Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH PERANCANGAN ALAT PENUKAR KALOR

PERPINDAHAN KALOR SECARA KONVEKSI

Disusun oleh:
Mhd Refsi Oktafian (1607116138)

PROGRAM STUDI SARJANA TEKNIK KIMIA

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS RIAU

2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah


melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah ini dengan baik. Penulisan makalah ini bertujuan untuk memenuhi
tugas mata kuliah Perancangan Alat Perpindahan Kalor. Dalam makalah
ini, kami ingin memaparkan jawaban Pemicu 2 mengenai Perpindahan
Kalor Konveksi yang terdiri dari perpindahan kalor konveksi secara alami
dan paksa.
Saya mengucapkan terima kasih kepada Ibu Desi, sebagai dosen
mata kuliah Perpindahan Kalor. Tidak lupa juga kami mengucapkan terima
kasih kepada semua pihak yang telah membantu dan memberikan
dukungan kepada kelompok kami sehingga dapat menyelesaikan makalah
ini. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi semua pihak. Kami
menyadari dalam pembuatan karya tulis ini masih terdapat kekurangan.
Oleh karena itu, kritik dan saran dari para pembaca yang membangun
sangat kami harapkan.

Pekanbaru, Oktober 2019

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................v


DAFTAR ISI ......................................................................................................... vi
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latarbelakang ...........................................................................................1
1.2 Tujuan ......................................................................................................2
1.2 Rumusan Masalah ....................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Perpindahan Kalor Konveksi ....................................................................3
2.2 Konveksi Alamiah ....................................................................................3
2.3 Konveksi Paksa .........................................................................................7
2.4 Alat Penukar Kalor .................................................................................13
2.5 Faktor Pengotor ......................................................................................14
BAB III PENUTUP
5.1 Kesimpulan .............................................................................................15
5.2 Saran .......................................................................................................15

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Perpindahan kalor dari suatu zat ke zat lain seringkali terjadi dalam
industri proses. Pada kebanyakan pengerjaan, diperlukan pemasukan atau
pengeluaran kalor, untuk mencapai dan mempertahankan keadaan yang
dibutuhkan sewaktu proses berlangsung. Kalor mengalir dengan sendirinya dari
suhu yang tinggi ke suhu yang rendah. Akan tetapi, gaya dorong untuk aliran ini
ada1ah perbedaan suhu. Bila sesuatu benda ingin dipanaskan, maka harus dimiliki
sesuatu benda lain yang lebih panas, demikian pula halnya jika ingin
mendinginkan sesuatu, diperlukan benda lain yang lebih dingin.
Konveksi ialah pengangkutan ka1or oleh gerak dari zat yang dipanaskan.
Proses perpindahan ka1or secara aliran/konveksi merupakan satu fenomena
permukaan. Proses konveksi hanya terjadi di permukaan bahan. Lazimnya,
keadaan keseirnbangan termodinamik di dalam bahan akibat proses konduksi,
suhu permukaan bahan akan berbeda dari suhu sekelilingnya. Dalam hal ini
dikatakan suhu permukaan adalah T1 dan suhu udara sekeliling adalah T2 dengan
Tl>T2. Kini terdapat keadaan suhu tidak seimbang diantara bahan dengan
sekelilingnya. Perpindahan kalor dengan jalan aliran dalam industri kimia
merupakan cara pengangkutan kalor yang paling banyak dipakai. Oleh karena
konveksi hanya dapat terjadi melalui zat yang mengalir,maka bentuk
pengangkutan ka1or ini hanya terdapat pada zat cair dan gas.
Konveksi adalah proses perpindahan kalor dari satu bagian fluida ke
bagian lain fluida oleh pergerakan fluida itu sendiri. Konveksi dibedakan menjadi
dua jenis, yaitu konveksi alamiah dan konveksi paksa. Konveksi alamiah
merupakan pergerakan fluida yang terjadi akibat perbedaan massa jenis. Bagian
fluida yang menerima kalor/dipanasi memuai dan massa jenisnya menjadi lebih
kecil, sehingga bergerak ke atas. Kemudian tempatnya akan digantikan oleh
bagian fluida dingin yang jatuh ke bawah karena massanya jenisnya lebih besar.

2
Sedangkan pada konveksi paksa, fluida yang telah dipanasi akan langsung
diarahkan tujuannya oleh sebuah blower atau pompa.

