Anda di halaman 1dari 11

HOMESCHOOLING

A. Pengertian

Homeschooling atau dalam bahasa Indonesia disebut dengan istilah sekolah rumah
merupakan model pendidikan alternatif yang menjadikan keluarga sebagai peran utama
dalam memegang tanggung jawab atas pendidikan anak-anaknya dengan menggunakan
rumah sebagai basis pendidikannya, (Sumardiono dalam Ariefianto 2017:22). Orang tua
bertanggung jawab dan terlibat secara langsung dalam proses penyelenggaraan pendidikan
mulai dari penentuan arah dan tujuan dari pendidikan, nilai yang ingin dicapai,
keterampilan dan kemampuan yang ingin dicapai, kurikulum pembelajaran hingga cara
belajar keseharian anak.

Menurut Sumardiono (2013:4-5), homeschooling adalah model pendidikan di mana


keluarga memilih untuk bertanggung jawab sendiri atas proses pendidikan yang dijalani
anak-anaknya. Homeschooling bukanlah sebuah lembaga atau institusi karena orang tua
dapat memilih untuk menyelenggarakan pembelajaran sendiri atau memilih menggunakan
bantuan lembaga lain berupa klub, bimbel, kursus, penyelenggara ujian, dan lembaga
lainnya.
Menurut Hanaco (2012:5) homeschooling dapat diartikan sebagai suatu pendidikan
yang dilaksanakan sendiri oleh keluarga, difokuskan pada kepentingan dan kebutuhan anak
dengan tujuan untuk mengembangkan semua potensi anak semaksimal mungkin.
Homeschooling juga merupakan perpanjangan dari proses mengasuh dan mendidik anak
yang dilakukan oleh orang tua, terutama ibu. Artinya, secara tidak langsung seorang ibu
sudah melaksanakan homeschooling pada anak. Secara sederhananya homeschooling bisa
diartikan sebagai sebuah model pendidikan berbasis rumah, dengan orang tua sebagai
penanggung jawab aktif serta fokus pada kepentingan dan kebutuhan anak-anaknya. Jadi,
homeschooling bukanlah sebuah lembaga karena orang tua sendiri yang menyelenggarakan
homeschooling.

Ada tiga jenis homeschooling yang dikenal di Indonesia berdasarkan penerapannya,


(Hanaco, 2012:6) yaitu:

1. Homeschooling tunggal, dilaksanakan oleh satu keluarga dan hanya melibatkan


orangtua dan anak. Seluruh beban dan tanggung jawab ada di pada keluarga,
dengan fleksibilitas yang cukup tinggi.
2. Homeschooling majemuk, model ini dipilih oleh orangtua yang menjalankan
kegiatan-kegiatan pokok homeschooling, sementara kegiatan tertentu
dilaksanakan oleh dua atau lebih keluarga bersama-sama. Hal ini
memungkinkan para keluarga berbagi sumber daya atau bertukar pengalaman.
3. Komunitas homeschooling, merupakan gabungan dari beberapa homeschooling
majemuk yang secara bersama-sama menyusun berbagai hal-hal terkait untuk
memperlancar proses homeschooling.
Menurut Hanaco (2012:9), ada beberapa syarat utama bagi orangtua sebelum
memilih homeschooling sebagai ranah pendidikan bagi anak-anaknya, antara lain
adalah:

