Anda di halaman 1dari 17

Homeschooling,

Sebagai Sistem Pendidikan Alternatif di Indonesia


BAB I
PENDAHULUAN
A; Latar Belakang

Pendidikan menjadi bagian penting ketika dipahami secara luas sebagai


sebuah proses belajar yang berlangsung terus menerus sepanjang hayat. Proses
tersebut secara alami baik secara langsung maupun tidak langsung melalui
pengalaman hidup sehari-hari. karena pendidikan bertujuan menggali dan
mempertajam potensi keunikan pribadi agar dapat berguna bagi dirinya sendiri
maupun lingkungannya. Hal ini berarti pula bahwa pendidikan membantu
manusia untuk menemukan potensi dan bakatnya serta berkembang sesuai
dengan keunikan dan keahliannya masing-masing, sehingga dapat dikatakan
bahwa pendidikan adalah hak untuk semua orang.
Pendidikan tak hanya terbatas hanya belajar di sekolah. Demikian pula,
sistem pendidikan tak hanya ada dalam bentuk formal sebagaimana yang
umumnya dikenal dan berkembang dimasyarakat. Ada bentuk-bentuk
pendidikan lain yang dikenal dan diakui dalam sistem pendidikan nasional yang
berlaku di Indonesia.1
Sistem pendidikan nasional mengakui ada tiga jalur pendidikan yaitu
pendidikan formal, non-formal dan informal. Ketiga jalur pendidikan itu saling
melengkapi dan memperkaya (pasal 13).2 Namun, model pendidikan yang paling
terkenal dan diakui masyarakat adalah sistem sekolah atau pendidikan formal
baik yang diselenggarakan pemerintah maupun swasta. Sekolah umum
seringkali dipandang sebagian orang lebih valid dan disukai.
Beberapa anak mampu berkembang optimal di sekolah, namun sebagian
lagi mengalami kegagalan. Adalah karena ketakutan, kebosanan, dan
kebingungan. Rasa takut sebagai penyebab pertama mengandung arti anak takut
dengan harapan-harapan orangtua yang sangat tinggi sehingga berada dalam
tekanan. Penyebab kegagalan kedua adalah kebosanan karena kurikulum yang
digunakan tidak relevan, tidak penting dan tidak menarik untuk anak. Kurikulum
1 Sumardiono, Homeschooling: Lompatan Cara Belajar (Jakarta: Elex Media Komputindo, 2007),
hal. 54.
2 Lihat UU RI No. 20 Tahun 2003 (Surabaya: Media Centre, 2005), hal. 14.

dibuat hanya berdasarkan acuan atau standar dari pemerintah, tidak melihat
kebutuhan anak yang sesungguhnya. Penyebab ketiga adalah karena
kebingungan. Hal ini terjadi karena apa yang diterima dan dipahami anak di
sekolah tidak relevan dan tidak sesuai dengan keadaan yang sebenarnya
sehingga anak tidak mampu menerapkan apa yang didapat dan diperoleh dari
sekolah untuk hidup.
Selain dari itu, sistem pendidikan formal tersebut banyak anak mendapatkan
pengalaman kurang menyenangkan selama sekolah. Sebut saja kasus bullying,
bentakan, dan kekerasan dari guru bahkan pemasungan kreativitas. Belum lagi
penyeragaman kemampuan anak yang sebenarnya berbeda-beda, dengan kata
lain kegiatan belajar mengajar selama ini diselenggarakan bukan menjadikan
kurikulum itu untuk anak tetapi sebaliknya, anak untuk kurikulum. Akibatnya,
terjadilah kegiatan belajar yang memaksa anak untuk menyesuaikan kurikulum.3
Homeschooling bukanlah hal baru di Indonesia, bangsa Indonesia sudah
lama mengenal sistem pendidikan ini, sebelum sistem pendidikan Belanda hadir,
di pesantren-pesantren misalnya, banyak para kyai, buya, dan tuan guru secara
khusus mendidik anak-anaknya di rumah, para raja, bangsawan zaman dahulu
mereka lebih suka mendidik anak-anaknya secara pribadi di rumah dari pada
mempercayakan pendidikannya kepada orang lain.4
Berkenaan dengan hal tersebut di atas penulis mencoba untuk mengkaji
secara mendalam terhadap masalah tersebut, bisakah konsep homeschooling
menjadi alternatif pendidikan bagi anak dan orangtua di Indonesia.
B; Rumusan Masalah
1; Apa definisi pendidikan alternatif ?
2; Bagaimana konsep pendidikan homeschooling?
3; Bagaimana kebijakan politik pemerintah terhadap homeschooling?
BAB II
PEMBAHASAN
A; Definisi Pendidikan Alternatif

Berdasarkan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas)


No 20 Tahun 2003, pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk
3 Seto Mulyadi, Homeschooling Keluarga Kak Seto: Mudah, Murah, Meriah dan di Restui
Pemerintah (Bandung: Mizan Pustaka, 2007), hal. 44.
4 Ibid., hal. 53-60.