1.2 TUJUAN
Makalah ini bertujuan untuk memperdalam pengetahuan mahasiswa
mengenai konveksi paksa didalam proses perpindahan panas, sehingga pada
akhirnya mahasiswa akan mampu :
1. Menjelaskan mekanisme terjadinya perpindahan panas konveksi secara
alamiah dan paksa
2. Menjelaskan mekanisme dan hubungan empiris perpindahan kalor
konveksi
3. Menjelaskan prinsip kerja alatt penukar kalor dan dan bagaimana
penyelesaiannya
4. Menjelaskan tentang lapisan batas pada perpindahan kalor secara konveksi
5. Menjelaskan tentang fouling factor
6. Menjelaskan analisis yang digunakan konveksi alamiah dan paksa

1.3 RUMUSAN MASALAH


Dalam makalah ini ada beberapa point – point yang menjadi pokok
permasalahan dalam perpindahan panas mengenai konveksi paksa yaitu :
a. Bagaimana proses perpindahan kalor secara konveksi alamiah dan paksa?
b. Bagaimana mekanisme dan hubungan empiris perpindahan kalor konveksi
alamiah?
c. Bagaimana pinsip kerja dalam alat penukar kalor?
d. Bagaimana penyelesaian masalah dalam konveksi alamiah maupun paksa?
e. Apakah yang dimaksud dengan lapisan batas ?
f. Apakah yang dimaksud dengan fouling factor ?
g. Analisis apa saja yang dapat digunakan untuk konveksi alamiah dan
paksa?

3
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Perpindahan Kalor Konveksi


Perpindahan kalor konveksi adalah perpindahan kalor melalui suatu
fluida yang diikuti dengan perpindahan fluida yang membawa kalor.
Perpindahan kalor konveksi bergantung pada berbagai variabel yaitu viskositas
fluida, konduktivitas termal pernghantar, kalor spesifik fluida, dan densitas.
Konveksi dapat dibedakan menjadi 2 jenis yaitu konveksi alami dan konveksi
paksa.
Perpindahan konveksi alami merupakan perpindahan kalor secara
konveksi dimana aliran fluida bergerak secara alami yang dipengaruhi oleh
adanya gaya apung dan gaya body.Konveksi alamiah dapat terjadi pada beberapa
benda seperti plat, bola, silinder, benda tak teratur, dan benda tertutup. Salah satu
aplikasi konveksi alami pada kehidupan sehari-hari adalah perstiwa angin darat
dan angin laut.
Sedangkan, Perpindahan kalor konveksi paksa merupakan perpindahan
kalor secara konveksi yang terjadi dengan dibantu suatu alat atau dengan kata
lain perpindahan kalor yang dipaksakan. Dasar prinsipnya adalah dengan adanya
suatu alat yang memaksa kalor untuk berpindah maka perpindahan kalor yang
diinginkan dapat berlangsung lebih cepat dan efektif

2.2 KONVEKSI ALAMIAH


2.2.1 Prinsip-prinsip Konveksi
1`. Lapisan Batas Laminar pada Plat Rata
Persamaan gerakan untuk lapisan batas dapat kita turunkan dengan
membuat neraca gaya dan momentum pada unsure volume itu. Untuk
menyederhanakan analisis pada gambar 5-4 dapat kita misalkan seperti berikut :
a. Fluida tak mampu merapat dan aliran tunak
b. Tidak terdapat perubahan tekanan di arah tegak lurus pada plat
c. Viskositas tetap

4
d. Gaya geser viskos diarah y dapat diabaikan

Persamaan ini ialah persamaan momentum integral untuk lapisan


batas. Jika tekanan di seluruh aliran tetap, maka
𝑑𝑝
= 0 = −𝜌𝑢 𝑑𝑢~ … (1)
~
𝑑𝑥 𝑑𝑥
Persamaan lapisan batas integral menjadi 𝜏 = 𝜇 𝜕𝑢 … (2)
𝑤 𝜕𝑦

Setelah disederhanakan didapatkan angka Reynold yaitu


𝛿 4,64
= … (3)
𝑥 √𝑅𝑒𝑥

2. Lapisan Aliran Laminar dalam Tabung


Perpindahan kalor dalam kondisi aliran berkembang bila aliran itu
tetap laminar. Suhu dinding adalah Tw, jari-jari tabung adalah ro, dan
kecepatan pada pusat tabung u0. Kita mengandaikan tekanan seragam pada
setiap titik pada penampang tabung. Distribusi suhu yang diperoleh setekah
dilakukan penurunan rumus adalah :
1 𝜕𝑇 𝑢0𝑟02 𝑟2 1𝑟4
𝑇 − 𝑇𝑐 = [( ) − ( ) ] … (11)
∝ 𝜕𝑥 4 𝑟0 4 𝑟0

