KOTA YOGYAKARTA
Disusun Oleh:
18/424946/TK/46641
Fakultas Teknik
2019
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
berkah dan rahmat-Nya penulisan tugas berjudul ‘Rencana Induk Sistem Penyediaan Air
Minum Kota Yogyakarta’ ini dapat terselesaikan dengan baik dan tepat waktu.
Tidak lupa penulis ucapkan terimakasih kepada Bapak Dr. Ir. Budi Kamulyan,
M.Eng. selaku dosen pengampu mata kuliah Perencanaan Sistem Infrastruktur Air Bersih
serta seluruh pihak yang telah membantu terlaksananya penulisan tugas ini hingga dapat
tersusun dengan baik.
Penulis berharap tugas ini dapat membantu menyelesaikan masalah pelayanan
penyediaan air minum di Kota Yogyakarta, digunakan sebagai referensi atau masukan
dalam perencanaan SPAM yang sebenarnya, serta bermanfaat bagi pembaca maupun
masyarakat secara umum.
Di dalam penulisan tugas ini tentunya masih terdapat banyak kesalahan dan jauh
dari kata sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat
membangun dari pembaca sebagai bahan pembelajaran di masa yang akan datang.
Penulis
i
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
iii
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Daftar Kecamatan di Kota Yogyakarta dan Luas Wilayahnya ................................. 5
Tabel 2.2 Jumlah dan Kepadatan Penduduk per Kecamatan Kota Yogyakarta Tahun 2017 ... 7
Tabel 3.2 Banyaknya Pelanggan Air Minum Menurut Kelompok Pelanggan Tahun 2017 ... 11
Tabel 4.1 Hasil Proyeksi Penduduk Kota Yogyakarta Tahun 2018 – 2038 ........................... 16
Tabel 4.3 Kebutuhan Air Minum untuk Sambungan Rumah Tangga (SR) ............................ 18
Tabel 4.4 Kebutuhan Air Minum untuk Sambungan Hidran Umum (HU) ............................ 19
Tabel 4.5 Jumlah Total Kebutuhan Air Minum di Kota Yogyakarta Tahun 2018 – 2038 ..... 19
iv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 7.1 Skema Pengembangan SPAM Bantar, Kebonagung, dan Karangtalun untuk
Pelayanan Kota Yogyakarta ............................................................................... 23
Gambar 7.2 Air Minum Dalam Kemasan ‘Ayo’ Produksi PDAM Tirtamarta Yogyakarta .. 27
v
BAB I
PENDAHULUAN
Penyediaan air minum merupakan salah satu kebutuhan dasar dan hak sosial
ekonomi masyarakat yang harus dipenuhi oleh pemerintah. Ketersediaan air minum
merupakan salah satu penentu peningkatan kesejahteraan masyarakat, yang mana
diharapkan dengan ketersediaan air minum dapat meningkatkan derajat kesehatan dan
produktivitas masyarakat sehingga dapat terjadi peningkatan pertumbuhan ekonomi.
Pertumbuhan penduduk di Kota Yogyakarta yang semakin tinggi, mengakibatkan
peningkatan jumlah kebutuhan air minum. Sedangkan pertumbuhan penduduk tersebut
tidak diiringi dengan bertambahnya jumlah air di alam karena ketersediaan air di alam
yang relatif tetap. Penyediaan air minum merupakan salah satu kebutuhan dasar
masyarakat yang harus dipenuhi oleh pemerintah, baik itu pemerintah daerah maupun
pemerintah pusat. Oleh karena itu, penyediaan sarana dan prasarana air minum menjadi
salah satu kunci dalam pengembangan ekonomi wilayah.
Di Indonesia, keseluruhan sarana prasarana air minum tersebut dinamakan Sistem
Penyediaan Air Minum atau biasa disingkat SPAM. Untuk membangun sebuah SPAM,
diperlukan suatu dokumen Rencana Induk SPAM (RI SPAM). Penyusunan RI SPAM
didasari oleh tuntutan penyelenggaraan SPAM yang terdapat di dalam Peraturan
Pemerintah Nomor 16 tahun 2005 tentang Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum.
