Anda di halaman 1dari 28

INDUKSI DAN AUGMENTASI PERSALINAN

 Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Obstetri Operatif 

Disusun oleh :

Kelompok 2

Cory Avianingsih Putri 130103100011


130103100011

Fia Fegriana 130103100021


130103100021

Rima Arianti 130103100025


130103100025

Tita Nurlita 130103100029


130103100029

Eulis N Juariah 130103100034


130103100034

Kelas 6A

PROGRAM STUDI D3 KEBIDANAN

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS PADJADJARAN
PADJADJARAN

BANDUNG

2012
INDUKSI DAN AUGMENTASI PERSALINAN

I. Induksi Persalinan
1.1 Definisi induksi persalinan
Induksi adalah upaya menstimulus kontraksi spontan uterus yang belum
muncul untuk mempersiapkan kelahiran.

Induksi persalinan adalah suatu upaya agar persalinan mulai berlangsung


sebelum atau sesudah kehamilan cukup bulan dengan jalan merangsang
(stimulasi) timbulnya HIS.

Induksi persalinan ialah suatu tindakan terhadap ibu hamil yang belum
inpartu, baik secara operatif maupun medicinal, untuk merangsang
timbulnya kontraksi rahim sehingga terjadi persalinan. Induksi persalinan
berbeda dengan akselerasi persalinan, di mana pada akselerasi persalinan
(3)
tindakan-tindakan
tindakan-tindakan tersebut untuk wanita hamil yang sudah inpartu .

Induksi persalinan mengisyaratkan stimulasi kontraksi sebelum awitan


(2)
spontan persalinan dengan atau tanpa pecah ketuban .

Persalinan induksi merupakan tindakan yang banyak dilakukan untuk 


mempercepat proses persalinan. Persalinan induksi dengan menambah
kekuatan dari luar tidak boleh merugikan ibu dan janinnya dalam usaha
menuju well born baby dan well health mother, sehingga diperlukan indikasi
yang tepat, waktu yang baik, dan disertai evaluasi yang cermat. Disamping
itu, untuk menanggapi atau menghadapi komplikasi dan tindakan lebih
lanjut, induksi persalinan harus dilakukan di rumah sakit yang memiliki
(4)
fasilitas tindakan operasi .

Dalam ilmu kebidanan ada kalanya sesuatu kehamilan terpaksa diakhiri


karena adanya sesuatu indikasi. Indikasi dapat datang dari sudut
kepentingan hidup ibu dan atau janin. Hasil induksi partus bergantung pula
pada keadaan serviks. Sebaiknya induksi partus dilakukan pada serviks yang
sudah atau mulai matang dimana serviks sudah matang, dengan effacement 
(1)
sekurang-kurangnya 50% dan pembukaan serviks 1 jari .

1.2 Indikasi
1. Indikasi Ibu
a. Penyakit hipertensi dalam kehamilan termasuk preeklamsi dan
(1,2,3,4)
eklamsi .
(3,4)
b. Kehamilan dengan diabetes miltus .
(4)
c. Infeksi amnionitis .

2. Indikasi janin
(1,3,4)
a. Kehamilan lewat waktu (postmaturitas) .
(2,3)
b. Ketuban pecah dini .
(3)
c. Janin mati .
(1)
d. Inkompatibilitas Rh .
(2)
e. Gestasi pascamatur .
(4)
f. Insufisiensi plasenta .
(4)
g. IUFD .
(4)
h. IUGR .
(4)
i. Oligohidramnion .

3. Indikasi Selektif 
a. Maturitas paru cukup
b. Kontraksi uterus tak sempurna
c. Atas permintaan yang bersangkutan
Pada usia kehamilan postmatur, di atas 10 hari lebih dari saat perkiraan
partus, terjadi penurunan fungsi plasenta yang bermakna, yang dapat
membahayakan kehidupan janin (gangguan sirkulasi uteroplasenta,
(1)
gangguan oksigenasi janin) .

1.3 Kontraindikasi
(1,3,4)
1. Disproporsi sefalo-pelvik  .
(1)
2. Ibu menderita penyakit jantung berat .
3. Hati-hati pada bekas-bekas operasi/uterus yang cacat seperti bekas SC,
(1)
miomektomi yang luas dan ekstensif  .
(3)
4. Malposisi dan malpresentasi janin .
(3)
5. Infusiensi plasenta .
(3)
6. Cacat rahim, misalnya pernah mengalami seksio sesarea .
(3)
7. Grande multipara .
(3,4)
8. Gemeli .
(3)
9. Distensi rahim yang berlebihan misalnya pada hidramnion .
(2,3)
10. Plasenta previa .
(2)
11. Makrosomia .
(2)
12. Hydrosefalus .
(2)
13. Beberapa penyakit , seperti herpes genetalis aktif  .

1.4 Cara Induksi Persalinan


Induksi partus dapat dilakukan dengan berbagai cara
1. Secara medis
a. Infuse oksitosin
Kemasan yang dipakai adalah pitosin, sintosinon. Syarat-syarat
pemberian infuse oksitosin
1) Agar infuse oksitosin berhasil dalam menginduksi persalinan
dan tidak memungkinkan penyulit baik pada ibu dan janin,
maka diperlukan syarat-syarat berikutnya :
a) Kehamilan aterm
b) Ukuran panggul normal
c) Tidak ada CPD (disproposi antara pelvis dan janin).
d) Janin dalam presentasi kepala
e) Serviks sudah matang yaitu, porsio teraba lunak, mulai
mendatar dan mulai membuka.
2) Untuk menilai serviks ini dapat juga dipakai skor bishop, yaitu
bila nilai berlebih dari 8, induksi persalinan kemungkinan
besar akan berhasil.