Setelah melakukan penurunan rumus akan diperoleh persamaan berikut :


24 𝑘
ℎ= 48 𝑘
= … (12)
11 𝑟0 11 𝑑0
ℎ𝑑0
𝑁𝑢𝑑 = = 4,364 … (13)
𝑘

3. Lapisan Batas Energi/ THERMAL

Gambar 1. unsur volume untuk analisis energi lapisan

5
Untuk menyederhanakan analisis dalam penyusunan neraca energi, buat
asumsi sebagai berikut :
 Aliran tunak tak mampu mampat
 Viskositas, konduktivitas termal
 Konduksi kalor pada arah x diabaikan
Neraca energi yang dapat disusun adalah :
Energi konveksi permukaan kiri + energi konveksi permukaan bawah
+ kalor konduksi permukaan bawah + kerja viskos netto pada unsur = energi
konveksi pada muka kanan + energi konveksi permukaan atas + kalor
dikonduksi pada permukaan atas
Formulasi gaya geser viskos adalah :
𝜕𝑢
𝜇 𝑑𝑥 … (4)
𝜕𝑦
Jarak perpindahan per satuan waktu terhadap unsur volume kendali
dx dy adalah :
𝜕𝑢
𝑑𝑦 … (5)
𝜕𝑦
Formulasi energi viskos netto yang dihasilkan adalah :
𝜕𝑢
𝜇 ( )2 𝑑𝑥 𝑑𝑦 … (6)
𝜕𝑦

4. Lapisan Batas Turbulen


Pada fluida yang mengalir diatas plat datar, daerah turbulen adalah daerah
yang berada jauh dari dinding plat. Apabila posisi fluida yang ditinjau semakin
jauh dari dinding plat maka semakin turbulen lah daerah tersebut. Pada daerah
turbulen variabel intensif fluida yang berperan sudah bersifat makroskopik,
seperti viskositas Eddy dan konduktivitas termal Eddy. Dalam perpindahan kalor,
batas bilangan Reynold aliran laminar adalah 5 x 105. Untuk nilai yang lebih besar
dari batas tersebut, aliran dikategorikan turbulen.
Seperti yang tampak pada gambar 9, untuk daerah yang dekat dengan
permukaan plat, aliran memiliki karakteristik aliran laminar. Untuk daerah yang
semakin jauh di atasnya, aliran mulai memasuki kategori daerah buffer / batas
transisi. Semakin jauh aliran dari permukaan plat, aliran mulai bersifat turbulen

6
sempurna, dan daerah ini ditunjukan oleh arsiran berwarna biru. Daerah ini juga
disebut sebagai lapisan batas turbulen. Cara perhitungan ketebalan lapisan batas
turbulen ini didasarkan pada 2 kondisi, yaitu:
 Ketika lapisan batas berbentuk turbulen sempurna mulai dari ujung
awal plat

... (7)
 Ketika lapisan batas baru berbentuk turbulen mulai dari batas transisi

... (8)

Cara perhitungan perpindahan panas pada aliran turbulen menggunakan


analogi friksi-fluida. Untuk kasus plat isotermal dengan rentang 5 x 105 < ReL <
107 dan Recrit = 5 x 105 persamaan bilangan Nusseltnya adalah:

Untuk rentang yang lebih tinggi yaitu 107 < ReL < 109 dan Recrit = 5 x 105
persamaannya menjadi:

... 10)

5. Aliran Turbulen dalam Tabung


Pada daerah dekat permukaan terdapat suatu sub-lapisan laminar, atau
“film”, sedangkan inti tengah aliran bersifat turbulen. Untuk mengetahui distribusi
suhu, kita harus menganalisis pengaruh pusaran turbulen dalam perpindahan
kalor dan momentum. Untuk perhitungan, persamaan yang tepat untuk digunakan
pada aliran turbulen dalam tabung licin adalah sebagai berikut :
𝑁𝑢𝑑 = 0,023 𝑅𝑒0,8𝑃𝑟0,4 … (14)

