Anda di halaman 1dari 40

MAKALAH

KORUPSI DAN PEMBANGUNAN EKONOMI

DARI PERSPEKTIF KONVENSIONAL

DAN SYARI’AH ISLAM

Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Ekonomi Pembangunan


Dosen : DR. Adang Djatnika, M.T

 Pembangunan masyarakat anti


korupsi
 Prioritas pemberantasan korupsi
 Sanksi pelaku korupsi dalam
hukum konvensional dan syari’ah
islam
 Cara-cara membudayakan hidup
anti korupsi
 Korupsi dalam perspektif islam
 Dampak korupsi terhadap
pertumbuhan ekonomi
 Pengaruh korupsi terhadap
pembangunan ekonomi

Disusun oleh :
11178020132 Ma’ruf Maulana B 11178020162 M. Salman Alfarizi
11178020141 M. Guntur Gunawan 11178020168 Nadhiya Sri R
11178020149 M. Ihsan Nurjaman 11178020169 Nadila Sholehah
11178020151 M. Aditya Wilman 11178020173 Nawaz Zoel A M
11178020158 M. Iqbal Ramdhani

PROGRAM STUDI MANAJEMEN


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN GUNUNG DJATI BANDUNG
2019
KATA PENGANTAR

Puji serta Syukur marilah kita panjatkan kehadirat Allah Subhanaullohuwata’ala


karena rahmat serta karunia-Nya kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Korupsi
Dan Pembangunan Ekonomi Dalam Perspektif Konvensional Dan Syari’ah Islam”. Dan
sholawat serta salam kami panjatkan kepada Nabi besar kita Kanjeng Nabi Muhammad
Shollawlohu Alaihi Wasallam.
Makalah ini dibuat untuk memenuhi salah satu tugas dari mata kuliah Ekonomi
Pembangunan yang juga bertujuan untuk menambah wawasan serta keilmuan para penyusun
maupun pembaca mengenai ilmu-ilmu terkait judul akan makalah ini yang mungkin juga
dapat membantu para pembaca untuk mendapatkan informasi terkait, lebih tepatnya lagi
mengenai korupsi dalam perspektif islam dan dampaknya baik itu terhadap pertumbuhan
maupun pembangunan ekonomi khusunya di Indonesia sendiri. Dengan adanya makalah ini
semoga kita semua dapat semakin peka terkait fenomena yang terjadi di Negeri ini.
Kami juga ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam
segala bentuk, baik itu dalam bentuk materi ataupun moril. Terutama kami sangat berterima
kasih kepada dosen pengampu mata kuliah Ekonomi Pembangunan, Bapak DR. Adang
Djatnika, M.T., yang telah memberikan tugas ini sehingga kami dapat mengetahui lebih
dalam lagi mengenai korupsi dalam perspektif islam dan dampaknya terhadap pertumbuhan
maupun pembangunan ekonomi di Indonesia .
Tidak lupa kami memohon maaf yang sebesar-besarnya apabila dalam penulisan
makalah ini terdapat kesalahan-kesalahan, kami sadari bahwa makalah ini jauh dari kata
sempurna, oleh karenanya kritik dan saran dari pembaca sangat kami harapkan untuk dapat
memperbaikinya dikemudian hari.

Bandung, November 2019

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................................................ i


DAFTAR ISI.......................................................................................................................................... ii
BAB I
PENDAHULUAN ................................................................................................................................. 1
A. Latar Belakang .......................................................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah .................................................................................................................... 2
C. Tujuan ........................................................................................................................................ 2
BAB II
PEMBAHASAN .................................................................................................................................... 3
A. Pembangunan Masyarakat Anti Korupsi ................................................................................. 3
B. Prioritas Pemberantasan Korupsi ............................................................................................. 6
C. Sanksi Pelaku Korupsi Dalam Hukum Konvensional Dan Syari’ah Islam ........................... 7
D. Cara-cara Membudayakan Hidup Anti Korupsi ................................................................... 13
E. Korupsi Dalam Perspektif Islam .............................................................................................. 16
F. Dampak Korupsi Terhadap Pertumbuhan Ekonomi............................................................. 19
G. Dampak Korupsi Terhadap Perkembangan Ekonomi .......................................................... 28
BAB III
PENUTUP............................................................................................................................................ 31
A. Kesimpulan .............................................................................................................................. 31
B. Saran ........................................................................................................................................ 32
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................................................... 33
LAMPIRAN......................................................................................................................................... 34

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Perkembangan peradaban dunia yang sangat cepat dengan didukung oleh
kemajuan teknologi yang sangat cepat kian hari berlari menuju modernisasi. Pertumbuhan
dan perkembangan yang dirasakan membuat perubahan di berbagai sendi kehidupan
nampak jelas terlihat. Di samping itu pula berbagai bentuk kejahatan mengalami
transportasi dalam bentuk yang semakin vanggih dan beraneka ragam.

Salah satu tindak pidana yang menjadi musuh di berbagai belahan dunia yaitu
korupsi yang sudah ada di masyarakat sejak lama. Di Indonesia sendiri fenomena korupsi
sudah ada sejak Indonesia belum merdeka yaitu adanya pemberian upeti kepada penguasa
setempat.

Sampai detik ini berbagai elemen masyarakat dan pemerintah berusaha untuk
memberantas dan melakukan pencegahan terhadap tindak pidana korupsi yang tidak bisa
dipungkiri lagi dampak pengaruhnya terhadap pertumbuhan dan perkembangan ekonomi.
Namun ternyata islam pun memiliki pandangan yang sama terkait korupsi yang memiliki
dampak buruk bagi suatu bangsa. Yang menarik adalah walaupun semua elemen
berpandangan buruk terhadap korupsi, namun pada praktiknya kasus korupsi ini ternyata
masih sulit untuk ditegakkan ditinjau dari masih banyaknya kasus tebang pilih sanksi
dalam kasus korupsi.

Dari latar belakang diatas pemakalah akan mecoba untuk memaparkan mengenai
bagaimana upaya untuk membudayakan masyarakat anti korupsi, serta berbagai
pandangan korupsi dari hukum konvensional maupun syari’ah islam dan bukti nyata
terkait dampak korupsi bagi pertumbuhan dan pembangunan ekonomi.

1
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana membangun masyarakat anti korupsi?
2. Apa saja prioritas dalam rangka pemberantasan korupsi?
3. Bagaimana sanksi pelaku korupsi dalam hukum konvensional dan syari’ah
islam?
4. Bagaimana membudayakan hidup anti korupsi?
5. Bagaiman islam dalam memandang korupsi?
6. Apa saja dampak korupsi terhadap pertumbuhan ekonomi?
7. Dan apa saja dampak korupsi terhadap pembangunan ekonomi?

C. Tujuan
1. Untuk memahami bagaimana membangun masyarakat anti korupsi;
2. Untuk mengetahui prioritas dalam rangka pemberantasan korupsi;
3. Untuk mengetahui sanksi bagi pelaku korupsi dari perspektif hukum
konvensional dan syari’ah islam;
4. Untuk mengetahui bagaimana caramembudayakan hidup anti korupsi;
5. Untuk memahami pandangan islam terhadap korupsi;
6. Untuk mengetahui dampak korupsi terhadap pertumbuhan ekonomi; dan
7. Untuk mnegetahui dampak korupsi terhadap pembangunan ekonomi.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pembangunan Masyarakat Anti Korupsi


Pemberdayaan masyarakat sebagai bagian dari strategi pemberantasan
tindak pidana korupsi merupakan langkah yang jitu memiliki tingkat keberhasilan
di negara-negara lain. Masyarakat dan aparat penegak hukum merupakan ujung
tombak yang keberadaannya saling melengkapi satu sama lain. Masyarakat yang
berdaya atau berperan dapat mengontrol, bahkan jika proses penegakan hukum
lemah dam tidak dapat menghadapi kejahatan ini (korupsi), maka masyarakat
dapat tampil ke depan untuk sementara mengambil alih tugas-tugas aparat
penegak hukum, syaratnya masyarakat harus diberi ruang dan kesempatan luas
untuk berpartisipasi melalui sistem dan tatanan yang demokratis dan transparan.
Meskipun aspek pemberdayaan itu sangat penting dalam proses dan strategi
pemberantasan tindak pidana korupsi, namun itu semua harus dilakukan dalam
batas-batas dan koridor hukum yang berlaku. Bentuk dan sifat partisipasi
masyarakat dalam proses tersebut harus diselenggarakan secara demokratis dalam
susunan yang menghargai nilai-nilai (norma) dan rasa kepatuhan serta keadilan,
tanpa harus mengabaikan perlindungan dan penghargaan terhadap hak-hak asasi
manusia. Meskipun upaya pemberantasan tindak pidana korupsi merupakan
bagian dari upaya menciptakan tata pemerintahan yang baik (good governance),
namun tidak berarti upaya penegakan hukumnya disubordinasi oleh aspek politik
dan kepemerintahan. Meskipun pemberdayaan masyarakat itu sangat penting
dalam pemberantasan tindak pidana korupsi, namun titik tekannya harus terfokus
pada penegakkan hukum berikut dengan lembagalembaga yang bertugas
menangani masalah korupsi. Semua pilar-pilar yang terkait dengan upaya dan
proses penegakan hukum harus menopang dan memperkuat sehingga korupsi
dapat ditekan ketitik yang dapat dikendalikan. Dengan demikian proses
penegakan hukum merupakan rangkaian panjang dan saling terkait antar aspek
yang saling mempengaruhi dalam upaya pemberantasan tindak pidana korupsi.
Pemerintah jangan sampai kehilangan dukungan dari masyarakat akibat