Teknik infuse oksitosin berencana


1) Semalam sebelum infuse oksitosin, hendaknya klien sudah
tidur dengan nyenyak.
2) Pagi harinya penderita diberi pencahar (Kandung kemih dan
rektum dikosongkan)
3) Infuse oksitosin hedaknya dikerjakan pada pagi hari dengan
observasi yang baik.
4) Disiapkan cairan dextrose 5% 500 ml yang diisi dengan 5 unit
oksitosin.
5) Cairan yang sudah disiapkan mengandung 5 U oksitosin ini
dialirkan secara intravena melalui saluran infuse dengan jarum
no 20 G.
6) Jarum suntik intravena dipasangkan di vena bagian volar
lengan bawah
7) Tetesan permulaan kecepatan pertama 10 tetes/menit.
8) Timbulnya kontraksi rahim dinilai dalam setiap 15 menit. Bila
dalam waktu 15 menit ini HIS tetap lemah, tetesan dapat
dinaikan. Umumnya tetesan maksimal diperbolehkan sampai
mencapai kadar oksitosin 30-40 tetes/menit, maka berapapun
kadar oksitosin yang dinaikan tidak akan menimbulkan
tambahan kekuatan kontraksi lagi. Sebaiknya infuse oksitosin
dihentikan.
9) Penderita dengan infus oksitosin harus diamati secara cermat
untuk kemungkinan timbulnya tetania uteri, tanda-tanda
rupture uteri membakat, maupun tanda-tanda gawat janin
10) Bila kontraksi timbul secara teratur dan adekuat , maka kadar
tetsan oksitosin dipertahankan. Sebaliknya bila tejadi kontraksi
rahim yang sangat kuat, jumlah tetsan dapat dikurangi atau
sementara dihentikan.
11) Infuse oksitosin ini hendaknya tetap dipertahankan sampai
persalinan selasai yaitu sampai satu jam sesudah lahirnya
plasenta.
12) Evaluasi kemajuan janin pembukaan serviks dapat dilakukan
dengan periksa dalam bila HIS telah kuat dan adekuat. Pada
waktu pemberian infuse oksitosin bila ternyata kemudian
persalinan telah berlangsung, maka infuse oksitosin
dilanjutkan sampai pembukaan lengkap. Segera setelah kala II
dimulai, maka tetesan infuse oksitosin dipertahankan dan ibu
di pimpin mengejan atau dipimpin dengan persalinan buatan
sesuai dengan indikasi yang ada pada waktu itu. Tetapi bila
sepanjang pemberiaan infuse oksitosin timbul penyulit pada
ibu maupun janin. Maka infuse oksitosin harus segera
dihentikan dan kehamilan segera diselesaikan dengan seksio
(3)
sesarea .
b. Prostaglandin E2
Prostaglandin dapat merangsang otot-otot polos termasuk juga otot-
otot rahim. Prostaglandin yang spesifik untuk merangsang otot
rahim ialah PGE2 Dan PGF2 alpha. Untuk induksi persalinan
prostaglandin dapat diberikan secara intravena, oral, vaginal, rectal,
dan intra amnion. Pada kehamilan aterm, induksi persalinan dengan
prostaglandin cukup efektif. Pengaruh sampingan dari pemberia
(3)
prostaglandin ialah mual, muntah, diare .

TABEL 26-1 Skor bishop yang digunakan untuk menilai


induksibilitas

Skor Factor
Pembukaan Penipisan Stasion Konsistensi Posisi
cm (%) serviks serviks
0 Tertutup 0-30 -3 Keras Posterior
1 1-2 40-50 -2 Sedang Tengah
2 3-4 60-70 -1 Lunak Anterior
3 ≥5 ≥80 +1,+2 - -
Stasion mencermikan skala -3 hingga +3
sumber : dari bishop EH: pelvic scoring for elective induction. Obstet gynecol
24:266, 1964, dengan izin.

Kemungkinan keberhasilan induksi persalinan, menurunkan


insidensi persalinan lama, dan mengurangi dosis oksitosin.
Pada tahun 1992,   food and drug administration menyetujui
pemakaian gel prostaglandin E2 (prepidil) untuk mematangkan
serviks pada wanita aterm atau menjelang aterm yang memiliki
indikasi untuk di induksi. Gel tersedia dalam spuit 2,5 ml yang
berisi 0,5mg dinoproston. Rute intra serviks memberikan
keunggulan karena tidak banyak mempengaruhi aktifitas uterus dan
sangat efektif untuk wanita dengan serviksyang belum matang.
Sisipan vaginal dinoproston 10 mg (cervidil) juga disetujui pada
tahun 1995 untuk mematangkan serviks. Sisipan ini melepaskan
(2)
obat secara lebih lambat (0,3 mg/jam) dibandingkn bentuk gel .

Pemberian
Dianjurkan preparat ini diberikan pada saat atau menjelang tiba
dikamar bersalin agar dapat dilakukan pemantauan kontinu
terhadap aktifitas uterus dan denyut jantung janin. Mungkin perlu
dilakukan pengamatan dengan periode berkisar dari 30 menit
hingga 2 jam. Jika tidak terdapat perubahan dalam aktifitas uterus
atau denyut jantung janin setelah peiode ini, pasien dapat
dipindahkan atau dipulangkan. Jika muncul, kontraksi biasanya
terjadi pada jam pertama dan memperlihatkan aktivitas puncak 
dalam 4 jam pertama. Jika tetap terjadi kontraksi yang teratur,
pemantauan denyut jantung janin harus dilanjutkan dan tanda-tanda
vital di catat.