mewujudkan suanana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara
aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta
keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.5
Pengertian pendidikan alternatif adalah meliputi sejumlah besar cara
pemberdayaan peserta didik yang dilakukan berbeda dengan cara yang
konvensional. Meskipun caranya berbeda, namun semua pola pendidikan
alternatif memiliki tiga kesamaan, yaitu: 1) pendekatannya yang lebih bersifat
individual, 2) memberikan perhatian lebih kepada peserta didik, orangtua dan
para pendidik, 3) dikembangkan berdasarkan kebutuhan dan kondisi lingkungan.
Beberapa pertimbangan dalam pemilihan pendidikan alternatif meliputi
sejumlah pertimbangan, yaitu: pertama, pertimbangan ontologis dengan
sejumlah postulat, 1) bahwa manusia dilahirkan berbeda-beda, 2) manusia
mempunyai kemampuan untuk belajar dan mengembangkan diri, 3) manusia
berkembanga sesuai dengan potensi genetikanya dan lingkungan yang
mempengaruhinya, 4) manusia memiliki keluwesan dan kemampuan untuk
mengubah dan membentuk kepribadiannya. Dengan serangkaian postulat
tersebut maka pendidikan alternatif adalah memberikan kemungkinan
pendidikan yang sesuai dengan perbedaan kemampuan dan kondisi manusia
yang bersangkutan. Kedua, pertimbangan epistemologis pendidikan alternatif
atau bagaimana pendidikan dapat diselenggarakan, hal ini dapat ditelusuri jauh
ke belakang, bahwa orangtua dahulu memberikan pembelajaran secara langsung
kepada anak-anaknya dengan nyata. Ketiga, pertimbangan aksiologis atau azaz
kebermanfaatan pendidikan alternatif, pertama-tama diajukan ditujukan kepada
peserta didik yaitu agar mereka dapat dimungkinkan mengikuti pendidikan
sesuai dengan kondisi dan kebutuhan mereka.6
Dalam sistem pendidikan alternatif ini pengelola pendidikan dan terutama
pendidik sebaiknya memandang para murid sebagai kumpulan individu yang
khas dan unik, sehingga dalam proses pembelajarannya bisa diarahkan sesuai
dengan potensi masing-masing individu.
B; Konsep Pendidikan Homeschooling
5 Akhmad Muhaimin Azzet, Pendidikan yang Membebaskan (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2011),
hal. 9.
6 Yusufhadi Miarso, Pendidikan Alternatif Sebuah Agenda Reformasi
http://directory.umm.ac.id/SIP/Pendidikan-alternatif-sebuah-agenda-reformasi.1, hal 3, diakses 24
Nopember 2013.

1; Definisi Pendidikan Homeschooling

Dalam bahasa Indonesia ada yang menggunakan istilah sekolah


rumah namun banyak para pakar lebih suka mengartikan homeschooling
dengan istilah sekolah mandiri. Tapi nama bukanlah sebuah isu, disebut
apapun yang penting esensinya.7
Tak ada definisi tunggal mengenai homeschooling karena model
pendidikan yang dikembangkan dalam homeschooling sangat beragam dan
bervariasi. Sehingga yang perlu diingat disini adalah jangan sampai
mengartikan secara sempit homeschooling sebagai kegiatan belajar yang
hanya dilakukan di rumah, Sebaliknya justru belajar tanpa batas.
Menurut Yayah Komariyah, pengertian homeschooling adalah proses
layanan pendidikan yang secara sadar, teratur, dan terarah dilakukan oleh
orangtua atau keluarga di rumah atau tempat-tempat lain, dimana proses
kegiatan belajar mengajar dapat berlangsung dalam suasana yang kondusif
dengan tujuan utama agar setiap potensi anak yang unik dapat berkembang
secara maksimal.8
Sedangkan menurut A. Abe Saputra, homeschooling adalah alternatif
pendidikan lain dari organisasi sekolah. Anak belajar di bawah pengawasan
orangtua, yang akan menentukan isi atau materi pelajaran mereka.9
Dari pengertian di atas dapat disimpulkan homeschooling adalah
proses layanan pendidikan yang secara sadar, teratur dan terarah, yang
dilakukan orangtua sebagai penanggung jawab utama atau tutor dalam
suasana yang kondusif dan waktunya disesuaikan dengan materi dengan
tujuan untuk mengembangkan potensi anak secara maksimal.
2; Sejarah dan Perkembangan Homeschooling
Homeschooling, istilah ini mungkin jarang didengar, tapi sebenarnya
proses homeschooling yang berarti sekolah rumah, sudah diterapkan hampir
oleh seluruh keluarga. Pada dasarnya setiap anak mendapatkan pendidikan
di rumahnya masing-masing. Bagaimana orangtua mulai mengajarkan anak
berbicara, berhitung, bahkan membaca. Disitulah, proses homeschooling
dimulai. Hanya saja, proses pendidikan orangtua di rumah tidak berlangsung
7 Imas Kurniasih, Homeschooling Bersekolah di Rumah, Kenapa Tidak? (Yogyakarta: Cakrawala,
2009), hal. 9.
8 Yayah Komariyah, Homeschooling: Trend Baru Sekolah Alternatif ( Jakarta: Sakira Publishing,
2007), hal. 5.
9 A. Abe Saputra, Rumahku Sekolahku (Yogyakarta: Graha Pustaka: 2007), hal. 145.