Penyelenggaraan SPAM merupakan tanggungjawab pemerintah daerah melalui PDAM,
sehingga Sistem Penyediaan Air Minum PDAM harus memenuhi kaidah-kaidah teknis
yang telah ditentukan. Sejalan dengan peran pemerintah pusat sebagai fasilitator dalam
era otonomi daerah dan dalam kaitan dengan diterbitkannya Undang-Undang Nomor 7
Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air, pemerintah pusat (khususnya Kementerian
Pekerjaan Umum) telah menerbitkan produk pengaturan yang memberikan pedoman,
baik kepada pemerintah kabupaten/kota dan pihak lainnya yang terkait dengan
penyelenggaraan pelayanan air minum maupun kepada masyarakat yaitu Peraturan
Menteri Pekerjaan Umum Nomor 18/PRT/M/2007 tentang Penyelenggaraan Sistem
Penyediaan Air Minum (SPAM).
1
Berdasarkan data dari PDAM Kota Yogyakarta tahun 2017, jumlah pelanggan air
minum yang ada sebanyak 32.457 dengan cakupan pelayanan sebesar 32,22%. Cakupan
pelayanan ini masih belum memenuhi target dari MDGs (Millenium Development Goals)
yaitu angka pencapaian cakupan pelayanan sebesar 80% untuk penduduk PDAM dan
60% untuk penduduk non PDAM. Kota Yogyakarta sendiri memiliki beberapa sumber air
yang dapat dimanfaatkan untuk menjadi sumber air baku. Oleh karena itu diperlukan
pengelolaan yang baik untuk mengelola sumber air baku tersebut agar dapat memenuhi
kebutuhan air minum di Kota Yogyakarta.
1.2 Batasan Masalah
Pembatasan lingkup masalah oleh penulis tertuju terutama pada kajian aspek
teknis dari penyediaan sumber air baku yang dihubungkan dengan kebutuhan masyarakat
terhadap air minum di Kota Yogyakarta. Selanjutnya kajian antara penyediaan dan
kebutuhan air baku tersebut dikembangkan menjadi rencana jaringan dalam Rencana
Induk Sistem Penyediaan Air Minum Kota Yogyakarta.
1.3.1 Bagaimana kondisi existing sistem penyediaan air minum yang meliputi aspek
teknis dan permasalahannya di Kota Yogyakarta?
1.3.2 Seberapa banyakkah kebutuhan air yang diperlukan untuk melayani daerah
perencanaan selama periode perencanaan sesuai dengan arah pengembangan
kota?
1.3.3 Bagaimanakah potensi air baku baik air permukaan maupun air tanah yang dapat
digunakan sebagai sumber air baku daerah pelayanan?
1.3.4 Bagaimanakah rencana pentahapan pengembangan sistem penyediaan air minum
dalam memenuhi pelayanan daerah perencanaan sesuai dengan target
perencanaan?
1.3.5 Bagaimana rencana pendanaan yang diperlukan untuk melaksanakan
pengembangan sistem penyediaan air minum di Kota Yogyakarta?
1.4 Tujuan
1.4.1 Mengetahui kondisi existing sistem penyediaan air minum yang meliputi aspek
teknis, cakupan pelayanan, sistem produksi, dan permasalahan yang terdapat
dalam sistem penyediaan air minum Kota Yogyakarta.
2
1.4.2 Memproyeksikan kebutuhan air minum Kota Yogyakarta untuk daerah
perencanaan sesuai dengan arah pengembangan kota.
1.4.3 Mengetahui air baku baik (air permukaan maupun air tanah) apa saja yang dapat
dimanfaatkan sebagai alternatif sumber air baku di Kota Yogyakarta.
1.4.4 Merencanakan pengembangan sistem penyediaan air minum Kota Yogyakarta
yang sesuai dengan rencana struktur dan pola penataan ruang wilayah.
1.4.5 Merencanakan pola dan sumber pendanaan yang diperlukan dalam pelaksanaan
pengembangan sistem penyediaan air minum di Kota Yogyakarta.
1.5 Landasan Hukum Penyusunan RI SPAM
3
BAB II
2.1.1 Geografis
Kota Yogyakarta memiliki luas sekitar 32,5 km2 atau 1,02% dari luas
wilayah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Kota yang terletak di daerah
dataran lereng aliran Gunung Merapi ini memiliki kemiringan lahan yang relatif
datar antara 0 - 2% dan berada pada ketinggian rata-rata 114 meter dari
permukaan air laut (dpa).