Interval waktu aman minimal antara pemberian prostaglandin E2


dan permulaan pemberian oksitosin belum diketahui pasti. Menurut
petunjuk pembuatannya, induksi oksitosin harus ditunda selama 6
(2)
hingga 12 jam .

Efek samping
Angka hiperstimulasi uterus dilaporkan, didefinisikan sebagai 6
kontraksi atau lebih dalam 10 menit selama total 20 menit, adalah 1
persen untuk gel intraserviks (dosis 0,5 mg) dan 5% untuk gel
intravagina (dosis 2 hingga 5 mg). karena dapat terjadi
hiperstimulasi serius atau gangguan janin lebih lanjut,
prostaglandin biasanya tidak digunakan pada persalinan. Jika
terjadi, hiperstimulasi biasanya dimulai dalam 1 jam setelah gel di
sisipan dimasukan. Irigasi serviks dan vagina untuk mengeluarkan
gel serviks belum terbukti bermanfaat.

Salah satu kemungkinan keunggulan gel intravagina adalah bahwa


pengeluaran sisipan ini dengan menariknya biasanya meredakan
efek samping tersebut. Efek sistemik berupa demam, muntah, dan
diare akibat prostaglandin E2 sangat jarang terjadi. Produsen obat
ini menganjurkan kehati-hatian dalam pemakaian obat ini pada
pasien dengan glaucoma, gangguan hati dan ginjal yang berat/asma
(2)
.

c. Misoprostol
Misoprostol (cytotec) adalah prostaglandin E1 sintenik, dan saat ini
tersedia berbagai tablet 100 mcg untuk mencegah ulkus peptic.
Obat ini digunakan “off -label” (diluar indikasi resmi) untuk 
pematangan serviks prainduksi dan induksi persalinan. Misoprostol
berharga murah, stabil pada suhu kamar, dan mudah diberikan
peroral atau dengan memasukannya kevagina, tetapi tidak ke
(2)
serviks .

d. Misoprostol vagina
Tablet misoprostol vagina dimasukan kedalam vagina setara dan
mungkin lebih 25µg. hipertensi dimulai uterus disertai perubahan
denyut jantung janin perlu diperhatikan pada pemakaian obat ini.
Dosis misoprostol intravagina yang lebih tinggi (50 µg atau lebih)
menyebabkan peningkatan bermakna takisistol uterus, pengeluaran
dan aspirasi mekonium, dan sesar atas indikasi hiperstimulasi
uterus. Laporan rupture uterus pada wanita dengan riwayat
pembedahan dengan menyebabkan misoprostol tidak boleh
(2)
digunakan pada para wanita tersebut .
e. Misoprostol oral
Afektivitas misoprostol oral, 100 µg, serupa dengan misoprostol
(2)
intravagina 25 µg .

f. Cairan hipertonik intrauterine


1) Pemberian cairan hipertonik cairan amnion dipakai untuk 
merangsang kontraksi rahim pada kehamilan dengan janin
mati. Cairan hipertonik yang dipakai dapat berupa cairan
garam hipertonik 20%, urea dan lain-lain, kadang-kadang
pemakaian urea dicampur dengan prostaglandin untuk 
meperkuar rangsangan pada otot-otot rahim.
Cara ini dapat menimbulkan penyulit yang cukup berbahaya,
(3)
misalnya hipernatremia, infeksi gangguan pembekuan darah .

2. Secara manipulative dengan tindakan


Inisiasi pembukaan serviks dengan dilator serviks osmotic higroskopik 
telah lama diterima sebagai tindakan yang efektif sebelum terminasi
kehamilan untuk meningkatkan efektivitas induksi persalinan jika
(2)
serviks belum matang .
a. Amniotomi
Amniotomi atau pemecahan ketuban
secara artificial di inggris juga disebut
sebagai induksi bedah, sering
digunakan untuk menginduksi atau
mempercepat persalinan. Indikasi umum lain untuk amniotomi
antara lain adalah pematauan denyut jantung janin internal jika
diantisipasi adanya gangguan janin dan penilaian intrauterus
kontraksi jika persalinan belum memuaskan. Amniotomi elektif 
untuk mempercepat persalinan spontan/mendeteksi mekonium juga
(2)
dapat diterima dan sering di praktikan .
Table 26.2 regimen oksitosin untuk stimulasi persalinan

Regimen Dosis awal Peningkatan Interval dosis Dosis


(Mu/menit) incremental (Mu/menit) maksimal
(Mu/menit) (Mu/menit)
Dosis rendah 0,5-1 1 30-40 20
1-2 2 15 40
2
Dosis tinggi 6 6 ,3,1 15-40 42
Peningkatan bertahap dikurangi menjadi 3 mU/mnt jika terdapat
hiperstimulasi rekuren.
Sumber: dimodifikasi dari American college of obstetrians and
gynecologists: induction of labor. Technical bulletin No. 10, November
1999, dengan izin.