1. Komitmen
Keberhasilan HS benar-benar tergantung pada sejauh mana orangtua
mampu memegang komitmen. Tidak bisa ditawar lagi, dalam HS
orangtualah pemegang kendalinya. Beri anak kesempatan untuk
mengemukakan pendapatnya. Apa yang sudah diputuskan, harus dipatuhi.
2. Mencintai anak
Semua orang tua pastilah mencintai anak-ananya, darah dagingnya sendiri.
Namun, kadar cintanya tidak sama. Ada orang tua yang memaknai cinta
dengan membelikan mainan atau pakaian serba keren. Penampilan anak
dipermak sedemikian rupa sehingga banyak orang yang mengaguminya.
Melimpahi anak dengan materi yang luar biasa. Padahal arti dari mencintai
anak bukanlah menjadikan anak sebagai bintang di kehidupannya, namun
orangtua yang cinta anak akan memfasilitasi pendidikan anak-anaknya
sebaik mungkin. Memberi dukungan sepenuhnya dalam proses belajar
mereka. Cinta akan membuat orangtua memberkan pendidikan terbaik
sesuai kemampuannya, cinta juga yang membuat orangtua mampu melihat
sekecil apapun potensi anak. Cinta akan membuat anak berkembang dengan
lebih sempurna. Cinta akan membuat orangtua mampu mengorbankan
waktu dan tenaga demi pendidikan terbaik bagi anak-anaknya.
3. Disiplin
Pada saat memilih HS sebagai pendidikan dasar bagi anak-anaknya, para
pelaku HS harus memiliki disiplin yang tinggi karena akan ada peraturan
yang harus dipatuhi. Pemilihan kurikulum, jadwal belajar, pilihan waktu
libur, buku yang akan digunakan, metode belajar, dan sebagainya harus
diatur sedemikian rupa untuk kemudian dilaksanakan.
4. Mau belajar
Orangtua harus bisa memahami standar kurikulum yang akan dipakai. Bila
memang merasa kurang mampu, tidak ada salahnya untuk belajar.
Walaupun nantinya masalah ini diserahkan kepada guru les atau tutor,
minimal orangtua harus bisa mengikuti perkembangan kurikulum yang akan
digunakan dalam melaksanakan HS tersebut.
5. Kreatif
Orangtua harus menciptakan suasana belajar yang tidak kaku. Belajar bisa
dilakukan di mana saja dan kapan saja. Jadi, orangtua harus pandai memilih
media yang tepat untuk anak-anaknya agar tidak muda bosan. Kreativitas
dituntut untuk membuat anak merasa nyaman dan betah dalam mengikuti
pelajarannya.
6. Orientasi ke depan
HS membutuhkan kesabaran dan mental baja untuk melaksanakannya.
Tidak ada yang instan. Semuanya disiapkan perlahan-lahan dengan hati-hati
untuk tujuan ke depan. Adakalanya proses belajar tidak berjalan dengan
lancar karena berbagai alasan. Orangtua sebagai nahkoda hanya perlu fokus
pada tujuannya. Bimbing anak agar tida tergelincir dalam kesalahan-
kesalahan yang fatal. Kesalahan kecil di sana-sini adalah wajar. Mental baja
dan kesabaran bisa memperbaiki semuanya.
7. Tidak mudah putus asa
Pada kenyataannya, menjalankan HS memang bukan perkara yang mudah
bila kita tergolong orang yang gampang putus asa. Orang tua harus
menemukan gaya tersendiri dalam melaksanakan HS. Metode atau cara
yang digunakan harus disesuaikan dengan kesenangan anak. Akan ada
banyak ketakutan akan kegagalan dan ketidaksanggupan melanjutkan HS.
Seiring berjalannya waktu, gaya yang pas akan ditemukan, selama orangtua
tidak putus asa untuk terus mencoba dan berusaha.

Membicarakan mengenai homeschooling, banyak sekali yang membandingkan


antara homescholing dan sekolah formal. Antara keduanya ada persamaan mendasar
mengenai sebuah sarana yang bertujuan mengantarkan anak mewujudkan tujuan
pendidikan yang diharapkan, namun banyak hal yang tidak dapat diberikan oleh sekolah
formal.