4
Gambar 2.1 Peta Administrasi Kota Yogyakarta
Sumber: RPJMD Kota Yogyakarta 2017 – 2022
6
didapat) terjadi pada bulan November, yaitu sebanyak 692.50 mm3. Kelembaban
udara rata-rata cukup tinggi, terendah terjadi pada bulan Agustus sebesar
81 persen. Tahun 2017 rata-rata tekanan udara sebesar 995.66 mb dan suhu
udara rata-rata 26,05oC.
2.2 Kependudukan
Berdasarkan data dalam Kota Yogyakarta Dalam Angka, jumlah penduduk Kota
Yogyakarta pada tahun 2017 adalah 422.732 jiwa didominasi oleh penduduk perempuan
dengan rasio jenis kelamin sebesar 95,43. Penduduk terbanyak berada di Kecamatan
Umbulharjo dengan jumlah penduduk 90.775 jiwa, sedangkan jumlah penduduk yang
paling sedikit di Kecamatan Pakualaman sebesar 9.341 jiwa. Laju pertumbuhan
penduduk Kota Yogyakarta rata-rata sebesar 1,5% per tahun. Rata-rata kepadatan
penduduk Kota Yogyakarta pada tahun 2017 adalah 13.007 jiwa/km2 . Penduduk terpadat
berada di Kecamatan Ngampilan dengan kepadatan penduduk sebesar 20.770 jiwa/km2
dan paling jarang penduduknya di Kecamatan Umbulharjo yakni 11.179 jiwa/km2.
Tabel 2.2 Jumlah dan Kepadatan Penduduk per Kecamatan Kota Yogyakarta Tahun 2017
Jumlah Kepadatan
Kecamatan Penduduk Penduduk
(Jiwa) (Jiwa/km2)
Mantrijeron 33.406 12.799
Kraton 17.575 12.554
7
Tegalrejo 38.234 13.139
2.3.1 RTRW
Kota Yogyakarta sebagai pusat kegiatan di DIY memiliki ciri khas wilayah
perkotaan. Hal ini dapat dilihat dari jenis penggunaan lahan yang didominasi
lahan terbangun. Penggunaan lahan di kota Yogyakarta pada tahun 2017
didominasi oleh perumahan, yaitu seluas 2.101,19 hektar. Berikut disajikan data
penggunaan lahan di Kota Yogyakarta tahun 2017:
9
BAB III
Berdasarkan data dari PDAM Tirtamarta, produksi air minum pada tahun 2017
mencapai 16.847.178 m3. Volume air yang terjual hanya 7.127.550 m3 atau 42,31% dari
total produksi. Jumlah pelanggan pada tahun 2017 tercatat 32.457 pelanggan. Sebagian
10
besar pelanggan adalah kelompok pelanggan non niaga yang terdiri dari rumah tangga
dan instansi pemerintah. Kelompok pelanggan non niaga berjumlah 30.157 pelanggan
atau 92,91% dari total pelanggan, dengan rincian 29.082 pelanggan rumah tangga dan
1.075 instansi pemerintah. Selengkapnya dapat dilihat dalam tabel di bawah ini:
Tabel 3.2 Banyaknya Pelanggan Air Minum Menurut Kelompok Pelanggan Tahun 2017
Kelompok Pelanggan Jumlah (Unit)
Umum 264
Sosial
Khusus 360
Rumah Tangga (A-1) 86
Rumah Tangga (A-2) 13.898
Non-Niaga Rumah Tangga (A-3) 13.658
Rumah Tangga (B) 1.440
Instansi Pemerintah 1.075
Niaga Kecil 1.339
Niaga
Niaga Besar 316
Industri Kecil 4
Industri
Industri Besar 4
Pusat Budaya 13
Total 32.457
Sumber: Kota Yogyakarta dalam Angka 2018
Sumber air baku utama untuk pelayanan Kota Yogyakarta berasal dari air
permukaan (Sungai Padasan) dan air tanah yang meliputi 2 mata air (Umbul
Wadon dan Karanggayam), serta 58 unit sumur dangkal dan sumur dalam yang
tersebar di wilayah Kabupaten Sleman dan Kota Yogyakarta.