Hendaknya ketuban dipecahkan jika memenuhi syarat sbb:


 Serviks sudah matang/skor pelviks diatas 5.
 Pembukaan kira-kira 4-5 cm
 Kepala sudah memasuki PAP biasanya setelah 1-2 jam
pemecahan ketuban diharapkan HIS akan timbul dan menjadi
(3)
lebih kuat .

1) Amniotomi artifisialis dilakukan dengan cara memecahkan


ketuban baik dibagian bawah depan dengan (fore water)
maupun dibagian belakang (bind water) dengan suatu alat
khusus (drewsmith catbeter  –  macdonald klem). Sampai
sekarang belum diketahui dengan pasti bagaimana pengaruh
amniotomi dalam merangsang timbulnya kontraksi rahim.
2) Beberapa teori mengemukakan bahwa
a) Amniotomi dapat mengurangi beban rahim sebesar 40%
sehingga tenaga kontraksi dapat lebih kuat untuk 
membuka serviks.
b) Amniotomi menyebabkan berkurangnya aliran darah
didalam rahim kira-kira 40 menit setelah amniotomi
dikerjakan, sehingga berkurangnya oksigenasi otot-otot
rahim dan keadaan ini meningkatnya kepekaan otot rahim.
c) Amniotomi menyebabkan kepala dapat langsung menekan
dinding serviks dimana didalamnya terdapat banyak 
syaraf-syaraf yang merangsang kontraksi rahim.
3) Bila setelah amniotomi dikerjakan 6 jam kemudian, belum ada
tanda-tanda pemulaan persalinan, maka harus di ikuti dengan
cara-cara lain untuk merangsang persalinan, misalnya dengan
infuse oksitosin.
4) Pada amniotomi perlu diingat akan terjadinya penyulit-penyulit
sebagai berikut
a) Infeksi
b) Prolapsus funikuli
c) Gawat janin
d) Tanda-tanda solusio plasenta (bila ketuban sangat banyak 
(3)
dan keluarnya secara tepat) .

Teknik amniotomi
Jari telunjuk dan jari tengah tangan kanan dimasukan kedalam jalan
lahir sampai sedalam kanalis servikalis. Setelah kedua jari berada
dalam kanalis servikalis, maka posisi jari berubah sedemikian rupa
sehingga telapak tangan menghadap kearah atas. Tangan kiri
kemudian memasukan pengait khusus kedalam jalan lahir dengan
tutunan kedua jari yang telah ada didalam. Ujung pengait diletakan
diantara jari telunjuk dan jari tengah tangan yang ada didalam.
Tangan yang diluar kemudian memanipulasi pengait khusus
pengait tersebut untuk dapat masuk dan merobek selaput ketuban.
Selain itu menusukan pengait ini dapat juga dilakukan dengan satu
tangan, yaitu pengait dijepit diantara jari tengah dan jari telunjuk 
tangan kanan, kemudian dimasukan kedalam jalan lahir sedalam
kanalis servikalis. Pada waktu tindakan ini dikerjakan, seorang
asisten menahan kepala janin kedalam pintu atas panggul. Stelah
air ketuban mengalir keluar , pengait dikeluarkan leh tangan kiri,
sedang jari tangan yang didalam memperlebar robekan selaput
ketuban. Air ketuban dialirkan sedikit-demi sedikit untuk menjaga
kemungkinan terjadinya prolaps tali pusat, bagian-bagian kecil
  janin, gawat janin dan solusio plasenta. Setelah selesai tangan
(3)
penolong ditarik kluar dan kejalan lahir .

b. Melepaskan selaput ketuban dari bagian bawah rahim (striping of 


the membrane).
1) Yang dimaksud denga striping of the membrane, ialah
melepaskan ketuban dan dinding segmen bawah rahim secara
menyeluruh setinggi mungkin dengan jari tangan. Cara ini
dianggap cukup efektif dalam merangsang timbulnya his.
2) Beberapa hambatan yang dihadapi dalam melakukan tindakan
ini, ialah
a) Serviks yang belm dapat dilalui oleh jari
b) Bila didapatkan persangkaan plasenta letak endah, tidak 
boleh dilakukan
c) Bila kepala belum cukup turun dalam rongga panggul

c. Pemakaian rangsangan listrik 


Dengan kedua electrode, yang satu diletakkan dalam serviks,
sedang yang lain ditempelkan pada kulit dinding perut, kemudian
dialirkan listrik yang akan memberkan rangsangan pada serviks
untuk menimbulkan kontraksi rahim. Bentuk alat ini bermacam-
macam , bahkan ada yang ukurannya cukup kecil sehingga dapat di
bawa-bawa dan ibu tidak perlu tinggal dirumah sakit. Pemakaian
(3)
alat ini perlu dijelaskan dan disetujui oleh pasien .
1.5 Tanda-Tanda Induksi Baik
1. Respons uterus berupa aktifitas kontraksi miometrium baik 
2. Kontraksi simetris, dominasi fundus, relaksasi baik (sesuai dengan
tanda-tanda his yang baik / adekuat)
(1)
3. Nilai pelvik menurut Bishop (tabel)
Sebelum melakukan induksi hendaknya lakukan terlebih dahulu
pemeriksaan dalam guna memberikan kesan tentang keadaan serviks,
bagian terbawah janin dan panggul. Hasil pemerikasaan dicatat dan
disimpulkan dalam satu tabel nilai pelvis. Selaanjutnya dapat kita ikuti
ketentuan-ketentuan sbb:
a. Apabila skor di atas 5, pertama-tama lakukanlah amniotomi. Bila 4
  jam kemudian tidak ada kemajuan persalinan, berikan infus tetes
oksitosin.
b. Apabila skor dibawah 5, ketuban dibiarkan intak, berikan infus
tetes oksitosin. Setelah beberapa lama berjalan, nilai kembali
pelvis.
 Bila skor diatas 5 lakukan amniotomi.
 Bila skor dibawah 5, oksitosin tetes diulangi.
 Bila setelah 2-3 kali, serviks belum juga matang segera
lakukan amniotomi.