7
2.2.2 Sistem Konveksi Alamiah
1. Konveksi Bebas dari Bola
Rumus Empiris untuk perpindahan kalor konveksi bebas dari bola ke
udara sebagai berikut
ℎ𝑑 1
𝑁𝑢𝑓 =
𝑘𝑓 = 2 + 0,392 𝐺𝑟𝑓4 … (15)
Untuk 1 < Grf <105
Persamaan diatas dapat diubah dengan memasukan angka prandtl
sehingga didapatkan

𝑁𝑢𝑓 = 2 + 0,43(𝐺𝑟𝑓𝑃𝑟𝑓)4 … (16)


Persamaan ini berlaku untuk perhitungan konveksi bebas pad gas. Akan tetapi
dapat digunakan untuk zat cair apabila tidak ada informasi khusus untuk itu. Hasil
dari perkalian angka garshof dan prandtl yang rendah, angka Nusselt mendekati 2.
Nilai inilah yang didapatkan pada konduksi murni melalui fluida stagnan tak
berhingga yang mengelilingi bola itu. Untuk rentang angka Rayle igh yang lebih
tinggi, hasil eksperimen dari Amato dan Tien dengan air dapat ditunjukkan
dengan persamaan berikut :
1

𝑁𝑢𝑓 = 2 + 0,5(𝐺𝑟𝑓𝑃𝑟𝑓)4 … (17)


Untuk 3 x 105 < Gr Pr < 8 x 108

2.3 KONVEKSI PAKSA


2.3.1 Rumus-rumus Empiris pada Konveksi Paksa
1. Rumus-rumus Empiris untuk Aliran dalam Pipa dan Tabung

Gambar 2. Pengaruh pemanasan pada


profil kecepatan aliran laminar dalam
tabung(Sumber: Holman, J.P. 2010)

8
Untuk menghitung variasi sifat-sifat, Sieder dan Tate menyarankan
rumus berikut:

Semua sifat-sifat ditentukan pada suhu-limbak kecuali µw ditentukan pada


suhu dinding. Pada bagian inlet, dimana aliran belum terbentuk jenis alirannya
(atau masih berkembang), Nusselt menyarankan rumus:

dengan L adalah panjang tabung, dan d adalah diameter tabung. Sifat pada
persamaan ini ditentukan pada suhu rata-rata.
Persamaan-persamaan di atas memungkinkan perhitungan yang sederhana,
tetapi kesalahannya bisa mencapai 25%. Petukhov mengembangkan persamaan
yang lebih teliti, tetapi lebih rumit. Untuk aliran yang sepenuhnya turbulen dalam
tabung licin dirumuskan:

dengan n = 0,11 untuk Tw> Tb, n = 0,25 untuk Tw< Tb, dan n = 0 untuk fluks kalor
tetap dan gas. Semua sifat ditentukan pada Tf = (Tw + Tb)/2, kecuali untuk µw
(viskositas pada dinding) dan µb (viskositas pada suhu limbak). Faktor gesek
(friction factor) untuk tabung licin persamaannya adalah:
𝑓 = (1,82 log10 𝑅𝑒𝑑 − 1,64)−2 ... (21)
Hausen memberikan rumus empiris untuk aliran laminar yang berkembang penuh
(fully developed laminar flow) pada tabung dengan suhu tetap, yaitu:
𝑁𝑢𝑑 0,068 (𝑑⁄𝐿)𝑅𝑒𝑑𝑃𝑟 ... (22)
= 3,66 +
2
1+0,04 [(𝑑⁄𝐿)𝑅𝑒𝑑𝑃𝑟] ⁄3

9
Persamaan empiris untuk perpindahan kalor aliran laminar dalam tabung
yang dirumuskan oleh Sieder dan Tate adalah

2.3.2 Aliran Menyilang Silinder dan Bola


1. Mekanisme Perpindahan Panas Konveksi Paksa
Fenomena pemisahan lapisan batas ditunjukkan dalam gambar 8
(Lampiran). Selama aliran fluida bergerak sepanjang bagian depan silinder
ataupun bola, tekanan akan berkurang untuk kemudian meningkat lagi pada
bagian belakang silinder. Hal ini menyebabkan bertambahnya kecepatan aliran
bebas pada bagian depan silinder, dan berkurangnya kecepatan di bagian belakang
silinder. Kenaikan tekanan dan penurunan kecepatan ini dihubungkan oleh
persamaan Bernoulli, apabila ditulis sepanjang garis aliran:

Karena tekanan di seluruh lapisan-batas dianggap tetap, maka akan terlihat


bahwa aliran balik akan bermula pada lapisan-batas dekat permukaan, artinya,
momentum lapisan-lapisan fluida di dekat permukaan tidak cukup tinggi untuk
bisa mengatasi peningkatan tekanan. Bila gradien kecepatan pada permukaan
menjadi nol, maka aliran tersebut dikatakan mencapai titik pisah (gambar 9,
Lampiran). Bila aliran bergerak terus melewati titik pisah, maka terjadilah
fenomena aliran balik. Pada akhirnya, daerah aliran yang terpisah pada bagian
belakang silinder menjadi turbulen dan bergerak secara acak.
Proses terbentuknya aliran ini amat mempengaruhi perpindahan kalor dari
silinder panas ataupun bola banas ke aliran fluida. Fenomena perpindahan kalor
ini diselidiki oleh Giedt dan hasilnya dirangkum pada gambar 10 (Lampiran).
Pada awal aliran, ketika bilangan reynolds masih rendah (70.800 dan 101.300),
nilai koefisien perpindahan kalor konveksi h berada pada titik minimum.
Kemudian ketika aliran mengalir ke bagian belakang silinder terjadi peningkatan
nilai h karena adanya gerakan pusaran yang turbulen pada aliran yang kemudian

10
terpisah. Perpindahan kalor meningkat dengan cepat ketika lapisan-batas menjadi
turbulen, dan ketika terjadi peningkatan gerakan pusaran pada pemisahan aliran.

2. Hubungan Empiris
1. Silinder
Menurut Knudsen dan Katz, nilai koefisien perpindahan kalor rata-rata h
aliran gas dan zat cair dicari dengan angka Nusselt, yang dituliskan dalam bentuk
persamaan berikut:

dimana nilai konstanta C dan eksponen n digunakan untuk menggambarkan


susunan berkas tabung, dan nilainya dapat dilihat dalam tabel 3 (Lampiran), dan
sifat-sifat fluida dievaluasi pada suhu film.
2. Silinder Tak Bundar
Perpindahan kalor pada silinder tak bundar dapat dihitung dengan
persamaan perpindahan kalor secara umum, dimana nilai h dicari dengan angka
Nusselt pada persamaan 8. Konstanta yang digunakan pada persamaan ini dapat
dilihat pada tabel 2 (Lampiran).
3. Bola
Dari berbagai persamaan yang ada, Whitaker merumuskan persamaan
tunggal untuk gas dan zat cair yang mengalir melintasi bola:
Nu = 2 + (0,4 Red 1/2 + 0,06 Red 2/3) Pr 0,4 (μ∞/ μw)1/4...(25)

berlaku untuk rentang 3,5 < Red < 8x104 dan 0,7 < Pr <380.

2.3.3 Aliran Menyilang Rangkunan Tabung


Karakteristik Perpindahan kalor pada rangkunan tabung yang segaris atau
selang seling dipelajari oleh Grinson dan atas dasar korelasi data dari berbagai
peneliti, ia berhasil menyajikan datanya dalam bentuk persamaan (6-17) dan nilai
Konstanta C dan di daftar 6-4

11
ℎ𝑑 𝑢 ~𝑑 𝑛 1

𝑘𝑓 = 𝐶 ( ) 𝑃𝑟3 … (6 − 17)
𝑉𝑓

Daftar 6-4 korelasi Grimson untuk perpindahan kalor dalam rangkunan


tabung 10 baris atau lebih untuk digunakan 6-17

Angka Reynolds didasarkan pada kecepatan maksimum yang terjadi pada


rangkunan tabung, yaitu kecepatan melalui bidang aliran yang minimum. Luas
bidang ini bergantung dari susunan geometri tabung. Nomenklator pada daftar 6-4
ditunjukkan pada gambar 6-14. Jika jumlah tabung dalam baris lebih sedikit,

12
maka perbandingan nilai h untuk baris~ tabung terhadap baris 10 tabung
diberikan pada daftar 6-5.
Penurunan tekanan untuk aliran gas melintas rangkunan tabung dapat
dihitung pada persamaan 6-31

Gmaks : Kecepatan massa pada luas bidang aliran minimum (Kg/m2s)