lama. Saat anak mulai memasuki usia sekolah dasar, orangtua lebih banyak
mengandalkan sistem sekolah umum untuk perkembangan pendidikan
anaknya.
Jadi pendidikan ini bukanlah sesuatu yang baru. Sebelum ada sistem
pendidikan modern (sekolah) sebagaimana yang dikenal saat ini, pendidikan
dilakukan dengan berbasis rumah. Bahkan sejak jaman Rasulullah sudah
ada pendidikan berbasis rumah ini, yaitu di rumah Arqam bin Abi Arqam.
Ketika awal dari kenabian rasulullah dalam rangka menyampaikan risalah
kenabiannya, yang dalam perjalanannya dikenal sebagai kuttab. Dalam
perjalanannya juga ketika masa-masa dinasti Islam para khalifah atau
bangsawan zaman dulu biasanya mengundang guru-guru privat untuk
mengajar anak-anak mereka.
Homeschooling sebagai pembelajaran yang tidak berlangsung di
sekolah formal atau informal bahkan bisa dikatakan otodidak dilakukan oleh
orangtua di rumah. Maka sekolah rumah sudah bukan lagi sesuatu yang
baru. Banyak tokoh-tokoh sejarah Indonesia yang sudah mempraktekkan
homeschooling seperti KH. Agus Salim, Ki Hajar Dewantara, dan Buya
Hamka.10
Homeschooling ini semakin menjadi perhatian dalam akhir-akhir ini.
Hal ini disebabkan antara lain karena banyaknya orangtua merasakan bahwa
suasana pembelajaran di banyak sekolah sering kurang mengedepankan
kepentingan terbaik bagi anak. Akhirnya banyak anak yang stress dan
kehilangan kreativitas alamiahnya. Sampai-sampai anak kehilangan potensi
terbaik yang ada pada dirinya.
Melihat gambaran di atas, mulai berkembang berbagai gagasan dari
para pendidik, bagaimana cara menciptakan sekolah yang menyenangkan
sekaligus mencerdaskan anak. Lalu memunculkan berbagai macam sekolah
alternatif salah satunya adalah homeschooling alias persekolahan di rumah.
Saat ini, masyarakat mulai banyak meminati homeschooling sebagai
sarana pengembangan pendidikan bagi anak-anaknya. Homeschooling atau
sekolah rumah merupakan sistem pendidikan yang dilakukan di rumah dan
merupakan sebuah sekolah alternatif yang menempatkan anak-anak sebagai
subjek dengan pendekatan pendidikan secara at home.

10 Jamal Maruf Asmani, Buku Pintar Homeschooling (Yogyakarta: Flash Books, 2012), hal. 55.

Dalam perkembangannya, saat ini jumlah keluarga yang


melaksanakan
homeschooling
terus
mengalami
peningkatan.
Homeschooling atau yang biasa disebut sebagai sekolah rumah menjadi
sebuah gerakan sampai tahun 1970-an, saat pendidik John Holt, yang tidak
terkecoh oleh proses reformasi sekolah, mulai menganjurkan sekolah di
rumah pada publik. Holt berkeyakinan bahwa reformasi pendidikan yang
terpusat pada anak-anak yang dia percaya diperlukan, tidak akan bahkan
tidak bisa terjadi dalam pengaturan wajib belajar di sekolah.11
Diseluruh Amerika Serikat pertambahan murid sekolah rumah
bertambah 15%-40% per tahunnya.12 Sementara itu menurut beberapa
sumber diperkirakan di Amerika Serikat sekarang ini ada 1,5 juta sampai 2
juta anak yang bersekolah di rumah. Jumlah yang cukup besar tersebut
merupakan data resmi jumlah siswa yang mengikuti kurikulum untuk
bersekolah di rumah, karena para orangtua ingin agar sistem pendidikan
mempunyai konsep dan visi yang jelas.13
Sementara itu di Indonesia, menurut data yang dihimpun oleh
Direktorat Pendidikan Kesetaraan Departemen Pendidikan Nasional, ada
sekitar 600 peserta homeschooling di Indonesia. Sebanyak 83,3% atau
sekitar 500 orang mengikuti homeschooling majemuk dan komunitas,
sedangkan sebanyak 16,7% atau sekitar 100 orang mengikuti
homeschooling tunggal.14
Litbang (Lembaga Baca-Tulis Indonesia) mencatat pada tahun 2009
bahwa di Indonesia ada sekitar 1400 orang yang melakukan homeschooling.
Walaupun jumlah siswa homeschooling masih relatif kecil dibandingkan
total seluruh siswa sekolah, siswa homeschooling terus bertambah dan
tumbuh.15
Di seluruh dunia terdapat kurang lebih 6 juta homeschooling tersebar
di berbagai negara, termasuk Indonesia. Walaupun bagi kalangan praktisis
pendidikan sendiri substansi pendidikan homeschooling secara simplisit
inheren dengan SMP terbuka, SMA terbuka, Universitas terbuka atau yang
11 Mary Griffith, Sekolah di Rumah, Memanfaatkan Seluruh Dunia Sebagai Ruang Kelas
(Bandung: Nuansa, 2008), hal. 11.
12 Loy Kho, Homeschooling Untuk Anak, Kenapa Tidak? (Yogyakarta: Kanisius: 2007), hal. 32.
13 Asmani, Buku, hal. 58.
14 Mulyadi, Homeschooling, hal. 36.
15 Asmani, Buku, hal. 234-235.

