Sap Vulvovaginitis

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 26

SATUAN ACARA PENYULUHAN

VULVOVAGINITIS
DI POLI KLINIK OBGYN RSUD dr. SAIFULANWAR MALANG

PROMOSI KESEHATAN RUMAH SAKIT (PKRS)


RSSA dr. SAIFUL ANWAR MALANG
2019
VISI DAN MISI RSUD dr. SAIFUL ANWAR MALANG

VISI

Menjadi rumah sakit berstandar kelas dunia pilihan masyarakat

MOTTO

1. Menciptakan tata kelola rumah sakit yang baik melalui penataan dan
perbaikan manajemen yang berkualitas dunia. Profesional
menyelenggarakan pelayanan kesehatan rumah sakit yang dapat memenuhi
kebutuhan dan keinginan masyarakat melalui pengembangan sistem
pelayanan yang terintegrasi dan komprehensif.
2. Menyelenggarakan pendidikan dan penelitian melalui pengenbangan
pendidikan dan penelitian berkualitas international.
3. Meningkatkan kualitas sumber daya manusia yang terlatih dan terdidik
secara profesional.

SLOGAN
With Love We Serve
SATUAN ACARA PENYULUHAN
VULVOVAGINITIS
Di Ruang Poli Klinik Obgyn RSUD dr. Saiful Anwar Malang

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Pendidikan Profesi Ners


Departemen Keperawatan Maternitas

Oleh Kelompok 2:
AdityaMaulviGumilar (1930006)
HasyimAsy’ ari (1930020)
Hulatun Nabila Subhan (1930021)
YuyunEkaNurlaeli (1930060)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KEPANJEN
MALANG
2019
LEMBAR PENGESAHAN

Satuan Acara Penyuluhan (SAP) DenganTema Vulvovaginitis telah disetujui


pada :
Hari : Rabu
Tanggal : 13 Novemvber 2019

Disetujui oleh :

PEMBIMBING AKADEMIK PEMBIMBING INSTITUSI

( .……………………… ) ( .……………………… )

KAUR POLIKLINIK OBGYN

( .……………………… )
SATUAN ACARA PENYULUAHAN

Mata Penyuluhan : Vulvovaginitis


Pokok Bahasan : Vulvovaginitis
Sub Pokok Bahasan : Penanganan penyakit Vulvovaginitis
Sasaran : Pasien, Keluarga Pasien, Pengunjung
Hari/Tanggan : Kamis, 14 November 2019
Waktu : 30 menit
Tempat : Ruang Tunggu Poli Klinik Obgyn RSUD dr. Saiful
Anwar Malang

1. Pendahuluan
Kebanyakan wanita pemberitahuan dari waktu ke waktu bahwa mereka
memiliki cairan dari vagina. Ini adalah proses normal yang menjaga daerah
mukosa vagina lembab.
Tetapi tidak hanya itu daerah vagina yang lembab bisa berubah menjadi
sarang berkumpulnya bakteri-bakteri,jamur serta virus yang bisa dengan
mudah hidup di daerah tersebut dan bisa menimbulkan penyakit,seperti
yang terdapat di daerah vagina yang biasa di sebut sebagai vaginitis.
Vaginitis adalah suatu peradangan pada lapisan vagina. Vaginitis dapat
terjadi secara langsung pada luka vagina atau melalui luka perineum,
permukaan mokusa membengkak dan kemerahan, terjadi ulkus dan getah
mengandung nanah yang keluar dari daerah ulkus.
Vaginitis di sebabkan oleh jamur dan bakteri akibat tidak bersihnya
genetalia,gejala pada vaginitis biasanya di sertai keluar cairan vagina atau
keputihan yang abnormal,di katakan abnormal karena keputihan tersebut
sangat berlebihan berbau dan terjadi iritasi di sekitar vagina,vaginitis bisa
juga di sebabkan bawaan pada saat bersalin karena kurangnya keseterilan
dari alat atau dari henskun si penolong yang kurang seteril.
Asuhan kebidanan patologi pada ibu nifas dengan Vaginitis meliputi
data subyektif dan data obyektif. Data subyektif berisi identitas,alasan
datang. Sedangkan data obyektif berisi tanda-tanda vital,pemeriksaan fisik.