Pada umumnya air yang berasal dari mata air dan sumur dangkal tidak
diolah secara khusus, kecuali hanya diperlukan proses desinfeksi dengan
menggunakan senyawa chlor. Untuk air yang berasal dari sumur dalam diolah
dengan menggunakan proses aerasi di dalam sumur itu sendiri dengan
menginjeksikan air yang mengandung O2 ke dalamnya melalui pipa dengan
11
tekanan tertentu (elevated aeration) untuk menghilangkan kandungan besi (Fe2+)
di dalamnya. Sistem pengolahan air baku yang digunakan di setiap sub sistem/IPA
PDAM dapat dilihat pada tabel berikut ini:
12
Gambar 3.1 Peta Jaringan Pipa Distribusi PDAM Tirtamarta
Sumber: PDAM Tirtamarta Kota Yogyakarta
Sistem non PDAM adalah sistem penyediaan air minum yang langsung
dikelola oleh masyarakat terutama untuk wilayah yang belum terjangkau/belum
terlayani jaringan PDAM, terutama wilayah yang kekurangan air. Sistem SPAM
Komunal ini umumnya dibangun oleh dinas terkait (Kimpraswil Kota
Yogyakarta) yang nantinya pengelolaannya diserahkan kepada masyarakat.
Jumlah penduduk yang terlayani dari sistem penyediaan air minum komunal
mencapai 2,98% dari seluruh penduduk Kota Yogyakarta.
13
Gambar 3.2 Peta Daerah Pelayanan SPAM Komunal
Sumber: PDAM Tirtamarta Kota Yogyakarta
3.2 Permasalahan
Permasalahan Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) yang dikelola oleh PDAM
Tirtamarta terutama terkait dengan hal-hal yang bersifat teknis, diantaranya adalah:
(1) Umur pipa PDAM sudah lama dan dari segi usia, teknis, dan bahan yang
digunakan kurang layak.
(2) Kurang kesesuaian antara pompa (tekanan) yang digunakan dengan elevasi
daerah pelayanan.
(3) Masih tingginya tingkat kehilangan air yang terjadi, ditandai dengan angka
Non Revenue Water/NRW yang besar yaitu 35%. Angka tersebut lebih tinggi
2% di atas rata-rata nasional. Akan tetapi pihak PDAM hingga saat ini masih
14
kesulitan untuk menentukan besar dan lokasi kebocoran secara pasti
dikarenakan beberapa hal yaitu:
Kondisi jaringan perpipaan distribusi PDAM Tirtamarta cukup kompleks
dan rumit.
Petugas pencatat meter relatif kurang mengingat luasnya wilayah dan
jumlah pelanggan yang dilayani.
Letak dari jaringan perpipaan dan peralatan (fittings) ada yang berubah
seiring dengan perkembangan Kota Yogyakarta dikarenakan pelebaran
jalan dan sebagainya.
(4) Menurunnya kuantitas/kapasitas debit air yang diterima oleh pelanggan karena
keterbatasan jangkauan pipa PDAM. Selain itu alirannya juga tidak kontinyu,
cenderung mengecil pada jam puncak yaitu sekitar pukul 04.00 – 08.00 pagi
dan 16.00 – 20.00 sore. Hal ini terutama dikarenakan sebagian besar perpipaan
PDAM masih menggunakan sistem zaman Belanda yaitu sistem gravitasi yang
mengalirkan air dari daerah tinggi ke rendah, sehingga debit air yang mengalir
akan menjadi kecil ketika banyak yang menggunakan secara bersamaan.
(5) Masih ada wilayah yang belum terjangkau oleh jaringan PDAM terutama pada
kawasan bantaran sungai dimana masyarakatnya masih menggunakan sumber
air beresiko tercemar dan sumber air tidak aman.