sekarang sedang trend adalah e-learning, namun memang ada


kecenderungan bahwa homeschooling agak berbeda jika dilihat dari tingkat
fleksibilitas dan metodologi pengajarannya.16
Data-data tersebut menunjukkan bahwa saat ini perkembangan
homeschooling sangat pesat. Dengan alasan yang berbeda-beda masyarakat
Indonesia bahkan dunia mulai mempercayakan pendidikannya kepada
homeschooling. Homeschooling dianggap sebagai pendidikan yang ramah
dan mengerti akan kemauan peserta didik. Dengan begitu kemunculan
homeschooling disambut baik kehadirannya oleh masyarakat luas.
3; Tujuan Homeschooling
Homeschooling adalah sebuah sistem pendidikan alternatif untuk anak
selain di sekolah. Dimana saat ini mulai berkembang di Indonesia, dan
keberadaannya sah dan dijamin undang-undang. Homeschooling mulai
menjadi pilihan masyarakat sebagai alternatif metode pendidikan karena
beberapa hal, misalnya karena adanya keinginan masyarakat untuk lebih
fleksible dalam mendidik anak, menyediakan sistem pendidikan yang lebih
ramah terhadap perkembangan anak, menjawab kebutuhan bakat minat
anak, maupun menjamin bahwa proses belajar mengajar anak bisa
terlaksana secara maksimal.
Hal ini terjadi karena adanya keinginan para orangtua untuk
memberikan pendidikan terhadap anak yang lebih sesuai dengan bakat dan
minat anak, maupun karena disebabkan adanya kondisi disistem pendidikan
konvensional yang tidak bisa memuaskan kehendak orangtua untuk
mendidik anaknya, misalnya terjadi kasus kekerasan terhadap anak, maupun
sistem pendidikan masal yang mengakibatkan potensi anak kurang tergali
secara maksimal.
Secara garis besar, homeschooling mempunyai beberapa tujuan, yaitu:
a; Menjamin penyelesaian pendidikan dasar dan menengah yang bermutu
bagi peserta didik yang berasal dari anak dan keluarga yang memilih jalur
homeschooling.
b; Menjamin pemerataan dan kemudahan akses pendidikan bagi setiap
individu untuk proses pembelajaran akademik dan kecakapan hidup.

16 Ibid., hal. 236.

c; Melayani peserta didik yang memerlukan pendidikan akademik dan

kecakapan hidup secara fleksible untuk meningkatkan mutu


pendidikannya.17
4; Faktor-Faktor Pemicu
Homeschooling dapat dikatakan sebagai pendidikan alternatif bagi
anak bangsa ini, hal tersebut dipicu dan didorong oleh beberapa faktor
diantaranya sebagai berikut:
a; Kegagalan sekolah formal
Banyak siswa yang mengeluh karena sekolah sangat menjemukan,
jika bukan karena tuntutan kebutuhan, mungkin mereka tidak akan rela
menghabiskan waktunya selama belasan tahun hanya untuk bersekolah di
tempat yang namanya pendidikan formal. Keluhan tersebut bukan tanpa
alasan, sistem pendidikan formal yang mengharuskan peserta didik
menyelesaikan kurikulum yang telah dirancang menjadikan pendidikan
terkesan asal-asalan. Apalagi kurikulum tersebut dirancang sangat padat.
Hasilnya peserta didik tidak akan mampu mengikutinya.
Jika UNESCO mensyaratkan 800-900 jam per tahun untuk SD,
Indonesia justru memberlakukan 1.400 jam per tahun. Akibatnya sekolah
tidak lagi menyenangkan, melainkan menjadi sebuah siksaan seperti yang
pernah diucapkan Rabindranath Tagore, peraih Nobel Sastra pada 1913.
Pola pendidikan homeschooling yang belakangan ini menjadi trend, seolah
menjadi oasis bagi kaum yang bersikap antitesis terhadap metode
pendidikan konvensional.18
b; Teori intelegensi ganda
Salah satu teori pendidikan yang berpengaruh dalam perkembangan
homeschooling adalah teori intelegensia ganda (multiple integenses).
Adalah sebuah teori kecerdasan yang dimunculkan oleh Dr. Howard
Gardner, seorang psikolog dari Project Zero Harvard University pada
tahun 1998.19 Kecerdasan-kecerdasan tersebut adalah sebagai berikut:
1; Intelegensi linguistik, adalah kecerdasan untuk menguasai hal-hal yang
berkaitan dengan bahasa.