2. Tujuan Umum
a). Diharapkan tenaga kesehatan mampu mengumpulkan semua data fokus
yang di butuhkan baik melalui anamnesa maupun pemeriksaan untuk
menilai keadaan klien secara menyeluruh.
b). Diharapkan tenaga kesehatan menginterpretasikan data dengan tepat
untuk mengidentifikasi diagnosa atau masalah dan kebutuhan.
c). Diharapkan tenaga kesehatan mampu mengidentifikasi diagnosa dan
masalah potensia/mungkin timbul agar dapat diantisipasi penangananya.
d). Diharapkan tenaga kesehatan mampu menetapkan kebutuhan terhadap
tindakan segera sehinga tindakan dapat segera direncanakan untuk
dilakukan tindakan konsultasi atau kolaborasi dengan tenaga kesehatan
lain sesuai dengan kondisi klien.
e). Diharapkan tenaga kesehatan mampu menyusun rencana asuhan secara
menyeluruh dengan tepat dan rasional sesuai langkah-langkah
sebelumnya.
f). Diharapkan tenaga ksehatan mampu melaksanakan asuhan yang telah
direncanakan dengan memperhatikan efisiensi dan tindakan yang aman.
g). Diharapkan tenaga kesehatan mampu melakukan evisiensi pelaksanaan
rencana asuhan.

3. Tujuan Khusus
Diharapkan tenaga kesehatan mampu melaksanakan Asuhan dengan
Menggunakan SOAP yang meliput:
a). Mampu melakukan anamnesa subyektif dengan pengumpulan data
pada ibu post partum dengan Vaginitis.
b). Mampu Melakukan pemeriksaan Obyektif terhadap ibu post partum
dengan Vaginitis.
c). Mampu Melakukan dan menentukan diagnosa terhadap ibu post
partum dengan Vaginitis.
d). Mampu melakukan dan menentukan perencanaan dan mempu
mengefaluasi ibu post partum dengan vaginitis.
e). Mampu menyari penyebab dan cara mengatasi dari penyakit
vaginitis.

4. Kisi – Kisi Materi


a). Definisi vulvovaginitis
b). Etiologi vulvovaginitis
c). Epidemiologi vulvovaginitis
d). Patofisiologis vulvovaginitis
e). Manifestasi Klinis vulvovaginitis
f). Pemeriksaan Penunjang vulvovaginitis
SATUAN ACARA PENYULUHAN
(SAP)

2.1 TEMA
Vulvovaginitis

2.2 WAKTU & TEMPAT PELAKSANAAN


Hari : Kamis
Tanggal : 14 November 2019
Jam : 07.30 – 08.00
Tempat : Ruang Tunggu Poli Klinik Obgyn RSUD dr. Saiful
Anwar Malang

2.3 SASARAN
a. Langsung:
ibu hamil yang memiliki penyakit vulvovaginitis
b. Tidak Langsung:
Semua pengunjung yang datang di klinik Obgyn RSUD dr. Saiful
Anwar Malang

2.4 PELAKSANA
Mahasiswa :
AdityaMaulviGumilar (1930006)
HasyimAsy’ ari (1930020)
Hulatun Nabila Subhan (1930021)
YuyunEkaNurlaeli (1930060)

2.1 METODE
Ceramah dan tanya jawab
2.2 MEDIA
LCD, Laptop, Leaflet
2.3 RENCANA PELAKSANAAN KEGIATAN
NO Materi Kegiatan Petugas Kegiatan Audiens

1. Persiapan 1. Persiapan alat dan bahan


(5 menit )
2. Persiapan peserta

2. Pembukaan 1. Perkenalan 1.Mendengarkan


(5 menit )
2. Meyampaikan maksud dan tujuan

3. Melakukan kontrak waktu

4. Menyebutkan materi penyuluhan

5. Menggali pengetahuan audiens tentang


vulvovaginitis

6. Memberiapresiasi kepada audiens yang


5. Menyampaikan
telah menyampaikan pengetahuannya
pengetahuan
audiens tentang
vulvovaginitis

3. Diskusi Meyampaikan materi :

( 10 menit ) 1. Definisi vulvovaginitis 1. Mendengarkan


2. Etiologi vulvovaginitis
3. Epidemiologi vulvovaginitis
4. Patofisiologis vulvovaginitis
5. Manifestasi Klinis vulvovaginitis
6. Pemeriksaan Penunjang vulvovaginitis
4. Tanya 1. Memberikan kesempatan kepada peserta 1.Bertanya
Jawab untuk bertanya tentang materi.
2. Memberikan apresiasi kepada audiens
(10 menit)
yang bertanya
3. Memberikan jawaban tentang pertanyaan
yang telah diberikan.
4. Memberikan kesempatan Kaur dan
Pembimbing institusi untuk memberikan
tambahan materi vulvovaginitis
3.Mendengarkan

4.Mendengarkan

4. Evaluasi 1.Menanyakan materi vulvovaginitis 1.Menjawab


kepada audiens pertanyaan
(5 menit )
2.Memberikan apresiasi kepada audiens
yang bertanya

