Disusun Oleh:
Puji dan syukur kehadirat Allah SWT, berkat rahmat dan karunia-Nya penulis dapat
menyelesaikan Laporan Pengelolaan Daerah Pesisir yang berjudul “Laporan Kunjungan
Pengelolaan Daerah Pesisir Kunjungan ke Pantai Sundak, Kecamatan Tepus, Kabupaten
Gunungkidul”.
Laporan ini penulis susun, untuk memenuhi salah satu syarat kelulusan dalam mata
kuliah Pengelolaan Daerah Pesisir (TKL507) dengan bobot 2 SKS. Setelah melalui kunjungan
beberapa tempat dan penyusunan laporan, banyak sekali ilmu dan pelajaran yang dapat diambil.
Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Allah SWT dan Nabi Muhammad SAW, sebagai sumber kekuatan utama dalam hidup.
2. Bapak Dr. Badrus Zaman, ST, MT. selaku Ketua Departemen Teknik Lingkungan
Universitas Diponegoro.
3. Bapak Dr. Badrus Zaman, ST, MT, dan Bapak Dr. Budi Prasetyo Samadikun, S.T., M.Si.
selaku dosen pengampu mata kuliah pengelolaan daerah pesisir
4. Teman-reman Teknik Lingkungan khususnya angkatan 2016.
Laporan ini belumlah sempurna, sehingga penulis sangat mengharapkan saran dan kritik
yang membangun demi perbaikan laporan dan penambahan wawasan untuk penulisan laporan di
masa yang akan datang.
Penulis
2
DAFTAR ISI
3
DAFTAR GAMBAR
4
BAB I
PENDAHULUAN
1. Kondisi lingkungan biotik dan abiotik pantai di daerah Gunung Kidul, Jogjakarta.
2. Pantai Sundak merupakan salah satu pantai yang banyak dikunjungi wisatawan.
3. Memiliki potensi pengembangan wisata.
1.3 Rumusan Masalah
6
BAB II
HASIL PENGAMATAN
Pantai Sundak memiliki butiran sedimen pantai yang sangat kasar. Butiran sedimen pantai
merupakan hasil bentukan dari sedimentasi materi yang diendapkan sungai bawah tanah yang
bermuara ke pantai dan hasil pengikisan laut. Butir sedimen Pantai Sundak berwarna cerah merata
8
hampir di semua bagian pantainya yang merupakan hasil dari pengikisan dasar laut yang
diendapkan pada pantai. Kondisi air di perairan Pantai Sundak memiliki suhu yang lebih rendah
dibandingkan dengan suhu air di perairan terbuka. Hal tersebut disebabkan karena Pantai Sundak
terlindung oleh pulau-pulau karang disekitarnya.
Di sekitar Pantai Sundak juga terdapat batu-batu karang kecil dan batu karang berbentuk
payun, serta terdapat bukit yang menjadi pemisah antara Pantai Sundak dengan pantai-pantai
lainnya yang ada di Gunung Kidul. Batuan karang yang berada di sekitar Pantai Sundak biasanya
menjadi tempat persembunyian hewan-hewan laut kecil, seperti ikan-ikan kecil, siput laut, bulu
babi, kepiting kecil, dll. Menurut sejarahnya sekitar tahun 1930, batu karang yang terdapat di goa
tersebut awalnya masih terendam air laut. Bahkan air laut tersebut meluas sampai ke wilayah
masjid dekat pantai ini. Semakin berjalannya waktu, terjadi perubahan struktur pantai selatan yang
menyebabkan permukaan laut dan airnya menyusut.
Hutan pantai digunakan sebagai tempat saltlick oleh berbagai spesies binatang, khususnya
mamalia besar. Saltlick merupakan aktivitas binatang untuk memperoleh garam mineral untuk
memelihara kesimbangan fisiologis cairan tubuhnya. Beberapa fauna yang sering tercatat berada
di hutan pantai adalah rusa, babi hutan, kalong, biawak, dan lutung.
Hutan pantai secara khusus menjadi habitat dan lokasi peneluran penyu. Di Jawa dan Bali,
misalnya, tercatat ada tiga spesies penyu yang secara teratur berkunjung ke hutan pantai untuk
bertelur. Spesies penyu tersebut diantaranya penyu hijau Chelonia mydas, penyu sisik
Eretmochelys imbricata, dan penyu belimbing Dermochelys coriacea. Satwa lainnya yang mudah
9
dijumpai adalah berbagai spesies burung seperti Elang laut perut putih dan Elang bondol. Tutupan
hutan yang relatif terbuka juga memudahkan kita mengamati burung air yang berkunjung seperti
bangau, cangak, kuntul, bebek. Beberapa spesies burung laut seperti cikalang dan dara laut juga
dapat ditemukan dalam kelompok yang besar (Whitten et al. 1999).
Vegetasi Pantai disebut juga vegetasi litoral yang berkembang di wilayah pasang-surut
pesisir berperairan dangkal dengan substrat air atau karang. Vegetasi di perairan dangkal dekat
pantai didominasi oleh lamun dan ganggang laut. Berbeda dengan kondisi pantai kering, terdapat
terna (herba) yang didominiasi oleh Ipomoea pes-caprae yang bercampur dengan tumbuhan
merayap lainna seperti Canavallia maritima dan Vigna marina. Terdapat pula rumput Ischaemum
muticum dan Spinifex littoreus serta teki-tekian Cyperus pedunculatus (Kartawinata 2013).
Formasi hutan pantai dibedakan berdasarkan spesies vegetasi yang dominan. Misalnya
formasi Pes-caprae yang merujuk pada tumbuhan merambat spesies Ipomoea pes-caprae.
Tumbuhan ini merupakan tipe perambat yang memiliki akar dalam menembus tanah hingga dapat
mencapai air tanah. Tanaman lainnya yang mendominasi adalah keluarga kacang-kacangan
(leguminosae), misalnya Canavalia, Vigna, dan spesies keluarga rumput seperti rumput angin
Spinifex littoreus, Thuarea involuta, Ischaemum muticum, dan sejenis patikan Euphorbia atoto
(Noor et al. 1999, Kartawinata 2013).
Formasi lainnya yaitu Barringtonia yang dinamakan menurut nama pohon Barringtonia
asiatica. Formasi ini juga dihuni oleh pohon-pohon yang tinggi seperti nyamplung Calophyllum
inophyllum, pace Morinda citrifolia, kepuh Sterculia foetida, katapang Terminalia catappa, dan
waru Hibiscus tiliacus. Tumbuhan lain yang sering ditemukan adalah pandan Pandanus tectorius.
Menurut Kartawinata (2013) komposisi flosristik hutan pantai seragam di seluruh Indonesia, baik
di wilayah iklim basah maupun kering.
Secara umum vegetasi pantai dapat dibagi menjadi 3 (Noor et al, 1999) :
1. Mangrove Sejati: adalah merupakan kelompok tumbuhan yang secara morfologis, anatomis
dan fisiologis telah menyesuaikan diri untuk hidup di daerah sekitar pantai. Mangrove
tumbuh pada substrat berpasir, berbatu dan terutama berlumpur. Ciri khas dari kelompok
tumbuhan ini adalah adanya modifikasi akar yang sangat spesifik untuk mengatasi
kekurangan oksigen, sebagai penopang pada substrat yang labil, memiliki kelenjar khusus
10
untuk mengeluarkan kelebihan garam serta memiliki daun berkutikula tebal untuk
mengurangi penguapan. Jenis tumbuhan ini didominasi oleh genera Rhizophora, Avicenia,
Brugueira, Sonneratia.
2. Mangrove Ikutan (Associated Mangrove): adalah kelompok tumbuhan yang ditemukan
tumbuh bersama-sama dengan komunitas mangrove, tetapi tidak termasuk mangrove
karena tumbuhan ini bersifat lebih kosmopolit dan memiliki kisaran toleransi yang besar
terhadap perubahan faktor fisik lingkungan seperti suhu, salinitas dan substrat . Jenis
tumbuhan yang tergolong mangrove ikutan misalnya : waru laut, pandan, ketapang, jeruju
dan lain-lain.
3. Vegetasi pantai Non Mangrove: vegetasi pantai non mangrove umumnya banyak
ditemukan pada daerah pantai dengan substrat yang didominasi oleh pasir. Kelompok
tumbuhan ini dicirikan oleh adanya zonasi bentuk pertumbuhan (habitus) secara horizontal
dari daerah intertidal ke arah darat yang terdiri dari : tumbuhan menjalar, semak, perdu dan
pohon. Semakin ke darat, keragaman jenis dan habitus pohon akan semakin besar. Jenis
vegetasi pantai non mangrove umumnya terdiri dari : tapak kambing, rumput angin, santigi,
ketapang, cemara laut dan kelapa. Tumbuhan ini membentuk zonasi yang khas.
Berikut ini adalah beberapa vegetasi pantai yang terdapat di Pantai Sundak :
1. Bintang Laut
Meskipun bintang laut hidup di laut, namun ia tak bernapas dengan insang. Bintang laut
juga tak memiliki sirip untuk berenang. Jika ikan bergerak dengan cara mendorong tubuhnya, maka
bintang laut bergerak dengan cara menjulurkan kaki tabungnya. Bintang laut juga memiliki
kemampuan autotomi layaknya cicak, sehingga ketika salah satu lengannya putus, ia akan mampu
tubuh kembali. Pemutusan lengan berfungsi untuk melindungi diri dari predator laut. Proses
pertumbuhan lengan ini biasanya berlangsung sekitar satu tahun.
12
Filum : Echinodermata
Kelas : Asteroidea
Ordo : Forcipulata
Genus : Asterias
Species : Asterias amuneris
2. Bulu Babi
Bulu babi mempunyai ciri yaitumulutnya yang terdapat di permukaan oral dilengkapi
dengan 5 buah gigi sebagai alat untuk mengambil makanan.Hewan ini pada umumnya merupakan
herbivora, yang memakan alga dan lamun.Namun, pada kondisi perairan yang berbeda hewan ini
dapat bersifat omnivora (Aziz 1987). Biota ini hidup tersebar pada kedalaman antara 0 – 30 meter.
Di ekosistem terumbu karang, bulu babi dapat menempati zona rataan pasir, zona pertumbuhan
algae, zona lamun dan daerah tubir (Birkeland 1989).
3. Siput Laut
Menurut Hadmadi (1984), struktur anatomi siput laut dapat dilihat pada susunan tubuh
gastropoda yang terdiri atas: kepala, badan, dan alat gerak. Pada kepala terdapat sepasang alat
peraba yang dapat dipanjang pendekkan. Pada alat peraba ini terdapat titik mata untuk
membedakan terang dan gelap. Pada mulut terdapat lidah parut dan gigi rahang. Di dalam badannya
terdapat alat-alat penting untuk hidupnya diantaranya ialah alat pencernaan, alat pernafasan serta
alat genitalis untuk pembiakannnya. Saluran pencernaan terdiri atas: mulut, pharynx yang berotot,
14
kerongkongan, lambung, usus, dan anus. Alat geraknya dapat mengeluarkan lendir, untuk
memudahkan pergerakannya Hadmadi (1984).
4. Ubur – Ubur
15
tentakelnya. Nematosista sendiri adalah ciri khas filum Cnidaria, berupa sel berbentuk jarum yang
berfungsi menusuk dan mengirim racun ke mangsanya.
Ubur-ubur dewasa memiliki dua bentuk tubuh dasar: Medusa yang dapat berenang bebas
(motil) dan Polip yang menempel pada substrat (sesil). Kedua bentuk tersebut memiliki simetri
radial. Hewan ini tidak punya kepala dan mulut serta anusnya terletak di lubang yang sama, sisi
yang dekat mulut disebut oral dan sebaliknya disebut aboral. Ubur-ubur memiliki tentakel yang
dipenuhi nematosista disisinya. Medusa memiliki mesoglea yang tebal dan elastis, sehingga
medusa dapat meluncur di air dan bentuknya kembali seperti semula.
5. Kepiting
16
Kepiting sejati mempunyai lima pasang kaki; sepasang kaki yang pertama dimodifikasi
menjadi sepasang capit dan tidak digunakan untuk bergerak. Di hampir semua jenis kepiting,
kecuali beberapa saja (misalnya, Raninoida), perutnya terlipat di bawah cephalothorax. Bagian
mulut kepiting ditutupi oleh maxilliped yang rata, dan bagian depan dari carapace tidak membentuk
sebuah rostrum yang panjang. Insang kepiting terbentuk dari pelat-pelat yang pipih
("phyllobranchiate"), mirip dengan insang udang, namun dengan struktur yang berbeda.
Kingdom : Animalia
Filum : Arthropoda
Subfilum : Crustacea
Kelas : Malacostraca
Ordo : Decapoda
Subordo : Pleocyemata
Infraordo : Brachyura
6. Kerang
17
tidak memiliki kepala (juga otak) dan hanya simping yang memiliki mata. Organ yang dimiliki
adalah ginjal, jantung, mulut, dan anus. Kerang dapat bergerak dengan "kaki" berupa semacam
organ pipih yang dikeluarkan dari cangkang sewaktu-waktu atau dengan membuka-tutup cangkang
secara mengejut. Sistem sirkulasinya terbuka, berarti tidak memiliki pembuluh darah. Pasokan
oksigen berasal dari darah yang sangat cair yang kaya nutrisi dan oksigen yang menyelubungi
organ-organnya.
7. Kelomang
Kingdom : Animalia
Filum : Arthropoda
Subfilum : Crustacea
Kelas : Malacostraca
18
Ordo : Decapoda
Infraordo : Anomura
Superfamili : Paguroidea
8. Rumput Laut
19
9. Terumbu Karang
20
2.4 Kondisi Masyarakat Pesisir Pantai Sundak
Masyarakat pesisir pada hakikatnya perlu pemberdayaan. Masyarakat pesisir terbagi
menjadi kelompok kehidupan masyarakat, diantaranya:
a. Masyarakat nelayan tangkap, adalah kelompok masyarakat pesisir yang mata pencaharian
utamanya adalah menangkap ikan dilaut. Kelompok ini dibagi lagi dalam dua kelompok besar,
yaitu nelayan tangkap modern dan nelayan tangkap tradisional. Kedua kelompok ini dapat
dibedakan dari jenis kapal/peralatan yang digunakan dan jangkauan wilayah tangkapannya.
b. Masyarakat nelayan pengumpul/bakul, adalah kelompok masyarakat pesisir yang bekerja
disekitar tempat pendaratan dan pelelangan ikan. Mereka akan mengumpulkan ikan-ikan hasil
tangkapan baik melalui pelelangan maupun dari sisa ikan yang tidak terlelang yang selanjutnya
dijual ke masyarakat sekitarnya atau dibawah ke pasar-pasar lokal. Umumnya yang menjadi
pengumpul ini adalah kelompok masyarakat pesisir yang perempuan.
c. Masyarakat nelayan buruh, adalah kelompok masyarakat nelayan yang paling banyak dijumpai
dalam kehidupan masyarakat pesisir. Ciri dari mereka dapat terlihat dari kemiskinan yang
selalu membelenggu kehidupan mereka, mereka tidak memiliki modal atau peralatan yang
memadai untuk usaha produktif. Umumnya mereka bekerja sebagai buruh/anak buah kapal
(ABK) pada kapal-kapal juragan dengan penghasilan yang minim.
Berdasarkan hasil pengamatan, masyarakat sekitar Pantai Sundak bekerja sebagai penjual
makanan dan sebagai nelayan yang hasil tangkapannya diolah menjadi makanan ringan yang
bertujuan untuk dijual di sekitar pantai terhadap wisatawan yang dating. Karena, Pantai sundak
merupakan Pantai yang ditujukan sebagai Pantai destinasi wisata. Ada juga masyarakat yang
mencari cacing yang akan digunakan sebagai umpan untuk memancing.
21
Gambar 2. 13 Gambar Masyarakat Mencari Cacing Laut
22
Gambar 2. 15 Foto Bersama Warga Sekitar Pantai Sundak
2.5 Kondisi Pantai
2.5.1 Pengertian Kawasan Pesisir
Menurut Suprihayono (2007) wilayah pesisir adalah wilayah pertemuan antara daratan dan
laut ke arah darat wilayah pesisir meliputi bagian daratan, baik kering maupun terendam air, yang
masih dipengaruhi oleh sifat-sifat laut seperti pasang surut, angin laut, dan perembesan air asin.
Sedangkan ke arah laut wilayah pesisir mencakup bagian laut yang masih dipengaruhi oleh proses
alami yang terjadi di darat seperti sedimentasi dan aliran air tawar, maupun yang disebabkan karena
kegiatan manusia di darat seperti penggundulan hutan dan pencemaran.
Scura et al. (1992) dalam Cicin-Sain and Knecht (1998), mengemukakan bahwa wilayah
pesisir adalah daerah pertemuan antara darat dan laut, yang didalamnya terdapat hubungan yang
erat antara aktivitas manusia dengan lingkungan daratan dan lingkungan laut. Wilayah pesisir
mempunyai karakteristik sebagai berikut:
1. Memiliki habitat dan ekosistem (seperti estuari, terumbu karang, padang lamun) yang dapat
menyediakan suatu (seperti ikan, minyak bumi, mineral) dan jasa (seperti bentuk perlindungan
alam dan badai, arus pasang surut, rekreasi) untuk masyarakat pesisir.
2. Dicirikan dengan persaingan dalam pemanfaatan sumberdaya dan ruang oleh berbagai
stakeholders, sehingga sering terjadi konflik yang berdampak pada menurunnya fungsi
sumberdaya.
23
3. Menyediakan sumberdaya ekonomi nasional dari wilayah pesisir dimana dapat menghasilkan
GNP (gross national product) dari kegiatan seperti pengembangan perkapalan, perminyakan
dan gas, pariwisata dan pesisir dan lain-lain.
4. Biasanya memiliki kepadatan penduduk yang tinggi dan merupakan wilayah urbanisasi.
26
3. Penginapan dan Aula
Penginapan dan aula yang terdapat di Pantai Sundak terletak dekat dengan bibir pantai,
sehingga mempermudah wisatawan yang ingin bermalam di sekitar Pantai Sundak,
ditunjukkan pada gambar di bawah ini
27
5. Tempat/Warung Makan
Tempat/Warung Makan di Pantai Sundak banyak tersedia dekat dengan bibir pantai yang
ditunjukkan pada gambar berikut ini.
30
2. Aksesibilitas
Aksesibilitas yang dimaksud adalah akses jalan untuk menuju objek pariwisata tersebut. Oleh
karena itu pemerintah perlu memperbaiki dan menyediakan akses jalan yang mudah untuk
menuju objek pariwisata. Perbaikan aksesibilitas tersebut adalah salah satu upaya untuk
memperbaiki fasilitas yang diperlukan oleh wisatawan yang berkunjung ke Pantai Sundak.
Jalan menuju Pantai Sundak sudah bagus, lebar jalan cukup untuk dua bus besar walaupun
sempit. Dilihat dari letaknya, Pantai Sundak berada sekitar 23 km kearah selatan dari kota
Wonosari dengan lama perjalanan kurang lebih satu jam dengan menggunakan transportasi
umum. Karena letaknya yang jauh dari keramaian kota maka transportasi umum yang menuju
kesana masih jarang. Karena sulitnya transportasi yang menuju obyek maka kebanyakan
wisatawan yang berkunjung ke Pantai Sundak membawa transportasi sendiri ataupun memilih
menggunakan jasa biro perjalanan wisata.
3. Kawasan Pariwisata dan Sarana Umum
Pantai Sundak merupakan pantai yang indah, selain berpasir putih disekitar pantai banyak
ditumbuhi pandan laut yang menambah suasana sejuk pantai. Wisatawan yang berkunjung bisa
berfoto-foto sambil bermain air dipinggiran pantai. Selain menikmati indahnya pantai
wisatawan juga bisa berkunjung berfoto-foto sambil bermain air dipinggiran pantai. Selain
menikmati indahnya pantai wisatawan juga bisa berolah raga exstrim seperti traking dengan
menyusuri pantai dari Ngandong sampai Sundak. Wisatawan juga bisa berkemah di Pantai
Sundak yang mana telah disediakan fasilitas panggung terbuka untuk pertemuan. Wisatawan
juga bisa mengunjungi Goa Sundak yang merupakan goa sejarah asal mula nama Pantai
Sundak, yang mana didalamnya terdapat sumber air tawar yang biasa digunakan untuk
mencukupi kebutuhan air minum penduduk setempat.
Kawasan pariwisata dikembangkan dengan meningkatkan peran serta pemerintah, masyarakat
dan swasta dalam pembangunan. Hal ini berkaitan dengan pengembangan sarana dan
perasarana seperti akomodasi, restoran, usaha rekreasi dan hiburan umum, gedung pertemuan,
perkemahan, pondok wisata, pusat informasi wisata dan pramuwisata. Sarana umum yang ada
di Pantai Sundak sudah lumayan baik. Hal ini dapat dilihat telah dibangunnya sarana tempat
beribadah masjid serta area parkir yang luas di sekitar pantai. Selain itu di Pantai Sundak juga
terdapat mushola, kamar mandi dan toilet. Pantai Sundak juga mempunyai fasilitas panggung
terbuka yang biasa di gunakan acara-acara tertentu seperti orientasi mahasisiwa, pramuka
31
pelajar serta kegiatan-kegiatan yang lainnya. Sehingga dapat dimanfaatkan untuk
penyelenggaraan acara yang dapat menarik minat wisatawan. Pantai Sundak terdapat warung
makan yang mana untuk menunya seperti mie goreng, nasi goreng, serta makanan hasil olahan
laut yang digoreng. Untuk itu perlu penambahan menu kuliner yang lebih bervariasi yang
berasal dari olahan hasil laut.
4. Wisata bahari
Jenis pariwisata pantai menawarkan wisata bahari dengan berbagai macam keindahannya.
Berbeda dengan Pantai Sadranan, Pantai Sundak masih belum memiliki wisata bahari yang
banyak. Oleh karena itu promosi bahari juga sangat potensial untuk dikembangkan. Wisata
bahari yang dapat dikembangkan adalah surfing, diving, wahana permainan laut lainnya.
5. Produk wisata
Produk wisata yang dimaksud adalah keindahan yang ditawarkan oleh pantai-pantai tersebut
dengan berbagai potensinya. Produk wisata juga bisa berarti produk-produk unggulan dan khas
dari daerah yang dapat ditawarkan di daerah daya tarik wisata. Untuk Gunung Kidul karena
banyak terdapat laut, maka hasil laut menjadi produk unggulan. Pemerintah bersama
masyarakat perlu bekerja sama untuk membuat produk unggulan dari Pantai Sundak sehingga
pantai ini memiliki ciri khas sendiri.
6. Sumber Daya Manusia
Salah satu modal dasar dalam pengembangan pariwisata pantai adalah sumber daya manusia.
Sumber daya manusia yang dimaksud dapat berupa pramuwisata yang bertugas untuk
memberikan jasa pelayanan pariwisata dan juga masyarakat sekitar daerah pariwisata.
Wisatawan akan lebih tertarik dan merasa nyaman bersama masyarakat yang ramah terhadap
wisatawan.
32
• Weakness
a. Belum ada jaringan listrik yang menuju ke obyek.
b. Sarana untuk transportasi yang masih terbatas jumlahnya
c. Kurangnya kebersihan terhadap fasilitas yang ada
• Opportunities
a. Dapat dijadikan wisata olah raga seperti traking dari sundak ke ngandong.
b. Dengan keadaan alam yang masih alami dapat menarik wisatawan baik domestic
maupun mancanegara
• Threaths
a. Kurangnya promosi keluar
b. Lokasi obyek yang sulit dijangkau membuat wisatawan yang berkunjung masih sedikit.
c. Persaingan dengan pantai- pantai yang ada di kawasan Yogyakarta
33
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
1. Pantai Sundak merupakan pantai yang terletak di Desa Sidoharjo, Kecamatan Tepus,
Kabupaten Gunung Kidul, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Pantai Sundak berbatasan
langsung dengan Samudra Hindia di Selatan, Pantai Indrayanti di Timur, serta Pantai
Ngandong di Barat. Pantai Sundak dapat ditempuh dengan kendaraan bermotor lebih kurang
dua jam dari Pusat Kota Yogyakarta. Diberinya nama Pantai Sundak yakni berasal dari
akronim asu (anjing) dan landak yang diceritakan berkelahi di pantai tersebut. Sebelum
dinamai sundak, pantai ini dinamai Pantai Wedimbedah.
2. Pantai Sundak termasuk dalam kategori vegetasi pantai Non Mangrove yang umumnya banyak
ditemukan pada daerah pantai dengan bersubstrat yang didominasi oleh pasir. Jenis vegetasi
pantai non mangrove umumnya terdiri dari pohon bakau, pohon ketapang dan pandan laut.
Salah satu tanaman yang mendominasi yaitu tanaman pohon ketapang.
3. Dari hasil pengamatan selama berada di Pantai Sundak, ditemukan beberapa biota laut
diantaranya Bintang Laut (Asterias amuneris), Bulu Babi (Diadema setosum), Siput Laut
(Aplysia sp), Ubur-ubur (Aurelia aurita), Kepiting, Kerang, Kelomang, Rumput Laut,
Terumbu Karang
4. Berdasarkan hasil pengamatan, masyarakat sekitar Pantai Sundak bekerja sebagai penjual
makanan dan sebagai nelayan yang hasil tangkapannya diolah menjadi makanan ringan yang
bertujuan untuk dijual di sekitar pantai terhadap wisatawan yang dating. Karena, Pantai sundak
merupakan pantai yang ditujukan sebagai pantai destinasi wisata. Ada juga masyarakat yang
mencari cacing yang akan digunakan sebagai umpan untuk memancing.
5. Pantai Sundak merupakan kawasan pantai berpasir yang memiliki pasir putih cerah merata
hampir di semua bagian pantainya yang merupakan hasil dari pengikisan dasar laut
yang diendapkan pada pantai. Pantai Sundak memiliki topografi berombak (undulating)
dengan kemiringan lereng pantai atau gisik terjal. Pantai Sundak memiliki jenis tanah
Mediteran yang berasal dari jenis batuan dasar yang sama yakni gamping, dengan tingkat
pelapukan fisik sedang hingga kuat
6. Melihat dari hasil observasi serta kunjungan langsung ke Pantai Sundak, daerah pesisir ini
memiliki berbagai potensi yang masih dapat dikembangkan. Upaya dalam rangka
34
memaksimalkan potensi pengembangan Pantai Sundak dapat dilakukan dengan cara branding
Pantai Sundak melalui marketisasi pada internet seperti laman Dinas Pariwisata Kabupaten
Gunung Kidul, melalui sosial media, pun duta wisata yang ditunjuk atau dipilih untuk
menyebarluaskan daya tarik wisata Pantai Sundak kepada masyarakat di daerah lain. Upaya
selanjutnya yakni Aksesibilitas, perlunya penyediaan aksesibilitas yang baik melalui
perbaikan dan menyediakan akses jalan yang mudah untuk menuju objek pariwisata agar
meningkatkan minat berwisata di Pantai Sundak. Kawasan pariwisata serta sarana prasarana
Pantai Sundak perlu dikembangkan dengan meningkatkan peran serta pemerintah, masyarakat
dan swasta dalam pembangunannya. Sarana umum yang ada di Pantai Sundak sudah cukup
baik. Hal ini dapat dilihat telah dibangunnya sarana tempat beribadah, area parkir, kamar
mandi dan toilet. Pantai Sundak belum memiliki produk wisata tersendiri sehingga pemerintah
bersama masyarakat perlu bekerja sama untuk membuat produk unggulan yang menjadi ciri
khas dari pantai tersebut, serta sumber daya manusia khususnya masyarakat di sekitar Pantai
Sundak yang unggul dalam mengelola potensi pengembangan wisata di Pantai Sundak.
3.2 Saran
Untuk survey yang akan datang, diharapkan dapat memperhatikan waktu pasang dan surut
di Pantai Sundak sehingga dapat dibedakan kondisi pesisirnya secara lebih luas dan mendalam.
Diharapkan dapat dikaji lebih lanjut mengenai kondisi biota yang ada di pesisir pada saat pasang
dan surut.
DAFTAR PUSTAKA
35
Aziz, A. 1987. Makanan dan cara makan berbagai jenis Bulu Babi. Oseana 12 (4): 91-100.
Birkeland, C. 1989. The Influence of Echinoderm on Coral Reef Communities. In: M. Jangoux &
J.M. Lawrence (eds.) Echinoderms Studies. Vol. 3. Balkema, Rotterdam, Netherland.
Bird, W. C. F. 1984. An Introduction to Coastal Geomorhology. Third Edition.
Cicin-Sain, B. and Knecht, R.W. 1998. Integrated Coastal and Ocean Management:
Concept and Practices. Washingto DC: Island Press
Clark, A.M. and F. W. E. Rowe. 1971. Monograph of Shallow Water Indo-west Pacific
Echinoderms. London, Trustees of British Museum : 171-210.
Damayanti, A. dan R. Ayuningtyas. 2008. Karakteristik Fisik dan Pemanfaatan Pantai Karst
Kabupaten Gunungkidul. Universitas Indonesia.
Djunarsjah, E., dan Poerbandono, 2005, Survei Hidrografi. PT. Refika Aditama, Bandung.
Dronkers, J.J. 1964. Tidal Computation in Rivers and Coastal Waters. NorthHolland
Publishing Company: Amsterdam.
Fraser, N., Crawford, B. R., dan Kusen, J. 2000. Best Practices Guide for Crownof-Thorns Clean-
ups. Narragansett, Rhode Island USA.
Hafid, A. 2008. “Potensi Obyek Wisata Pantai di Kabupaten Gunung Kidul Yogyakarya”.
Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret: Surakarta.
Matanoski, Joseph Carroll. 2004. The Behavior of The Scyhomedusae Chrysaora quinquecirrha
and Aurelia aurita and Its Ecological Importance. Dissertation of Doctor of Pilosophy
Programe of University of MarylandPariwono, J.I.. 1989. Kondisi Pasang Surut di
Indonesia. Kursus Pasang Surut. P3O-LIPI: Jakarta.
Park, Jihye dan Sharron J. Lennon. 2006. Psychological Environmental Antencendent of
Impulse Buying Tendency in The Multichannel Shopping Context. Journal of
Consumer Marketing. Vol. 23.
Ruppert, E.E.; Fox, R.S. & Barnes, R.D. (2004). Invertebrate Zoology (7 ed.). Brooks / Cole
Sandy, I. M. 1996. Pantai dan Wilayah Pesisir. Dalam seminar sehari penerapan teknologi
penginderaan Jauh dan Sistem nformasi Geogradis dalam perencanan dan pengelolaan
sumber daya kelautan dan pesisir, Jurusan Geografi FMIPA Universitas Indonesia, Jakarta.
Supriharyono. 2007. Konservasi Ekosistem Sumber Daya Hayati di Wilayah Pesisir dan Laut
Tropis. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
36
Sugiarto, H, dan Supardi. 1995. Beberapa Catatan Tentang Bulu Babi Marga Diadema. Vol XX,
No. 4 : 35-41. Oseane. Jakarta
Tahera, Qaseem and Kazmi, Quddusi B.. 2006. New record of Two Jellyfish Medusae
(Cnidaria:Scyphozoa: Catostylidae: Cubozoa: Chiropidae) from Pakistani Waters. JMBA2 -
Biodiversity Records Published onLine
Uchida, Tohru. 1954. Distribution of Scyphomedusae in Japanese and its Adjacent Waters.
Hokaido University: Jepang
37