No Skor 0 1 2 Nilai
1 Pendataran serviks Stubuler Panjag 1 <1cm
panjang cm
2 Pembukaan serviks Tertutup 1 cm 2 cm
3 Konsistensi serviks Keras Mulai Lunak 
lunak 
4 Arah mulut serviks Sakral Aksial Anterior
5 Turunnya bagian terbawah Di atas - -1 -1 cm nol
  janin terhadap spina
2 cm/H sampai - HIII
iskhiadika/menurut bidang II 2 cm/ 
hodge. HII+
Jumlah Nilai
Nilai pelvis ( pelvic Score)

1.6 Komplikasi
1. Terhadap ibu
a. Kegagalan induksi
b. Kelelahan ibu dan krisis emosional
c. Inersia uteri dan partus lama
d. Tetania uteri yang dapat menyebabkan solusio plasenta, ruptura
uteri dan laserasi jalan lahir.
(1)
e. Infeksi intrauterine .
2. Terhadap janin
a. Trauma pada janin oleh tindakan
b. Prolapsus tali pusat
(1)
c. Infeksi intrapartal pada janin .
TALAKSANA INDUKSI PERSALINAN
II. Augmentasi Persalinan
2.1 Definisi Augmentasi Persalinan
Augmentasi adalah upaya meningkatkan kontraksi spontan uterus dalam
kondisi kontraksi uterus yang kurang akibat gangguan dilatasi cerviks dan
(2)
turunnya fetus .

Augmantasi persalinan adalah intervensi untuk mangatasi kemajuan


persalinan yang lambat. Perbaikan kontrasksi uterus yang tidak efektif 
meliputi amniotomi, pemberian oksitosin dan amniotomi, atau pemberian
oksitosin jika sebelumnya telah terjadi ketuban pecah. Augmentasi
persalinan merupakan salah satu prinsip penatalaksanaan aktif persalinan
dan seperti intervensi lainnya, alasan lengkapnya harus didiskusikan dan
persetujuan tindakan dari ibu harus didokumentasikan. Kesejahteraan ibu
(6)
dan bayinya yang belum lahir harus selalu menjadi hal yang terpenting .

Augmentasi persalinan mengacu pada penggunaan obat/intervensi lain


untuk 'mempercepat' proses persalinan. Augmentasi persalinan mungkin
diperlukan untuk membantu jika terjadi abnormal atau sulit
(distosia)/untuk mempercepat persalinan normal jika kesehatan ibu atau bayi
beresiko. Augmentasi persalinan biasanya melibatkan artifisial untuk 
meningkatkan frekuensi atau kekuatan kontraksi uterus, dengan atau tanpa
memecahkan ketuban, perubahan posisi, pengiriman instrumental (forsep,
vakum) dan teknik lainnya. Setelah prosedur didirikan, penilaian rutin
seberapa jauh bayi menglami penurunan pada jalan lahir bayi, pelebaran
leher rahim, dan kesehatan ibu dan bayi terjadi untuk memastikan
augmentasi persalinan memastikan berjalan dengan baik. Setelah serviks
berdilatasi untuk 4cm (tahap pertama aktif), dilatasi serviks tambahan harus
terjadi pada kecepatan satu sentimeter per jam, atau lebih cepat bagi wanita
yang telah memiliki anak sebelumnya. Jika ini tidak terjadi, pembesaran
(5)
dapat dipertimbangkan .
Dibandingkan dengan wanita yang tidak memiliki masalah dengan
persalinan pervaginam, perempuan yang mengalami kesulitan (distosia)
yang memerlukan augmentasi lebih mungkin untuk :
a. Membutuhkan sectio sesarea
b. Terdapat air ketuban yang tidak jelas;
c. Riwayat postpartum dengan perdarahan
(5)
Memberikan bayi dengan skor satu menit Apgar rendah neonatal .

2.2 Penatalaksanaan Aktif Persalinan


Prinsip dilakukannya penatalaksanaan aktif adalah penetapan diagnosis
yang tepat tentang awitan persalinan dan persalinan selesai dalam 12 jam.
Amniotomi dilakukan secara rutin dan serviks diharapkan berdilatasi
dengan kecepatan dilatasi 1 cm perjam setelah dilatasi 3 cm. Jika persalinan
gagal maju dengan kecepatan yang telah ditentukkan, persalinan tersebut
dianggap memanjang dan kontrasksi ditingkatkan dengan pemberian infus
oksitosin. Kemajuan persalinan dicatat pada partogram, setelah dikaji
dengan pemeriksaan vagina. Pengkajian pertama dilakukan dalam 1 jam
setelah hospitalisasi, dan jika didiagnosis terjadi persalinan ( mis: serviks
berdilatasi 3 cm atau lebih ), selaput ketuban dapar dirobek. Pemeriksaan
selanjutnya dilakukan satu jam kemudian, dan jika serviks tidak cukup
(6)
berdilatasi, infus oksitosin secara intravena dapat mulai diberikan .