3
ketidakseriusannya memberantas tindak pidana korupsi. Dengan alasan apapun
pemerintah tidak boleh mengulur waktu untuk memberantas tindak pidana korupsi
kelas kakap. Apabila pemerintah takut berhadapan dengan koruptor kelas kakap
dan hanya mengadili atau memproses koruptor kelas teri, maka resikonya adalah
kehilangan kepercayaan masyarakat dan menumbuhkan rasa ketidakpercayaan
kepada pemerintah bahkan masyarakat akan berpikir bahwa pemerintah
melindungi para koruptor kelas kakap. Korupsi dapat berakibat sangat besar baik
secara ekonomi, politik, maupun sosial budaya dan hukum. Masyarakat banyak
tidak menyadari bahwa perbuatan korupsi berakibat sangat buruk bagi kehidupan
berbangsa dan bernegara, tetapi masyarakat jarang dapat langsung merasakannya.
Masyarakat hanya berasumsi yang dirugikan oleh perbuatan korupsi adalah
keuangan dan perekonomian negara, padahal secara tidak langsung yang
dirugikan adalah masyarakat itu sendiri.

Pencegahan Sosial dan Pemberdayaan Masyarakat yang dapat dilakukan


adalah sebagai berikut :

a. Masyarakat hendaknya mempunyai akses untuk mendapatkan informasi .


Karena itu, harus dibangun sistem yang memungkinkan masyarakat dapat
meminta informasi tentang kebijakan pemerintah terkait kepentingan
masyarakat. Hal ini harus memberi kesadaran kepada pemerintah agar
kebijakan dijalankan secara transparan dan wajib menyosialisasikan
kebijakan tersebut kepada masyarakat.
b. Meningkatkan kesadaran dan kepedulian masyarakat terhadap bahaya
korupsi serta pemberdayaan masyarakat adalah salah satu upaya yang
sangat penting untuk mencegah terjadinya korupsi. Untuk meningkatkan
hal tersebut kegiatan yang dapat dilakukan:
1) kampanye tentang bahaya korupsi,
2) sosialisasi mengenai apa itu korupsi dan dampaknya serta cara
memerangi korupsi. Kampanye harus dilakukan di ruang publik,
melalui media cetak maupun elektronik, melalui seminar dan
diskusi, dan lain-lain. Spanduk, poster, banner yang berisikan

4
ajakan untuk tidak melakukan korupsi harus dipasang di kantor-
kantor pemerintah.
c. Pemberdayaan masyarakat untuk ikut mencegah dan memerangi korupsi
adalah melalui penyediaan sarana bagi masyarakat untuk dapat dengan
mudah melaporkan kejadian korupsi kepada pihak yang berwenang secara
bertanggung jawab. Mekanisme pelaporan harus mudah dilakukan
misalnya melalui telepon, internet, dan sebagainya.
d. Kebebasan media baik cetak maupun elektronik dalam menginfor-
masikan bahaya korupsi adalah penting dalam pencegahan korupsi, selain
berfungsi sebagai media kampanye antikorupsi, media juga efektif untuk
melakukan pengawasan terhadap perilaku pejabat publik.
e. Keberadaan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) atau NGOs yang
berfungsi melakukan pengawasan terhadap perilaku pejabat pemerintah
maupun parlemen, juga merupakan hal yang sangat penting dalam
mencegah terjadinya korupsi. Salah satu contoh adalah Indonesia
Corruption Watch (ICW), yakni sebuah LSM lokal yang bergerak khusus
dalam pemberantasan dan pencegahan korupsi.
f. Cara lain dalam rangka mencegah korupsi adalah menggunakan electronic
surveillance yaitu sebuah perangkat untuk mengetahui dan mengumpulkan
data dengan dipasang di tempat tempat tertentu. Alat itu misalnya closed
circuit television (CCTV
Selain hal diatas, BPKP (Badan Pengawasan Keuangan dan
Pembangunan) pun melakukan kampanye anti korupsi dan membuat beberapa
kebijakan sebagai berikut :

1. Membentuk Komunitas Pembelajar Anti Korupsi (KomPAK);


2. Berkomitmen mewujudkan Good Governance and Clean Government di
organisasi masing-masing;
3. Melakukan pertemuan secara rutin dan berkelanjutan untuk melakukan
aktivitas pembelajaran anti korupsi dan menyebarluaskan pengetahuan
tersebut di instansi masing-masing.

5
Selain itu, BPKP beserta masyarakat dan pelajar berkomitmen melakukan
Pencegahan Korupsi melalui Pengembangan Sistem Pengaduan (Whistleblowing
System) dalam kerangka Fraud Control Plan dan Pengembangan Budaya
Organisasi Anti Korupsi. Adapun isi komitmen adalah sebagai berikut:

1. Mengembangkan Whistleblowing System dalam kerangka Fraud Control


Plan dan mengembangkan budaya organisasi anti korupsi;
2. Merencanakan dan menuangkan kegiatan pengembangan Whistleblowing
System dalam dokumen anggaran;
3. Merencanakan dan menuangkan kegiatan pengembangan budaya
organisasi anti korupsi dalam dokumen anggaran.

B. Prioritas Pemberantasan Korupsi


Presiden menganggap perlu ada prioritas dalam upaya pencegahan
korupsi. Setidaknya, yang mesti menjadi perhatian utama itu adalah sektor yang
berkaitan dengan perizinan, administrasi, dan pelayanan publik. Menurut
Bambang Brodjonegoro selaku Kepala Bappenas (Badan Perencanaan
Pembangunan Nasional) seperti di lansir dalam artikel Tempo.co menjelaskan dari
sisi aturan sudah ada Instruksi Presiden Nomor 10 Tahun 2016 tentang
Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi yang sudah berjalan. Menurut beliau,
Instruksi Presiden itu merupakan turunan dari Peraturan Presiden Nomor 55
Tahun 2012 tentang Strategi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan
Korupsi.Beliau juga menyebutkan bahwa pemerintah akan fokus pada tujuh sektor
yaitu:
1. Industri Ekstratif (pertambangan)
2. Infrastruktur
3. Penerimaan negara
4. Swasta
5. Tata negara atau Komoditas
6. Badan Usaha Milik Negara (BUMN); dan
7. Pengadaan Barang dan Jasa.

6
Ia mencontohkan di sektor penerimaan negara. Ia menganggap perlu
perbaikan atau evaluasi terhadap pertukaran data dan informasi perpajakan. Selain
itu, perbaikan meliputi batasan transaksi tunai, penyesuaian data sumber daya
alam dengan database, baik pajak atau Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP).

Kepala Staf Kepresidenan Teten Masduki menambahkan fokus pencegahan


tindak pidana korupsi pada akhirnya akan bermuara pada tiga hal yang menjadi
target pemerintah. Tiga hal itu ialah memperbaiki peringkat atau indeks persepsi
korupsi, perbaikan kemudahan bisnis (ease of doing business), dan indeks
transparansi.

C. Sanksi Pelaku Korupsi Dalam Hukum Konvensional Dan Syari’ah Islam


 Sanksi Bagi Pelaku Tindak Pidana Korupsi Menurut Hukum
Konvensional
1) Menurut Pasal 5 UU No 20 Tahun 2001:
Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan
paling lama 5 (lima) tahun dan atau pidana denda paling sedikit Rp.
50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp
250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) setiap orang yang:
a. Memberi atau menjanjikan sesuatu kepada pegawai negeri atau
penyelenggara negara dengan maksud supaya pegawai negeri atau
penyelenggara negara tersebut berbuat atau tidak berbuat sesuatu
dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya atau ;
b. Memberi sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara
karena atau berhubungan dengan sesuatu yang bertentangan dengan
kewajiban, dilakukan atau tidak dilakukan dalam jabatannya.
2) Pasal 6 UU No 20 Tahun 2001:
(1) Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan
paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp.
150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp.
750.000.000,00 (tujuh ratus lima puluh juta rupiah) setiap orang yang:

7
1) Memberi atau menjanjikan sesuatu kepada hakim dengan maksud
untuk mempengaruhi putusan perkara yang diserahkan kepadanya
untuk diadili; atau:
2) Memberi atau menjanjikan sesuatu kepada seseorang yang menurut
ketentuan peraturan perundangundangan ditentukan menjadi advokat
untuk menghadiri sidang pengadilan dengan maksud untuk
mempengaruhi nasihat atau pendapat yang akan diberikan berhubung
dengan perkara yang diserahkan kepada pengadilan untuk diadili.
3) Pasal 12 B UU No 20 Tahun 2001 :
(1) Setiap gratifikasi kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara
dianggap pemberian suap, apabila berhubungan dengan jabatannya dan
yang berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya, dengan ketentuan
sebagai berikut:
a. Yang nilainya Rp 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) atau lebih,
pembuktian bahwa gratifikasi tersebut bukan merupakan suap
dilakukan oleh penerima gratifikasi;
b. Yang nilainya kurang dari Rp 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah),
pembuktian bahwa gratifikasi tersebut suap dilakukan oleh
penuntut umum.
(2) Pidana bagi pegawai negeri atau penyeleng gara negara
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah pidana penjara seumur hidup
atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20
(dua puluh) tahun, dan pidana denda paling sedikit Rp 200.000.000,00
(dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar
rupiah).
4) UU Republik Indonesia No. 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi

 Sanksi Bagi Pelaku Tindak Pidana Korupsi Menurut Hukum Islam


Untuk membuat jera para koruptor, semua orang sepakat jika mereka (pen.
koruptor) diberi sanksi hukum yang seberat-beratnya, baik berupa sanksi

8
sosial atau tindakan, maupun sanksi pidana penjara dan denda yang berat. Hal
ini mengingat dampak korupsi yang sangat merugikan dan berbahaya untuk
kelangsungan hidup suatu bangsa. Akibat korupsi, kemiskinan, kedzaliman,
dan ketidakadilan, serta rusaknya moralitas dalam berbagai aspek kehidupan
masyarakat mencapai pada puncak kebobrokannya. Pada dasarnya, semua
konsep kejahatan yang berkaitan dengan harta, seperti pencurian (sariqah),
penggelapan (ghulûl), penyuapan (risywah), dan perampokan (hirâbah); dapat
digunakan untuk menindak para koruptor. Akan tetapi perlu dipertimbangkan
hal-hal yang dapat dijadikan dasar untuk menentukan berat dan ringannya
sanksi hukuman tersebut. Pada tataran sariqah dan hirâbah, sanksi yang
diterapkan dalam hukum Islam adalah hukuman hudûd. Sementara konsep
ghulûl dan risywah, keduanya menerapkan sanksi ta’zir.

Hukuman hudûd mengenai pencurian (sariqah) dapat ditemukan


landasannya pada Q.S al-Maidah (5): 38 berikut:

ٌ ‫ٱللُ َع ِز‬
)٣٨( ‫يم‬ٞ ‫يز َح ِك‬ ‫طعُ ٓواْ أ َ ۡي ِديَ ُه َما َجزَ آ َۢ َء ِب َما َك َسبَا َن َٰ َك ٗل ِمنَ َّ ه‬
َّ ‫ٱللِ َو‬ َ ‫َّارقَةُ فَ ۡٱق‬
ِ ‫َّار ُق َوٱلس‬
ِ ‫َوٱلس‬

laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah


tangan keduanya (sebagai) pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan
sebagai siksaan dari Allah. dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.

Untuk menerapkan hukuman potong tangan (qath’ al-yad) terhadap


pelaku kejahatan korupsi haruslah disertai kehati-hatian. Mengingat unsur-
unsur tindak pidana korupsi yang kompleks, apalagi biasanya ada unsur
politisasi terhadap beberapa aturan guna menunjang agar dalam eksekusi
kejahatan korupsi berjalan rapi dan terkesan legal. Sementara untuk hukuman
had-nya hirâbah didasarkan pada ayat QS : Al-Maidah (5) : 33 berikut:
ٓ
‫ط َع أَ ۡيدِي ِه ۡم‬
َّ ‫صلَّب ُٓواْ أَ ۡو ت ُ َق‬
َ ُ‫سادًا أَن يُقَتَّلُ ٓواْ أَ ۡو ي‬ ِ ‫سولَ ۥهُ َويَ ۡسعَ ۡونَ فِي ۡٱل َ ۡر‬
َ َ‫ض ف‬ َّ َ‫اربُون‬
ُ ‫ٱللَ َو َر‬ ِ ‫إِنَّ َما َج َٰزَ ُؤاْ ٱلَّذِينَ يُ َح‬
)٣٣( ‫ي فِي ٱلد ُّۡنيَ ۖا َولَ ُه ۡم فِي ۡٱل ٓ ِخ َرةِ َعذَابٌ َع ِظي ٌم‬ٞ ‫ض َٰذَلِكَ لَ ُه ۡم ِخ ۡز‬ ِۚ ِ ‫َوأ َ ۡر ُجلُ ُهم ِم ۡن ِخ َٰلَفٍ أَ ۡو يُنفَ ۡواْ ِمنَ ۡٱل َ ۡر‬

9
Sesungguhnya pembalasan terhadap orang-orang yang memerangi
Allah dan RasulNya dan membuat kerusakan di muka bumi, hanyalah mereka
dibunuh atau disalib, atau dipotong tangan dan kaki mereka dengan
bertimbal balik, atau dibuang dari negeri (tempat kediamannya). yang
demikian itu (sebagai) suatu penghinaan untuk mereka didunia, dan di akhirat
mereka beroleh siksaan yang besar

Penerapan sanksi yang berat berdasarkan ayat di atas, karena hirâbah


merupakan tindakan perampasan harta kekayaan secara terang-terangan
dengan menggunakan senjata dan kekerasan yang menimbulkan rasa takut dan
tidak aman bagi masyarakat di berbagai tempat baik di desa maupun kota.
Sementara korupsi senantiasa dilakukan dengan cara-cara halus, rapi bahkan
cenderung didukung oleh hukum yang bersifat koruptif, namun bahaya yang
ditimbulkannya begitu massif.

Lebih jauh lagi, ada perbedaan mendasar antara pencurian dan


perampokan sebagaimana dikatakan al-Sayyid Abu Bakr, bahwa pencuri
dalam melakukan aksinya (mengambil harta) pasti dengan cara sembunyi-
sembunyi, konsekuensinya jika kedapatan mencuri, pelakunya pasti akan lari,
sedangkan perampokan mengambil harta secara nyata dan terang-terangan,
serta siap melakukan aksi lebih (penganiayaan, bahkan membunuh) jika
pemilik harta tidak mau menyerahkan hartanya. Unsur mendasar inilah yang
cukup krusial untuk diperhatikan jika akan dikaitkan dengan korupsi.

Selain hal di atas, konsep yang juga mendekati dan mirip dengan
perilaku korupsi dalam hukum Islam adalah penggelapan (ghulûl) dan
penyuapan (risywah), dengan hukuman ta’zîrnya. Ghulûl dan korupsi
merupakan upaya penggelapan harta yang berada di bawah kekuasaannya.
Artinya, harta memang diserahkan kepadanya oleh pemilik harta sebagai
sebuah amanah, maka jika dikemudian hari ia berkhianat dengan
menggelapkan harta itu, dapat dituntut melalui mekanisme peradilan.
Sedangkan risywah dan korupsi, keduanya memiliki hubungan yang simbiosis

10
mutualisme, yaitu tujuan penerima suap adalah untuk memperkaya diri,
sementara pemberi suap selalu berorientasi untuk mendapatkan kebijakan
yang menguntungkan dirinya.

Dalam menjatuhkan hukuman ta’zîr, hakim diberi kebebasan untuk


menentukan jenis hukuman apa yang sesuai bagi terpidana korupsi. Dengan
catatan, hakim harus tetap memperhatikan ketentuan umum tentang pemberian
sanksi dalam hukum Islam, yaitu:

1. Hukuman hanya ditimpakan kepada pelaku kejahatan


2. Adanya kesengajaan atau kesalahan fatal
3. Hukuman dijatuhkan jika kejahatan dapat dibuktikan secara
meyakinkan.
4. Berhati-hati dalam menentukan hukuman jika masih ada keraguan
dan bukti yang tidak memadai.

Untuk itu, terdapat beberapa jenis hukuman ta’zîr yang dapat


dikenakan terhadap pelaku tindak pidana korupsi:

1. Denda dua kali lipat dari harta yang dikorupsi beserta hukuman
fisik. Rasulullah SAW pernah bersabda; “siapa saja yang
mengambil barang orang lain (pen, korupsi), maka dia harus
mengganti dua kali lipat dari nilai barang yang telah dia ambil dan
dia harus diberi hukuman”. (HR. Al-Nasa’i, kitab sariq, No. 4872).
2. Pengasingan; hukuman ini dapat dimaknai luas, tidak saja
menempatkan terpidana di suatu tempat terpencil yang jauh dari
keramaian, tetapi juga bisa berupa menjauhkan terpidana dari
pergaulan sosial, seperti pengucilan. Hal ini didasarkan pada
sebuah peristiwa di mana Nabi pernah memberi hukuman kepada
tiga orang sahabat yaitu Ka’ab bin Malik, Murarah bin Rabi’ah al-
Amiri dan Hilal bin Umayyah alWaqifi, yang enggan untuk ikut
dalam perang tabuk berupa hukuman pengucilan dengan
mendiamkan mereka selama lima puluh hari.