Berikut beberapa perbedaan antara homeschooling dan sekolah formal (Hanaco,


2012:21), di antaraya:

1. Sekolah memberlakukan standarisasi dan homeschooling mengedepankan


kepentingan anak.
2. Sekolah melakukan pengelolaan terpusat, homeschooling memberi kesempatan
3. Sekolah menerima wewenang dari orangtua, sedangkan homeschooling
memberi wewenang sepenuhnya pada orangtua.
4. Sekolah menentukan jadwal dan homeschooling memberi jadwal yang
fleksibel.
5. Peran guru biasanya dominan di kebanyakan sekolah, sedangkan peran orangtua
yang dominan di homeschooling.
B. Sejarah Homeschooling di Indonesia

Di Indonesia, homeschooling mulai marak dan menarik perhatian sejak tahun 1990-
an. Salah satu tokoh yang melakukan homeschooling untuk mendidik anak-anaknya adalah
K.H. Agus Salim. Sebenarnya banyak tokoh yang sudah menjalani homeschooling sejah
puluhan tahun silam. Bisa dikatakan cikal bakal HS berawal dari zaman raja-raja atau kaum
bangsawan yang memilih memanggil guru privat untuk anak-anaknya.

Dalam kehidupan sehari-hari, orangtua telah menjadi pengajar HS yang pertama.


Dari rumah anak dibekali pengetahuan tentang beberapa hal. Belajar tidak hanya identik
dengan membaca buku dan mengerjakan tugas di ruang kelas saja, hal kecil seperti
mengupas kulit pisang sebelum memakannya pun merupakan suatu pembelajaran.
Indonesia sendiri mengenal tiga sistem pendidikan, yaitu
1. Pendidikan formal, yaitu bentuk pendidikan dan pelatihan yang diberikan secara
terorganisasi dan berjenjang, baik yang bersifat umum maupun yang bersifat
khusus. Sekolah-sekolah yang kita kenal selama ini tergolong pada pendidikan
formal.
2. Pendidikan informal, yaitu pendidikan atau pelatihan yang terdapat di keluarga
atau masyarakat dalam bentuk yang tidak terorganisasi. Homeschooling
tergolong dalam sistem pendidikan informal.
3. Pendidikan nonformal, yaitu segala bentuk pelatihan yang diberikan secara
terorganisasi di luar sistem pendidikan formal, meliputi berbagai macam kursus
yang diselenggarakan oleh banyak pihak.

Belakangan ini HS memang makin berkembang. Keberadaannya pun sudah


mendapat pengakuan secara resmi dari pemerintah sehingga tidak ada kekhawatiran lagi
mengenai legalitasnya. Pemerintah pun sudah memberikan dukungan nyata kepada HS
dengan mengizinkan ujian kesetaraan bagi para peserta HS di seluruh Indonesia yang
diselenggarakan pemerintah. Hal ini memungkinkan peserta HS mendapatkan ijazah dan
dapat melanjutkan pendidikannya ke tingkat yang lebih tinggi lagi. Meskipun tidak
menyebut tentang HS secara khusus, UU No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional sudah mengatur dengan jelas tentang adanya kegiatan pendidikan informal yang
dilakukan keluarga dan lingkungan berbentuk kegiatan belajar secara mandiri.

Sejarah HS tidak lepas dari sosok John Caldwell Holt, seorang warga Amerika
Serikat yang menulis buku tentang pendidikan formal pada tahun 1960-an. Holt menyoroti
kegagalan anak di sekolah karena tekanan berlebihan dari guru yang menyebabkan anak
menjadi takut. Pada dasarnya manusia merupakan makhluk yang senang belajar.
Sayangnya, kesenangan itu justru dirusak oleh orang-orang yang berusaha untuk mengatur
dan mengontrolnya. Dalam hal ini, tentu saja yang dimaksud Holt adalah para guru. Setelah
menulis beberapa buku, Holt akhirnya menerbitkan bacaan khusus yang menjadi salah satu
sistem pendukung HS saat itu, yaitu: “Growing Without School”. Dari sinilah Holt dianggap
sebagai salah satu pelopor HS modern yang pada kemudian hari berkembang begitu pesat.

Di Indonesia sendiri, HS masih dipandang sebelah mata. Banyak komentar miring


yang menganggap bahwa HS hanya akan membuat anak menjadi kurang pergaulan dan
takut pendidikan anaknya tidak bisa lanjut ke jenjang yang lebih tinggi lagi. Padahal dalam
HS semua yang ada pada lingkungan si anak adalah media belajarnya, karena ilmu itu luas
dan ada di mana-mana. Sedangkan masalah tentang legalitas dan keberlanjutan nasib
pendidikan anak, HS sudah diakui oleh pemerintah, bahkan pemerintah sudah memfasilitasi
dan mengizinkan para pelaku HS mengikuti ujian kesetaraan sehingga dapat melanjutkan
pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi lagi.