5. Penutup 1.Menutup acara penyuluhan dengan 4.Menjawab salam


mengucapkan terimakasih kepada
(5 menit )
Peserta.
2. Berpamitan dan salam

3. Membersihkan alat – alat penyuluhan


1.8 PEMBAGIAN TUGAS
1. Moderator :
Tugas :
a. Membuka dan menutup acara.
b. Memperkenalkan diri.
c. Menetapkan tata tertib acara penyuluhan.
d. Menjaga kelancaran acara.
e. Memimpin diskusi.
2. Penyaji :
Tugas :
a. Menyajikan materi penyuluhan
b. Bersama fasilitator menjalin kerja sama dalam acara penyuluhan
3. Fasilitator :
Tugas :
a. Bersama moderator menjalin kerja sama dalam menyajikan
materi penyuluhan.
b. Memotivasi peserta kegiatan dalam bertanya.
c. Menjadi contoh dalam kegiatan.
4. Observer :
a. Mengamati jalannya kegiatan.
b. Mengevaluasi kegiatan.
c. Mencatat prilaku verbal dan non verbal peserta kegiatan

1.9 SETTING TEMPAT


A. = Audien
C B
B. = Moderator
C. = Penyaji A A A

D. = Fasilitator E D
E. = Observer
1.10 EVALUASI
1. Evaluasi Proses
a. Waktu yang direncanakan sesuai dalam pelaksanaan
b. Peserta (Pasien dan Keluarga Pasien) berpartisipasi aktif dalam
kegiatan
c. Peran dan tugas mahasiswa sesuai dengan perencanaan
d. Kegiatan berjalan dengan lancar sesuai dengan rencana yang telah
ditentukan
e. Keadaan dan suasana yang mendukung
2. Evaluasi Hasil
Diharapkan Peserta (Pasien dan Keluarga Pasien) dapat memahami
materi yang disampaikan dan ada timbal balik yang dibuktikan dengan
pertanyaan dari audien.
MATERI PENYULUHAN
1. Definisi
Bakterial vaginosis dideskripsikan sebagai kondisi vagina yang
diakibatkan oleh pertumbuhan bakteri anaerob dan Gardnerella vaginalis
yang berlebihan. Bakteri anaerob dan Gardnerella vaginalis juga
merupakan flora normal selain Lactobacillus, yang merupakan flora normal
dominan pada vagina, namun pertumbuhan berlebih dari kedua bakteri
tersebut menimbulkan duh yang tipis, homogen, berbau amis, berwarna
abu-abu ang melekat pada dinding vagina dan sering terdapat pada introitus.
Meskipun demikian, untuk menemukan penyebab lain dari vaginitis, epitel
vagina terlihat normal dan leukosit biasanya tidak muncul. Bau amin amis
yang diproduksi oleh bakteri anaerob dikuatkan ketika KOH 10%
ditambahkan pada duh (Danforth et al., 2003).
Sindrom yang dikenal sebagai bakterial vaginosis telah mengalami
perubahan nama beberapa kali sejak pertengahan tahun 1950. Nama
vaginitis non spesifik awalnya digunakan untuk membedakan sindrom
vaginitis spesifik yang terkait dengan Trichomonas vaginalis dan jamur.
Ketika Gardner dan Dukes menemukan bahwa Haemophilus vaginalis
(sekarang dikenal dengan Gardnerella vaginalis) merupakan agen etiologis
dari bakterial vaginosis, nama sindrom ini diubah. Istilah vaginosis
diperkenalkan untuk menegaskan bahwa bakterial vaginosis tidak seperti
vaginitis spesifik, dimana ada peningkatan duh tanpa ada inflamasi yang
signifikan, hal ini ditandai dengan tidak ditemukannya leukosit
polimorfonuklear. Istilah bakterial vaginosis mulai digunakan untuk
menandai bahwa sindrom ini lebih disebabkan oleh bakteri daripada jamur
atau parasit, namun identitas dari bakteri ini belum sepenuhnya jelas.
Karena banyak vaginosis yang berhubungan dengan flora ini bersifat
anaerob, istilah vaginosis anaerob juga pernah diusulkan. Namun yang
paling akhir, nama bakterial vaginosislah yang direkomendasikan sebagai
istilah yang digunakan (Spiegel, 1991).
2. Etiologi
Banyak penelitian telah membuktikan hubungan antara Gardnerella
vaginalis dengan bakteri lain dalam mengakibatkan bakterial vaginosis.
Bakterial vaginosis diketahui sebagai infeksi polimikrobial yang sinergis.
Beberapa bakteri yang berhubungan meliputi spesies Lactobacillus,
Prevotella, dan anaerob yang meliputi Mobiluncus, Bacteroides,
Peptostreptococcus, Fusobacterium, Veillonella, dan spesies
Eubacterium. Mycoplasma hominis, Ureaplasma urealyticum, dan
Streptococcus viridans juga memainkan peran dalam bakterial vaginosis.
Atopobium vaginae sekarang dianggap sebagai patogen yang terkait dengan
bakterial vaginosis (Curran, 2010)
a. Normal Vaginal Flora
Flora vagina pada wanita usia reprouktif asimptomatik yang
normal meliputi berbagai spesies aerob dan fakultatif serta obligat
anaerob. Dari kesemuanya, anaerob spesies anaerob merupakan yang
predominan dan melebihi spesies aerob dengan perbandingan
Fungsi dan alasan adanya kolonisasi bakteri di vagina masih
belum diketahui. Bakteri-bakteri tersebut melakukan hubungan
simbiosis dengan host dan dapat berubah tergantung pada lingkungan
mikro. Pada ekosistem vagina, beberapa mikroorganisme membentuk
substansi seperti asam laktat dan hidrogen peroksida yang menghambat
organisme yang bukan flora normal.
b. Gardnerella vaginalis
Gardnerella vaginalis mula-mula dikenal sebagai Haemophilus
vaginalis kemudian diubah menjadi genus Gardnerella atas dasar hasil
penyelidikan mengenai fenotipik dan asam deoksi-ribonukleat. Tidak
mempunyai kapsul, tidak bergerak, dan berbentuk batang Gram negatif
atau Gram variabel, tes katalase, oksidase, reduksi nitrat, indole dan
semuanya negatif (Djuanda dkk., 2007).
Kuman ini bersifat anaerob fakultatif, dengan produk akhir
utama pada fermentasi berupa asam asetat; banyak galur yang juga
menghasilkan asam laktat dan asam format. Ditemukan juga galur
anaerob obligat (Djuanda dkk., 2007).
Gardnerella vaginalis tumbuh dengan bentuk kecil, bulat,
cembung, membentuk koloni abu-abu pada agar cokelat, juga bisa
tumbuh pada agar HBT. Sebuah media selektif untuk Gardnerella
vaginalis adalah agar darah asam colistin-oxolinic. Untuk
pertumbuhannya dibutuhkan tiamin, riboflavin, niasin, asam folat,
biotin, purin, dan pirimidin (AAFP, 2006; Djuanda dkk., 2007).
Bakteri ini mempunyai dinding sel gram positif, tapi karena
dinding selnya sangat tipis, di mikroskop akan terlihat seperti dinding
sel gram positif atau gram negatif. (AAFP, 2006).

Gambar 2.1 Gambaran mikroskopis Gardnerella vaginalis

Gambar 2.2 Mikrograf bakterial vaginosis, sel squamous serviks


ditutupi dengan bakteri berbentuk batang yaitu Gardnerella vaginalis
Gardner dan Dukes menemukan hubungan yang erat antara Gardnerella
vaginalis dengan bakterial vaginosis, demikian pula studi lainnya, akan tetapi
beberapa studi tidak berhasil mendukung hasil ini (Spiegel, 1991).

3. Epidemiologi
Bakterial vaginosis lebih sering ditemukan pada wanita yang
memeriksakan kesehatannya dibanding vaginitis jenis lain. Frekuensi
tergantung pada tingkat sosial ekonomi penduduk. Pernah disebutkan
bahwa 50% wanita yang aktif seksual pernah terkena infeksi G.vaginalis,
tapi hanya sedikit yang menimbulkan gejala. Sekitar 50% ditemukan pada
pemakai IUD dan 86% ditemukan bersama dengan infeksi Trichomonas
(Djuanda dkk., 2007).
Bakterial vaginosis terjadi pada sepertiga wanita di Amerika Serikat,
yaitu sekitar 21 juta wanita. Setiap tahun, 10 juta wanita datang ke dokter
dengan keluhan sekret vagina. Peningkatan prevalensi ini diduga
berhubungan dengan merokok, obesitas, single/tidak pernah menikah,
kehamilan, dan riwayat abortus. Gardnerella vaginalis didapatkan pada
hampir 100% wanita dengan keluhan bakterial vaginosis dan hampir 70%
pada wanita tanpa keluhan bakterial vaginosis. Gardnerella vaginalis dapat
diisolasi pada hampir 80% uretra pria yang merupakan pasangan seksual
dari wanita dengan bakterial vaginosis. Tetapi, tidak dianjurkan
memberikan terapi pada pria tersebut karena tidak terbukti dapat merubah
angka kejadian bakterial vaginosis pada pasangan wanitanya (Curran,
2010).
Insiden bakterial vaginosis pada pasien yang mengunjungi klinik
kandungan adalah sekitar 10-25% dan yang mengunjungi klinik penyakit
menular seksual adalah sekitar 30-65%. Beberapa penelitian menunjukkan
bahwa bakterial vaginosis lebih sering terjadi pada wanita keturunan
Afrika-Amerika daripada wanita kulit putih non Hispanik, tetapi belum bisa
dijelaskan dengan pasti. Infeksi dan atau kolonisasi Gardnerella vaginalis
lebih sering terjadi pada wanita usia reproduktif dan sangat jarang pada pria,
meskipun kolonisasi Gardnerella vaginalis bisa didapatkan pada pria yang
merupakan pasangan seksual dari wanita dengan bakterial vaginosis.
Penelitian terbaru oleh Bradshaw et al menunjukkan bahwa tidak ada
hubungan antara Gardnerella vaginalis dengan nongonococcal urethritis
(Curran, 2010).
Faktor risiko yang mempengaruhi yang dapat berkembang menjadi
bakterial vaginosis antara lain penggunaan antibiotik, penggunaan antiseptic
pada vagina, penggunaan IUD, vaginal douching, berganti-ganti pasangan
seksual, pasangan seksual baru, seks melalui oral, seks saat menstruasi,
aktivitas seksual dengan wanita lain, usia muda pada saat berhubungan
seksual, merokok, ras kulit hitam (Stoppler, 2011; Curran, 2010; Schorge et
al., 2008).

4. Patofisiologis
Meskipun penyebab dari bakterial vaginosis belum diketahui dengan
pasti, kondisi ini diduga karena perubahan keseimbangan flora normal di
vagina akibat peningkatan Ph lokal yang mungkin merupakan akibat dari
berkurangnya Lactobacillus yang memproduksi hidrogen peroksida.
Normalnya, di dalam vagina terdapat Lactobacillus dalam jumlah yang
banyak. Sedangkan hampir semua bakteri anaerob hanya memiliki enzim
katalase peroksidase dalam jumlah sedikit sehingga tidak bisa
menghilangkan hidrogen peroksida (Curran, 2010; Eschenbach et al., 1989).
Pada bakterial vaginosis, jumlah Lactobacillus berkurang, sehingga
terjadi peningkatan jumlah bakteri anaerob, termasuk G.vaginalis.
Lactobacillus merupakan bakteri yang membantu metabolisme glikogen
menjadi asam laktat di dalam vagina dan menjaga Ph normal vagina. Kadar
Ph normal membantu melawan proliferasi bakteri patogen. Jika mekanisme
pertahanan ini gagal, maka banyak bakteri patogen di dalam vagina
(misalnya: Bacteroides sp, Peptostreptococcus sp, Gardnerella vaginalis,
G.mobiluncus, Mycoplasma hominis) akan berploriferasi dan menimbulkan
keluhan. Sekitar 50% wanita terdapat G.vaginalis sebagai flora di
vaginanya tapi tidak berkembang menjadi infeksi (Curran, 2010).
Sekret vagina pada bakterial vaginosis berisi beberapa asam amino
seperti putresin, kadaverin, metilamin, isobutilamin, fenetilamin, dan
tiramin. Dimana dengan bertambahnya produksi amin akan menaikkan Ph
vagina yang menjadikan suasana yang sangat cocok untuk pertumbuhan
bakteri G.vaginalis. Dapat terjadi simbiosis antara G.vaginalis sebagai
pembentuk asam amino dan kuman anaerob beserta bakteri fakultatif dalam
vagina yang mengubah asam amino menjadi amin sehingga menaikkan Ph
sekret vagina sampai suasana yang menyenangkan bagi pertumbuhan
G.vaginalis. Beberapa amin diketahui menyebabkan iritasi kulit dan
menambah pelepasan sel epitel dan menyebabkan sekret vagina berbau
(Leber, 2009 ; Djuanda, dkk, 2007).
Gardnerella vaginalis melekat pada sel-sel epitel vagina in vitro,
kemudian menambah deskuamasi sel epitel vagina, sehingga terjadi
perlekatan sekret pada dinding vagina. Organisme ini tidak invasif dan
respons inflamasi lokal yang terbatas dapat dibuktikan dengan sedikitnya
jumlah leukosit dalam sekret vagina dan dengan pemeriksaan histopatologis
tidak ditemukan imunitas (Djuanda dkk., 2007).