11
3. Pemecatan dari jabatan; Jabatan yang diemban oleh seseorang
merupakan amanah dari rakyat. Maka tatkala didapatkan seorang
pejabat yang mengkhianati amanah publik tersebut, sudah
sepatutnya diganti dengan orang lain yang lebih profesional, jujur
dan memiliki integritas tinggi. Allah SWT berfirman dalam Q.S al-
Anfal (8): 27:
)٢٧( َ‫سو َل َوت َ ُخونُ ٓواْ أ َ َٰ َم َٰنَ ِت ُك ۡم َوأَنت ُ ۡم ت َعۡ َل ُمون‬
ُ ‫ٱلر‬ َّ ْ‫َٰ ٓيَأَيُّ َها ٱلَّذِينَ َءا َمنُواْ ََل ت َ ُخونُوا‬
َّ ‫ٱللَ َو‬
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengkhianati
Allah dan Rasul (Muhammad) dan (juga) janganlah kamu
mengkhianati amanatamanat yang dipercayakan kepadamu,
sedang kamu mengetahui.
4. Hukuman penjara; hukuman ini sebagai salah satu upaya represif
sekaligus penjeraan terhadap terpidana korupsi. Ia ditempatkan di
sebuah lembaga pemasyarakatan (lapas) khusus, dalam jangka
waktu tertentu, dengan pengekangan atas kemerdekaan dan
kebebasannya.
5. Hukuman mati; dalam kondisi tertentu jika mashlahat benarbenar
menghendaki, dimungkinkan koruptor untuk dihukum mati.
Misalnya korupsi dilakukan berulang-ulang (residivis), atau saat
negara dalam keadaan krisis, atau korupsi atas anggaran kesehatan
dan pendidikan. Untuk kadarnya (nishâb) dapat
mempertimbangkan metodologi qiyas dalam kasus hukuman
qishâsh, di mana seseorang dapat terhindar dari hukuman qishâsh
jika ada pemaafan dan membayar denda berupa seratus ekor unta.
Dengan demikian, koruptor yang menggelapkan uang rakyat
seharga seratus ekor unta sudah dapat dikenakan hukuman mati.
6. Pencabutan hak politik sebagai hukuman tambahan. Penentuan
bentuk hukuman bagi pelaku tindak pidana korupsi apakah dalam
kategori hudûd atau ta`zîr haruslah berdasarkan pertimbangan

12
penegakan keadilan dengan melihat modus kejahatan dan dampak
yang ditimbulkannya dalam masyarakat.

Di samping sanksi-sanksi sebagaimana diuraikan di atas, masih


terdapat sanksi lain yang seyogyanya patut diperhatikan bagi seorang
koruptor. Sanksi ini erat kaitannya dengan kehidupan seseorang setelah
kematian. Para tokoh Nahdlatul Ulama’ (NU) menyebutnya dengan sanksi
akhirat. Sanksi ini antara lain:

1. Harta korupsi dapat menghalangi seseorang untuk masuk surga.


Rasulullah bersabda: “Tidak akan masuk surga, daging yang
tumbuh dari harta haram (as-suht)”. (HR. al-Darimi)
2. Harta korupsi menjerumuskan pelakunya ke dalam neraka. Hal ini
didasarkan pada sabda Nabi yang menyatakan bahwa “Tiap daging
yang ditumbuhkan oleh al-suht, maka neraka lebih pantas baginya.
Ditanyakan: wahai Rasulullah, apa al-suht itu? Rasulullah
menjawab: risywah dalam hukum”. (HR. al-Bukhârî)
3. Harta korupsi akan menjadi beban yang berat bagi pelakunya di
hari kiamat. Rasulullah bersabda: “….demi Tuhan yang jiwa
Muhammad berada dalam genggamannya. Tidak seorangpun dari
kamu yang mengambil sebagian dari hadiah itu, kecuali pada hari
kiamat dia akan memikul di lehernya seekor unta yang mengeluh
atau sapi yang menguak atau kambing yang mengembik.
Kemudian beliau mengangkat kedua tangannya sehingga kami
dapat melihat warna putih ketiaknya. Lalu beliau bersabda: Ya
Allah, bukankah (peringatan itu) telah aku sampaikan. Beliau
mengulangi dua kali”. (HR. Muslim).

D. Cara-cara Membudayakan Hidup Anti Korupsi


Upaya pemberantasan korupsi sudah sejak dahulu dilakukan baik upaya
represif maupun preventif, namun sampai dengan saat ini masih banyak koruptor
yang melakukan aksinya sekalipun ancaman sanksinya sudah sangat berat dan

13
mendapatkan reaksi pencelaan yang keras dari masyarakat. Pemerintah salah
satunya menempuh cara pemberantasan serta pencegahan dengan mengeluarkan
peraturan perundang-undangan yang mengatur tindak pidana korupsi sampai
dengan saat ini termasuk diantaranya:

1. Peraturan Penguasa Militer Nomor. Prt/Perpu/1957 tentang Pemberantasan


Korupsi;
2. UU No 24/Prp/1960 dan Keputusan Presiden No. 228 Tahun 1967 tentang
Tindak Pidana Korupsi;
3. UU No 3 Tahun 1971 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi;
4. UU No 28 Tahun 1999 Tentang Penyelenggaraan Negara Yang Bersih,
Berwibawa, Bebas Korupsi dan Kolosi dan Nepotisme;
5. UU No 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001
Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi;
6. UU No 15 Tahun 2002 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian
Uang, yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010
tentang Tindak Pidana Pencucian uang;
7. UU No 30 Tahun 2002 Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi;
8. UU No 46 Tahun 2009 tentang Peradilan Tindak Pidana Korupsi.

Klitgaard mengungkap langkah mengurangi korupsi yang dilakukan oleh


beberapa negara/pemerintah kota/institusi sebagai berikut:

 Mengurangi monopoli, dengan kata lain mengefektifkan persaingan


sehat. Argentina mengurangi kesempatan korupsi di rumah sakit dengan
cara mempublikasikan semua harga pembelian dalam sistem pengelolaan
rumah sakit, sehingga tindak korupsi yang mengakibatkan harga yang
lebih tinggi lebih cepat terungkap.
 Membatasi diskresi berarti memperjelas aturan main dan
mengumumkannya kepada masyarakat. Walikota La Paz, MacLean-
Abaroa menyusun “Manual del Paceño” yang secara ringkas menjelaskan

14
dalam 3 bahasa nasional apa saja syarat memperoleh ijin mendirikan
bangunan, ijin usaha, dll. Di kantor pajak Philipina aturan dan istilah pajak
disederhanakan sehingga lebih mudah dimengerti dan mengurangi diskresi
petugas pajak. Contoh lain adalah perubahan prosedur penganggaran yang
dilakukan oleh Presiden Aquino untuk mengurangi diskresi politisi daerah.
 Meningkatkan akuntabilitas, yang bisa berarti banyak hal, di sinilah
kreativitas pemimpin ditunjukkan dengan banyak cara. Meningkatkan
akuntabilitas bisa dilakukan dengan penilaian kinerja yang pada gilirannya
dapat menjadi jembatan penghubung antara hasil kerja dengan
penghargaan. Hal lain yang bisa dilakukan adalah dengan mendengar dan
berdiskusi dengan pelaku usaha dan warga negara lainnya yang bisa
diwujudkan antara lain dengan mekanisme pangaduan yang aman. Upaya-
upaya e-government juga telah banyak dilakukan di seluruh dunia seperti
yang dilakukan Korea Selatan dan Mexico yang secara signifikan
berdampak positif mengurangi korupsi. Peran NGO sebagai watchdog
juga besar. Seusai tsunami di Aceh satu tim jurnalis lokal menyiarkan
program harian tentang upaya rehabilitasi dan rekonstruksi. Tim ini
sekaligus menjadi watchdog yang menjaga upaya perbaikan Aceh dari
korupsi.
 Melakukan reformasi terhadap insentif, misalnya insentif remunerasi.
Upaya menaikkan risiko atau hukuman bagi pelaku dan penerima suap
perlu dilakukan, begitu juga sebaliknya. Georgia secara radikal
mengurangi jumlah petugas polisi dan menaikkan gaji petugas yang
tersisa. Positive incentives perlu dibarengi dengan negative incentives
misalnya dengan catching big fish pelaku korupsi yang akan memberi
sinyal bahwa tidak ada yang kebal dari hukum.
 Reformasi etika juga perlu dilakukan dalam wujud nyata para pemimpin
sangat wajib memberi contoh yang baik.

15
E. Korupsi Dalam Perspektif Islam
Kata korupsi berasal dari bahasa latin yakni Corruptio-Corrumpere yang
berarti busuk, rusak, menggoyahkan, memutarbalik atau menyogok. Korupsi
merupakan tindak pidana sebagaimana yang tercantum dalam peraturan
perundang-undangan yang mengatur tentang tindak pidana korupsi. Korupsi
merupakan sebuah persoalan yang sudah lama ada. Menurut Onghokham korupsi
ada saat seseorang melakukan pemisahan antara keuangan pribadi dan keuangan
umum, dengan kata lain korupsi mulai dikenal pada saat sistem politik modern
dikenal. Korupsi muncul setelah adanya pemisahan antara kepentingan pribadi
dengan kepentingan pekerjaannya. Hal ini muncul setelah adanya revolusi
perancis pada abad ke-19, sejak saat itu penyalahgunaan wewenang untuk
kepentingan pribadi di sebut sebagai korupsi (Marpaung,1992). Menurut
Senturia(1993) korupsi merupakan suatu tindakan penyalahgunaan kekuasaan
untuk kepentingan pribadi.