Kemunculan HS di Indonesia antara lain dipicu oleh meningkatnya pengetahuan


saat seseorang bersekolah atau tinggal di negara-negara pemilik sistem HS yang sudah
mapan. Perkembangan arus informasi yang begitu cepat pun menjadi salah satu faktor
munculnya HS di Indonesia. HS berkembang melalui berbagai media, mulai dari internet,
seminar, media cetak, dan sebagainya. HS juga tumbuh pesat karena banyak yang menilai
kurang berkualitasnya sekolah negeri, sementara sekolah swasta membutuhkan biaya yang
tergolong mahal. Mengenal HS sama artinya dengan mengenal pemikiran-pemikiran baru
yang benar-benar digunakan untuk kepentingan anak, karena HS menitikberatkan pada
kenyamanan dan kebutuhan anak.

Intinya, sejak ribuan tahun silam orang-orang sudah menyadari pentingnya ilmu
pengetahuan. Ini membuktikan bahwa pada dasarnya manusia sangat senang mempelajari
hal-hal baru. Manusia berkembang sesuai kebutuhan dan keadaan lingkungannya. Begitu
juga HS telah menjadi salah satu pilihan menarik dalam kehidupan masa kini. HS memberi
anak kesempatan untuk memperluas tempat belajar, tidak ada batasan duduk di dalam kelas
dan ditemani buku pelajaran saja. HS telah mengembalikan hakikat belajar itu sendiri.
Pelaku HS dibebaskan untuk mereguk ilmu dari mana pun sumbernya. Bebas memilih apa
yang ingin dipelajarinya. Pada zaman yang serbamaju ini, akses untuk mendapat ilmu
sangatlah mudah. Tinggal bagaimana kita mengelolanya dengan baik agar bisa mendapatka
pelajaran yang memang dibutuhkan. HS adalah sebuah peluang untuk sekolah yang begitu
luar biasa.
C. Tujuan Program

Dikutip dalam situs padamu.net, menurut John Holt tujuan dilaksanakannya


homeschooling adalah:

1. Menjamin penyelesaian pendidikan dasar dan menengah yang bermutu untuk


proses pembelajaran akademik dan kecakapan hidup.
2. Menjamin pemerataan dan kemudahan akses pendidikan bagi setiap individu
untuk proses pembelajaran akademik dan kecakapan hidup.
3. Melayani peserta didik yang memerlukan pendidikan akademik dan kecakapan
secara fleksibel untuk meningkatkan mutu kehidupannya.
D. Manfaat Program

Menurut Adilistiono (2011) dalam Padamu.net, homeschooling memiliki beberapa


manfaat sebagai berikut:

1. Anak-anak menjadi subyek belajar.


Melalui HS, anak-anak benar-benar diberi peluang untuk menentukan materi-
materi yang dipelajarinya. Anak benar-benar menjadi subyek dalam kegiatan
belajar.
2. Fleksibel.
Sebagai bentuk dari sistem pendidikan informal, kunci utama penyelenggaraan
HS adalah adanya kelenturan dan fleksibilitas, jadi tidak boleh kaku dan terlalu
berstruktur sebagaimana sekolah formal. Apabila disusun dalam kurikulum
yang baku, maka HS justru akan kehilangan makna utamanya.
3. Pembelajaran kontekstual.
HS sangat memungkinkan untuk menampung sekaligus mendukung kegiatan
belajar yang kontekstual di mana masing-masing berada di dalam konteks yang
beragam misalnya konteks lingkungan tempat tinggal, keluarga, teman-teman,
sekolah, pekerjaan, kebijakan politik dan ekosistem bumi.
4. Objek yang dipelajari sangat luas dan nyata.
E. Program/kegiatan Penmas yang aktual, trend setter/trending topik