Pengkajian kemajuan persalinan yang didasarkan pada pemeriksaan vagina


dapat bersifat subjektif, karena sifat pemeriksaan itu sendiri tidak reliable,
tidak dapat mengukur dilatasi serviks secara akurat atau mencegah
kesalahan klinis. Kegagalan untuk memenuhi harapan medis , bukannya
fisiologis kemajuan persalinan dapat menyebabkan persalinan
dideskripsikan sebagai abnormal. Oleh karena itu, penggunaan
penatalaksanaan aktif dalam mencegah persalinan lama dan menurunkan
angka secsio sesarea bersifat kontroversial dengan angka intervensi yang
tinggi. Empat puluh lima persen primigravida yang sedang dalam persalinan
menerima oksitosin untuk mengatasi kerja uterus yang tidak efisien atau
  persalinan lama ( o’Driscoll et al 1993 ). Hal tersebut merupakan model
(6)
praktik yang sudah digunakkan secara luas .

2.3 Tahapan Augmentasi persalinan


1. Tahap Pertama
Tahap pertama persalinan berlangsung dari saat persalinan dimulai
sampai serviks sepenuhnya berdilatasi dan klien mulai mendorong bayi
keluar. Pada bagian pertama dari tahap pertama (0 -4 cm pelebaran leher
rahim, yang dikenal sebagai fase laten), pembesaran dapat berupa
istirahat terapi, atau diberikan obat yang menyebabkan rahim
berkontraksi. Tahap pertama berkepanjangan selama persalinan
dikaitkan dengan risiko lebih tinggi melahirkan caesar, dan mengurangi
kesehatan bayi saat lahir (skor Apgar lebih rendah).

Sisanya melibatkan ibu menerima suntikan obat penghilang rasa sakit


yang kuat agar dia bisa beristirahat atau tidur dengan ketidaknyamanan
minimal sambil kemajuan persalinan. Kadang-kadang obat penenang
  juga diresepkan. Pilihan ini tidak tepat jika persalinan dengan tanda-
tanda ibu atau bayi tidak sehat. Perempuan yang diobservasi dengan
istirahat terapi, 85% akan meningkat di fase aktif persalinan (4-10 cm
melebar), 10% adalah mungkin dalam persalinan palsu, dan 5%
memiliki masalah yang berkelanjutan dengan kemajuan persalinan.

Obat-obatan yang merangsang rahim, seperti oksitosin, dapat digunakan


untuk membantu mempercepat kerja dari laten (0-4cm melebar) ke fase
aktif (4-10cm melebar) dari tahap pertama. Oksitosin diberikan ke
pembuluh darah melalui infus, dengan jumlah obat meningkat atau
menurun tergantung pada bagaimana wanita merespons. Oksitosin tidak 
mungkin untuk digunakan saat persalinan pervaginam tidak aman,
rahim tidak kuat karena jaringan parut, atau keadaan lain yang
tercantum di atas. Satu studi menemukan bahwa oksitosin dan sisanya
terapi sama-sama efektif dan pilihan aman untuk mengelola fase laten
berkepanjangan. Dalam sebuah penelitian, oksitosin mengambil rata-
rata 3,4 jam untuk memindahkan tenaga kerja bersama ke fase aktif dari
tahap pertama. Setelah tenaga kerja telah mencapai fase aktif, oksitosin
lebih efektif dalam mempercepat kerja dari pecah membran, berjalan-
 jalan, atau tindakan lainnya. Penggunaan oksitosin untuk meningkatkan
kerja dikenal untuk mengurangi panjang dari tenaga kerja dengan jam,
dengan tidak ada perubahan dalam kepuasan ibu, atau bahaya pada ibu
atau bayi. Angka kelahiran caesar tidak terpengaruh. Akibat dari pecah
selaput di sekitar bayi tidak mengurangi panjang tahap pertama
persalinan. Tindakan konservatif seperti berjalan sekitar telah
ditemukan untuk meningkatkan kenyamanan bekerja perempuan, tetapi
tidak memiliki efek dalam hal mempercepat persalinan lama. Jika
pembesaran selama tahap pertama tidak mengakibatkan persalinan
mengalami kemajuan seperti yang diharapkan (dilatasi serviks minimal
(5)
1 cm per jam), persalinan SC mungkin diperlukan .

2. Tahap Kedua
Tahap kedua dari saat serviks sepenuhnya berdilatasi dan wanita
diperbolehkan untuk meneran, sampai bayi dilahirkan. Tahap kedua
panjang dapat dikelola dengan observasi lanjutan (manajemen hamil),
persalinan pervaginam operatif (forceps atau vakum), atau SC. Pilihan
yang paling tepat akan tergantung pada bagaimana ibu dan bayi, tanda-
tanda kemajuan persalinan, dan panjang tahap kedua.

Pecah buatan dari membran sekitar bayi (amniotomi) sering dilakukan


selama tahap kedua jika selaput masih utuh. Episiotomi rutin
(memotong tepi jalan lahir untuk membuatnya lebih luas) tidak 
memperpendek tahap kedua tenaga kerja dan tidak berguna untuk 
tujuan ini.
Persalinan pervaginam yang sukses adalah hasil yang paling umum dari
wanita yang mengalami tahap kedua panjang. Masalah yang paling
umum dengan bayi karena tahap kedua berkepanjangan termasuk 
masuk perawatan intensif dan cedera pada saraf di leher yang memasok 
lengan. Tahap kedua lama dikaitkan dengan peningkatan bahaya pada
(5)
ibu perdarahan setelah persalinan (postpartum haemorrhage) .