Ajaran hukum islam sangat menjunjung tinggi nilai-nilai kesucian baik


lahir maupun batin yang menginginkan agar umat islam dalam melakukan segala
sesuatu harus sesuai dengan apa yang telah ditentukan dalam Al-Qur’an yang
merupakan sumber hukum tertinggi. Nilai-nilai tersebut sangat ditekankan dalam
hukum islam supaya umat islam tidak terjerumus kedalam hal-hal atau perbuatan
yang salah baik terhadap dirinya sendiri maupun orang lain.

Islam merupakan agama yang sangat menjunjung tinggi nilai-nilai


keagamaan, sehingga dalam menjaga kesucian menjadi tujuan utama dari hukum
islam. Harta dibagi menjadi dua macam,yaitu harta yang halal dan haram. Korupsi
merupakan suatu perbuatan yang salah karena manghalalkan sesuatu yang
sebenarnya haram dan korupsi juga merupakan suatu wujud dari manusia yang
tidak memiliki rasa bersyukur karena telah diberi pekerjaan yang sesuai tetapi
malah menyalahgunakannya untuk kepentingan pribadi. Islam membagi istilah
korupi menjadi menjadi beberapa kelompok, yaitu suap, pencurian, penipuan, dan
pengkhianatan.

16
Yang pertama, korupsi dalam kelompok suap. Dalam pandangan hukum
Islam merupakan perbuatan yang tercela serta merupakan dosa besar dan Allah
sangat membencinya. Islam tidak menentukan hukuman bagi pelaku suap, akan
tetapi ancaman hukuman bagi para pelakunya berupa hukuman yang telah
disesuaikan dengan masing-masing dari kajahatan tersebut. Suap yakni
memberikan sesuatu pada orang yang lebih berkuasa dengan tujuan supaya
pemberi suap mendapatkan keuntungan atau dipermudah dalam
urusannya(Noeh,1997).

Yang kedua yaitu korupsi dalam kelompok pencurian. Pencurian berarti


melakukan suatu tindakan terhadap orang lain secara sembunyi-sembunyi dengan
maksud ingin mengambil barang atau uang milik orang yang dicuri. Yang ketiga
yakni korupsi dalam kelompok penipuan. Rosululloh SAW bersabda
bahwasannya Allah SWT sangat mengharamkan surga bagi orang yang
melakukan penipuan. Yang keempat ialah korupsi dalam kelompok
pengkhianatan. Khianat merupakan suatu pengingkaran terhadap amanah yang
telah diberikan kepada dirinya atau tidak melakukan kewajiban-kewajiban yang
sudah seharusnya dipenuhi (Noeh,1997).

Korupsi dalam Islam digolongkan sebagai suatu perbuatan yang tercela


dan sangat merugikan orang lain maupun bangsa Indonesia serta pelakunya
termasuk sebagai orang-orang yang munafik, dzalim, kafir, dan merupakan dosa
yang besar karena mereka telah memakan atau mengambil sesuatu yang bukan
haknya atau bukan miliknya dan ancaman hukumannya adalah neraka jahanam.

 Pandangan Hukum Islam Tentang Korupsi


Allah SWT melarang umatnya untuk memakan atau mengambil harta
maupun hak orang lain dengan cara yang tidak halal, baik melalui pencurian,
copet, rampok, pemerasan, pemaksaan ataupun bentuk-betuk lainnya.
Pandangan Al Qur’an tentang korupsi sangatlah tegas yaitu haram, karena
termasuk dalam memakan harta sesama dengan cara yang tidak halal
(Departemen Agama RI,2000).

17
Salah satu penyebab Indonesia tidak dapat menjadi negara maju adalah
karena korupsi. Budaya korupsi di Indonesia sudah ada sejak lama. Pada
lingkungan pejabat, korupsi sudah menjadi hal yang wajar dan telah menjadi
rahasia umum. Dampak korupsi sangatlah besar dan juga merugikan banyak
orang. Dampak korupsi juga langsung dapat dirasakan oleh negara.

Banyak yang menganggap bahwa korupsi dilarang keras dalam islam.


Selain karena secara prinsip bertentangan dengan tujuan dari islam itu sendiri
yang ingin menegakkan keadilan sosial, korupsi juga dinilai sebagai suatu
tindakan dengan tidak melaksanakan amanah yang telah diterima dan juga
dapat merusak moral suatu bangsa. Jadi menurut hukum islam korupsi
ditetapkan sebagai tindak pidana karena termasuk tindakan yang sangat
merugikan masyarakat dan bangsa Indonesia.

 Cara Pemberantasan Korupsi Menurut Islam


Korupsi merupakan tindak pidana yang tergolong kedalam kejahatan luar
biasa. Banyaknya korupsi yang terjadi di Indonesia disebabkan oleh adanya
penyalahgunaan wewenang,rendahnya moral, serta tingkat kejujuran yang
minim dari aparat negara. Oleh sebab itu, pemerintah Indonesia telah
memikirkan bagaimana cara untuk memberantas tindak korupsi tersebut
bahkan mereka membuat satu tap MPR yang membahas tentang
pemberantasan KKN, akan tetapi hal tersebut belum kunjung berhasil. Dapat
dilihat bahwa pananganan korupsi tidak dilakukan secara sungguh-sungguh
sebagaimana ditunjukkan oleh syariat islam yang dikemukakan oleh A. Hanafi
(1993) yaitu:

1. Pemberian gaji yang layak


2. Adanya larangan menerima suap atau hadiah dari pihak manapun
3. Melakukan perhitungan kekayaan pejabat negara
4. Menjadi pemimpin yang bisa menjadi teladan yang baik
5. Mendapatkan hukuman yang setimpal dengan apa yang telah
diperbuatnya.

18
F. Dampak Korupsi Terhadap Pertumbuhan Ekonomi
Belakangan ini, korupsi merupakan berita yang hangat-hangatnya dibicarakan
oleh masyarakat luas. Korupsi ditentukan sebagai persetujuan ketua, administrasi,
ekonomi atau politik yang ditimbulkan oleh diri sendiri atau orang lain, yang
ditujukan untuk memperoleh keuntungan pribadi yang menimbulkan kerugian
bagi masyarakat umum, perusahaan atau swasta lainnya. Tindakan korupsi
membuat masyarakat resah, bingung dan prihatin dengan keadaan negara
ini. Konflik, korupsi ini telah mendarah daging di negeri ini. Permasalahan
korupsi ini tidak terjadi terjadi di negeri ini, tuntas satu masalah korupsi, muncul
satu masalah korupsi lagi. Hal ini terus terjadi hingga saat ini. Tindakan korupsi
termasuk tindakan penghianatan. Para koruptor bergotong royong untuk
mengangkut habis uang negara.
1. Menyusutnya nilai investasi. Dengan adanya korupsi, kepercayaan
investor dalam negeri atau luar negeri mulai terkikis. Mereka menanam
modal di Indonesia karena Indonesia memiliki tingkat korupsi yang
tinggi. Negara yang memiliki tingkat korupsi yang memiliki tingkat tinggi
juga untuk gagal. Karena itu, para investor tidak ingin mengambil risiko
dengan cara mengalihkan investasi mereka ke negara lain yang ingin
membersihkan korupsi.
2. Hutang negara semakin menumpuk. Menunpuknya utang negara
merupakan bagian dari pengeluaran pemerintah yang berkorup untuk
menggunakan dana pinjaman luar negeri dalam membiayai proyek-proyek
yang padat modal
3. Rendahnya kualitas barang dan jasa. Beras murah, tetapi tidak layak untuk
dikonsumsi, jembatan yang ambruk, jalan yang jebol, ini merupakan
contoh dari kualitas barang dan jasa. Hal ini berkaitan dengan pondasi
yang kurang kokoh karena ada korupsi dibalik pengerjaan proyek ini ada
suap dan pengayaan bahan untuk pondasi yang digunakan untuk
memenuhi ego mereka sendiri.

19
4. Terjadinya missalokasi daerah. Para pejabat yang berkepentingan tidak
memperhatikan daerah-daerah yang dipindahkan di Indonesia yang sangat
membutuhkan prioritas pembangunan. Mereka lebih mementingkan
daerah lain yang bisa menghasilkan lebih banyak dan menguntungkan
yang mereka gunakan untuk pribadi mereka.
5. Harga barang kian mahal. Mahalnya harga barang ini terjadi karena biaya
produksi yang sangat tinggi kebutuhan pendukung dunia usaha seperti
jalan, jempatan, terminal dan lain-lain tidak terbangun dengan baik. JIka
harga mahal, maka ada 2 konsekueni yang meyakinkan
pengusaha. Konsekuensi pertama yaitu daya serap atas barang produksi
menjadi rendah karena harga yang mahal. Konsekuensi kedua yaitu
menghindari barang yang tidak laku, pengusaha menurunkan untung yang
lebih cepat dari yang lalu.
6. Menurunnya Pendapatan negara dari sektor pajak. Sebagian besar negara
di dunia memiliki sistem pajak yang menjadi perangkat penting untuk
membayar anggaran pemerintahannya dalam penyediaan barang dan jasa
publik, sehingga dapat disetujui tentang pajak apa saja yang penting bagi
negara. Pajak berjalan sebagai stabilisasi harga Pajak juga sebagai retribusi
Pendapatan negara.
7. Korupsi mengurangi pada bidang pendidikan dan kesehatan. akibat
korupsi, pendapatan pemerintah akan terpangkas lebih dari 50%. Agar
pengeluaran pemerintah tidak defisit, maka dilakukan penghematan
pengeluaran pemerintah.
8. Kemiskinan dan kemiskinan semakin merajalela. Dengan adanya korupsi,
kaum miskin akan menentang kesulian dalam menjual hasil petanian
karena terhambat dengan tingginya biaya, baik yang legal maupun yang
tidak legal. Selain berdampak pada kemiskinan, korupsi juga berdampak
pada pensiun, terjadi karena terbatasnya lapangan
pekerjaan. Pengangguran timbuk karena ada perbedaan atau
ketidakseimbangan antara jumlah pekerja dengan jumlah lapangan kerja.