Dilansir dalam laman Homeschooling Kak Seto, ada beberapa program


pembelajaran HS yang menjadi pembeda dari pembelajaran formal, di antaranya:

1. Friday Class, merupakan proses pembelajaran non-akademik untuk siswa yang


bertujuan mengembangkan diri, keterampilan, dan kreativitas anak melalui
kegiatan workshop, hastakarya, konseling, agama, olahraga, dan pendidikan
finansial.
2. Gathering Distance Learning (DL), merupakan kegiatan yang melibatkan
seluruh siswa HS yang dilakukan setiap 3 bulan sekali. Siswa berkumpul di
sebuah tempat yang telah ditentukan dengan pemberitahuan sebelumnya dan
belajar bersama dengan cara yang berbeda. Denan adanya GL Gathering ini,
diharapkan pelaku HS dapat mengenal serta bersosialisasi dengan teman-teman
sesama siswa HS. Sehingga meskipun mereka belajar di rumah masing-masing,
mereka masih dapat bergaul (bersosialisasi) dengan teman-temannya.
3. Outing, merupakan proses pembelajaran di mana siswa belajar di luar kelas
melalui kunjungan baik outdoor maupun indoor yang diselenggarakan tiap 2
bulan seklai. Diharapkan dengan adanya outing ini siswa menjadi tidak jenuh
dengan pembelajaran yang berada di rumah dan dapat mempraktikkan materi-
materi yang sudah diajarkan dan dapat menambah wawasan yang lebih luas
serta menambah pengetahuan tentang hal-hal yang tidak diberikan dalam
pembelajaran biasanya.
4. Study Refresh, merupakan kegiatan yang ditujukan untuk siswa sebagai
penyegaran diri yang dilaksanakan baik sebelum ataupun sesudah pelaksanaan
Ujian Akhir Semester (UAS).
F. Kebijakan Program

Kebijakan mengenai pendidikan di Indonesia diatur dalam UU No. 20 tahun 2003


tentang Sistem Pendidikan Nasional. Di dalam UU tersebut, disebutkan mengenai
keberadaan tiga jalur pendidikan yang diakui pemerintah, yaitu: jalur pendidikan formal,
nonformal, dan informal. Walaupun UU Sisdiknas tidak menyebutkan secara khusus istilah
homeschooling/ home education, substansi HS adalah pendidikan informal. Ketentuan
mengenai pendidikan informal diatur dalam pasal 27: Kegiatan pendidikan informal yang
dilakukan oleh keluarga dan lingkungan berbentuk kegiatan belajar secara mandiri. Hasil
pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diakui sama dengan pendidikan formal
dan nonformal setelah peserta didik lulus ujian sesuai dengan standar nasional pendidikan.

Anak-anak yang belajar melalui HS (jalur pendidikan informal) dapat memperoleh


ijazah dengan cara mengikuti ujian kesetaraan yang diselenggarakan oleh Kementerian
Pendidikan Nasional. Ujian Kesetaraan terdiri atas tiga jenjang, yaitu Paket A (setara SD),
Paket B (setara SMP), dan Paket C (setara SMA). Dengan memiliki ijazah Paket C, seorang
anak dapat melanjutkan pendidikan ke Perguruan Tinggi manapun yang diinginkannya.
Sudah banyak anak-anak HS/HE yang mengikuti ujian Paket C dan kemudian melanjutkan
pendidikan ke Perguruan Tinggi, baik negeri maupun swasta.
G. Sasaran Program