17 Asmani, Buku, hal. 65.


18 Ibid., hal. 73-74.
19 Munif Chatib, Gurunya Manusia, Menjadikan Semua Anak Istimewa dan Semua Anak Juara
(Bandung: Mizan Pustaka, 2012), hal. 132.

2; Intelegensi matematis-logis, adalah kemampuan untuk mendeteksi pola


3;
4;
5;
6;
7;
8;
9;

pikir deduktif, dan berfikir logis.


Intelegensi kinestetik-logis, adalah kemampuan bergerak dan menyeluruh.
Intelegensi ruang-visual, adalah kemampuan untuk berfikir secara visual,
kaya akan khayalan internal sehingga cenderung imajinatif dan kreatif.
Intelegensi musical, adalah kemampuan untuk mengenali dan
menyanyikan nada-nada.
Intelegensi interpersonal, adalah kemampuan untuk menjalin relasi sosial
dengan orang lain.
Intelegensi intrapersonal, adalah kemampuan memahami dan
mengendalikan dengan baik terhadap diri sendiri.
Intelegensi alam atau lingkungan, adalah memiliki ketertarikan yang besar
terhadap alam sekitar
Intelegensi eksistensial, adalah kemampuan yang membuat rajin
menjalankan ibadah agama.20
Menurut Gardner, masing-masing dari kita memiliki sebuah
kombinasi dari kecerdasan-kecerdasan ini, dan kekuatan relatif dari tiap
kecerdasan menentukan apa yang dapat kita lakukan dengan baik dan apa
yang kita sukai.21 Sehingga dengan mendorong individu untuk mengikuti
minat mereka dan belajar dengan cara terbaik bagi mereka, anak-anak
yang mendapat pendidikan tanpa sekolah cenderung belajar dari kekuatan
mereka dan tidak berfokus pada kelemahan mereka.

c; Sosok praktisi homeschooling terkenal

Banyaknya tokoh-tokoh dunia yang bisa berhasil dalam hidupnya


tanpa menjalani sekolah formal juga memicu munculnya homeschooling,
misalnya Benyamin Franklin, Thomas Alfa Edison, KH. Agus Salim, Ki
Hajar Dewantara, dan tokoh-tokoh lainnya. Tokoh-tooh tersebut
merupakan tokoh besar di Indonesia bahkan dunia yang kesuksesannya
diraih dengan tidak bersekolah formal, mereka belajar secara mandiri atau
otodidak. Namun demikian bukan berarti menganggap bahwa sekolah
formal tidak bisa dijadikan pilihan. Artinya, baik homeschooling maupun
20 Asmani, Buku, hal. 75-76.
21 Mary Griffith, Homeschooling: Menjadikan Setiap Tempat Sebagai Sarana Belajar (Bandung:
Nuansa, 2012), hal. 33.

sekolah formal memiliki tujuan yang sama yaitu mengembangkan


kemampuan peserta didik.
d; Tersedianya aneka sarana
Homeschooling merupakan pendidikan yang memiliki konsep
pendidikan yang fleksible, tidak terjerat aturan, target umum, maupun di
mana dan bagaimana anak mampu belajar dengan baik, nyaman, dan tanpa
merasa dipaksakan. Untuk itu anak butuh tempat yang nyaman digunakan
dalam proses pembelajaran. Homeschooling memanfaatkan tempat
maupun sarana prasarana yang ada disekitar lingkungan sebagai media
pembelajaran.
Bahkan dewasa ini perkembangan homeschooling ikut dipicu oleh
fasilitas yang berkembang di dunia nyata. Fasilitas itu antara lain fasilitas
pendidikan seperti perpustakaan, museum, lembaga penelitian, fasilitas
umum seperti taman, stasiun, jalan raya, fasilitas sosial seperti taman,
panti asuhan, rumah sakit, fasilitas bisnis seperti mall, pameran, restoran,
pabrik, sawah, perkebunan, serta fasilitas teknologi dan informasi seperti
internet dan audiovisual.22
5; Model dan Jenis Homeschooling
Pada dasarnya homeschooling bersifat unik. Karena setiap keluarga
mempunyai nilai dan latar belakang berbeda, setiap keluarga akan
melahirkan pilihan-pilihan model homeschooling yang beragam.
Pendekatan homeschooling memiliki rentang yang lebar antara yang
sangat tidak terstruktur (unschooling) hingga sangat terstruktur seperti
belajar di sekolah (school at home).23
a; Unit studies approach, adalah model pendidikan yang berbasis pada
tema. Yaitu siswa tidak hanya belajar pada satu mata pelajaran
tertentu, tetapi mempelajari banyak mata pelajaran sekaligus, melalui
sebuah tema yang dipelajari. Metode ini berkembang atas pemikiran
bahwa proses belajar seharusnya terintegrasi.
b; The living book approach, adalah model belajar melalui pengalaman
dunia nyata. Pendekatannya dengan mengajarkan kebiasan baik,
keterampilan dasar, serta mengekspos anak dengan pandangan nyata,
seperti jalan-jalan ke museum, ke pasar, ke perpustakaan, dan lain22 Kurniasih, Homeschooling, hal. 27.
23 Ibid., hal. 30.