20
 Tren Korupsi Selama Empat Tahun (2015-2018)
ICW melakukan perbandingan penindakan kasus korupsi yang dilakukan
oleh penegak hukum selama 4 (empat) tahun terakhir dari 2015 hingga 2018.
Hal ini untuk melihat gambaran secara umum penindakan kasus korupsi yang
dilakukan oleh penegak berdasarkan jumlah kasus korupsi yang disidik,
jumlah aktor yang ditetapkan sebagai tersangka, dan jumlah nilai kerugian
negara yang ditimbulkan.

Grafik Tren Penindakan Kasus Korupsi Selama Tiga Tahun Dalam Semester Yang Sama

Dari hasil pemantauan ditemukan bahwa tren kinerja penindakan kasus


korupsi menurun baik dari segi kasus maupun jumlah aktor yang ditetapkan
sebagai tersangka. Lain hal dengan kerugian negara yang ditimbulkan. Dalam
2 (dua) tahun terakhir kerugian negara yang ditimbulkan sangat besar
dibandingkan tahun 2015 dan 2016. Meskipun demikian, ada penurunan yang
terjadi dari tahun 2017 ke 2018 terkait kerugian negara. Rata-rata kasus
dugaan korupsi yang ditangani oleh penegak hukum selama 4 (empat) tahun
sebanyak 392 kasus per tahun. Rata-rata aktor yang ditetapkan sebagai
tersangka korupsi sebanyak 1.153 orang. Dan rata-rata kerugian negara yang
ditimbulkan akibat korupsi sebesar Rp4,17 triliun. Sementara itu apabila
dihitung berdasarkan rata-rata per bulan, kasus dugaan korupsi yang ditangani

21
oleh penegak hukum cenderung sedikit. Seluruh penegak hukum hanya
mampu menangani 33 kasus dugaan korupsi dengan menetapkan tersangka
sebanyak 96 orang tiap bulannya. Artinya secara ratarata, tiap kasus dugaan
korupsi yang ditindak oleh penegak hukum hanya berhasil menangkap 3 (tiga)
orang tersangka korupsi. Hal ini menandakan bahwa secara umum kinerja
penegak hukum belum maksimal dalam memberantas korupsi apabila dilihat
secara kuantitas berdasarkan jumlah penanganan kasus dan aktor yang
ditetapkan sebagai tersangka. Sebab tindak pidana korupsi tidak hanya
dilakukan oleh segelintir pihak melainkan adanya para pihak yang terlibat,
baik aktif maupun pasif dalam merencakanan sebuah kejahatan.

 Pemetaan Korupsi Berdasarkan Modus

ICW melakukan pemetaan kasus dugaan korupsi berdasarkan modus yang


dilakukan. Ada sebanyak 13 modus yang ICW klaster kerap digunakan oleh
tersangka korupsi. Modusnya antara lain: mark up, penyalahgunaan anggaran,
penggelapan, laporan fiktif, suap, kegiatan/proyek fiktif, pungutan liar,
penyalahgunaan wewenang, penyunatan/pemotongan, gratifikasi, pemerasan,
anggaran ganda dan mark down. Pemetaan modus dapat digunakan sebagai
upaya untuk melakukan pencegahan dalam konteks perbaikan sistem. Berikut
hasil pemantauan yang dilakukan oleh ICW sepanjang tahun 2018.

22
Tabel 1 Pemetaan Korupsi Berdasarkan Modus
Modus yang paling banyak dilakukan oleh tersangka korupsi yakni mark
up. Ada sebanyak 76 kasus korupsi yang melibatkan 185 orang tersangka.
Artinya per kasus melibatkan 2 (dua) orang terasngka korupsi. Nilai kerugian
negara yang ditimbulkan akibat melakukan penggelembungan harga sebesar
Rp541 miliar. Rata-rata nilai kerugian negara yang timbul akibat kasus dugaan
korupsi bermodus mark up sebesar Rp2,9 miliar per kasus.
Salah satu kasus yang menimbulkan kerugian negara sangat besar dengan
modus mark up yaitu kasus dugaan korupsi pembangunan dermaga bongkar
Badan Pengelolaan Kawasan Sabang (BPKS) dengan menimbulkan kerugian
negara sebesar Rp313 miliar. KPK melakukan pengembangan kasus dengan
menetapkan 2 (dua) tersangka dari pihak korporasi, yaitu, PT. Nindya Karya
dan PT. Tuah Sejati. Kecenderungan modus penggelembungan harga terjadi
ketika proses Pengadaan Barang dan Jasa (PBJ). Ada sebanyak 61 kasus
korupsi bermodus mark up PBJ dan 15 kasus korupsi yang tidak
bersinggungan dengan PBJ. Berdasarkan data KPK mengenai jenis perkara
yang disidik, PBJ menempati peringkat kedua setelah penyuapan.6 Selain itu
berdasarkan data Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah
(LKPP), total paket pengadaan yang dilakukan selama tahun 2018 mencapai
1.427.397 paket dengan total pagu sebesar Rp419,2 triliun. Hal ini
membuktikan bahwa korupsi dalam proses PBJ jamak terjadi.
Sementara itu, modus lainnya yang juga kerap dilakukan yaitu
penyalahgunaan wewenang. Ada sebanyak 20 kasus dugaan korupsi dengan
menggunakan modus tersebut. Aktor yang ditetapkan sebagai tersangka
sebanyak 37 orang. Artinya per kasus dapat melibatkan 1 (satu) hingga
maksimal 2 (dua) orang tersangka korupsi. Meskipun kasusnya tidak
menempati 5 (lima) teratas, namun kerugian negara yang ditimbulkan sangat
besar mencapai Rp3,6 triliun. Apabila dirata-ratakan maka nilai kerugian
negara per kasus berkisar Rp180 miliar per kasus.
Terdapat kasus dugaan korupsi yang menimbulkan kerugian negara sangat
besar berkaitan dengan penyalahgunaan wewenang. Pertama, kasus dugaan

23
korupsi pembobolan Bank Mandiri Commercial Banking Centre (CBC)
Bandung.8 Kasus tersebut melibatkan 2 (dua) orang pejabat Bank Mandiri dan
2 (dua) petinggi PT. Tirta Amarta Bottling. Kasus yang ditangani oleh
Kejaksaan Agung menimbulkan kerugian negara mencapai Rp1,8 triliun.
Rony Tedy selaku Direktur Utama PT. Tirta Amarta Bottling pun dikenakan
pasal Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU). Pejabat Bank Mandiri diduga
menyalahgunakan kewenangannya untuk memberikan perpanjangan sejumlah
kredit kepada Rony Tedy. Adapun kredit yang diajukan antara lain:
1) Perpanjangan kredit berupa Kredit Modal Kerja (KMK) sebesar Rp880
miliar;
2) Perpanjangan dan tambahan plafond Letter of Credit (LC) sebesar
Rp40 miliar sehingga total plafond LC menjadi Rp50 miliar; dan
3) Pengajuan fasilitas Kredit Investasi (KI) sebesar Rp250 miliar selama
72 bulan.
Kedua, kasus dugaan korupsi penerbitan surat keterangan tanah di atas lahan
Hak Guna Usaha (HGU) milik PT. Perkebunan Nusantara II dengan luas
mencapai 100-an hektar yang disidik oleh Kejaksaan Negeri Deliserdang.
Tersangka yang ditetapkan yaitu Kepala Desa Sampali, Sri Astuti. Ia
menerbitkan surat keterangan tanah pada saat menjabat Kepala Desa sejak
2003 hingga 2017. Kasus tersebut menimbulkan kerugian negara sebesar
Rp1,1 triliun berdasarkan keterangan ahli. Ironisnya, ia sedang menjalani
hukuman penjara akibat tertangkap tangan melakukan pungutan liar oleh
Polres Medan 2017 silam. Hal ini perlu menjadi koreksi bagi pemerintah
daerah ke depan untuk memperbaiki sistem pengawasan khususnya terkait
dengan penerbitan izin tanah. Sebab nilai kerugian negara yang ditimbulkan
sangat besar dan berpotensi destruktif karena dapat mengacaukan tatanan
sosial apabila tanah tersebut tidak sah secara hukum. Apalagi tersangka telah
mengeluarkan 407 surat keterangan tanah untuk diperjualbelikan.