Dalam homeschooling sasaran utamanya memang anak-anak usia balita sampai


anak umur sekolah dasar dan sekolah menengah pertama, sebab di usia-usia seperti inilah
yang sangat rawan untuk mudah terpengaruh unsur-unsur negatif dari luar. HS juga bukan
hanya diperuntukkan bagi anak usia dini sampai usia sekolah menengah pertama saja,
banyak orang tua yang memilih HS untuk anaknya agar bisa mendapatkan ujian
penyerataan masuk sekolah menengah dan perguruan tinggi agar orangtua bisa
mengembangkan bakat anak. Kebanyakan kasus, siswa yang mengikuti HS cenderung
memilih sekolah-sekolah favorit dan perguruan tinggi yang bonafit dan berkualitas sekelas
Harvard University. Ini menunjukkan suatu indikasi bahwa HS berhasil diterapkan di
Amerika Serikat sebagai gerakan pendidikan alternatif.
H. Sumber Referensi
Ariefianto, Lutfi. 2017. Homeschooling: Persepsi, Latar Belakang dan Problematikanya
(Studi Kasus pada Peserta Didik di Homeschooling Jember (Homeschooling: Perception,
Background and Problematic (Case Study in Student Homeschooling District of Jember)).
Jurnal Edukasi 2107, IV (2). Jember: Universitas Jember.
Hanaco, Indah. 2012. I Love Homeschooling: Segala Sesuatu yang Harus Diketahui tentang
Homeschooling. Jakarta: Kompas Gramedia.
Sumardiono. 2013. FAQ Homeschooling: Menjawab Sepuluh Pertanyaan Mengenai
Homescooling yang Sering Ditanyakan. Jakarta: Rumah Inspirasi.
Sumardiono. 2013. Homeschooling VS Sekolah: Apa Itu Homeschooling?. Jakarta: Rumah
Inspirasi.
Lembaga Kursus dan Pelatihan
A. Pengertian
Lembaga Kursus dan Pelatihan adalah salah satu bentuk satuan Pendidikan
Nonformal yang diselenggarakan bagi masyarakat yang memerlukan bekal pengetahuan,
keterampilan, kecakapan hidup, dan sikap untuk mengembangkan diri, mengembangkan
profesi, bekerja, usaha mandiri, dan atau melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih
tinggi. Lembaga kursus dan pelatihan merupakan satuan pendidikan pendidikan luar
sekolah (Nonformal) yang diselenggarakan bagi warga masyarakat yang memerlukan bekal
untuk mengembangkan diri, bekerja mencari nafkah, dan atau melanjutkan ke tingkat atau
jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Sedangkan program kursus dan pelatihan adalah jenis
keterampilan yang di selenggarakan satuan pendidikan PNF dalam hal ini lembaga kursus
dan pelatihan, dalam setiap lembaga kursus dan pelatihan dapat terdiri dari satu atau lebih
program kursus dan pelatihan.

LKP diklasifikasikan menjadi 4 kategori, yaitu: 1) LKP bertaraf Internasional, 2)


LKP dengan Standar Nasional Pendidikan (SNP), 3) LKP dengan Standar Pelayanan
Minimal (SPM), dan 4) LKP Rintisan. LKP berrtaraf internasional adalah LKP yang sudah
memenuhi persyaratan sebagai LKP berklasifikasi nasional dan diperkaya dengan ciri-ciri
yang mengacu pada keunggulan yang dipersyaratkan untuk memiliki daya saing di tingkat
internasional. Dengan demikian, LKP berklasifikasi internasional adalah LKP yang sudah
memenuhi dan melaksanakan persyaratan utuh LKP berklasifikasi nasional yang meliputi:
standar isi, standar proses, standar kompetensi lulusan, standar pendidik dan tenaga
kependidikan, standar sarpras (sarana prasarana), standar pengelolaan, standar pembiayaan,
dan standar penilaian. LKP kategori SNP adalah LKP yang sudah memenuhi persyaratan
sebagai LKP berklasifikasi Pelayanan Minimal dan diperkaya dengan ciri-ciri yang
mengacu pada keunggulan yang dipersyaratkan untuk memiliki daya saing di tingkat
nasional.