15
BAB IV
Pt = Po (1 + r.t)
Tabel 4.1 Hasil Proyeksi Penduduk Kota Yogyakarta Tahun 2018 – 2038
Tahun Jumlah Penduduk (Jiwa)
2018 429.073
2023 461.253
2028 495.848
2033 533.036
2038 573.014
Sumber: Olahan Penulis
16
Tabel 4.2 Kriteria Perencanaan Air Bersih
Dari hasil proyeksi penduduk, dapat disimpulkan bahwa Kota Yogyakarta pada
rentang tahun 2018 – 2028 termasuk dalam kategori Kota Sedang dengan jumlah
penduduk berkisar antara 100.000 – 500.000 jiwa. Menurut tabel kriteria tersebut, maka:
17
(5) Cakupan pelayanan: 90% (standar), tetapi pada tahun akhir rencana diharapkan
dapat melayani 100% penduduk dengan peningkatan cakupan pelayanan yang
bertahap selama tahun perencanaan.
Sedangkan pada rentang tahun 2029 – 2038, Kota Yogyakarta naik kategorinya
menjadi Kota Besar dengan jumlah penduduk berkisar antara 500.000 – 1.000.000 jiwa.
Menurut tabel kriteria tersebut, maka:
Tabel 4.3 Kebutuhan Air Minum untuk Sambungan Rumah Tangga (SR)
Cakupan Jumlah
Jumlah Penduduk Penduduk Jumlah
Pelayanan Pelayanan Pemakaian
Tahun Penduduk Terlayani Terlayani Kebutuhan
Air Minum SR (%) Air
(Jiwa) (Jiwa) SR (Jiwa) Air (L/det)
(%) (L/hari)
18
4.2.2 Sambungan Hidran Umum (HU)
Tabel 4.4 Kebutuhan Air Minum untuk Sambungan Hidran Umum (HU)
Dari hasil perhitungan kebutuhan air bersih di Kota Yogyakarta, maka dapat
dibuat tabel rekapitulasi kebutuhan air bersih seperti dapat dilihat pada tabel 4.5.
Pada tahun 2018 (tahun awal perencanaan) diketahui bahwa total kebutuhan air
minum di Kota Yogyakarta adalah sebesar 402 liter/detik dan pada tahun 2038
(proyeksi 20 tahun setelahnya) didapat total kebutuhan air minum di Kota
Yogyakarta adalah sebesar 756 liter/detik.
Tabel 4.5 Jumlah Total Kebutuhan Air Minum di Kota Yogyakarta Tahun 2018 – 2038
19
BAB V
Berdasarkan kontinuitas dan kuantitas maka air permukaan yang berpotensi untuk
menjadi air baku utama untuk memenuhi kebutuhan air minum Kota Yogyakarta,
meskipun secara kualitas perlu dilakukan pengolahan terlebih dahulu, ada 3 sumber yaitu:
Sumber air yang berasal dari air tanah pada umumnya dikenal ada 3 macam yaitu:
(1) Air Tanah Bebas: Adalah air yang tersimpan dalam lapisan pembawa air
(aquifer) yang tidak tertutup oleh lapisan batuan kedap air, umumnya terdapat
pada kedalaman yang tidak begitu dalam, sekitar beberapa meter di bawah
muka tanah setempat. Air tanah ini disebut air tanah bebas atau airtanah tak
tertekan karena lapisan pembawa airnya berada dalam kondisi tak tertekan,
sehingga tekanan air disini sama dengan tekanan udara luar. Kedudukan
muka air tanah disini terdapat bersamaan dengan kedudukan akifer itu sendiri.
Contoh air tanah bebas yaitu sumur gali penduduk. Secara kuantitas air tanah
bebas di Kota Yogyakarta pada musim hujan cukup memadai (cukup
banyak), tetapi musim kemarau di beberapa tempat kapasitasnya terbatas.
(2) Air Tanah Tertekan: Adalah air tanah yang terkandung di dalam suatu lapisan
pembawa air tertekan (confined aquifer). Disebut lapisan pembawa air
20
tertekan karena lapisan batuan tersebut diapit oleh lapisan yang bersifat kedap
air, baik di bagian atas maupun di bagian bawahnya. Permukaan air tanah
dalam akifer tertekan disini lebih tinggi kedudukannya dibandingkan dengan
kedudukan kedalaman akifer itu sendiri. Permukaan air tanah disini dapat
berada di bawah atau di atas permukaan tanah setempat. Apabila permukaan
airtanahnya naik sampai di atas permukaan tanah dan airnya mengalir sendiri
secara bebas, maka disebut air artesis. Untuk DIY dijumpai 3 cekungan air
tanah yaitu: CAT Wates (Kab. Kulon Progo) yang berada dalam wilayah
kabupaten, CAT Yogyakarta-Sleman (Kota Yogyakarta, Kab. Sleman, Kab.