24
 Pemetaan Korupsi Berdasarkan Sektor
ICW melakukan pemetaan kasus dugaan korupsi berdasarkan sektor yang
rawan dikorupsi. Ada sebanyak 31 sektor yang ICW klaster rawan terjadi
korupsi. Sektornya beragam, mulai dari yang berkaitan dengan sumber daya
alam, pelayanan publik, tata kelola pemerintahan, hingga sosial
kemasyarakatan. Pemetaan sektor yang rawan dikorupsi dapat digunakan
sebagai upaya untuk merancang aksi pencegahan. Berikut hasil pemantauan
yang dilakukan oleh ICW sepanjang tahun 2018.

25
Tabel 2 Pemetaan Korupsi Berdasarkan Sektor
Sektor yang paling rawan dikorupsi selama tahun 2018 yaitu anggaran
desa. Ada sebanyak 96 kasus korupsi terkait anggaran desa dengan melibatkan
133 orang tersangka. Artinya dirata-ratakan antara kasus dengan tersangka,
apabila ada kasus korupsi yang terjadi maka actor yang terlibat 1 (satu) orang
dan paling banyak 2 (dua) orang. Sementara itu kerugian negara yang
ditimbullkan sebesar Rp37,2 miliar. Apabila dirata-ratakan maka setiap kasus
korupsi yang terjadi menimbulkan kerugian negara sebesar Rp387 juta.
Dalam konteks korupsi anggaran desa, pada Peraturan Menteri Dalam
Negeri Nomor 113 tahun 2014 tentang Pengelolaan Keuangan Desa Pasal 9
ayat (2) bahwa pendapatan desa dikelompokan menjadi 3 (tiga), yaitu:
1) Pendapatan Asli Desa (PADes);
2) Transfer meliputi: Dana Desa, bagian dari hasil pajak daerah, Alokasi
Dana Desa (ADD), bantuan keuangan dari APBD provinsi dan
kabupaten/kota; dan
3) Pendapatan lain-lain. Oleh sebab itu, korupsi di sektor anggaran desa
tidak seluruhnya berkaitan dengan kucuran pemerintah pusat melalui
program Dana Desa (DD).
Salah satu kasus korupsi yang terjadi pada sektor anggaran desa ialah
kasus dugaan korupsi DD di Kepulauan Taliabu tahun 2017. Nilai kerugian
negara yang ditimbulkan mencapai Rp4,2 miliar. Polda Maluku Utara
menetapkan Agusmaswaty Toib Koten selaku Bidang Perbendaharaan dan
Kas Daerah Kabupaten Taliabu. Ia diduga melakukan pemotongan DD hingga
Rp.45 juta per desa dan dana tersebut dikirimkan ke rekening perusahaannya
atas nama CV. Syafaat Perdana. Sementara terdapat kasus dugaan korupsi
yang terjadi di sektor pelayanan publik, salah satunya mengenai isu kesehatan.
Ditemukan ada sebanyak 21 kasus korupsi yang terjadi berkaitan pada aspek
kesehatan. Total nilai kerugian negara yang ditimbulkan akibat korupsi di
sektor kesehatan mencapai Rp.56,3 miliar. Jumlah tersangka yang ditetapkan
sebanyak 44 orang, termasuk Kepala Daerah sebanyak 2 (dua) orang. Kepala
Daerah yang ditangkap tangan oleh KPK yaitu Bupati Hulu Sungai Tengah,

26
Abdul Latief. Ia dijerat karena menerima suap terkait pembangunan RSUD
Damanhuri. Sementara itu, KPK melakukan OTT terhadap Bupati Jombang,
Nyono Suharli Wihandoko yang diduga menerima suap terkait jual beli
jabatan dan mengambil kutipan dana kapitasi BPJS dari 34 puskesmas di
Jombang.
ICW juga melakukan klasterisasi objek korupsi terkait isu kesehatan. Ada
sebanyak 11 objek korupsi yang terpantau antara lain: pengadaan alat
kesehatan (6 kasus); dana kapitasi (3 kasus); pembangunan rumah sakit (3
kasus); operasional rumah sakit (2 kasus); pengadaan obat (1 kasus); dana
operasional kesehatan (1 kasus); dana profesi (1 kasus); jual beli jabatan (1
kasus); operasional puskesmas (1 kasus); pembangunan puskesmas (1 kasus);
dan pengadaan alat KB (1 kasus).
Salah satu kasus yang terjadi di sektor kesehatan yakni kasus dugaan
korupsi pengadaan obat di RSUD Andi Makassau Kota Parepare. Kejaksaan
Negeri Parepare menetapkan melibatkan mantan Direktur RSUD Makassau,
dr. Yamin, dengan menimbulkan kerugian negara sebesar Rp2,2 miliar. Kasus
tersebut terjadi akibat belum dibayarkannya tagihan pembelian obat oleh
rumah sakit kepada perusahaan farmasi. Sedangkan dalam laporannya
pencairan uang untuk membeli obat telah dikeluarkan seluruhnya yakni Rp25
miliar. Selain korupsi di isu kesehatan, ICW juga menemukan 2 (dua) kasus
dugaan korupsi yang berkaitan dengan bencana alam. Pertama, OTT terkait
dana bantuan rehabilitasi fasilitas pendidikan yang terdampak bencana gempa
bumi Lombok. Kasus pemerasan tersebut ditangani oleh Kejaksaan Negeri
Mataram dengan menetapkan Ketua Komisi IV DPRD Kota Mataram, H.
Muhir. Politikus yang menjabat sebagai pengurus Dewan Pembina Daerah
(DPD) Partai Golkar diduga meminta uang dari pejabat Dinas Pendidikan
Mataram dan kontraktor sebagai balas budi karena telah menjamin anggaran
sebesar Rp4,2 miliar untuk perbaikan 14 gedung SD dan SMP. Selain Muhir,
penyidik juga menangkap Sudemon, Kepala Dinas Pendidikan Mataram dan
CT, kontraktor yang turut mengabulkan permintaan Muhir.

27
Kedua, kasus pungutan liar pengambilan jenazah korban tsunami Selat
Sunda di RSUD dr. Drajat Prawinegara Kota Serang. Padahal penanganan
jenazah dalam kondisi bencana alam, korban tidak ditanggung biaya sebab
pemerintah akan membiayai seluruh pelayanan kesehatan. Polda Banten
menetapkan 3 (tiga) orang tersangka dengan insial F (ASN) yang merupakan
staf Instalasi Kedokteran Forensik dan Medikolegal), I dan B yang merupakan
karyawan perusahaan pengadaan mobil jenazah, CV. Nauval Zaidan. Modus
yang mereka lakukan yakni dengan menawarkan fasilitas pengurusan jenazah.
Nilai pungutan liar yang didapatkan oleh polisi sebesar Rp15 juta.
Hal ini menunjukkan bahwa masih terdapat banyak celah terjadinya kasus
korupsi di berbagai lini kehidupan, mulai dari isu pelayanan publik,
pemerintahan, hingga eksploitasi terhadap korban bencana alam. Artinya
korupsi telah meluas hingga pada titik yang paling rendah. Peristiwa semacam
ini dapat dijadikan bahan evaluasi bagi pemerintah untuk memperkuat
pengawasan di berbagai sektor, mulai dari membuat atau mengubah regulasi
hingga memberikan informasi secara terbuka bagi publik untuk secara aktif
berpartisipasi dalam hal pengawasan.

G. Dampak Korupsi Terhadap Perkembangan Ekonomi


Ilmu ekonomi terutama tertarik untuk menganalisis mengenai seperti apa
dampak korupsi terhadap pembangunan nasional suatu Negara. Organization for
economic cooperation and development (OECD) pada tahun 1997,
mengungkapkan Empat dampak praktek korupsi terhadap pembangunan. Empat
damapak itu adalah:
1. Multiplier effect
Dampak ini bisa terjadi misalanya apabila ada pengalokasian dana pada
proyek investasi yang perampunganya tidak mencapai standar mutu yang
diharapkan karena adanya praktek korupsi(misalnya jembatan putus,jalan
cepat rusak). Dengan demikian, kerugian negara yang terjadi bukan saja
sebesar nilai proyek, tetpai dapat menjadi berlipat ganda karena terganggunya
aktivitas ekonomi yang akan melibatkan kerugian negara beberapa kali lipat

28
dari nilai proyek. Korupsi dapat menimbulkan kekacauan pada sektor publik
dengan mengalihkan investasi publik ke proyek-proyek masyarakat yang
tersedia sogokan dengan jumlah yang sangat menggiurkan. Korupsi juga
mengurangi pemenuhan syarat-syarat keamanan bangunan, lingkungan hidup
dan aturan-aturan lain. diberbagai bagian dunia menyimpulkan bahwa illegal
payoffs can increase the cost and lower the quality of public works projects by
as musch as 30 percent to 50 percent.