Tahap kedua yang panjang akan ditambah melalui teknik-teknik 


berikut:
a. Pengobatan dengan infus (Syntocinon) oksitosin yang
menyebabkan rahim berkontraksi;
b. Mengurangi mati rasa dan kelemahan yang terjadi dengan anestesi
epidural atau tulang belakang, sehingga perempuan lebih mampu
mendorong. Hal ini mengurangi panjang tahap kedua dan
kebutuhan untuk forceps atau vakum, meskipun itu menghasilkan
lebih sakit bagi ibu;
c. Terus menerus kehadiran seseorang memberi dukungan untuk 
membantu ibu;
d. Jika kepala bayi masih belum semua ke bawah panggul, wanita itu
dapat menunda mendorong jika ia tidak memiliki dorongan untuk 
melakukannya;
e. Mengubah posisi perempuan untuk mendorong (tegak, berlutut di
posisi merangkak, posisi lateral);
f. forceps atau vakum, teknik ini tergantung pada mengapa digunakan
dan tergantung pada keterampilan dokter atau bidan;
g. Jika ada kegagalan metode yang diuraikan di atas, dengan tanda-
(5)
tanda bayi yang tertekan, persalinan SC diperlukan .
Pembahasan jurnal

Jurnal 1

Induksi Persalinan Di Rumah Sakit Praktek Midwestern Pedesaan

Alasan yang diberikan untuk 34 induksi meliputi: melanjutkan kehamilan akan


membahayakan janin (1); kenyamanan pasien (1); gestational diabetes (3);
makrosomia dicurigai (5); kehamilan yang lama (6); Ketidaknyamanan ibu (7).
Keenam induksi untuk kehamilan yang berkepanjangan termasuk perempuan yang
pada atau di luar tanggal perkiraan persalinan mereka. Satu dari enam induksi
untuk kehamilan yang berkepanjangan mengakibatkan kelahiran sesar dari bayi
prematur. Bayi itu dipindahkan ke sebuah pusat melahirkan tersier untuk 
menerima perawatan intensif neonatal. Lima induksi untuk makrosomia diduga
mengakibatkan pengiriman bayi dengan berat kurang dari 4000 gram. Bayi
terbesar beratnya 3884 gram dan bayi terkecil beratnya 3289 gram.

Indikator kesehatan untuk induksi (makrosomia, kehamilan yang berkepanjangan,


gestational diabetes, gawat janin) berjumlah kurang dari setengah dari induksi di
rumah sakit ini pedesaan pada tahun yang diteliti. Lebih dari setengah dari induksi
di rumah sakit ini adalah untuk elektif (kenyamanan pasien, ketidaknyamanan ibu)
atau alasan tidak tercatat.

Diskusi / Implikasi Klinis

Tingkat induksi di rumah sakit ditemukan menjadi 37,7% yang hampir dua kali
angka nasional sebesar 20,6% (Martin, et al., 2005). Hal ini sangat penting karena
semua ibu hamil tercermin dalam angka ini dianggap memiliki kehamilan risiko
rendah. Meskipun 44,1% dari induksi dikutip indikator medis, data menunjukkan
bahwa beberapa indikator kesehatan (seperti makrosomia) yang tidak akurat.
Jurnal 2

Induksi

Ada indikasi mutlak untuk mendorong beberapa tenaga kerja, dan prioritas
berbeda dengan ahli obstetri. Postmaturity (kehamilan memanjang di luar tanggal
persalinan yang diharapkan), diikuti dengan retardasi pertumbuhan janin diduga
dan ibu hipertensi.

Dalam sebuah metaanalisis dari 10 percobaan terkontrol acak membandingkan


induksi di 41-42 minggu dengan konservatif pengobatan, Crowley menunjukkan
peningkatan risiko perinatal kematian yang berhubungan dengan kehamilan yang
berkepanjangan. Risikonya adalah dikurangi dengan induksi pada 41 minggu
(Cochrane Collaboration).

Sebuah indikasi nonmedis untuk induksi adalah keinginan wanita itu sendiri.
Banyak ibu melebihi tanggal persalinan yang diharapkan. Roberts dkk 
menemukan bahwa sekitar 70% dari wanita mengungkapkan keinginan untuk 
dibujuk setelah 41 minggu.

Asalkan serviks sudah matang, dokter kandungan banyak yang akan setuju dengan
pilihan ini dan menggunakan metode-untuk noninvasif contoh, prostaglandin.

Usia ibu dan riwayat obstetrik buruk relatif indikasi, tetapi harus diingat bahwa
induksi adalah dimaksudkan untuk menghasilkan kelahiran. Jika dengan alasan
untuk induksi tidak kuat, ini bisa mengarah pada operasi caesar bagian untuk 
indikasi yang miskin.

Kontraindikasi

Kontraindikasi terhadap induksi adalah sama seperti kontraindikasi untuk 


melahirkan normal. Beberapa adalah mutlak (berat derajat plasenta previa atau
kebohongan janin melintang); lain relatif, seperti aktif herpes genital primer
infeksi, atau kepala janin tinggi dan mengambang seperti prolaps tali pusat bisa
mengikuti.