Bantul dan Kab. Kulon Progo) yang terlampar lintas batas kabupaten/kota,
dan CAT Wonosari (DIY dan Provinsi Jawa Tengah) yang terlampar lintas
batas provinsi.
(3) Mata Air: Di DIY terdapat 2 mata air yang dapat dan sudah dimanfaatkan
sebagai sumber air baku yaitu mata air Umbul Wadon dan mata air
Karanggayam I. Kedua mata air tersebut merupakan mata air yang dapat
mengalir sepanjang tahun atau disebut juga mata air abadi (perennial spring).
21
BAB VI
PENTAHAPAN SPAM
Rencana sistemnya yaitu pengambilan air baku dari Sungai Progo dengan melalui
3 titik penyadapan yaitu Bendung Karangtalun (450 L/detik), Kebonagung (200 L/detik),
dan Bantar (200 L/detik). Air baku utama dari Sungai Progo ini kemudian akan dialirkan
untuk mengisi 3 reservoir utama yang ada di wilayah pelayanan PDAM Tirtamarta
melalui jaringan transmisi utama (JTU). Ketiga reservoir tersebut meliputi reservoir
Bedog (kapasitas 2500 m3), reservoir Gemawang (kapasitas 4.000 m3), dan reservoir
Karanggayam (kapasitas 1.000 m3).
22
Gambar 7.1 Skema Pengembangan SPAM Bantar, Kebonagung, dan Karangtalun untuk Pelayanan Kota
Yogyakarta
Sumber: PDAM Tirtamarta Yogyakarta
SPAM ini akan memanfaatkan interkoneksi sistem distribusi cabang yang sudah
ada untuk melayani Kota Yogyakarta. Dengan adanya konsep tersebut disamping akan
memaksimalkan sistem yang telah ada juga dimaksudkan untuk menghilangkan sistem
pemompaan yang saat ini masih ada di wilayah pelayanan Kota Yogyakarta, sehingga
menjadikan pelayanan untuk Kota Yogyakarta lebih efektif dan efisien.
(1) Zona I (Reservoir Pembagi Sistem Bantar), dengan rencana daerah pelayanan
meliputi: wilayah di Kabupaten Sleman yang saat ini dilayani dengan
pemompaan dari reservoir Gemawang dan wilayah yang dilayani dari
reservoir Candi.
(2) Zona II (Reservoir Gemawang), dengan daerah pelayanan reservoir
Gemawang saat ini kecuali yang merupakan daerah pelayanan dengan
pemompaan di Jalan Magelang bagian atas dan Jalan Monjali dan berbagi
dengan sistem pelayanan dari reservoir Bedog serta menggantikan pelayanan
dari sub sistem Bener.
(3) Zona III (Reservoir Bedog), dengan daerah pelayanan dari reservoir Bedog
dan menggantikan pelayanan dari reservoir Kotagede saat ini.
23
(4) Zona IV (Reservoir Karanggayam), dengan daerah pelayanan meliputi
pelayanan reservoir Karanggayam saat ini dan menggantikan pelayanan dari
reservoir Pengok
(5) Zona V (Bak Candi), dengan daerah pelayanan meliputi pelayanan Bak Candi
saat ini (sebagian Kecamatan Gondokusuman dan wilayah Kabupaten
Sleman).
Konsep pemanfatan air baku dari Sungai Progo sebagai air minum ini tidak lepas
dari proses pengolahan terlebih dahulu. Namun substrate atau limbah dari proses
pengolahan air permukaan menjadi air minum akan menimbulkan permasalahan terkait
dengan pencemaran. Hal ini dikarenakan pada umumnya limbah dari proses pengolahan
dibuang kembali ke badan air permukaan yang dijadikan sebagai sumber air baku. Oleh
karena itu, untuk menyelesaikan masalah tersebut sehingga tidak mencemari badan air,
direncanakan pembuatan sludge drying bed (bak pengeringan lumpur) yang dilengkapi
dengan filter pasir dan kerikil sehingga air yang tersaring bisa langsung dibuang ke badan
air dan lumpur yang terbentuk (padat) bisa dibuang atau dimanfaatkan secara terpisah.