10

c;

d;

e;

f;

lain. Model ini juga anak membaca buku kemudian menceritakan


kembali dengan bahasanya sendiri.
The classical approach, adalah model pembelajaran dengan
pendekatan kurikulum yang terstruktur beradasarkan tahap
perkembangan anak tersebut serta berbasis teks/literatur.
The waldorf approach, adalah model yang berusaha menciptakan
setingan sekolah yang mirip dengan keadaan rumah. Metode ini
menekankan dongeng dan seni.
The montessori approach, pendekatan ini mendorong penyiapan
lingkungan pendukung yang nyata dan alami, mengamati proses
interaksi anak-anak sehingga dapat mengembangkan potensinya baik
secara fisik, mental maupun spiritual.
The electic approach, model ini memberikan kesempatan pada
keluarga untuk mendesain program homeschooling yang sesuai,
dengan memilih atau menggabungkan dari sistem yang ada. Dengan
demikian metode ini memberikan kebebasan terhadap orangtua untuk
mendesain model yang terbaik bagi pendidikan anaknya.

g; Unschooling approach, model ini berangkat dari keyakinan bahwa

anak-anak memiliki keinginan natural untuk belajar. Jika keinginan ini


difasilitasi dan dikenalkan dengan pengalaman dunia nyata, mereka
akan belajar lebih banyak daripada melalui metode lainnya.
Unschooling tidak berangkat dari textbook, tetapi dari minat anak
yang difasilitasi.24
Di Indonesia ada tiga jenis homeschooling yang dikenal, yaitu:
homeschooling tunggal, majemuk dan komunitas.25
a;

Homeschooling tunggal, adalah homeschooling yang dilaksanakan oleh


orangtua dalam suatu keluarga tanpa bergabung dengan yang lainnya.
Biasanya homeschooling jenis ini diterapkan karena adanya tujuan atau
alasan khusus yang tidak dapat diketahui atau dikompromikan dengan
komunitas homeschooling lainnya. Alasan lain adalah karena lokasi

24 Ibid., hal. 81.


25 Indah Hanoco, I Love Homeschooling, Segala Sesuatu yang Harus Diketahui Tentang
Homeschooling (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2012), hal. 6.

11

b;

c;

atau tempat tinggal pelaku homeschooling yang tidak memungkinkan


berhubungan dengan komunitas homeschooling lain.26
Homeschooling majemuk, adalah homeschooling yang dilaksanakan
oleh dua keluarga atau lebih untuk kegiatan tertentu sementara kegiatan
pokok tetap dilakukan oleh orangtua masing-masing. Alasannya
terdapat kebutuhan-kebutuhan yang dikompromikan oleh beberapa
keluarga untuk melakukan kegiatan bersama.27
Homeschooling komunitas, adalah gabungan dari beberapa
homeschooling majemuk yang menyusun dan menentukan silabus,
bahan ajar, kegiatan pokok (olahraga, seni, musik, dan bahasa), sarana
prasarana, dan jadwal pembelajaran. Komitmen penyelenggaraan antara
orangtua dan komunitasnya kurang lebih 50:50.28

6; Kelebihan dan Kekurangan Homeschooling

Perkembangan homeschooling yang sangat pesat diberbagai penjuru


dunia sebagian besar karena orangtua berpendapat bahwa homeschooling
berhasil memenuhi kebutuhan-kebutuhan pendidikan yang mereka
rencanakan. Kebutuhan orangtua itu beragam dan homeschooling dapat
memenuhi kebutuhan pendidikan yang spesifik dari keluarga karena
homeschooling memang memiliki sifat costumized sehingga dapat
disesuaikan dengan kondisi setiap keluarga.
Bagi kebanyakan orang, bersekolah di rumah masih dianggap aneh
karena sekolah itu harus formal di sekolah. Namun, ada juga orangtua yang
merasa nyaman bila menerapkan homeschooling bagi anak-anaknya. Selain
lebih aman, orangtua bisa lebih intensif membantu tumbuh kembang anak.
Alasan lain orangtua menerapkan homeschooling adalah keinginan untuk
memberi kebebasan kepada anak-anak mereka tentang hal-hal yang ingin
dipelajari lebih banyak sesuai bakat dan minat masing-masing. Biarkan anak
bereksplorasi dengan berbagai macam hal. Namun, homeschooling tentunya
mengandung konsekuensi yaitu orangtua harus benar-benar mendampingi
anak dalam belajar dan bereksplorasi untuk menyerap ilmu.29
26 Mulyadi, Homeschooling, hal. 36
27 Ibid., hal. 36-38
28 Kurniasih, Homeschooling, hal. 42.
29 Asmani, Buku, hal. 53-54.