Kontraindikasi terhadap induksi

 Disproporsi cephalopelvic Parah


 Berat derajat plasenta previa
 Oblique atau melintang kebohongan
 Cervix x <4 pada skor * Uskup

* Kontraindikasi ini dapat diatasi dengan pematangan serviks dengan

prostaglandin dan kemudian melanjutkan ke induksi

Metode induksi

Kematangan janin pertama harus dinilai. Presentasi dan posisi janin harus
diperiksa ulang sebelum induksi. Prosedur yang paling sederhana adalah untuk 
menyapu membran dengan jari bersarung dilumasi dengan krim antiseptik dan
dimasukkan lembut sampai kanalis servikalis. Jika dilakukan oleh yang
berpengalaman dokter atau bidan, ini tidak perlu menjadi tidak nyaman. Setelah
kehamilan 40 minggu, prosedur ini dapat mengurangi separuh kebutuhan
selanjutnya untuk induksi lebih lanjut, tetapi di 38> 40 minggu itu tidak signifikan
meningkatkan proporsi wanita yang akan melahirkan dalam waktu 7 hari.

Metode tradisional induksi adalah untuk pecah membran, melepaskan cairan


ketuban. Para forewaters dapat tersangkut dengan Amnihook sederhana (EMS
Medical Group), sepasang dari Kocher yang forsep, atau sepasang tang amniotomi
khusus.

Dalam kondisi steril instrumen dipilih dilewatkan melalui kanal serviks. Dalam
pemanduan visi atau digital, forewaters yang tersangkut. Warna cairan ketuban
dan volume dirilis harus dinilai. Tingkat jantung janin harus diperiksa segera
setelah itu untuk memastikan tidak ada janin kompromi, tetapi tidak perlu untuk 
melanjutkan cardiotocography kecuali ada indikasi khusus.

Tusukan dari hindwaters digunakan harus dilakukan dengan Drew Smythe kateter,
kateter logam berbentuk S. Meskipun tidak sering dilakukan di Inggris hari ini,
prosedur ini masih berguna di banyak bagian dunia di mana akses ke caesar
bagian mungkin sulit.

Kematangan serviks

Sebuah serviks matang menunjukkan bahwa rahim sudah siap untuk tenaga kerja
bila:

 Lunak 
 Diambil up
 Melebar
 Tengah pada bagian presentasi

Syntocinon

Ini oxytocic sintetis diproduksi diberikan intravena, dengan dosis titred terhadap
respon miometrium. untuk keamanan alasan baik solusi yang sangat encer
digunakan atau mekanik pompa adalah preset untuk menyuntikkan sejumlah kecil
terkonsentrasi agen ke dalam infus dekstrosa saline. Jarang Syntocinon digunakan
sendiri untuk menginduksi persalinan; bantuan yang lebih untuk meningkatkan
yang ada kerja setelah pecah buatan dari membran atau stimulasi dengan gel
prostaglandin.

Keberhasilan induksi

Penyisipan gel prostaglandin ke dalam vagina mungkin adalah paling sukses


metode induksi secara keseluruhan, lebih efektif dalam 90% wanita. Kombinasi
pecah buatan dari membran dan Syntocinon berhasil 95% perempuan yang yang
diinduksi dengan serviks matang.

Risiko induksi

Induksi mungkin gagal dan menyebabkan kebutuhan untuk operasi caesar.


Hiperstimulasi uterus dapat mengikuti induksi dengan Syntocinon atau
prostaglandin gel dan menyebabkan gawat janin, menyebabkan kerusakan
hipoksia pada bayi. Wanita multipara harus diinduksi seksama karena memiliki
peningkatan risiko pecahnya rahim. Pengobatan dengan tokolitik dan, jika
masalah terus berlanjut, operasi segera pengiriman.

Ketuban pecah lama tanpa pengiriman dapat mengakibatkan intrauterin infeksi.


Hal ini kurang mungkin jika tenaga kerja berikut dalam 12 jam. Jika bagian
presentasi tidak juga bergerak, kabel prolaps mungkin terjadi dengan serbuan
pertama dari cairan ketuban.

Risiko emboli cairan ketuban meningkat. Jarang, induksi mungkin mempercepat


pengiriman dari tanpa diduga prematur bayi. Dengan ultrasound scanning pada
awal kehamilan, ini jarang terjadi.

Setelah induksi risiko kelahiran vagina operasi adalah meningkat 1,5> kali lipat
dan bahwa operasi caesar meningkat 1,8> kali lipat. Ini mungkin karena kondisi
yang menunjukkan induksi.
DAFTAR PUSTAKA

1. Mochtar, Rustam. 1998. Sinopsis Obstetri. Jilid 2. Jakarta: EGC


2. Leveno Knneth J, dkk. 2009. Obstetri williams edisi 21. Jakarta : EGC.
3. Winkjosastro, Hanifa, dkk. 2007.   Ilmu Bedah Kebidanan edisi pertama,
cetakan kelima. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
4. Manuaba Ida Bagus Gde. 2001. Kapita Selekta Penatalaksanaan Rutin
Obstetri Ginekologi dan KB. Jakarta: EGC
5. American College of Obstetricians and Gynecologists. Induction of labor.
ACOG Practice Bulletin # 10. American College of Obstetricians and
Gynecologists, Washington DC 1999. (di akses dari
http://www.virtualmedicalcentre.com/treatment/induction-and-
augmentation-of-labour/164 pada tanggal 3 maret 2012)
6. Fraser Diane M, Cooper Margaret A. 2009.Buku Ajar Bidan Myles.Jakarta :
EGC.
7. http://www.rno.org/journal/index.php/online-journal/article/viewFile/3/170

Anda mungkin juga menyukai