Dengan demikian, LKP berklasifikasi nasional merupakan LKP yang sudah


memenuhi dan melaksanakan persyaratan utuh LKP berklasifikasi pelayanan minimal yang
meliputi: standar isi, standar proses, standar kompetensi lulusan, standar pendidik dan
tenaga kependidikan, standar sarpras, standar pengelolaan, standar pembiayaan, dan
standar penilaian. LKP kategori SPM adalah LKP yang sudah memenuhi persyaratan
minimal sebagai LKP, yaitu: 1) Isi pendidikan, meliputi: struktur kurikulum yang berbasis
kompetensi dan berorientassi pada keunggulan lokal, dan bahan ajar berupa buku/modul
bahan ajar; 2) Pendidik dan Tenaga Kependidikan, meliputi: jumlah, kualifikasi, dan
kompetensi masing-masing pendidik dan tenaga kependidikan yang sesuai dengan
bidangnya; 3) Sarana dan prasarana, meliputi ketersediaan ruang kantor, ruang belajar teori,
ruang praktek, sarana belajar mengajar, dan media pembelajaran, dengan ukuran, jenis, dan
jumlah yang sesuai; 4) Pembiayaan, meliputi biaya operasional dan biaya personal untuk
mendukung terselenggaranya program pendidikan; 5)Manajemen meliputi struktur
organisasi lembaga dan deskripsi tugas yang jelas dan terarah guna memudahkan jalannya
kegiatan dalam pencapaian tujuan; dan 6) Proses pendidikan, meliputi: silabus dan Rencana
Pelaksanaan Pembelajaran (RPP). LKP kategori rintisan adalah LKP yang sudah
memenuhi persyaratan minimal sebagai lembaga untuk menyelenggarakan kegiatan
pembelajaran, baru merintis penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan pada tingkat
pemula, atau LKP yang belum memenuhi klasifikasi pelayanan minimal. Beberapa ciri
esensial dari LKP Rintisan adalah: (1) memiliki komitmen dalam memberikan kontribusi
positif dalam penyediaan layanan pendidikan nonformal bagi masyarakat yang
membutuhkan; (2) melaksanakan penyelenggaraan proses pembelajaran yang sederhana,
aktif dan menyenangkan; (3) memaksimalkan penggunaan sarana-prasarana yang tersedia;
(4) menggunakan pembiayaan yang terbatas dan efisien; dan (5) memiliki
pendidik/instruktur dengan kualifikasi SLTA.
B. Sejarah LKP di Indonesia

Sebenarnya tidak ada sejarah khusus kapan pertama kali Lembaga Kursus dan
Pelatihan didirikan di Indonesia. Namun, seiring banyaknya kebutuhan masyarakat dalam
mengembangkan potensi alam dan potensi sumber daya manusianya, LKP hadir sebagai
lembaga yang mewadahi urgensi-urgensi yang dihadapi masyarakat, mulai dari kurangnya
pemanfaatan potensi alam dan rendahnya perekonomian masyarakat. LKP merupakan
lembaga yang beridiri sesuai dengan kebutuhan dan kepentingan masyarakatnya, apabila
masyarakat berada dipesisiran berarti masyarakat membutuhkan lembaga kursus
pengelolaan potensi laut dengan didirikan kursus dan pelatihan pembuatan kerajinan dari
cangkang kerang, dan lain-lain.

Berdirinya LKP pun didasari atas pertumbuhan ekonomi di dunia dan


berkembangnya industri di dunia yang mengharuskan Indonesia memiliki sumber daya
manusia yang kompeten, kreatif, dan multitalenta. Masyarakat Indonesia diharuskan
menjadi generasi yang unggul serta dapat bersaing dengan industri negara berkembang
yang sudah memiliki banyak produk lokal yang mendunia. Selain itu, adanya LKP juga
berdampak pada produktivitas masyarakatnya agar dapat mengurangi angka pengangguran
serta dapat meningkatkan perekonomian keluarganya.
C. Tujuan Program

