: perubahan aktifitas berhubungan dengan penglihatan lelah bila membaca.
2) Neurosensori.
Gejala gangguan penglihatan kabur atau tidak jelas, sinar terang yang menyebabkan
silau. Tanda: bilik mata dalam, pupil lebar.
3) Nyeri atau kenyamanan
Gejala: Nyeri pada mata dan sekitar mata, sakit kepala, pusing
c. Pemeriksaan Fisik
Inspeksi:
1) Celah kelopak mata sempit.
2) Gambaran bulan sabit pada polos posterior fundus mata.
3) Tidak teraturnya lekukan kornea.
4) Mata beair
5) Juling.

2.5.2. Diagnosa Keperawatan

1) Nyeri akut berhubungan dengan proses penyakit..


2) Resiko Jatuh berhubungan dengan gangguan visual.

2.5.3. Rencana Intervensi

1) Nyeri akut berhubungan dengan proses penyakit.


Intervensi:
(1) Lakukan pengkajian nyeri komprehensif yang meliputi lokasi, karakteristik,
onset/durasi, frekuensi, kualitas, intensitas atau beratnya nyeri dan faktor
pencetus.
(2) Berikan informasi mengenai nyeri, seperti penyebab nyeri, berapa lama nyeri akan
dirasakan.
(3) Kendalikan faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi respon pasien terhadap
ketidaknyamanan misalnya pencahayaan.
(4) Pilih dan implementasikan tindakan yang beragam (misalnya farmakologis,
nonfarmakologi, interpersonal) untuk memfasilitasi penurunan nyeri, sesuai
dengan kebutuhan.
2) Resiko Jatuh berhubungan dengan gangguan visual.
Intervensi:
(1) Mengidentifikasi defisit kognitif atau fisik pasien yang dapat meningkatkan
potensi jatuh dalam lingkungan tertentu
(2) Mengidentifikasi perilaku dan faktor yang mempengaruhi risiko jatuh
(3) Mengidentifikasi karakteristik lingkungan yang dapat meningkatkan potensi untuk
jatuh
(4) Tempatkan artikel mudah dijangkau dari pasien
(5) Ajarkan pasien bagaimana jatuh untuk meminimalkan cedera
(6) Memberikan pasien tergantung dengan sarana bantuan pemanggilan (misalnya,
bel atau cahaya panggilan).
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Gangguan refraksi mata merupakan proses pembelokan pancaran cahaya agar jatuh
pada retina, pancaran cahaya mencapai permukaan kornea dari segala arah, dan kemudian
kornea mengarahkanya kepada salah satu titik pada retina. Semakin besar kekuatan refraksi,
semakin besar pancaran cahaya tersebut dibengkokkan. Pada kelainan refraksi, sinar tidak
dibiaskan tepat pada retina, akan tetapi dapat di depan atau di belakang retina dan mungkin
tidak terletak pada satu titik yang tajam. Kelainan refraksi dikenal dalam bentuk miopia,
hipermetropia, dan astigmatisme
DAFTAR PUSTAKA

Black, Joyce M. & Jane Hokanson Hawks. 2014. Keperawatan Medikal Bedah: Manajemen
Klinis untuk Hasil yang Diharapkan Edisi 8 Buku 3. Indonesia: Elseiver

Bulechek, Gloria M. et all.. 2016. Nursing Interventions Classification. Indonesia: Elsevier

Elizabeth, J Corwin. 2009. Buku Saku Patofisiologi Corwin. Jakarta: Aditya Media

Herdman, T. Heather. 2015. NANDA International Inc. Diagnosa Keperawatan: difinisi &
klasifikasi 2015-2017. Jakarta: EGC

Kowalak, Jennifer P., William Welsh, & Brenna Mayer. 2002. Buku Ajar Patofisiologi.
Jakarta: EGC

Suzanne C. Smeltzer & Brenda G. Bare. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah
Brunner/Sudarth Vol. 3. Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai