Anda di halaman 1dari 34

SUSTAINBLE DEVELOPMENT

“GREEN, BLUE, AND BROWN AGENDA”


KOTA PEKAN BARU

DOSEN PEMBIMBING :
NADIA ALMIRA JORDAN, S.T., M.T

DISUSUN OLEH :
MAULANA WAHID (08161040)
NOOR ZAM ZAMMI (08161054)
RABBY ADRIAWAN (08161064)
VIRGINIA ALISKA (08161086)
WAHYU ALPEN BATU KADA (08161088)

PROGRAM STUDI PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA


JURUSAN TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN
INSTITUT TEKNOLOGI KALIMANTAN
BALIKPAPAN
2018
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan
rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan ini dengan baik
walaupun masih banyak kekurangan didalamnya. Laporan ini diberi judul “Laporan Green,
Blue, Brown Agenda Kota Pekan Baru” disusun untuk tugas mata kuliah Pembangunan
Berkelanjutan, penulis berharap semoga laporan ini bermanfaat bagi pembaca.
Penyusunan laporan ini tidak lepas dari bantuan yang diberikan oleh beberapa pihak,
maka dalam kesempatan ini penulis mengucapkan rasa terima kasih yang sebesar - besarnya
kepada Ibu Nadia Almira Jordan, S.T., M.T selaku dosen mata kuliah atas segala bimbingan,
pengarahan, dan kesabaran yang diberikan kepada penulis selama penyusunan laporan ini.

Balikpapan, 11 Maret 2018

Penulis

1
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ............................................................................................................. 1
DAFTAR ISI............................................................................................................................. 2
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................................... 2
DAFTAR TABEL ................................................................................................................... 3
BAB I PENDAHULUAN ......................................................................................................... 4
1. 1 Latar Belakang ................................................................................................................ 4
1. 2 Rumusan Masalah ........................................................................................................... 5
1. 3 Tujuan ............................................................................................................................. 5
1. 4 Ruang Lingkup................................................................................................................ 5
1. 5 Sistematika Pembahasan ................................................................................................. 7

BAB II GAMBARAN UMUM WILAYAH .......................................................................... 6


2. 1 Kondisi Fisik ................................................................................................................... 8
2.1. 1 Geografi dan Iklim ...................................................................................................... 8
2.1. 2 Penggunaan Lahan dan Ruang Terbuka Hijau ............................................................ 9
2. 2 Kondisi Non Fisik ......................................................................................................... 11
2.2. 1 Kondisi Sosial-Ekonomi ........................................................................................... 11
2.2. 2 Kondisi Kependudukan ............................................................................................. 11

BAB III IDENTIFIKASI AGENDA ................................................................................... 12


3. 1 Green Agenda ............................................................................................................... 14
3.1. 1 Kebakaran Hutan ....................................................................................................... 14
3.1. 2 Permasalahan Pembalakan Liar ................................................................................ 17
3.1. 3 Alih Fungsi lahan ...................................................................................................... 18
3. 2 Brown Agenda .............................................................................................................. 20
3.2. 1 Permasalahan Persampahan ...................................................................................... 20
3.2. 2 Pecemaran Sungai Siak ............................................................................................. 22
3. 3 Blue Agenda.................................................................................................................. 25
3.3. 1 Permasalahan Penyediaan Air di Pekanbaru ............................................................. 25
3.3. 2 Permasalahan Banjir di Kota Pekanbaru ................................................................... 27

BAB IV PENUTUPAN ......................................................................................................... 29


4. 1 Kesimpulan ................................................................................................................... 29

2
4. 2 Saran ............................................................................................................................. 30
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................. 31

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. 1 Peta Administrasi Kota Pekanbaru Sumber : RTRW Kota Pekanbaru 2012 ....... 6

Gambar 3. 1 Kebakaran Hutan di Kota Pekanbaru .................................................................. 15


Gambar 3. 2 Proses Pengangkutan Hasil Penebangan Liar Melalui Perairan ......................... 17
Gambar 3. 3 Proses Penangkapan Pembalakan Liar di Kota Pekanbaru, Riau. ...................... 18
Gambar 3. 4 Alih Fungsi Lahan Hutan menjadi Perkebunan Sawit ........................................ 19
Gambar 3. 5 Permaslahan Sampah di Kota Pekanbaru............................................................ 21
Gambar 3. 6 Kondisi Sungai Siak Akibat Limbah Industri Tahun 2016 ................................. 23
Gambar 3. 7 Kesulitan Masyarakat dalam Pemasokan Air Bersih, Tahun 2016 ..................... 26
Gambar 3. 8 Kondisi Banjir di Kota Pekan Baru Tahun 2017 ................................................ 27

DAFTAR TABEL

Tabel 2. 1 Luas Wilayah Kota Pekanbaru Menurut Kecamatan ................................................ 8


Tabel 2. 2 Penggunaan Lahan Kota Pekanbaru ......................................................................... 9
Tabel 2. 3 Pertumbuhan Penduduk Kota Pekanbaru ............................................................... 11
Tabel 2. 4 Sektor Pekerjaan Pekerja Usia Produktif di Kota Pekanbaru Tahun 2017 ............. 12
Tabel 2. 5 Kasus Penyakit di Kota Pekanbaru Tahun 2015 ..................................................... 13

3
BAB I
PENDAHULUAN
1. 1 Latar Belakang
Saat ini Indonesia sedang gencar-gencarnya pembangunan. Semua itu dilakukan agar
tercapainya pemerataan infrastruktur agar wilayah-wilayah yang ada di Indonesia dapat
berkembang. Dari sumber daya alam yang dimiliki, Indonesia patut bangga karena SDA yang
dimiliki sangat berlimpah untuk menjadi potensi dalam pengembangan wilayah wilayah
tersebut. Seperti halnya Kota Pekanbaru Provinsi Riau dimana kota inipun tidak luput dari
pemerataan infrastruktur.
Kota Pekanbaru merupakan ibu kota dari Provinsi Riau, Indonesia dimana kota ini
adalah salah satu sentra ekonomi terbesar dibagian timur Pulau Sumatera, dan juga termasuk
sebagai kota dengan tingkat pertumbuhan, migrasi dan urbanisasi yang tinggi. Kota
Pekanbaru berkembang pesat terutama pada industri minyak bumi, serta baiknya pelaksanaan
otonomi daerah. Selain hal tersebut, perkembangan perekonomian Pekanbaru sangat
dipengaruhi adanya pabrik pulp, kertas dan perkebunan sawit juga pabrik pengolahannya.
Dari hal ini Pekanbaru mengalami peningkatan rata-rata pertumbuhan pertahun sebesar
3,82% setiap tahunnya (BPS Pekanbaru, 2016). Hal ini didukung karena adanya infrastruktur
yang sangat memadai seperti Bandar Udara Sultan Syarif Kasim II, terminal bus antar kota
provinsi Bandar Raya Payung Sekaki, serta dua pelabuhan di Sungai Siak, yaitu Pelita Pantai
dan Sungai Duku.
Tanpa disadari kegiatan pembangunan yang ada di Kota Pekanbaru akan memberikan
dampak terhadap kualitas lingkungan dan perubahan fisik kota secara signifikanyang dimana
hal ini akan mempengaruhi beberapa agenda diantaranya Green Agenda, Blue Agenda, dan
Brown Agenda. Berdasarkan laporan Planning Sustainable Cities dari UN Habitat tahun
2009, agenda hijau adalah agenda-agenda pembangunan yang berkaitan langsung dengan
alam, bioregional dan ekosistem yang digunakan kota untuk menjadi pelayanan ruang
terbuka. Sedangkan pada agenda coklat hal ini merupakan esensial agar kota dapat bekerja,
misalnya untuk kesehatan dan lingkungan yang berperikehidupan, serta untuk menciptakan
peluang-peluang terhadap aspek sosial ekonomi yang telah kota siapkan, dengan berkaitan
terhadap sejarah kota tersebut. Namun dari fungsi agenda coklat ini cenderung merusak dan
menggunakan sumberdaya alam, dimana dapat dinyatakan bahwa agenda ini bersinggungan
terhadap agenda hijau. Agenda biru adalah agenda yang membahas mengenai pengolahan,
pengendalian serta permasalahan yang sangat berkaitan terhadap air, seperti ketersediaannya,

4
pemenuhan kebutuhan, pencemaran dan juga sanitasi. Berdasarkan latar belakang tersebut,
maka dilakukannya identifikasi terhadap agenda-agenda di Kota Pekanbaru. Identifikasi yang
dilakukan berkaitan dengan segala aktivitas apa saja yang sesuaia dengan agenda di Kota
Pekanbaru.

1. 2 Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam laporan ini, yaitu bagaimana mengidentifikasi terkait
Green Agenda, Brown Agenda dan Blue Agenda serta dampak yang ditimbulkan dan upaya
atas kegiatan-kegiatan tersebut di Kota Pekanbaru?

1. 3 Tujuan
Adapun tujuan dibuatnya laporan ini, yaitu untuk mengetahui serta mengidentifikasi
terkait Green Agenda, Brown Agenda dan Blue Agenda serta dampak yang ditimbulkan dan
upaya atas kegiatan-kegiatan tersebut di Kota Pekanbaru.

1. 4 Ruang Lingkup
1.3. 1 Ruang Lingkup Pembahasan
Adapun ruang lingkup pembahasan pada laporan ini yaitu mengidentifikasi Green
Agenda, Brown Agenda dan Blue Agenda yang terdapat pada Kota Pekanbaru.

1.3. 2 Ruang Lingkup Lokasi Studi


Adapun ruang lingkup lokasi studi ialah Kota Pekanbaru dimana kota ini berada di
Provinsi Riau yang memiliki luas 632,26 Km2. Secara otronomis, Kota Pekanbaru berada
diantara 101014’ - 101034’ Bujur Timur dan 0025’ - 0045’ Lintang Utara. Secara adminitsrasi,
Kota Pekanbaru berbatasan dengan daerah lain, yaitu
a. Sebelah Utara : Kabupaten Siak dan Kabupaten Kampar,
b. Sebelah Selatan : Kabupaten Kampar dan Kabupaten Pelalawan,
c. Sebelah Timur : Kabupaten Siak dan Kabupaten Pelalawan,dan
d. Sebelah Barat : Kabupaten Kampar.
Telah diketahui batas-batas Kota Pekanbaru dari berbagai arah, berikut merupakan peta
administrasi Kota Pekanbaru.

5
Gambar 1. 1 Peta Administrasi Kota Pekanbaru
Sumber : RTRW Kota Pekanbaru 2012

6
1. 5 Sistematika Pembahasan
Adapun sistematika penulisan dalam laporan ini adalah sebagai berikut :
BAB I PENDAHULUAN
Bab ini berisikan pendahuluan yang meliputi latar belakang, tujuan, ruang lingkup
dan sistematika penulisan.
BAB II GAMBARAN UMUM
Bab ini berisikan tentang gambaran umum kondisi fisik dan non fisik Kota
Pekanbaru.
BAB III PEMBAHASAN AGENDA
Bab ini berisikan pembahasan tentang agenda-agenda yang ada di Kota Pekanbaru
yang meliputi Green Agenda, Brown Agenda dan Blue Agenda.
BAB IV PENUTUP
Bab ini berisikan penutup yang meliputi kesimpulan dan saran.

7
BAB II
GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH
2. 1 Kondisi Fisik
2.1. 1 Geografi dan Iklim
Kota Pekanbaru memiliki ketinggian dari permukaan laut berkisar 5 – 50 meter dan
dibelah oleh aliran Sungai Siak, yang mengalir dari Barat hingga ke Timur, dan memiliki
beberapa anak sungai, diantaranya adalah Umban Sari, Sail, Air Hitam, Sibam, Setukul,
Kelulut, Pengambang, Ukai, Sago, Senapelan, Limau, dan Tampan. Permukaan wilayah
bagian utara terkesan landai dan bergelombang dengan ketinggian berkisar antara 5 – 11
meter. Peraturan Daerah Kota Pekanbaru No. 4 Tahun 2003 menjadikan Kota Pekanbaru
terbagi atas 12 Kecamatan dan 58 Kelurahan/Desa dengan luas wilayah 632,26 km2. Berikut
tabel 2.1 luas wilayah Kota Pekanbaru menurut kecamatan
Tabel 2. 1 Luas Wilayah Kota Pekanbaru Menurut Kecamatan
No Kecamatan Luas (Km2)
1 Pekanbaru Kota 2,26
2 Sail 3,26
3 Sukajadi 3,76
4 Lima Puluh 4,04
5 Senapelan 6,65
6 Bukit Raya 22,05
7 Marpoyan Damai 29,74
8 Payung Sekaki 43,24
9 Tampan 59,81
10 Rumbai 128,85
11 Rumbai Pesisir 157,33
12 Tenayan Raya 171,27
Jumlah 632,26
Sumber : RPJMD Kota Pekanbaru, 2012-2017

Berdasarkan tabel 2.1 diketahui bahwa kecamatan dengan luas terbesar adalah
Kecamatan Tenayan Raya dengan luas 171,27 km2. Kota Pekanbaru daerahnya relatif datar
dengan struktur tanah pada umumnya terdiri dari jenis alluvial dengan pasir. Pinggiran kota
umumnya terdiri dari jenis tanah organosol dan humus yang merupakan rawa-rawa bersifat
asam. Kota Pekanbaru pada umumnya beriklim tropis dengan suhu udara maksimum berkisar
8
antara 34,1º C - 35,6º C dan suhu minimum antara 20,2º C - 23,0º C. Curah hujan antara 38,6
- 43,50 mm/tahun dengan musim hujan jatuh pada bulan Januari s/d April dan September s/d
Desember. Musim kemarau jatuh pada bulan Mei s/d Agustus dan kelembaban maksimum
antara 96% - 100% sedangkan kelembapan minimum antara 46% - 62% (Noer Aini, et al,
2015). Beberapa aliran sungai di Kota Pekanbaru antara lain Sungai Siak, Sungai Senapelan,
Sungai Sail, dan Sungai Dago. Wilayah yang terletak di tepian Sungai Siak dan anak-anak
Sungai Siak merupakan kawasan yang berpotensi banjir dan genangan. Secara topografi,
daerah ini terletak pada daerah yang relatif rendah dengan ketinggian elevasi antara 1,5
sampai 2,5 meter dari permukaan laut dan setiap musim hujan sering mengalami banjir yang
disebabkan oleh meluapnya Sungai Siak, tingginya curah hujan di bagian hulu, dan pengaruh
pasang dari laut.

2.1. 2 Penggunaan Lahan dan Ruang Terbuka Hijau


Menurut rencana pengembangan jangka menengah daerah Kota Pekanbaru Tahun
2012-2017, luas lahan terbangun (built-up areas) sekitar 24% dari luas wilayah Kota
Pekanbaru dan dimanfaatkan sebagai kawasan perumahan (sekitar 73% area terbangun),
pusat pemerintahan, pendidikan, perdagangan, industri, militer, bandara, dan lain-lain. Area
belum terbangun (non built-up areas) sekitar 76% dari luas wilayah Kota Pekanbaru yang
dimanfaatkan sebagai kawasan lindung, perkebunan, semak belukar, dan hutan. Berkut tabel
2.2 berisis jenis penggunaan lahan beserta luasan dari penggunaan lahan tersebut.
Tabel 2. 2 Penggunaan Lahan Kota Pekanbaru

No Jenis Penggunaan Lahan Luas (Ha)


Lahan Terbangun (built-up areas)
1 Kawasan Perumahan 10.914,44
2 Kawasan Pemerintahan 100,23
3 Kawasan Pendidikan 282,30
4 Kawasan Perdagangan 666,07
5 Kawasan Industri 1.794,94
6 Militer 134,93
7 Bandara 276,00
8 Lain-lain 723,07
Jumlah Lahan Terbangun 14.891,98
Lahan Tidak Terbangun (non built-up areas)

9
No Jenis Penggunaan Lahan Luas (Ha)
1 Kawasan Lindung 2.605,75
2 Kawasan Perkebunan 18.372,33
3 Kawasan Semak Belukar 24.733,49
4 Hutan 2.622,45
Jumlah Lahan Tidak Terbangun 48.334,02
Jumlah Keseluruhan 63.226,00
Sumber : RPJMD Kota Pekanbaru 2012-2017

Pesatnya perkembangan Kota Pekanbaru berpotensi menggeser keberadaan RTH di


Kota Pekanbaru. Dalam evaluasi Rencana Umum Tata Ruang (RUTR) Kota Pekanbaru
Tahun 1991 arahan kawasan non terbangun khususnya yang berfungsi sebagai kawasan
lindung pada tahun 2015 diidentifikasikan dalam RUTR Kota Pekanbaru seluas 16.768 Ha.
Kenyataannya pada tahun 2006, kawasan lindung baru mencapai 2.487,65 Ha. Dalam
perjalanan pengembangan kawasan lindung Kota Pekanbaru hingga tahun 2015 telah terjadi
alih fungsi lahan peruntukan kawasan lindung menjadi kawasan terbangun seperti
permukiman, perdagangan, industri, perkebunan, dan semak belukar. Bergesernya
keberadaan RTH di Kota Pekanbaru mengakibatkan tingginya suhu di Kota Pekanbaru
mencapai 340C – 350C (Media Indonesia, 2010 dalam Noer Aini, 2015).
Dari segi kepemilikan, RTH dapat berupa RTH publik yang dimiliki oleh umum dan
terbuka bagi masyarakat luas atau RTH privat yang berupa taman-taman yang berada pada
lahan-lahan pribadi (Undip, 2010). Berdasarkan UU Nomor 26 tahun 2007, minimal jumlah
RTH di suatu wilayah adalah 30% dari luas wilayah tersebut, yang terdiri dari 20% RTH
publik dan 10% RTH privat. Berdasarkan total persentase kawasan terbangun (24,19%) dan
non terbangun (75,81%) di Kota Pekanbaru, RTH publik terdapat dalam kawasan non
terbangun pada kawasan lindung, kawasan danau wisata dan kuburan dengan total persentase
seluas 4,35%.
Evaluasi RTH di Kota Pekanbaru dilakukan pada jenis RTH publik karena RTH
publik memiliki kekuatan hukum sehingga sulit nantinya untuk beralih fungsi menjadi
kawasan yang peruntukannya bukan untuk RTH. Jika dilihat dari persentase luas RTH publik
di Kota Pekanbaru, ketersediaan RTH publik di Kota Pekanbaru masih kurang dari jumlah
yang telah ditetapkan dalam UU Nomor 26 tahun 2007 (minimal 20% dari luas wilayah),
yaitu sebesar 15, 65%. Menurut rencana penggunaan lahan Kota Pekanbaru tahun 2007-2016
dalam RTRW Kota Pekanbaru RTH publik khususnya kawasan lindung direncanakan seluas

10
49,07%. Kawasan lindung digunakan untuk pengadaan hutan lindung, resapan air, sempadan
sungai, buffer zone, hutan kota, RTH kota, dan kawasan cagar budaya. Secara keseluruhan,
Kota Pekanbaru memiliki 4,35% RTH publik dalam bentuk kawasan lindung (jalur hijau,
taman kota, hutan kota), kuburan dan danau wisata sehingga Kota Pekanbaru belum memiliki
luas RTH publik sesuai UU Nomor 26 tahun 2007 minimal 20% dari luas wilayah dan
RTRW Kota Pekanbaru minimal 49% dari luas wilayah.

2. 2 Kondisi Non Fisik


2.2. 1 Kondisi Sosial-Ekonomi
Posisi Sungai Siak sebagai jalur perdagangan Kota Pekanbaru memegang peranan
penting dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi kota tersebut, terutama di sektor
perdagangan dan jasa yang terlihat dengan menjamurnya pembangunan ruko pada jalan-jalan
utama kota. Industri-industri besar bahkan berdiri di Provinsi Riau dengan Kota Pekanbaru
sebagai ibukotanya, seperti Perusahaan Minyak Chevron, Pabrik Kertas RAPP, beberapa
perusahaan lainnya (Naibaho,2017). Perkembangan perekonomian Kota Pekanbaru juga
didukung oleh pembangunan Pasar Induk di atas lahan seluas 3.2 Ha di Jalan Soekarno-Hatta,
Kelurahan Sidomulyo Barat, Kecamatan Tampan. Pasar Induk yang dibangun oleh pihak
ketiga sekaligus bersama pendanaannya ini dalam 30 tahun akan menjadi asset Pemerintah
Kota Pekanbaru yang akan menampung pedagang grosiran yang tersebar liar di banyak titik
di kota dan mengganggu berbagai fasilitas umum (Media Riau Realita, 2016).

2.2. 2 Kondisi Kependudukan


Kondisi kependudukan di Kota Pekanbaru sama halnya seperti di kota-kota lain di
Indonesia. Perkembangan perekonomian Kota Pekanbaru juga didukung oleh penyediaan
tenaga kerja yang memadai. Dengan tingkat pertumbuhan penduduk yang ikut meningkat
setiap tahun, maka penyediaan tenaga kerja pun ikut sebanding dengan pertambahan
penduduk. Adapun pertumbuhan jumlah penduduk Kota Pekanbaru dalam beberapa tahun
terakhir yang dapat dilihat pada tabel 2.3 berikut ini.
Tabel 2. 3 Pertumbuhan Penduduk Kota Pekanbaru
No. Tahun Laki-laki Perempuan Jumlah Total
1. 2000 296.970 289.253 586.223
2. 2001 302.720 295.251 597.971
3. 2002 315.859 309.454 625.313

11
No. Tahun Laki-laki Perempuan Jumlah Total
4. 2003 333.116 320.319 653.435
5. 2004 350.623 339.211 689.834
6. 2005 363.687 356.510 720.197
7. 2006 380.993 373.474 754.467
8. 2007 389.972 389.927 779.899
9. 2008 400.505 398.708 799.213
10. 2009 403.900 398.888 802.788
11. 2010 464.311 438.727 903.038
12. 2011 477.699 451.548 929.247
13. 2012 492.557 465.795 958.352
14. 2013 505.769 478.905 984.674
15. 2014 519.515 491.952 1.011.467
16. 2015 533.217 504.901 1.038.118
17. 2016 546.400 518.166 1.064.566
Sumber : BPS Kota Pekanbaru, 2017
Berdasarkan tabel 2.3 diatas, dapat diketahui jumlah penduduk Kota Pekanbaru
bertambah setiap tahunnya, sehingga dapat diperkirakan tenaga kerja yang tersedia juga
meningkat. Namun meningkatnya jumlah tenaga kerja ini jika tidak diimbangi dengan
ketersediaan lapangan pekerjaan akan mengakibatkan pengangguran. Adapun jenis pekerjaan
yang terdapat di Kota Pekanbaru dapat dilihat pada tabel 2.4 berikut ini.
Tabel 2. 4 Sektor Pekerjaan Pekerja Usia Produktif di Kota Pekanbaru Tahun 2017
No. Sektor Pekerjaan Jumlah Penduduk
1. Pertanian, Kehutanan, Perburuan, dan Perikanan 12.658
2. Pertambangan dan Penggalian 6.984
3. Industri Pengolahan 30.157
4. Listrik, Gas, dan Air 971
5. Bangunan 32.487
6. Perdagangan, Eceran, Rumah Makan, dan Hotel 197.631
7. Angkutan, Pergudangan, dan Komunikasi 21.675
Keuangan, Asuransi, Usaha Persewaan Bangunan, Tanah,
8. 28.628
dan Jasa Perusahaan
9. Jasa Kemasyarakatan, Sosial, dan Perorangan 109.682

12
No. Sektor Pekerjaan Jumlah Penduduk
Jumlah Penduduk Usia Produktif 440.873
Sumber : BPS Kota Pekanbaru, diolah dari data Sakernas, 2017
Berdasarkan tabel 2.4 diatas dapat memberikan gambaran umum jumlah pekerja yang
terlibat dalam aspek-aspek Urban Agenda (Brown, Green, dan Blue Agenda), seperti pada
spesifikasi Brown Agenda, jumlah penduduk yang berkecimpung di dunia industri
pengolahan tergolong cukup banyak. migrasi dan urbanisasi di kota ini juga tergolong tinggi
dengan adanya sektor perdagangan yang merupakan sektor yang paling banyak diminati oleh
para pekerja di Kota Pekanbaru dengan motif memperbaiki perekonomian. Berikut ini adalah
data kasus penyakit yang ada di Kota Pekanbaru dan berkaitan dengan Urban Agenda yang
akan dibahas.
Tabel 2. 5 Kasus Penyakit di Kota Pekanbaru Tahun 2015
No. Penyakit Jumlah (Kasus) Keterangan
10.503 kasus Disebabkan oleh asap dari kebakaran
1 ISPA
balita hutan maupun asap dari daerah tetangga
Perekonomian yang rendah
2 Kusta 18 mengakibatkan tidak tercukupinya
kebutuhan sandang dan pangan
Demam Berdarah
3 516 Lingkungan yang kurang sehat
(DBD)
4 Diare 7.051 Lingkungan yang kurang sehat
Sumber : Dinas Kesehatan Kota Pekanbaru, 2015
Penyakit ISPA pada tabel 2.5 diatas adalah penyakit infeksi saluran pernapasan akut,
jenis penyakit yang kasusnya paling banyak terjadi di Kota Pekanbaru, dan daerah lainnya di
Provinsi Riau. Hal ini disebabkan oleh asap dari kebakaran hutan., kasus kebakaran hutan dan
lahan sudah menjadi hal yang rutin terjadi di wilayah Riau. Untuk penyakit kusta, menurut
survei sekunder data dari Dinas Kesehatan Kota Pekanbaru menyatakan bahwa faktor usia,
jenis kelamin, ras, lingkungan serta rendahnya tingkat sosial ekonomi diduga memiliki
korelasi yang erat terhadap berkembangnya penyakit kusta. Kehidupan ekonomi yang kurang
mengakibatkan kekurangan pangan, sandang dan papan yang meningkatkan kerentanan tubuh
terhadap penyakit kusta. Lain halnya dengan kasus DBD dan diare yang terjadi karena kurang
sehatnya lingkungan tempat tinggal penduduk, terutama yang bermukim di pinggiran Sungai
Siak.

13
BAB III
IDENTIFIKASI AGENDA
Lingkungan dapat dibedakan menjadi tiga yaitu Green, Blue, Brown Agenda. Green
Agenda adalah tentang pembangunan lingkungan hijau seperti hutan, ruang terbuka hijau, dan
ekosistem hayati agar kota menjadi indah serta mendapat udara yang sehat. Brown Agenda
bertentangan dengan Green Agenda yaitu pencemaran yang merujuk pada polusi yang
dihasilkan pabrik-pabrik, kendaraan bermotor, urbanisasi, sanitasi dan lain lain. Blue Agenda
yaitu masalah yang berhubungan dengan iklim dan air, seperti musim kemarau menyebabkan
air menjadi kering dan menyebabkan krisis air, lalu musim hujan yang berkepanjangan yang
menyebabkan banjir dan lain sebagainya. Berikut dijelaskan permasalahan-permasalahan
lingkungan yang terjadi di Kota Pekanbaru berdasarkan Green, Blue, Brown Agenda.

3. 1 Green Agenda
3.1. 1 Kebakaran Hutan
Kebakaran hutan yang ada di Kota Pekanbaru memang menimbulkan banyak
permasalahan yang berdampak kepada manusia. Akan tetapi terjadinya peristiwa ini juga tak
lepas dari adanya kegiatan manusia yang memanfaatkan hutan secara tidak bertanggung
jawab. Penyebab terjadinya kebakaran dapat disebabkan oleh ulah manusia dan akibat dari
keadaan alam. Kebakaran akibat faktor alam memiliki luasan kebakaranya yang tidak terlalu
luas karena tidak adanya unsur kesengajaan yang dilakukan. Kejadian-kejadian alam yang
membuat kebakaran hutan seperti terjadinya musim kemarau, tersambar oleh petir, dan tanah
api merupakan jenis tanah gambut yang rentan terbakar. Kebakaran hutan yang disebabkan
oleh manusia terjadi adanya kesengajaan ingin dibakar seperti pembukaan lahan untuk
perkebunan dan perusahaan.
Dalam berita tribunnew.com menurut Kepala Derah Opersi (Kada Ops) Edwin Putra
bahwa kebakaran hutan dan lahan yang ada di Pekan Riau dikarenakan kesengajaan dibakar.
Kemungkinan lahan ini dibakar oleh beberapa oknum masyarakat selaku petani karena pada
lokasi tempat terjadinya terdapat pohon-pohon akasia dan jenis pohon lainnya yang telah
ditebang. Kebakaran terjadi karena adanya pembukaan lahan untuk perkebunan yang
memang di lakukan dengan sengaja. Berita ini diperkuat lagi dalam berita republika.co.id,
kementrian menyakini bahwa adanya unsur kesengajaan yang dibuat oleh oknum tertentu
yang menyebabkan kebakaran semakin meluas. Pasalnya hutan yang ada merupakan hutan
gambut yang memiliki resapan air tinggi untuk kemungkinan terbakar sangatlah sulit
walaupun dalam keadaan musim kemarau sekalipun.

14
Dari keadaan tersebut akibat dari adanya kebakaran hutan ini menyebabkan timbulnya
masalah. Dalam berita yang dimuat dalam Datariau.com akibat kebakaran hutan yang ada di
Kota Pekanbaru memberikan dampak berupa kabut asap yang sangat tebal sehingga
berdampak pada masyarakat yang ada dikota tersebut, bahkan ke negara tetangga seperti
Malaysia dan Singapura. Pengaruhnya asap terhadap kesehatan masyarakat yaitu infeksi
saluran pernapasan atas (ISPA) sepanjang tahun yang tercatat sebanyak 1.067 jiwa yang
terkena gangguan saluran pernapasan ini. Dari bulan Januari - Agustus muncul penyakit
iritasi kulit sebanyak 1.345 jiwa, iritasi mata 313 jiwa, asma 46 jiwa, dan pneumonia
sebanyak 32 jiwa. Asap yang terjadi di Pekanbaru ini selain mempengaruhi kesehatan
penduduk juga berdampak pada kegiatan masyarakat yang menjadi terbatas untuk
beraktivitas secara normal. Berikut gambar 3.1 fenomena kebakaran di Kota Pekanbaru
dengan asap yang sangat melimpah

Gambar 3. 1 Kebakaran Hutan di Kota Pekanbaru


Sumber : VberitaDaerah.com
Berikut merupakan bentuk upaya yang dilakukan oleh pemerintah kota Pekan Baru
dan Badan Penanggulangan Bencana Nasional dalam mengatasi permasalahan kebakaran
hutan dengan permasalahan asap yang disebabkan oleh kebakaran hutan, yaitu dengan cara:
1. Membangun 3.354 sekat kanal dan 1.105 embung di wilayah gambut.
2. Pemberian insentif PLTB dimana bentuk insentif ini diberikan kepada masyarakat
yang melakukan pembukaan lahan dengan cara di tebas dan kemudian menggunakan
teknologi yang ekonomis yang pembiayaannya dari APBD provinsi dan kabupaten
kota.

15
3. Audit kepatuhan untuk seluruh perusahaan perkebunan dan hutam tanam industri serta
moratorium perizinan lahan gambut.
4. Perusahaan diwajibkan memiliki fasilitas pemadaman dan menyediakan personil.
5. Pemerintah riau menyiapkan anggaran khusus untuk pecegahan kebakaran hutan dan
lahan dalam Anggaran Pendapatan Belanja Daeah Perubahan (APBD-P).
Upaya pemerintah dalam menanggulangi permasalahan kabut asap dari kebakaran
hutan saat bencana terjadi, yaitu :
1. Penyediakan posko kesehatan dengan tenaga medis yang wajib melayani masyarakat
24 jam, bagi masyarakat yang terkena dampak asap.
2. Membuat Team Khusus Gerakan Cepat dan Satgas Kesehatan;
3. Melaksanakan Replika Haksismen (RH) untuk mendata keadaan geografis, jumlah
penduduk yang terkena dampak kabut asap kebakaran hutan;
4. Melakukan konsulidasi dan kesiapsiagaan Institusi Pelayanan Kesehatan;
5. Mendistribusikan masker ke Instansi Seperti Puskesmas, sekolah, dan Organisasi
lainnya
Upaya pemerintah dalam mengatasi permasalahan kabut asap dari kebakaran hutan
saat pasca bencana terjadi, yaitu :
1. Rehabilitasi
Rehabilitas adalah pemulihaan keadaan semula. Maksudnya pada permasalahan disini
yakni, dengan melakukan perbaikan kepada lingkungan disekitar, seperti mengecek
kondisi air minum, kondisi masyarakat yang sakit, dan tetap menyediakan pelayanan
kepada masyarakat yang masih terkena dampak kabut asap.
2. Rekonstruksi
Rekonstruksi sebenarnya tidak jauh beda dengan rehabilitasi, tetapi bedanya yakni
pengembalian kepada kondisi yang semula. Dimana terdapat upaya dari Dinas Kesehatan
berupa:
a. Tetap melakukan promosi kesehatan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS)
kepada semua masyarakat
b. Melakukan pemantauan penyakit dan faktor dilokasi terkena dampak bencana
kabut asap kebakaran hutan
c. Melaksanakan Inveksi senitasi dan disinveksi lingkungan.

16
3.1. 2 Permasalahan Pembalakan Liar
Maraknya pembalakakan liar yang terjadi di Pekanbaru Riau. Dapat menyebabkan
kerusakan hutan dan secara tidak langsung dapat membahayakan fauna yang terdapat di
hutan tersebut. sehingga terdapat hukuman berupa penangkapan oknum yang melakukan
pembalakan liar tersebut. Dalam berita TribunPekanbaru.com, terdapat disalah sata wilayah
yang berada di Pekanbaru yaitu Kepulauan Meranti. Polres Kepulauan Meranti mendapatkan
temuan berupa 13 ton kayu ini yang mengindikasikan adanya kegitan pembalakan secara liar.
Oknum pembalakan liar ini menggunakan perairan Kampung Balak untuk dijadikan akses
dalam mengangkut segala hasil penebangan liar tersebut. Berikut gambar proses pengankutan
hasil penebangan pohon dengan menggunakan akses perairan

Gambar 3. 2 Proses Pengangkutan Hasil Penebangan Liar Melalui Perairan


Sumber : TribunPekanbaru.com
Terungkapnya kasus pembalakan liar ini diharapkan pemerintah dan aparat pengak
hukum memiliki upyah agar tidak terjadi pembalakan liar lagi di daerah Pekanbaru, jika tidak
ada upaya yang dilakukan dalam memberantas pelaku-pelaku illegal, maka akan terjadi
pengekplotasi hutan tanpa batas.
Timbulnya masalah yang terjadi akibat adanya pembalakan liar ini yaitu hilangnya
ekosistem hutan. Berbagai jenis pohon berkayu mulai berkurang dan berbagai jenis hewan
menjadi langka karena hutan yang menjadi tempat tinggal hilang atau rusak. Kemudian
kemampuan akan daya menyerap emisi karbon berkurang akibatnya mungkin berimbas pada
ancaman terhadap pemanasan global dan dampak dalam perekonomi yaitu terdapat
keuntungan yang diperoleh perorangan atau perkelompok dari hasil SDA, sehingga dapat
merugikan Kota Pekanbaru. Berikut terdapat gambar penangkapan dari proses pembalakan
liar di Kota Pekanbaru.

17
Gambar 3. 3 Proses Penangkapan Pembalakan Liar di Kota Pekanbaru, Riau.
Sumber : Pekanbaru.com
Dari permasalahan pembalakan liar yang telah terjadi di Kota Pekanbaru terdapat
upaya-upaya yang dilakukan pemerintah dalam mengatasi pembalakan liar. Berikut upaya-
upaya yang dilakukan oleh Pemerintah Kota Pekanbaru yaitu:
1. Pemerintah Pekanbaru akan memberikan hukuman berupa sanksi pidana dengan
hukuman 5 tahun penjara yang mengacu pada Undang-Undang No. 13 Tahun 2013.
2. Menjalin koordinasi dengan pihak kehutanan dalam memastikan keadaan kawasan
hutan tidak terjadi kegiatan pembalakan liar.
3. Meningkatkan peran pihak penegak hukum untuk melakukan pemberantasan
pembalakan liar terlebih memberi hukuman denda yang besar akibat dari tindakan
illegal logging.

3.1. 3 Alih Fungsi lahan


Hutan terdiri dari banyaknya keanekaragaman hayati yang hidup didalamanya,
dimana memiliki daya tarik bagi manusia untuk mengelolanya menjadi sesuatu yang
bermanfaat dan bernilai jual. Oleh karena sering kali dilakukan pengeksploitasian hutan
dengan wilayah yang cukup luas. Adanya alih fungsi hutan bagi kepentingan-kepentingan
beberapa pihak dalam peningkatan ekonomi seperti membuka hutan untuk perkebunan,
tambang dan untuk pembangunan infrastrukstur.
Dalam hal ini mengaitkan kesamaan alih fungsi hutan yang terjadi di Kota Pekanbaru.
Ditemukan beberapa penelitian dan penanganan hutan yang ada di Kota Pekanbaru yang telah
berahli fungsi lahannya, seperti pemanfaatan hutan bagi perkebunan kelapa sawit.
Berdasarkan Jurnal Aroteknologi, Vol.3 No.1, dalam penelitiannya dimana hutan yang dialih
fungsikan sebagai lahan perkebunan sawit menyebabkan timbul dampak terhadap kualitas

18
lingkungan. Area penanaman kelapa sawit mempengaruhi kualitas tanah, dimana kandungan
C organik tanah setiap tahunnya mengalami penurunan dan juga meningkatkan pH tanah,
sehingga lahan yang telah ditanami oleh sawit tidak dapat ditanami kembali dengan jenis
perkebunn lainnya, perlu beberapa lama untuk mengembalikan kondisi tanah untuk bisa
ditanami dengan jenis perkebunan lain. Keadaan semacam ini termasuk menimbulkan
masalah yang sangat mempengaruhi lingkungan. Masalah yang akan terjadi adalah hutan
yang menjadi penyeimbang ekosistem tidak lagi berfungsi dengan baik. Pembukaan lahan
untuk perkebunan yang melakukannya dengan cara membakar hal tersebut akan
memunculkan masalah baru lagi.

Gambar 3. 4 Alih Fungsi Lahan Hutan menjadi Perkebunan Sawit


Sumber : Pekanbaru.tribunnews.com
Pembangunan infrastruktur di Kota Pekanbaru berpotensi menggeser keberadaan
RTH di Kota Pekanbaru disebabkan oleh pesatnya perkembangan dalam kawasan terbangun.
Bergesernya keberadaan RTH di Kota Pekanbaru menjadi rumah sakit umum daerah Kota
Pekanbaru merupakan kebijakan yang diambil oleh Pemerintah tersebut dianggap kurang
tepat, karena jumlah ruang terbuka hijau yang ada di Kota Pekanbaru masih sangat kurang
dan masih sangat jauh dari standar yang telah ditetapkan oleh Undang-Undang Nomor 26
Tahun 2007, yaitu 30 persen dari luas wilayah Kota, dengan pembagian 20 persen milik
Pemerintah dan 10 persen milik swasta. Sedangkan ruang terbuka hijau publik yang ada di
Kota Pekanbaru yaitu 2,81 persen dari luas wilayah Kota Pekanbaru. Ini terjadi karena

19
tuntutan masyarakat akan peningkatan pelayanan kesehatan karena pertumbuhan penduduk
yang kian meningkat setiap tahunnnya. Hal hasil permasalahan yang terjadi akibat alih fungsi
lahan RTH kota menjadi rumah sakit umum daerah adalah kerusakan lingkungan perkotaan.
Sehingga kurangnya area resapan air di wilayah tersebut berdampak pada terjadinya bencana
banjir sewaktu-waktu terjadi hujan lebat di musim penghujan.
Upaya pemerintah yang masih minim dalam menindaklanjuti masalah alih fungsi
lahan yang ada di Kota Pekanbaru, yaitu adanya kebijakan pemerintah untuk melarang
adanya alih fungsi hutan sebagai perkebunan dengan memberikan sanksi denda, terlebih
memberikan hukuman pidana bagi yang tetap melakukan dengan berdampak dalam merusak
ekosistem hutan. Terkait untuk masalah alih fungsi lahan RTH kota Pekanbaru menjadi
rumah sakit umum daerah belum ada kebijakan tertentu terkait adanya alih fungsi lahan
tersebut karena pertimbangan akan kebutuhan sarana kesehatan yang yang sangat dibutuhkan
masyarakat.

3. 2 Brown Agenda
3.2. 1 Permasalahan Persampahan
Masalah sampah hampir di setiap kota merupakan hal yang sering ditemui. Ketidak
peduliannya masyarakat dalam membersihkan lingkungan tempat tinggal meraka masih
sangat kurang. Sebagian masyarakat menganggap sampah merupakan suatu hal yang biasa-
biasa saja padahal jika tidak diatasi segera kualitas lingkungan menjadi menurun.
Permasalahan sampah yang terjadi di Kota Pekanbaru adalah masih banyaknya
masyarakat membuang sampah tidak pada tempatnya. Timbulnya kondisi tersebut disebabkan
oleh banyak faktor, diantaranya adalah faktor pertumbuhan dan penambahan jumlah
penduduk, kurangnya sarana prasarana tempat pembuangan sampah, jauhnya lokasi
pembuangan sampah dari rumah penduduk, dan faktor kesadaran. Pesatnya pembangunan
seiring dengan pertumbuhan penduduk di Kota Pekanbaru. Pembangunan yang ada tidak
menyediakan lahan atau tempat pembuangan sampah sementara. Akibatnya, masih banyak
masyarakat membuang sampah di suatu tempat yang telah dipasang pelarangan buang
sampah. Seharusnya, pelarangan tersebut menandakan tidak diperbolehkannya membuang
sampah didaerah tersebut, masyarakat mengerti maksud dari pelarangan tersebut, tetapi
mereka terpaksa melakukanya karena tidak adanya lokasi pembuangan sampah yang
memadai di sekitar atau di dekat domisili mereka.
Pengelolaan sampah sangat penting bagi masyarakat dan lingkungan hidup, karena
sampah dapat berpengaruh negatif bagi masyarakat dan lingkungan hidup. Sampah dapat

20
menyebabkan pencemaran atau polusi, yaitu polusi tanah, polusi udara, maupun polusi air.
Tanah akan dicemari oleh sampah yang tidak dapat terurai oleh organisme-organisme dalam
tanah sehingga tanah menjadi kotor, penyerapan air menjadi terganggu, atau dapat
menimbulkan genangan air di berbagai tempat yang akhirnya menjadi sarang bagi nyamuk
berbahaya, seperti nyamuk demam berdarah dan nyamuk malaria. Berikut gambar dari
permasalahan sampah yang menumpuk dipinggir jalan Kota Pekanbaru

Gambar 3. 5 Permaslahan Sampah di Kota Pekanbaru


Sumber : Riau24.com

Udara yang dicemari oleh sampah diketahui dari aroma bau yang ditimbulkan, bau
yang ditimbulkan pertanda terjadinya pembusukan, dimana pembusukan yang terjadi akibat
adanya organisme tertentu dan kelembapan tanah akibat tertimbun sampah. Kondisi tanah
yang lembab tersebut menjadi tempat berkembangnya berbagai bibit kuman atau virus yang
akhirnya menjadi potensi berbagai penyakit. Air yang dicemari oleh sampah diketahui dari
adanya sampah-sampah yang dibuang ke perairan seperti sungai, kanal, atau drainase-
drainase, sehingga air menjadi kotor dan alirannya terganggu. Sampah yang selalu di buang
ke drainase menyebabkan tersumbatnya aliran air, dan dapat menyebabkan banjir. Banjir
yang terjadi kemudian mengenai manusia, dimana airnya dapat menyebabkan berbagai
penyakit kulit, maupun berbagai penyakit pecernaan akibat kuman yang dibawa oleh air.
Berdasarkan Jurnal JOM FISIP Vol.4 No.2 bahwa dari 12 kecamatan yang ada di kota
Pekanbaru, hanya ada 12 fasilitas umum tempat penampungan sementara (TPS) sampah,
dimana 3 diantaranya adalah miliki Pemerintah Kota Pekanbaru. Terdapat juga TPS yang
bukan fasilitas umum, yaitu TPS milik masyarakat dan TPS milik swasta. Dua belas TPS
yang ada hanya tersebar pada 4 kecamatan, yaitu Kecamatan Lima Puluh, Kecamatan
Pekanbaru Kota, Kecamatan Rumbai Pesisir, dan Kecamatan Senapelan. Jumlah fasilitas

21
umum tersebut seharusnya memadai secara jumlah, dan disesuaikan dengan jumlah
pertumbuhan pendudukan pada setiap daerah yang ada di Kota Pekanbaru. Tindakan yang
diambil oleh pemerintah dalam mengatasi permasalahan ini mengupayakan cara-cara sebagai
berikut:
1. Kesadaran masyarakat dapat ditimbulkan atau didorong secara bersama-ssma menjadi
suatu kesatuan dalam suatu forum, yakni forum masyarakat peduli sampah. Forum
masyarakat adalah suatu forum yang beranggotakan masyarakat dalam upaya untuk
menanggulangi atau menyelesaikan persoalan sampah dengan penyediaan fasilitas
persampahan seperti tempat sampah dan armada angkutan sampah.
2. Adanya program pemerintah yaitu bank sampah
3. Melatih keterampilan masyarakat dalam memanfaatkan sampah menjadi barang yang
bisa digunakan kembali (recycle).
4. Menambah banyak TPS di setiap Kecamatan
5. Membuatkan peraturan daerah terkait persampahan.

3.2. 2 Pencemaran Daerah Aliran Sungai Siak


Terjadinya pencemaran DAS Siak yang terdapat di Kota Pekanbaru akibat dari
kegiatan industri dan limbah rumah tangga, dan limbah-limbah lainnya. Beban pencemaran
yang berasal dari kegiatan domestik memberikan kecenderungan peningkatan seiring dengan
pertambahan jumlah penduduk yang terdapat pada DAS Siak. Berbeda dengan beban
pencemaran domestik, beban pencemaran industri cenderung menurun. Hal ini dimungkinkan
ada beberapa industri yang telah melakukan pengolahan limbah cair industri. Namun
demikian pencemaran yang berasal dari industri perlu diperhatikan, karena sifat dan
jumlahnya yang sangat mempengaruhi kondisi air sungai. Selain yang berasal dari kegiatan
domestik dan industry, kerusakan kualitas air Sungai Siak juga di akibatkan oleh adanya
konversi lahan pekebunan, pertambangan, dan transportasi air. Berikut gambar kondisi
Sungai Siak akibat limbah industri kelapa sawit

22
Gambar 3. 6 Kondisi Sungai Siak Akibat Limbah Industri Tahun 2016
Sumber : Lelingkungan.wordpress.com

Saat ini pemanfaatan sungai dilakukan secara berlebihan tanpa memikirkan dampak
dan akibatnya. Rusaknya ekosistem sungai berdampak negatif khususnya bagi masyarakat
yang tinggal di sekitar sungai. Sebagai dampak dari pengelolaan lingkungan yang masih
belum optimal, pencemaran air Sungai Siak akan terus terjadi dan dapat menimbulkan
kualitas air sungai turun. Selama ini DAS Siak sangat berguna untuk berbagai kepentingan
seperti industri, pemukiman, pertanian, perikanan, dan transportasi. Kerusakan dan
pencemaran air sungai akhirnya akan menjadikan fungsi sungai semakin kecil/rendah.
Berdasarkan pemantauan terakhir dan pemeriksaan kualitas air Sungai Siak yang dilakukan
oleh BAPEDAL-Riau tahun 2005, telah ada parameter-parameter yang berada diluar baku
mutu yang telah ditetapkan. Jika kondisi ini tidak diperbaiki dan daya dukung lingkungan
semakin berkurang, maka kerusakan kualitas air sungai akan semakin parah di masa-masa
mendatang. Fenomena-fenomena pencemaran yang terjadi menurut Bapak Tengku Ariful
Amri (Dir Rona Lingkungan UNRI) yaitu akibat dari pencemaran itu masyarakat yang
bermukim dipinggir Sungai Siak menderita penyakit gatal-gatal dan diare. Ini disebabkan
karena lingkungan mereka tidak higienis karena air yang dipakai untuk mandi, cuci, dan
kakus (MCK) juga digunakan untuk minum. Menurut Bapak Lukman Abbas kepala
BAPEDAL Propinsi Riau, air Sungai Siak sudah tidak lagi layak untuk dikonsumsi dan
dilakukan untuk aktivitas masyarakat seperti cuci, masak dan mandi. Persoalan-persoalan di
DAS Siak ini harus di tanggulangi secepat mungkin, dimana peran pemerintah dalam upaya
pengendalian pencemaran air di Sungai Siak, yaitu :

23
1. Perizinan pembuangan air limbah kesumber air
Perizinan atau Izin Pembuangan Air Limbah ke sumber air adalah suatu bentuk
instrumen pencegahan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup, sebagaimana
diamanatkan dalam Pasal 14 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UUPPLH). Izin pembuangan air
limbah ke sumber air atau yang biasa juga dikenal dengan Izin Pembuangan Limbah Cair
(IPLC) ke sumber air diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang
Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air. Kewajiban izin pembuangan
air limbah ke sumber air adalah salah bentuk pelaksanaan kewajiban bagi kegiatan/usaha
untuk mencegah dan menangulangi terjadinya pencemaran air, sebagaimana diatur dalam
Pasal 37 Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan
Pengendalian Pencemaran Air. Lebih lanjut, landasan hukum terkait izin pembuangan air
limbah ke sumber air ditetapkan dalam PERMEN Lingkungan Hidup Nomor 1 Tahun
2010 tentang Tata Laksana Pengendalian Pencemaran Air (PERMENLH Pengendalian
Pencemaran Air).
2. Penyediaan informasi
Pemerintah memberi penyuluhan kepada masyarakat tentang bahayanya limbah air
jika tidak dikelola dengan baik.
3. Penetapan kebijakan pengendalian pencemaran air
Pengelolaan kualitas air adalah upaya pemeliharaan air sehingga tercapai kualitas air
yang diinginkan sesuai peruntukannya untuk menjamin agar kualitas air tetap dalam
kondisi alamiahnya (Bab 1 pasal 1 No. 3). Pengendalian pencemaran air adalah upaya
pencegahan dan penanggulangan pencemaran air serta pemulihan kualitas air untuk
menjamin kualitas air agar sesuai dengan baku mutu air (Bab 1 pasal 1 No. 4). Dalam hal
ini pengelolaan dan pengendalian pencemaran air, pemerintah dapat menugaskan
Pemerintah Daerah baik Pemerintah Provinsi dan atau Kabupaten/Kota untuk membuat
kajian dan baku mutu sesuai dengan perundangan berlaku untuk memberikan output
sebuah informasi.
4. Pembinaan dan pengawasan
Melakukan pencatatan debit limbah cair yang dilakukan setiap hari. Melakukan uji
laboratorium terhadap limbah cair dan membandingkan baku mutu yang telah ditetapkan
setiap bulan sekali. Melaporkan hasil uji limbah cair ke BLH Kota Pekanbaru setiap tiga
bulan sekali. Dalam pemberian izin pengendalian limbah cair waktu yang ditetapkaan

24
selama dua minggu dan melakukan pemantauan kualitas air sungai siak dan anak sungai
siak di Kota Pekanbaru setiap satu bulan sekali.
5. Koordinasi antar instansi yang berkepentingan dalam pengendalian pencemaran air
Mengkoordinasikan penyelengaraan otonomi daerah, desentralisasi, dekonsentrasi dan
tugas pembentukan di bidang lingkungan hidup
6. Penerapan konsep partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan kegiatan pengendalian
pencemaran air
Sebagian besar kawasan kumuh di kota Pekanbaru adalah daerah yang terletak sekitar
aliran sungai Siak. Selain kawasan kumuh, daerah aliran sungai sebagian besar memiliki
masalah terkait pola hidup sehat karena sebagian besar masyarakat yang bertempat
tinggal di kawasan daerah aliran sungai menggunakan air sungai untuk kehidupan sehari-
hari. Aliran sungai siak telah tercemar dengan limbah pabrik karet sehingga air sungai
yang menjadi sumber hidup tak layak digunakan untuk kehidupan sehari hari. Untuk
menindaklanjuti hal tersebut Dinas Perumahan Rakyat dan Permukiman Kota Pekanbaru
dengan Pusat Penelitian dan Pengembangan Permukiman, Badan Penelitian dan
Pengembangan Kementrian Pekerjaan Umum Perumahan Rakyat bekerjasama untuk
mengsiasati masalah tersebut dengan menerapkan beberapa program pemberdayaan dan
pemanfaatan dikawasan daerah aliran sungai (DAS) Siak disalah satu kelurahan di Kota
Pekanbaru.
3. 3 Blue Agenda
3.3. 1 Permasalahan Penyediaan Air di Pekanbaru
Kota Pekanbaru merupakan kota yang memiliki banyak penduduk, dikarenakan kota
ini yang menjadi pusat perkembangan dalam bidang ekonomi, sosial, dan budaya, sehingga
mengakibatkan pertumbuhan penduduk yang tinggi. Dari hal tersebut dapat diketahui bahwa
pemenuhan kebutuhan air khususnya kebutuhan air bersih semakin bertambah. Permasalahan
terkait penyediaan air yang ada Kota Pekanbaru merupakan hal yang sangat menjadi
perhatian khusus, dimana penyediaan air tidak tersebar merata di seluruh wilayah.
Pemerintah sudah berupaya dalam menyediakan penyuplaian air berupa PDAM Tirta Siak
Pekanbaru dan terdapat perusahaan air yang berperan dalam menyediakan air, akan tetapi
masih belum mencukupi kebutuhan air bersih untuk seluruh masyarakat di Kota Pekanbaru.
Sebagian masyarakat juga sudah ada yang menggunakan sumur bor sebagai sumber
kebutuhan air mereka yang diolah sendiri secara kebutuhan per keluarga. Adapula
masyarakat yang menggunakan air hujan sebagai sumber air bersih meraka karena kebutuhan

25
yang diperoleh tanpa biaya, sehingga ketika terjadi musim kemarau kebutuhan akan sumber
air bersih menjadi sangat sulit untuk didapatkan di daerah Pekanbaru. Berikut gambar ketika
masyarakat mengalami kesulitan air yang terjadi di Kota Pekanbaru

Gambar 3. 7 Kesulitan Masyarakat dalam Pemasokan Air Bersih, Tahun 2016


Sumber : TribunPekanbaru.com

Permasalahan lain yang juga menjadi bagian penting bagi pemerintah Pekanbaru yaitu
terjadinya pencemaran Sungai Siak akibat dari kegiatan industri dan limbah rumah tangga.
Sungai yang menjadi sumber utama bagi PDAM Tirta Siak kini tercemar sehingga membuat
kualitas air menjadi menurun. Pencemaran yang diakibatkan dari industri dan limbah rumah
tangga ini berupa logam berat, zat-zat kimia dan penyebaran polutan yang semuanya tidak
baik bagi kesehatan. Kemudian hal lain yang menjadi perhatian yaitu rusaknya pipa
penyaluran air PDAM yang ada sehingga mengakibatkan air yang disalurkan kemasyarakat
menjadi berwarna kuning dan berbau tidak sedap. Kualitas airnya pun sangat tidak baik
akibat air yang keruh, sehingga perlu waktu lama untuk mengendapkan air sebelum
dikonsumsi.
Peran pemerintah Kota Pekanriau dalam menangani permasalahan ketersediaan air yang
ada yaitu melalui langkah-langkah sebagai berkut:
1. Perbaikan saluran pipa, adanya pipa saluran air PDAM yang rusak dibawah tanah
mengharuskan pemerintah segera melakukan perbaikan saluran pipa air bersih dengan
menggantikannya dengan pipa yang baru dan menambah saluran pipa keberbagi
wilayah yang jangkaunnya cukup luas sehingga dapat menyupai air bersih dengan
lancar dan keseluruh masyarakat.
2. Pembuatan waduk/menambah jumlah waduk, guna untuk menambah pasokkan air
bersih yang ada sehingga dapat diupayakan bisa mencukupi kebutuhan air bersih di
Kota Pekan Baru.

26
3. Pembuatan IPAL, adanya IPAL disini dimaksudkan untuk menanggulangi tingkat
pencemaran dengan mengelola limbah terlebih dahulu yang terdapat dari aktifitas
kegiatan industri dan limbah rumah tangga yang langsung mencemari sungai.
4. Bekerja sama dengan investor, langkah yang terakhir dilakukan oleh pemerintah
untuk mengatasi krisis air di kota pekanbaru adalah kerjasama dengan investor asal
untuk proyek air bersih Pekanbaru atau Pemerintah Provinsi (Pemprov) Riau
berencana akan melaksanakan proyek tersebut melalui Anggaran Pendapatan dan
Belanja Daerah (APBD).

3.3. 2 Permasalahan Banjir di Kota Pekanbaru


Persoalan mengenai banjir yang melanda kota Pekan Riau ketika hujan lebat melanda
menjadi bagian yang selalu diupayakan oleh pihak pemerintah dalam menangani permasalah
ini. Dalam penelitian yang dilakukan oleh konsultan belanda, saat melakukan penelitian
tentang genangan air yang ada di Kota Pekanbaru yang menemukan hasil yaitu terdapat 104
titik genangan air dan masih memiliki kemungkinan terdapat genangan dititik lain.
Terjadinya banjir dikota ini dikarenakan pembangunan fasilitas umum dan infrastruktur
lainnya yang begitu padat tanpa memikirkan resiko yang akan terjadi, sehingga
berkuranganya daerah resapan air yang menyebabakan timbulnya bencana banjir di daerah
ini. Kemudian buruknya sistem drainase yang ada menyebabkan aliran air tidak berjalan
dengan baik. Banyaknya sampah yang menumpuk dalam saluran drainase sehingga
mempersempit saluran tersebut. Itulah yang membuat kota Pekanbaru selalu terjadi bencana
banjir yang tiap tahun selalu ada bagian wilayah yang tergenang. Berikut gambar kondisi
banjir yang telah terjadi Kota Pekanbaru

Gambar 3. 8 Kondisi Banjir di Kota Pekan Baru Tahun 2017


Sumber : TribunPekanbaru.com

27
Akibat banjir menurut Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota
Pekanbaru mencatat sekitar 1.931 korban banjir rob yang menggenangi sejumlah titik di ibu
kota Provinsi Riau tersebut. Menurut Kepala Dinas Sosial Kota Pekanbaru, Chairani
menyatakan bahwa sebelumnya mencatat sekitar 10.887 warga terdampak banjir. Mayoritas
pemukiman warga yang terendam banjir berlokasi di bantaran Sungai Siak dan sejumlah anak
sungai di kota tersebut. Di seluruh Pekanbaru berdasarkan data laporan dari Tagana dan
lainnya sekitar 3.567 kepala keluarga atau 10.887 jiwa terdampak banjir.
Adapun langkah-langkah yang di ambil pemerintah dalam menanggulangi bencana
tersebut yaitu dengan melakukan upaya sebagai berikut:
1. Pengerukan drainase didaerah yang rentan tergenang banjir.
2. Memperbesar Daerah Aliran Sungai (DAS) untuk menjaga daerah aliran sungai
sehingga mampu menampung debit air kala musim hujan.
3. Pendalaman dasar sungai dengan mengeruk dasar anak sungai

28
BAB IV
PENUTUP
4. 1 Kesimpulan
Dari penjelasan agenda-agenda tersebut dapat diketahui bahwa permasalahan yang
muncul saling berkaitan, dimana permasalahan yang muncul akan menimbulkan
permasalahan baru yang saling berkaitan. Kota Pekanbaru adalah kota yang memiliki
permasalahan yang saling berhubungan dapat dilihat pada Green, Brown, dan Blue Agenda
yang telah dipaparkan sebelumnya. Pada Green Agenda terdapat permasalahan kebakaran
hutan, pembalakan liar dan ahli fungsi lahan.
Kebakaran hutan disebabkan karena kesengajaan oknum dimana memiliki tujuan
untuk pembukaan lahan untuk perkebunan dengan kata lain mengahli fungsikan lahan yang
mengakibatkan kabut asap yang sangat tebal yang berdampak pada kesehatan masyarakat
sekitar sehingga menimbulkan penyakit-penyakit seperti infeksi saluran pernafasan, iritasi
kulit, dll. Bahkan terdapat data bahwa penyakit ISPA pada bayi mencapai 10.503.
Permasalahan ini berkaitan dengan permasalahan selanjutnya yaitu perubahan ahli fungsi
lahan, dimana hutan diahli fungsikan menjadi perkebunan kelapa sawit dengan cara
pembakaran hutan, dan pengahli fungsihan lahan untuk pembangunan infrastruktur berupa
rumah sakit, yang disebabkan oleh pertumbuhan penduduk yang memerlukan penikatan
pelayanan kesehatan. Jika ditinjau dari kondisi fisik dan non fisik Kota Pekanbaru dalam
penggunaan lahan dan jumlah penduduk, permasalah ini dapat dikatakan sesuai dengan data,
karena melihat data pada tabel 2.3 berupa pertumbuhan penduduk dimana disetiap tahunnya
terus bertambah dan melihat data penggunaan lahan bahwa pada tahun 2015 ditemukan data
ahli fungsi lahan kawasan lindung menjadi kawasan terbangun padahal Kota Pekanbaru
belum memiliki RTH sesuai dengan UU No.26 Tahun 2007 dengan luas minimal 20% dari
wilayah, sedangkan RTH Pekanbaru hanya mencapai 4,35%. Permasalahan selanjutnya
adalah pembalakan liar yang dapat menyebabkan penurunan kualitas hutan tersebut, dimana
daya penyerapan karbon berkurang, rusaknya ekosistem flora dan fauna, pemanasan global,
serta berdampak pada ekonomi di Pekanbaru dimana keuntungan dari pembalakan liar
diperoleh oleh perorangan atau kelompok tertentu.
Pada brown agenda terdapat permasalahan persampahan dengan tercemarnya DAS
Siak, pada permasalahan persampahan ini diakibatkan dari ulah manusia tidak peduli dengan
lingkungan selain itu juga permasalahan sampah ini berkaitan dengan pertumbuhan penduduk
sehingga menyebabkan kurangnya prasarana persampahan di Kota Pekanbaru, akibatnya
masyarakat membuang sampah di sembarang tempat dan menyebab polusi baik tanah, air dan

29
udara. Pencemaran Sungai Siak salah satunya disebabkan oleh sampah yaitu limbah dari
rumah tangga, transportasi air dan adanya kegiatan industri, sehingga menyebabkan kualitas
air sungai siak menurun dan berdampak pada pemenuhan kebutuhan air bersih dan dampak
lainnya dapat menimbulkan penyakit untuk pemukiman yang berada disekitar Kawasan
Sungai Siak, karena terdapat data pada tabel 2.5 bahwa deman berdarah dan diare dengan
jumlah kasus sebesar 516 dan 7.051 yang dikarenakan lingkungan yang kurang sehat.
Pada blue agenda terdapat permasalahan berupa kesulitan penyediaan air bersih dan
permasalahan banjir di Kota Pekanbaru. Pada permasalahan penyediaan air bersih ini
diakibatkan karena pemenuhan kebutuhan air bersih yang bertambah akibat pertambahan
penduduk, dan penyuplaian air berasal dari Sungai Siak yang dimana permasalahan ini
berhubungan dengan brown agenda, sungai siak yang mengalami pencemaran sedangkan air
tersebut digunakan untuk penyuplai air bersih dengan dibantu perusahan air lainnya tetapi
masih belum mencukupi kebutuhan air bersih, ditambah dengan permasalahan pipa rusak.
Hal ini berdampak pada pemenuhan air pada saat kemarau dan air yang keruh akibat pipa
yang rusak sehingga membutuhkan waktu lama untuk digunakan/dikonsumsi. Untuk
permasalahan banjir diakibatkan karena kepadatan bangunan infrastruktur atau kawasan
terbangun dan kurangnya daerah resapan air , serta buruknya drainase dan permasalahan
sampah yang berhubungan dengan brown agenda. Jika dikaitkan dengan kondisi fisik, Kota
Pekanbaru memiliki ketinggian dari atas permukaan laut berkisar 5 hingga 11 meter sehingga
terkesan landai dan dialiri oleh banyak anak sungai, sehingga menyebabkan mudah terjadi
banjir di Kota Pekanbaru.
Berdasarkan upaya-upaya yang telah dilakukan pemeritahan oleh Kota Pekanbaru
terdapat upaya yang telah dianggap berkelanjutan dan terdapat pula upaya-upaya yang perlu
ditambahkan agar permasalahan tersebut dapat diatasi dengan berkelanjutan.

4. 2 Saran
Adapun saran-saran mengenai upaya yang telah dilakukan pemerintah Pekanbaru,
dimana saran yag diberikan berupa upaya tambahan dalam mengatasi permasalahan
lingkungan di Kota Pekanbaru secara berkelanjutan:
1. Untuk green agenda dalam permasalahan kebakaran hutan sebaiknya pemerintahan
Kota Pekanbaru membuat program mengatasi kebakaran hutan dengan menfokuskan
pengamatan atau penjagaan daerah rawan terbakar, dimana menurut Global Forest
Watch lokasi mayoritas peringatan titik api, yaitu Bukit Batu, Tanah Putih, Kandis,
dan Medang Kampai sebagai Kecamatan dengan peringatan titik api terbanyak.

30
Dimana pemerintah dapat mengurangi risiko kebakaran dan kabut asap secara
signifikan, dengan memusatkan sumber daya dan usaha pencegahan kebakaran
termasuk investigasi dan penegakkan hukum di kecamatan tersebut.
2. Pada green agenda dalam permasalahan ahli fungsi lahan penulis menyarankan
adanya penerapan konsep Forest And Agricultural Land Banking yang merupakan
alat/strategi untuk memertahankan ketersediaan lahan hutan dan pertanian. Forest And
Agricultural Land Banking merupakan salah satu upaya untuk menekan alih fungsi
lahan. Sesuai dengan definisinya, land banking/bank lahan adalah sebuah strategi
untuk menangani pembaharuan kota, melestarikan ruang terbuka, dan menstabilkan
nilai tanah dan bangunan pada area tertentu. “Perlindungan lahan berkelanjutan
adalah sistem dan proses dalam merencanakan dan menetapkan, mengembangkan,
memanfaatkan dan membina, mengendalikan, dan mengawasi lahan kawasannya
secara berkelanjutan.” Dengan konsep ini juga selain dapat mengatasi perubahan ahli
fungsi lahan juga dapat mengatasi permasalahan blue agenda yaitu permasalahan
banjir yang terjadi di Pekanbaru.
3. Pada brown agenda dalam permasalahan pencemaran DAS Siak, diharapkan untuk
diibuatnya suatu badan yang khusus menangani pencemaran yang terjadi di Daerah
Aliran Sungai Siak, yang mempunyai legalitas dan sebaiknya program awal
pengendalian pencemaran air Sungai Siak ini ditujukan terlebih dahulu pada
perubahan pola hidup masyarakat sekitar sungai. Setiap pemerintah yang mempunyai
kepentingannya masing-masing sebaiknya lebih memperhatikan dampak dari
kepentingan tersebut terhadap lingkungan khususnya untuk kelestarian sungai.
4. Pada blue agenda yaitu permasalahan banjir yang terdapat di Kota Pekanbaru
sebaiknya terdapat upaya revitalisasi drainasse untuk memperbesar volumenya
sehingga bisa menampung debit air yang lebih banyak, upaya pembuatan saluran air
terkoneksi dari aliran hulu ke hilir, membuat lubang-lubang resapan, dan
mempertahankan ruang terbuka hijau yang telah dijelaskan pada solusi green agenda
dalam mengatasi ahli fungsi lahan.

31
DAFTAR PUSTAKA

Angga Herlanda Sastra Kusuma. 2017. “Pengalihfungsian Lahan Ruang Terbuka


Hijau (Taman Kota Jalan Garuda Sakti) Menjadi Rumah Sakit Umum Daerah Kota
Pekanbaru”. Universitas Riau.
Antarariau Kabar Dari Riau. (2017, 20 Januari). Pekan Baru Masih Bergelut dengan
Sampah. Diakses pada 06 Maret 2018, dari
https://www.antarariau.com/berita/84857/pekanbaru-masih-bergelut-dengan-masalah-
sampah.
Irpal Gusnadi, Eed Tri Okpopon, Hendri Setiawan, Anchi Saputra, Tito Prawira.
2012/2013. “Pencemaran Air, Udara, Dan Tanah Di Provinsi Riau”. Jurusan Pengantar
Perencanaan Wilayah Dan Kota, Universitas Islam Riau.
Kota Pekanbaru dalam Angka 2017, Badan Pusat Statistik Kota Pekanbaru Tahun
2018
Lis Noer Aini*, Bambang Heri Isnawan, Endri Ridwan Saleh Evaluasi Ruang
Terbuka Hijau di Kota Pekanbaru Program Studi Agroteknologi, Fakultas Pertanian,
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, Jl. Lingkar Selatan, Kasihan, Bantul, Yogyakarta
55183, Indonesia
Mercy G Salindeho. 2015. “Penyediaan Air Bersih Di Kota Pekanbaru (Kajian Kasus
Yayasan Waha Mitra Indonesia Memenuhi Keperluan Masyarakat)”. Jurusan Sosiologi-
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Pekanbaru.
N.A.Dwi Putri. 2011 Kebijakan Pemerintah Dalam Pengendalian Pencemaran Air
Sungai Siak (Studi pada Daerah Aliran Sungai Siak Bagian Hilir). Fakultas Ilmu sosial dan
Ilmu Politik Universitas Maritim Raja Ali Haji.
Noer Aini, et al, 2015. “Evaluasi Ruang Terbuka Hijau di Kota Pekanbaru”, Jurnal
Planta Tropika of Agro Science Vol 3 No 1. Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.
Rencana Pembangunan Daerah Jangka Menengah Daerah Kota Pekanbaru Tahun
2012 - 2017
Republika.co.id. (2018, 11 Maret). 1,931 Jiwa Mengungsi Akibat Banjir di
Pekanbaru. Diakses pada 6 Maret 2018, dari
nasional.republika.co.id/berita/nasional/daerah/17/12/05/p0huf8284-1931-jiwa-mengungsi-
akibat-banjir-di-pekanbaru.
Riau.co.id Portal Resmi Pemerintah Provinsi Riau. Diakses pada 8 Maret 2018, dari
https://www.riau.go.id/home/

32
Riaupos.co.(2012, 07 Januari). Di Pekanbaru, Sampah Kembali Menjadi Masalah.
Diakses pada 6 Maret 2018, dari http://www.riaupos.co/7766-berita-di-pekanbaru,-sampah-
kembali-jadi-masalah.html#.WqY15PnOXIU
Riau Realita. ( 2016, 15 Juni). Pembangunan Pasar Induk,’Kebutuhan’ Perekonomian
Pekanbaru. Diakses pada tanggal 6 Maret 2018, dari
https://riaurealita.com/mobile/detailberita/3015/pembangunan-pasar-induk-kebutuhan-
perekonomian-pekanbaru
Syahrial Juhar dan Drs. H. Chalid Sahuri. “Pengendalian Badan Lingkungan Hidup
(Blh) Kotapekanbaru Terhadap Pencemaran Sungai Siak Ruas Kota Pekanbaru”. Ilmu
Administrasi Negara Fisip.
Tribun Pekanbaru. (2017, 28 November). Rawan! Riau Siaga Ancaman Becana Banjir
dan Tanah Longsor. Diakses pada 8 Maret 2018, dari
http://pekanbaru.tribunnews.com/2017/11/28/rawan-riau-siaga-ancaman-banjir-dan-longsor
Universitas Riau, Kampus Bina Wadya Km. 12,5 Simpang Baru Panam, Pekanbaru.
Yesi Gusriani. “Strategi Pengendalian Pencemaran Daerah Aliran Sungai (Das) Siak
Di Kabupaten Siak”. Program Studi Ilmu Administrasi Negara FISIP Universitas Riau
Kampus Bina Widya Km. 12,5 Simpang Baru Panam, Pekanbaru.
Yudi Anugerah Purwadi. 2014. Implementasi Peraturan Daerah Kota Pekanbaru
Nomor 08 Tahun 2014 Tentang Pengelolaan Sampah (Studi Tentang Forum Masyarakat
Peduli Sampah). Jurusan Ilmu Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Riau. Pekanbaru.
Yuliarti, Vati. Irdayanti. 2016. “Kutubkhanah: Jurnal Penelitian sosial keagamaan,
Vol.19, No.1 Januari-Juni” Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial UIN Suska Riau.

33

Anda mungkin juga menyukai