5. Manifestasi Klinis
Dari anamnesa didapatkan :
a. Bau vagina merupakan gejala yang paling sering dan sering dijadikan
penanda pada Bakterial Vaginosis. Bau bisa didapatkan hanya setelah
coitus. Kondisi alkali dari semen menyebabkan pelepasan volatile amin
dari duh vagina dan menyebabkan bau amis.
b. Peningkatan duh vagina mulai dari ringan hingga sedang
c. Jarang ditemukan iritasi atau radang pada vulva
d. Jarang terjadi disuria maupun dispareunia
e. Faktor predisposisi Bakterial Vaginosis :
a). Sedang menggunakan antibiotik
b). Penurunan produksi estrogen
c). Penggunaan Alat Kontrasepsi Dalam Rahim
d). Vaginal Douching
e). Berhubungan seksual dengan pasangan baru atau berhubungan
seksual dengan lebih dari satu pasangan dalam satu bulan
(Curran, 2010)
Dari Pemeriksaan fisik didapatkan :
a. Duh vagina
a). Putih atau abu – abu, tipis, dan homogen serta melekat pada mukosa
vagina
b). Mungkin tidak terlihat pada pengambilan duh di fornix posterior
karena melekat pada mukosa vagina
c). Dapat ditemukan buih – buih kecil pada cairan duh
b. Didapatkan peningkatan refleks cahaya pada dinding vagina,
indikasinya tampak sangat basah namun biasanya sedikit atau sama
sekali tidak ada bukti peradangan yang muncul
c. Labia, introitus, cervix, dan duh cervix tampak normal
(Curran, 2010)
6. Pemeriksaan Penunjang
Berbagai macam tes yang menggambarkan perubahan ekologi vagina
telah digunakan untuk mendiagnosa BV. (Keane, 2006). Metode diagnosis
yang umumnya digunakan adalah kriteria klinik Amsel dan metode
pengecatan Gram. (Keane, 2006; Mastrobattista, 2000; Romero, 1993;)
Selama ini kriteria Amsel merupakan metode yang paling sering
digunakan dan dianggap sebagai baku emas dalam mendiagnosis BV.
(Myziuk, 2003; Ison and Hay 2002; Gratacos et al, 1999). Kriteria Amsel
menggunakan kriteria klinik, yaitu seseorang terdiagnosis BV jika
memenuhi tiga dari empat kriteria, yaitu :
a. sekret vagina homogen
b. Ph vagina > 4,5
c. bau amis bila sekresi vagina dicampur kalium hidroksida; dan
d. ditemukannya clue cells pada sediaan preparat basah salin.
(Cunningham, 2005).
Metode ini cukup mudah dikerjakan serta hanya memerlukan alat yang
sederhana selain harus tersedianya mikroskop untuk memeriksa preparat
basah. (Keane, 2006) Namun metode ini memiliki beberapa kelemahan,
diantaranya subjektivitas dan pengalaman pemeriksa yang sangat
menentukan interpretasi penilaian. Misalnya pada penilaian sekret vagina
dan tes amin. Disamping itu juga dibutuhkan ketrampilan dan ketelitian
pemeriksa serta waktu yang cukup lama untuk mempersiapkan,
mengidentifikasi, dan menghitung clue cells dalam sediaan preparat basah.
Hal ini membuat pemeriksaan ini kurang praktis untuk dilakukan di klinik.
Pengukuran Ph juga dipengaruhi oleh banyak faktor, misalnya darah,
sperma, riwayat vaginal douching, sekret servik yang lebih alkalis,
dll.(Schwebke, 1999)
Tingginya prevalensi kasus BV asimtomatis membutuhkan adanya
metode pemeriksaan lain yang tidak hanya mengacu pada gambaran klinis
penderita. Metode pengecatan Gram telah cukup lama dikenal dan diterima
sebagai salah satu metode untuk mendeteksi perubahan flora vagina yang
ternyata berkorelasi secara konsisten dengan diagnosis BV. (Schwebke,
1999) Diantaranya adalah kriteria Spiegel dan Nugent (Schwebke, 1999).
Bersama kriteria Amsel, metode pengecatan Gram dianggap sebagai baku
emas pemeriksaan BV.(Schwebke, 1999) Namun kedua teknik pemeriksaan
tersebut masih belum dapat ditentukan mana yang merupakan standar baku
emas dalam arti yang sebenarnya. (Chaudry et al, 2004).
Poin penting dari metode pengecatan Gram adalah penghitungan jumlah
kuman pada pemeriksaan sekret vagina. Metode ini menggambarkan
perubahan ekologi vagina dan pengaruhnya terhadap perubahan komposisi
flora vagina.(Ison and Hay, 2002). Metode pengecatan lebih praktis dan
objektif dengan melihat dan menghitung kuman secara langsung. Selain itu
tidak dipengaruhi oleh menstruasi atau hubungan seks yang dapat
mengubah Ph dan variasi teknik seperti interpretasi clue
cells.(Mastrobattista, 2000). Kekurangan dari metode ini cukup memakan
waktu dan membutuhkan keahlian pemeriksa. (Ison and Hay, 2002;
Schwebke, 1999)
Kriteria Nugent menggunakan sistem skor (1-10) berdasarkan kualitas
Lactobacilli (large Gram-positive rods), Gardnerella (small Gram-variable
coccobacilli), dan Mobiluncus (curved rods). Pada metode ini, skor 0–3
diinterpretasikan sebagai normal, 4–6 sebagai intermediate flora, dan 7–10
sebagai BV. (Schwebke, 1999). Kategori Intermediate menggambarkan
transisi antara kondisi normal dan BV. (Ison and Hay, 2002) Hal ini
membuat kriteria Nugent menjadi kurang praktis dan membingungkan
pemeriksa pada saat harus mendiagnosis sebagai BV+ atau tidak, terutama
saat akan memberikan terapi.
Pemeriksaan sekret vagina dengan kriteria Spiegel memiliki metode
yang lebih sederhana karena penilaian didasarkan hanya pada jumlah
Lactobacillus.(Spiegel, 1983). Dalam menginterpretasikan hasil
pemeriksaan kriteria ini tidak menggunakan kategori intermediate, hanya
BV positif atau normal, sehingga lebih memudahkan pemeriksa dalam
menegakkan diagnosis BV dan memutuskan untuk menterapi pasien.
Pada prinsipnya, setiap morfotipe bakteri diamati pada pemeriksaan di
bawah mikroskop dengan perbesaran objektif 100 kali (dari rerata 10
lapangan pandang)
1+ : < 1 per lapangan pandang
2+ : 1-5 per lapangan pandang
3+ : 6-30 per lapangan pandang
4+ : >30 per lapangan pandang
Lactobacillus : Kuman bentuk batang besar Gram positif
Gardnerella vaginalis : Kuman bentuk batang kecil Gram variabel
Flora campuran : Organisme lainnya yang dikategorikan hanya dengan
morfologinya, seperti basil Gram negatif, curved
rods, kokus Gram positif, dan fusiformis.

Namun pada kriteria Spiegel dapat disederhanakan sebagai berikut :


Dalam rerata 10 lapangan pandang mikroskop dengan perbesaran objektif
100 kali ditemukan :
a. Lactobacillus ≥ 6 per lapangan pandang dengan atau tanpa Gardnerella
 Normal
b. Lactobacillus ≤ 5 per lapangan pandang dengan flora campuran BV

7. Diagnosis Banding
Diagnosis banding untuk bakterial vaginosis adalah Candiddiasis dan
Trichomoniasis. The International Statistical Classification of Diseases and
Related Health Problems mengklasifikasikan penyebab Vaginitis, yaitu:
a. Candida Vaginitis
Candida vaginitis atau biasa disebut candidiasis merupakan
infeksi yang disebabkan oleh jamur dan menyebabkan pengeluaran
sekret vagina berlebih, keputihan yang seperti keju dan sering
menyebabkan iritasi pada vagina dan kulit sekitar vagina.
b. Atropic Vaginitis
Biasanya menyebabkan keputihan yang tidak berbau, vagina
yang kering, dan adanya keluhan nyeri pada saat berhubungan seksual.
Atropic Vaginitis biasanya disebabkan karena adanya penurunan
hormon akibat menopause.
c. Trichomonas Vaginalis
Bisa menyebabkan keputihan yang banyak, berbau amis, nyeri
pada saat buang air kecil (BAK), nyeri pada saat berhubungan seksual,
dan ditandai peradangan pada genitalia eksterna (Wikipedia, 2011(b)).

8. Komplikasi
Pada kebanyakan kasus, bakterial vaginosis tidak menimbulkan
komplikasi setelah pengobatan. Namun pada keadaan tertentu, dapat terjadi
komplikasi yang berat. Bakterial vaginosis sering dikaitkan dengan penyakit
radang panggul (Pelvic Inflamatory Disease/PID), dimana angka kejadian
bakterial vaginosis tinggi pada penderita PID.
Pada penderita bakterial vaginosis yang sedang hamil, dapat
menimbulkan komplikasi antara lain : kelahiran prematur, ketuban pecah
dini, bayi berat lahir rendah, dan endometritis post partum. Oleh karena itu,
beberapa ahli menyarankan agar semua wanita hamil yang sebelumnya
melahirkan bayi prematur agar memeriksakan diri untuk screening
vaginosis bakterial, walaupun tidak menunjukkan gejala sama sekali.
Gravett dkk. Menemukan bahwa wanita dengan vaginosis bakterial akan
mempunyai risiko persalinan preterm 3-8 kali lebih tinggi daripada wanita
dengan flora normal; wanita yang melahirkan prematur ternyata lebih
banyak yang mengalami infeksi vaginosis bakterial dibandingkan dengan
wanita yang melahirkan aterm; juga terjadinya ketuban pecah dini lebih
sering terjadi pada wanita dengan vaginosis bacterial (46%) daripada wanita
tanpa vaginosis bakterial (4%).
Bakterial vaginosis disertai peningkatan resiko infeksi traktus urinarius.
Prinsip bahwa konsentrasi tinggi bakteri pada suatu tempat meningkatkan
frekuensi di tempat yang berdekatan. Terjadi peningkatan infeksi traktus
genitalis atas berhubungan dengan bakterial vaginosis.
9. Terapi
Tiga regimen terapi telah diajukan oleh 2006 Centers for Disease
Control dan pencegahan BV untuk wanita tidak hamil. (Tabel 3-3). Angka
penyembuhan dengan tiga regimen tersebut berkisar antara 80 sampai 90
persen dalam 1 minggu,tetapi dalam 3 bulan,30 persen wanita didapatkan
mengalami peningkatan kembali atau rekurensi dari jumlah flora.
Sedikitnya setengah dari pasien memiliki episode gejala dengan berubahnya
flora normal tersebut,beberapa berhubungan dengan kontak heteroseksual.
(Amsel, 1983; Gardner, 1955; Wilson, 2004). Terapi pada laki-laki
pasangan seksual,tidak memiliki makna terhadap wanita yang mengalami
rekurensi ini,dan juga tidak direkomendasikan. Dalam hal lain,terapi seperti
untuk menginduksi kuman lactobacilli,gel pengasam,dan penggunaan
probiotik tidak mempunyai efek yang konsisten.

Tabel 3-3 Rekomendasi terapi untuk bakterial vaginosis

Agent Dosis

Metronidazole 500mg oral dua kali sehari untuk 7 hari

Metronidazole gel 0.75% 5g (1full applicator) intravaginal sekali sehari untuk 5 hari

Clindamycin cream 2% 5g (1full applicator) intravaginal sebelum tidur untuk 5


hari

Ada 2 hal yang harus diperhatikan dalam pengobatan bakterial vaginosis yaitu
pasien harus di KIE untuk menghabiskan antibiotik yang diberikan sekalipun
pada pertengahan pengobatan biasanya gejala sudah menghilang serta
mengobati pasangan pasien dengan bakterial vaginosis apabila didapatkan
adanya kekambuhan (Swierzewski, 2008).

10. Pencegahan
Para ahli masih mencari tahu langkah yang terbaik untuk mencegah
BV. Berikut adalah langkah-langkah yang dapat dilakukan untuk
menurunkan risiko.
a. Jaga keseimbangan bakteri yang ada di daerah vagina. Cuci daerah
vagina dan anus setiap hari dengan sabun yang lembut. Usap daerah
tersebut menggunakan handuk kering setelah bersih diri. Tetap jaga
jangan sampai lembab dengan menggunakan celana dalam berbahan
katun,juga hindari penggunaan celana yang terlalu ketat.
b. Hindari douche. Douche dapat menghilangkan beberapa bakteri normal
di vagina yang melindungi dari infeksi flora asing. Hal ini dapat
meningkatkan risiko BV.
c. Pemeriksaan rutin daerah panggul. Lakukan pemeriksaan rutin daerah
panggul dengan dokter untuk skrining adanya IMS atau tidak.

Melakukan seks aman juga sangat penting untuk mencegah terjadinya


BV,terdapat 3 cara :
a. Abstain. Jangan melakukan hubungan seks. Cara terbaik untuk
mencegah IMS adalah tidak melakukan hubungan seksual baik genital-
genital, genital-anal, maupun genital-oral.
b. Be faithful. Setia. Berhubungan seks hanya dengan satu pasangan dapat
menurunkan risiko. Be faithful to each other.
c. Use condoms. Gunakan kondom. Apabila kedua cara tersebut diatas
tidak dapat dipenuhi,maka cara terakhir untuk melindungi diri adalah
dengan menggunakan kondom setiap melakukan hubungan seksual.
(CDC, 2000)
DAFTAR PUSTAKA
Fection,yestion.2010.http://www.totalkesehatananda.com/yeastinfection1.html.di akses
tgl 19 jam 17.50.

Istikomah,Nurul.2010.Asuhan keperawatan dengan klien


vaginitis.http://snizty.blogspot.com/2010/04/Asuhan-Keperawatan-dengan-klien-
html.di akses tanggal 20 jam 00.00 wib.

Anda mungkin juga menyukai