Untuk rencana SPAM Komunal, akan lebih baik apabila sistem ini dihilangkan
saja mengingat kondisi existing SPAM Komunal yang tumpang tindih dengan sistem
perpipaan yang dikelola oleh PDAM Tirtamarta sehingga memberi dampak secara
langsung terhadap penurunan jumlah pelanggan PDAM itu sendiri. Selain itu rencana
peniadaan SPAM Komunal ini juga didasari oleh berbagai pertimbangan lain, seperti:
(1) Keterbatasan sumber air baku, dimana hampir keseluruhan air baku yang
digunakan untuk pelayanan SPAM Komunal tersebut menggunakan air tanah
dalam dan dangkal yang berpotensi berkurang kapasitasnya.
(2) Jaringan PDAM Tirtamarta yang bertanggungjawab untuk menyediakan air
minum di Kota Yogyakarta akan dikembangkan hingga mencapai seluruh
wilayah Kota Yogyakarta, sehingga apabila SPAM Komunal tetap
dipertahankan maka akan terjadi overlapping jaringan.
(3) Sistem pemompaan untuk SPAM Komunal memerlukan biaya yang besar,
padahal hal itu dapat disiasati dengan pengaliran secara gravitasi seperti di
PDAM Tirtamarta.
24
(4) Kemampuan SDM dari masyarakat pengelola berpotensi menjadi kendala
yang besar dalam pengoperasian dan pemeliharaan sarana prasarana SPAM
Komunal.
25
diperlukan relatif cukup banyak, namun tenaga yang
diperlukan sedikit yakni dapat dilakukan oleh 2 orang saja.
Sehingga cara ini cocok untuk diterapkan pada daerah yang
harga airnya relatif rendah.
b. District Metering → Untuk menemukan lokasi kebocoran air
dengan memantau aliran air pada distrik tertentu secara
berkala. Setiap distrik terdiri dari 2000 - 5000 sambungan.
Meter air dibaca secara teratur tiap minggu, bulan, dan
seterusnya untuk mengetahui daerah yang mengalamai
peningkatan supply. Keuntungan cara ini yaitu pengawas
akan selalu bekerja dalam wilayah dimana diperkirakan
terjadi kebocoran dan dapat melengkapi informasi
tersedianya jumlah air yang disupply ke daerah tersebut.
c. Waste Metering → Cara ini digunakan bagi area tertentu
yang terdiri dari 1000 - 3000 sambungan. Area ini dapat di
set up sedemikian rupa agar apabila valve tertentu ditutup,
area ini dapat disupply melalui pipa tunggal yang dapat
dipasang meter air.
d. Combined Metering → Cara ini merupakan gabungan antara
District Metering dan Waste Metering. District meter
digunakan untuk memantau wilayah dari sistem dan apabila
wilayah ini menunjukkan peningkatan konsumsi, waste
meter yang digunakan di arah hilir akan menentukan lebih
tepat lokasi kebocoran.
(2) Pengendalian secara pasif, yaitu memperbaiki hanya bila ada
laporan dari masyarakat atau bila kebetulan diketahui ada
kebocoran.
(3) Perkuatan kelembagaan PDAM, yaitu peningkatan kemampuan
SDM, peralatan yang lengkap, dan organisasi yang kuat. Untuk
meningkatkan kemampuan SDM dapat dilakukan pelatihan
penekanan kebocoran air sehingga nantinya pengelola SPAM
dapat secara mandiri melakukan metode-metode tersebut untuk
menurunkan kebocoran air di wilayahnya masing-masing.
26
7.4 Rencana Sektor AMDK (Air Minum Dalam Kemasan)
Gambar 7.2 Air Minum Dalam Kemasan ‘Ayo’ Produksi PDAM Tirtamarta Yogyakarta
Sumber: www.gudeg.net
27
BAB VII
RENCANA PENDANAAN
28
BAB VIII
PENUTUP
8.1 Kesimpulan
8.2.1 SPAM Kota Yogyakarta yang dikelola oleh PDAM Tirtamarta memiliki kondisi
existing yaitu terdapat unit air baku, unit produksi, unit distribusi, dan juga ada
SPAM non PDAM (SPAM Komunal). Sedangkan permasalahan existing PDAM
Kota Yogyakarta didominasi kebocoran, rendahnya kualitas air, dan
menurunnya kuantitas/kapasitas debit aliran air.