2. Competitiveness effect (dampak daya saing)


Apabila praktek korupsi lebih menguntungkan satu kelompok atau pelaku
ekonomi tertentu, maka akan terjadi distorsi dalam persaingan
memperebutkan peluang- peluang ekonomi yang tersediah. Peluang-peluang
ekonomi yang tersedia akan lebih banyak menguntungkan pelaku-pelaku
ekonomi yang mempunyai hubungan khusus dengan pejabat publik meskipun
pelaku ekonomi yang terbaik dikalangan dunia bisnis. Demikian juga
distorsi persaingan dapat terjadi apabila importer dapat memasukkan produk
dari luar negeri tanpa memenuhi kewajiban pajak impor yang sewajarnya.
Pelaku ekonomi tersebut mungkin saja dapat menghindar dari pajak impor
karena praktek suap terhadap pejabat pabean. Apabila hal seperti ini terjadi,
maka produsen dalam negeri akan menghadapi persaingan yang tidak sehat
dengan produk impor yang dapat menawarkan produknya dengan harga yang
lebih murah dibandingkan dengan produk dalam negeri yang sama. Praktek
suap seperti ini akan menyebabkan ongkos niaga yang tinggi dan
mengacaukan perekonomian. Pelaku bisnis yang memiliki kedekatan dengan
penguasa akan dilindungi dari persaingan dan sebagai hasilnya
mempertahankan perusahaan-perusahaannyga tidak efisien

3. Fiscal effect (dampak fiskal).


Praktek korupsi juga dapat berdampak pada penerimaan pajak oleh negara
karena berlangsungan deal antara wajib pajak dan petugas pajak menyangkut
beban pajak wajib pajak yang harus ditanggung sesuai dengan ketentuan yang

29
berlaku. Intensitas dari deal antra wajib pajak dan petugas pajak dapat dapat
mengurangi jumlah yang sangat signifikan dari kewajiban pajaknya terhadap
negara dengan membayar yang lebih rendah dari yang seharusnya, tetapi
memberikan imbalan tertentu bagi petugas pajak. Intensitas dari deal antara
wajib pajak dengan petugas pajak dapat membawa dampak yang signifikan
terhadap volume penerimaan negara dari pajak, yang pada gilirannya dapat
membawa dampak pada tidak tersedianya dana yang memadai untuk proyek
pembangunan untuk kepentingan hajat hidup masyarakat.

4. Growth and investment (pertumbuhan ekonomi dan investasi).


Penelitian-penelitian empiric yang pernah dilakukan di berbagai negara
menunjukkan bahwa volume korupsi berasosiasi negatif terhadap investasi
dan pertumbuhan ekonomi dalam arti bahwa makin besar volume korupsi,
maka volume investasi dan pertumbuhan ekonomi akan mengalami penurunan
yang signifikan. Negara yang korup akan sulit mengundang investor asing
untuk berinvestasi pada negara tersebut.
Selain dari ke empat dampak tersebut di atas, korupsi akan berdampak
pula terhadap penurunan kualitas moral dan ahlak, baik individu maupun
masyarakat secara keseluruhan. Selain meningkatkan ketamakan dan
kerakusan terhadap penguasaan aset dan kekayaan, korupsi juga akan
menyebabkan hilangnya sensitivitas dan kepedulian terhadap sesama. Serta
saling percaya yang merupakan salah satu modal social yang utama akan
hilang. Akibatnya, muncul fenomena distrust soecity, yaitu masyarakat yang
kehilangan rasa percaya, baik antar sesame individu maupun sesame antar
institusi negara. Perasaan aman berganti dengan persasaan tidak aman
(insecurity feeling).

30
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Korupsi merupakan salah satu masalah besar yang ada di dunia yang
cukup sulit untuk diberantas dan merupakan salah satu masalah yang mempunyai
berbagai dampak buruk bagi sebuah negara mulai dari perekonomian, hukum,
moral, dan lain-lain. Pada negara kita tercinta yaitu Indonesia, korupsi sudah lahir
sejak lama dan sudah dianggap sebagai budaya. Untuk itu pembangunan
masyarakat anti korupsi harus dilakukan dengan beberapa cara antara lain dengan
meningkatkan kesadaran dan kepedulian masyarakat terhadap bahaya korupsi,
melaporkan kejadian korupsi kepada pihak yang berwenang secara bertanggung
jawab, kebebasan media baik cetak maupun elektronik dalam menginformasikan
bahaya korupsi, dan seterusnya. Selain dengan pembangunan masyarakat anti
korupsi kita juga harus bisa membudayakan hidup anti korupsi yang dapat
dilakuan dengan Mengurangi monopoli, membatasi diskresi berarti memperjelas
aturan main dan mengumumkannya kepada masyarakat, meningkatkan
akuntabilitas, melakukan reformasi terhadap insentif dan reformasi etika.

Hukum mengenai sanksi dan prioritas pemberantasan korupsi juga tidak


kalah berperan penting dalam upaya pemberantasan korupsi karena dengan
adanya hokum dapat menimbulkan efek jera terhadap koruptor. Sanksi yang
diterapkan di Indonesia perihal korupsi terdapat beberapa pasal dan undang-
undang diantaranya adalah pasal 5 UU No 20 Tahun 2001, pasal 6 UU No 20
Tahun 2001, pasal 12 B UU No 20 Tahun 2001 dan UU Republik Indonesia No.
31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Sedangkan
prioritas pemberantasan korupsi yang diterapkan di Indonesia ada 7 yaitu :
Industri ekstratif (pertambangan), infrastruktur, penerimaan negara, swasta, tata
negara atau komoditas, Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan pengadaan
barang dan jasa.

31
Indonesia merupakan negara dimana masyarakatnya mayoritas beragama
muslim, karena hal tersebut kita tidak bisa mengenyampingkan korupsi dalam
perspektif islam dan sanksi-sanksi korupsi berdasarkan hukum islam. Dalam
perspektif islam harta dibagi menjadi dua macam,yaitu harta yang halal dan
haram. Korupsi merupakan suatu perbuatan yang salah karena manghalalkan
sesuatu yang sebenarnya haram. Islam membagi istilah korupi menjadi menjadi
beberapa kelompok, yaitu suap, pencurian, penipuan, dan pengkhianatan. Sanki
korupsi menurut islam pada dasarnya semua konsep kejahatan yang berkaitan
dengan harta, seperti pencurian (sariqah), penggelapan (ghulûl), penyuapan
(risywah), dan perampokan (hirâbah), dapat digunakan untuk menindak para
koruptor. Sanksi korupsi dalam islam dapat didasarkan oleh Al-Quran dan Hadits,
sanksi korupsi dapat didasarkan pada Surat Al-Maidah ayat 33,38, Surat Al-Anfal
ayat 27, dan beberapa Hadits.

Korupsi yang terjadi di Indonesia sangat merugikan negara apa lagi


melihat tren dan kerugian yang ditumbulkan korupsi di Indonesia cukup tinggi.
Bisa dilihat dari data di atas bahwa korupsi menyebabkan kerugian yang sangat
besar di berbagai sector yang ada di Indonesia. Jika di total kerugian yang
diakibatkan oleh korupsi mencapai angka triliyunan, dimana itu merupakan
anggaran yang sangat besar jika dipakai untuk pembangunan negara kita. Oleh
karena itu kita harus memperhatikan 4 efek korupsi yang dikemukakan oleh
OECD yang dapat berdampak terhadap perkembangan ekonomi negara kita yaitu
multiplier effect, competitiveness effect, fiscal effect dan growth and investment.

B. Saran

32
DAFTAR PUSTAKA

A, Hanafi. 1993.Azas-Azas Hukum Pidana Islam.Bulan Bintang.Jakarta:69.

ACCH, “Tindak Pidana Korupsi Berdasarkan Jenis Perkara”, diakses dari


https://acch.kpk.go.id/id/statistik/tindak-pidanakorupsi/tpk-berdasarkan-jenis
perkara pada tanggal Selasa, 5 November 2019.
Azhar, Antasari. 2008. Upaya Pemberantasan Korupsi Seiring Kemajuan
Teknologi Informasi. Jurnal Legislasi Indonesia.
Departemen Agama RI. 2000. Al Quran dan Terjemahnya.CV Indah
Press.Jakarta.

https://aclc.kpk.go.id/materi/bahaya-dan-dampak-korupsi/infografis/dampak-
korupsi-terhadap-ekonomi

https://www.kemenkeu.go.id/rapbn2019

Huda, Chairul. 2006. Dari Tiada Pidana Tanpa Kesalahan Menuju Kepada Tiada
Pertanggungjawabana Pidana Tanpa Kesalahan.Kencana.Jakarta:15.

LKPP, “Rekapitulasi Rencana Umum Pengadaan (RUP) Nasional Tahun 2018”,


diakses pada Selasa, 5 November 2019.
Marpaung, Laden. 1992. Tindak Pidana Korupsi. Sinar Grafika. Jakarta:149.

Muhammad, Faizal Saleh. 2006. Tesis Peran Serta Masyarakat dalam


Pemberantasan Korupsi Untuk Mewujudkan Pemerintahan yang Baik dan Bersih.
Noeh, M. Fuad. 1997. Islam dan Gerakan Moral Anti Korupsi. Zikrul Hakim.
Jakarta:154-155
Sugiyanto. 2007. Seminar Membedah dan Sosialisasi PP No.71 Tahun 2000.

33
LAMPIRAN

Lampiran 1
Data RAPBN

34
35
Lampiran 2
Berikut kami juga lampirkan beberapa data terkait:
1. Inflasi

2. Angka kemiskinan Indonesia


2018 ( Semester 2019 (semester
2) 1)
INDONESIA
25674.58 Rbu 25144.72 Ribu
Jiwa Jiwa
Bps Angka Kemiskinan Indonesia

36
3. Investasi dan penanaman Modal
Invesment

4. Statistika Tenaga Kerja

37

Anda mungkin juga menyukai