Lembaga Kursus dan Pelatihan bertujuan untuk mengembangkan diri,


mengembangkan profesi, bekerja, mendirian usaha secara mandiri, dan melanjutkan
pendidikan ke level yang lebih tinggi. Kebijakan pembangunan pendidikan nasioanl
diarahkan untuk mewujudkan pendidikan yang berkeadilan, bermutu dan relevan dengan
kebutuhan masyarakat. Menurut Direktorat Pembinaan Kursus dan Pelatihan, ada beberapa
upaya mewujudkan tujuan tersebut dalam penyelenggaraan pendidikan nasional yang
bertumpu pada 5 misi pendidikan: 1) ketersediaan berbagai program layanan pendidikan;
2) biaya pendidikan yang terjangkau bagi seluruh masyarakat; 3) semakin berkualitasnya
setiap jenis dan jenjang pendidikan; 4) tanpa adanya perbedaan layanan pendidikan ditinjau
dari berbagai segi; dan 5) jaminan lulusan untuk melanjutkan dan keselarasan dengan dunia
kerja.
D. Manfaat Program
Manfaat adanya program LKP meliputi:
1. Mengembangkan minat dan bakat masyarakat
2. Sebagai wadah dalam mendapat dan mencari pekerjaan
3. Mengembangkan profesi
4. Agar dapat berwirausaha secara mandiri
5. Mengembangkan karier
6. Memperkuat kegiatan pendidikan
7. Melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi agar menjadi profesional
di bidangnya.
E. Program/kegiatan Penmas yang aktual, trend setter/trending topik

Dilansir pada laman fokusjabar.com LKP tidak hanya memberikan layanan


pendidikan nonformal saja, namun LKP dapat memberikan dukungan untuk pencapaian
program dari pemerintah. Maka dari itu, pemerintah menargetkan untuk dilaksanakannya
program WUB (Wira Usaha Baru), khususnya di Jawa Barat. Pemerintah akan
memfasilitasi para pengusaha lokal untuk dilatih sebagai pengusaha yang mempunyai
keterampilan dan wawasan yang luas. Program ini diharapkan dapat mengubah kehidupan
masyarakat dengan menghasilkan ekonomi yang semakin meningkat serta dapat
memberikan manfaat pula kepada masyarakat lainya.
F. Kebijakan Program

Kebijakan program LKP tercantum dalam pasal 26 ayat (4) UU No. 20 tahun 2003
tentang Sisdiknas. Secara umum dalam pasal 26 (5) dijelaskan bahwa kursus dan pelatihan
diselenggarakan bagi masyarakat yang memerlukan bekal pengetahuan, keterampilan,
kecakapa hidup, dan sikap untuk mengembangkan diri, mengembangkan profesi, bekerja,
usaha, mandiri dan atau melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Selain itu
diperlengkap dalam pasal 103 (1) PP No. 17 tahun 2010 tentang pengelolaan dan
penyelenggaraan pendidikan bahwa kursus dan pelatihan diselenggarakan bagi masyarakat
dalam rangka untuk mengembangkan kepribadian profesional dan untuk meningkatkan
kompetensi vokasional dari peserta didik.

Program-program yang dapat diselenggarakan oleh lembaga kursus dan pelatihan


seperti yang tertuang dalam pasal 103 (2) PP No. 17 tahun 2010 tentang pengelolaan dan
penyelenggaran pendidikan adalah antara lain sebagai berikut:
1. Pendidikan kecakapan hidup;
2. Pendidikan kepemudaan;
3. Pendidikan pemberdayaan perempuan;
4. Pendidikan keaksaraan;
5. Pendidikan keterampilan kerja;
6. Pendidikan kesetaraan dan atau;
7. Pendidikan nonformal lain yang diperlukan masyarakat.
G. Sasaran Program

Lembaga Kursus dan Pelatihan diselenggarakan bagi peserta didik yang tidak
dibatasi oleh usia, jenis kelamin, semua lapisan masyarakat berhak mengikuti kursus dan
pelatihan.
H. Sumber Referensi

Direktorat Pembinaan Kursus dan Pelatihan. 2017. BUKU-1 BIMBINGAN TEKNIS


PENINGKATAN MUTU MANAJEMEN LKP: “Memahami Lembaga Kursus dan Pelatihan
(LKP) Sebagai Satuan Pendidikan. Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini
dan Pendidikan Masyarakat Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

FokusJabar.com. 2017. Tak Hanya Tingkatkan Nilai Pendidikan, LKP dan PKBM Diharapkan
Beri Keterampilan Tambahan. Bandung Raya: Fokus Jabar News.

Anda mungkin juga menyukai