12

Ada hal yang perlu diketahui oleh setiap orangtua yang akan memilih
pendidikan homeschooling bagi anaknya. Setiap sistem pendidikan memiliki
kelebihan dan kekurangan, begitu juga sistem pendidikan homeschooling.
Kelebihan dan kekurangan yang dapat menjadi pertimbangan matang bagi
orangtua untuk memilih homeschooling bagi pendidikan anaknya, antara
lain sebagai berikut:
1; Kelebihan homeschooling
a; Sesuai kebutuhan anak
b; Lebih memberi peluang untuk kemandirian dan kreatifitas individual
yang tidak didapatkan dalam model sekolah umum.
c; Anak-anak menjadi subjek bukan objek.
d; Materi pelajarannya sangat luas dan tidak hanya seperti kurikulum
yang ditetapkan pemerintah
e; Peran orangtua menjadi sangat penting dan harus dominan
f; Fleksible dalam penyelenggaraan pembelajaran
g; Menanamkan visi masa depan
h; Biaya pendidikan dapat menyesuaikan dengan keadaan orangtua
2; Kekurangan homeschooling
a; Sosialiasi dengan teman sebaya lebih terbatas dibanding sekolah
formal
b; Butuh komitmen dan keterlibatan tinggi dari orangtua
c; Ada resiko kurangnya kemampuan bekerja dalam tim (team work),
organisasi dan kepemimpinan.
d; Perlindungan
orangtua dapat memberikan efek samping
ketidakmampuan menyelesaikan situasi sosial dan masalah yang
kompleks yang tidak terprediksi.30
C; Kebijakan politik terhadap pendidikan homeschooling
Berbicara kebijakan politik, maka berbicara tentang legalitas serta
kebijakan yang menyertainya. Legalitas selalu jadi masalah serius di negeri ini.
Sesuatu yang tidak legal maka akan selalu dikucilkan atau bahkan tidak diakui
keberadaanya. Maka dari itu seluruh bentuk kegiatan, lembaga maupun instansi
wajib memiliki legalitas dari pemerintah. Begitu juga homeshooling, tanpa
legalitas dari pemerintah, masyarakat tentunya tidak akan percaya pada
pendidikan yang disebut berbasis rumah ini.
30 Ibid., hal. 121.

13

Menurut Danang Sasongko, di Indonesia pendidikan dalam keluarga


merupakan kegiatan pendidikan jalur informal, (kutipan UU Sisdiknas No 20
Tahun 2003). Pendidikan informal yang dilakukan oleh keluarga dan lingkungan
berbentuk kegiatan belajar secara mandiri. Negara tidak mengatur pada proses
pembelajarannya, tetapi hasil pendidikan dari informal tersebut diakui sama
dengan pendidikan formal dan non-formal setelah peserta didik lulus ujian
sesuai dengan standar nasional pendidikan.31
Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional,
dalam pasal 27 ayat (1) menyebutkan kegiatan pendidikan informal yang
dilakukan oleh keluarga dan lingkungan berbentuk kegiatan belajar secara
mandiri. Lalu pada ayat (2) menyebutkan hasil pendidikan sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) diakui sama dengan pendidikan formal dan non-formal
setelah peserta didik lulus ujian sesuai dengan standar nasional pendidikan.
Jadi, secara hukum kegiatan persekolahan di rumah dilindungi oleh undangundang. Kemudian Peraturan Pemerintah No. 73 tahun 1991 tentang pendidikan
luar sekolah, Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 0131/U1991
tentang Paket A dan Paket B, Keputusan Menteri Pendidikan Nasional No.
132/U/2004 tentang Paket C, dan s.32
Dengan kata lain, karena dalam sistem pendidikan nasional,
homeschooling adalah perwujudan dari pendidikan informal yang diakui
eksistensinya di dalam UU No. 20 tahun 2003 dan jalur pendidikan informal
adalah jalur pendidikan keluarga dan lingkungan (pasal 1), maka hasil
pendidikan informal diakui sama dengan pendidikan formal dan non-formal
setelah peserta didik lulus ujian sesuai dengan standar nasional pendidikan
(pasal 27 ayat 2). Tidak ragu lagi, bahwa penyelenggaraan homeschooling
memiliki basis legal yang kuat dan merupakan salah satu kekayaan keragaman
model pendidikan yang berjalan dimasyarakat.33
Oleh karena itu, kegiatan homeschooling perlu dilaporkan ke Dinas
Pendidikan setempat agar peserta homeschooling mendapat ijazah resmi dari
pemerintah. Untuk ijazah SD adalah Paket A, SMP Paket B, dan SMA Paket C.
Sistem ujiannya adalah melalui ujian nasional kesetaraan.34
31 Asmani, Buku, hal. 88-89.
32 Loy Kho, Secangkir Kopi, Obrolan Seputar Homeschooling (Yogyakarta: Kanisius, 2008), hal.
244.
33 Saputra, Rumahku, hal. 103-104.
34 Asmani, Buku, hal. 91.

14

Ujian kesetaraan bagi keluarga homeschooling bersifat pilihan. Jika


keluarga homeschooling ingin agar hasil pendidikannya dapat diintegrasikan
dengan sistem pendidikan nasional, siswa homeschooling harus mengikuti ujian
kesetaraan.
Homeschooling masuk pada program paket ini sehingga ijazah yang
diberikan ialah ijazah paket setara dan dapat melanjutkan ke jenjang sekolah
berikutnya, termasuk sekolah tinggi berdasarkan UU sistem pendidikan nasional
No. 20 tahun 2003.
Namun, dalam tataran realitas praktek dilapangan, ujian kesetaraan ini
ternyata tidak mendapatkan respon yang baik dari penyelenggara pendidikan
formal, ada kesan bahwa hasil lulusan dari homeschooling masih dipandang
sebelah mata oleh berbagai pihak, sehingga menjadi tugas pemerintah untuk
meyakinkan masyarakat bahwa lulusan homeschooling juga mampu bersaing
dengan lulusan sekolah formal. Pendidikan sekolah rumah (homeschooling)
yang diakui pemerintah sebagai pendidikan informal masih didiskriminasi.
Peserta didik homeschooling di berbagai daerah belum mendapat dukungan
kebijakan yang baik dari dinas pendidikan setempat.35

BAB III
PENUTUP

35 Kompas.com, Ijazah Homeschooling Kerap diTolak, diakses 15 Desember 2013.

15

A; Kesimpulan

Dari paparan di atas dapat diambil kesimpulan bahwa, homeschooling bisa


menjadi pendidikan alternatif yang baik bagi anak dan juga orangtua yang
menginginkan pendidikan sesuai dengan bakat, kemampuan anak-anak mereka
yang memiliki keunikan serta kemampuan yang berbeda-beda, sehingga dalam
perkembangannya mampu berkembang sesuai dengan bakat dan minatnya.
Bahwa aspek legalitas dari homeschooling telah ada berdasarkan UU
Sisdiknas No.20. Tahun 2003, dan hasil lulusannya disetarakan sesuai dengan
tingkatan sekolah siswa tersebut dibuktikan dengan ijazah kesetaraan.
B; Saran

Tentunya apa yang telah dihasilkan dari penulisan ini terdapat banyak
kesalahan, kekurangan, sehingga saran, masukan dan kritikan sangat diharapkan
demi kemepurnaan dari tulisan ini.

Daftar Pustaka
Asmani, Jamal Maruf, Buku Pintar Homeschooling, Yogyakarta: Flash Books,
2012.
Azzet, Akhmad Muhaimin, Pendidikan yang Membebaskan, Yogyakarta: ArRuzz Media, 2011.

16

Chatib, Munif, Gurunya Manusia, Menjadikan Semua Anak Istimewa dan


Semua Anak Juara, Bandung: Mizan Pustaka, 2012.
Griffith, Mary, Sekolah di Rumah, Memanfaatkan Seluruh Dunia Sebagai Ruang
Kelas, Bandung: Nuansa, 2008.
______, Homeschooling: Menjadikan Setiap Tempat Sebagai Sarana Belajar,
Bandung: Nuansa, 2012.
Hanoco, Indah, I Love Homeschooling, Segala Sesuatu yang Harus Diketahui
Tentang Homeschooling, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2012.
Kho, Loy, Homeschooling Untuk Anak, Kenapa Tidak?, Yogyakarta: Kanisius:
2007.
_____, Secangkir Kopi, Obrolan Seputar Homeschooling, Yogyakarta: Kanisius,
2008.
Komariyah, Yayah, Homeschooling: Trend Baru Sekolah Alternatif, Jakarta:
Sakira Publishing, 2007.
Kurniasih, Imas, Homeschooling Bersekolah di Rumah, Kenapa Tidak?,
Yogyakarta: Cakrawala, 2009.
Miarso, Yusufhadi,
Pendidikan Alternatif Sebuah Agenda Reformasi
http://directory.umm.ac.id/SIP/Pendidikan-alternatif-sebuah-agendareformasi.1, hal 3, diakses 24 Nopember 2013.
Mulyadi, Seto, Homeschooling Keluarga Kak Seto: Mudah, Murah, Meriah dan
di Restui Pemerintah, Bandung: Mizan Pustaka, 2007.
Saputra, A. Abe, Rumahku Sekolahku, Yogyakarta: Graha Pustaka: 2007.
Sumardiono, Homeschooling: Lompatan Cara Belajar, Jakarta: Elex Media
Komputindo, 2007.
UU RI No. 20 Tahun 2003, Surabaya: Media Centre, 2005.

17

Anda mungkin juga menyukai