𝜌 : Densitas ditentukan pada kondisi aliran b ebas (Kg/m3)
𝑁 : Jumlah baris melintang
𝜇𝑏 : Viskositas aliran bebas rata-rata

Faktor gesek empiris f’ adalah

Untuk baris selang seling dan untuk baris segaris

Zukauskas memberikan informasi tambahan untuk berkas tabung dengan


memperhitungkan rentang angka Reynolds yang luas dan perbedaan perbedaan
sifat. Persamaan korelasinya mempunyai bentuk

2.4 Alat Penukar Kalor


Alat penukar panas merupakan suatu alat yang berfungsi untuk
memindahkan panas antara dua fluida yang berbeda suhu melalui suatu sekat.
Berdasarkan jenis aliran fluida yang digunakan alat penukar panas dibagi atas
beberapa jenis, yaitu One through system, Closed recirculating system, dan Open

13
recirculating system. Sedangkan jenis alat penukar panas berdasarkan bentuk
alatnya adalah Tipe pipa rangkap, Tipe Selongsong-Tabung, dan Tipe plate and
frame.

2.5 Faktor Pengotor

Setelah dipakai beberapa lama, permukaan perpindahan kalor pada HE


dapat dilapisi oleh berbagai endapan atau permukaan itu mengalami korosi karena
adanya interaksi antara fluida dengan bahan yang digunakan. Kedua hal tersebut
dapat memberikan tahanan tambahan terhadap aliran kalor sehingga menurunkan
kinerja HE. Pada shell-and-tube heat exchanger, fouling dapat terjadi baik pada
bagian dalam maupun luar tube dan dapat terjadi pada bagian dalam shell.
Pengaruh menyeluruh dari hal ini dapat dinyatakan secara matematis dengan
fouling factor atau tahanan pengotoran, Rf, yang harus diperhitungkan bersama
tahanan termal lainnya dalam menghitung koefisien perpindahan kalor
menyeluruh. Faktor pengotoran harus didapatkan dari percobaan, yaitu dengan
menentukan U untuk kondisi bersih dan kondisi kotor pada penukar kalor
tersebut.

𝑅𝑓 1 1 … (27)
= −
𝑈𝑘𝑜𝑡𝑜𝑟 𝑈𝑏𝑒𝑟𝑠𝑖ℎ

Nilai faktor pengotoran yang disarankan untuk berbagai fluida dapat


dlihat pada buku Holman.

14
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

1. Prinsip dasar dari konveksi paksa adalah adanya suatu alat yang memaksa
kalor untuk berpindah (melalui suatu fluida), maka perpindahan kalor
yang diinginkan dapat berlangsung lebih cepat dan efektif.
2. Analisis lapisan batas dibagi menjadi 3 kategori yaitu lapisan batas
laminar, lapisan batas termal, dan lapisan batas turbulen.
3. Analisis lapisan batas adalah suatu metode untuk mencari nilai koefisien
perpindahan panas konveksi melalui bilangan Nusselt dari sistem dengan
keadaan yang berbeda- beda (aliran laminar/turbulen, plat isotermal, fluks
panas konstan, fluida dengan Pr > 100).
4. Perpindahan kalor konveksi secara alamiah dapat terjadi pada plat rata
vertikal dan horizontal, silinder vertikal dan horizontal, permukaan miring,
dan bola.
5. Prinsip kerja dari alat penukar kalor yaitu memindahkan panas dari 2
fluida pada temperatur berbeda di mana transfer panas dapat dilakukan
secara langsung ataupun tidak langsung.
6. Kemampuan suatu alat penukar kalor (APK) dalam memindahkan panas
dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain: faktor pengotoran, koefisien
perpindahan panas, luas permukaan permindahan panas, beda suhu rata-
rata, jumlah lintasan, dan penurunan tekanan APK.
7. Fouling factor adalah akumulasi dari mineral ataupun karat dalam suatu
alat penukar kalor yang akan mengganggu kinerja alat. Selain fouling
factor, penurunan tekanan juga akan mempengaruhi kinerja dengan cara
melambatkan aliran.
3.2 Saran
Kami sadar bahwa pada makalah yang kami buat ini terdapat banyak
kekurangan, maka diperlukan kritik dari dosen pembimbing dan pembaca
agar memberikan kritikan yang bersifat membangun agar makalah ini
bermanfaat.
15
16

Anda mungkin juga menyukai