8.2.2 Kebutuhan air minum di Kota Yogyakarta diproyeksikan di tahun 2018 sebesar
402 liter/detik yang kemudian meningkat menjadi 756 liter/detik di tahun 2038
(20 tahun kemudian).
8.2.3 Potensi air baku yang bisa dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan air minum
di Kota Yogyakarta meliputi sungai, sumur gali, CAT, dan mata air.
8.2.4 Pentahapan SPAM di Kota Yogyakarta meliputi rencana pengembangan SPAM
PDAM, rencana pengembangan SPAM Komunal, rencana penurunan
kebocoran, dan rencana sektor AMDK (Air Minum Dalam Kemasan).
8.2.5 Pola pendanaan yang digunakan untuk melaksanakan pengembangan SPAM
dibagi menjadi 4 bagian yaitu jangka mendesak, pendek, menengah, dan
panjang. Kemudian untuk sumber dananya direncanakan berasal dari APBD
Kota Yogyakarta, PDAM Tirtamarta Yogyakarta, pihak swasta, perbankan,
APBD Provinsi, dan APBN.
8.2 Saran
8.2.1 Pemerintah daerah perlu mengupayakan adanya regulasi konservasi air secara
terintegrasi mengingat kualitas sumber air yang berpotensi mengalami
penurunan di tiap tahunnya.
8.2.2 Di dalam pengelolaan sumber air baku, diperlukan kerjasama semua pemangku
kepentingan (stakeholder) baik pemerintah maupun masyarakat untuk menjaga
sumber air baku dan tidak melakukan aktifitas pencemaran sumber air baku.
8.2.3 Perlu adanya himbauan untuk tidak mengalihfungsikan lahan dan memperbanyak
sistem peresapan sehingga ada recharge untuk mempertahankan potensi debit air
29
tanah baik dangkal maupun dalam, serta memungkinkan penyerapan air hujan
lebih banyak.
8.2.4 Lembaga-lembaga/pihak-pihak pengelola SPAM harus terus mengevaluasi
kinerja dan meningkatkan kualitas pelayanan supaya dapat memberikan manfaat
yang maksimal bagi masyarakat secara luas.
30
DAFTAR PUSTAKA
Aji, Prasetyo dkk. (2014). Rencana Induk Sistem Penyediaan Air Minum Kabupaten Blora.
Semarang: Universitas Diponegoro.
Kur. (2019). Haryadi Evaluasi Kondisi PDAM Saat Ini. [Diakses tanggal 30 November 2019,
dari www.jogja.tribunnews.com].
Nurcahyono, N. (2008). Analisis Kebutuhan Air Bersih. Semarang: Universitas Diponegoro.
Peraturan Daerah Kota Yogyakarta Nomor 11 Tahun 2017 Tentang Rencana Pembangunan
Jangka Menengah Daerah (Tahun 2017 – 2022).
PT. UTA Engineering Consultant. (2013). Rencana Induk Sistem Penyediaan Air Minum (RI-
SPAM) Kota Yogyakarta. Yogyakarta: Pemerintah Kota Yogyakarta.
Rusqiyati, Eka Arifa. (2019). PDAM Tirtamarta Memastikan Keluhan Debit Air Tertangani.
[Diakses tanggal 30 November 2019, dari www.jogja.antaranews.com].
Tim BPS Kota Yogyakarta. (2018). Kota Yogyakarta dalam Angka 2018. Yogyakarta: BPS
Kota Yogyakarta.
Website resmi BAPPEDA Provinsi DIY. [Diakses tanggal 26 November 2019, dari
www.bappeda.jogjaprov.go.id].
Website resmi DPMP Kota Yogyakarta. [Diakses tanggal 26 November 2019, dari
www.pmperizinan.jogjakota.go.id].
Website resmi PDAM Tirtamarta Kota Yogyakarta. [Diakses tanggal 27 November 2019, dari
www.pdamkotajogja.co.id].
Wijaya, Budi dkk. (2013). Rencana Induk Sistem Penyediaan Air Minum Kabupaten
Wonosobo. Semarang: Universitas Diponegoro.
31